Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang sering dijumpai
pada saluran napas anak. Papiloma laring pertama kali dikenal sebagai kutil di
tenggorok (warts in the throat) oleh Donulus pada abad ke 17. Mc Kenzie
memperkenalkan nama papiloma laring pada abad ke 19. Papiloma merupakan
neoplasma laring jinak pada anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Infeksi
Human Papilloma Virus (HPV) pada saluran napas merupakan penyebab potensial
papiloma laring. Mc Kenzie membedakan penyakit ini dari tumor lain secara
klinis dan menggunakan istilah papiloma.
Penyakit ini cenderung kambuh sehingga disebut juga recurrent respiratory
papillomatosis, dapat tumbuh pada kedua pita suara asli dan pita suara palsu.
Papiloma ini dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau perubahan suara. Pada
anak-anak angka insiden diperkirakan 4,3 kasus per 100.000 populasi dan pada
dewasa 1,8 kasus per 100.000 populasi. Menurut jenis kelamin, perbandingan
juvenile-onset recurrent respiratory papillomatosis (JORRP) pada laki-laki dan
perempuan sama banyak sedangkan adult-onset respiratory papilomatosis
(AORRP) lebih sering dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan 4:1. Penyakit
ini paling sering dijumpai pada anak-anak dibawah usia 12 tahun yaitu JORRP
dan bisa dijumpai pada usia 20-40 tahun yaitu AORRP.
Tujuan terapi pada papiloma laring adalah untuk mempertahankan jalan
nafas dan kualitas suara. Terapi papiloma laring meliputi terapi operasi dan
medikamentosa sebagai terapi adjuvan. Papiloma laring memiliki angka rekurensi
yang tinggi yaitu sekitar 70%. Insidensi transformasi keganasan pada
papilomatosis laring adalah jarang, yaitu hanya terjadi pada 2-4% kasus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya
terbentuk alur faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem
pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar
hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal merupakan primaordial
paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua
lobus pada hari ke 27 atau 28. Bagian yang paling proksimal dari tuba akan
menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari
ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 34 minggu berikutnya.
Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal.
Banyak struktur merupakan derivat aparatus brankialis.
Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebrae cervical 4 sampai 6,
bagian atasnya yang akan melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas
segitiga dan bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti
sirkular.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan
otot-otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.tirohioid) ini
akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otototot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,
aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan
tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian
depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti

kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk adams apple dan di


dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago krikoid
oleh ligamentum krikotiroid.
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah
kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago
krikoid terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak
setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih
kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti
piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang
laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi
krikoaritenoid.
Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini melekat
pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik.
Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di
dalam lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam
rigiditas dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea terletak di dalam
ligamentum hiotiroid lateral.

Gambar 1. Anatomi Laring

Epiglotis merupakan kartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas


dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago
thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Membrana mukosa di laring sebagian besar dilapisi oleh epitel
respiratorius, terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh
epitel skuamosa.
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di
atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam
kartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.
Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica
vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.

Gambar 2. Pita Suara

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hipoepiglotica,

ligamentum ventricularis , ligamentum vocale yang menghubungkan kartilago


aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otototot instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara
keseluruhan , sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian
laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid
(suprahioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot
ekstrinsik yang supra hyoid ialah M. digastricus, M.geniohioid, M.stylohioid, dan
M.milohioid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid dan M.tirohioid. Otot-otot
ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring kebawah, sedangkan
yang infrahioid menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring ialah M.
krikoaritenoid

lateral.

M.tiroepiglotica,

M.vocalis,

M.tiroaritenoid,

M.ariepiglotica, dan M.krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral laring.


Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah M.aritenoid
transversum, M.ariteniod obliq dan M.krioaritenoid posterior.
Rongga laring

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum
tiroepiglotic, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago
krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid,
konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah
M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum


ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica
ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut
rima glottis, sedangkan antara kedua plica ventrikularis disebut rima vestibuli.

Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian,
yaitu vestibulum laring , glotic dan subglotic.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita
ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventriculus laring morgagni.
Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan
terletak dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua
puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic
adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plicavocalis).
Persyarafan
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus
superior dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran
saraf

motorik

dan

sensorik.

Nervus

laryngeus

superior

mempersarafi

m.krikotiroid, sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita


suara. Saraf ini mula-mula terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah
medial a.karotis interna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan
setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri
dalam 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring
inferior dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh
m.tirohioid terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran
hiotiroid, dan bersama-sama dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa
laring.
Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf
itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren
merupakan lanjutan dari n.vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan

diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal


kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah
posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior
dan ramus posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring
bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot intrinsik laring
superior dan mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus internus.

Gambar 3. Persarafan Laring


Pendarahan
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior
dan a.laringitis inferior.
Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri
laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran
tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian
menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding
lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot
laring.

Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan


bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid,
masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di
dalam arteri itu bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta
beranastomosis dengan a.laringis superior.

Gambar 4. Laryngeal Arterial System

Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga


memberikan cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai
mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil
melalui membran krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus
superior.
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar
dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena
tiroid superior dan inferior.

Gambar 5. Laryngeal Venous System


Pembuluh Limfe
Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal.
Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah
lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus
piriformis dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan
kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari
golongan inferior berjalan kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung
dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa dintaranya menjalar sampai sejauh
kelenjar supraklavikular.
FISIOLOGI
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut :
1. Fungsi Fonasi.
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi
antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan

udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi
seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada
dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang
mengemukakan bagaimana suara terbentuk:
Teori Myoelastik Aerodinamik
Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung
menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan
memposisikan plika vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan
plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari
proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat,
dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis terbuka.
Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara
otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang
pertama kali pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi
pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis
akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis
melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran
udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif pada dinding
celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan kembali ke posisi semula (adduksi)
sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan
terulang kembali.
Teori Neuromuskular.
Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari
getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N.
Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang
dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis.
Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah

10

benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis
bilateral).
2. Fungsi Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otototot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada
pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid
melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan
epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah
proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke
lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi.
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga

dada

dan

M.

Krikoaritenoideus

Posterior

terangsang

sehingga

kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh


tekanan parsial CO

dan O arteri serta pH darah. Bila pO tinggi akan


2
2

menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO

tinggi akan

merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring


mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO

arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial


CO darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.
2

4. Fungsi Sirkulasi.
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian
tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding
laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti
jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor
dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui

11

N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila


serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut
jantung.
5. Fungsi Fiksasi.
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi,
misalnya batuk, bersin dan mengedan.
6. Fungsi Menelan.
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu :
Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus
Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi
sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas
menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi
pembukaan faringoesofageal.
Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran
pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh
epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup
aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi
aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.
7. Fungsi Batuk.
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup,
sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak
menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi
benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada
mukosa laring.
8. Fungsi Ekspektorasi.
Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha
mengeluarkan benda asing tersebut.

12

9. Fungsi Emosi.
Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada
waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.
2.2. Definisi Papiloma Laring
Papiloma laring adalah suatu tumor jinak pada laring yang berasal dari
jaringan epitel skuamosa. Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang
paling banyak dijumpai. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma
Virus (HPV). Papiloma tampak sebagai kutil yang berbentuk soliter atau multipel
pada pita suara, tetapi dapat juga terletak di supraglotis dan kadang-kadang di
infraglotis.
2.3. Epidemiologi
Angka kejadian papiloma laring sering dijumpai anak-anak 80% pada
kelompok usia di bawah 7 tahun, sedangkan pada orang dewasa 20-40 tahun.
Menurut Lee, di Amerika Serikat terdapat 1500 sampai 2500 kasus baru setiap
tahunnya. Pada anak-anak angka insiden diperkirakan 4,3 kasus per 100.000
populasi dan pada dewasa 1,8 kasus per 100.000 populasi. Peneliti dari Denmark
mendapatkan angka insiden pada anak-anak sama dengan di Amerika Serikat.
Menurut jenis kelamin, perbandingan juvenile-onset recurrent respiratory
papillomatosis (JORRP) pada laki-laki dan perempuan sama banyak sedangkan
adult-onset respiratory papillomatosis (AORRP) lebih sering dijumpai pada lakilaki dengan perbandingan 4:1.
2.4. Etiologi
Penyebab papiloma laring berupa human papilloma virus (HPV) tipe 6,11
dan menginfeksi sel-sel epitel. Diperkirakan penyebaran penyakit ini adalah pada
saat lahir dari ibu yang terkena genital warts. Pada mukosa sel normal yang
berdekatan dengan papiloma, juga mengandung DNA virus yang bisa teraktifasi
menjadi lesi rekuren. Papiloma pada anak lebih sering multipel dan kambuh
daripada dewasa. Sedangkan papiloma pada dewasa biasanya tunggal tetapi
cenderung berubah menjadi ganas dengan dijumpai subtipe yang spesifik yaitu
HPV 16. Pada pasien dengan papiloma laring, mukosa normalnya terdapat HPV

13

pada 20% kasus, sebaliknya pada mukosa jalan nafas yang normal ditemukan
HPV pada 4% kasus.
Teori lainnya yang dikemukakan adalah teori faktor hormonal dan beberapa
faktor penyebab papiloma laring yaitu sosial ekonomi rendah dan higiene yang
buruk. Infeksi saluran nafas kronik dan kelainan imunologis. Papiloma laring
dapat tergantung pada hormon, dimana akan beregresi saat hamil atau pada
pubertas, jika menetap hingga dewasa, cenderung kurang agresif dan lebih lambat
kambuh. Perubahan menjadi ganas tanpa radiasi adalah jarang dan biasanya
terjadi pada pasien tua dengan riwayat merokok dan papiloma yang lama.
2.5. Tranmisi
Kejadian papilomatosis laring pada anak dapat terjadi akibat tranmisi HPV
pada saat kelahiran. Risiko tranmisi infeksi HPV dari ibu ke anak diperkirakan
berkisar 1:80 hingga 1:500. Risiko ini meningkat pada anak pertama yang lahir
pervaginam pada ibu usia muda yang menderita infeksi HPV genital. Shah dan
kashima menemukan satu dari 109 kasus papilomatosis laring pada anak yang
lahir dengan operasi Caesar. Pada kasus papilomatosis laring neonatal,
perkembangan penyakit mungkin telah terjadi saat di dalam kandungan.
Papilloma laring pada dewasa dapat terjadi akibat penularan HPV secara
seksual dengan banyak pasangan dalam jangka waktu lama dan kontak orogenital.
Namun, papilomatosis laring pada dewasa mungkin telah terjadi pada usia remaja
yang bersifat laten dan teraktivasi bila imunitas tubuh menurun.
2.6. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, papilomatosis laring terbagi dua :
1. Papilomatosis laring tipe juvenilis. Biasanya berupa lesi multipel dan
mudah kambuh sehingga membutuhkan eksisi yang berulang. Namun,
papilomatosis tipe ini dapat regresi secara spontan pada usia pubertas.
Pada anak yang menderita papilomatosis laring di bawah usia 3 tahun
memiliki resiko sebesar 3,6 kali untuk dioperasi lebih dari 4 kali tiap
tahun.
2. Papilomatosis laring tipe senilis. Biasanya berupa lesi tunggal dengan
tingkat rekurensi rendah dan kurang bersifat agresif, tetapi memiliki
resiko pre kanker yang tinggi.

14

2.7. Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan besarnya tumor. Gejala
yang paling sering dijumpai adalah perubahan suara. Cohen (1980) menemukan
90% kasus terjadi perubahan suara. Suara serak merupakan gejala dini dan
keluhan yang paling sering dikemukakan apabila tumor tersebut terletak di pita
suara. Papilloma laring dapat membesar, kadang-kadang dapat mengakibatkan
sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan ti mbuln ya ses ak merupakan
suatu tanda bahwa telah terjadi sumbatan jalan nafas bagian atas dan biasanya
diperlukan tindakan trakeostomi.
Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan
kriteria Jackson :
a. Jackson I : ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi
suprasternal, tanpa sianosis
b. Jackson II : gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai retraksi
supra dan infra klavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak gelisah.
c. Jackson III : Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,
epigastrium, dan sianosis lebih jelas,
d. Jackson IV : ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang
tampak tegang, dan terkadang gagal napas.
Papiloma laring memiliki manifestasi klinis berupa suara serak yang
progresif, stridor dan distres respirasi. Kebanyakan pasien terutama pada anak
datang dengan obstruksi jalan nafas dan sering salah diagnosa sebagai asma,
bronkitis kronis atau laringotrakeobronkitis. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Poenaru gambaran klinis yang sering ditemukan pada papilomatosis laring adalah
suara serak (95,65%), sensasi mengganjal di tennggorok (78,26%), batuk kronis
(65,21%), stridor (56,52%) dan dispnea (47,82%). Penyebaran papilomatosis
laring ke ekstra laring diidentifikasi pada 13-30% anak dan 16% dewasa. Lokasi
ekstra laring yang paling sering adalah kavitas oris, trakea dan bronkus. Kejadian
papiloma paru jarang, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan komplikasi yang
berat seperti perdarahan dan pembentukan abses. Papiloma laring pada dewasa
biasanya tidak bersifat agresif dibandingkan pada anak. Angka remisi pada
papiloma laring dewasa sulit diperkirakan. Papiloma tipe ini dapat tumbuh cepat
15

dan berbahaya terhadap jalan nafas jika terjadi perubahan hormon, seperti pada
kehamilan.
Gambaran Makroskopis
Papiloma laring terlihat sebagai massa multinodular yang tumbuh eksofitik.
Tumor ini dapat berwarna merah muda atau putih. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Gupta, lokasi utama papiloma laring tipe senilis adalah pada glotis (75,6%),
dan supraglotis (23,6%) sebagai lokasi kedua tersering. Poenaru menemukan
papiloma laring tipe juvenilis terbanyak ditemukan pada komisura anterior dan
plika vokalis, diikuti pada komisura anterior dan posterior, plika vokalis, plika
ventrikularis dan permukaan epiglotis serta regio subglotik.

Gambar 6. Gambaran massa multinodular yang tumbuh eksofitik pada papiloma


laring.
Gambaran Mikroskopis
Secara histologis, papiloma laring tampak sebagai gambaran jaringan yang
berbentuk papil dengan jaringan ikat fibrovaskular dan epitel skuamosa
hiperplastik yang mengalami parakeratosis, akantosis, dan koilositosis.

16

Gambar 7. Proyeksi laring multipel pada papiloma laring


Adanya sel-sel yang atipik merupakan petanda suatu keganasan seperti
karsinoma in situ atau karsinoma sel skuamosa invasif. Namun, untuk karsinoma
stadium awal sulit dibedakan secara histologi dengan papiloma laring.
2.8. Patofisiologi
Papiloma laring disebabkan oleh infeksi HPV, terutama HPV tipe 6 dan 11.
Tipe HPV lainnya yang berhubungan dengan papiloma laring meliputi tipe 16,18,
31, dan 33. Namun, HPV juga ditemukan pada mukosa laring normal. Prevalensi
HPV yang dideteksi pada mukosa laring normal adalah sebesar 25%.
HPV merupakan virus DNA, tidak berkapsul dengan kapsid ikosehedral dan
DNA double stranded. Di dalam sel terinfeksi, DNA HPV mengalami replikasi,
transkripsi dan translasi menjadi protein virus. Protein ini akan membentuk virion
HPV baru yang dapat menginfeksi sel lainnya. Sel yang terinfeksi HPV akan
mengalami proliferasi pada lapisan basal.
Respon imun tubuh berperan dalam patogenesis terbentuknya lesi HPV.
Pada papiloma laring, nuklear factor-kappa beta(NF-k ) merupakan mediator
utama yang terlibat dalam regulasi respon imun seluler (Th1) dan humoral (Th2).
Respon imun seluler merupakan faktor yang paling penting dalam pertahanan
tubuh terhadap infeksi HPV. Malfungsi respon imun selular menyebabkan
papiloma laring, sebaliknya defek imunitas humoral tidak berhubungan dengan
penyakit ini. Rekurensi tumor dapat terjadi akibat DNA HPV yang menetap pada
mukosa normal.

17

2.9. Diagnosis
Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis. Adanya suara parau sampai afonia. Suara serak merupakan
gejala paling sering dikeluhkan. Pada papiloma yang besar bisa terjadi
stridor sampai sesak nafas.
2. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan THT lengkap, meliputi laringoskopi
indirect dengan kaca laring, laringoskopi direct, kaku dan serat optik.
Pada

juvenile secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei,

berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor


ini sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan.

Gambar 8. papiloma pada pita suara sebelah kiri

Gambar 9. bilateral papiloma

Gambar 10. agresif laringeal papiloma


Pada anak-anak dapat dipertimbangkan pemakaian flexible fibreoptic
nasopharyngoscopy.
3. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi. Papiloma menunjukkan cabangcabang fibrovaskular yang ditutupi oleh lapisan wll differentiated
stratified squamous epithelium yang tebal yang sering parakeratotik

18

pada permukaannya. Mitosis dan focal keratosis sering dijumpai.


Squamous metaplasia, dysplasia atau squamous cell carcinoma
merupakan tanda-tanda akan adanya keganasan.
4. Videolaringostroboskopi
5. Analisis suara
6. Pemeriksaan penunjang lain. Identifikasi HPV dapat dilakukan dengan
pemeriksaan imunohistokimia, isolosi DNA virus, teknik hibridisasi in
situ dan polymerase chain reaction (PCR).
2.10. Diagnosa Banding
Diagnosa sulit terutama pada fase awal. Sering disalah diagnosis dengan :
1. Nodul pita suara
Nodul pita suara merupakan pertumbuhan seperti jaringan parut yang
bersifat jinak, disebabkan karena penyalahgunaan pemakaian suara
dalam waktu lama. Nodul ini biasanya ditemukan bilateral pada kedua
pita suara, letaknya simetris, diperbatasan antara segitiga anterior dan
sepertiga tengah pita suara.
2. Kista pita suara
Kista sering ditemukan di laring, dan dapat dibagi dalam kista
epidermoid, kista retensi dan kista limfe. Dengan mikrolaringoskopi
tampak warna kekuningan melalui selaput lendir yang mengkilat, dan
kadang-kadang tampak kristal kolesterin di dalam kista itu. Penyebab
belum jelas, diduga karena trauma atau infeksi kronis.
3. Polip pita suara
Pada polip pita suara biasanya disebabkan oleh penggunaan suara yang
terlampau lama, reaksi menahun pada laring, menghirup iritan.
Pada pemeriksaan, polip paling sering ditemukan disekitar komisura
anterior, tampak bulat, kadang-kadang berlobul, berwarna pucat,
mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pta suara, dan tampak kapiler
darah sangat sedikit.
2.11. Tatalaksana
Tujuan terapi pada papiloma laring adalah untuk mempertahankan jalan
nafas dan kualitas suara. Namun, tidak ada terapi yang memuaskan dalam
pengobatan papiloma laring. Terapi papiloma laring meliputi terapi operasi dan
medikamentosa sebagai adjuvan. Terapi operasi berupa ekstirpasi lesi dengan
19

teknik mikrolaringoskopi menggunakan forsep dan laser. Eksisi yang berulang


direkomendasikan untuk menghindari tindakan trakeotomi dan mempertahankan
struktur dan fungsi pita suara. Laser dapat membantu dalam mendestruksi
jaringan secara tepat dan menjaga hemostasis selama operasi serta dapat
memperpanjang periode bebas penyakit pada beberapa kasus. Burns, meneliti
penggunaan laser lainnya dengan menggunakan potassium-titanil-fosfat pada
gelombang 532 nm sebagai terapi yang aman dan efektif untuk papiloma laring.
Setelah operasi, pasien harus istirahat suara total dalam minggu pertama,
bicara ringan pada minggu kedua dan secara bertahap menggunakan suara pada
minggu-minggu berikutnya. Pada minggu pertama, pasien harus membatasi diet
yaitu tidak boleh makan makanan yang pedas dan merangsang. Pemberian
inhibitor pompa proton dianjurkan, khususnya bila terjadi refluks gastroesofagus.
Antibiotik tidak secara rutin diberikan. Terapi adjuvan pada papiloma laring
meliputi interferon, asam retinoat, estrogen, indole-3-carbinol, terapi fotodinamik,
cidofovir dan asiklovir. Cidofovir intralesi adalah anti virus yang sering
digunakan. Namun, penggunaan cidofovir berpotensi dalam transformasi
keganasan. Terapi adjuvan diberikan bila pasien telah menjalani operasi lebih dari
empat kali dalam satu tahun, terdapat penyebaran penyakit ke lokasi yang lebih
distal dan atau pertumbuhan kembali lesi yang cepat disertai dengan gangguan
pada jalan nafas. Bentuk terapi lain seperti kemoterapi dan terapi hormonal belum
dapat dibuktikan tingkat keberhasilannya.
Tujuan terapi papiloma laring selain mempertahankan jalan nafas,
memelihara kualitas suara, juga menghilangkan massa papiloma. Pengobatan
utama papiloma laring adalah surgical removal secara bedah mikrolaring dengan
alat-alat operasi yang konvensional atau alat-alat yang canggih seperti laser CO 2
dan mikrodebrider dan terapi adjuvan. Di luar negeri penggunaan laser lebih
sering dilakukan untuk mengatasi penyakit ini, karena ketepatan pemotongan dan
kontrol hemostatik yang lebih baik.
Ada beberapa perangkat dalam tatalaksana papiloma laring, semuanya
mempunyai prinsip sama yaitu mengangkat papiloma, mengurangi sumbatan
nafas dan menghindari rekurensi.
a. Bedah

20

Terapi bedah harus berdasarkan prinsip pemeliharaan jaringan normal


untuk mencegah penyulit seperti stenosis laring. Prosedur bedah ditujukan
untuk

menghilangkan

papiloma

dan

atau

memperbaiki

dan

mempertahankan jalan nafas. Beberepa teknik yang digunakan yaitu :


trakeostomi,

laringofissure,

mikrolaringoskopi

dan

ekstirpasi

mikrolaringoskopi

dengan

mikrolaringoskopi
dengan

diatermi,

forceps,

langsusng,
mikrokauter,

mikrolaringoskopi

dengan

ultrasonografi, kriosurgery, microdebider dan carbondioxide laser surgery.


Pada kasus papiloma laring berulang, terapi bedah pilihan adalah
pengangkatan tumor dengan laser CO2. Di luar negeri penggunaan laser
lebih sering dilakukan untuk mengatasi penyakit ini, karena ketepatan
pemotongan dan kontrol hemostatik yang lebih baik.
Perawatan yang baik harus dilakukan supaya tidak merusak lapisan epitel
yang normal pada laring, karena jaringan parut pada pita suara dapat
menyebabkan suara serak yang bersifat permanen. Khusus untuk tipe
papiloma dewasa, saat ini telah diperkenalkan ablasi papiloma
menggunakan PDL (pulsed dye laser). Biasanya dapat dilakukan di klinik
menggunakan laringoskop fleksibel tanpa harus ke ruang operasi. Prosedur
dilakukan di atas kursi pemeriksaan, dapat menghabiskan waktu sekitar 515 menit, umumnya tidak sakit, dan dapat diulangi bila diperlukan. Resiko
anastesi umum dapat dihindari. Sinar laser yang digunakan hanya tertuju
pada papiloma tanpa merusak jaringan epitel yang normal pada laring.
Penderita dapat kembali bekerja dan melakukan aktivitas normal segera
setelah prosedur selesai.

Gambar 11. efek penggunaan PDL, papiloma yang terkena sinar laser
berubah menjadi putih.
b. Medikamentosa

21

Pemberian obat pernah dilaporkan baik digunakan secara sendiri maupun


bersama dengan tindakan bedah. Obat yang digunakan antara lain
antivirus, hormon (dietilstilbestrol), steroid, dan podofilin topikal. Terapi
medikamentosa ini tidak terlalu bermanfaat. Tidak dianjurkan memberikan
radioterapi, oleh karena papilloma dapat berubah menjadi ganas.
c. Imunologis
Pengobatan ini hanya merupakan terapi suportif dengan menggunakan
interferon.
d. Terapi fotodinamik
Terapi ini merupakan satu dari perangkat terbaru dalam tatalaksana
papilomatosis laring rekuren. Terapi ini menggunakan dihematoporphyrin
ether (DHE) yang tadinya dikembangkan untuk kanker. Jika diaktivasi
dengan cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai (630 nm), DHE
menghasilkan agen sitotoksik yang secara selektif menghancurkan sel-sel
yang

mengandung

substansi

tersebut,

terapi

fotodinamik

efektif

menghilangkan lesi endobronkial, tetapi tidak untuk lesi parenkim.


Pencegahan
Pencegahan infeksi HPV pada laring sulit dilakukan karena transmisi virus
yang belum diketahui secara pasti. Namun, vaksis dapat diberikan untuk
mencegah angka kekambuhan pada papiloma laring.
2.12. Prognosis
Prognosis papiloma laring umumnya baik. Angka rekurensi dapat mencapai
40%. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti faktor-faktor yang
mempengaruhi rekurensi pada papiloma. Diagnosis dini dan penanganan yang
tepat diduga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap rekurensi. Penyebab
kematian biasanya karena penyebaran ke paru. Insidensi transformasi keganasan
pada papiloma laring adalah jarang, yaitu hanya terjadi pada 2-4% kasus.
Displasia relatif sering ditemukan pada kasus papiloma laring, tetapi tingkat
kemaknaan dari penemuan ini belum diketahui secara pasti. Transformasi
keganasan pada papiloma laring berhubungan dengan faktor resiko seperti
merokok dan riwayat terpapar radiasi sebelumnya. Regresi total kadang-kadang
terjadi pada saat pubertas, tatapi hal ini tidak selalu terjadi.
22

2.13. Komplikasi
Pada umumnya papiloma laring pada anak dapat sembuh spontan ketika
pubertas, tetapi dapat meluas ke trakea, bronkus dan paru diduga akibat tindakan
trakeostomi, ekstirpasi yang tidak sempurna.
Progresifitas papiloma menjadi nskuamosa sel karsinoma (SCC) dapat
terjadi, tetapi hal ini jarang. Perubahan menjadi SCC ditandai juga dengan adanya
penyebaran ke paru. Komplikasi dari penyakit dan pembedahan termasuk stenosis
glottis posterior, web glottis anterior atau stenosis, stenosis subglottis, trakea
stenosis. Komplikasi intraoperasi termasuk pneumotorak dan perasaan terbakar
pada saluran nafas, yang dapat terjadi akibat trauma pada trakea dan paru.
Perbaikan pembedahan terhadap komplikasi ditunda sampai keadaan penyakit
membaik untuk beberapa tahun.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak dijumpai.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Papiloma
tampak sebagai kutil yang berbentuk soliter atau multipel pada pita suara, tetapi
dapat juga terletak di supraglotis dan kadang-kadang di infraglotis. Penyebab
papiloma laring berupa HPV tipe 6,11 dan menginfeksi sel-sel epitel. Penyakit ini
cenderung kambuh sehingga disebut recurrent respiratory papillomatosis, dapat
tumbuh pada kedua pita suara asli dan pita suara palsu. Papiloma ini dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas atau perubahan suara. Penyakit ini sering
dijumpai pada anak-anak di bawah usia 12 tahun.
Papiloma laring terbagi dua yaitu papiloma laring tipe juvenilis biasanya
lesi multipel dan mudah kambuh dan senilis lesi tunggal dengan tingkat rekurensi
rendah dan kurang bersifat agresif. Gejala yang paling sering dijumpai adalah
suara serak. Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan
THT

serta

histopatologi.

Tujuan

pengobatan

papiloma

laring

adalah

23

mempertahankan jalan nafas, memelihara kualitas suara dan menghilangkan


massa papiloma.

24

Anda mungkin juga menyukai