Mencermati secara Visi Riau 2020, akan tergambar betapa ideal dan tingginya cita-
cita yang ingin dicapai oleh masyarakat Riau. Tinggi dan luhurnya suatu cita-cita masyarakat
diukur dari sejauh mana cita-cita tersebut mengandung nilai-nilai agama, filosofi, moral dan
budaya. Budaya Melayu adalah budaya yang dibangun atas nilai-nilai kemelayuan yang
bersumber dari nilai-nilai/ajaran Islam. Karena itu Budaya Melayu identik dengan Islam.
Bagi masyarakat Riau, nilai-nilai kemelayuan yang mereka pegang tersebut baik
secara sadar ataupun tidak sadar, langsung maupun tidak langsung, sesungguhnya sudah
mereka jalankan selama puluhan bahkan ratusan tahun silam – jauh sebelum dicanangkannya
Visi Riau 2020. Visi Riau 2020 secara eksplisit ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda)
Provinsi Riau No. 36 tahun 2001, yaitu: “Terwujudnya Provinsi Riau Sebagai Pusat
Perekonomian Dan Kebudayaan Melayu Di Asia Tenggara Tahun 2020 Dalam Lingkungan
Makna dari pernyataan tersebut menegaskan bahwa apapun tujuan yang ingin dicapai,
betapapun tinggi dan luasnya cita-cita tersebut, haruslah tetap berjalan dalam koridor agama.
Terkandung juga makna bahwa betapapun hebat, megah dan gemerlapnya pembangun fisik-
material yang dicapai oleh suatu bangsa, tidak akan ada nilainya kalau masyarakat jauh dari
agama. Oleh karena itu lingkungan masyarakat yang agamis adalah harga yang tidak bisa
Pilihan untuk menetapkan rumusan Visi Riau 2020 seperti tersebut di atas, tentunya
didasari oleh pertimbangan yang amat matang dengan menggali nilai-nilai filosofis yang
1
berakar dari budaya dan kehidupan masyarakat Riau yaitu budaya Melayu. Dan kalau kita
berbicara tentang Melayu, mau tidak mau pastilah berkaitan dengan Islam. Karena Islam
(Syariat Islam) itu menjadi bingkai tempat terkaitnya budaya Melayu. Bahkan dalam konteks
budaya, penggunaan kata Melayu dan Islam seringkali saling mengisi dan merujuk satu
Situasi, kondisi, dan perkembangan dunia modern di era globalisasi sekarang ini
pemerintahan di bidang agama untuk mampu melayani masyarakat sebaik mungkin. Oleh
karena itu, segala bentuk permasalahan, hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan harus
bisa diatasi dan dicarikan solusi pemecahannya. Isu-isu yang berkaitan dengan pembangunan
agama harus bisa diidentifikasi semenjak dini agar ke depan bisa diambil langkah-langkah
Adapun isu-isu utama pembangunan agama antara lain: 1). Rendahnya pengamalan
ajaran agama, sehingga muncul gejala menurunnya akhlak mulia dan melemahnya sendi-
sendi moralitas agama yang dapat dilihat dari meningkatnya kriminalitas, praktek
perjudian, penyalahgunaan narkotika, dan obat terlarang. Di samping itu, banyaknya perilaku
menyimpang yang melanggar moralitas, etika, dan kepatutan adalah merupakan indikator
hidup intern dan antar umat beragama. Kehidupan beragama dengan suasana yang harmonis
selama ini kurang memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat. Sampai pada tataran
2
kebijakan pembangunan bidang keagamaan telah mendapatkan perhatian yang cukup
proporsional, namun pada tahapan implementasi kurang mendapatkan perhatian serius. Oleh
karena itu perlu dilakukan reformulasi kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, agar dapat
sederajat dengan bangsa lain yang telah maju. Reformasi di segala bidang tersebut di atas
harus dilakukan untuk membangkitkan kembali dan memperteguh kepercayaan diri atas
pengembangan pembangunan dengan paradigma baru Indonesia masa depan. 5). Terjadinya
kesenjangan antara pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh tokoh-tokoh agama, ulama,
kyai, ustadz, guru agama, da’i, dan muballigh, dengan realita hidup di tengah-tengah
masyarakat. Di satu sisi kegiatan dakwah dan keagamaan sangat aktif-intensif dilaksanakan
melalui berbagai macam metode, media, cara, dan sarana, namun di sisi lain penyakit
masyarakat (pekat) masih merajalela baik di kota-kota maupun pedesaan. Pelacuran baik
secara terselubung maupun terang-terangan seolah dianggap hal biasa, apalagi di beberapa
penganiayaan, perjudian, miras (minuman keras), peredaran dan pemakaian narkoba, tidak
hanya terjadi di kota-kota besar, kini sudah merambah ke desa-desa dan yang menjadi
korbannya sebagian besar adalah para pemuda, remaja, dan anak sekolah.
3
Ada beberapa konsep pembangunan agama yang bisa dikembangkan sesuai dengan Visi
Riau 2020 untuk mewujudkan masyarakat yang Agamis, sejahtera lahir dan batin di Asia
Tenggara tahun 2020, antara lain: 1). Pembangunan Masjid Produktif dan Mandiri.
Selama ini, sebagian besar Masjid hanya difungsikan sebagai tempat ibadah. Padahal kalau
diberdayakan secara efektif, fungsi masjid bisa bersifat sosial (mu’amalah), bahkan mampu
mendukung perekonomian umat. Oleh karena itu, kemandirian masjid ini menjadi ide dasar
konsep pengembangan Islamic Center yang sudah banyak berdiri di beberapa daerah di
Provinsi Riau. 2). Pembangunan keagamaan harus sesuai dengan peta keagamaan umat.
pengamalan agama oleh pemeluknya, baik antar pemeluk agama maupun intern umat.
Disamping itu juga, pola dan pendekatan strategi dakwah yang dilakukan terhadap daerah-
daerah tersebut harus sesuai dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi setempat. Di bidang
Provinsi akan berbeda dengan ibukota kabupaten/kota lainnya di Riau. Karena Pekanbaru
adalah pusat pemerintahan dan segala fasilitas pendukung pendidikan banyak terpusat di sini,
maka kualitas pembelajarannya harus bertaraf nasional atau bahkan internasional. Untuk itu,
menjadi persyaratan mutlak guna bersaing di era globalisasi. Disamping itu yang sangat
penting adalah tersedianya SDM guru yang memiliki kapasitas dan kapabilitas keilmuwan
yang handal. Dengan demikian, kota Pekanbaru sebagai ibukota Perovinsi selain sebagai
pusat pemerintahan, juga menjadi pusat pendidikan Islam atau madrasah andalan di Riau,
yang menjadi kiblat dan standar daerah lain dalam mengelola pendidkan. 3). Pemberdayaan
terisolir masih berstatus lemah secara ekonomi maupun aqidah. Baik karena fasilitas jalan
yang minim dan transportasi tidak lancar, maupun karena komunikasi yang terbatas. Bagi
4
daerah seperti ini, akses terhadap informasi termasuk informasi dakwah sangat minim, atau
boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Untuk itu para penyuluh agama yang sangat banyak
bertumpuk di kota-kota, bisa disebar merata ke wilayah terisolir tersebut. Para da’i atau
penyuluh agama ini diharapkan memiliki dan membentuk komunitas/majelis taklim binaan
yang kegiatannya tidak saja terfokus kepada materi dakwah, tetapi juga mengembangkan
perkebunan dan sebagainya. 4). Perhatian khusus terhadap desa-desa kritis (lemah
ekonomi dan aqidah). Kondisi ekonomi dan keagamaan masyarakat Riau masih sangat tidak
merata antara yang kaya, sedang, miskin, dan kritis. Melalui pemetaan yang tepat akan dapat
diketahui kantong-kantong atau daerah mana tergolong desa kritis. Pendekatan pembangunan
(fisik dan agama) yang sifatnya khusus harus diterapkan terhadap desa-desa tersebut. Desa-
desa ini perlu diselamatkan segera dengan mengirimkan penyuluh agama plus yang sudah
terseleksi. Mereka yang terpilih harus memenuhi kriteria cakap dalam ilmu agama dan ilmu
umum serta berwawasan kewirausahaan agar mampu memotivasi masyarakat untuk giat
potensi objek-objek wisata religius di Provinsi Riau yang belum dikembangkan secara
maksimal untuk menghasilkan pendapatan asli daerah, misalnya wisata masjid bersejarah.
Diantara masjid-masjid bersejarah yang ada di Riau antara lain Masjid Jamik Air Tiris
Kabupaten Kampar, Masjid Raya Nur Alam kota Pekanbaru, Masjid Sultan Siak Kabupaten
Siak, Masjid Hibban Kabupaten Pelalawan, Masjid Raya Rengat Kabupaten Indragiri Hulu,
Masjid Al-Huda Kabupaten Indragiri Hilir, dan Masjid Kunto Darussalam Rokan Hulu. Agar
manajemen dan pengelolaannya benar-benar tepat, perlu menerapkan strategi dan kebijakan
yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yaitu Budaya Melayu. 6).
ujung tombak pembangunan agama dan dakwah Islam di Indonesia. Hal ini sangat jauh
5
berbeda dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapore, dan Brunei Darussalam
yang urusan agamanya hanya dikelola oleh pemerintah. Di Indonesia, karena penduduknya
sangat banyak dan tidak cukup memadai dilayani oleh Kementerian Agama sebagai
keagamaan ini sangat vital dan strategis. Bahkan untuk beberapa kasus, umat lebih
mempercayai ormas-ormas seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Tarbiyah dan ormas lainnya
Kemudian yang tak kurang mendapat sorotan selama ini adalah masalah pengelolaan
zakat, wakaf, infak dan sedekah yang belum terlaksana secara maksimal, meskipun UU No.
38/1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah lama dikeluarkan. Untuk itu perlu dukungan
komitmen pemerintah daerah dan DPRD dengan membentuk PERDA zakat yang benar-benar
memiliki kewibawaan/kekuatan tidak saja secara moral tetapi juga hukum, misalnya
seragam, sehingga tidak ada ketimpangan dan perbedaan yang mencolok antara masing-
Oleh karena itu kesadaran, partisipasi dan dukungan masyarakat terhadap ormas-
ormas keagamaan ini sangat diharapkan. Namun kesadaran masyarakat semata tidaklah
cukup, tanpa adanya dukungan finansial dari Pemerintah Provinsi Riau. Hal ini perlu segera