PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang sering dijumpai
pada saluran napas anak. Papiloma laring pertama kali dikenal sebagai kutil di
tenggorok (warts in the throat) oleh Donulus pada abad ke 17. Mc Kenzie
memperkenalkan nama papiloma laring pada abad ke 19. Papiloma merupakan
neoplasma laring jinak pada anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Infeksi
Human Papilloma Virus (HPV) pada saluran napas merupakan penyebab potensial
papiloma laring. Mc Kenzie membedakan penyakit ini dari tumor lain secara
klinis dan menggunakan istilah papiloma.
Penyakit ini cenderung kambuh sehingga disebut juga recurrent respiratory
papillomatosis, dapat tumbuh pada kedua pita suara asli dan pita suara palsu.
Papiloma ini dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau perubahan suara. Pada
anak-anak angka insiden diperkirakan 4,3 kasus per 100.000 populasi dan pada
dewasa 1,8 kasus per 100.000 populasi. Menurut jenis kelamin, perbandingan
juvenile-onset recurrent respiratory papillomatosis (JORRP) pada laki-laki dan
perempuan sama banyak sedangkan adult-onset respiratory papilomatosis
(AORRP) lebih sering dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan 4:1. Penyakit
ini paling sering dijumpai pada anak-anak dibawah usia 12 tahun yaitu JORRP
dan bisa dijumpai pada usia 20-40 tahun yaitu AORRP.
Tujuan terapi pada papiloma laring adalah untuk mempertahankan jalan
nafas dan kualitas suara. Terapi papiloma laring meliputi terapi operasi dan
medikamentosa sebagai terapi adjuvan. Papiloma laring memiliki angka rekurensi
yang tinggi yaitu sekitar 70%. Insidensi transformasi keganasan pada
papilomatosis laring adalah jarang, yaitu hanya terjadi pada 2-4% kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi
Faring, laring, trakea dan paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah terjadi konsepsi. Tidak lama sesudahnya
terbentuk alur faring median yang berisi petunjuk-petunjuk pertama sistem
pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakeal mulai nyata sekitar
hari ke 21 kehidupan embrio. Perluasan alur ke kaudal merupakan primaordial
paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua
lobus pada hari ke 27 atau 28. Bagian yang paling proksimal dari tuba akan
menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali pada hari
ke 33. Sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam 34 minggu berikutnya.
Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal.
Banyak struktur merupakan derivat aparatus brankialis.
Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebrae cervical 4 sampai 6,
bagian atasnya yang akan melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas
segitiga dan bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti
sirkular.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan
otot-otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.tirohioid) ini
akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otototot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,
aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan
tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian
depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hipoepiglotica,
lateral.
M.tiroepiglotica,
M.vocalis,
M.tiroaritenoid,
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum
tiroepiglotic, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago
krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid,
konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah
M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.
Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian,
yaitu vestibulum laring , glotic dan subglotic.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita
ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventriculus laring morgagni.
Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan
terletak dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua
puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic
adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plicavocalis).
Persyarafan
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus
superior dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran
saraf
motorik
dan
sensorik.
Nervus
laryngeus
superior
mempersarafi
udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi
seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada
dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang
mengemukakan bagaimana suara terbentuk:
Teori Myoelastik Aerodinamik
Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung
menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan
memposisikan plika vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan
plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari
proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat,
dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis terbuka.
Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara
otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang
pertama kali pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi
pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis
akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis
melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran
udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif pada dinding
celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan kembali ke posisi semula (adduksi)
sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan
terulang kembali.
Teori Neuromuskular.
Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari
getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N.
Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang
dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis.
Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah
10
benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis
bilateral).
2. Fungsi Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otototot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada
pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid
melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan
epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah
proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke
lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus.
3. Fungsi Respirasi.
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga
dada
dan
M.
Krikoaritenoideus
Posterior
terangsang
sehingga
tinggi akan
4. Fungsi Sirkulasi.
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian
tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding
laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti
jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor
dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui
11
12
9. Fungsi Emosi.
Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada
waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan.
2.2. Definisi Papiloma Laring
Papiloma laring adalah suatu tumor jinak pada laring yang berasal dari
jaringan epitel skuamosa. Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang
paling banyak dijumpai. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma
Virus (HPV). Papiloma tampak sebagai kutil yang berbentuk soliter atau multipel
pada pita suara, tetapi dapat juga terletak di supraglotis dan kadang-kadang di
infraglotis.
2.3. Epidemiologi
Angka kejadian papiloma laring sering dijumpai anak-anak 80% pada
kelompok usia di bawah 7 tahun, sedangkan pada orang dewasa 20-40 tahun.
Menurut Lee, di Amerika Serikat terdapat 1500 sampai 2500 kasus baru setiap
tahunnya. Pada anak-anak angka insiden diperkirakan 4,3 kasus per 100.000
populasi dan pada dewasa 1,8 kasus per 100.000 populasi. Peneliti dari Denmark
mendapatkan angka insiden pada anak-anak sama dengan di Amerika Serikat.
Menurut jenis kelamin, perbandingan juvenile-onset recurrent respiratory
papillomatosis (JORRP) pada laki-laki dan perempuan sama banyak sedangkan
adult-onset respiratory papillomatosis (AORRP) lebih sering dijumpai pada lakilaki dengan perbandingan 4:1.
2.4. Etiologi
Penyebab papiloma laring berupa human papilloma virus (HPV) tipe 6,11
dan menginfeksi sel-sel epitel. Diperkirakan penyebaran penyakit ini adalah pada
saat lahir dari ibu yang terkena genital warts. Pada mukosa sel normal yang
berdekatan dengan papiloma, juga mengandung DNA virus yang bisa teraktifasi
menjadi lesi rekuren. Papiloma pada anak lebih sering multipel dan kambuh
daripada dewasa. Sedangkan papiloma pada dewasa biasanya tunggal tetapi
cenderung berubah menjadi ganas dengan dijumpai subtipe yang spesifik yaitu
HPV 16. Pada pasien dengan papiloma laring, mukosa normalnya terdapat HPV
13
pada 20% kasus, sebaliknya pada mukosa jalan nafas yang normal ditemukan
HPV pada 4% kasus.
Teori lainnya yang dikemukakan adalah teori faktor hormonal dan beberapa
faktor penyebab papiloma laring yaitu sosial ekonomi rendah dan higiene yang
buruk. Infeksi saluran nafas kronik dan kelainan imunologis. Papiloma laring
dapat tergantung pada hormon, dimana akan beregresi saat hamil atau pada
pubertas, jika menetap hingga dewasa, cenderung kurang agresif dan lebih lambat
kambuh. Perubahan menjadi ganas tanpa radiasi adalah jarang dan biasanya
terjadi pada pasien tua dengan riwayat merokok dan papiloma yang lama.
2.5. Tranmisi
Kejadian papilomatosis laring pada anak dapat terjadi akibat tranmisi HPV
pada saat kelahiran. Risiko tranmisi infeksi HPV dari ibu ke anak diperkirakan
berkisar 1:80 hingga 1:500. Risiko ini meningkat pada anak pertama yang lahir
pervaginam pada ibu usia muda yang menderita infeksi HPV genital. Shah dan
kashima menemukan satu dari 109 kasus papilomatosis laring pada anak yang
lahir dengan operasi Caesar. Pada kasus papilomatosis laring neonatal,
perkembangan penyakit mungkin telah terjadi saat di dalam kandungan.
Papilloma laring pada dewasa dapat terjadi akibat penularan HPV secara
seksual dengan banyak pasangan dalam jangka waktu lama dan kontak orogenital.
Namun, papilomatosis laring pada dewasa mungkin telah terjadi pada usia remaja
yang bersifat laten dan teraktivasi bila imunitas tubuh menurun.
2.6. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, papilomatosis laring terbagi dua :
1. Papilomatosis laring tipe juvenilis. Biasanya berupa lesi multipel dan
mudah kambuh sehingga membutuhkan eksisi yang berulang. Namun,
papilomatosis tipe ini dapat regresi secara spontan pada usia pubertas.
Pada anak yang menderita papilomatosis laring di bawah usia 3 tahun
memiliki resiko sebesar 3,6 kali untuk dioperasi lebih dari 4 kali tiap
tahun.
2. Papilomatosis laring tipe senilis. Biasanya berupa lesi tunggal dengan
tingkat rekurensi rendah dan kurang bersifat agresif, tetapi memiliki
resiko pre kanker yang tinggi.
14
dan berbahaya terhadap jalan nafas jika terjadi perubahan hormon, seperti pada
kehamilan.
Gambaran Makroskopis
Papiloma laring terlihat sebagai massa multinodular yang tumbuh eksofitik.
Tumor ini dapat berwarna merah muda atau putih. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Gupta, lokasi utama papiloma laring tipe senilis adalah pada glotis (75,6%),
dan supraglotis (23,6%) sebagai lokasi kedua tersering. Poenaru menemukan
papiloma laring tipe juvenilis terbanyak ditemukan pada komisura anterior dan
plika vokalis, diikuti pada komisura anterior dan posterior, plika vokalis, plika
ventrikularis dan permukaan epiglotis serta regio subglotik.
16
17
2.9. Diagnosis
Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis. Adanya suara parau sampai afonia. Suara serak merupakan
gejala paling sering dikeluhkan. Pada papiloma yang besar bisa terjadi
stridor sampai sesak nafas.
2. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan THT lengkap, meliputi laringoskopi
indirect dengan kaca laring, laringoskopi direct, kaku dan serat optik.
Pada
18
20
menghilangkan
papiloma
dan
atau
memperbaiki
dan
laringofissure,
mikrolaringoskopi
dan
ekstirpasi
mikrolaringoskopi
dengan
mikrolaringoskopi
dengan
diatermi,
forceps,
langsusng,
mikrokauter,
mikrolaringoskopi
dengan
Gambar 11. efek penggunaan PDL, papiloma yang terkena sinar laser
berubah menjadi putih.
b. Medikamentosa
21
mengandung
substansi
tersebut,
terapi
fotodinamik
efektif
2.13. Komplikasi
Pada umumnya papiloma laring pada anak dapat sembuh spontan ketika
pubertas, tetapi dapat meluas ke trakea, bronkus dan paru diduga akibat tindakan
trakeostomi, ekstirpasi yang tidak sempurna.
Progresifitas papiloma menjadi nskuamosa sel karsinoma (SCC) dapat
terjadi, tetapi hal ini jarang. Perubahan menjadi SCC ditandai juga dengan adanya
penyebaran ke paru. Komplikasi dari penyakit dan pembedahan termasuk stenosis
glottis posterior, web glottis anterior atau stenosis, stenosis subglottis, trakea
stenosis. Komplikasi intraoperasi termasuk pneumotorak dan perasaan terbakar
pada saluran nafas, yang dapat terjadi akibat trauma pada trakea dan paru.
Perbaikan pembedahan terhadap komplikasi ditunda sampai keadaan penyakit
membaik untuk beberapa tahun.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling banyak dijumpai.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Papiloma
tampak sebagai kutil yang berbentuk soliter atau multipel pada pita suara, tetapi
dapat juga terletak di supraglotis dan kadang-kadang di infraglotis. Penyebab
papiloma laring berupa HPV tipe 6,11 dan menginfeksi sel-sel epitel. Penyakit ini
cenderung kambuh sehingga disebut recurrent respiratory papillomatosis, dapat
tumbuh pada kedua pita suara asli dan pita suara palsu. Papiloma ini dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas atau perubahan suara. Penyakit ini sering
dijumpai pada anak-anak di bawah usia 12 tahun.
Papiloma laring terbagi dua yaitu papiloma laring tipe juvenilis biasanya
lesi multipel dan mudah kambuh dan senilis lesi tunggal dengan tingkat rekurensi
rendah dan kurang bersifat agresif. Gejala yang paling sering dijumpai adalah
suara serak. Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan
THT
serta
histopatologi.
Tujuan
pengobatan
papiloma
laring
adalah
23
24