Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inseminasi buatan adalah proses bantuan reproduksi di mana sperma
disuntikkan dengan kateter ke dalam vagina atau rahim pada saat calon ibu mengalami
ovulasi. Proses inseminasi buatan berlangsung singkat dan terasa seperti pemeriksaan
papsmear. Dalam dua minggu, keberadaan janin sudah bisa dicek dengan tes kehamilan. Bila
gagal, prosesnya bisa diulang beberapa kali sampai berhasil. Di dalam pengertian inseminasi
ini ada beberapa macam Inseminasi buatan di antranya : inseminasi intravaginal, Inseminasi
paraservikal, Inseminasi intraservikal, Inseminasi intrauterin, Inseminasi intraperitoneal.
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran darah orang lain. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi
medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan
tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Dalam hal ini, ada beberapa hukum
yang mengatur mengenai donor darah seperti hukum menurut islam, hukum menurut ulama
dan hukum menurut al quran dan al hadist.
Obat bius adalah sejenis obat yang digunakan dalam proses pembedahan atau
prosedur lain yang dilakukan oleh dokter. Kegunaan obat bius atau manfaat obat bius adalah
untuk menghilangkan rasa nyeri sehingga mengurangi rasa sakit saat pasien sedang menjalani
pembedahan. Di dalam melakukan tindakan pembiusan ada beberapa sumber hukum islam
dan kesehatan yang menjelaskan tentang penggunaan obat bius.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa inseminasi buatan itu?
2. Apa macam macam inseminasi buatan?
3. Bagaimana cara kerja inseminasi buatan?
4. Apa manfaat inseminasi buatan?
5. Apa dampak inseminasi buatan?
6. Apa inseminasi buatan menurut hukum islam?
7. Apa teknik inseminasi buatan?
8. Apa kasus-kasus inseminasi buatan?
9. Apa permasalahan hukum inseminasi buatan?
10. Bagaimana analis inseminasi buatan menurut hukum islam?
11. Bagaimana inseminasi buatan menurut kelompok?
12. Apa transfusi darah itu?
13. Bagaimana tranfusi darah menurut islam?
14. Bagaimana tranfusi darah menurut kelompok?
15. Apa obat bius itu?
16. Bagaimana definisi obat bius menurut sumber hukum?
17. Bagaimana penggunaan obat bius menurut islam?
18. Apa pendapat ahli kesehatan mengenai obat bius?
1

19. Apa pendapat kelompok mengenai obat bius?


20. Bagaimana dampak obat bius?
21. Apa euthanasia itu?
22. Bagaimana eutanasia menurut islam?
23. Bagaimana eutanasia menurut ulama`?
24. Bagaimana eutanasia menurut kelompok?
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apa inseminasi buatan itu
2. Mengetahui apa macam macam inseminasi buatan
3. Mengetahui bagaimana cara kerja inseminasi buatan
4. Mengetahui apa manfaat inseminasi buatan
5. Mengetahui apa dampak inseminasi buatan
6. Mengetahui apa inseminasi buatan menurut hukum islam
7. Mengetahui apa teknik inseminasi buatan
8. Mengetahui apa kasus-kasus inseminasi buatan
9. Mengetahui apa permasalahan hukum inseminasi buatan
10. Mengetahui bagaimana analis inseminasi buatan menurut hukum islam
11. Mengetahui bagaimana inseminasi buatan menurut kelompok
12. Mengetahui apa transfusi darah itu
13. Mengetahui bagaimana tranfusi darah menurut islam
14. Mengetahui bagaimana tranfusi darah menurut kelompok
15. Mengetahui apa obat bius itu
16. Mengetahui bagaimana definisi obat bius menurut sumber hukum
17. Mengetahui bagaimana penggunaan obat bius menurut islam
18. Mengetahui apa pendapat ahli kesehatan mengenai obat bius
19. Mengetahui apa pendapat kelompok mengenai obat bius
20. Mengetahui bagaimana dampak obat bius
21. Mengetahui apa euthanasia itu
22. Mengetahui bagaimana eutanasia menurut islam
23. Mengetahui bagaimana eutanasia menurut ulama
24. Mengetahui bagaimana eutanasia menurut kelompok

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah proses bantuan reproduksi di mana sperma disuntikkan
dengan kateter ke dalam vagina (intracervical insemination) atau rahim (intrauterine
insemination) pada saat calon ibu mengalami ovulasi. Proses inseminasi buatan berlangsung
singkat dan terasa seperti pemeriksaan papsmear. Dalam dua minggu, keberadaan janin
sudah bisa dicek dengan tes kehamilan. Bila gagal, prosesnya bisa diulang beberapa kali
sampai berhasil. (Umumnya bila setelah 3-6 siklus tidak juga berhasil, dokter akan
merekomendasikan metode bantuan reproduksi lainnya)
Untuk meningkatkan peluang keberhasilanseperti halnya pada proses bayi tabungcalon
ibu yang akan menjalani inseminasi buatan dirangsang kesuburannya dengan hormon dan
obat-obatan lainnya. Pemberian rangsangan ini dimulai pada awal siklus menstruasi agar
pada saat ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam keadaan
normal, hanya satu telur yang dilepaskan per ovulasi). Sperma yang diinjeksi melalui kateter
juga diproses terlebih dahulu agar terseleksi dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik
dan jumlahnya cukup.
2.2 Macam macam Inseminasi Buatan
3

Inseminasi buatan : penaburan spermatozoa suami ke dalam saluran reproduksi istri.


Ada 5 macam inseminasi yaitu :
a. inseminasi intravaginal : spermatozoa disebarkan ke dalam liang vagina.
b. Inseminasi paraservikal : spermatozoa ditaburkan ke dalam puncak kubah vagina
yang disebut forniks. Bagian ini mengelilingi leher rahim sehingga sangat dekat
dengan mulut luar rahim (ostium uteri eksternum).
c. Inseminasi intraservikal : spermatozoa dimasukkan melalui mulut luar rahim dan
ditempatkan di saluran leher rahim (kanal serviks).
d. Inseminasi intrauterin : spermatozoa yang sudah terpilih dan tersaring dimasukkan
melalui mulut luar rahim dan ditempatkan jauh ke dalam, sehingga berada di dalam
rongga rahim dekat dengan mulut dalam saluran telur (ostium tuba internum).
e. Inseminasi intraperitoneal : spermatozoa yang sudah terpilih dan tersaring
dimasukkan melalui tembusan di puncak kubah vagina langsung ke dalam rongga
perut (rongga peritoneum).

2.3 Cara Kerja Inseminasi Buatan


Tahap pertama, yaitu tahap induksi ovulasi.
Pada tahap ini dilakukan stimulasi pertumbuhan sel telur sebanyak mungkin yang
dilakukan dengan pemberian Follicle Stimulating Hormone (FSH). Saat ini, FSH telah
dimurnikan dan diperbanyak dengan teknologi rekombinasi DNA, misalnya nama dagang
Gonal-f, sehingga dapat digunakan untuk membantu stimulasi pertumbuhan sel telur pada
perempuan yang kekurangan hormon FSH. Setelah dihasilkan cukup banyak sel telur,
diberikan hormon human Chorion Gonadotropin (hCG) untuk menstimulasi pelepasan sel
telur yang matang. Seperti halnya FSH, hCG juga telah diproduksi dengan teknologi
rekombinasi DNA, misalnya Ovidrel yang dapat diinjeksikan langsung ke jaringan di
bawah kulit. Jika tidak terdapat sel telur yang matang, maturasi satu atau lebih sel telur dapat
dilakukan dengan menggunakan metode OS (Ovarian Stimulation).

Tahap kedua, yaitu tahap pengambilan sel telur.


Pada tahap ini, hasil pematangan sel telur dari ovarium diamati, misalnya dengan

menggunakan metode laparoskopi atau metode vaginal ultrasonik. Sel telur yang telah
matang akan diambil dari ovarium dengan menggunakan jarum yang runcing, kemudian
dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium pertumbuhan.

Tahap ketiga, yaitu fertilisasi sel telur.


4

Pada tahap ini, sel sperma

motil yang telah diperoleh dari metodeswim-up

(Henkel dan Schill, 2003) dimasukkan ke dalam cawan Petri yang telah berisi sel telur,
kemudian disimpan di dalam inkubator. Pemeriksaan gamet dilakukan pada interval waktu
antara fertilisasi dan maturasi. Setelah terjadi fertilisasi, embrio dibiarkan di dalam inkubator
selama 3 5 hari.

Tahap keempat, yaitu transfer embrio.


Tahap ini merupakan tahap akhir, berupa pengembalian embrio hasil fertilisasi

yang telah mencapai tahap blastula. Embrio ditransplantasikan ke dalam rahim melalui
kateter Teflon tanpa pembiusan. Dengan cara ini pasien dapat kembali ke rumah segera
setelah transfer embrio. Untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan, maka beberapa
embrio ditransplantasikan ke dalam rahim (Corabian, 1997).
2.4 Manfaat Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan dapat membantu dalam kasus ketidaksuburan disebabkan karena
suatu alasan. Oleh karena itu, pertama dan keuntungan utama dari metode ini adalah
membantu dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan hamil. Sperma digunakan untuk
inseminasi buatan adalah baik diperoleh dari pasangan laki-laki dari perempuan, atau dari
sebuah bank sperma. Sebelumnya teknik ini hanya digunakan bagi pasangan untuk memiliki
anak.
Proses inseminasi buatan digunakan dalam kasus pasangan laki-laki menderita
kelainan keturunan atau genetik. Sperma yang digunakan untuk proses ini dicuci dan diuji
untuk setiap gangguan genetik atau ketidakseimbangan. Oleh karena itu, ada kemungkinan
lebih rendah dari gangguan seperti yang lulus dari orang tua untuk anak. Inseminasi buatan
lebih dekat dengan metode alami reproduksi, dibandingkan dengan metode lain seperti
reproduksi dibantu Dalam Vitro Fertilization (IVF). Oleh karena itu, metode ini secara luas
diadopsi oleh pasangan.
Ketika berbicara tentang tingkat keberhasilan inseminasi buatan, kita kembali
menemukan bahwa proses ini memiliki tangan atas antara semua prosedur lainnya. Tingkat
keberhasilan inseminasi buatan setinggi 86%. Namun, perlu dicatat bahwa ada beberapa
faktor yang terlibat di sama. Demikian pula, ketika membandingkan inseminasi intrauterin
intracervical dan inseminasi, ditemukan bahwa tingkat keberhasilan inseminasi intrauterine
lebih tinggi, dan setinggi 80%.

Salah satu keuntungan lain dari inseminasi buatan adalah biaya. Jika anda melihat
pada biaya inseminasi buatan dan bahwa metode lain, Anda akan menemukan bahwa
inseminasi buatan lebih murah. Biaya rata-rata metode lain seperti fertilisasi in vitro (IVF)
lebih tinggi dari AI. Kedua, biaya inseminasi intracervical adalah lebih rendah daripada
inseminasi intrauterin. Di sisi lain, sebagaimana disebutkan di atas, ada efek samping relatif
tidak terkait dengan AI, yang membuatnya lebih menguntungkan.
Pada menyimpulkan di atas, kita dapat menyimpulkan dengan mengatakan bahwa
keuntungan dari inseminasi buatan meliputi efektivitas, biaya rendah dan pencegahan
gangguan genetik pada tingkat yang lebih besar.

3.1 Dampak Inseminasi Buatan


Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun
prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat
bawaan lebih besar daripada dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya
cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi
karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu
sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi
cukup besar. Cacat bawaan yang paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down
sindrom, terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.
3.2 Inseminasi Buatan Pada Manusia Menurut Tinjauan Hukum Islam
Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari istilah Inggris artificial insemination.
Dalam bahasa Arab disebut al-talqih al-shinaiy. Dalam bahasa Indonesia ada yang
menebutnya permainan buatan, pembuahan buatan,[15] atau penghamilan buatan.[16]
Batasannya dirumuskan dengan redaksi yang bermacam-macam. Drh.Djamalin
Djanah mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan inseminasi buatan ialah Pekerjaan
memasukan mani (sperma atau semen) ke dalam rahim (kandungan) dengan menggunakan
alat khusus dengan maksud terjadi pembuahan.[17]
3.3 Teknik Inseminasi Buatan

Secara umum dapat diambil pengertian bahwa inseminasi buatan adalah suatu cara atau
teknk memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan (coitus). Adapun tekniknya ada dua
cara, yaitu:
a.

Fertilasi in Vitro (FIV)


Fertilasi in Vitro (In Vitro Fertilization) ialah usaha fertilasi yang dilakukan di luar tubuh, di
dalam cawan biakan (petri disk), dengan suasana yang mendekati ilmiah. Jika berhasil, pada
saat mencapai stadium morula, hasil fertilasi ditandur-alihkan ke endometrium rongga uterus.

Teknik ini biasanya dikenal dengan bayi tabung atau pembuahan di luar tubuh.
b. Tandur Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT)
Tandur Alih Gamet Itra Tuba (Gamet Intra Fallopian Transfer) ialah usaha mempertemukan
sel benih (gamet), yaitu ovum dan sperma, dengan cara menyemprotkan campuran sel benih
itu memakai kanul tuba ke dalam ampulla. Metode ini bukan metode bayi tabung karena
pembuahan terjadi di saluran telur (tuba fallopi) si ibu sendiri.[18]
Di luar negeri teknik TAGIT lebih berhasil disbanding dengan FIV. Perbandingannya cukup
mencolok yaitu 40:20.[19] Teknik yang terbaok dari keduanya tergantung pada keadaan
pemilik sperma dan ovum serta keadaan kandungan.
3.4 Kasus-kasus Inseminasi Buatan
Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan inseminasi buatan, berikut ini dikemukakan
beberapa kasus:
Tanggal 25 Juli 1978 Ny. Lesley Brown melahirkan seorang anak, Louise Brown,
dengan hasil inseminasi buatan yang diusahakan oleh tim Dr. Patric Steptoe dirumah sakit
Oldham, Inggris, Sperma diambil dari suaminya sendiri.[20]
Di Indonesia, keberhasilan inseminasi buatan ditandai oleh lahirnya Akmal pada 25
Agustus 1987. Ia lahir dari pasangan suami isteri Linda Soekotjo, dengan teknik TAGIT.
Adapun dengan teknik FIV tim bayi tabung Indonesia yang diketahui oleh Dr. H.Enud J.
Surjana dari Fakultas Kedokteran UI menghasilkan kelahiran Dimas Aldila Akmal Sudiar
pada 2 Oktober 1988, dari pasangan suami-isteri Wiwik Juwari-Sudirman.[21]
Inseminasi buatan yang berasal dari sari sperma suami yang telah meninggal dan
ovum isterinya dapat dilihat dari kasus Mario Rios asal Chili dengan Elsa asal Argentina.[22]
Pengadilan Perancis akhirnya juga memutuskan bahwa janda muda Corinne Parpalaix boleh
menggunakan sperma suaminya yang telah meninggal.[23] Dan Kim Casali yang ditinggal
mati suaminya, Roberto, juga berhasil melahirkan Milo.[24]
Dengan inseminasi buatan, wanita yang tidak bersuami akhirnya juga dapat hamil dan
melahirkan dengan jasa Bank Sperma. Di antaranya adalah Dr. Afton Blake, seorang

psikolog.[25] Di Amerika Serikat cara semacam ini dilakukan sedikitnya 9% dari mereka
yang melakukan inseminasi buatan.
Pada 1 Oktober 1987 dunia digemparkan oleh lahirnya anak kembar tiga dari
neneknya sendiri pasangan Karen-Alcino ingin memperoleh ketrunan, tetapi setelah
dilakukan inseminasi buatan, Karen dinyatakan tidak baik untuk hamil. Akhirnya neneknya,
ibu Karen, Pat Anthony bersedia ditempati sperma dan ovum yang telah dibuahi itu.[26]
Contoh kasus di atas, jika diklasifikasi menurut bibit (sperma dan ovum) yang digunakan,
adalah sebagai berikut:
a. Antara sperma dari suami dan ovum dari isterinya yang kemudian ditanam
dalam rahim isterinya.
b. Antara sperma yang telah dibekukan dalam Bank Sperma dari suaminya yang
meninggal dan ovum isterinya kemudian ditanam dalam rahim isterinya.
c. Antara sperma dari laki-laki yang tidak diketahui asalnya dan ovum wanita
yang tidak bersuami kemudian ditanam dalam rahim wanita itu.
d. Antara sperma suami dan ovum isteri kemudian ditanam dalam rahim orang
lain.
Klasifikasi lain yang contoh kasusnya belum ditemukan bisa saja ditambahkan dengan:
a. Antara sperma suami dan ovum wanita lain yang kemudian ditanamkam dalam
rahim isteri.
b. Antara sperma laki-laki lain dan ovum isteri ditanam dalam rahim isteri.
c. Antara sperma laki-lai lain dan ovum wanita lain kemudian ditanam dalam
rahim isteri.
d. Antara sperma suami dan ovum isteri kemudian ditanam dalam rahim isteri lain
(bila poligami).
4.1 Permasalahan Hukum Inseminasi Buatan
Permasalahn hokum akibat inseminasi buatan seperti tergambar di atas antara lain:
a. Masalah jumlah sel telur yang harus diambil, karena dalam proses
pembuahan in vitro, sel telur yang diambil lebih dari satu agar terhindar dari
kegagalan.
b. Masalah sel telur yang dibuahi itu jika tidak dimusnahkan akan dibekukan
yang suatu saat dapat dipergunakan lagi.
c. Masalah sperma yang dijadikan donor karena berbagai alsan.
d. Masalah ibu pengganti (surrogate motherhood) yang ditempati hasil
pembuahan sperma dan ovum orang lain.
4.2 Analisi Pelaksanaan Inseminasi Buatan menurut tinjauan Hukum Islam.
Pelaksanaan inseminasi buatan membawa dilemma terutama jika dilakukan dengan
hokum Islam. Menganalisis permasalahan tersebut, yang menyangkut hal-hal seperti:
a. Pengambilan Bibit
8

Yang dimaksud dengan pengambilan bibit di sini adalah pengambilan sel telur
(ovum pick up) dan pengambilan / pengeluaran sperma.

1. Pengambilan Sel Telur (Ovum Pick Up = OPU)


Dalam inseminasi buatan ada dua cara untuk pengambilan sel telur, yaitu dengan
Laparoskopi dan USG (Ultrasonografu).[27] Dengan cara laparoskopi folikel akan tampak
jelas pada lapang pandangan laparoskopi kemudian indung telur dipegang dengan penjepit
dan dilakukan persiapan. Cairan folikel yang berisi sel telur ditampung dalam tabung. Cairan
tersebut diperiksa di bawah mikroskop untuk meyakinkan apakah sel telur ini sudah
ditemukan. Adapun cara USG, folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui
vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti cara pengisapan
laparoskopi.
Yang perlu dianalisis pada pengambilan ovum tersebut adalah persoalan melihat
aurat sendiri.[28] Syafiiyah dan Hanabilah dalam satu riwayat menyatakan bahwa semua
badan wanita merdeka adalah aurat[29] sedang menurut Hanafiyah dan Malikiyah
menyatakan bahwa semua bdan wanita adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
[30] Aurat itu dilarang dibuka di hadapan laki-laki lain. Akan tetapi mereka sepakat kalau
karena dharurat seperti berobat, boleh dibuka.[31] Yusuf al-Qardhawy dalam kitabnya AlHalal wa al-Haram fi al-Islam[32] menyatakan bahwa dalam kondisi dharurat atau hajat,
memandang atau memegang aurat diperbolehkan dengan syarat keamanan dan nafsu birahi
terjaga.
Dalam praktek pengambilan sel telur seperti dijelaskan di atas, para dokter ahli
tidak lepas dari melihat bahkan meraba atau memasukkan sesuatu dalam aurat besar wanita.
Di samping itu para dokter sering juga berkhalwat dengan pasien ketika mendiagnosa
penyakit. Pelaksanaan tersebut jika diniati dengan baik, terjaga keamanan, dan tidak
merangsang

sahwat

dapat

dikatagorikan

sebagai

hal

yang

dharurat.

Islam

memperbolehkannya karena sesuai dengan kaidah ushul fiqh.[33]


Keadaan dharurat membolehkan sesuatu yang dilarang.
Demi mencegah fitnah dan godaan setan, maka sebaiknya sewaktu dokter memeriksa pasien
dihadiri orang ketiga dari keluarga maupun tenaga para medis, sesuai dengan kaidah ushul:
[34]

Menghindari kesusahan lebih utamakan dari mengambil maslahat.


Akan sangat baik jika dokter pemeriksa itu dari jenis kelamin yang sama. Sulit
dibayangkan jika dalam kondisi dharurat seperti itu masih diharamkan melihat aurat besar
wanita. Sebab, bagaimana dengan wanita yang akan melahirkan?
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa pengambilan sel telur
(ovum) dalam pelaksanaan inseminasi buatan dihalalkan karena pertimbangan dharurat.
Disamping kondisi itu, dokter pemeriksa pun harus tetap menjaga Etik Kedokteran.
2. Pengeluaran Sperma
Dibanding dengan pengambilan sel telur, pengeluaran dan pengambilan sperma
relative lebih mudah. Untuk memperboleh sperma dari laki-laki dapat dilakukan antara lain
dengan: (a) Istimna (manstrubasi, onani), (b) Azl coitus interruptus: senggama terputus), (c)
Dihisap langsung dari pelir (testis), (d) Jima dengan memakai kondom, (e) Sperma yang
ditumpahkan ke dalam vagina yang dihisap dengan cepat dengan spuit, dan (f) Sperma mimpi
malam.[35]
Untuk keperluan inseminasi buatan, cara yang terbaik adalah mastrubasi (onani).
[36] Program Fertilisasi in Vitro (FIV) Fakultas Kedokteran UI juga menyaratkan agar
sperma untuk keperluan inseminasi buatan diambil atau dikeluarkan dengan cara masturbasi
dan dilakukan di Rumah Sakit. Pengeluaran sperma dengan cara azl (senggama terputus)
tidak diperkenankan karena akan mengurangi jumlah sperma yang didapat.[37] Di dalam
teknik FIV hanya diperlukan antara 50.000-100.000 sperma motil sedang pada senggama
normal diperlukan 50 juta 200 juta sperma.[38]
Yang menimbulkan persoalan dalam hokum Islam adalah bagai mana hokum onani
dalam kaitan dengan pelaksanaan inseminasi tersebut.
Al-Quran Surat 23:5, 24:30, 31, dan 70:29 Allah SWT memerintahkan agar
manusia menjaga kemaluannya kecuali kepada yang telah dihalalkan. Secara umum
Islam memandang bahwa melakukan onani tergolong perbuatan etis. Mengenai
hokum, fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak, ada yang
mengharamkan secara mutlak, ada yang mengharamkan pada hal-hal tertentu, ada
yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh.
[39] Sayid Sabiq menyatakan bahwa Malikiyah, Syafiiyah, dan Zaidiyah
menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT
memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri atau
budak yang dimilikinya. Ahnaf berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau
karena tajut zina, maka hukumnya menjadi wajib. Kaidah ushul fiqh menyebutkan:


10

Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib


Kalau karena alasan takut zina, atau kesehatan, sedangkan tidak memiliki isteri
atau amah (budak) dan tidak mampu kawin, maka menurut Hanabilah onani diperbolehkan.
Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka hukumnya haram. Ibn Hazim
berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis. Di antara yang
memakruhkan onani itu jga Ibn Umar dan Atha. Berbeda pendapat dengan pendapat diatas,
Ibn Abbas, Hasan dan sebagian besar Tabiin menghukumi mubah. Al-Hasan justru
mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu melakukan onani pada masa peperangan.
Nujahid juga menyatakan bahwa orang Islam dahulu memberikan toleransi kepada para
pemudanya melakukan onani. Hukumnya mubah, baik buat laki-laki maupun perempuan.[40]
Ali Ahmad al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat al-Tasyri wa Falsafatuhu[41]setelah
menjelaskan kemadharatan onani mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya
syahwad dan tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf al-Qardhawy juga sependapat
dengan Hanabilah mengenai hal ini,[42] al-Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad alHusainy[43] juga mengemukakan kebolehan onani yang dilakukan oleh isteriatau amah-nya
karena itu memang tempay kesenangannya:



Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui tangan isteri atau hamba
sahayanya karena di sanalah (salah satu) dari tempat kesenangannya.
Memperhatikan pendapat-pendapat mengenai hokum onani di atas, maka dalam kaitan
dengan pengeluaran/pengambilan sperma untuk inseminasi buatan, boleh dilakukan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pengambilan sel telur (ovum) dan sperma untuk
keperluan inseminasi buatan dengan illat hajah tertentu dapat dibenarkan oleh hukum
Islam.
b.

Penanaman Bibit (Embryo Transfer)


Setelah sel telur dan sperma didapat, proses inseminasi buatan seperti telah

disinggung pada uraian sebelumnya, dilakukan pencucian sperma dengan tujuan memisahkan
sperma yang motil dengan sperma yang tidak motil/mati. Sesudah itu antara sel telur dan
sperma dipertemukan. Jika dengan teknik in vitro, kedua calon bibit tersebut dipertemukan
dalam cawan petri, tetapi jika teknik TAGIT sperma langsung disemprotkan ke dalam rahim.
Untuk menghindari kemungkinan kegagalan, penanaman bibit biasanya lebih dari satu.
Embrio yang tersisa kemudian disimpan beku atau dibuang. Yang menjadi persoalan dalam
kaitan dengan hukum Islam di sini adalah bagaimana hokum pembuangan embrio tersebut.
Apakah hal ini dapat digolongkan kepada pembunuhan?
11

Sebagai anlisis, patut dicatat bahwa embrio tersebut tidak berada dalam rahim
wanita. Kalau abortus diartikan sebagai keluarnya isi rahim ibu yang telah mengandung,
[44] maka pembicaraan ini tidak tergolong berada rahim waita.
c. Asal dan Tempat Penanaman Bibit
Sesuai dengan klasifikasi asal dan tempat penanaman bibit yang terdapat dalam
pembahasan diatas, berikut akan dianalisis menurut tinjauan hukum Islam.
1. Bibit dari suami - isteri dan ditanamkan pada isteri
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa proses kejadian manusia, baik
menurut fuqaha maupun ahli kedokteran, dimulai dari pembuahan hasil pertemuan
sperma dan ovum. Secara alami, pertemuan sperma dan ovum itu melalui sanggama.
Maka dapat di pahami bahwa di antara manfaat sanggama adalah mempertemukan
sperma dengan ovum.[45] Dalam Islam, bersanggama hanya diperbolehkan setelah
didahului akad nikah yang sah.
2. Bibit dari Suami-isteri dan ditanamkan pada orang lain
Dalam kasus ini Lembaga Islam OKI menghukumi haram karena dikhawatirkan
percampuran nasab dan hilangnya keibuan serta halangan syara lainnya.
3. Sperma laki-laki lain dibuahkan dengan ovum wanita lain dan ditanamkan pada rahim
wanita yang tidak bersuami.
Di atas telah dinyatakan bahwa pembuahan hanya dihalalkan bagi orang yang
memiliki ikatan pernikahan yang sah.
4. Sperma suami yang dibuahkan dengan ovum wanita lain (donor) dan ditanam pada
rahim isteri.
Walaupun isteri sendiri yang dijadikan tempat penanaman embrio, tetapi karena
konsepsinya berasal dari pembuahan bibit yang tidak memiliki ikatan pernikahan yang
sah, maka inseminasi model ini juga tidak dapat dibenarkan.
5. Sperma laki-laki lain (donor) dibuahkan dengan ovum isteri dan ditanamkan pada
rahim isteri
Inseminasi model ini sama halnya dengan inseminasi model kelima, yaitu ovum dan
tempat penanaman bibit ada pada isteri sendiri namun karena sperma dari orang lain
maka diharamkan oleh Islam.
6. Sperma laki-laki lain (donor) dibuahkan dengan ovum wanita lain (donor) dan
ditanamkan pada rahim isteri.
Bibit yang berasal dari donor yang tidak mempunyai ikatan pernikahan yang sah,
sebagaimana uraian terdahulu, tidak dapat dibenarkan oleh Islam. Akan tetapi jika
12

bibit berasal dari pasangan suami-isteri yang sah kemudian dititipkan kepada isteri,
maka ia hanya menjadi penitipan.
7. Bibit dari suami-isteri dan dititipkan kepada rahim isteri yang lain (karena poligami)
Kalau dapat dihindari adanya percecokkan di belakang hari, maka inseminasi model
ini dapat disamakan dengan model kedua dan ketujuh. Perbedaannya pada adanya
ikatan pernikahan karena poligami.
d. Status Anak Hasil Inseminasi Buatan
Berdasarkan pengertian di atas, berikut ini akan diuraikan status anak hasil inseminasi
buatan yang secara garis besar dibagi menjadi dua: pembuahan sperma dan ovum yang
memiliki ikatan menikah dan yang tidak memiliki ikatan nikah.
1. Anak hasil penanaman sperma ovum yang memiliki ikatan nikah.
Dalam hal ini penanaman embrio bisa terdapat dalam tiga kemungkinan. Pada rahim isteri
sendiri yang memiliki ovum (tidak poligami), pada isteri sendiri yang yidak memiliki ovum
(berpoligami), dan pada orang lain.
a. Pada isteri sendiri yang memiliki ovum.
Status anak untuk inseminasi jenis ini, seperti yang telah disinggung di atas, adalah
anak kandung, baik secara genetic maupun hayati.
b. Pada isteri sendiri yang tidak memiliki ovum
Kalau ditinjau secara lahiriah dan hayati, anak tersebut adalah anak milik ibu yang
melahirkan. Tetapi jika ditinjau secara hakiki, anak tersebut adalah anak yang
mempunyai bibit, karena wanita yang melahirkan itu hanya menerima titipan
embrio. Kalau ditinjau dari sisi ikatan pernikahan, di mana yang melahirkan itu
juga ada hubungan nikah, maka anak yang dilahirkan itu juga anaknya, kalau
dilihat dari asal bibit, anak yang dilahirkan itu menjadi anak tiri dan suami yang
mempunyai sperma. Kalau dilihat dari sisi ia melahirkan, anak tersebut menjadi
anak kandungnya.
c. Pada wanita lain yang tidak mempunyai ikatan nikah
Sebagaimana pada poin (1.2), di atas, anak tersebut dapat diqiyaskan dengan anak
sesusuan karena wanita yang melahirkan ini hanya dititipi embrio hasil pertemuan
sperma dan ovum pasangan yang terikat akad nikah.[46]
2. Anak hasil pembuahan sperma dan ovum yang tidak memiliki ikatan nikah.
Yang tergolong pada model ini, sebagaimana uraian di atas, adalah:
a. Sperma suami yang sudah meninggal dengan ovum isteri dan ditanamkan pada
rahim isteri.
b. Sperma laki-laki lain dengan ovum wanita yang tidak bersuami dan ditanamkan
pada rahim wanita yang tidak bersuami tersebut.
c. Sperma suami dengan ovum wanita lain dan ditambahkan pada rahim isteri.
d. Sperma laki-laki lain dengan ovum isteri dan ditanamkan pada rahim isteri.
13

e. Sperma laki-laki lain dan ovum wanita lain (tidak ada ikatan nikah) dan
ditanamkan pada rahim isteri.
Secara umum, pembuahan sperma dan ovum pada semua jenis di atas dapat
dikatagorikan sebagai zina. Di antara dalil yang mengharamkan pembuahan sperma dan
ovum yang tidak memiliki ikatan nikah ialah Sabda Rasulullah S.a.w. yang berbunyi:


Tidak halal (diharamkan) bagi seseoranng yang beriman kepada Allah swt dan
hari kemudian air (sperma)nya menyirami tanaman orang lain (rahim wanita lain).
(Hadis riwayat Abu Daut, Turmudzi dan dianggap sahih oleh Ibn Hibban, tapi dianggap
Hasan oleh al-Bazzar).[47]
4.3 Inseminasi Buatan Menurut Pendapat Kelompok
Menurut kelompok kami inseminasi buatan pada manusia diperbolehkan dengan
beberapa syarat, salah satunya yaitu dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah yaitu
sperma dari suami dan sel ovum dari istri ditanam pada rahim istri tersebut. Sedangkan pada
cara yang lain menurut kami tidak diperbolehkan, seperti diantaranya Bibit dari Suami-isteri
dan ditanamkan pada orang lain, Sperma laki-laki lain dibuahkan dengan ovum wanita lain
dan ditanamkan pada rahim wanita yang tidak bersuami, Sperma suami yang dibuahkan
dengan ovum wanita lain (donor) dan ditanam pada rahim isteri, Sperma laki-laki lain (donor)
dibuahkan dengan ovum isteri dan ditanamkan pada rahim isteri, Sperma laki-laki lain
(donor) dibuahkan dengan ovum wanita lain (donor) dan ditanamkan pada rahim isteri, Bibit
dari suami-isteri dan dititipkan kepada rahim isteri yang lain (karena poligami)
2.12 Definisi Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu
orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis
seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak
berfungsinya organpembentuk sel darah merah.
Transfusi Darah Menurut Islam
a. Hakekat darah
Darah adalah bagian dari badan (anggota badan)
Memindahkan darah berarti memindahkan anggota badan
14

b. Ayat-ayat di Al-Quran mengenai darah


Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang disembelih dengan menyebut selain Alloh. Tetapi barang siapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula
melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. (Al baqoroh : 173)




Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah.(Al Maidah : 3)
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Taala, Allah berfirman:



Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkannya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya (Al-Anam : 119)
4.4 Donor Darah Menurut Islam
1. Menurut pandangan ulama terdahulu
Pandangan Ulama terdahulu mengenai transfusi darah yakni memanfaatkan anggota
badan adalah haram baik dengan cara jual beli ataupun dengan cara lainnya.
Memanfaatkan anggota badan manusia tidak diperbolehkan. Ada yang beralasan karena :
1. Najis
2. Merendahkan, alasan kedua adalah alasan yang benar (Al-Fatwa Al-Hidayah)
Tidak diperkenankan menjual rambut manusia ataupun memanfaatkannya. Karena
manusia itu terhormat bukan hina (Al Murghinani)
Adapun tulang dan rambut manusia tidak boleh dijual, bukan karena najis atau suci,
tetapi karena menghormatinya. Menjualnya berati merendahkannya (Al Kasani) Menjual air
15

susu wanita (BOLEH). Karena susu itu suci dan bermanfaat sehingga Alloh
memperbolehkkan untuk meminumnya walaupun tidak dalam keadaan terpaksa (Madzhab,
Maliki, Hambali dan SyafiI) Menjual air susu (HARAM). Karena susu adalah bagian dari
anggota badan (Mazhab Hanafi) Ulama terdahulu sangat berhati hati dalam hal perlakuan
terhadap anggota badan manusia (manusia merupakan mahluk terhormat dalam pandangan
Islam) Pada saat itu belum terpikirkan perkembangan Ilmu kedokteran yang sepesat sekarang.
Menurut Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta
Hukum asal dalam pengobatan, hendaknya dengan menggunakan sesuatu yang
diperbolehkan menurut syariat. Namun, jika tidak ada cara lain untuk menambahkan
daya tahan dan mengobati orang sakit kecuali dengan darah orang lain, dan ini
menjadi satu-satunya usaha menyelamatkan orang sakit atau lemah, sementara para
ahli memiliki dugaan kuat bahwa ini akan memberikan manfaat bagi pasien, maka
dalam kondisi seperti ini diperbolehkan untuk mengobati dengan darah orang lain.
2. Menurut ulama sekarang
a. Mengenai akibat hukum adanya hubungan kemahraman antara donor dan resipien
Menurut Ust. Subki Al-Bughury, adapun hubungan antara donor dan resipien,
adalah bahwa transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum adanya hubungan
kemahraman antara donor dan resipien. Sebab faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kemahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam An-Nisa:23,
yaitu: Mahram karena adanya hubungan nasab. Misalnya hubungan antara anak dengan
ibunya atau saudaranya sekandung, dsb. Karena adanya hubungan perkawinan misalnya
hubungan antara seorang dengan mertuanya atau anak tiri dan istrinya yang telah
disetubuhi dan sebagainya, dan mahram karena adanya hubungan persusuan, misalnya
hubungan antara seorang dengan wanita yang pernah menyusuinya atau dengan orang
yang sesusuan dan sebagainya.
Serta pada (an-Nisa:24) ditegaskan bahwa selain wanita-wanita yang tersebut pada
An-Nisa:23 di atas adalah halal dinikahi. Sebab tidak ada hubungan kemahraman. Maka
jelaslah bahwa transfusi darah tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara
pendonor dengan resipien. Karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien itu
diizinkan oleh hukum Islam.
b. Mengenai Hukum menerima transfusi darah dari non-muslim
Menurut ust. Ahmad sarwat pada hakikatnya tubuh orang kafir bukan benda najis.
Buktinya mereka tetap dibolehkan masuk ke dalam masjid-masjid mana pun di dunia ini,
16

kecuali masjid di tanah haram. Kalau tubuh orang kafir dikatakan najis, maka tidak
mungkin Abu Bakar minum dari satu gelas bersama dengan orang kafir. Kalau kita
belajar fiqih thaharah, maka kita akan masuk ke dalam salah satu bab yang membahas
hal ini, yaitu Bab Su'ur.
Di sana disebutkan bahwa su'ur adami (ludah manusia) hukumnya suci, termasuk
su'ur orang kafir. Maka hukum darah orang kafir yang dimasukkan ke dalam tubuh
seorang muslim tentu bukan termasuk benda najis. Ketika darah itu baru dikeluarkan dari
tubuh, saat itu darah itu memang najis. Dan kantung darah tentu tidak boleh dibawa
untuk shalat, karena kantung darah itu najis.
Namun begitu darah segar itu dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka darah itu
sudah tidak najis lagi. Dan darah orang kafir yang sudah masuk ke dalam tubuh seorang
muslim juga tidak najis. Sehingga hukumnya tetap boleh dan dibenarkan ketika seorang
muslim menerima transfusi darah dari donor yang tidak beragama Islam.
c. Donor darah pada bulan ramadhan
Menurut Asy Syaikh Utsaimin, tidak boleh bagi seseorang untuk menyedekahkan
darahnya yang sagat banyak dalam keadaan dia sedang berpuasa wajib, seperti puasa
pada bulan Ramadhan. Kecuali jika di sana ada keperluan yang darurat (mendesak),
maka dalam keadaan seperti ini boleh baginya untuk menyedekahkan darahnya untuk
menolak/mencegah darurat tadi. Dengan demikian dia berbuka dengan makan dan
minum. Lalu dia harus mengganti puasanya yang dia tinggalkan/berbuka.
3. Syarat Donor dan Transfusi darah Menurut Islam
Syarat Donor dan Transfusi Darah adalah sebagai berikut :
a. Tidak menyebabkan kerusakan (kematian pada diri donor)
b. Memberikan manfaat (mencegah kerusakan/kematian) pada akseptor
c. Donor atau Tranfusi tidak boleh dilakukan bila menyebabkan kematian pada diri donor
(darah diambil terlalu banyak), meskipun memberikan manfaat kepada resipien.
d. Donor darah dapat mencegah bahaya yang sudah pasti (mencegah kerusakan/kematian
resipien)
e. Bahaya yang timbul akibat donor atau transfusi dapat di perkirakan
f. Perbedaan kerugian yang terjadi dan manfaat yang diperoleh jelas (manfaat lebih besar
dari kerugian)
g. Donor darah memberikan manfaat yang sangat besar dan termasuk mendonorkan
anggota badan yang dapat pulih kembali
17

h. Pendonor tidak akan mendapat kerugian/kerusakan yang berarti, bahkan mendapat


manfaat.
i. Tranfusi darah tidak sama dengan memakan darah
j. Kerusakan / kerugian akibat tranfusi dapat diperkirakan dan dicegah dengan adanya
kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.
5.1 Transfusi Darah Menurut Kelompok
Menurut kami, donor darah bisa di perbolehkan dan tidak di perbolehkan. Karena
tergantung pada niat an dan tujuan dari kegiatan tersebut. Alasan di perbolehkan,
apabila niat dan tujuannya untuk membantu dan menolong sesama manusia. Misalnya,
seseorang mengalami kekurangan darah setelah menjalani operasi sehingga harus
segera ditolong dengan transfusi darah dari orang lain untuk pemulihan kondisinya.
Alasan tidak diperbolehkan apabila, niat dan tujuan transfusi darah hanya untuk di
perjualbelikan dan untuk bahan percobaan sehingga merugikan recipient.
5.2 Definisi Obat Bius
Obat bius adalah sejenis obat yang digunakan dalam proses pembedahan atau prosedur
lain yang dilakukan oleh dokter. Kegunaan obat bius atau manfaat obat bius adalah
untuk menghilangkan rasa nyeri sehingga mengurangi rasa sakit saat pasien sedang
menjalani pembedahan.
Dari penjelasan tentang pengertian obat bius diatas kemudian didapat satu istilah yaitu
Anestesi atau proses menghilangkan rasa nyeri pada saat pembedahan. Ada beberapa
tipe obat bius atau tindakan pembiusan yang dilakukan pada pasien, diantaranya:
1. Pembiusan total: hilangnya kesadaran total
2. Pembiusan lokal: hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh).
3. Pembiusan regional: hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh
blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.
5.3 Definisi Obat Bius Menurut Sumber Hukum
Dalil Dalil

(80 : )
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, (As syuara :80)
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra dari nabi saw bahwa ia besabda : " Tidaklah Allah
menurunkan suatu penyakit melainkan Dia menurunkan obat bagiya. " (HR : Bukhari )
18

Dan dalam riwyat Usamah bin Syarik : " Berobatlah wahai hamba Allah, karna Allah
tidak menimpakan suatu penyakit kecuali Dia pula menjadikan obat baginya, kecuali satu
peyakit, yaitu kematian. ( HR : Bukhari dan Ahmad )
Para Ulama
Dari kalangan madzhab Asy Syafiiyah, Imam Nawawi Rahimahullah berkata,
Seandainya dibutuhkan untuk mengkonsumsi sebagian narkotik untuk meredam rasa
sakit ketika mengamputasi tangan, maka ada dua pendapat di kalangan Syafiiyah. Yang
tepat adalah dibolehkan.
Al Khatib Asy Syarbini yang juga dari kalangan Syafiiyah berkata, Boleh
menggunakan sejenis narkotik dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya
walau nantinya menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi
darurat.
Kaedah yang digunakan dalam pembolehan ini adalah kaedah fiqih yang berbunyi,

Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.
Dari ulama Hanafiyah, Ibnu Abidin berkata, Al banj (obat bius) dan semacamnya dari
benda padat diharamkan jika dimaksudkan untuk mabuk-mabukkan dan itu ketika
dikonsumsi banyak. Dan beda halnya jika dikonsumsi sedikit seperti untuk pengobatan.
Dari ulama Syafiiyah, Ar Romli berkata, Selain dari minuman yang memabukkan yang
juga diharamkan yaitu benda padat seperti obat bius (al banj), opium, dan beberapa jenis
zafaron dan jawroh, juga ganja (hasyisy), maka tidak ada hukuman had (yang memiliki
ketentuan dalam syariat) walau benda tersebut dicairkan. Karena benda ini tidak
membuat mabuk (seperti pada minuman keras, pen). Begitu pula Abu Robi Sulaiman
bin Muhammad bin Umar yang terkenal dengan Al Bajiromi- berkata, Orang yang
mengkonsumsi obat bius dan ganja tidak dikenai hukuman had berbeda halnya dengan
peminum miras. Karena dampak mabuk pada narkoba tidak seperti miras. Dan tidak
mengapa jika dikonsumsi sedikit. Pecandu narkoba akan dikenai tazir (hukuman yang
tidak ada ketentuan pastinya dalam syariat).
19

5.4 Penggunaan Obat Bius Menurut Islam


Menggunakan obat yang dapat menghilangkan kesadaran untuk sementara waktu dalam
pengobatan luka atau bedah di perbolehkan, karna hilangnya kesadaran dalam keadaan ini
tidak sama dengan seorang yang hilang akal karena mabuk. Tapi ia masuk dalam keadaan
darurat dan darurat bertingkat dengan kadar daruratnya.
Adapun obat bius tidaklah demikian, karena yang memakainya tidaklah menikmatinya
dan tidak merasakan senang dengan obat bius tersebut. Demikian juga obat bius ini
menjadikan orang tidak sadar alias pingsan. Kalau khamr yang memabukkan tidaklah
menjadikiannya pingsan tapi justru dia menikmatinya, sehingga menjadikannya terus
menerus ketagihan terhadap minuman tersebut. (Syaikh Utsaimin, Syarh Bulughul maram,
Kairo, Dar Ibnu al Jauzi, 2008, hlm: 300)
6.1 Pendapat Ahli Kesehatan Mengenai Obat Bius
Menurut dr. Roys A. Pangayoman SpB FinaCS, spesialis bedah Rumah Sakit
Immanuel, Bandung, bius adalah sebuah tindakan yang diambil dokter untuk meredakan rasa
nyeri. Baik yang bersifat lokal atau hanya mematikan rasa pada area tertentu, hingga yang
menidurkan atau menghilangkan kesadaran seseorang. Oleh karena kebutuhan untuk
meredakan rasa nyeri ini sangat subyektif pada masing-masing orang, maka obat bius pun
diciptakan dengan berbagai cara kerja dan penggunaannya.
6.1 Pendapat Kelompok Mengenai Obat Bius
Menurut kami penggunaan obat bius tidak di larang bergantung dari alasan
penggunaannya. Apabila obat bius digunakan sebagai alat memabukkan sebagai Napza, maka
obat bius dilarang karena hal itu mengharamkan. Akan tetapi apabila digunakan sebagai obat
pembius dalam hal pengobatan, obat bius diperbolehkan. Karena hal itu merupakan proses
dari tindakan untuk menolong pasien sebagai tindakan untuk mengurangi rasa sakit.

6.2 Dampak Penggunaan Obat Bius


Menggunakan obat bius memang sudah merupakan kebutuhan untuk tindakan medis
tertentu. Sebagaimana penggunaan obat-obatan, anestesi juga memiliki risiko tersendiri. Bius
lokal, efek samping biasanya merupakan reaksi alergi. Namun, pada anestesi regional dan
umum, Roys menggolongkan efek samping berdasarkan tingkat kejadian.
20

1.Cukup Sering
Dengan angka kejadian 1 : 100 pasien, prosedur anestesi dapat menyebabkan risiko efek
samping berupa mual, muntah, batuk kering, nyeri tenggorokan, pusing, penglihatan kabur,
nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, nyeri kepala, nyeri punggung, gatal-gatal, lebam di
area injeksi, dan hilang ingatan sementara.
2. Jarang
Pada angka kejadian 1 : 1000 pasien, anestesi dapat berisiko menyebabkan infeksi dada,
beser atau sulit kencing, nyeri otot, cedera pada gigi, bibir, dan lidah, perubahan mood atau
perilaku, dan mimpi buruk.
3. Sangat Jarang
Risiko yang sangat jarang terjadi dengan angka kejadian 1 : 10.000/ 200.000 pasien,
diantaranya dapat menyebabkan cedera mata, alergi obat yang serius, cedera saraf,
kelumpuhan,

dan kematian.

Efek samping ini bisa permanen jika sampai menyebabkan komplikasi seperti cedera saraf
yang menyebabkan kelumpuhan. Atau, pada kasus infeksi dada disertai penyakit jantung,
memperbesar risiko komplikasi penyakit jantung lebih serius.
6.3 Definisi Euthanasia
Eutanasia (Bahasa

Yunani: eu yang

artinya

"baik",

dan thanatos yang

berarti

kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang
dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya
dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali
berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau
tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara
lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan
prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di
wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai
diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan
pula oleh beberapa negara bagian.
Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung
dilakukannya eutanasia secara sukarela.
21

Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada


tahun 1935 dan

di Amerika pada

tahun 1938 yang

memberikan

dukungannya

pada

pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia


tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien
yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.
Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang
sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan
eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial
dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita
keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup
mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak
diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia
.
Eutanasia pada masa setelah perang dunia
Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada
era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi
terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan
oleh cacat genetika.

Eutanasia menurut hukum di berbagai negara


Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta ditoleransi di
negara

bagian Oregon di

Amerika, Kolombia dan Swiss dan

dibeberapa

negara

dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan Denmark


Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan
eutanasia. Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002,
yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik
eutanasia.
Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal
euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.
22

Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk
melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu
akan menilai betul tidaknya prosedurnya.
Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh
undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu
kasus tertentu tidak akan dihukum.
1) Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan
UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak
bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of
the terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini
beberapa

kali

dipraktikkan,

tetapi

bulan

Maret1997 ditiadakan

oleh

keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.


2) Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang
melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu
pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang
siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12
tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan
359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan
eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang
tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek
dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober
2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat
ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat
Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa
dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
3) China
Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui
terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang
Mingcheng" meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang
sakit. Akhirnya polisi menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya,
23

namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court)


menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita
penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia
meminta untuk dilakukannya eutanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang
merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.
4) Korea
Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang mengatur tentang eutanasia di Korea,
namun telah ada sebuah preseden hukum (yurisprudensi)yang di Korea dikenal
dengan "Kasus rumah sakit Boramae" dimana dua orang dokter yang didakwa
mengizinkan dihentikannya penanganan medis pada seorang pasien yang menderita
sirosis hati (liver cirrhosis) atas desakan keluarganya. Polisi kemudian menyerahkan
berkas perkara tersebut kepada jaksa penuntut dengan diberi catatan bahwa dokter
tersebut seharusnya dinayatakan tidak bersalah. Namun kasus ini tidak menunjukkan
relevansi yang nyata dengan mercy killing dalam arti kata eutanasia aktif.
Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada kasus tertentu dari penghentian
penanganan medis (hospital treatment) termasuk tindakan eutanasia pasif, dapat
diperkenankan apabila pasien terminal meminta penghentian dari perawatan medis
terhadap dirinya.
A. EUTHANASIA MENURUT AGAMA ISLAM
Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan
anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir
dan kapan ia mati (QS 22: 66).

QS 2:243

24

Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks
dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian,
ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah,
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195),

Dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4:
29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan."

Dalam Islam segala upaya atau perbuatan yang berakibat matinya seseorang, baik
disengaja atau tidak sengaja, tidak dapat dibenarkan, kecuali dengan tiga alasan, sebagaimana
disebutkan dalam hadis, "Tidak halal membunuh seorang muslim, kecuali karena salah satu
dari tiga alasan, yaitu; pezina mukhsan/sudah berkeluarga, maka ia harus dirajam (sampai
mati); seseorang yang membunuh seorang muslim lainnya dengan sengaja, maka ia harus
dibunuh juga; dan seorang yang keluar dari Islam.
Kemudian ia memerangi Allah dan Rasul-Nya, maka ia harus dibunuh, disalib, dan
diasingkan dari tempat kediamannya. (HR. Abu Dawud dan an- Nasa'i dari Aisyah binti Abu
Bakar RA). Segala perbuatan yang berakibat kematian orang lain dimasukkan dalam kategori
perbuatan jarimah/tindak pidana, yang mendapat sanksi hukum. Dengan demikian, eutanasia
karena termasuk salah satu dari jarimah, dilarang oleh agama dan merupakan tindakan yang
diancam dengan hukuman pidana dan seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang
Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.
Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, MA, (qatl ar-rahmah): tindakan memudahkan kematian
seseorang dengan sengaja tanpa meresakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan

25

meringankan penderitaan si sakit. Oleh karena itu, euthanasia sering disebut juga dengan
mercy killing (mati dengan tenang)
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan
bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun
pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.

,Eutanasia positif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan memudahkan

kematian

si

sakitkarena

kasih

sayangyang

dilakukan

oleh

dokter

dengan

mempergunakan instrumen (alat).


Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif) adalah tidak
diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter melakukan suatu
tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya melalui
pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya,
bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan meskipun yang
mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya.
Karena bagaimanapun si dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Yang
Menciptakannya.
Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang
memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah
ditetapkan-Nya. Allah Taala berfirman

yang artinya, Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS.Al-Anam 151)
Adapun jika itu atas permintaan si pasien, maka si pasien itu telah menanggung dosa
yang sangat besar karena dia telah membunuh dirinya atau menyuruh orang lain membunuh
26

dirinya. Sementara dokter dan pihak keluarga yang rela dengan hal itu semuanya
mendapatkan dosa karena telah meridhai bahkan bekerja sama dalam perbuatan dosa.
Allah Taala berfirman yang artinya, Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisaa` : 29)

Eutanasia negatif
Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia negatif

tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit,
tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini
didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya
dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah
terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.
Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa
mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut jumhur fuqaha dan
imam-imam mazhab. Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar
pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang
dikatakan oleh sahabat-sahabatImam Syafi'i dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan
oleh Syekhul

Islam

Ibnu

Taimiyah,

dan

sebagian

ulama

lagi

menganggapnya mustahab (sunnah). Karenanya, hukum euthanasia pasif ini kembalinya


kepada hukum berobat itu sendiri. Apakah berobat itu hukumnya wajib, sunnah, atau mubah.
Jika kita katakan berobat hukumnya wajib, maka berarti menghentikan pengobatan
(euthanasia pasif) hukumnya adalah haram.
Jika kita katakan berobat itu hukumnya sunnah, maka maka berarti menghentikan
pengobatan (euthanasia pasif) hukumnya adalah makruh. Dan jika kita katakan berobat itu
hukumnya mubah (boleh), maka maka berarti menghentikan pengobatan (euthanasia pasif)
hukumnya adalah mubah. Dan telah kami jelaskan pada artikel sebelumnya bahwa berobat
hukumnya adalah sunnah.
Maka jika berobat hukumnya sunnah, maka berarti menghentikan pengobatan adalah
hal yang mubah. Karenanya euthanasia pasif ini hukumnya adalah tidak diharamkan jika
memang sudah dipastikan (atau dugaan besar) si pasien sudah tidak bisa sembuh dan
hidupnya dia hanya akan menambah penderitaannya. Jika si dokter melakukannya maka
insya Allah dia tidak mendapatkan hukuman di akhirat. Hanya saja untuk pelaksanaan
euthanasia pasif ini tetap disyaratkan harus adanya izin dari pasien, atau walinya, atau atau
27

washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika
pasien tidak mempunyai wali atau washi, maka yang dimintai izin adalah pemerintah.
Wallahu Taala Alam bishshawab.
Ini hukumnya di akhirat.
Adapun hukum pidana di dunia, maka hukumnya dikembalikan kepada keluarga di pasien.
Dan dalam hal ini keluarga pasien mempunyai 3 opsi:
a.

Memaafkan si dokter dan membebaskannya dari semua tuntutan dan ganti rugi.

b.

Meminta ganti rugi (diyat) kepada si dokter. Dan diyat untuk pembunuhan dengan

sengaja adalah 100 ekor onta atau yang senilai dengannya berupa emas dan perak atau 1000
dinar atau 12.000 dirham menurut pendapat mayoritas ulama. Sementara 1 dinar setara
dengan 4,25 gr emas.
c.

Menuntut si dokter dengan hukuman mati (qishash). Hanya saja perlu diingatkan bahwa

masalah qishash mempunyai beberapa hukum dan masalah tersendiri, yang rinciannya bisa
dilihat dalam buku-buku fiqhi.
Ketiga opsi ini terambil dari firman Allah Taala yang artinya, Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada
yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah
itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS Al-Baqarah : 178)

28

B. EUTHANASIA MENURUT PANDANGAN ULAMA


1. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin mengatakan
bahwa MUI telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan dilakukannya tindakan
Euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat).
KH MA`ruf Amin di Jakarta mengatakan bahwa euthanasia, menurut fatwa tidak
diperkenankan, karena itu kan melakukan pembunuhan. Euthanasia dalam keadaan aktif
maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti
melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Euthanasia boleh
dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus. Kondisi pasif tersebut, dimana
seseorang yang tergantung oleh alat penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut
lebih dibutuhkan oleh orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat peluang hidupnya
lebih besar, dan pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Sedangkan, kondisi aktif adalah kondisi orang yang tidak akan mati bila hanya
dicabut alat medis perawatan, tetapi memang harus dimatikan. Mengenai dalil atau dasar
fatwa MUI tentang pelarangan "euthanasia", dia menjelaskan bahwa dalilnya secara
umum yaitu tindakan membunuh orang dan karena faktor keputus-asaan yang tidak
diperbolehkan dalam Islam.
Dasar pelarangan euthanasia memang tidak terdapat secara spesifik dalam Al Quran
maupun Sunnah Nabi. Hak untuk mematikan seseorang ada pada Allah SWT. Ketua
komisi fatwa MUI mengatakan, MUI akan menjelaskan dan mengeluarkan fatwa
pelarangan euthanasia tersebut, apabila Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau institusi
lainnya menanyakan kepada MUI.
2. Menurut Nahdatul Ulama (NU)
Para ulama berpengaruh daripada pertubuhan Nahdatul Ulama (NU) berkata
euthanasia,suatu tindakan yang mereka definsikan sebagai perbuatan mencabut nyawa
seseorang dengan sengaja untuk menamatkan penderitaan seseorang pesakit yang hampir
mati, adalah haram.
Pengharaman atas euthanasia adalah beberapa keputusan yang dibuat oleh para ulama
pada akhir Kongres ke-28 NU. Keputusan yang dibuat oleh para ulama biasanya dianggap
setara dengan fatwa dan dipatuhi oleh pemerintah Indonesia dan berjuta-juta umat Islam
yang menggunakannya sebagai panduan keagamaan
29

3. Euthanasia menurut pendapat kelompok


Euthanasia merupakan suatu tindakan pembunuhan/ bunuh diri secara sengaja dan
terencana dengan tujuan menghilangkan penderitaan seseorang dari penyakit yang diderita
baik permintaan sendiri maupun keluarga. Tindakan ini mencerminkan bahwa seseorang tidak
menghargai kesempatan hidup yang diberikan oleh Allah SWT dan tidak percaya dengan
ketetapan takdir yang sudah ditentukan Allah SWT atas hidup dan matinya. Padahal agama
islam mengajarkan bahwa seseorang yang menderita penyakit diwajibkan untuk berusaha
mengobati penyakit yang diderita dan tidak boleh berputus asa. Selain itu, jika kita
melakukan tindakan euthanasia, berarti kita telah melakukan dosa besar.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Inseminasi buatan adalah proses bantuan reproduksi di mana sperma disuntikkan
dengan kateter ke dalam vagina (intracervical insemination) atau rahim
(intrauterine insemination) pada saat calon ibu mengalami ovulasi.
2. inseminasi intravaginal, Inseminasi paraservikal, Inseminasi intraservikal,
Inseminasi intrauterin, Inseminasi intraperitoneal.
3. Tahap pertama, yaitu tahap induksi ovulasi, Tahap kedua, yaitu tahap pengambilan
sel telur, Tahap ketiga, yaitu fertilisasi sel telur, Tahap keempat, yaitu transfer
embrio.
4. Inseminasi buatan dapat membantu dalam kasus ketidaksuburan disebabkan
karena suatu alasan. Oleh karena itu, pertama dan keuntungan utama dari metode
ini adalah membantu dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan hamil.
5. Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di labolatorium, walaupun
prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko
30

cacat bawaan lebih besar daripada dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari
munculnya cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam sel
telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk digunakan pada
inseminasi buatan belum tentu sehat, dengan cara ini resiko mendapatkan sel
sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang
paling sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya kanal
tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar pankreas.
6. Batasannya dirumuskan dengan redaksi yang bermacam-macam. Drh.Djamalin
Djanah mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan inseminasi buatan ialah
Pekerjaan memasukan mani (sperma atau semen) ke dalam rahim (kandungan)
dengan menggunakan alat khusus dengan maksud terjadi pembuahan.[17]
7. Teknik Inseminasi Buatan: Fertilasi in Vitro (FIV)
8. Kasus-kasus Inseminasi Buatan : Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan
inseminasi buatan, berikut ini dikemukakan beberapa kasus: Tanggal 25 Juli 1978
Ny. Lesley Brown melahirkan seorang anak, Louise Brown, dengan hasil
inseminasi buatan yang diusahakan oleh tim Dr. Patric Steptoe dirumah sakit
Oldham, Inggris, Sperma diambil dari suaminya sendiri. Di Indonesia,
keberhasilan inseminasi buatan ditandai oleh lahirnya Akmal pada 25 Agustus
1987. Ia lahir dari pasangan suami isteri Linda Soekotjo, dengan teknik TAGIT.
Adapun dengan teknik FIV tim bayi tabung Indonesia yang diketahui oleh Dr.
H.Enud J. Surjana dari Fakultas Kedokteran UI menghasilkan kelahiran Dimas
Aldila Akmal Sudiar pada 2 Oktober 1988, dari pasangan suami-isteri Wiwik
Juwari-Sudirman.
9. Permasalahn hokum akibat inseminasi buatan seperti tergambar di atas antara lain:
a. Masalah jumlah sel telur yang harus diambil, karena dalam proses pembuahan
in vitro, sel telur yang diambil lebih dari satu agar terhindar dari kegagalan.
b. Masalah sel telur yang dibuahi itu jika tidak dimusnahkan akan dibekukan
yang suatu saat dapat dipergunakan lagi.
c. Masalah sperma yang dijadikan donor karena berbagai alasan.
d. Masalah ibu pengganti (surrogate motherhood) yang ditempati hasil
pembuahan sperma dan ovum orang lain.
10. Pelaksanaan inseminasi buatan membawa dilemma terutama jika dilakukan
dengan hokum Islam. Menganalisis permasalahan tersebut, yang menyangkut halhal seperti: Pengambilan Bibit dan Pengambilan Sel Telur (Ovum Pick Up =
OPU), Penanaman Bibit (Embryo Transfer), Asal dan Tempat Penanaman Bibit.
11. Menurut kelompok kami inseminasi buatan pada manusia diperbolehkan dengan
beberapa syarat, salah satunya yaitu dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah
31

yaitu sperma dari suami dan sel ovum dari istri ditanam pada rahim istri tersebut.
Sedangkan pada cara yang lain menurut kami tidak diperbolehkan, seperti
diantaranya Bibit dari Suami-isteri dan ditanamkan pada orang lain, Sperma lakilaki lain dibuahkan dengan ovum wanita lain dan ditanamkan pada rahim wanita
yang tidak bersuami, Sperma suami yang dibuahkan dengan ovum wanita lain
(donor) dan ditanam pada rahim isteri, Sperma laki-laki lain (donor) dibuahkan
dengan ovum isteri dan ditanamkan pada rahim isteri, Sperma laki-laki lain
(donor) dibuahkan dengan ovum wanita lain (donor) dan ditanamkan pada rahim
isteri, Bibit dari suami-isteri dan dititipkan kepada rahim isteri yang lain (karena
poligami)
12. Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari
satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan
dengan

kondisi

medis

seperti

disebabkan trauma, operasi, syok dan

kehilangan
tidak

darah

dalam

jumlah

besar

berfungsinya organpembentuk sel

darah merah.
13. Transfusi Darah Menurut Islam
a. Hakekat darah:
Darah adalah bagian dari badan (anggota badan)
Memindahkan darah berarti memindahkan anggota badan
b. Ayat-ayat di Al-Quran mengenai darah:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,
dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain Alloh. Tetapi barang siapa
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan
tidak pula melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. (Al baqoroh :
173)
14. Menurut kami, donor darah bisa di perbolehkan dan tidak di perbolehkan. Karena
tergantung pada niat an dan tujuan dari kegiatan tersebut. Alasan di perbolehkan,
apabila niat dan tujuannya untuk membantu dan menolong sesama manusia.
Misalnya, seseorang mengalami kekurangan darah setelah menjalani operasi
sehingga harus segera ditolong dengan transfusi darah dari orang lain untuk
pemulihan kondisinya. Alasan tidak diperbolehkan apabila, niat dan tujuan
transfusi darah hanya untuk di perjualbelikan dan untuk bahan percobaan sehingga
merugikan recipient.
15. Obat bius adalah sejenis obat yang digunakan dalam proses pembedahan atau
prosedur lain yang dilakukan oleh dokter.
32

16. Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra dari nabi saw bahwa ia besabda : " Tidaklah
Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Dia menurunkan obat bagiya. "
(HR : Bukhari ) Dan dalam riwyat Usamah bin Syarik : " Berobatlah wahai hamba
Allah, karna Allah tidak menimpakan suatu penyakit kecuali Dia pula menjadikan
obat baginya, kecuali satu peyakit, yaitu kematian. ( HR : Bukhari dan Ahmad )
17. Menggunakan obat yang dapat menghilangkan kesadaran untuk sementara waktu
dalam pengobatan luka atau bedah di perbolehkan, karna hilangnya kesadaran
dalam keadaan ini tidak sama dengan seorang yang hilang akal karena mabuk.
Tapi ia masuk dalam keadaan darurat dan darurat bertingkat dengan kadar
daruratnya.
18. Menurut dr. Roys A. Pangayoman SpB FinaCS, spesialis bedah Rumah Sakit
Immanuel, Bandung, bius adalah sebuah tindakan yang diambil dokter untuk
meredakan rasa nyeri. Baik yang bersifat lokal atau hanya mematikan rasa pada
area tertentu, hingga yang menidurkan atau menghilangkan kesadaran seseorang.
Oleh karena kebutuhan untuk meredakan rasa nyeri ini sangat subyektif pada
masing-masing orang, maka obat bius pun diciptakan dengan berbagai cara kerja
dan penggunaannya.
19. penggunaan obat bius tidak di larang bergantung dari alasan penggunaannya.
Apabila obat bius digunakan sebagai alat memabukkan sebagai Napza, maka obat
bius dilarang karena hal itu mengharamkan. Akan tetapi apabila digunakan
sebagai obat pembius dalam hal pengobatan, obat bius diperbolehkan. Karena hal
itu merupakan proses dari tindakan untuk menolong pasien sebagai tindakan untuk
mengurangi rasa sakit.
20. Menggunakan obat bius memang sudah merupakan kebutuhan untuk tindakan
medis tertentu. Sebagaimana penggunaan obat-obatan, anestesi juga memiliki
risiko tersendiri. Bius lokal, efek samping biasanya merupakan reaksi alergi.
Namun, pada anestesi regional dan umum, Roys menggolongkan efek samping
berdasarkan tingkat kejadian.
21. praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap
tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal,
biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
22. Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut
merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan
kapan seseorang lahir dan kapan ia mati, bunuh diri diharamkan dalam hukum
Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara
eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang
33

menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan


janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
23. Para ulama berpengaruh daripada pertubuhan Nahdatul Ulama (NU) berkata
euthanasia,suatu tindakan yang mereka definsikan sebagai perbuatan mencabut
nyawa seseorang dengan sengaja untuk menamatkan penderitaan seseorang
pesakit yang hampir mati, adalah haram.
24. Euthanasia merupakan suatu tindakan pembunuhan/ bunuh diri secara sengaja dan
terencana dengan tujuan menghilangkan penderitaan seseorang dari penyakit yang
diderita baik permintaan sendiri maupun keluarga. Tindakan ini mencerminkan
bahwa seseorang tidak menghargai kesempatan hidup yang diberikan oleh Allah
SWT dan tidak percaya dengan ketetapan takdir yang sudah ditentukan Allah
SWT atas hidup dan matinya. Padahal agama islam mengajarkan bahwa seseorang
yang menderita penyakit diwajibkan untuk berusaha mengobati penyakit yang
diderita dan tidak boleh berputus asa. Selain itu, jika kita melakukan tindakan
euthanasia, berarti kita telah melakukan dosa besar.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, kami selaku penulis sangat menyadari bahwa makalah
yang kami buat ini masih sangat kurang dan terbatas akan informasi yang ada,
sehingga kami sangat mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca.
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat membantu dan bermanfaat bagi para
pembaca. Selamat membaca

34

Anda mungkin juga menyukai