DALAM PROSES
PENYEMBUHAN LUKA
tetrahydrobiopterin.
Aktivitas
maksimal
enzim
juga
nitrat
dalam
yang
dihasilkan
pertahanan
host
oleh
non
keratinosit
spesifik
dapat
selama
oksida
nitrat
telah
dilaporkan
untuk
menekan
dengan
hasil
ini,
TGF-B,
yang
telah
dilaporkan
menghambat
produksi
oksida
nitrat
oleh
makrofag,
tidak
produksi
hidrogen
peroksida
oleh
sel,
tidak
peroksida.
Kami
mengusulkan
bahwa
selama
EGF
untuk
menekan
pembentukan
mediator
lisosomal
antibakteri selama
ditemukan
dalam
saliva
sebagai
agen
implikasi
sebagai
setidaknya
respon
sebagian,
fisiologis
oleh
faktor
untuk
cedera,
pertumbuhan
epidermal (EGF).
Beberapa bukti menunjukkan bahwa efek EGF dalam air
liur pada penutupan luka lebih dimediasi oleh penjilatan secara
komunal daripada pengaliran darah secara sistemik ke daerah
yang terluka, meskipun kedua mekanisme dapat memberikan
kontribusi pada penutupan luka.
Percobaan pada tikus memberikan dasar untuk melibatkan
EGF di tikus jantan sebagai faktor penyembuhan luka secara
fisiologis yang penting melalui penjilatan komunal. Temuan yang
sama ditemukan pada tikus betina yang diberi pengobatan
testosteron. Spekulasi yang ada adalah perbedaan seks dalam
tingkat penyembuhan luka yang telah ditunjukkan dalam model
eksperimental tikus mungkin mencerminkan bahwa mekanisme
perbaikan akut pada tikus laki-laki lebih agresif. (Niall, et al,
1982)
Percepatan penyembuhan luka dengan topikal Epidermal Growth Factor.
Regenerasi epidermal adalah suatu proses yang kompleks yang mana sel
epitel sisa berproliferasi secara terintegrasi untuk meregenerasi epidermis menjadi
intak. Luka superficial yang tidak menyebabkan hilangnya seluruh tebal kulit
tetapi menyisakan lapisan dermis, sembuh secara primer dengan regenerasi
epidermal.
Mekanisme molekular yang meregulasi regenerasi epidermal belum
sepenuhnya dimengerti, tetapi kemungkinan peptida dari faktor pertumbuhan
yang berperan melalui mekanisme autokrin dan parakrin.
Banyak growth factor yang ada di tubuh, salah satu yang utama dipelajari
adalah epidermal growth factor. Epidermal growth factor terbukti mempercepat
laju penyembuhan luka dari luka kulit partial thickness.(Brown, et al, 1989)
Peran Platelet-Derived Growth Factor pada penyembuhan luka : sinergis
dengan Growth Factor lainnya.
Platelet-derived growth factor (PDGF) in vitro dapat merangsang sintesis
DNA dan kemotaksis fibroblas dan sel-sel otot polos dan merangsang kolagen,
glikosaminoglikan, dan produksi kolagenase oleh fibroblas. Pada In vitro
menunjukkan bahwa PDGF, disampaikan oleh trombosit ke lokasi cedera in vivo,
mungkin memainkan peran penting dalam inisiasi proses perbaikan luka. Studi
menunjukkan bahwa penambahan PDGF murni ke situs luka yang melibatkan
epidermis dan dermis memiliki pengaruh yang kecil pada morfologi atau biokimia
dari penyembuhan luka. Sebaliknya, penambahan dengan tergantung dosis PDGF
yang dimurnikan sebagian mengakibatkan peningkatkan lebar jaringan ikat baru
yang disintesis dan lapisan epidermis.
Autoradiografi menggunakan [3H] timidin mengungkapkan
peningkatan jumlah sel berlabel pada jaringan ikat baru dan
lapisan epitel. Selanjutnya, penambahan PDGF yang dimurnikan
sebagian mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam
tingkat protein dan DNA sintesis dan isi total komponen dalam
biopsi yang diambil dari situs luka. Efek serupa diperoleh ketika
insulin-like growth factor I ditambahkan dalam kombinasi dengan
PDGF
murni.
Kombinasi
faktor
tersebut
menyebabkan
peningkatan 2,4 kali lipat dalam pembentukan lebar lapisan
jaringan ikat yang baru dan peningkatan 95% di ketebalan
epidermis dibandingkan dengan kontrol. Insulin-like growth factor
I ketika sendirian tidak menimbulkan perubahan morfologi yang
signifikan. Epidermal growth factor sendiri atau dengan
kombinasi dengan PDGF mengakibatkan penebalan hanya pada
epidermis. Hasil ini menunjukkan bahwa tindakan sinergis dari
faktor-faktor lain dengan PDGF penting dalam modulasi dari
proses penyembuhan luka. (Lynch, et al, 1987)
sel, angiogenesis dan deposisi matriks. Sesaat setelah luka terjadi suatu
hiperpermeabilitas mikrovaskular yang persisten yang merupakan bagian dari
penyembuhan luka normal. Keadaan ini dapat menyebabkan extravasasi dari
fibrinogen yang menghasilkan klot dari fibrin, yang nantinya akan memicu
angiogenesis.
Hiperpermeabilitas ini dirangsang oleh vascular permeability factor (VPF)
yang dikenal pula sebagai Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Penelitian
menunjukkan keratinosit adalah sumber utama dari VPF, di mana VPF
berhubungan dengan kondisi hiperpermeabilitas dan angiogenesis. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa VPF adalah sitokin penting dalam proses penyembuhan luka.
(Brown, et al, 1992)
Peran Growth Factor dan respond penyembuhan luka pada age-related
macular degeneration.
Growth Factors (GF) merupakan komponen penting dalam pathogenesis
dari Age-related Macular Disease (AMD). Pada Choroidal Neo Vascularization
(CNV) dalam AMD, GF juga ikut berperan penting seperti pada proses
penyembuhan luka di kulit. Seperti granulasi jaringan kulit, CNV memiliki
karakteristik berupa pembekuan, inflamasi, angiogenesis dan fibrosis. Seperti
pada luka di kulit, VEGF, angiopoetin, PDGF, TGF-B yang merupakan bagian
dari GF, dihasilkan.
AMD sering menyebabkan hilangnya pengelihatan pada usia tua.
Pemahaman pathogenesis AMD diperlukan untuk prevensi dan intervensi. GF,
sitokin, factor neutropik dan kemokin disekresikan oleh autokrin dan parakrin. GF
berperan dalam proses pertahanan, pertumbuhan, kematian, angiogenesis,
permeabilitas pembuluh darah, inflamasi dan proses lainnya. Sebagai contoh,
Vascular Endothelial Growth Factor A (VEGF A), sejatinya berperan sebagai
factor permeabilitas pembuluh darah, yang kemudian terindikasi berperan dalam
angiogenesis, mediator adesi leukosit dan sebagai factor neurotropik dari susunan
saraf pusat. Baru-baru ini, inhibisi pada VEGF terbukti bermanfaat pada pasien
AMD.
Studi histology CNV menunjukkan bahwa penyembuhan jaringan
menyerupai granulasi jaringan pada kulit yang terluka. Proses penyembuhan luka
di kulit memiliki karakteristik berupa inflamasi, angiogenesis, fibrosis. Monosit,
fibrosit dan sel pregonitor endotel ikut berkontribusi dalam pembentukan jaringan
granulasi. GF diproduksi oleh makrofag, miofibroblas, sel endotel, perisit dan
keratinosit.
Hipoksia dapat mendorong penyembukan luka dari stem sel turunan sel
adiposa dengan mendorong proliferasi stem sel dan up-regulasi dari
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan basic Fibroblast Growth
Factor (bFGF).
Regenerasi jaringan menggunakan stem cells tubuh sendiri dan growth
factors merupakan strategi yang baik untuk jaringan yang rusak (misalnya, selama
dan setelah peradangan).
Oksigen
kemampuan
adalah
untuk
molekul
sinyal
mempengaruhi
kuat
yang
karakteristik
memiliki
dasar
dari
fungsi
penyembuhan
luka
ADSCs
dengan
DAFTAR PUSTAKA
Niall, Margaret, et al. 1982. The Effect of Epidermal Growth Factor on Wound
Healing in Mice. Journal of Surgical Research. Vol 33. p 164-169.
Lee, Eun Young, et al. 2009. Hypoxia-enhanced wound-healing function of adiposederived stem cells : Increase in stem cell proliferation and up-regulation of VEGF and bFGF.
Wound Repair and Regeneration. Vol 17. p 540-547.
Heck, Diane E, et al. 1992. Epidermal Growth Factor Suppresses Nitric Oxide and
Hydrogen Peroxide Production by Keratinocytes. The Journal of Biological Chemistry. Vol
267. No. 30. Issue 25. pp. 21277-21280.
Lynch, Samuel E, et al. 1987. Role of platelet-derived growth factor in wound
healing : Synergistic effects with other growth factors. Proc. Nat. Acad. Sci. USA. Medical
Sciences. Vol 84. pp. 7696-7700.
Schingemann, Reinier O. 2004. Role of Growth Factors and the wound healing
response in age-related macular degeneration. Graeme's Arch Clin Exp Ophthalmol. 242:91101.
Brown, Lawrence F. 1992. Expression of Vascular Permeability Factor (Vascular
Endothelial Growth Factor) by Epidermal Keratinocytes during Wound Healing. Downloaded
from em.rupress.org on November 18, 2014.
Brown, Gregory L, et al. 1989. Enhancement of Wound Healing by Topical
Treatment with Epidermal Growth Factor. The New England Journal of Medicine.
Downloaded from nejd.org on April 30, 2013.