Anda di halaman 1dari 7

PSIKOLOGIA • Volume I • No.

2 • Desember 2005

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN PERILAKU MEROKOK


PADA REMAJA LAKI-LAKI
Hasnida dan Indri Kemala
P S. Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Intisari
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara stres dan perilaku merokok pada remaja laki-laki. Hipotesis penelitian ini adalah bahwa
ada hubungan positif antara stres dan perilaku merokok pada remaja laki-laki. Penelitian ini
melibatkan 98 orang siswa SMA Negri I Medan dan SMA Swasta Mehodist I Medan dengan
karakteristik sampel berjenis kelamin laki-laki, usia 15-18 tahun dan berperilaku merokok.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Alat ukur yang
digunakan adalah Skala Stres dan Skala Perilaku Merokok. Teknik analisa data yang
digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment.. Dari hasil penelitian diperoleh
kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara stres dan perilaku
merokok pada remaja dengan koefisien korelasi sebesar 0.792,(p < 0.01) yang artinya apabila
tingkat stres pada remaja laki-laki tinggi maka semakin tinggi kecenderungan perilaku
merokok pada remaja laki-laki. Juga dapat diketahui bahwa sumbangan efektif variabel stres
terhadap peningkatan perilaku merokok adalah sebesar 63 %.
Kata Kunci : Stres, Perilaku Merokok, Remaja Laki-Laki

Abstract
The study was a corelational, aimed to find the association between stress and smoking
behaviour in male teenagers. The hypothesis of the study was that there is a positive
relationship between stress and smoking behaviour in male teenagers. The sample were 98
students from SMA Negri I Medan and SMA Methodist I Medan characterized by age of 15-
18 years old, male and having a smoking behaviour. Sampling was conducted with cluster
random sampling technique. Data was analyzed using Pearson Product Moment correlation
technique. This study conducted that there is a significant positive relationship between stress
and smoking behaviour in male teenager gives a high tendency of smoking behaviour (0.792, p
< 0.01) The study also showed an effective contribution of stress variable towards the
increasing of smoking behaviour of 63%.
Key words : Stress, Smoking Behaviour, Male Teenager.

PENDAHULUAN Sumber-sumber stres pada remaja berasal dari


Stres merupakan bagian yang tidak terhindarkan beberapa faktor antara lain faktor biologis, faktor
dari kehidupan. Stres mempengaruhi setiap keluarga, faktor sekolah, faktor teman sebaya dan
orang, bahkan anak-anak. Kebanyakan stres di faktor lingkungan sosial (Needlman, 2004).
usia remaja berkaitan dengan masa pertumbuhan. Compas (Ormachea, 2004) mengatakan bahwa
Remaja khawatir akan perubahan tubuhnya dan remaja laki-laki paling sering mengalami konflik
mencari jati diri. Sebenarnya remaja dapat dengan orang tua dan guru. Mereka sering
membicarakan masalah mereka dan menentang aturan-aturan yang ada, baik itu
mengembangkan keterampilan menyelesaikan peraturan yang ada di sekolah maupun di rumah.
masalah, tetapi karena pergolakan emosional dan Remaja laki-laki sering tidak mengerjakan tugas-
ketidakyakinan remaja dalam membuat tugas di sekolah, tidak masuk sekolah, dan
keputusan penting, membuat remaja perlu melakukan kenakalan-kenakalan lain seperti
mendapat bantuan dan dukungan khusus dari merokok, menggunakan obat terlarang dan berkelahi
orang dewasa (“Mengatasi,” 2002). dengan teman-temannya.

92
Hasnida dan Indri Kemala Hubungan antara Stres dan Perilaku Merokok...

Jika dilihat data-data mengenai keterlibatan Penelitian yang dilakukan oleh Komasari dan
remaja dalam berbagai perilaku negatif, maka kita Helmi (2000) menyatakan bahwa kepuasan
akan menemukan angka-angka yang mengejutkan psikologis merupakan faktor terbesar dalam perilaku
dan mengkhawatirkan. Kelompok Smoking and merokok pada remaja. Hasil dari penelitian ini juga
Health memperkirakan sekitar enam ribu remaja didapatkan bahwa stres adalah kondisi yang paling
mencoba rokok pertamanya setiap hari dan tiga banyak menyebabkan perilaku merokok pada remaja.
ribu di antaranya menjadi perokok rutin (“Stop”, Konsumsi rokok ketika stres merupakan upaya-
2000). upaya pengatasan masalah yang bersifat emosional
Perilaku merokok pada remaja umumnya atau sebagai kompensatoris kecemasan yang
semakin lama akan semakin meningkat sesuai dialihkan terhadap perilaku merokok.
dengan tahap perkembangannya yang ditandai Tandra (2003) menyayangkan meningkatnya
dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas jumlah perokok di kalangan remaja meskipun telah
merokok, dan sering mengakibatkan mereka mengetahui dampak buruk rokok bagi kesehatan,
mengalami ketergantungan nikotin (Laventhal dan menyebutkan bahwa 20% dari total perokok di
dan Cleary dalam Mc Gee, 2005). Indonesia adalah remaja dengan rentang usia antara
Smet (dalam Komasari & Helmi, 2000) 15 hingga 21 tahun. Meningkatnya prevalensi
menyatakan bahwa usia pertama kali merokok merokok di negara-negara berkembang, termasuk di
pada umumnya berkisar antara 11 – 13 tahun Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan
dan pada umumnya individu pada usia tersebut masalah merokok menjadi semakin serius (Tulakom
merokok sebelum berusia 18 tahun. Data
WHO juga semakin mempertegas bahwa & Bonet, 2003).
jumlah perokok yang ada di dunia sebanyak Rice (1987) mengatakan bahwa stres adalah
30% adalah kaum remaja. Penelitian di Jakarta suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang
menunjukkan bahwa 64.8% pria dan dengan menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson
usia di atas 13 tahun adalah perokok (Tandra, (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada
2003). Bahkan menurut data pada tahun 2000 peristiwa yang dirasakan membahayakan
yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi
(GYTS) dari 2074 responden pelajar Indonesia ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi inidvidu
usia 15 – 20 tahun, 43.9% (63% pria) mengaku terhadap situasi stres ini disebut sebagai respons
pernah merokok (“Mengapa”, 2004). stres.
Perokok laki-laki jauh lebih tinggi
Lazarus & Cohen (dalam Berry, 1998)
dibandingkan perempuan di mana jika diuraikan
mengklasifikasikan penyebab stres (stressor) ke dalam
menurut umur, prevalensi perokok laki-laki
tiga kategori, yaitu:
paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja
1. Cataclysmic events
laki-laki pada umumnya mengkonsumsi 11-20
Fenomena besar atau tiba-tiba terjadi, kejadian-
batang/hari (49,8%) dan yang mengkonsumsi
kejadian penting yang mempengaruhi banyak
lebih dari 20 batang/hari sebesar 5,6%. Yayasan
orang, seperti bencana alam.
Kanker Indonesia (YKI) menemukan 27,1% dari
2. Personal stressors
1961 responden pelajar pria SMA/SMK, sudah
Kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi
mulai atau bahkan terbiasa merokok, umumnya
sedikit orang atau sejumlah orang tertentu,
siswa kelas satu menghisap satu sampai empat
seperti krisis keluarga.
batang perhari, sementara siswa kelas tiga
3. Background stressors
mengkonsumsi rokok lebih dari sepuluh batang
Pertikaian atau permasalahan yang biasa terjadi
perhari (Sirait, dkk, 2001).
setiap hari, seperti masalah dalam pekerjaan dan
Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok
rutinitas pekerjaan.
yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya
rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut
Menurut Baldwin (2002) sumber stres pada
adalah:
remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya
1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa
batang rokok dalam sehari. cemas ketika sedang menghadapi masalah, sedangkan
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang pada remaja laki-laki ketika menghadapi masalah
rokok dalam sehari. cenderung lebih berperilaku agresif. Remaja laki-laki
3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang yang mengalami stres akan melakukan perbuatan negatif
rokok dalam sehari.

93
PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005

seperti mengkonsumsi rokok dan alkohol meliputi aspek: kognisi, emosi, dan perilaku sosial.
(Hurrelmann dalam Welle, 2004). Skor tinggi pada skala ini menunjukkan tingkat stres
Menurut Lewin (Komasari & Helmi, 2000) yang tinggi pada subjek dan sebaliknya skor rendah
perilaku merokok merupakan fungsi dari menunjukkan tingkat stres yang rendah pada subjek.
lingkungan dan individu. Artinya, perilaku
merokok selain disebabkan faktor-faktor dari
2. Perilaku Merokok
dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan.
Laventhal (Smet, 1994) mengatakan bahwa Skala perilaku merokok merupakan skala yang
merokok tahap awal dilakukan dengan teman- disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku merokok
teman (46%), seorang anggota keluarga bukan yang dikemukakan oleh Aritonang ((1997) yaitu
orang tua (23%) dan orang tua (14%). Hal ini fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari,
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh intensitas merokok, tempat merokok, dan waktu
Komasari dan Helmi (dalam Komasari dan merokok. Skor tinggi pada skala ini menunjukkan
Helmi, 2000) yang mengatakan bahwa ada tiga perilaku merokok yang tinggi pada subjek dan
faktor penyebab perilaku merokok pada remaja sebaliknya skor rendah menunjukkan perilaku
yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orang merokok yang rendah pada subjek.
tua terhadap perilaku merokok remaja, dan
pengaruh teman sebaya.
Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh HASIL PENELITIAN
para ahli untuk menjawab mengapa seseorang 1. Hasil Utama Analisa Data Penelitian
merokok. Menurut Levy (1984) setiap individu Dari hasil perhitungan dan pengujian korelasi
mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan dengan menggunakan Pearson Product Moment,
biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka diperoleh hasil rxy = 0.792 dengan p = 0.000.
merokok. Pendapat tersebut didukung oleh Smet Dengan demikian hipotesis yang diajukan terbukti,
(1994) yang menyatakan bahwa seseorang bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
merokok karena faktor-faktor sosio cultural seperti antara stres dan perilaku merokok pada remaja.
kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat Hipotesa penelitian diterima. Juga dapat diketahui
pendidikan.
bahwa sumbangan efektif variabel stres terhadap
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa stres yang dialami remaja laki- peningkatan perilaku merokok adalah sebesar 63%,
laki biasanya berasal dari konflik yang dialaminya sedangkan sisanya dipengaruhi variabel lain.
dengan lingkungan sosial dan orang tua. Stres
yang dialami remaja ini menyebabkan terjadinya Tabel 1. Product Moment Pearson Stres dengan
Perilaku Merokok
perilaku negatif pada remaja, salah satunya adalah
stres Plm
perilaku merokok, karena itu peneliti merasa Stress Pearson Correlation 1 .792(**)
tertarik melakukan suatu penelitian mengenai Sig. (2-tailed) . .000
hubungan antara stres dan perilaku merokok
N 98 98
pada remaja laki-laki.
Plm Pearson Correlation .792(**) 1
Sig. (2-tailed) .000 .
METODE PENELITIAN
N 98 98
Subyek Penelitian
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 98
orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah remaja laki-laki yang merokok. 2. Hasil Tambahan
Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah 2.1.Kategorisasi Stres dan Perilaku Merokok pada
remaja madya yang berumur 15-18 tahun, siswa Remaja Laki-Laki
SMA dan berperilaku merokok. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Mean
Adapun alat ukur yang digunakan di dalam empirik skala stres yang diperoleh sebesar 160.5
dengan SD empirik sebesar 12.9 dan Mean hipotetik
penelitian ini adalah:
sebesar 122.5 dengan SD hipotetik sebesar 24.5.
1. Skala Stres Hasil perbandingan antara skor Mean empirik
Skala stres merupakan skala yang disusun dengan Mean hipotetik menunjukkan bahwa Mean
berdasarkan aspek-aspek psikologis dari stres empirik lebih besar daripada Mean hipotetik, yang
yang dikemukakan oleh Sarafino (1994) yang berarti bahwa secara rata-rata subjek penelitian

94
Hasnida dan Indri Kemala Hubungan antara Stres dan Perilaku Merokok...

memiliki tingkat stres yang lebih tinggi daripada menyatakan adanya perubahan emosi selama
populasinya secara umum. merokok. Merokok dapat membuat orang yang stres
Kemudian berdasarkan kategorisasi menunjukkan menjadi tidak stres lagi. Menurut Parrot (2004),
bahwa sebagian besar remaja laki-laki termasuk perasaan ini tidak akan lama, begitu selesai merokok,
mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar
dalam kategori sedang sebesar 73.5%, sedangkan stres tidak terjadi lagi. Keinginan untuk merokok
sisanya 16.3% kategori tinggi dan 10.2% kategori kembali timbul karena ada hubungan antara
rendah. perasaan negatif dengan rokok, yang berarti bahwa
Berdasarkan perilaku merokok diperoleh para perokok merokok kembali agar menjaga mereka
Mean empirik skala perilaku merokok yang untuk tidak menjadi stres.
diperoleh sebesar 174.7 dengan SD empirik 2
Berdasarkan perolehan nilai koefisien determinan
sebesar 14.8 dan Mean hipotetik sebesar 132.5 (r ) yang diperoleh dari hubungan antara stres dan
dengan SD hipotetik sebesar 26.5. Hasil perilaku merokok pada remaja laki-laki adalah
perbandingan antara skor Mean empirik dengan sebesar 0.63, dapat dinyatakan bahwa kontribusi
stres terhadap perilaku merokok pada remaja laki-
Mean hipotetik menunjukkan bahwa Mean laki adalah sebesar 63%. Dari hasil ini dapat
empirik lebih besar daripada Mean hipotetik, yang disimpulkan bahwa terdapat 37% variabel lain yang
berarti bahwa secara rata-rata subjek penelitian berpengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja
memiliki tingkat perilaku merokok yang lebih laki-laki. Variabel lain tersebut dapat berupa faktor-
tinggi daripada populasinya secara umum. faktor yang mempengaruhi perilaku merokok
Kemudian berdasarkan kategorisasi menunjukkan bahwa (Komasari dan Helmi, 2000) yaitu kepuasan
sebagian besar remaja laki-laki termasuk dalam psikologis, sikap permisif orang tua terhadap
kategori sedang sebesar 72.4%, sedangkan sisanya perilaku merokok remaja dan pengaruh teman
18.4% kategori rendah dan 9.2% kategori tinggi. sebaya.
Hasil penelitian (Komasari dan Helmi, 2000)
menyatakan bahwa kepuasan psikologis merokok
DISKUSI diperkuat oleh efek-efek setelah merokok. Selain itu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Laventhal & Cleary (dalam Komasari dan
terdapat hubungan antara stres dan perilaku Helmi, 2000), merokok sudah menjadi salah satu
merokok pada remaja laki-laki. Hubungan yang bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating).
diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan Merokok dilakukan untuk memperoleh efek
bahwa hubungan antara stres dan perilaku fisiologis yang menyenangkan.
merokok pada remaja laki-laki adalah hubungan Menurut Komasari dan Helmi (2000), sikap
yang positif dengan rxy = 0.792 dan p = 0.000 permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja
artinya semakin tinggi tingkat stres maka semakin dan lingkungan teman sebaya merupakan prediktor
tinggi tingkat perilaku merokok pada remaja laki- yang cukup baik terhadap perilaku merokok remaja
laki, begitu juga sebaliknya semakin rendah yaitu sebesar 38.4%. Hal ini berarti bahwa faktor
tingkat stres maka semakin rendah tingkat lingkungan yaitu lingkungan keluarga dan
perilaku merokok pada remaja. lingkungan teman sebaya memberikan sumbangan
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang berarti dalam perilaku merokok remaja.
yang dilakukan oleh Parrot (2004) mengenai
hubungan antara stres dengan merokok yang
dilakukan pada orang dewasa dan pada remaja
Tabel 2. Kategorisasi Data Empirik Variabel Stres
Variabel Kategori Rentang Nilai Frekuensi Persentase
Rendah X < 148 10 10.2 %
Stres Sedang 148 • X <174 72 73.5 %
Tinggi X • 174 16 16.3 %

Tabel 3. Kategorisasi Data Empirik Variabel Perilaku Merokok


Variabel Kategori Rentang Nilai Frekuensi Persentase
Rendah X < 160 18 18.4 %
P. merokok Sedang 160 • X <190 71 72.4 %
Tinggi X • 190 9 9.2 %

95
PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005

Sedangkan menurut Mu’tadin (2002), faktor 1. Hendaknya, saat mengalami ketegangan (stres)
lain yang mempengaruhi remaja merokok adalah remaja laki-laki mencari alternatif lain pengganti
pengaruh orang tua, pengaruh teman, faktor rokok, seperti makan permen karet dan olah
kepribadian dan pengaruh iklan. raga.
Kemudian berdasarkan penelitian ini 2. Orang tua sebaiknya memberikan perhatian lebih
diperoleh mean empirik skala stres sebesar 160.9 pada remaja laki-laki seperti sering
dengan SD empirik sebesar 12.9, dan Mean menghabiskan waktu bersama, mengobrol, jalan-
hipotetik sebesar 122.5 dengan SD hipotetik jalan dan bersikap lebih terbuka dengan cara
sebesar 24.5. Hasil perbandingan antara skor
Mean empirik dengan Mean hipotetik mau mendengarkan pendapat anak dan mau
menunjukkan bahwa stres yang dimiliki oleh dikritik, sehingga mereka merasa lebih dihargai.
subjek penelitian berada di atas rata-rata populasi 3. Guru sebaiknya memberikan tugas-tugas yang
pada umumnya. Kemudian berdasarkan kategori tidak terlalu berat kepada murid-murid dan
tingkat stres didapatkan bahwa stres pada remaja diharapkan dapat menerangkan pelajaran dengan
laki-laki yang terbanyak pada kategori sedang baik dan mudah dimengerti oleh murid-murid,
yaitu sebanyak 72 orang (73.4%), 16 orang remaja agar tidak menjadi stressor bagi mereka yang
laki laki (16.3%) berada pada tingkat stres tinggi, dapat memungkinkan munculnya penyelesaian
dan 10 orang remaja laki-laki (10.2%) berada pada masalah yang tidak diinginkan, misalnya
tingkat stres rendah.
merokok, membolos, menggunakan obat-obatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
terlarang, dan sebagainya.
Walker (2002) pada 60 orang remaja, penyebab
4. Pemerintah sebaiknya mengadakan seminar atau
utama ketegangan dan masalah yang ada pada
penyuluhan mengenai bahaya merokok,
remaja berasal dari hubungan dengan teman dan
terutama pada remaja yang duduk di bangku
keluarga, tekanan dan harapan dari diri mereka
SMP, karena berdasarkan penelitian yang
sendiri dan orang lain, tekanan di sekolah oleh
dilakukan dan penelitian-penelitian sebelumnya,
guru dan pekerjaan rumah, tekanan ekonomi dan
sebagian besar remaja merokok pertama kali
tragedi yang ada dalam kehidupan mereka
ketika duduk di bangku SMP.
misalnya kematian, perceraian dan penyakit yang
dideritanya atau anggota keluarganya.
Walker pada tahun 2002 juga mengatakan
DAFTAR PUSTAKA
bahwa stres yang dialami remaja bersumber dari
Aritonang, M.R. (1997). Fenomena wanita merokok.
dua hal yaitu dari lingkungan keluarga dan
Jurnal psikologi Universitas Gadjah Mada.
sekolah.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh mean Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
empirik skala perilaku merokok sebesar 174.7
dengan SD empirik sebesar 14.8, dan Mean Atkinson, S, dkk. (2000). Introduction to psychology
hipotetik sebesar 132,5 dengan SD hipotetik (13th Edition). Harcourt College Publisher.
sebesar 26,4. Hasil perbandingan antara skor
Mean empirik dengan mean hipotetik Baldwin, R.D. (2002). Stress and illnes in
menunjukkan bahwa perilaku merokok yang adolescence: Issue of race and
dimiliki oleh subjek penelitian berada di atas rata- gender.http://www.fidarticles.com/ [on-line].
rata populasi pada umumnya. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Komasari dan Helmi (2000) yang menyatakan Berry, L.M. (1998).. Psychology at work: An introduction
nd
bahwa ketika subjek dalam kondisi tertekan to organization psychology. (2 ed). New York :
(stres) maka perilaku yang paling banyak muncul Mc-Graw Hill.
adalah perilaku merokok. Konsumsi rokok ketika
stres merupakan upaya-upaya pengatasan Komasari, D. & Helmi, AF. (2000). Faktor-faktor
masalah yang bersifat emosional atau sebagai penyebab perilaku merokok pada remaja. Jurnal
kompesantoris kecemasan yang dialihkan kepada Psikologi Universitas Gadjah Mada, 2. Yogyakarta:
aktifitas merokok. Hal ini semakin mempertegas Universitas Gadjah Mada Press.
mengapa para perokok merasakan kenikmatan
setelah merokok karena perilaku merokok
dipandang sebagai upaya penyeimbang dalam Levy, M.R. (1984). Life and health. New York:
kondisi tertekan atau stres. Random House.
SARAN

96
Hasnida dan Indri Kemala Hubungan antara Stres dan Perilaku Merokok...

Mengapa remaja merokok, 2004. http:// Rice, P. L. (1992). Stress & health (2nd ed). California:
www.mqmedia.com/tabloid_mq/apr03/mq_ Brooks/Cole Publishing Company.
remaja_pernik.htm [on-line].
Sarafino, F.P. (1994). Health psychology (2-nd Edition).
Mengatasi stres pada remaja, 2002. http:// New York: John Wiley & Sons.
www.ramuracik.com/ [on-line].
Sirait, M.A. dkk (2001). Perilaku Merokok di
Mc Gee, dkk. (2005). Is cigarette smoking Indonesia. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat.
associated with suicidal ideation among Medan :Universitas Sumatera Utara.
young people? : The American Journal of
Psychology. Washington. http://www. proque Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Semarang: PT.
st.com/ [on-line]. Gramedia

Mu’tadin, Z. (2002). Kemandirian sebagai Stop merokok sekarang juga!!!. (2000). http://
kebutuhan psikologis pada remaja. http:// www.klinikpria.com/nondokter/gayahidup/seli
www.epsikologi.com/remaja.050602.htm ngan/stopmerokok.html [on-line].
[on-line].
Tandra, H. (2003). Merokok dan Kesehatan.
Needlman, R. (2004). Adolescents stress. http://www.antirokok.or.id/berita/berita_rokok_ke
http://www.drspock.com/article/0,1510,7961,00. sehatan.htm [on-line].
html [on-line].
Tulakom & Bonet. (2003). Merokok? ngapain juga!!!.
Ormachea, dkk. (2004). Gender and gender-role http://www.english.com [on-line].
orientation differences on adolescents' coping
with peer stressors. Journal of Youth & Walker, J. (2002). Teens in distress series adolescent stress
Adolescence. New York. http:// and depression. http://www.extension.umn.edu/
www.proquest.com/ [on-line]. distribution/youthdevelopment/DA3083.html [on-
line].
Parrot, A. (2004). Does cigarette smoking causa
stress? . Journal of Clinican Psychology. http:// Welle D. (2004). Stres di kalangan remaja Jerman.
www.fidarticles.com. http:// www.dw-world.htm [on-line].

97
PETUNJUK BAGI PENULIS

Naskah yang dimuat dalam Jurnal PSIKOLogia adalah naskah hasil seleksi yang disetujui Dewan
Redaksi dan belum pernah dipublikasikan di media manapun. Penulis yang bermaksud memuat
tulisannya harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Materi tulisan harus bersifat ilmiah, merupakan hasil penelitian empiris, analisis kritis atas
karya/artikel yang telah diterbitkan, telaah pustaka, atau bentuk tulisan lainnya yang dipandang
dapat mengembangkan disiplin psikologi.
2. Naskah penelitian ditulis dengan sistematika sebagai berikut:
a. Judul, ditulis dengan huruf kapital
b. Nama (tanpa gelar) dan instansi asal penulis.
c. Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, ditulis miring dengan spasi tunggal
dan tidak lebih dari 250 kata yang mencakup hipotesis penelitian, subjek penelitian,
metode penelitian, dan hasil penelitian
d. Kata kunci (1-5 kata)
e. Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, penjelasan masing-masing variabel, dan
perumusan masalah
f. Metode penelitian, berisi penjelasan tentang variabel penelitian, definisi operasional, subjek
penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisi data.
g. Hasil utama dan tambahan yang dianggap perlu untuk dipublikasikan
h. Diskusi dan Saran
i. Daftar Pustaka
3. Naskah non penelitian ditulis dengan format: Judul, Nama (tanpa gelar) dan instansi asal
penulis, Pendahuluan/Latar Belakang Masalah, Tinjauan Kepustakaan, Diskusi, Kesimpulan dan
Saran serta Daftar Pustaka.
4. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang memenuhi kaidah yang baku.
5. Naskah diketik pada kertas ukuran A4 menggunakan program Microsoft Word, dengan font
Times New Roman 14pt untuk Judul, 11pt untuk Nama Penulis dan Asal Instansi serta 11pt
untuk Abstraksi dan Isi, satu setengah spasi, dan panjang tulisan maksimal 15 halaman.
6. Setiap kutipan harus dituliskan sumbernya pada akhir kutipan dengan meletakkannya dalam
tanda kurung. Sumber kutipan memuat nama penulis dan tahun penerbitan. Penggunaan
catatan kaki dimungkinkan dengan format penulisan sesuai dengan kaidah penulisan ilimiah.
7. Naskah harus disertai dengan daftar pustaka yang digunakan mengacu pada standard APA.
Penulisan daftar pustaka disusun secara alfabetis dari nama akhir penulis utama.
8. Naskah diserahkan dalam bentuk satu eksemplar print out dan disket ke redaksi Jurnal
PSIKOLogia dengan alamat Program Studi Psikologi FK USU, Jl. dr. Mansyur No. 7 Medan
20155. Selain itu juga bisa dengan mengirimkan via e-mail pada alamat
psikologia_usu@yahoo.com.
9. Redaksi berhak menyunting naskah yang diterima tanpa mengubah maksud penulis.
10. Naskah yang diterima redaksi: (1) Dapat dimuat tanpa perbaikan; (2) Dimuat dengan
perbaikan; (3) Tidak dimuat karena tidak memenuhi syarat. Naskah yang tidak dimuat akan
diberi catatan dan dikirimkan kembali kepada penulis untuk dikoreksi dan diperbaiki (jika
menyertai perangko bagi yang mengirim via pos).
11. Penulis akan menerima dua eksemplar naskah terbitan.

98

Anda mungkin juga menyukai