Tugas MK:
Analisis Kebijakan Pangan dan Gizi
Dosen :
Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Sc
Oleh :
Sadar Ginting
I162150061
usaha tersebut kurang berhasil untuk mengangkat citra pangan non beras dan
mengubah pola pangan pokok masyarakat.
Pada tahun 1991/1992 pemerintah melalui Departemen Pertanian mulai
menggarap diversifikasi konsumsi melalui Program Diversifikasi Pangan dan Gizi
(DPG). Berbeda dengan kondisi dasa warsa 60-an yang semata-mata karena
terjadi krisis pangan, DPG dilakukan tatkala Indonesia sudah pernah mencapai
swasembada beras, dan masyarakat tergantung pada beras. Program DPG
bertujuan untuk mendorong meningkatnya ketahanan pangan di tingkat rumah
tanggadan mendorong meningkatnya kesadaran masyarakat terutama di pedesaan
untuk mengkonsumsi pangan yang beranekaragam dan bermutu gizi seimbang.
Fokus program DPG lebih diarahkan pada upaya pemberdayaan kelompok rawan
pangan di wilayah miskin dengan memanfaatkan pekarangan pada jangkauan
sasaran wilayah program yang terbatas, sehingga upaya yang dilakukan adalah
meningkatkan ketersediaan keanekaragaman pangan di tingkat rumah tangga.
Pada tahun anggaran 1998/1999 dilakukan revitalisasi program DPG untuk
memberikan respon yang lebih baik dalam rangka meningkatkan diversifikasi
pangan pokok. Upaya ini dilaksanakan dengan perubahan orientasi dari
pendekatan sempit (pemanfaatan pekarangan untuk menyediakan aneka ragam
kebutuhan pangan) ke arah yang lebih luas yaitu pemanfaatan pekarangan/kebun
sekitar rumah guna pengembangan pangan lokal alternatif.
Pembinaannya pun tidak terbatas pada aspek budi daya tetapi juga
meliputi aspek pengolahan dan penanganan pasca panen agar pangan lokal
alternatif ini dapat memenuhi selera masyarakat (Program DPG Pusat, 1998).
Departemen Kesehatan juga melaksanakan program diversifikasi konsumsi
pangan secara tidak langsung melalui program perbaikan gizi yang tujuan
utamanya untuk menurunkan angka prevalensi Kurang Energi Protein (KEP),
Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Yodium (GAKI), dan anemia
Kebijakan atau program secara langsung dan tidak langsung yang terkait
dengan diversifikasi konsumsi pangan terus digulirkan oleh pemerintah melalui
berbagai kegiatan dan dilakukan oleh banyak instansi. Sebagai contoh gerakan
sadar pangan dan gizi yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan, program
diversifikasi pangan dan gizi oleh Departemen Pertanian (1993-1998) dan lainlain.
Dari sisi kelembagaan, pada tahun 1989 pada kabinet Pembangunan VI
juga dibentuk Kantor Menteri Negara Urusan Pangan yang meluncurkan slogan
Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI). Pada tahun 1996 telah lahir Undangundang no. 7 tentang Pangan, kemudian pada tahun 2002 muncul Kepres No. 68
tentang Ketahanan Pangan. Pada tahun 2001, pada era Kabinet Gotong Royong
telah dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang dipimpin langsung oleh
Presiden (Suyono, 2002). Kepres ini kemudian diperbaharui melalui Perpres No
83 tahun 2006 tentang Dewan ketahanan pangan, dimana mempunyai tugas untuk
mengkoordinasikan
program
ketahanan
pangan
termasuk
tujuan
untuk
10
11
Konsumsi mi ini terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan rata-rata konsumsi
mi instant mencapai 28 bungkus per tahun
Perkembangan menarik dalam konsumsi pangan karbohidrat adalah
cenderung berubahnya pola konsumsi pangan pokok kelompok masyarakat
berpendapatan rendah, terutama di pedesaan, yang mengarah kepada beras dan
bahan pangan berbasis tepung terigu, termasuk mie kering, mie basah, mie
instan.Perubahan ini perlu diwaspadai karena gandum adalah komoditas impor
dan belum diproduksi di Indonesia, sehingga arah perubahan pola konsumsi itu
dapat menimbulkan ketergantungan pangan pada impor.
Diversifikasi konsumsi pangan pokok tidak dimaksudkan untuk mengganti
beras secara total tetapi mengubah pola konsumsi pangan masyarakat sehingga
masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya.
Pangan yang dikonsumsi akan beragam, bergizi dan berimbang. Di Indonesia
terdapat pedoman untuk mengukur diversifikasi konsumsi pangan termasuk
pangan pokok yang dikenal dengan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH yang
diharapkan mencapai angka 100, namun PPH penduduk Indonesia sampai pada
tahun 2008 baru sebesar 81,9. Pemerintah menetapkan melalui PP No. 22 tahun
2009, pada tahun 2015 PPH mencapai 95, yang berarti setiap tahun harus
meningkat sekitar 2,5. Dalam konsep PPH, setiap orang untuk setiap hari
dianjurkan mengkonsumsi pangan seperti berikut: Padi-padian 275 gr, Umbiumbian 100 gr, Pangan hewani150 gr, Minyak+Lemak 20 gr, Buah/biji berminyak
10 gr, Kacang-kacangan 35 gr, Gula : 30,0 gr, dan Sayur + buah : 250 gr. Data
tersebut mengindikasikan bahwa dalam setahun kebutuhan dari kelompok padipadian yang terdiri beras, jagung dan terigu untuk konsumsi langsung penduduk
sebesar 99 kg/kapita.
Upaya diversifikasi konsumsi pangan dari padi-padian dapat dilakukan
dengan mengurangi konsumsi beras dan meningkatkan konsumsi pangan dari
komoditas jagung. Untuk terigu, karena bahan baku gandum harus diimpor maka
sebaiknya konsumsi terigu dan turunannya dikurangi. Sementara konsumsi dari
umbi-umbian seharusnya sebesar 36 kg/kapita/tahun yang berasal dari ubikayu,
ubijalar, sagu dan umbi-umbi lainnya. Namun kenyataannya 71 Prosiding Pekan
12
13
3.
sebagai berikut:
1. Penurunan konsumsi beras dan terigu :
Penerapan One Week No Rice.
Pengembangan pangan pokok : beras non padi, bubur tepung dan pati,
aneka mi dan pasta.
pengembangan kudapan (snack) dari tepung, tepung-tepungan dari bahan
baku lokal.
pengembangan teknologi bioproses dan nano untuk meningkatkan
keragaman pangan.
2. Pengembangan pangan pokok non padi spesifik lokasi :
Wilayah Indonesia Bagian Barat: pangan pokok berbentuk beras.
Wilayah Indonesia Bagian Tengah: pangan pokok berbentuk bubur dari
tepung.
Wilayah Indonesia Bagian Timur: pangan pokok berbentuk bubur dari pati.
3. Pengurangan susut hasil (yield losses) dan peningkatan rendemen produk
pangan:
Perbaikan metode pengukuran susut hasil.
Perbaikan konfigurasi proses penggilingan padi.
Penerapan sistem manajemen mutu.
4. Peningkatan kualitas gizi dan keamanan pangan :
Pengembangan teknologi fortifikasi untuk pengkayaan kandungan gizi
bahan pangan konvensional.
Pengembangan teknologi bioproses dan nano pangan untuk peningkatan
kualitas gizi.
14
terakhir, pemerintah
menetapkan
kebijakan
percepatan
15
16