Dosen : Ambar
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
PENDAHULUAN
Meningkatnya kegiatan peternakan dapat dipastikan akan memberikan
dampak positif sekaligus negatif. Dampak positif berupa peningkatan pendapatan
peternak, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan ketersediaan pangan.
Namun apabila tidak dikelola dengan tepat akan menimbukan permasalahan
lingkungan, yaitu berupa limbah padat, udara dan cair, seperti feses, urine, sisa
makanan, dan udara. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB
(FAO) tahun 2006 peternakan merupakan penyumbang gas rumah kaca utama.
Diperkirakan emisi gas rumah kaca yang setara dengan 7.516 juta metrik ton
ekuivalen CO2 per tahun, atau 18% emisi gas rumah kaca dunia setiap tahun yang
diakibatkan oleh hewan ternak, sapi, domba, kambing, unta, kuda, babi, dan
unggas. Jumlah ini melebihi gabungan emisi dari seluruh transportasi di dunia
seperti motor, mobil, truk, pesawat, dan lain-lain yang menyumbang 13 persen gas
rumah kaca atau pembangkit listrik di seluruh dunia yang menyumbangkan 11
persen gas rumah kaca .
Biogas adalah salah satu sumber energi alternatif yang menggunakan bahanbahan organik dalam proses pembuatannya seperti limbah peternakan, limbah
pertanian, sampah organik, dan limbah organik lainnya. Pada prinsipnya teknologi
biogas memberikan kemudahan di dalam proses pembuatannya, sehingga mudah
diterapkan pada daerah yang memiliki sumber daya manusia terbatas. Biogas
merupakan sumber energi terbarukan yang dihasilkan oleh fermentasi anaerobik
dari bahan organik. Biogas dapat diproduksi dari limbah kotoran hewan, air
limbah yang mengandung bahan organik, maupun limbah organik rumah tangga
(Herriyanti, 2015). Menurut Wahyuni (2008) dengan adanya biogas maka dapat
diperoleh beberapa manfaat antara lain dapat membantu menurunkan emisi gas
rumah kaca, menghemat pengeluaran masyarakat, meningkatkan pendapatan
masyarakat, pemakaian kayu dan minyak tanah akan berkurang, mewujudkan
lingkungan yang bersih, mengurangi volume limbah yang dibuang, memperkecil
rembesan polutan, memaksimalkan proses daur ulang, memperkecil kontaminasi
sumber air, mengurangi polusi udara, dan pupuk yang dihasilkan bersih dan kaya
nutrisi.
(padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang
cocok untuk sistem biogas sederhana.
Pada umumnya hampir semua jenis bahan organik dapat diolah menjadi
biogas, antara lain kotoran dan urin hewan, kotoran manusia, sampah organik,
sisa proses pembuatan tahu, dan sebagainya. Terkait dengan pengembangan
biogas di rumah tangga peternak, maka bahan organik yang dapat dipergunakan
adalah kotoran ternak, baik sapi, kambing, ayam, babi, dan lainnya. Biogas
mengandung beberapa gas dengan komposisi sebagaimana ditunjukkan pada tabel
berikut:
Tabel 1. Komposisi Gas dalam Biogas
Jenis Gas
Volume (%)
Metana (CH4)
40 70
Karbondioksida (CO2)
30 60
Hidrogen (H2)
01
Hidrogen Sulfida (H2S)
03
Sumber : Rahayu dkk. (2009)
Tabel 2. Bobot Ternak dan Produksi Kotoran Beberapa Jenis Ternak
Jenis Ternak
Bobot Ternak (Kg/Ekor)
Produksi Kotoran
(Kg/Hari)
Sapi potong
520
29
Sapi perah
640
50
Ayam petelur
2
0,1
Ayam pedaging
1
0,06
Babi dewasa
90
7
Domba
40
2
Sumber : United Nations (1984) dalam Wahyuni (2008)
Tabel 3. Potensi Produksi Biogas dari Berbagai Kotoran Ternak.
Kotoran Ternak
Produksi Biogas per Kg Kotoran
(m3)
Domba/kambing
0,010 0,031
Kuda
0,020 0,035
Sapi/kerbau
0,023 0,040
Babi
0,040 0,059
Ayam
0,065 0,116
biogas, biodigester dibedakan menjadi dua yaitu bak (batch) dan aliran
(continuous)(Suyitno dkk,2010).
Biogas diproduksi oleh bakteri dari bahan organik di dalam kondisi tanpa
oksigen (anaerobic process). Proses ini berlangsung selama pengolahan atau
fermentasi. Gas yang dihasilkan sebagian besar terdiri atas CH 4 dan CO2. Jika
kandungan gas CH4 lebih dari 50%, maka campuran gas ini mudah terbakar,
kandungan gas CH4 dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak sapi kurang
lebih 60%. Temperatur ideal proses fermentasi untuk pembentukan biogas
berkisar 30 oC (Sasse, L., 1992, Junaedi, 2002).
Produksi biogas dari kotoran sapi berkisar 600 liter s.d. 1000 liter biogas per hari,
kebutuhan energi untuk memasak satu keluaraga rata-rata 2000 liter per hari
(Putro, 2007). Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan energy memasak
rumah tangga dapat dipenuhi dari kotoran 3 ekor sapi. Selain biogas pengolahan
kotoran sapi juga menghasilkan pupuk padat dan pupuk cair.
Putro, S. 2007. Penerapan instalasi sederhana pengolahan kotoran sapi menjadi
energi biogas di desa sugihan kecamatan bendosari kabupaten sukoharjo.
WARTAZOA, Vol .10: 178 188
Wahyuni, S. 2008. Biogas. Panebar Swadaya,. Jakarta
Bak penampungan
sementara
Digester
Biogas
Residu/ampas
Pengolahan residu
Rumah tangga
untuk memasak
Pupuk organik
cair
Pupuk organik
padat
Pertanian
menjadi lebih irit. Keluarga yang sudah menggunakan biogas tidak membutuhkan
pembelian bahan bakar karena sudah bisa terpenuhi kebutuhannya dari kotoran
ternak yang dipeliharanya.
Hastuti (2009) Teknologi biogas dapat diterapkan pada skala rumah tangga
dengan asumsi rata-rata kepemilikan ternak sapi ditiap rumah 2 -3 ekor. Satu ekor
sapi bisa menghasilkan rata-rata 23,59 kg kotoran per hari. Kapasitas digester
(drum pencerna) adalah 30 kg yang akan menghasilkan 1 meter kubik biogas yang
setara dengan 0,62 liter minyak tanah dan setara dengan 3,5 kg kayu bakar kering
atau setara dengan 0,46 kg elpiji. Untuk menjalankan biogas skala rumah tangga,
diperlukan kotoran ternak dari 2 3 ekor sapi, atau 6 ekor babi, atau 400 ekor
ayam yang akan menghasilkan biogas sekitar 4 m 3/hari. Biogas sebesar 4 m3/hari
ini setara dengan 2,5 liter minyak tanah/hari sehingga telah mencukupi untuk
aktivitas memasak sehari-hari. Kesetaraan nilai kalori biogas dibandingkan
dengan bahan bakar lainnya ditunjukkan pada tabel berikut.
berbanding 1 : 1, yaitu kotoran sapi 100 kg kotoran sapi/hari dan air 100 liter. Jadi
bubur yang dihasilkan adalah 200 kg atau 200 liter kotoran sapi/hari sebagai
umpan. Masukkan campuran tersebut ke dalam reaktor biodigester bervolume
7.500 liter.
Produksi biogas rata-rata sebesar 0,040 m3 per 30 menit atau 0,080
m3/jam. Dengan data tersebut maka diperkirakan dalam sehari (24 jam) biogas
yang dihasilkan adalah sebesar 1,94 m3 . sementara konsumsi biogas untuk genset
pada beban 1.047 W adalah 0,019 m3/menit, genset akan beroperasi selama 101,05
menit atau sekitar 1,68 jam. Dengan demikian listrik yang dapat dihemat adalah
1,759 kWh per hari atau 52,77 kWh per bulan dan biaya listrik yang dapat
dihemat yaitu sebesar Rp. 40.896,-/bulan (Arifin et al., 2011)
Arifin, M., A. Saepudin, dan A. Santosa. 2011. Kajian biogas sebagai sumber
pembangkit tenaga listrik di pesantren saung balong Al-Barokah, Majalengka,
Jawa Barat. J. of Mechantronics, Electrical Power, and Vehicular Technology. 2:
73 78.
PRODUKSI SLURRY BIOGAS
Untuk mengoperasikan reaktor biogas, pengguna harus memasukkan
bahan baku berupa kotoran hewan (kohe) dan air dengan jumlah yang sesuai
dengan kapasitas reaktor setiap hari. Campuran kedua bahan ini akan mengalami
proses pengolahan anaerobik (tanpa udara/oksigen) atau berfermentasi. Selama
proses fermentasi, 30-40% zat organik pada kohe diubah menjadi biogas (yaitu
metana dan karbon dioksida). Biogas ini mengalir melalui pipa menuju ke rumah
pengguna dan digunakan sebagai bahan bakar memasak dan lampu. Campuran
bahan baku yang sudah terfermentasi atau hilang gas metannya mengalir keluar
dari reactor melalui outlet dan overflow berwujud lumpur yang disebut slurry.
Hartanto dan Putri (2013) slurry mengandung nutrisi yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman. Jumlah Bio-slurry yang dikeluarkan oleh reaktor biogas
melalui outlet hampir sama dengan jumlah kohe segar yang dimasukkan ke
reaktor. Analisa laboratorium menunjukkan bahwa fermentasi satu kg kohe segar
yang dicampur dengan satu liter air menghasilkan Bio-slurry sejumlah 1.840
gram. Nutrisi makro yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak seperti Nitrogen
(N), Phosphor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S).
Serta nutrisi mikro yang hanya diperlukan dalam jumlah sedikit seperti Besi (Fe),
Mangan (Mn), Tembaga (Cu), dan Seng (Zn).
Ghoneim, A.,
Komatsuna (Brassica campestris L.) Growing Soil Fertilized with Biogas Slurry
and Chemical Fertilizer Using15N Isotope Dilution Method. Pakistan Journal of
Biological Sciences. 9: 2426-2431
Selain kaya bahan organik bernutrisi lengkap, Bio-slurry juga mengandung
mikroba probiotik yang membantu menyuburkan lahan dan menambah nutrisi
serta mengendalikan penyakit pada tanah. Tanah menjadi lebih subur dan sehat
sehingga produktifitas tanaman lebih baik. Mikroba yang terkandung di dalam
Bio-slurry antara lain: (1) Mikroba selulitik yang bermanfaat untuk pengomposan,
(2) Mikroba penambat Nitrogen yang bermanfaat untuk menangkap dan
menyediakan Nitrogen, (3) Mikroba pelarut Phosphat yang bermanfaat untuk
melarutkan dan menyediakan Phosphor yang siap serap dan (4) Mikroba
Lactobacillus sp. yang berperanan dalam mengendalikan serangan penyakit tular
tanah. Bio-slurry yang terfermentasi anaerobik sempurna dan berkualitas baik
memilki ciri-ciri: (1)Tidak berbau seperti kotoran segarnya. (2)Tidak atau sedikit
mengeluarkan gelembung gas. (3)
kotoran segar. (4) Tidak menarik lalat atau serangga di udara terbuka.
Pengaruh Bio-slurry terhadap produksi tanaman beragam tergantung
kepada jenis dan kondisi tanah, kualitas benih, iklim, dan faktor-faktor lain. Bila
disimpan dan digunakan dengan benar, Bio-slurry dapat memperbaiki kesuburan
tanah dan meningkatkan produksi tanaman rata-rata sebesar 10 - 30% lebih tinggi
dibanding pupuk kandang biasa. Penelitian di Indonesia pada pertanian dengan
Bio-slurry juga memperoleh rata-rata kenaikan hasil yang sama. Bio-slurry
sebagai pupuk organik telah banyak digunakan di areal pertanian di Indonesia
untuk komoditi sayur-sayuran daun dan buah (tomat, cabai, labu siam, timun, dll),
umbi (seperti wortel, kentang, dll), pohon buah-buahan (buah naga, mangga,
kelengkeng, jeruk, pepaya, pisang, dll), tanaman pangan (padi, jagung, singkong,
dll) dan tanaman lain (kopi, coklat dan kelapa). Sedangkan penelitian di luar
negeri memperlihatkan pemakaian Bio-slurry pada padi, gandum, dan jagung
dapat meningkatkan produksi masing-masing sebesar 10%, 17%, dan 19%.
Dengan pemakaian Bio-slurry, produksi meningkat sebesar 21% pada kembang
kol, 19% pada tomat, dan 70% pada buncis.Hartanto, Y. dan C. H. Putri. 2013.
Pengelolaan dan Pemanfaatan Bio-slurry. Tim Biogas Rumah (BIRU) - Yayasan
Rumah Energi (YRE). Jakarta.
Pengumpulan Bio-slurry
Tempat terbaik untuk menyimpan atau menampung Bio-slurry adalah lubang/bak
enampung (slurry pit).
dengan kondisi lahan dan tanaman. Untuk Bio-slurry padat, dosis per hektar (Ha)
= 10.000 m2 sekitar 5 - 10 ton (standar pemberian pupuk organik) atau
disesuaikan dengan kondisi lahan dan tanaman.
Bio-slurry Basah (Cair)
1. Dikucurkan langsung di sekeliling tanaman atau di samping dalam 1 barisan
tanaman
2. Disemprotkan ke tanaman atau ke lahan dengan alat semprot. Untuk langkah 1
dan 2: sebaiknya dilakukan di pagi atau sore hari, konsentrasi per tanaman 1 2
gelas plastik (250 500 ml/ tanaman), dosis per hektar sekitar 10 ton Bio-slurry
basah
3. Dilarutkan bersama air irigasi saat membasahi atau mengairi lahan. Untuk
langkah ini, sebaiknya dilakukan di pagi atau sore hari dengan dosis per meter
persegi (m2) disesuaikan jumlah tanaman per m2 (bergantung jarak tanam).
Pemanfaatan slurry
Encerkan campuran Bio-slurry sebanyak 1 - 3 gelas plastik (kapasitas 240 250 ml) dengan 10 - 15 liter air (sesuai ukuran tangki semprot) lalu saring.
Pestisida Organik
Bio-slurry juga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pestisida organik
plus untuk mengurangi serangan hama dan penyakit. Bahan-bahan pembuatan
pestisida organik biasanya memiliki rasa pahit atau getir, berbau busuk atau
menyengat dan mengandung racun.
Beberapa bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida
antara lain:
1. Daun. Misalnya, tanaman mimba, mindi, sambilito, sereh wangi, cengkeh, dll;
2. Umbi. Seperti gadung, lengkuas, jahe, brotowali, dll;
3. Biji. Seperti mimba, mindi, sirsak, mahoni, dll;
4. Bunga kecubung, bunga cengkeh, bunga kenikir, dll;
Cara pembuatan:
1. Masukkan Bio-slurry 1/3 2/3 atau 1/2 dari kapasitas wadah (misal ember
berukuran 10 liter atau drum plastik 120 - 240 liter)
2. Ekstrak air dari bahan-bahan organik di atas dan campurkan dengan Bio-slurry
cair lalu tambahkan tetes tebu/gula pasir/gula jawa. Boleh juga ditambahkan
dengan air kelapa; air kencing sapi, kelinci, dll.
3. Tambahkan campuran bahan-bahan lain tersebut dan air sampai memenuhi
ember atau drum plastik.
4. Diamkan campuran bahan-bahan tersebut agar berfermentasi minimal selama 1
- 2 minggu dan aduk setiap hari atau dapat menggunakan alat aerator akuarium.
Sama halnya dengan pupuk organik cair, setelah minimal satu minggu, Bio-slurry
sudah bisa digunakan.
Caranya:
Pengomposan
Bio-slurry adalah bahan kompos terbaik karena mengandung mikroorganisme
dalam jumlah cukup untuk membantu penguraian limbah organik. Bio-slurry
sendiri tidak perlu diuraikan karena sudah mengalami fermentasi. Namun, untuk
Metode pembuatan kompos ini dapat dilakukan jika Bio-slurry tidak imanfaatkan
secara langsung. Berikut adalah tahapan membuat kompos:
1. Buat dua lubang kompos/penampung Bio-slurry di dekat reaktor biogas
dengan jarak minimal 1 meter dari reaktor (yang sudah memiliki 2 lubang
penampung Bio-slurry tidak perlu membuat lubang lagi). Ukuran lubang harus
sesuai dengan volume reaktor biogas. Pastikan kedalaman lubang tidak
melebihi 1,25 meter karena akan membahayakan anak-anak maupun hewan.
Tinggikan mulut lubang 10 cm dari permukaan tanah untuk mencegah air
hujan mengalir masuk ke dalam lubang.
2. Buat naungan/atap di atas lubang kompos. Naungan bisa dibuat dari bahan
bambu yang dibelah dan diikat menjadi tempat tumbuh tanaman sayuran
merambat atau bahan terpal yang tidak tembus cahaya matahari langsung.
3. Cacah atau haluskan bahanbahan kering campuran kompos. Bahan kering
bisa berupa dedaunan kering, limbah rumput dan jerami, sisa pakan hewan,
gulma yang diambil dari lahan pertanian, sampah rumah tangga dan
sebagainya. Bahan kering ini akan menyerap kelembaban Bio-slurry dan
mencegah terjadi hilangnya nutrisi akibat larut ke dalam air tanah.
4. Tebarkan bahan kering setebal 15 - 20 cm di dasar lubang.
5. Tumpahkan Bio-slurry di atas bahan kering, sehingga lapisan bahan kering
menjadi basah secara merata. Setelah merata, buat lapisan bahan kering yang
sama di atasnya.
6. Ulangi proses nomor 4 dan 5 setiap hari sampai lubang kompos nyaris penuh,
lalu tutupi dengan bahan kering/jerami atau lapisan tipis tanah.
1. Pupuk organik
1. Proses Produksi Residu Biogas
Residu ini terdiri dari kotoran yang berupa padatan maupun cairan.
Dalam proses ini yang berupa padatan dijemur hingga kering kemudian
dijadikan pupuk dan sebagian, diproses kembali untuk dijadikan pakan
Uraian
Jumlah
Biaya Total
Persentase
Lahan
Bangunan
Ternak
16
1
5
Peralatan
1 Sekop
2 Garu
3 Timba
Tong 4
2
1
3
Fermentasi
5 Kran
6 Saringan
m2
bangunan
ekor
Rp.
0
Rp. 5.726.000
Rp.
29.000.000
buah
buah
buah
3 buah
3
buah
2x2
meter
0
15,31
84,13
%
%
%
Rp.
Rp.
Rp.
30.000
20.000
15.000
0,09
0,06
0,04
%
%
%
Rp.
Rp.
Rp.
120.000
3000
7000
0,34
0,01
0,02
%
%
%
34.471.000
100
Rp.
Jumlah
Rp.
persentase
335.867
2,34
Rp.
0
Rp.
51.500
Rp.
6500
Rp.
3000
Rp. 6.750.000
Rp.
0
0
0,36
0,05
0,02
46,95
0
%
%
%
%
%
%
Benefit dan Net Benefit Pada Pembuatan Pupuk Organik Residu Biogas
Output pupuk
cair
Output pupuk
padat
375 L
517,5 Kg
0L
517,5 Kg
375 L
517,5 Kg
0L
517,5 Kg
375 L
517,5 Kg
0L
517,5 Kg
Penerimaan
pupuk Cair
Penerimaan
pupuk padat
Rp.
9.375.000
0
Rp. 155.250
Rp.
9.375.000
0
Rp. 155.250
Rp.
9.375.000
0
Rp. 155.250
Rp. 155.250
Rp. 155.250
Rp. 155.250
Tabel 3. Lanjutan
Bulan
(t)
Output
pupuk cair
Output pupuk
padat
Penerimaan
pupuk Cair
Penerimaan
pupuk padat
375 L
517,5 Kg
0L
517,5 Kg
375 L
517,5 Kg
10
0L
517,5 Kg
11
375 L
517,5 Kg
12
0L
517,5 Kg
2250 L
6210 Kg
Total
Rp.
9.375.000
0
Rp. 155.250
Rp.
9.375.000
0
Rp. 155.250
Rp.
9.375.000
0
Rp. 155.250
Rp.
56.250.000
Rp.
1.863.000
Rp. 155.250
Rp. 155.250
Rp. 155.250
375 L
517,5 Kg
Total
Pendapatan
pupuk organik
Rp. 7.766.761
0L
517,5 Kg
Rp.
375 L
517,5 Kg
Rp. 7.767.261
0L
517,5 Kg
Rp.
Bulan (t)
Output pupuk
padat
127.261
127.261
375 L
517,5 Kg
Rp. 7.766.761
0L
517,5 Kg
Rp.
375 L
517,5 Kg
Rp. 7.766.761
0L
517,5 Kg
Rp.
127.261
127.261
Tabel 4. Lanjutan
375 L
517,5 Kg
Total
Pendapatan
pupuk organik
Rp. 7.767.511
10
0L
517,5 Kg
Rp.
11
375 L
517,5 Kg
Rp. 7.767.511
0L
517,5 Kg
Rp.
Bulan (t)
9
12
Total
2250 L
Output pupuk
padat
6210 Kg
127.261
127.261
Rp. 47.366.133
Biogas
a. NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C
(Net Benefit/Cost) Berikut merupakan hasil analisis kelayakan
finansial, yaitu:
Tabel 5. Analisis kelayakan finansial pembuatan pupuk organik residu
biogas
Indikator
Kelayakan
NPV
IRR
Nilai
20 %
Rp.6.329.
550
3,83%
30 %
Rp.
6.328.943
3,83%
40 %
Rp.
6.328.335
3,83%
Kriteria
Layak
Layak
Layak
Net B/C
1,17
1,17
1,17
Sumber: Data Primer diolah, 2010
Pada tabel 5 diatas, pembuatan pupuk organik cair residu biogas
layak untuk dikembangkan pada tingkat suku bunga 1,08 % per bulan.
Nilai
Kriteria
Rp.
Layak
6.330.766
IRR
3,83%
Layak
Net B/C
1,17
Layak
Sumber: Data Primer diolah, 2010
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa pada saat biaya
tetes tebu meningkat sebesar 20 % maka nilai NPV adalah sebesar Rp.
6.329.550,- kemudian pada saat meningkat sebesar 30 % maka nilai
NPV adalah sebesar Rp. 6.328.943 dan pada saat meningkat sebesar
40 % maka nilai NPV adalah sebesar Rp. 6.328.335. Untuk nilai dari IRR
dari ketiganya adalah sebesar 3,83 % serta Net B/C bernilai 1,17. Dari
semua indikator tersebut menyatakan bahwa indikator-indikator
tersebut memiliki kriteria yang layak. Peningkatan biaya tetes tebu
Nilai
Kriteria
Rp.
22.163.090,10,04 %
IRR
Net B/C
Sumber: Data Primer diolah, 2010
1,58
Layak
Layak
Layak
Nilai
Rp.
-14.778.999
-9,73 %
Net B/C
0,61
Kriteria
Tidak
Layak
Tidak
Layak
Tidak
Layak
Tahapan-tahapan produksi pellet ikan dan pupuk organik cair antara lain
(Putra et al, 2014) :
a. Bahan baku yang berupa sludge diambil dari saluran outlet digester dan
dipindahkan ke dalam drum penampungan.
b. Kemudian sludge tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan
manual dengan berat 6 kg tiap kali proses.
c. Bahan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam kain yang berbentuk
karung dan diikat di ujung atasnya dengan menggunakan tali raffia.
d. Bahan yang ada di dalam kain kemudian dimasukkan ke dalam spinner dan
kemudian dilakukan pemutaran (filtrasi) selama 10 menit untuk memisahkan
bahan organik padat dan cair yang terkandung di dalam sludge tersebut.
e. Bahan organik cair (produk sampingan) yang keluar dari spinner kemudian
ditampung pada drum dan kemudian langsung dikemas dalam botol air
mineral bekas bervolume 1,5 liter dan langsung dijual sebagai pupuk organik
cair.
f. Bahan organik padat yang terdapat pada tabung spinner dikeluarkan dan
g.
Gambar 1.
Waktu olah dari produksi pembuatan pellet ikan dan pupuk organik cair ini
dapat mengolah sludge sekitar 36 kg/jam dengan waktu kerja efektif 8 jam dan
dalam 1 tahun dapat mengolah sludge sebanyak 64,8 ton, hal ini memberikan
banyak keuntungan bagi pemilik digester yang mana sebelum adanya mesin
spinner dan pencetak pellet hanya dapat memanfaatkan gasnya saja. Adanya
pengolahan ini dapat menambah penghasilan pemilik digester karena dapat
mengolah limbah dari pemanfaatan biogas menjadi produk yang mempunyai nilai
jual. Untuk membuat suatu produk tentunya tak lepas dari kebutuhan energi baik
energi listrik maupun energi dari manusia. Dalam hal ini energi listrik yang
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, AM, Djoyowasito, G, Suyono, MA, 2009. Rancang Bangun Spiner
Sistem Pedal Untuk Pemisah Air Pada Sludge Biogas. FTP Universitas
Brawijaya.
Herriyanti, A.,P. 2015. Pengelolaan Limbah Ternak Sapi Menjadi Biogas. Majalah
Ilmiah Pawiyatan. Vol 2: 39-48
Putra, D. P., Bambang, S., Wahyunanto, A. N., and Arya, M. A. 2014. Analisis
Finansial Pengolahan Limbah Biogas Menjadi Pellet Ikan dan Pupuk Organik
Cair. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem , (2)1 : 53-64.
Setiawan, Ade Iwan. 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Bogor: Penebar
Swadaya
Suyitno; Nizam, Muhammad; Dharmanto. 2010. Teknologi Biogas. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Wahyuni, Sri. 2008. Biogas. Bogor: Penebar Swadaya.