PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan RI menyatakan
perilaku merokok penduduk usia 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan
dari 2007-2013, bahkan cenderung mengalami peningkatan dari 34,2% pada 2007
menjadi 36,2% pada 2013. Selain itu, data riset tersebut juga menunjukkan bahwa
pada 2013, sebanyak 64,9% warga yang masih menghisap rokok adalah berjenis
kelamin laki-laki dan sisanya sebesar 2,1% adalah perempuan. Di samping itu,
juga ditemukan bahwa 1,4% perokok masih berumur 10-14 tahun, dan sebanyak
9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja. Sedangkan rerata jumlah batang
rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3% batang. Bervariasi dari yang terendah 10
batang di DIY dan tertinggi di Bangka Belitung 18,3 batang (Riset Kesehatan
Dasar, 2013). Bahkan, yang lebih mencengangkan lagi, menurut penelitian terbaru
dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), sebuah organisasi riset
global di Universitas Washington, jumlah pria perokok di Indonesia meningkat
dan menempati peringkat kedua di dunia dengan 57% di bawah Timor Leste 61%.
Di bawah Indonesia ada Laos (51,3%), China (45,1%) Kamboja (42,1%).
Perilaku merokok di masyarakat tidak terjadi tanpa adanya hal-hal yang
mendorong perokok untuk melakukan tindakan tersebut. Banyak faktor yang
mendorong individu untuk merokok. Secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok adalah faktor lingkungan yang terdiri dari
lingkungan keluarga dan lingkungan sebaya, serta kepuasan psikologis. Kepuasan
psikologis memberi sumbangan yang lebih tinggi, yaitu mencapai 40,9% dari
pada sumbangan sikap permisif orang tua dan lingkungan teman sebaya yang
hanya mencapai 38,4%. Hal ini memberikan gambaran bahwa perilaku merokok
bagi subjek dianggap memberikan kenikmatan dan menyenangkan (Komalasari
dan Helmi, 2006).
Pada umumnya perokok merasakan tidak adanya resiko dari perilaku
merokok mereka, karena tidak ada kejadian nyata yang dapat membuat mereka
percaya bahwa penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok tersebut benar
adanya dan tidak hanya sebatas iklan. Perokok juga kurang menghiraukan resiko
terkena penyakit akibat rokok, selama dia mendapatkan manfaat dari rokok
tersebut yakni menghilangkan rasa stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Klinke
dan Meeker dalam Komalasari (2006) bahwa motif para perokok adalah relaksasi.
Dengan merokok dapat mengurangi ketegangan, memudahkan konsentrasi,
pengalaman yang menyenangkan, dan relaksasi. Perokok lebih memilih merokok
untuk membantu menghadapi masalah daripada mengkonsumsi minuman keras.
Komalasari dan Helmi (2006), menambahkan bahwa merokok bagi remaja
mempunyai kaitan yang erat dengan aspek psikologis terutama aspek positif yaitu
sejumlah 92,6% sedangkan efek negatif hanya sebesar 7,5% (pusing, ngantuk, dan
pahit). Perilaku merokok ini berkaitan erat dengan kondisi emosi. Kondisi yang
paling banyak prilaku merokok yaitu ketika subjek dalam tekanan atau stres yaitu
40,9%. Individu yang merokok banyak beranggapan bahwa rokok dapat
membantunya merasa lega dan santai saat stres, padahal yang dirasakan itu
merupakan bentuk ketergantungan terhadap nikotin.
Kaum remaja mulai merokok karena berkaitan dengan adanya krisis aspek
psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka
sedang mencari jati dirinya. Hal ini disebabkan karena masa remaja adalah masa
transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, sehingga terjadinya perubahanperubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif,
emosi, social dan pencapaian. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan
permasalahan. Selain itu masa remaja juga merupakan masa badai dan tekanan
(storm and stress) (Hall dalam Asrori, 2009).
Siswa pada umumnya memiliki tipe merokok karena pengaruh negatif. Hal
ini ditunjukkan oleh siswa yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan
negatif atau tertekan, misalnya bila marah, cemas ataupun gelisah, dan ketakutan.
Hasil ini didukung oleh Tyas dan Pederson dalam Hartini dkk (2012) yang
menyatakan bahwa stres berkaitan dengan pemeliharaan perlaku merokok.
Banyak faktor yang menyebabkan remaja stres. Faktor yang menyebabkan
remaja atau siswa stres diantaranya adalah faktor internal (fisik, kognitif, dan
kepribadian) dan faktor eksternal (lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat). Menurut penelitian Sudiana dalam Sari (2011) yang
dilakukan pada siswa SMK, faktor yang paling dominan menyebabkan siswa stres
adalah faktor sekolah.
Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun
beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis,
dan sosial. Jika remaja tidak mampu mengatasi perubahan-perubahan tersebut
dengan baik dan ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial
menyebabkan remaja berada dalam kondisi di bawah tekanan atau stres dan terjadi
permasalahan lainnya sehingga berakibat pada perilaku-perilaku negatif. Beberapa
permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan
karakteristik yang ada pada diri remaja. Perilaku berisiko yang paling sering
dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey,
2002).
Stres merupakan bagian yang tidak terhindar dari kehidupan. Stres dapat
mempengaruhi setiap orang, termasuk remaja. Sumber stres pada remaja laki-laki
dan perempuan pada umumnya sama, namun dampak beban ini berbeda pada
remaja perempuan dan laki-laki. Remaja perempuan lebih peka terhadap
lingkungannya. Prestasi mereka lebih baik dibanding remaja laki-laki. Nilai
mereka di sekolah lebih baik, mareka juga lebih menonjol. Tuntutan dan motivasi
mereka lebih tinggi. Akibatnya, remaja perempuan menderita beban psikis seperti
cemas, tidak senang, sakit punggung dan sakit kepala. Sedangkan remaja laki-laki
yang mengalami stres akan lebih sering merokok dan minum alkohol, sehingga
dapat dikatakan bahwa stres merupakan salah satu keadaan yang menyebabkan
remaja merokok (Nasution, 2007).
Banyaknya tuntutan yang dihadapi menyebabkan siswa rentan mengalami
stres. Hal ini diperkuat oleh Lubis dan Nurlaila (2010) yang mengatakan bahwa saat
ini tingkat stres pelajar meningkat lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan era
depresi besar pada tahun 1938.
Berdasarkan observasi peneliti pada saat survey awal di siswa SMA Negeri 1
Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara didapati bahwa banyak dari siswa sekolah
tersebut yang merupakan perokok aktif, termasuk siswa yang masih Kelas X dan XI.
Sebagian besar siswa yang merokok di lingkungan sekolah adalah laki-laki. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bauer (2006) yang menemukan bahwa
hampir di seluruh negara di dunia terutama negara-negara berkembang, jumlah
perokok laki-laki lebih banyak dibanding wanita.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BP diperoleh informasi bahwa
sampai saat ini belum ada data mengenai jumlah perokok di SMA Negeri 1 Kutacane
Kabupaten Aceh Tenggara. Guru BP juga menjelaskan bahwa sebenarnya telah ada
larangan merokok bagi seluruh siswa di lingkungan sekolah. Namun, masih banyak
siswa yang merokok di lingkungan sekolah, terutama di sekitar kamar mandi, dan ada
beberapa orang yang merokok di kantin sekolah. Keberanian siswa merokok di
lingkungan sekolah dikarenakan belum adanya hukuman bagi siswa apabila
kedapatan merokok di lingkungan sekolah.
Perilaku merokok pada siswa SMA Negeri 1 Kutacane Kabupaten Aceh
Tenggara dapat disebabkan karena stres yang dihadapi siswa dalam menjalani proses
pendidikan. Pengamatan awal dilakukan di SMA Negeri 1 Kutacane Kabupaten
Sebagai bahan informasi bagi siswa tentang tingkat stres dengan kejadian
perilaku merokok, sehingga siswa dapat mencari kegiatan yang lebih positif
sebagai upaya pencegahan perilaku merokok.
3. Bagi staf akademik dan mahasiswa
Sebagai sumber informasi bagi staf akademik dan mahasiswa dalam upaya
mencegah perilaku merokok melalui pengendalian tingkat stres.
4. Bagi kepustakaan
Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu keperawatan yang aplikatif,
khususnya dalam upaya mencegah perilaku merokok pada siswa SMA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres
2.1.1 Pengertian Stres
Stres diartikan oleh beberapa ahli sebagai suatu respon individu, baik
berupa respon fisik maupun psikis, terhadap tuntutan atau ancaman yang dihadapi
sepanjang hidupnya, yang dapat menyebabkan perubahan pada diri individu, baik
perubahan fisik, psikologi, maupun spiritual. Stres sebagai respon yang tidak
dapat dihindari oleh individu yang diperlukan untuk memberikan stimulus
terhadap perubahan dan pertumbuhan (Asmadi, 2008).
2.1.2 Penyebab Stres
Penyebab stres (stresor) adalah segala situasi atau pemicu yang
menyebabkan individu merasa tertekan atau terancam. Stresor yang sama akan
dinilai berbeda oleh setiap individu. Penilaian individu terhadap stresor akan
mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap stresor yang membuat stres (Safaria dan Saputra, 2009). Stres pada
individu dapat terjadi karena tuntutan-tuntutan yang individu diletakan dalam diri
sendiri. Losyk (2005) mengklasifikasikan stresor menjadi dua, yaitu stressor
internal dan stresor eksternal. Stresor internal adalah penyebab stres yang berasal
dari dalam diri individu, dan stresor eksternal adalah penyebab stres yang berasal
dari luar diri individu.
Penyebab stres yang terjadi pada pelajar selama menjalani pendidikan
adalah tuntutan akademik, penilaian sosial, manajemen waktu serta persepsi
10
1. Stres Ringan
Stres ringan adalah stres yang dihadapi secara teratur, biasanya dirasakan
setiap individu, misalnya lupa, banyak tidur, kemacetan, dan kritikan. Fase ini
seseorang mengalami peningkatan kesadaran dan lapang persepsinya. Stres
biasanya berakhir dalam beberapa menit atau jam dan tidak menimbulkan
penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
2. Stres Sedang
Stres sedang adalah stres yang terjadi lebih lama, dari beberapa jam
sampai hari. Fase ini ditandai dengan kewaspadaan, fokus pada indra penglihatan
dan pendengaran, peningkatan ketegangan dalam batas toleransi, dan mampu
mengatasi situasi yang dapat mempengaruhi dirinya. Contoh stres sedang yang
sering perselisihan antarteman, tugas yang berlebihan, mengharapkan liburan,
permasalahan keluarga.
3. Stres Berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai tahun.
Semakin sering dan lama situasi stres, semakin tinggi resiko kesehatan yang
ditimbulkan. Hal tersebut terjadi karena pada tahap ini individu tidak mampu
menggunakan koping yang adaptif, tidak mampu melakukan kontrol aktifitas fisik
dalam jangka waktu yang lama, dan sulit fokus pada satu hal terutama dalam
memecahkan masalah.
2.1.5 Dampak Stres
Stres yang dialami oleh individu akan menimbulkan dampak positif atau
negatif. Stres dapat meningkatkan kemampuan individu dalam proses belajar dan
11
berpikir. Dampak negatif stres dapat berupa gejala fisik maupun psikis dan akan
menimbulkan gejala-gejala tertentu. Pengelompokkan dampak negatif stres yang
dirasakan oleh individu ada dalam lima gejala, yaitu gejala fisiologis, psikologis,
kognitif, interpersonal, dan organisasional (Safaria dan Saputra, 2005).
Gejala fisiologis yang dirasakan individu berupa keluhan seperti sakit
kepala, sembelit, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah
tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan, susah tidur, dan
kehilangan semangat. Selain dampak fisiologis, individu yang mengalami stres
akan mengalami perubahan kondisi psikis berupa perasaan gelisah, cemas, mudah
marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih, dan depresi. Perubahan psikologis
akibat stres akan mempengaruhi penurunan kemampuan kognitif, seperti sulit
berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan
dan pikiran kacau. Dampak negatif stres yang mudah diamati antara lain sikap
acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, dan mudah menyalahkan
orang lain (Safaria dan Saputra, 2005).
2.1.6 Respon Stres
Individu diharapkan mampu beradaptasi ketika menghadapi stres sehingga
individu kembali berada pada titik keseimbangan diri dan memiliki energi untuk
menghadapi stresor selanjutnya. Respon adaptasi yang terjadi dapat berupa
adaptasi fisiologi dan psikologi. Brunner dan Suddarth (2007) mengidentifikasi
dua respon stres, yaitu Local Adaptation Syndrome, LAS dan General Adaptation
Syndrome, GAS.
12
13
timbulnya penyakit dalam sebuah organ atau sistem tubuh. Tingginya tingkat stres
ini juga dapat menyebabkan seseorang menjadi gugup, lelah, dan sering kali
marah-marah. Tahap terakhir adalah tahap penghabisan, tahap di mana jika stres
tetap berlangsung, jaringan dan sistem organ tubuh bisa rusak. Dalam jangka
waktu yang panjang, keadaan ini bisa menimbulkan penyakit atau kematian.
2.2. Rokok
2.2.1. Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120
mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi
daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok adalah hasil olahan tembakau
terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam
Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Triswanto,
2007).
2.2.2 Bahan Baku Rokok
Rokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman Nicotiana
Tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan untuk sigaret, cerutu,
tembakau untuk pipa serta pemakaian oral. Di Indonesia, tembakau ditambah
cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek,
tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok
pipa, dan tembakau tanpa asap atau tembako kunyah (Triswanto, 2007).
14
15
16
6. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa
zat organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun
dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas
enzim.
7. Hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar
dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi
pigmen).
8. Kadmium
Kadmium adalah salah satu bahan beracun pembuat batu baterai. Jika
masuk ke dalam tubuh manusia, zat ini dapat meracuni jaringan tubuh terutama
ginjal.
9. Formaldehida
Formaldehida adalah sejenis gas tidak berwarna dengan bau tajam. Gas ini
tergolong sebagai pengawet dan pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun
keras terhadap semua organisme hidup.
2.3. Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus
atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang,
namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons
17
faktor
yang
dominan
yang
mewarnai
perilaku
seseorang
(Notoatmodjo, 2007).
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau
resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai
bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan
membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah, atau kawasan,
yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor).
Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan, yakni (Notoatmodjo, 2007) :
2.3.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
18
19
memberikan
jawaban
apabila
ditanya,
mengerjakan,
dan
(valuing),
mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
20
kumulatif mengenai perilaku kesehatan, telah diidentifikasi tiga kelas faktor yang
mempunyai potensi dalam mempengaruhi kesehatan. Tiga faktor tersebut adalah
faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung
(enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong
(reinforcing factors). Masing-masing faktor ini mempunyai pengaruh yang
berbeda atas perilaku. Model ini dikembangkan untuk keperluan diagnosis,
perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka
kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari Predisposing, Reinforcing and
Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang
berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah
pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi
21
22
23
batang rokok dalam sehari. Perokok sedang adalah perokok yang menghisap 5-14
batang rokok per hari. Sedangkan perokok ringan merupakan perokok yang
menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari. Mu.tadin (2002) menggolongkan tipe
perilaku merokok berdasarkan tempat dimana seseorang menghisap rokok
menjadi dua golongan.
a. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik.
Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka
menikmati kebiasaan mereka merokok. Umumnya mereka masih menghargai
orang lain karena mereka menempatkan diri di smoking area. Sedangakn
kelompok yang heterogen (merokok di tengah-tengah orang lain yang tidak
merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
b. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi.
Tempat yang bersifat pribadi contohnya kantor dan kamar tidur pribadi.
Perokok memilih tempat-tempat seperti ini digolongkan sebagai individu yang
kurang menjaga kebersihan diri dan selalu gelisah. Selain itu, toilet juga menjadi
salah satu tempat merokok. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang
yang suka berfantasi.
2.5.3. Motivasi Perilaku Merokok
Laventhal dan Cleary dalam Smet (2004) menyatakan motivasi seseorang
merokok terbagi menjadi dua motivasi utama, yaitu:
24
1. Faktor Psikologis
Pada umumnya faktor-faktor tersebut terbagi dalam lima bagian yaitu :
a. Kebiasaan
Perilaku merokok adalah sebuah perilaku yang harus tetap dilakukan tanpa
adanya motif yang bersifat positif ataupun negatif. Seseorang merokok hanya
untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan tertentu.
b. Reaksi emosi yang positif
Merokok digunakan untuk menghasilkan reaksi yang positif, misalnya rasa
senang, relaksasi dan kenikmatan rasa. Merokok juga dapat menunjukkan
kejantanan (kebanggaan diri) dan menunjukkan kedewasaan.
c. Reaksi untuk penurunan emosi
Merokok ditunjukkan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa,
ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain.
d. Alasan sosial
Merokok ditunjukkan untuk mengikuti kebiasaan merokok, identifikasi
perokok lain, dan menentukan image diri seseorang.
e. Kecanduan dan ketagihan
Seseorang merokok karena mengaku telah mengalami kecanduan karena
kandungan nikotin dalam rokok. Semula hanya mencoba-coba merokok, tetapi
akhirnya tidak dapat menghentikan kebiasaan tersebut karena kebutuhan tubuh
akan nikotin.
2. Faktor Biologis
Faktor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada di dalam rokok
yang dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok secara biologis.
25
tekanan
darah,
memperpendek
umur,
penurunan
vertilitas
(kesuburan) dan nafsu seksual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh darah,
penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia (penglihatan kabur), kulit menjadi
kering, pucat, dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan (sehingga terjadi
iritasi mata, hidung, dan tenggorokan) (Smet, 2004).
26
Tingkat Stres:
a. Ringan
a. Pengetahuan
b. Sedang
b. Sikap
c. Berat
c. Tindakan
d.
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan sementara dari penelitian yang masih perlu
diuji kebenarannya. Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: Ada hubungan tingkat stres dengan kejadian perilaku merokok
pada siswa SMA Negeri 1 Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional
yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan perilaku merokok pada
siswa SMA Negeri 1 Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara.
3.2.
3.2.1. Lokasi
Penelitian ini rencananya akan dilakukan di SMA Negeri 1 Kutacane
Kabupaten Aceh Tenggara.
3.2.2. Waktu
Waktu penelitian akan dilakukan dari bulan Januari sampai dengan
Februari 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Kelas X dan XI di
SMA Negeri 1 Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara, yaitu sebanyak 172 siswa.
3.3.2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Jumlah sampel
ditentukan dengan menggunakan rumus (Riduwan, 2008) :
n
N
N .d 2 1
27
28
Dimana : n
= jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = presesi yang ditetapkan (d = 10%)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel (n) sebagai berikut :
n
172
172 (0,1) 2 1
172
172 0,01 1
n = 63,2
63 orang
Penentuan
besar
sampel
masing-masing
kelas
dilakukan
secara
proporsional. Besar sampel masing-masing kelas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1.
29
30
a) Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan tentang bahaya merokok dengan menggunakan
kuesioner sebanyak 10 pertanyaan. Apabila responden dapat menjawab dengan
benar diberi nilai 1, dan apabila jawaban salah diberi nilai 0. Sehingga jumlah
skor tertinggi yang dapat diperoleh responden adalah 10. berdasarkan skor yang
diperoleh, maka pengetahuan dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Baik, apabila skor yang diperoleh 8-10.
b. Kurang, apabila skor yang diperoleh 5-7
c. Buruk, apabila skor yang diperoleh 0-4
b) Sikap
Pengukuran sikap terhadap merokok dengan menggunakan kuesioner
sebanyak 5 pertanyaan. Apabila responden dapat menjawab dengan setuju diberi
nilai 2, menjawab kurang setuju diberi nilai 1, dan apabila menjawab tidak setuju
diberi nilai 0. Sehingga jumlah skor tertinggi yang dapat diperoleh responden
adalah 10. berdasarkan skor yang diperoleh, maka sikap dikategorikan menjadi 3
kategori, yaitu:
a. Baik, apabila skor yang diperoleh 8-10.
b. Kurang, apabila skor yang diperoleh 5-7
c. Buruk, apabila skor yang diperoleh 0-4
c) Tindakan
31
x2
2
fe
fe
Dimana:
2: Nilai chi-kuadrat
fe: Frekuensi yang diharapkan
fo: Frekuensi yang diperoleh/diamati
32
DAFTAR PUSTAKA
di
SMP
Negeri
[Online].
Jatinangor.
Dari:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=103578&val=1378
2007.
Rokok
dan
bahayanya.
http://www.kompas.com/read/artikel/
[Online].
Dari:
rokok_dan_bahayanya.html.
Lubis dan Nurlaila. 2010. Mengapa tingkat stres pelajar makin tinggi. [Online].
Dari:
www.vivanews.com/news/read/120642-
33
Safaria, T. dan Saputra, NE. 2009. Manajemen Emosi. Jakarta : Bumi Aksara.
Sari N.I. 2011. Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Perilaku Merokok Pada Siswa
Laki-Laki Perokok SMKN 2 Batusangkar. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Smet, B. 2004. Psikologi kesehatan. Semarang: PT. Gramedia
Triswanto,
S.
2007.
Tentang
rokok.
[Online].
http://triswanto.com/read/article/2007/10/04/tentang-rokok.html.
: 1101158
Dari:
34
Yudi Haryanto
35
secara sukarela dan tidak akan merugikan saya. Saya juga menyadari bahwa segala
informasi pada penelitian ini adalah rahasia dan hanya digunakan untuk tujuan
penelitian. Dengan demikian saya bersedia untuk menjadi responden penelitian.
Reponden
KUESIONER
HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PERILAKU MEROKOK
PADA SISWA SMA NEGERI 1 KUTACANE
KABUPATEN ACEH TENGGARA
: ..
Kelas
: ..
36
Pernyataan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
pun
Saya merasa malas untuk malakukan kegiatan apa
8.
9.
10.
11.
12.
13.
pun.
Saya putus asa dengan keadaan diri saya
Kepala saya mudah pusing
Saya tidak bisa berkonsentrasi untuk pekerjaan saya.
Badan saya terasa lelah
Pikiran saya lelah
Saya kehilangan kesabaran ketika mengerjakan tugas-
14.
15.
16.
17.
18.
tugas sekolah.
Saya mengalami kepenatan
Saya ingin memarahi orang lain
Saya ingin memukul orang lain
Saya memiliki beban sekolah yang berat.
Saya merasa tidak mampu mengendalikan perilaku
19.
saya.
Saya bingung apa yang harus saya lakukan untuk
kemajuan prestasi saya.
Jawaban
1 2 3
37
20.
38
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
c. Perokok aktif dan pasif
5. Bahaya kesehatan apa yang ditimbulkan oleh rokok?
a. Ashma
b. Penyakit jantung
c. Pikun
6. Apakah di dalam rokok terdapat zat kimia yang berbahaya?
a. Ada
b. Tidak
c. Tidak tahu
7. Apakah anda tahu zat kimia berbahaya yang terdapat dalam rokok?
a. Ada
b. Tahu
c. Tidak tahu
8. Zat kimia apa yang ada di bawah ini yang berbahaya untuk kesehatan?
a. Tar
b. Nikotin
c. Tidak tahu
9. Zat apakah yang ada di dalam rokok yang dapat membuat kecanduan?
a. Tar
b. Nikotin
c. Tidak tahu
10. Apakah anda mengetahui adanya peraturan yang melarang merokok di tempat
umum, sarana kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, arena
kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum?
a. Ada
b. Tahu
c. Tidak tahu
39
2. Sikap
1. Anda akan tetap merokok walaupun ada orang yang terganggu dengan asap
rokok anda?
a. Setuju
b. Kurang setujua
c. Tidak Setuju
2. Anda lebih percaya diri jika sedang merokok?
a. Setuju
b. Kurang setujua
c. Tidak Setuju
3. Anda bebas merokok dimana saja anda ingin merokok?
a. Setuju
b. Kurang setujua
c. Tidak Setuju
4. Menghirup udara bebas asap rokok merupakan hak asasi manusia?
a. Setuju
b. Kurang setujua
c. Tidak Setuju
5. Pemerintah sebaiknya menaikkan harga rokok?
a. Setuju
b. Kurang setujua
c. Tidak Setuju
3. Tindakan
40