Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut daun nipah atau kertas

(Purwadaminta, 2005). Menurut Peraturan Pemerintah RI 109, tahun 2012,

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk

lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana Tabacum, Nicotiana Rostica dan

spesies lainya atau sintesis yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa

tambahan. Rokok berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah, ditambah sedikit

racikan seperti cengkeh, saus rokok serta racikan lainnya. Untuk menikmati

sebatang rokok perlu dilakukan pembakaran pada salah satu ujungnya agar asap

dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang lain (Triswanto, 2007).

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh

kemudian menghembuskan kembali keluar (Amstrong, 2000). Pendapat lain

menyatakan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang

berupa membakar dan mengisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat

terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

Sekitar satu milyar laki-laki di Dunia adalah perokok, 35% diantaranya

dari negara maju dan 50% lainnya dari negara berkembang. Rata-rata 435.000

penduduk di Amerika Serikat meninggal akibat penyakit-penyakit kebiasaan

merokok tiap tahunnya, menyebabkan satu dari lima kematian.

1
Berdasarkan data The Asean Tobacco Control Report Card tahun 2008,

sebanyak 30,1% penduduk Asia Tenggara adalah perokok. Di Indonesia sebanyak

57.563.866 penduduk dewasa adalah perokok, menjadikan sebagai negara

konsumen rokok tertinggi ke lima di dunia.

Berdasarkan hasil riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2010,

sebagian besar perokok mulai merokok ketika mereka masih anak-anak atau

remaja. Usia menengah pertama (SMP) di Indonesia didapatkan data pernah

merokok sekitar 34%.

Berdasarkan data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak

menunjukkan selama tahun 2008 hingga 2012 jumlah perokok anak dibawah

umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. Sedangkan jumlah perokok

anak antara usia 10 hingga 14 tahun mencapai 1,2 juta orang.

Penelitian yang dilakukan bulan Mei-September 2011 dan melibatkan 149

responden menunjukkan 98,5 persen perokok merupakan remaja laki-laki. Selain

itu, tingkat kecanduan rokok pada remaja perokok aktif di Denpasar cukup parah

Ada banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja.

Secara umum menurut Kurt Lewin, perilaku merokok merupakan fungsi dari

lingkungan dan individu. Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor-

faktor dari dalam diri, juga disebabkan faktor lingkungan (Komalasari &

Helmi,2006). Hal ini sejalan dengan pendapat Green yang menyatakan bahwa

perilaku seseorang termasuk perilaku merokok dipengaruhi oleh faktor pendahulu

(predisposing), yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

tradisi, nilai; faktor pemungkin (enabling), yang meliputi ketersediaan sumber-

2
sumber/fasilitas; dan faktor penguat atau pendorong (reinforcing) yang meliputi

sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya (Notoatmodjo, 2007). Menurut

Albery 2011 faktor-faktor yang menyebabkan orang terus berlanjut merokok

adalah orang tua, saudara kandung dan teman sebaya yang merokok, dan sikap-

sikap positif terhadap merokok.

Berbagai dampak dan bahaya merokok sebenarnya sudah dipublikasikan

kepada masyarakat, namun kebiasaan merokok masyarakat masih sulit untuk

dihentikan. Ironisnya para perokok sebenarnya sudah mengetahui dampak dan

bahaya dari merokok, namun masih tetap saja melakukan aktivitas tersebut.

Berbagai pihak sudah sering mengeluhkan ketidaknyamanan mereka ketika

berdekatan dengan orang yang merokok. Terbukti bahaya merokok bukan saja

milik perokok tetapi juga berdampak pada orang-orang disekelilingnya (Imasar,

2008).

Di dalam rokok terkandung tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun.

Beberapa zat berbahaya tersebut diantaranya Tar, Karbonmonoksida, dan Nikotin

(Hutapea, 2013). Bahaya yang ditimbulkan oleh rokok antara lain kanker paru-

paru, kangker mulut, bibir, kerongkongan, penyakit jantung yang disinyalir dapat

memperpendek usia.

Pemerintah pusat ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah telah

menetapkan termasuk bali telah memiliki Perda tentyang larangan merokok di

tempat tempat umum: sekolah, tempat ibadah, rumah sakit, puskesmas, dan

perkantoran, namun upaya pemerintah tersebut oleh masyarakat masih dianggap

sebagai wacana karena pengawasan dan evaluasi tidak dilakukan. Pemerintah

3
kabupaten khususnya dinas kesehatan Buleleng beserta jajarannya melalui

program Promosi Kesehatan di puskesmas semakin di upayakan untuk membantu

pemerintah dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat dalam usaha

menurunkan jumlah perokok remaja secara umum.

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 2 september 2015 di

SMP Negeri 2 Gerokgak 10 orang siswa di wawancara di dapat tiga orang

menyatakan pernah mencoba rokok, tanggal 4 september 2015 di SMP N 3

Gerokgak di wawancarai siswa 10 orang di dapatkan data dua orang siswa

menyatakan pernah merokok, dan tanggal 5 september di SMP N 4 diwawancara

10 orang siswa, tiga orang menyatakan pernah mencoba rokok dan tanggal 6

september di SMP N 1 Gerokgak di wawancara siswa sebanyak 10 orang dan lima

orang mengatakan pernah mencoba rokok diantara siswa yang mengatakan pernah

mencoba rokok rata-rata siswa mengatakan orang tuanya merokok. Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I gerokgak merupakan salah satu dari empat

sekolah menengah Negeri yang ada di kecamatan Gerokgak, dengan jumlah siwa

1127 orang. Pada siswa yang orang tuanya merokok, orang tuanya kadang-kadang

melarang anaknya merokok tetapi bagi yang orang tuanya tidak merokok

mengatakan agar anaknya jangan pernah mencoba rokok. Masing-masing SMP

mempunyai peraturan larangan merokok bagi siswa dan berjualan rokok bagi

kantin-kantin di dalam sekolah, namun siswa masih dapat memperoleh rokok di

warung sekitar sekolah. Di masing-masing SMP di dapatkan banyak poster yang

menghimbau untuk tidak merokok dan tentang efek rokok terhadap kesehatan,

4
tetapi masih ada guru dan pegawai yang merokok di lingkungan sekolah bahkan

di hadapan siswa. Hal tersebut memungkinkan siswa untuk merokok.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

“Hubungan Antara Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku Merokok Pada Remaja

laki-laki di SMP N I Gerokgak”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan

masalah sebagai berikut: Adakah hubungan antara Sikap Orang Tua Terhadap

Perilaku Merokok Pada Remaja laki-laki di SMP N I Gerokgak ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku

Merokok Pada Remaja laki-laki di SMP N I Gerokgak.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku Merokok Pada

Remaja laki-laki di SMP N I Gerokgak.

1.3.2.2 Mengidentifikasi Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki di SMP N I

Gerokgak

1.3.2.3 Menganalisa hubungan antara Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku

Merokok pada Remaja laki-laki di SMP N I Gerokgak.

5
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

instansi pendidikan sebagai gambaran terhadap perilaku merokok pada siswa,

sebagai acuan bagi penegak disiplin di sekolah dan dapat dijadikan sebagai bahan

evaluasi kebijakan yang telah diterapkan di sekolah bagi para siswa.

1.4.2 Manfaat Teoritis

1.4.2.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan program Promosi Kesehatan di Puskesmas.

1.4.2.2 Sebagai sumber informasi bagi penelitian berikutnya untuk melakukan

penelitian dalam skala yang lebih luas yang berkaitan dengan perilaku

merokok.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian ini mengenai hubungan antara sikap orang tua terhadap perilaku

merokok pada remaja laki-laki, dimana penelitian dilakukan di SMP Negeri I

Gerokgak. Penelitian ini belum ada yang meneliti, namun ada penelitian sejenis

yang dilakukan oleh:

1.5.1 Ariana Uswatun Hasanah dan Sulastri (2011) dengan judul penelitian

“Hubungan Antara Dukungan Orang Tua, Teman Sebaya dan Iklan Rokok dengan

Perilaku Merokok Pada Siswa Laki-laki di Madrasah Aliayah Negeri 2 Boyolali,

Jawa Tengah”

6
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah

penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Tujuan

penelitian yang dilakukan Ariana & Sulastri yaitu untuk mengetahui adakah

hubungan antara dukungan orang tua, teman sebaya dan iklan rokok dengan

perilaku merokok pada remaja di Madrasah Aliyah N 2 Boyolali dengan jumlah

sampel 89 orang. Hasil penelitian yang dilakukan yaitu, ada hubungan yang

signifikan antara perilaku merokok dengan dukungan orang tua dengan hubungan

kurang kuat.

Jadi perbedaan dengan penelitian sekarang adalah peneliti sekarang

menganalisa hubungan antara sikap orang tua terhadap perilaku merokok pada

remaja laki-laki di SMP Negeri I Gerokgak, sedangkan penelitian sebelumnya

menganalisa hubungan antara dukungan orang tua, teman sebaya dan iklan rokok

dengan perilaku merokok pada remaja.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Dasar Sikap Orang Tua dan Perilaku Merokok pada Remaja

2.1.1.1 Definisi Sikap

Sikap manusia, atau singkatnya disebut sikap telah banyak didefinisikan

dalam berbagai versi oleh para ahli. Beberapa diantaranya yaitu Sikap adalah

suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan (Thurstone 1982, likert, 1932, Osgood

dalam Azwar, 2011). Perasaan seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung

(unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972 dalam Azwar, 2011).

Sikap menurut La Pierre (1934) dalam (Azwar 2011) sikap adalah suatu

pola perilaku, tendensi atau pola kesiapan antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon

terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi sikap menurut Secord &

Beckman (1964) dalam Azwar 2011) adalah keteraturan tertentu dalam hal

perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)

seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

sikap orang tua adalah suatu bentuk perasaan orang tua untuk mendukung atau

memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable),

8
berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap perilaku

remaja

2.1.1.2 Pengukuran Sikap

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku

manusia adalah masalah pengungkapan (Assesment) atau pengukuran

(Measurement) sikap. Dalam salah satu definisi di atas dikatakan bahwa sikap

merupakan respon evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif. Hal ini

berarti dalam sikap terkandung adanya preferensi atau rasa suka-tak suka terhadap

suatu objek sikap. Sekilas tampaknya sikap hanya berjalan pada satu dimensi

kontinum afektif.

Sesungguhnya sikap dapat difahami lebih dari sekedar seberapa favorabel

atau seberapa tidak favorabelnya perasaan seseorang, lebih dari sekedar seberapa

positif atau seberapa negatifnya. Sikap dapat diungkap dan difahami dari

dimensinya yang lain.

Dalam bukunya yang berjudul Principles of Eductional and Psychological

Measurement and Evaluation, SAK (1980) menunjukkan beberapa karakteristik

(dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasaan, konsistensi, dan spontanitasnya.

Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuan

yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung,

apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai

objek. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap

berarti memiliki sikap yang arahnya positif sebaliknya mereka yang tidak setuju

atau tidak mendukung dikatakan memiliki sikap yang arahnya negatif.

9
Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap

sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya tidak berbeda. Dua orang yang sama

tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu sama-sama memiliki sikap yang berarah

negatif belum tentu memilki sikap negatif yang sama intensitasnya.

Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau ketidak

setujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan

sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada

pada objek sikap.

Sikap juga memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara

pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek sikap

termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian antar waktu. Untuk

dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif

panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil, tidak dapat bertahan lama

dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten.

Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitas yaitu menyangkut

sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap

dikatakan mempunyai spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara

terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar

individu mengemukakan sikap.

Pengukuran dan pemahaman terhadap sikap, idealnya harus mencakup

kesemua dimensi tersebut diatas. Tentu saja hal itu sangat sulit untuk dilakukan,

bahkan mungkin sekali merupakan hal yang mustahil. Belum ada atau mungkin

tidak pernah ada instrumen pengukuran sikap yang dapat mengungkap kesemua

10
dimensi itu sekaligus. Banyak diantara skala yang digunakan dalam pengukuran

sikap hanya mengungkapkan dimensi arah dan dimensi sikap saja, yaitu dengan

hanya menunjukkan kecenderungan sikap positif atau negatif dan memberikan

tafsiran mengenai derajat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap respons

individu.

Usaha pengukuran sikap dipacu oleh sebuah artikel yang ditulis oleh Louis

Thurstone di tahun 1928. Berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa diantara

banyak metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan orang.

(1) Observasi perilaku

(2) Penanyaan langsung

(3) Pengungkapan langsung

Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self refort yang hingga kini

dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar

pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut sebagai

skala sikap.

Skala sikap (attitude scales) berupa kumpulan pernyataan-pernyataan

mengenai suatu objek sikap. Dari respons subjek pada setiap pernyataan itu

kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Pada

beberapa bentuk skala dapat pula mengenai keluasan serta konsistensi sikap

seseorang. Penyusunan skala sikap sebagai instrumen pengungkapan sikap

individu ataupun sikap kelompok bukanlah hal yang mudah. Betapapun besar

usaha dan kerja yang dicurahkan dalam penyusunan skala sikap, tetap saja

terdapat celah-celah kelemahan yang menyebabkan skala itu kurang berfungsi

11
sebagaimana mestinya sehingga tujuan pengungkapan sikap yang diinginkan tidak

seluruhnya tercapai.

Salah satu sifat skala sikap adalah isi pernyataannya yang berupa

pernyataan yang dapat berupa pernayataan langsung yang jelas tujuan ukurnya

akan tetapi dapat pula berupa pernyataan tidak langsung yang tampak kurang jelas

tujuan ukurannya bagi responden. Walaupun responden dapat mengetahui bahwa

skala tersebut bertujuan mengukur sikap namun pernyataan tidak langsung ini

biasanya tersamar dan mempunyai sifat proyektif. Respon individu terhadap

stimulus (pernyataan-pernyataan) sikap yang berupa jawaban setuju atau tidak

setuju itulah yang menjadi indikator sikap seseorang.

Metode self report merupakan pengukuran sikap yang berfokus pada

pemberdayaan orang itu sendiri. Misalnya ketika menyatakan kesukaan terhadap

objek saat ditanya dalam interview atau menuliskan evaluasi-evaluasi dari suatu

kuesioner. Dalam metode ini, jawaban yang diberikan dapat dijadikan indikator

sikap seseorang. Tetapi metode ini juga ada kelemahannya: jika individu tidak

menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat diketahui pendapat atau

sikapnya. Self refort terdiri dari public opinion polling item skala terdiri dari

pertanyaan-pertanyaan tentang objek dan formsi jawaban tertutup (setuju atau

tidak setuju). Metode ini banyak dikembangkan karena mudah untuk

menggunakannya.. Selain itu metode yang dikembangkan adalah kuesioner

terstruktur untuk mengkaji sikap orang tua terhadap perilaku merokok remaja.

Salah satu kuesioner untuk mengukur sikap adalah closendended questions

12
dengan pendekatan dichotomy question (Nursalam, 2011). Kuesioner ini terdiri

dari dua alternatif jawaban yaitu ya atau tidak.

Metode pengukuran Involuntry Behavior (pengukuran terselubung)

pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis

yang terjadi tanpa disadari dilakukan oleh individu yang bersangkutan. Observer

dapat menginterpretasikan sikap individu mulai dari facial reaction, vois tone,

body gesture, keringat, dilatasi pupil mata, detak jantung dan beberapa aspek

fisiologis lainnya.

Dalam penelitian ini pengukuran sikap yang dipakai oleh peneliti yaitu

dengan metode self report menggunakan kuesioner tentang sikap orang tua. Skor

sikap dikelompokkan menjadi dua kategori yang disusun dengan menggunakan

rata-rata (mean). Adapun penyusunan skor sikap yaitu:

(1) Sikap Positif, bila total skor responden yang diperoleh (> mean) kelompok

(2) Sikap Negatif, bila total skor responden (< mean) kelompok

2.1.1.3 Perilaku Merokok pada Remaja

Psikologi memandang perilaku manusia (human Behavior) sebagai reaksi

yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks.

Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai, sifat

kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian

berinterkasi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku.

Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan

kekuatannya kadang-kadang lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal

inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks.

13
Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku

lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan

dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama perilaku tidak banyak

ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. ke

dua, perilaku dipengaruhi oleh tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-

norma subjektif, yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar

kita berbuat. Ke tiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma

subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Secara

sederhana teori tersebut mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu

perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa

orang lain ingin agar melakukannya.

Dalam teori perilaku terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh pada

sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subjektif, dan pada kontrol

perilaku yang dihayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan

bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang

bersangkutan akan dilakukan atau tidak.

Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku

tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.

Keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan oleh

orang lain) dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut

membentuk norma subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh

pengalaman masa lalu dan perkiran individu mengenai seberapa sulit atau

mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Kontrol perilaku ini

14
sangat penting artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam

kondisi yang lemah.

Hubungan sikap dengan perilaku (Breckler &Wiggins) mendefininsikan

mengenai sikap mengatakan bahwa sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan

menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya (Breckler &

Wiggins 1986b dalam Baron & Byrne, 1991. 138). Pengaruh langsung tersebut

lebih berupa predisposisi perilaku yang akan direalisasikan hanya apabila kondisi

dan situasi memungkinkan. Kondisi apa, waktu apa, dan situasi bagaimana saat

individu tersebut harus mengekspresikan sikapnya merupakan sebagian dari

determinan-determinan yang sangat berpengaruh terhadap konsistensi antara sikap

dengan pernyataannya dan antara pernyataan sikap dengan perilaku.

Remaja dengan orang tua perokok cenderung akan merokok di kemudian

hari, hal ini terjadi paling sedikit disebabkan oleh karena dua hal: Pertama, karena

anak tersebut ingin seperti bapaknya yang kelihatan gagah dan dewasa saat

merokok. Kedua, ialah karena anak sudah terbiasa dengan asap rokok di rumah,

dengan kata lain di saat kecil mereka telah menjadi perokok pasif dan sesudah

remaja anak gampang saja beralih menjadi perokok aktif. Bahkan dalam sebuah

studi, dari para remaja perokok ditemukan bahwa 75% salah satu atau kedua

orang tua mereka merupakan perokok (Soetjiningsih 2004). Jika diakitkan dengan

merokok, orang tua yang perokok kemungkinan akan membuat anaknya merokok.

(Sukartini, 2013). Risiko munculnya perilaku merokok remaja didukung pula oleh

perilaku merokok saudara kandung meraka. Remaja dengan orang tua dan saudara

kandung perokok memiliki kemungkinan 4 kali lipat untuk menjadi perokok,

15
apalagi jika mereka bersikap tidak melarang remaja untuk merokok. (Daravill dan

Powell,2000 di kutif Rahmadi dkk, 2013). Hasil penelitian Rahmadi (2012)

mengenai perilaku merokok remaja di Kota Padang, menerangkan bahwa keluarga

menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok remaja.

Faktor keluarga memberikan kontribusi terhadap perilaku merokok pada remaja

sebesar 96,6%. Menurutnya perilaku merokok yang ditampilkan keluarga

menjadikan remaja meniru perilaku tersebut, terlebih bila merokok sudah menjadi

kebiasaan dalam keluarga.

Cara mengukur indikator perilaku atau memperoleh data atau informasi

tentang indikator-indikator perilaku tersebut, untuk memperoleh data praktek atau

perilaku yang paling akurat adalah melalui pengamatan (observasi). Namun dapat

juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat

kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu

(Notoatmojo, 2007). Dalam penelitian ini untuk mengukur perilaku dilakukan

dengan menggunakan quesioner yang isinya responden diminta menjawab

pertanyaan yang telah disiapkan peneliti dengan dua kemungkinan jawaban yaitu

ya berarti merokok atau tidak bila responden tidak pernah merokok. Remaja

perokok bila seorang remaja merokok atau pernah merokok 1-4 batang dalam satu

hari dan remaja bukan perokok bila seorang remaja tidak pernah mencoba rokok

atau tidak pernah merokok.

16
2.1.1.4 Rokok dan Masalahnya

2.1.1.4.1 Sejarah Rokok

Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu

atau bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman nicotina tabaccum, nicotina

rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar

dengan atau tanpa bahan tambahan. Nikotin merupakan zat atau bahan senyawa

pirolidin yang terdapat dalam nicotina tabaccum, nicotina rustica dan spesies

lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat menyebabkan ketergantungan.

Sedangkan tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatis yang bersifat

karsinogenik (PP No. 109 tahun 2012). Tembakau itu sendiri, yang merupakan

bahan utama untuk rokok ini telah dikenal lama sebelum tahun 1492. Pada saat

itu, pelaut Eropa yang menemukan benua Amerika “Colombus” melihat orang-

orang Indian menghisap asap sejenis daun kering (tembakau) yang disulut dan

diisap asapnya (Hutapea, 2013). Di Indonesia tembakau mendapat sambutan yang

baik sehingga cepat sekali menjadi bagian dari budaya, gaya hidup dan kultur

merokok di Indonsia konsumsi tembakau di Indonesia mengalami peningkatan

yang tajam dalam 30 tahun terakhir. Dari 33 milyar batang pertahun pada tahun

1970 meningkat menjadi 200 milyar batang per tahun pada tahun 2000. Bahkan,

Indonesia menduduki peringkat ke-5 setelah Cina, Amerika, Rusia dan Jepang

dalam tingkat agregat konsumsi tembakau tertinggi di dunia.

2.1.1.4.2 Zat yang Terkandung dalam Rokok

Asap rokok mengandung ribuan zat kimia, atau komponen asap, juga

disebut sebagai emisi asap, komponen asap yang paling luas dikenal adalah tar,

17
nicotin, dan karbonmonoksida (CO). Selain zat-zat ini, hingga saat ini lebih dari

4000 zat kimia telah diketahui terkandung dalam asap rokok. Dinas Kesehatan

Masyarakat menggolongkan sekitar 28 komponen diantaranya paling berbahaya

sehingga pantas dinyatakan sebagai bahan narkotik yang lebih berbahaya dari

morphin. Dokter-dokter di Eropa menyebutnya sebagai ,”Racun Kuning” dia

menyerang semua sel tubuh, terutama di otak, bahan ini mengotori aliran darah,

dan menjadikan tubuh sebagai lahan subur bagi penyakit, kejahatan, dan kondisi-

kondisi lain yang menjerumus pada degenerasi (Hutapea, 2013).

Komponen asap diukur rmenggunakan mesin laboratorium. Pada saat ini

metode pengujian yang berstandar dan tervalidasi secara internasional hanya

tersedia untuk beberapa komponen asap saja, yaitu tar, nicotin, dan karbon

monoksida.

Kebanyakan perokok sudah mengenal tar, nikotin, dan karbonmonoksida

karena pemerintah mengharuskan produsen untuk mengukur komponen-

komponen ini untuk setiap merek rokok dan mencantumkan hasilnya pada

kemasan rokok.

(1) TAR

Tar bukanlah komponen asap yang spesifik, melainkan mengacu kepada

partikel-partikel asap yang terukur dalam metode pengujian mesin. Partikel-

partikel ini terbuat dari banyak komponen asap, termasuk beberapa komponen

yang diyakini oleh otoritas kesehatan masyarakat sebagai kemungkinan penyebab

penyakit terkait merokok seperti kanker paru-paru.

(2) Nicotin

18
Nicotin adalah zat kimia yang terkandung secara alami dalam tanaman

tembakau. Apabila tembakau dibakar, nikotin berpindah ke asap. Nikotin dikenal

oleh otoritas kesehatan masyarakat sebagai zat yang menimbulkan kecanduan

dalam asap tembakau.

(3) Karbonmonoksida

Karbonmonoksida adalah gas yang terbentuk dalam asap rokok.

Karbonmonoksida dikenal sebagai penyebab utama penyakit kardiovaskuler

(penyakit jantung) pada perokok.

(4) Komponen asap lainnya;

Ribuan komponen asap lainnya telah diketahui terkandung dalam asap

rokok. selain nikotin dan karbonmonoksida otoritas kesehatan masyarakat telah

menggolongkan sekitar 70 diantaranya sebagai kemungkinan penyebab penyakit-

penyakit terkait merokok. Sebagian dari komponen ini adalah arsenik, benzema,

benzoapirena, logam berat (timbal, kadmium), hodrogen sianida, dan nitrosamina

khusus tembakau.

2.1.1.4.3 Masalah yang Ditimbulkan Akibat Merokok

Melihat dari kandungan bahan-bahan kimia yang terdapat dalam rokok

tersebut, sangat jelas bahwa rokok merupakan bahan yang sangat berbahaya bagi

tubuh dan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan pada sistem yang ada

dalam tubuh manusia. Bahkan WHO mencatat, zat-zat yang diuraikan di atas

hanya merupakan sebagian kecil zat yang terkandung dalam setiap batang rokok,

yang sebenarnya mengandung ± 4000 racun kimia berbahaya. Hal ini menjelaskan

bahwa rokok benar-benar sangat berbahaya bagi tubuh. Berbagai penyakit mulai

19
dari rusaknya selaput lendir sampai penyakit keganasan seperti kanker dapat

ditimbulkan dari perilaku merokok. Merokok juga meningkatkan risiko stroke

perdarahan maupun sumbatan, dan risiko ini akan tetap berlangsung 14 tahun

setelah berhenti merokok (Dourman, 2013). Beberapa pengaruh rokok terhadap

kesehatan (Yudanarso dikutip Hutapea 2013) menyimpulkan dua kelompok

bahaya merokok yaitu:

(1) Nikotin

Nikotin (Nicotiana Tabacum) bila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak

akan menimbulkan gangguan kesehatan. Bahan ini mudah diserap di saluran

pernafasan bagian bawah dan paru-paru, sehingga pengisap asap rokok akan

mudah mengalami keracunan. Kadar zat ini akan menumpuk di paru-paru, otak,

limpa, hati, dan darah. Bagi wanita yang sedang hamil dapat berkumpul di

placenta dan pada air susu ibu. Sedangkan asap arus samping terhirup oleh orang

yang bukan perokok lazim disebut perokok pasif mengandung konsentrasi 2-3 kali

lipat ketimbang yang mengisap secara langsung.

(2) Tar, CO dan beberapa komponen lainnya

Menurut Takasihaeng di kutip Hutapea, (2013) menyebutkan bahaya

merokok yang terutama adalah penyakit jantung koroner. Sedangkan untuk paru-

paru, selain kesulitan bernafas, juga bisa menyebabkan penyakit kanker paru-paru.

Disamping itu bahaya lainnya adalah penyakit tekanan dalah tinggi, gangguan

kesehatan yang lebih luas. Orang yang merokok diatas 20 batang per hari lebih

banyak kemungkinannya mendapat kelainan pada lensa mata atau katarak.

Pengaruh rokok juga tampak pada saluran pencernaaan. Perokok dengan tukak

20
lambung akan lebih lambat penyembuhannya. Kerusakan ini bisa berlanjut sampai

ke usus besar.

Wanita perokok yang menggunakan pil kb akan mempunyai risiko yang

lebih besar terjadi penyumbatan pembuluh darah, Kerapuhan tulang, pada ibu

hamil bisa terjadi keguguran, kanker payudara, kanker rahim. Pria perokok juga

dapat mempengaruhi kualitas sperma, dan pada orang tua akan dapat menaikan

kadar kolesterol dalam darahnya.

2.1.1.4.4 Perilaku Terhadap Rokok

Merokok merupakan istilah yang digunakan untuk aktivitas menghisap

rokok atau tembakau dalam berbagai cara. Merokok itu sendiri ditujukan untuk

perbuatan menyalakan api pada rokok sigaret atau cerutu, atau tembakau dalam

pipa rokok yang kemudian dihisap untuk mendapatkan efek dari zat yang ada

dalam rokok tersebut (PP. No 19 tahun 2003). Menurut Leventhal dan Clearly

dalam Cahyani 2005, terdapat 4 tahap seseorang menjadi perokok, diantaranya:

2.1.1.3.4.1 Tahap Preparatory

Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai

merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini

menimbulkan minat untuk merokok.

2.1.1.3.4.2 Tahap Initiation

Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan

ataukah tidak terhadap perilaku merokok.

21
2.1.1.3.4.3 Tahap Becoming a Smoker

Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari

maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

2.1.1.3.4.4 Tahap Maintenance Of Smoking

Tahap ini perokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan

diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang

menyenangkan.

2.1.1.4.5 Tipe Perokok

Secara umum tipe perokok di bagi menjadi beberapa kategori yakni tipe

perokok yang berhubungan dengan udara atau asap yang dihirup, tipe perokok

berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi dalam 1 hari, dan tipe perokok yang

dipengaruhi oleh perasaan diri. Berdasarkan udara atau asap yang dihirup,

perokok dikategorikan menjadi: Perokok pasif yakni mereka yang tidak merokok,

tetapi berada di sekeliling perokok dan menghirup asap rokok yang dihembuskan

oleh perokok. Perokok aktif, yakni mereka yang menghisap rokok secara langsung

(www.kppk.com). Adapun berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi, tipe

perokok dikategorikan menjadi ; Perokok sangat berat, adalah jika mengkonsumsi

rokok lebih dari 31 batang perhari, Perokok berat yakni mereka yang merokok

sekitar 11-20 batang perhari, Perokok sedang adalah perokok yang menghabiskan

rokok 5-10 batang perhari, dan Perokok ringan yang merokok sekitar 1-4

batang/hari (Cahyani, 2005). Sedangkan berdasarkan pengaruh perasaan diri,

Tomkins mengkategorikan perokok menjadi; Pertama, perokok yang dipengaruhi

perasaan positif, dimana dengan merokok seseorang merasakan bertambahnya

22
rasa positif. Green dalam psychological factor in smoking (1978) menambahkan,

ada tiga sub pada tipe perokok ini : pleasure relaxation, yakni perilaku merokok

hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah diperoleh,

misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. Stimulant to pick them up,

yakni perilaku merokok dilakukan hanya sekedarnya untuk menyenangkan

perasaan. Pleasure of handling the cigarette, yakni kenikmatan yang diperoleh

dengan memegang rokok, khususnya pada perokok pipa. Kedua, perokok yang

dipengaruhi oleh perasaan negatif, dimana merokok dilakukan seseorang untuk

mengurangi perasaan negatif seperti stress, marah, gelisah dan cemas. Maka rokok

dianggap sebagai penenang, mereka menggunakan rokok untuk mengurangi

perasaan tidak enak yang dirasakan. Ketiga, perilaku merokok yang adiktif

(kecanduan), dimana mereka yang akan menambah dosis rokok yang digunakan

setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya

akan mencari rokok kapan pun mereka inginkan. Ke empat, perilaku merokok

yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka merokok sama sekali bukan karena untuk

mengendalikan perasaan mereka. Tapi karena benar-benar sudah menjadi

kebiasaan rutinnya. Merokok menjadi perilaku yang bersifat otomatis tanpa

disadari

2.1.1.4.6 Remaja dan Rokok

2.1.1.4.6.1 Batasan Remaja

Istilah remaja atau adolesccene berasal dari bahasa latin adolescere yang

berarti ”tumbuh” atau tumbuh dewasa. Istilah adolescene yang digunakan sampai

sekarang ini mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial

23
dan fisik (Hurlock, 1993) Santoso, (1993) mendefinisikan remaja sebagai individu

yang sedang mengalami perkembangan menuju kedewasaan. Mereka adalah anak-

anak yang telah meninggalkan usia 11 tahun dan akan menuju usia 21 tahun. Usia

remaja merupakan usia dimana individu mulai berinteraksi dengan masyarakat

dan merasa berada sama dalam satu tingkat dengan orang yang lebih tua darinya

termasuk dalam hal intelektualnya. Secara umum masa remaja dibagi kedalam

tiga tahap yang dilihat dari rentang usia. Sampai saat ini masih banyak perbedaan

mengenai klasifikasi remaja tersebut. Gunarsa (2004) membagi tahapan masa

remaja tersebut menjadi : remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (15-17

tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun).

2.1.1.4.6.2 Karakteristik Remaja

Masa remaja mempunyai karakteristik yang khas, dimana semua tugas

pekembangan pada masa ini dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola

perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi

masa dewasa. Oleh sebab itu, masa remaja disebut juga sebagai periode peralihan,

periode perubahan, periode bermasalah, periode pencarian identitas, dan periode

tidak realistik. Pada periode pencarian identitas, remaja yang tidak ingin lagi

disebut sebagai anak-anak, berusaha menampilkan atau mengidentifikasi perilaku

yang menjadi simbol status kedewasaan. Salah satu perilaku yang muncul adalah

perilaku merokok yang mereka anggap sebagai simbol kematangan, dimana

perilaku ini seringkali dimulai pada usia sekolah menengah pertama (Hurlock

1993). Menurut Richmon dan Sklansky dalam Sarwono (2011), mengungkapkan

24
bahwa secara umum, remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dilaluinya

dengan baik. tugas perkembangan tersebut antara lain :

(1) Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya

secara efektif

Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal

tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang

lain atau tokoh tertentu.

(2) Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orang tua

Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai

perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orang tua. Bila tugas

perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak

dapat diselesaikan di rumah, maka remaja akan mencari jalan keluar dan

ketenangan di luar rumah. Hal tersebut tentunya akan membuat remaja memiliki

kebebasan emosional dari luar orang tua sehingga remaja justru lebih percaya

pada teman-temannya yang senasib dengannya.

(3) Remaja Mampu Bergaul Lebih Matang dengan Kedua Jenis Kelamin

Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya

pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus

dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk

remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini.

(4) Mengetahui dan Menerima Kemampuan Sendiri

Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja

ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat

25
menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan

yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum

mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada

masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan

selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).

(5) Memperkuat Penguasaan Diri Atas Dasar Skala Nilai dan Norma

Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses

identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat

maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang

diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti

“siapakah aku"?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan

gejolak dalam dirinya. Secara psikososial, remaja mulai memisahkan diri dari

orang tua. Kebutuhan mereka akan kebebasan menyebabkan remaja lebih banyak

menghabiskan waktu di luar rumah dan mulai memperluas hubungan dengan

teman sebaya, sehingga keterikatan mereka dengan orang tua berkurang. Pada

umumnya remaja menjadi anggota kelompok sebaya (peer group). Kelompok

sebaya menjadi sangat berarti dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial

remaja. Melalui kelompok sebaya, remaja bisa melatih kecakapan sosial, karena

melalui kelompok sebaya, remaja dapat mengambil berbagai peran (Mahreni

dalam Soetjiningsih 2004). Sangat besarnya pengaruh teman sebaya, maka dapat

dimengerti bahwa teman sebaya sangat berpengaruh pada pembentukan sikap,

pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku dibandingkan dengan keluarga

(Hurlock, 1993). Sedangkan secara emosional, telah diketahui bahwa masa remaja

26
dianggap sebagai masa “badai dan topan”, suatu masa dimana ketegangan emosi

meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal. Hal ini dikuatkan

dengan tekanan sosial yang menuntut remaja menampilkan pola kehidupan sosial

yang baru. Untuk menghadapi hal tersebut sebagian besar remaja akan mengalami

ketidakstabilan demi penyesuaian. Kondisi tersebut menurut Erikson (Edelman,

1990) diistilahkan sebagai kondisi stress pada remaja yang disebabkan perubahan

fisik dan psikologis yang terjadi secara bersamaan.

2.1.1.4.7 Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Remaja terhadap

Rokok

Sama halnya dengan penggunaan zat-zat (substance) lainnya, terdapat

beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap penggunaan rokok atau perilaku

merokok pada remaja. Subanada (Soetjiningsih, 2004) mengungkapkan bahwa

terdapat empat faktor risiko bagi remaja sehingga mereka menjadi perokok. Ke

empat faktor tersebut antara lain :

2.1.1.4.7.1 Faktor Psikologika.

Faktor Psikososial Aspek perkembangan sosial remaja antara lain:

menetapkan kebebasan dan otonomi, membentuk identitas diri dan penyesuaian

perubahan psikososial berhubungan dengan maturasi fisik. Merokok menjadi

sebuah cara agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri

dengan teman sebayanya. Istirahat, santai dan kesenangan, penampilan diri rasa

ingin tahu rasa bosan, sikap menentang dan stress mengkontribusi remaja untuk

mulai merokok. Selain itu rasa rendah diri, hubungan interpersonal yang kurang

27
baik, putus sekolah sosial ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan orang tua

yang rendah serta tahun-tahun pertama transisi antara sekolah dasar dan sekolah

menengah juga menjadi faktor resiko lain yang mendorong remaja mulai

merokok. Faktor psikiatrik Studi epidemiologi pada dewasa mendapatkan asosiasi

antara merokok dengan gangguan psikiatrik seperti skizofrenia, depresi, cemas

dan penyalahgunaan zat-zat tertentu. Pada remaja, didapatkan asosiasi antara

merokok dengan depresi dan cemas. Gejala depresi lebih sering pada remaja

perokok daripada bukan perokok. Merokok berhubungan dengan meningkatnya

kejadian depresi mayor dan penyalahgunaan zat-zat tertentu. Remaja yang

menperlihatkan gejala depresi dan cemas mempunyai resiko lebih besar untuk

merokok dari pada remaja yang asimtomatik. Remaja dengan gangguan cemas

menggunakan rokok untuk menghilangkan kecemasan yang mereka alami.

2.1.14.7.2 Faktor Biologika.

(1) Faktor Kognitif

Kesulitan untuk menghentikan kebiasaan merokok akibat dari kecanduan

nikotin disebabkan karena perokok merasakan efek bermanfaat dari nikotin.

Beberapa perokok dewasa mengungkapkan bahwa merokok memperbaiki

konsentrasi. Telah dibuktikan bahwa deprivasi nikotin mengganggu perhatian

dan kemampuan kognitif, tetapi hal ini akan berkurang bila mereka diberi

nikotin atau rokok. Studi yang dilakukan pada dewasa perokok dan bukan

perokok, memperlihatkan bahwa nikotin dapat meningkatkan finger-tapping

rate, respon motorik dalam tes fokus perhatian, dan pengenalan memori.

28
(2) Jenis kelamin

Pada saat ini, peningkatan kejadian merokok tidak hanya terjadi pada remaja

laki-laki. Begitupun dengan wanita, wanita yang merokok dilaporkan menjadi

percaya diri, suka menentang dan secara social cakap.

(3) Faktor Etnik

Kejadian merokok di Amerika Serikat cenderung lebih tinggi terjadi pada

orang-orang kulit putih dan penduduk asli Amerika, serta terendah pada orang

Amerika keturunan Afrika dan Asia. Laporan tersebut memberi kesan bahwa

perbedaan asupan nikotin dan tembakau serta waktu paruh nikotin antara

perokok dewasa Amerika keturunan Afrika dengan orang kulit putih adalah

substansial. Hal ini dapat menjelaskan mengapa ada perbedaan resiko pada

beberapa etnik dalam hal penyakit yang berhubungan dengan merokok.

(4) Faktor genetik

Variasi genetik mempengaruhi fungsi reseptor dopamin dan enzim hati yang

memetabolisme nikotin. Kensekuensinya adalah meningkatnya risiko

kecanduan nikotin pada beberapa individu. Variasi efek nikotin dapat

diperantarai oleh polimorfisme gen dopamin yang mengakibatkan lebih besar

atau lebih kecilnya reward dan mudah kecanduan obat. Pada studi genetik

molekular beberapa tahun terakhir, individu dengan alela TaqIA (A1 dan A2)

dan TaqIB (B1 dan B2) dari reseptor dopamin D2 lebih mungkin merokok

100 kali atau lebih dalam hidupnya dan mereka lebih awal memulai merokok

dan lebih sedikit meninggalkannya.

29
(5) Faktor Lingkungan

Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan tembakau antara

lain orang tua, saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok. Selain

itu juga karena paparan iklan rokok di media. Orang tua sepertinya

memegang peranan penting, dalam pembentukan perilaku merokok remaja.

Sebuah studi kohort terhadap siswa SMU didapatkan bahwa prediktor

bermakna dalam peralihan dari kadang-kadang merokok menjadi merokok

secara teratur adalah orang tua perokok dan konflik keluarga.

(6) Faktor Regulatori

Peningkatan harga jual atau diberlakukannya cukai yang tinggi, diharapkan

dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap rokok. Selain itu

pembatasan fasilitas merokok dengan menetapkan ruang atau daerah bebas

rokok diharapkan dapat mengurangi konsumsi. Akan tetapi kenyataannya

masih terdapat peningkatan kejadian mulainya merokok pada remaja,

walaupun telah banyak dibuat usaha-usaha untuk mencegahnya. Hasil

konsensus FKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) tahun 2000

tentang opiat, masalah media dan penatalaksanaannya, menyatakan terdapat

dua hal yang menjadi faktor pendukung bagi seseorang untuk menggunakan

zat adiktif termasuk rokok yaitu faktor individu dan lingkungan (Oktariani,

2006).

30
2.2 Kerangka Konsep

Saudara Kandung

Teman Sebaya

Sikap orang tua Perilaku merokok remaja:


1. Merokok bila pernah

1 sikap positif bila skor > merokok 1-4 batang


mean kelompok perhari
0. Tidak Merokok bila
0. Sikap negatif bila skor <
mean kelompok tidak pernah merokok

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

= Alur pikir

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Antara Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku Merokok
Pada remaja laki-laki di SMPN I Gerokgak Tahun 2015

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada hubungan

antara Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku Merokok Pada Remaja.

31
BAB III

METODE PENELITIAN

3.2 Jenis dan Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2008). Desain penelitian ini

menggunakan metode penelitian non eksperimen yang merupakan jenis penelitian

Analitik Komparatif yang mengkaji dan menjelaskan hubungan antara dua

variabel. Variabel bebas (Sikap Orang Tua) dan variabel terikat (Perilaku

Merokok Remaja.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan

pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu

pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali

pada satu saat (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini peneliti tidak memberikan

intervensi/perlakuan, tetapi hanya mengumpulkan data tentang Sikap Orang Tua,

serta mencari Hubungan Sikap Orang Terhadap Perilaku Merokok pada Remaja

Laki-laki di SMP N I Gerokgak.

32
3.3 Kerangka Kerja

Populasi
Orang tua Siswa laki-laki dan siswa laki-laki kelas 8 SMP N I Gerokgak pada bulan
Oktober sampai November 2015

Sampel
206 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi dengan rumus n = N/1+N(d)2

Teknik Sampling
Probability Sampling dengan teknik proportionate stratified random Sampling

Teknik Pengumpulan Data


Responden diberikan kuisioner tentang sikap orang tua dan perilaku merokok remaja

Analisa Data
Uji statistik yang digunakan adalah Chi Kuadrat menggunakan program komputer

Penyajian Hasil Penelitian

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku Merokok pada
Remaja Laki-laki di SMP N I Gerokgak Tahun 2015

33
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP N I Gerokgak yang terletak di

Desa Gerokgak, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng dari tanggal 20

oktober sampai 20 November 2015.

3.5 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian

3.5.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah siswa laki-laki kelas 8 dengan jumlah populasi sebanyak 206

orang.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini, sampel diambil dari orang tua

siswa laki-laki dan siswa laki-laki kelas 8 yang memenuhi kriteria inklusi. Adapun

penentuan besar sampel adalah sebagai berikut:

n= N
1+ N (d)2

n= 206
1 + 206 (0,05)2

n = 135,97 = 136 sampel

Keterangan:

n = perkiraan jumlah sampel

34
N = perkiraan besar populasi

d = tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

(Setiadi, 2007).

Setelah jumlah responden didapatkan maka pengambilan sampel dilakukan

dengan cara acak (random) melalui sistem pengundian.

3.5.2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan diteliti (Nursalam, 2008). Dalam penelitian

ini, yang termasuk kriteria inklusi adalah:

(1) Subjek orang tua siswa laki-laki dan siswa laki-laki kelas 8.

(2) Subjek yang bersedia menjadi responden.

(3) Subjek yang masih berstatus sebagai siswa SMP N I Gerokgak dan orang

tuanya.

3.5.2.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008).

Dalam penelitian ini, yang termasuk kriteria eksklusi adalah:

(1) Subjek sakit saat pengambilan data

(2) Subjek yang tidak bersedia menjadi responden.

3.5.3 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan

35
subjek penelitian (Nursalam, 2008). Teknik sampling yang digunakan adalah

probability sampling dengan Proportionate stratified random sampling yaitu

teknik yang digunakan untuk menyempurnakan teknik sampling berstrata dengan

pengambilan sampelnya seimbang atau sebanding dengan jumlah subjek masing-

masing strata. Dengan menggunakan rumus dari Setiadi (2007).

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.6.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Adapun variabel

dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

3.6.1.1 Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2012). Adapun

variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap orang tua

Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012). Adapun variabel terikat dalam

penelitian ini yaitu perilaku merokok remaja.

3.6.2 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah definisi berdasarkan karakteristik

yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan (Nursalam, 2008). Definisi

operasional variabel bisa dilihat pada tabel 3.1

36
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Antara Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku Merokok
Pada remaja laki-laki di SMPN I Gerokgak Tahun 2013

Variabel Definisi
operasional
Alat ukur Jenis data skala

Bebas: Suatu bentuk kuesioner primer Nominal


Sikap orang tua perasaan orang 1* sikap positif bila total skor
tua untuk > mean kelompok
mendukung atau 0* sikap negatif bila total skor
tidak mendukung < mean kelompok

Terikat: Kebiasaan kuesioner primer Nominal


Perilaku remaja merokok 1* tidak perokok
merokok remaja 1-4 batang sehari 0* perokok

3.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

3.7.1 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

didapatkan dari hasil kuesioner tentang sikap orang tua dan perilaku merokok

pada remaja.

3.7.2 Cara Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan sesuai

dengan variabel yang diteliti yaitu dengan kuesioner. Langkah-langkah dalam

pengumpulan data yaitu:

3.7.2.1 Tahap Persiapan

3.6.2.1.1 Peneliti telah mengajukan surat permohonan penelitian dari institusi

pendidikan kepada Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Buleleng.

3.6.2.1.2 Setelah mendapat rekomendasi dari Kesbang Pol dan Linmas

Kabupaten Buleleng, peneliti menyerahkan ijin penelitian kepada

37
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng dan Kepala Sekolah

SMPN I Gerokgak

3.7.2.2 Tahap Pelaksanaan

3.6.2.2.1 Setelah memperoleh ijin, selanjutnya peneliti memberi informasi yang

berhubungan dengan penelitian kepada siswa laki-laki kelas 8 yang

memenuhi kriteria inklusi. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria

inklusi dilakukan secara subjektif dengan memberikan kuesioner baik

untuk sikap orang tua maupun perilaku merokok remaja sesuai dengan

yang dikehendaki peneliti. Kuesioner tentang sikap orang tua diberikan

kepada orang tua siswa terpilih dengan cara mengujungi alamat masing-

masing siswa yang didapatkan waktu pengisian kuesioner siswa, dan

kuesioner tentang perilaku merokok remaja diberikan langsung kepada

siswa untuk dilakukan pengisian. Setelah mendapatkan subjek sesuai

kriteria inklusi, peneliti kemudian meminta persetujuan subjek untuk

menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed

consent.

3.6.2.2.2 Setelah informed consent dilakukan, peneliti memberikan kuesioner

tentang sikap orang tua dan perilaku merokok remaja untuk diisi oleh

responden.

3.6.2.2.3 Data yang sudah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan

menggunakan program komputer.

38
3.7.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner tentang

sikap orang tua. Pedoman kuesioner yang digunakan, di susun oleh peneliti.

Kuesioner ini terdiri dari 12 item pernyataan yang berupa skala Likert dengan dua

alternatif jawaban yaitu “setuju” atau “tidak setuju”. Pernyataan favorable

terdapat pada pernyataan 1,2,3,4,5,6,9,10 dan 12, masing-masing pilihan jawaban

mempunyai nilai yaitu jawaban “setuju” = 1 dan “tidak setuju” = 0. Pernyataan

unfavorable terdapat pada pertanyaan 7,8,11 masing-masing pilihan jawaban

mempunyai nilai yaitu jawaban “setuju” = 0 dan “tidak setuju” = 1. Skor teringgi

adalah 12 dan skor terendah adalah 0.

Keseluruhan butir pertanyaan di jumlahkan untuk menentukan skor sikap

orang tua, dimana total skor yang diperoleh adalah antara 0-12. Skor sikap orang

tua dikelompokkan menjadi dua kategori yang disusun dengan menggunakan rata-

rata (mean). Adapun penyusunan skor sikap yaitu:

1* Sikap positif, bila total skor responden yang diperoleh (> mean) kelompok

0* Sikap negatif, bila total skor reponden (<mean) kelompok

Sedangkan variabel perilaku merokok remaja diperoleh dengan item

pernyatan yang terdiri dari 1 item pernyataan. Adapaun kategori yang didapat

adalah perokok atau tidak perokok digunakan yaitu:

(1) Perokok, apabila jawaban ya dengan skor =0

(2) Tidak perokok, apabila jawaban tidak dengan skor = 1

39
3.7.4 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen tentang sikap orang tua telah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas instrument untuk mendapatkan instrument yang tepat dan tetap. Uji

validitas dan reliabilitas telah dilakukan peneliti, dengan jumlah sampel yang

digunakan 30 orang tua siswa laki-laki dan siswa laki-laki (Sugiyono, 2012). Uji

telah dilakukan pada tanggal 10 oktober 2015. Item yang diujikan sejumlah 15

pernyataan untuk sikap orang tua dan 1 item pernyataan untuk perilaku merokok

remaja, sehingga benar valid dan reliabel dipergunakan dalam penelitian.

Validitas yaitu ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrument pengukur

mampu mengukur sesuatu yang akan diukur (Machfoedz, 2007). Uji validitas

yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara

skor tiap item dengan skor total. Teknik uji dengan bantuan teknik statistik

dengan bantuan komputer. Instrumen dikatakan valid jika nilai r hasil > r tabel

(Kastomo, 2007 dalam Wirawan, 2012). Setelah dilakukan uji validitas, dari 15

istrument sikap orang tua didapat nilai r hitung > r tabel (0, 361) sehingga

pernyataan tersebut dikatakan valid. Nilai r hitung masing-masing butir

pertanyaan dapat dilihat pada lampiran 12.

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya,

artinya bila dilakukan pengukuran beberapa kali terhadap subjek yang sama

hasilnya relative sama. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan

internal consistensy yaitu melakukan uji coba sekali saja kemudian hasil yang

diperoleh dianalisa dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Suatu

instrument dikatakan reliabel bila memiliki nilai alpha minimal 0,4 (Riwidikdo,

40
2007). Hasil uji reliabilitas untuk sikap orang tua didapat nilai alpha 0,421. Hasil

uji reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 12.

3.7.5 Etika Penelitian

Peneliti telah memberikan penjelasan kepada responden mengenai maksud

dan menjelaskan prosedur yang akan dilakukan, mengingat penelitian

keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka masalah dalam etika

penelitian keperawatan dapat diketahui dari beberapa hal, yang meliputi:

3.7.5.1 Informed Consent

Subjek mendapat informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang

dilaksanakan, mempunyai hak untuk berpartisipasi atau menolak menjadi

responden. Apabila responden bersedia untuk diteliti, maka responden

menandatangani lembar persetujuan bahwa bersedia untuk mengikuti penelitian.

Demikian juga apabila saat pengumpulan data ada penolakan dari responden maka

peneliti tidak memaksa kesediaannya untuk mengikuti penelitian, serta responden

boleh membatalkan lembar persetujuan yang telah ditandatangani.

3.7.5.2 Anonimity

Menjaga kerahasiaan identitas sampel penelitian, responden cukup

menuliskan inisial nama dan peneliti menambahkan kode responden pada lembar

kuesioner penelitian.

3.7.5.3 Confidensiality

Peneliti menjamin kerahasiaan semua informasi yang diberikan oleh

responden dengan cara melaporkan hasil penelitian dalam bentuk kelompok data,

bukan dalam bentuk data individual.

41
3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.8.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan proses pengolahan data

melalui tahap-tahap sebagai berikut:

3.8.1.1 Editing

Editing yaitu mengumpulkan semua hasil pengukuran dan memeriksa

kelengkapan setelah data dikumpulkan. Apabila ada data yang kurang lengkap,

kurang jelas dan ditemukan kejanggalan dari data yang didapatkan maka segera

dilakukan validasi. Data yang diperoleh berupa hasil jawaban kuesioner tentang

sikap orang dan perilaku merokok remaja.

3.8.1.2 Coding

Coding merupakan proses mengklasifikasi atau mengelompokkan data

sesuai dengan klasifikasinya dengan cara memberikan kode tertentu. Untuk data

umur, ditulis umur responden saat ini, pekerjaan dan alamat telah ditulis pada

kuesioner.

3.8.1.3 Entry

Data hasil penelitian dimasukkan dalam computer dan diolah dengan

sistem komputerisasi.

3.8.1.4 Cleaning

Data yang telah di entry diperiksa lagi apakah data tersebut sudah benar

dan lengkap atau tidak sebelum dilakukan pengolahan data menggunakan program

komputer.

42
3.8.2 Teknik Analisa Data

3.8.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel. Analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan

proporsi dari tiap variabel sehingga tergambar fenomena yang berhubungan

dengan variabel yang diteliti. Data yang didapatkan seperti umur, Pekerjaan,

alamat, sikap orang tua, dan perilaku merokok remaja akan disajikan dalam tabel.

3.8.2.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010, dalam Ariyani, 2011).

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan

program komputer. Karena skala data variabel independen dan dependen adalah

nominal, maka termasuk dalam statistik non parametris dimana tidak perlu

dilakukan uji untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak. Jadi uji

statistik yang dipakai adalah Chi Kuadrat (x2) dengan tingkat signifikansi 5%. Jika

X2 hitung > X2 tabel artinya H0 ditolak, sehingga ada hubungan antara kedua

variabel yang diteliti. Cara lain untuk membaca hasil uji adalah berdasarkan

perbandingan nilai p dengan nilai alpha 0,05 (α = 5%). Apabila nilai p < 0,05

maka H0 ditolak.

43
3.8.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian yang telah dilakukan terdapat keterbatasan atau

kelemahan. Adapun beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini,

antara lain:

3.8.3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional sehingga

hubungan ditentukan dari variabel independen dan variabel dependen bukanlah

merupakan hubungan sebab akibat, karena penelitian dilakukan dalam waktu yang

bersamaan.

3.8.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penilaian sikap orang tua dilakukan dengan menggunakan kuesioner

sehingga memungkinkan responden untuk mengisi kuesioner secara tidak jujur

dan tidak ada verifikasi secara objektif mengenai sikapnya. Orang tua siswa ada

yang sangat sibuk shingga waktu di kunjungi untuk pengisian kuesioner sedikit

tergesa-gesa sehingga pernyataan kuesioner tidak dibaca dengan seksama dan

teliti. Teknik observasi merupakan parameter baku dalam mengukur perilaku

manusia. Mengingat adanya keterbatasan waktu dan tenaga menyebabkan peneliti

tidak akan dapat mengaplikasikan instrument observasi.

3.8.3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tentang

sikap orang tua yang sebelumnya belum pernah digunakan. Instrumen ini belum

dikatakan sebagai standard dan masih memiliki keterbatasan untuk membuktikan

aspek-aspek yang diteliti. Tetapi sebelum dipergunakan, kuesioner ini telah

44
dilakukan uji validitas. Tetapi uji validitas dilakukan hanya satu kali dan di uji

sendiri oleh peneliti sehingga mungkin terdapat kesalahan-kesalahan saat

memasukkan data. Pembacaan hasil uji juga dilakukan oleh peneliti sendiri

dengan bantuan pembimbing. Uji reliabilitas dilakukan menggunakan internal

konsistensi yaitu melakukan uji coba sekali saja kemudian hasil yang diperoleh

dianalisa dengan menggunakan rumus alfa Cronbach. Karena hanya dilakukan

sekali uji reliabilitas memungkinkan untuk terjadi kekeliruan hasil. Uji reliabilitas

yang semestinya dilakukan beberapa kali di tempat berbeda atau di lakukan di

tempat yang sama tetapi pengisian kuesioner uji pertama dengan ke berikutnya

berselang paling sedikit satu bulan Machfoedz (2007). Dan waktu pengisian ke

dua juga tidak boleh terlalu dekat karena kemungkinan responden masih ingat

dengan jawaban saat kuesioner pertama.

45
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian

4.1.1.1 Letak Geografi

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SMPN) 1 Gerokgak terletak

di Desa Gerokgak, kecamatan Gerokgak, kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, yang

merupakan daerah dataran . Secara geografis, SMPN 1 Gerokgak/Desa Gerokgak

berbatasan dengan: sebelah utara merupakan Laut Bali, sebelah barat Desa

Sanggalangit, sebelah selatan merupakan hutan Negara, dan sebelah timur Desa

Patas

Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gerokgak merupakan salah satu dari

empat SMP N yang ada di Kecamatan Gerokgak. Untuk mencapai kota

Kecamatan yang berjarak sekitar 1 km, ibu kota kabupaten kira-kira 45 km, dan

kota provinsi kira-kira 95 km. Sebagian besar siswa ke sekolah dengan

menggunakan sepeda gayung, sebagian dengan angkutan umum, dan sebagian

kecil berjalan kaki.

4.1.1.2 Demografi

Berdasarkan resgistrasi siswa di SMP N 1 Gerokgak untuk semua kelas

jumlah siswa 1127 orang, dengan rata-rata perkelas 40 0rang, kelas VIII terdiri

dari siswa laki-laki 206 orang dan perempuan 199 orang.

46
Kondisi ketenagaan yang dimiliki SMP N 1 Gerokgak terdiri dari 35

orang guru tetap, 15 orang guru tidak tetap, dan 10 orang Pegawai tidak tetap

.
4.1.2 Karakteristik Subjek Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 8 dan orang tua siswa kelas

8 yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel diperoleh dengan menggunakan teknik

probability sampling yaitu propotionate stratified random sampling, dan di

lengkapi dengan simple random sampling dan di peroleh responden berjumlah

136 orang. Adapun karakteristik sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.1.2.1 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Siswa SMP N I Gerokgak
Tahun 2013
Pekerjaan Frekwensi (f) Persentase (%)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 4 2.9

Karyawan Swasta 5 3.6

Tani (Petani) 104 76.4

Buruh 16 11.7

Dagang 7 5.1
0 0

Tidak bekerja

Total 136 100

47
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa dari 136 responden, didapatkan

responden mempunyai pekerjaan paling banyak adalah sebagai petani yaitu

sebanyak 104 orang (76.4%).

4.1.3 Hasil Pengamatan Terhadap Subjek Penelitian

Pengumpulan data telah dilakukan pada tanggal 21 oktober sampai 20

November 2015 pada hari kerja. Pengumpulan data dilakukan dengan

memberikan kuesioner pada responden siswa untuk mendapatkan data perilaku

merokok siswa, dan setelah itu alamat orang tua di telusuri dan di kunjungi ke

rumah responden orang tua untuk mendapatkan data tentang sikap orang tua.

Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut

4.1.3.1 Sikap orang tua

Hasil pengukuran sikap orang tua dari anak-anak siswa SMP N I Gerokgak

dapat dilihat dalam tabel 4.2

Tabel 4.2 Kategori Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku Merokok pada Remaja Laki-Laki
di SMP N I Gerokgak Tahun 2015

Sikap Orang tua Frekwensi (f) Persentase (%)

Positif (>mean) 114 83.8

Negatif (<mean) 22 16.2

Total 136 100

48
Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa dari 136 responden, sebanyak 114

responden (83.8%) mempunyai sikap positif terhadap perilaku merokok

4.1.3.4 Perilaku Merokok Remaja

Hasil pengamatan perilaku merokok pada remaja laki laki di SMP N I

Gerokgak dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Pengamatan Perilaku Merokok pada remaja laki-laki di SMP N I Gerokgak Tahun 2015

Perilaku merokok remaja Frekwensi (f) Persentase (%)

106 77.9

Tidak Perokok
30 22.1

Perokok

136 100

Total

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa dari 136 responden, sebanyak 106

responden (77.9%) responden tidak perokok.

49
4.1.3.5 Analisa Hubungan Antar Variabel

Hasil uji korelasi Sikap orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja

laki-laki di SMP N I Gerokgak dari 136 responden, di dapat sebanyak (114 orang)

orang tua siswa memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok remaja laki–

laki, dan anak remajanya tidak merokok sebanyak 100 orang (87.7%) dan yang

merokok sebanyak 14 orang (12.3%). Sedangkan dari 22 responden yang sikap

orang tuanya negatif terhadap perilaku merokok, remajanya 6 orang (27.3%)

tidak merokok dan 16 orang (72.7%) remaja laki-lakinya merokok.

Dari uji statistk Chi Kuadrat didapatkan nilai p = 0, 000. Nilai p < 0, 05

dengan taraf kepercayaan 95%, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara sikap orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja

laki-laki di SMP N I Gerokgak.

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1 Sikap orang tua

Sikap orang tua merupakan respon evaluatif orang tua yang dapat

berbentuk positif atau negatif. Hal ini berarti dalam sikap terkandung adanya rasa

suka tidak suka terhadap suatu objek sikap dalam hal ini adalah perilaku merokok

remaja. Dari hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 114 responden (83.8%)

sikap orang tua positif terhadap perilaku merokok remaja. Sikap positif orang tua

terhadap perilaku merokok remaja adalah suatu pola perilaku, tendensi atau pola

50
kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial

orang tua. Atau secara sederhana definisi menurut Secord & Beckman (1964)

dalam Azwar (2011) adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (Kognisi) dan predisposisi (Konasi) seseorang terhadap suatu aspek di

lingkungan sekitarnya. Dengan demikian sikap positif orang tua terhadap perilaku

merokok dalam penelitian ini kemungkinan didasari oleh pengetahuan orang tua

dalam menjawab item pernyataan yang diajukan adalah baik sehingga sikap orang

tua positif terhadap perilaku remaja. Semakin positif sikap orang tua maka

semakin kecil kemungkinan remaja menjadi perokok di kemudian hari. Demikian

juga semakin negatif sikap orang tua terhadap perilaku merokok remaja maka

semakin besar kemungkinan remaja menjadi perokok aktif di kemudian hari.

Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Dian Komalasari

(2011)dan Avin Fadila Helmi (2011). Penelitian Avin dan Dian yang berjudul

faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada remaja. Hipotesis yang diajukan

dalam penelitian itu tidak dapat diterima. dalam penelitian tersebut didapatkan

bahwa sikap permisif orang tua merupakan predikator yang cukup baik dalam

membentuk perilaku merokok pada remaja. Dalam penelitian itu juga di jelaskan

bahwa sikap permisif orang tua bukan merupakan predikator perilaku merokok

remaja yang utama tetapi bergandengan dengan lingkungan keluarga dan

lingkungan teman sebaya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ariana Uswatun

Hasanah dan sulastri di Madrasah Aliyah Negeri 2 Boyolali yang berjudul

Hubungan antara dukungan orang tua, teman sebaya, dan iklan rokok terhadap

perilaku merokok pada siswa laki-laki sama dengan hasil penelitian ini. Hasil

51
penelitian itu menyatakan terdapat hubungan antara dukungan orang tua dengan

perilaku merokok remaja dan terdapat hubungan kurang kuat antara dukungan

orang tua terhadap perilaku merokok remaja.

Menurut peneliti, sikap positif orang tua terbanyak dalam penelitian ini

karena mungkin pengetahuan responden cukup baik. Pengetahuan yang baik akan

mengubah sikap orang tua. Walaupun responden kebanyakan petani dan tinggal di

pedesaan namun di era teknologi yang semakin terekayasa akses untuk

memperoleh informasi sangat mudah didapat. Selain itu orang tua sudah

menjalankan peran dan fungsinya sebagai orang tua. Orang tua di rumah

merupakan figur dan pelindung keluarga. Tanggung jawab kepala keluarga di

dalam keluarga adalah membimbing anak-anaknya untuk tidak melakukan hal-hal

yang melanggar norma kepatutan. Orang tua merupakan model dan panutan bagi

anak-anak sehingga orang tua dituntut harus bersikap positif terutama terhadap

perilaku merokok.

4.2.2 Perilaku Merokok Remaja

Dalam penelitian ini didapatkan sebanyak 106 responden (77.9%) tidak

merokok dan 30 responden (22.1%) merokok 1-4 batang dalam sebulan terakhir.

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke usia dewasa.

Periode remaja merupakan periode yang penting karena pada masa ini terjadi

perkembangan fisik dan psikologis yang pesat. Faktor lingkungan mempunyai

kekuataan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kekuatannya kadang-kadang

52
lebih besar daripada karakteristik individu. Teori tindakan beralasan mengatakan

bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat proses pengambilan keputusan yang

teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas pada tiga hal: pertama perilaku tidak

banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap

sesuatu. Ke dua perilaku dipengaruhi oleh tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh

norma-norma subjektif, yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain

inginkan agar kita berbuat. Ke tiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-

norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Hasil penelitian ini menunjukkan perilaku merokok remaja di SMP N I Gerokgak

tidak perokok ini diakibatkan oleh sikap orang tua yang positif terhadap perilaku

merokok remaja. Menurut Kurt Levin dalam Komalasari (2008) kebiasaan

merokok selain di pengaruhi oleh faktor dari dalam diri seseorang misalnya

pengetahuan, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan bisa

saja dari keluarga (orang tua, saudara kandung, teman sebaya), tempat tinggal atau

bahkan lingkungan pergaulan.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Theodorus (1994) yang mengatakan

bahwa keluarga perokok sangat berperan terhadap perilaku merokok anak-

anaknya dibandingkan keluarga non perokok. Dalam hal ini menurut pandangan

social cognitif learning theory, merokok bukan semata-mata proses belajar

pengamatan terhadap orang tua atau saudaranya tetapi adanya pengukuh positif

dari orang tua dan konsekuensi-konsekuensi merokok dirasakan menyenangkan

remaja.

53
Perilaku merokok remaja SMPN I Gerokgak serupa dengan penelitian-

penelitian sebelumnya yang dilakukan Uswatun, Dian dan Avin. Hal ini

diakibatkan oleh karena responden telah mengerti dengan isi dan maksud

kuesioner yang diberikan sehingga responden menjawab kuesioner dengan teliti.

Selain itu karena dalam menjawab kuesioner siswa mempunyai waktu yang cukup

sehingga siswa dapat berpikir lebih konsentrasi terhadap pernyataan yang di

berikan. Nasehat dan perhatian orang tua juga berpengaruh terhadap perilaku

remaja.

4.2.3 Hubungan Antara Sikap Orang Tua Terhadap Perilaku Merokok pada

Remaja

Hasil uji korelasi Sikap orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja

laki-laki di SMP N I Gerokgak dari 136 responden, di dapat sebanyak (114 orang)

orang tua siswa memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok remaja laki–

laki, dan anak remajanya tidak merokok sebanyak 100 orang (87.7%) dan yang

merokok sebanyak 14 orang (12.3%). Sedangkan dari 22 responden yang sikap

orang tuanya negatif terhadap perilaku merokok, remajanya 6 orang (27.3%)

tidak merokok dan 16 orang (72.7%) remaja laki-lakinya merokok. Lingkungan

memiliki andil yang cukup besar dalam menentukan perilaku merokok pada

remaja. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang bisa dibangun lewat lewat

pengaruh lingkungan maupun diri sendiri (Kurt Levin dalam Komalasari, 2008).

Kebiasaan merokok disebabkan oleh karena iseng, ikut-ikutan teman atau faktor

54
lingkungan keluarga. Skinner ahli psikologi behaviorisme membuktikan bahwa

lingkungan memiliki pengaruh sekitar 75% dari terbentuknya perilaku anak.

Namun demikian pada penelitian ini sikap negatif orang tua didapat dari 22

responden yang di teliti sebanyak 16 responden (72,7%) remajanya perokok hal

ini menunjukkan sikap negatif orang tua memberikan andil yang cukup besar

dalam menentukan perilaku merokok anak. Hasil analisa ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Avin, Dian dan Uswatun (2011) yang mengatakan ada

pengaruh signifikan dukungan orang tua terhadap perilaku merokok remaja. Sikap

negatif orang tua dan kebiasaan merokok orang tua akan berakibat kurang baik

terhadap perkembangan jiwa anak oleh karena orang tua merupakan figur utama

dan panutan dalam keluarga. Sikap negatif orang tua atau keluarga merupakan

salah satu faktor anak menjadi perokok aktif. Berdasarkan hasil survey

Laboratorium Pengembangan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis (LPEP FEB) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengatakan 63%

siswa perokok mengatakan jika ayahnya dan anggota keluarga yang lain juga

perokok (Sukartini, 2013). Sikap negatif orang tua dalam penelitian ini juga

menunjukkan dari 22 responden yang mempunyai sikap negatif terdapat 6

responden (27.3%) remaja tidak merokok dengan demikian perilaku merokok

remaja tidak di sebabkan oleh faktor tunggal seperti sikap negatif orang tua

melainkan banyak faktor seperti lingkungan (saudara kandung, iklan) faktor

dalam diri (strss, bosan, ingin gagah, merasa kurang diperhatikan, merasa kecewa)

dan menganggap perbuatannya tidak melanggar norma (Joemana, 2004).

55
Dari uji statistik Chi Kuadrat didapatkan nilai p = 0, 000. Nilai p < 0, 05

dengan taraf kepercayaan 95%, maka Ho ditolak dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara sikap orang tua terhadap perilaku merokok pada

remaja laki-laki di SMP N I Gerokgak.

Ada hubungan antara sikap orang tua terhadap perilaku merokok remaja,

hal ini menunjukkan Sikap orang tua baik positif maupun negatif sangat

berpengaruh terhadap perilaku anak remaja. Orang tua sebagai pelindung dan

model dalam keluarga pada penelitian ini orang tua telah memberikan contoh

yang baik, walaupun masih ada orang tua yang mempunyai sikap negatif terhadap

perilaku merokok remaja. Orang tua mungkin telah memahami tahap

perkembangan remaja. Masa remaja merupakan masa gejolak dalam menentukan

dan mencari jati diri, bimbingan orang tua, pergaulan sehari-hari dalam

lingkungan sekitar merupakan cikal bakal remaja untuk menentukan sikap dan

berperilaku yang baik. Keluarga yang damai, komunikasi yang efektif dan baik

dalam keluarga akan membuat remaja merasa berguna dalam keluarga dan

masyarakat. Sikap positif orang tua walaupun tidak berdiri sendiri dalam

penelitian ini memberikan pengaruh yang sangat banyak terhadap pembentukan

perilaku merokok remaja.

56
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan di SMP N I

Gerokgak diatas dapat disimpulkan

5.1.1 Sikap orang tua siswa SMPN I Gerokgak kelas 8 yang mempunyai sikap

positif terhadap perilaku merokok pada remaja laki-laki terbanyak 114

responden (83.8%)

5.1.2 Perilaku merokok remaja laki-laki SMPN I Gerokgak kelas 8 didapatkan

tidak perokok terbanyak 106 responden (77.9%)

5.1.3 Berdasarkan analisa hubungan antara sikap orang tua terhadap perilaku

merokok remaja laki-laki di SMPN I Gerokgak didapatkan nilai P Value=

0.000. Nilai p < 0, 05 dengan taraf kepercayaan 95%, maka Ho ditolak

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap orang

tua terhadap perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMP N I

Gerokgak.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan diatas maka peneliti dapat sarankan sebagaiberikut:

5.2.1 Sikap positif orang tua terhadap perilaku merokok remaja harus terus di

pertahankan dengan memberi contoh atau tauladan kepada remaja yang

57
berada dalam masa persimpangan yang penuh emosi dan labil. Sedangkan

sikap negatif orang tua mesti di ubah perlahan lahan dengan memberikan

pendidikan kesehatan yang berkelanjutan.

5.2.2 Perilaku merokok remaja walaupun sebagian besar dari responden

didapatkan data tidak perokok tetapi belum tentu kemudian tidak akan

menjadi perokok oleh karenanya pengawasan dan pendidikan kesehatan

dan pengaruh buruk merokok serta larangan-larangan merokok mesti

terus di galakkan dan kita dukung perda-perda tentang kawasan bebas

rokok. Walapun hanya sedikit didapatkan siswa perokok dalam penelitian

ini maka kepada guru-guru Bimbingan konseling terus melakukan

konseling yang intensif terhadap siswa, dan kepada petugas kesehatan

serta sektor terkait untuk selalu berkoordinasi terhadap masalah-masalah

yang berhubungan dengan merokok. Sekolah agar selalu berkoordinasi

dengan lintas sektor terutama sektor kesehatan (Puskesmas) untuk

meningkatkan promosi kesehatan.

58

Anda mungkin juga menyukai