Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Ovulasi merupakan peristiwa fisiologis yang terjadi setiap bulan pada wanita usia
reproduktif. Ovulasi merupakan suatu keadaan dimana sebuah sel telur yang matur
dilepaskan dari ovarium masuk kedalam tuba fallopi dan siap untuk dibuahi. Ovarium
mempunyai tugas penting terhadap reproduksi. Fungsi ovarium adalah sebagai penghasil
hormon dan penghasil sel telur. Gangguan pada ovarium tentu dapat menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan, perkembangan, dan pematangan sel telur.1
Kista adalah pertumbuhan berupa kantong atau pocket yang tumbuh dibagian tubuh
tertentu. Kista ovarium adalah tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum yang
normalnya menghilang saat mestruasi, asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel-sel
embrional yang tidak berdiferensiasi. Terjadinya kista ovarium merupakan suatu
pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur (ovarium). Cairan ini dapat terkumpul dan
dibungkus oleh semacam kapsul yang terbentuk dari lapisan terluar ovarium. Kista ovarium
adalah kantung berisi cairan yang terdapat pada ovarium.2
Angka kejadian kista ovarium di dunia yaitu 7% dari populasi wanita, kista ovarium
dapat berkembang menjadi ganas tetapi 85% kejadian kista ovarium bersifat jinak. Pada
frekuensi yang relatif angka kejadian kista fungsional sekitar 24% dari semua kista ovarium,
kista ovarium jinak sebesar 70% dan kista ovarium ganas sebesar 6%. Mayoritas kista
ovarium terjadi pada usia reproduktif dan sebagian besar sifatnya jinak. Wanita pada usia
reproduktif sebanyak 4% mengalami kista ovarium pada fase luteal. Kista ovarium juga dapat
terbentuk selama terapi hormone GnRH agonis.3 Angka kejadian di Indonesia tidak diketaui
secara pasti dikarenakan pencatatan kasus yang kurang baik. Namun, diperkirakan prevalensi
kista ovarium sebesar 60% dari seluruh kasus gangguan ovarium. Frekuensi kistadenoma
ovarii musinosum sebesar 29,9% dan frekuensi kistadenoma ovarii serosum sebesar 28,5%.
Kista menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi. Karena 20-30% kista dapat
berpotensi menjadi ganas terutama pada wanita diatas 40 tahun. Perjalanan penyakit dianggap
berlangsung secara diam-diam (silent killer), sehingga wanita umumnya tidak menyadari
sudah menderita kista ovarium. Sebagian besar kista tidak menimbulakan gejala yang nyata,
1

namun sebagian lagi menimbulkan masalah seperti rasa sakit dan perdarahan. Bahkan kista
ovarium yang maligna tidak menimbulkan gejala pada sadium awal, sehingga sering
ditemukan dalam stadium lanjut.1
Kista dapat berkembang pada wanita pada setiap tahap kehidupan, dari periode
neonatal sampai postmenopause. Kebanyakan kista ovarium,terjadi selama masa kanak-kanak
dan remaja, yang merupakan periode hormon aktif untuk pertumbuhan. Komplikasi yang
paling sering dan paling serius pada kista ovarium yang terjadi dalam kehamilan adalah
peristiwa torsio atau terpuntir. Penatalaksanaan kista ovarium sebagian besar memerlukan
pembedahan untuk mengangkat kista tersebut. Penangannya melibatkan keputusan yang
sukar dan dapat mempengaruhi status hormon dan fertilitas seorang wanita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Definisi
Kista ovarium merupakan suatu kantong berisi cairan atau materi semiliquid yang

berkembang pada ovarium. Kista ovarium juga dapat merupakan perbesaran sederhana
ovarium normal, folikel de graaf atau korpus luteum, dan dapat timbul akibat pertumbuhan
dari epithelium ovarium.4

II.2

Anatomi Ovarium
Ovarium atau indung telur merupakan organ yang berbentukbuah almond,. Ukuran

ovarium cukup bervariasi, selama masa reproduksi panjang ovarium 2,5 cm sampai 5 cm,
lebar 1,5 sampai 3 cm dan tebal 0,6 sampai 1,5 cm. Berat dari ovarium adalah 5 sampai 6
gram, ovarium terletak di bagian atas rongga panggul dan bersandar pada lekukan dangkal
dinding lateral pelvis diantara pembuluh darah iliaka eksterna dan interna yang divergen.5
Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Ligamentum uteroovarika memanjang dari bagian lateral dan posterior uterus, tepat di bawah insersi tuba, ke
uterus atau kutub bawah ovarium. Ovarium ditutupi oleh peritoneum dan terdiri dari otot
serta

jaringan

ikat

yang

merupakan

sambungan

dari

uterus.

Ligamentum

infundibulopelvikum atau ligamentum suspensorium ovarii memanjang dari bagian atas


kutub tuba ke dinding pelvis yang dilewati pembuluh ovarika dan saraf.5
3

Ovarium terdiri dari dua bagian, korteks dan medulla. Korteks, atau lapisan luar,
dalam lapisan ini terdapat ovum dan folikel de Graaf. Korteks ovarium berbentuk kumparan
yang diantaranya tersebar folikel primodial dan folikel de Graaf dalam berbagai tahap
perkembangan. Bagian paling terluar dari korteks, yang kusam dan keputih-putihan, dikenal
sebagai tunika albugenia, pada permukaannya terdapat epitel kuboid yaitu epitel germinal
Waldeyer. Medulla, atau bagian tengah dari ovarium, terdiri dari jaringan ikat longgar yang
merupakan kelanjutan dari mesovarium. Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam
medulla dan sejumlah kecil serat otot polos yang berkesinambungan dengan yang berasal dari
ligamentum suspensorium.5
Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon yaitu
hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan androgen) yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal. Hormon estrogen bertanggung jawab
atas pertumbuhan pola rambut aksila serta pubik dan berperan dalam mempertahankan
kalsium dalam tulang. Progesteron dipengaruhi oleh estrogen sehingga dapat menimbulkan
retensi cairan dalam jaringan, juga dapat menyebabkan penumpukan lemak.5

Gambar 1. Ovarium dan folikel-folikel dalam berbagai tingkat perkembangan

II.3

Klasifikasi
Kista

ovarium

memberikan

gambaran

yang

bervariasi

pada

pemeriksaan

ultrasonography dan gambagran patologis terdapat tiga tipe utama dari kista ovarium jinak
yang ditemukan pada usia reproduktif, yaitu kista fungsional, kista dermoid atau teratoma,
dan endometrioma. Beberapa tipe mempunyai karakter yang unik dan bisa terdiagnosis serta
mendapatkan terapi yang sesuai.3
Tipe-tipe kista ovarium jinak yang umumnya ditemukan dalam praktik klinis,
diantaranya3,4;
a. Kista ovarium fungsional
Kista fungsional merupakan kista jinak dan biasanya bersifat asimptomatik dan
biasanya tidak memerlukan terapi. Kista fungsional yang terus diikuti dengan
pemeriksaan seperti ultrasonografi biasanya akan memperlihatkan tanda perbaikan.
i. Kista folikel
Kista folikel merupakan kista yang paling sering ditemukan di ovarium dan
biasanya berukuran sedikit lebih besar yaitu sekitar 3-8 cm yang berasal dari
folikel praovulasi yang berukuran sebesar 2,5 cm. kista folikel terjadi karena
kegagalan proses ovulasi yaitu ketika gagalnya hormon LH mencapai puncak dan
kemudian cairan intrafolikel tidak diabsorbsi kembali. Kegagalan ovulasi juga
dapat terjadi secara artifisial saat gonadotropin diberikan secara berlebihan untuk
menginduksi terjadinya ovulasi. Kista folikel tidak menimbulkan gejala spesifik
serta jarang terjadi torsi, rupture maupun perdarahan. Apabila terbentuk kista
folikel yang besar dapat menyebabkan gejala seperti nyeri pelvik, dispareunia, dan
perdarahan abnormal dari uterus.
ii. Kista korpus luteum
Kista luteum terjadi akibat pertumbuhan lanjut korpus luteum atau perdarahan
yang mengisi rongga yang terjadi setelah ovulasi. Terdapat 2 jenis kista lutein,
yaitu kista granulosa dan kista teka.
iii. Kista granulosa
Kista granulosa merupakan pembesaran non-neoplastik ovarium. Setelah ovulasi,
dinding sel granulosa mengalami

luteinisasi. Pada tahap terbentuknya

vaskularisasi baru, darah terkumpul di tengah rongga membentuk korpus


hemoragikum. Resorbsi darah di ruangan ini menyebabkan terbentuknya kista
korpus luteum. Kista lutein yang persisten dapat menimbulkan nyeri lokal dan
tegang pada dinding perut yang juga disertai amenorea atau menstruasi terlambat
yang menyerupai gambaran kehamilan ektopik. Kista lutein juga dapat
5

menyebabkan torsi ovarium sehingga menimbulkan nyeri hebat atau perdarahan


intraperitoneal yang membutuhkan tindakan pembedahan segera.
iv. Kista teka lutein
Kista teka merupakan kista yang tidak pernah mencapai ukuran yang besar. Kista
teka biasanya terjadi secara bilateral dan berisi cairan jernih kekuningan. Kista
teka seringkali dijumpai bersamaan dengan ovarium polikistik, mola hidatidosa,
korio karsinoma, terapi hCG, dan klomifen sitrat. Tidak banyak keluhan yang
ditimbulkan oleh kista ini. Kista teka umumnya tidak memerlukan tindakan
pembedahan karena dapat menghilang secara spontan setelah evakuasi mola,
terapi korio karsinoma, dan penghentian stimulasi ovulasi dengan klomifen. Kista
teka juga dapat menyebabkan terjadinya ruptur dan perdarahan ke dalam rongga
peritoneum sehingga perlu dilakukan laparotomi segera.
b. Kista dermoid atau teratoma
Kista dermoid atau kista teratoma jinak merupakan jenis kista yang paling sering
ditemukan pada wanita pada usia dekade kedua dan ketiga dan termasuk tumor jinak.
Kista ini sering menyebabkan terjadinya torsio sehingga tindakan pembedahan
dilakukan untuk mengembalikan kista yang mengalami torsio dan menjaga jaringan
ovarium yang masih sehat. Pengobatan kista dermoid akhir-akhir ini dapat dilakukan
secara konservatif, beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa kista dermoid
khususnya yang berukuran kurang dari 6 cm bisa diikuti dengan terapi konservatif dan
resiko terjadinya komplikasi kecil, jika kista tidak berkembang prosedur pembedahan
dapat ditunda.
c. Kista endometrioma
Kista endometrioma adalah kista yang berasal dari jaringan endometrium yang ada di
indung telur. Jaringan endometrium yang terdapat pada ovarium mengikuti pola
endometrium yang ada di dalam rahim, sehingga setiap bulannya ikut menghasilkan
darah haid. Darah haid yang dihasilkan setiap bulannya tidak memiliki akses keluar
sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan dan terbentuk kista yang juga dikenal
dengan istilah kista coklat karena berisi darah menstruasi. Kista endometrioma yang
terjadi bilateral sekitar 30%-50% dan hanya 10% tumor endometroid timbul pada
tempat yang sama dengan endometriosis.
d. Kistadenoma ovarii serosum
Kistadenoma serosum mencakup sekitar 15-25% dari keseluruhan tumor jinak
ovarium, usia penderita berkisar antara 20-50 tahun. pada 12-50% kasus, kista ini
terjadi pada kedua ovarium atau terjadi bilateral. Ukuran kista berkisar antara 5-15 cm
dan ukuran ini lebih kecil dari rata-rata ukuran kistadenoma musinosum. Kista berisi
6

cairan serosa, jernih kekuningan. Proliferasi fokal pada dinding kista menyebabkan
proyeksi papilomatosa ke tengah kista yang dapat bertransformasi menjadi kistadeno
fibroma.
e. Kistadenoma ovarii musinosum
Kistadenoma ovarii musinosum mencakup 16-30% dari total tumor jinak ovarium dan
85% diantaranya adalah jinak. Tumor ini bilateral pada 5-7% kasus. Tumor ini pada
umumnya adalah multilokuler dan lokulus yang berisi cairan musinosum tampak
berwarna kebiruan dalam kapsul yang dindingnya tegang. Dinding kistadenoma
musinosum ini, pada 50% kasus mirip dengan struktur epitel endoserviks dan 50%
lagi mirip dengan struktur epitel kolon.

II.4

Epidemiologi
Data penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa umumnya kista ovarium

ditemukan pada saat pasien melakukan pemeriksaan ultrasonography abdominal maupun


transvaginal dan transrektal. Persentasi kejadian kista ovarium sebesar 18% pada usia
postmenopause, sebagian besar kista yang ditemukan merupakan kista jinak dan 10% sisanya
merupakan kista yang mengarah ke keganasan. Kista ovarium fungsional bisa terjadi pada
semua usia, tetapi lebih sering pada wanita usia reproduktif dan jarang setelah menopause.8
Kista ovarium biasanya terdapat pada 50% wanita yang mengalami siklus menstruasi
yang tidak teratur, 30% dari wanita dengan siklus menstruasi teratur, dan 6% dari wanita
postmenopause. Di Indonesia insiden kista ovarium yaitu 7% dari populasi wanita dan 85%
bersifat jinak. Insiden sebenarnya dari kista ovarium di Indonesia tidak diketahui secara pasti,
diperkirakan prevalensi dari kista ovarium sebesar 60% dari seluruh kasus gangguan
ovarium.4

II.5

Etiologi
Etiologi dari kista ovarium belum diketahui secara pasti. Namun, secara umum dapat

digolongkan etiologi terhadap jenis kista yang dialami. Penyebab terjadinya kista ovarium
yaitu terjadinya gangguan pembentukan hormon pada hipotalamus, hipofisis, atau ovarium.
Kista ovarium timbul dari folikel yang tidak berfungsi selama siklus menstruasi. Kista
ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan
tipe kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang
paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium
yang tidak terkontrol. Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar
akibat perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah ovarium. Pada beberapa kasus dapat juga
diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi yang dinamakan kista dermoid.
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan
normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan
sel telur. Namun, pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan
bendungan cairan yang nantinya akan menjadi kista.8
Kista folikuler terbentuk selama fase folikuler yang merupakan hasil kegagalan
lepasnya ovum akibat hipersekresi hormon folikel stimulation hormone (FSH) atau tidak
tercapainya peningkatan hormon luteinizing hormon (LH) pada pertengahan siklus sebelum
terjadinya ovulasi. Rangsangan hormonal menyebabkan kista folikuler berkembang dan
biasanya berukuran lebih dari 2,5 cm dan mengakibatkan perasaan tidak nyaman atau berat
pada perut bagian bawah. Sel granulosa yang melapisi folikel menyebabkan produksi
estradiol berlebih sehingga menyebabkan terjadinya penurunan frekuensi menstruasi dan
menorrhagia.6
Kista korpus luteum terjadi akibat kegagalan dari peleburan korpus luteum. Usia
korpus luteum hanya 14 hari apabila tidak terjadi kehamilan, tetapi pada kehamilan korpus
luteum akan mensekresikan progesterone dan akan bertahan sampai usia kehamilan ke 14
minggu dan kemudian mengalami peleburan. Kista korpus luteum dapat tumbuh mencapai
diameter 3 cm. kista korpus luteum dapat menyebabkan rasa nyeri tumpul pada panggul
unilateral dan bisa menyebabkan terjadinya komplikasi seperti ruptur, nyeri abdomen akut,
dan perdarahan berat.6
Kista teka lutein terjadi akibat luteinisasi dan hipertrofi lapisan sel teka akibat
rangsangan berlebihan dari hormon human chorionic gonadotropin (hCG) Kista teka lutein
biasanya terjadi pada penyakit trophoblastic gestasional seperti mola hydatidosa dan
8

koriokarsinoma, kehamilan multipel, atau hiperstimulasi ovarium eksogen. Kista teka lutein
pada 30% kasus berhubungan dengan kelebihannya hormon androgen pada wanita tetapi
dapat hilang dengan sendirinya akibat menurunnya hormone hCG, biasanya bilateral dan
menyebabkan pembesaran dari ovarium dimana kondisi ini disebut luteinalis hiperreaksi.7
Teratoma merupakan bentuk tumor yang berasal dari sel germinal, terdiri dari tiga
elemen lapisan embri yaitu ecktoderm, endoderm, dan mesoderm. Endometrioma adalah kista
yang berisi darah yang berkembang dari endometrium ektopik dan berhubungan dengan
endometriosis yang dapat menyebabkan trias klasik yaitu rasa nyeri dan berat saat menstruasi
serta dyspareunia.7
Berdasarkan gambaran patologi anatominya kista juga dibagi menjadi7;
1. Kista Fisiologis
Sesuai siklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang,
dan gambaranya seperti kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 4 cm,
dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan
hilang. Jadi ,kista yang bersifat fisiologis tidak perlu operasi, karena tidak
berbahaya dan tidak menyebabkan keganasan, tetapi perlu diamati apakah kista
tersebut mengalami pembesaran atau tidak. Kista yang bersifat fisiologis ini
dialami oleh orang di usia reproduksi karena masih mengalami menstruasi.
Biasanya kista fisiologis tidak menimbuklkan nyeri pada saat haid. Beberapa jenis
kista fisiologis diantaranya adalah kista korpus luteal, kista folikular, kista tekalutein.
2. Kista Patologis
Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium
merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua kanker ginekologi. Angka
kematian yang tinggi karena penyakit ini pada awalnya bersifat tanpa gejala dan
tanpa menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70%
pasien datang pada stadium lanjut, penyakit ini disebut juga sebagai silent killer.
Angka kematian penyakit ini di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Pada
kista patologis, pembesaran bisa terjadi relatif cepat, yang kadang tidak disadari
penderita. Karena, kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit
umumnya. Itu sebabnya diagnosa agak sulit dilakukan. Gejala seperti perut yang
agak membuncit serta bagian bawah perut yang terasa tidak enak biasanya baru
dirasakan saat ukuranya sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya perlu
dilakukan tindakan pengangkatan melalui proses laparoskopi. Tidak seperti kista

fisiologis yang hanya berisi cairan, kista abnormal memperlihatkan campuran


cairan dan jaringan solid dan dapat bersifat ganas.
Faktor resiko terbentuknya kista ovarium diantaranya8 ;
1. Terapi infertilitas. Pasien mendapat terapi infertilitas dengan gonadotropin untuk
menginduksi ovulasi atau agen yang lain seperti clomiphene citrate atau letrozole
dapat berkembang menjadi kista dari kelompok ovarian hyperstimulation syndrome.
2. Tamoxifen. Tamoxifen dapat menyebabkan kista ovarium jinak tipe fungsional yang
biasanya akan menghilang setelah terapi tamoxifen dihentikan.
3. Kehamilan. Wanita hamil dapat terbentuk kista pada trimester kedua ketika hormone
hCG mencapai puncak.
4. Hipotiroid. Terdapat persamaan antara subunit alfa thyroid-stimulating hormone
(TSH) dan hCG sehingga hipotiroid dapat merangsang ovarium dan pertumbuhan
kista.
5. Gonadotropins maternal. Efek transplasenta dari gonadotropins maternal dapat
menyebabkan perkembangan kista ovarium neonatal dan kista ovarium fetal.
6. Merokok. Resiko terjadinya kista ovarium fungsional meningkat pada wanita yang
merokok dan resiko semakin meningkat dengan terjadinya penurunan indeks massa
tubuh.
7. Ligase tuba. Kista ovarium fungsional berhubungan dengan ligasi tuba untuk
sterilisasi.

II.6

Patofisiologi
Ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff.

Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2,8 cm akan melepaskan
oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada
oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila
terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan
mengecil selama kehamilan.6
Kista ovarium yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista thecalutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista
fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
10

choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, hcg


menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas,
induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang
clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.6
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol
dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari
semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel
permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa
dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain
dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel
dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang
berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari
pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5
mm, seperti terlihat dalam sonogram.6

II.7

Manifestasi klinis
a. Kista folikel
Kista folikel juga dihubungkan dengan gangguan menstruasi yaitu perpanjangan
interval antarmenstruasi atau pemendekan siklus. Penemuan kista folikel
umumnya dilakukan melalui pemeriksaan USG transvaginal atau pencitraan MRI.
Diagnosis banding kista folikel adalah salfingitis, endometriosis, kista lutein, dan
kista neoplastik lainnya. Sebagian kista dapat mengalami obliterasi dalam 60 hari
tanpa pengobatan, pil kontrasepsi dapat digunakan untuk mengatur siklus
menstruasi dan atresi kista folikel.4
b. Kista dermoid
Kista dermoid merupakan tumor terbanyak yaitu sebesar 10% dari total tumor
ovarium yang berasal dari sel germinativum. Tumor ini merupakan tumor jinak sel
germinativum dan paling banyak diderita oleh gadis yang berusia dibawah 20
tahun. Tumor sel germinal ini mencakup 60% kasus dibandingkan 40% yang
berasal dari sel nongerminal. Jaringan ektodermal merupakan komponen utama
disertai beberapa jaringan penyusun tumor. Semakin lengkap unsur penyusun,
semakin solid konsistensi tumor. Kista dermoid jarang mencapai ukuran yang
besar, tetapi dapat bercampur dengan kistadenoma ovarii musinosum sehingga
11

diameternya akan semakin membesar. Unsur penyusun tumor terdiri dari sel-sel
yang telah matur sehingga kista ini juga disebut sebagai teratoma matur. Kista
dermoid mempunyai dinding berwarna putih dan relatif tebal, berisi cairan kental
dan berminyak karena dinding tumor mengandung banyak kelenjar sebasea dan
derivate ektodermal yang sebagian besar adalah rambut. Dalam ukuran kecil, kista
dermoid tidak menimbulkan keluhan apapun dan penemuan tumor pada umumnya
hanya melalui pemeriksaan ginekologi rutin. Tumor yang berukuran besar
menimbulkan rasa penuh dan berat di dalam perut.4
c. Kista endometrioma
Manifestasi kistadenoma yang paling sering ditemukan adalah penonjolan
berwarna merah kehitaman terutama pada ovarium dan bagian belakang dinding
uterus. Kebocoran akibat upaya untuk melepaskan ovarium dari perlekatannya
dari jaringan sekitar, akan disertai oleh keluarnya cairan kecoklatan yang
berwarna seperti karat. Kista dari jaringan endometrium pada ovarium akan
membuat permukaan dalam dinding memiliki gambaran seperti lapisan
endometrium di kavum uteri disertai dengan area-area yang berdarah. Perdarahan
atau bekuan darah dari kista endometrioma menjadi penyebab utama obstruksi
dari bagian paling ujung tuba. Penonjolan, perlekatan, dan perdarahan adalah
penampakan umum di semua lokasi lesi endometroid di dalam kavum pelvik.
Cavanagh menemukan hubungan usia kurang dari 30 tahun dengan progresivitas
pertumbuhan kista endometrioma, termasuk penyebarannya, di ovarium dan
kavum pelvik. Diagnosis kista endometrioma ditegakkan dengan laparoskopik
diagnostik.
d. Kistadenoma ovarii serosum
Kistadenoma serosum yang ditemukan pada usia 20-30 tahun digolongkan sebagai
neoplasma potensi rendah untuk transformasi ganas dan hal ini bertolak belakang
dengan penderita pada usia peri atau pascamenopause yang memiliki potensi
anaplastik yang tinggi. Seperti dengan sebagian besar tumor epithelial ovarium,
tidak dijumpai gejala klinik khusus yang dapat menjadi pertanda kistadenoma
serosum.

Penderita

kistadenoma

serosum

pada

beberapa

kondisi

akan

mengeluhkan rasa tidak nyaman pada daerah pelvis, pembesaran perut, dan gejala
seperti asites.
e. Kistadenoma ovarii musinosum
Tumor musin merupakan tumor dengan ukuran terbesar dari tumor dalam tubuh
manusia. Terdapat beberapa laporan yang menyebutkan berat tumor diatas 70kg.
Semakin besar ukuran tumor di ovarium, semakin besar pula kemungkinan
12

diagnosisnya adalah kistadenoma ovarii musinosum. Tumor ini asimtomatik dan


sebagian besar pasien hanya merasakan pertambahan berat badan atau rasa penuh
di perut. Perempuan pascamenopause dengan tumor ini dapat mengalami
hiperplasia atau perdarahan pervaginam karena stroma sel tumor mengalami
proses luteinisasi sehingga dapat menghasilkan hormon yaitu terutama hormon
estrogen, dan apabila terjadi pada perempuan hamil maka dapat terjadi
pertumbuhan rambut yang berlebihan atau virilisasi pada penderita. Cairan musin
dari kistoma ini dapat mengalir ke kavum pelvik atau abdomen melalui stroma
ovarium sehingga terjadi akumulasi cairan musin intraperitoneal dan hal ini
dikenal sebagai pseudomiksoma peritonii, hal tersebut dapat juga terjadi
disebabkan oleh kistadenoma apendiks yang dikenal dengan appendiceal
mucinous cystadenoma.

II.8

Diagnosis
Evaluasi pasien dengan kista ovarium mencakup riwayat kesehatan dan pemeriksaan

fisik untuk mencari tanda-tanda keganasan. Riwayat kesehatan focus terhadap faktor resiko
dan kemungkinan kista yang bersifat malignan. Gejala seperti perut kembung, nyeri pada
abdomen dan nyeri pelvik, adanya perasaan mudah kenyang, dan perubahan pada nafsu
makan juga sebagai penanda adanya kemungkinan keganasan. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan yaitu pemeriksaan abdomen dan pelvik termasuk pemeriksaan pelvik bimanual.
Perhatikan tanda-tanda seperti adanya massa padat, irregular, immobile,dan nodular serta
bilateral. Terdapat tanda-tanda asites menandakan adanya kemungkinan keganasan.
Sensitivitas dari pemeriksaan fisik dalam mendeteksi kemungkinan massa ovarium hanya
sebesar 15-51%.3
Pemeriksaan laboratorium pada kista ovarium jinak tidak memerlukan pemeriksaan
Ca-125 terutama pada wanita usia reproduktif. Ca-125 pada usia reproduktif meningkat pada
beberapa kondisi seperti fibroid, endometriosis, adenomyosis, infeksi pada pelvis dan selama
siklus menstruasi normal, hal tersebut yang menyebabkan Ca-125 tidak dapat membedakan
massa jinak maupun ganas dan tidak membantu dalam diagnosis banding kista ovarium jinak.
Pemeriksaan serum Ca-125 juga tidak terlalu diperlukan ketika pada pemeriksaan
ultrasonography tampak kista sederhana berdinding tipis, dengan cairan jernih, tidak terdapat
struktur intrakistik dan dengan diameter berukuran kurang dari 50 mm.3
Anti-mullerian hormone (AMH) merupakan penanda laboratorium yang relatif baru
dari ovarium dan dianggap paling akurat untuk saat ini. Kadar serum AMH lebih dari
13

0,5ng/ml menunjukan keadaan folikel dalam ovarium dalam keadaan normal, tetapi
menurunnya kadar serum AMH menunjukkan penurunan cadangan folikel dalam ovarium.
Kadar AMH dalam serum dapat membatu dalam memberikan terapi yang sesuai terhadap
pasien dengan kista ovarium. Pemeriksaan serum AMH sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan operasi dapat digunakan untuk mengevaluasi kerusakan ovarium setelah dilakukan
tindakan operatif.3
Ultrasonografi transvaginal frekuensi tinggi merupakan modalitas yang paling banyak
digunakan terutama pada pasien asimptomatik dan pada usia reproduktif merupakan
modalitas pilihan utama. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjukkan ukuran, konsistensi,
lateralitas, dan struktus intrakistik seperti terdapatnya septa, nodul, maupun adanya perluasan
papil dari kista. Pemeriksaan CT Scan dan Magnetic resonance imaging (MRI) dalam
mengevaluasi massa pada wanita usia reproduktif dilakukan pada wanita dengan kasus yang
dicurigai keganasan.3

II.9

Pengaruh hormon terhadap kista ovarium


Penyebab terjadinya kista ovarium fungsional terutama disebabkan adanya

rangsangan berlebihan dari hormon gonadotropin. Kista ovarium fungsional umumnya akan
mengalami regresi dan menghilang dengan sendirinya. Beberapa penelitian mencoba
menghubungkan antara pemberian kontrasepsi oral sebagai terapi terhadap kista ovarium.
Penelitian yang dilakukan memperoleh hasil bahwa penggunaan kontrasepsi oral dosis tinggi
terhadap terapi kista ovarium tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Data epidemiologi
menunjukan adanya efek perlindungan dari kontrasepsi oral terhadap perkembangan kista
ovarium fungsional. Teori yang ada menunjukkan bahwa penekanan sekresi hormon
gonadotropine pada kelenjar hipofisis dengan kontrasepsi oral akan menyebabkan ukuran
kista berkurang dan lebih cepat terjadinya regresi. Tetapi dalam praktek klinis beberapa
penelitian yang melakukan penelitian terhadap wanita dengan kista ovarium fungsional yang
diberikan terapi kontrasepsi oral selama beberapa waktu sebagian besar tidak memperoleh
hasil yang sama dengan teori. Penelitian Grimes et al, terhadap 686 wanita dari empat negara
yang mendapatkan terapi kontrasepsi oral kombinasi tidak mempercepat resolusi kista
ovarium fungsional dalam percobaan manapun, yaitu untuk kista yang terbentuk selama fase
folikular maupun kista yang terbentuk selama fase luteal. Kista ovarium fungsional
kebanyakan menghilang dengan sendirinya setelah beberapa siklus menstruasi, sedangkan
kista yang menetap dan tidak mengalami resolusi cenderung merupakan kista patologis
seperti endometrioma atau kista paraovarium.9
14

Penelitian yang dilakukan terhadap pemberian kontrasepsi oral sebagai terapi kista
ovarium fungsional tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Pemberian kontrasepsi oral
juga tidak mempercepat resolusi kista ovarium fungsional, tetapi kontrasepsi oral dapat
mencegah pembentukan kista yang baru. Kista ovarium fungsional terjadi sebagai hasil dari
ovulasi, menekan terjadinya ovulasi dapat mencegah kemungkinan terjadinya kista ovarium.
Ovulasi dan perkembangan folikel dapat ditekan dengan menghambat sekresi hormon
gonadotropin dari hipofisis dengan pemberian kontrasepsi oral kombinasi.10
Suatu penelitian mengevaluasi mengenai efek pemberian kontrasepsi oral kombinasi
terhadap terjadinya kista. Pemberian kontrasepsi oral kombinasi dosis tinggi pada penelitian
epidemiologi menunjukkan hasil yang bermakna bahwa dapat mencegah terbentuknya kista.
Holt et al melakukan penelitian case-control terhadap wanita berusia 18-39 tahun dengan
kista ovarium fungsional untuk menilai dan membandingkan efek dari kontrasepsi oral
dengan dosis yang berbeda. Resiko terjadinya kista ovarium sedikit lebih rendah pada wanita
yang menggunakan 35 mcg ethinyl estradiol monophasic dibandingkan dengan wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral monophasic maupun multiphasic dengan dosis kurang dari 35
mcg. Meskipun kombinasi kontrasepsi oral dapat digunakan dalam mencegah perkembangan
kista ovarium baru tetapi penggunaannya tidak dapat diberikan untuk semua orang.
Kontrasepsi oral kombinasi tidak boleh digunakan pada wanita dengan riwayat penyakit
tromboemboli, keadaan hiperkoagulasi atau faktor risiko lain untuk tromboemboli, hipertensi
yang tidak terkontrol, migrain dengan aura, penyakit hati, atau penyakit kardiovaskular dan
serebrovaskular. Wanita yang merokok terutama mereka yang berusia di atas 35 tahun dapat
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard.10

15

II.10 Talaksana
Pilihan terapi terhadap kista ovarium termasuk diantaranya diikuti perkembangannya
secara konservatif dengan kontrol secara rutin, terapi medikamentosa, dan tindakan operatif.
Tatalaksana konservatif berdasarkan consensus yang dipublikasikan oleh Society of
Radiologists in Ultrasound menyimpulkan bahwa kista simpel dan asimptomatik dengan
diameter 30-50 mm tidak memerlukan pemeriksaan rutin karena kista dengan ukuran tersebut
dengan dinding yang tipis, berisi cairan jernih dan tanpa struktur intrakistik akan mengalami
regresi spontan dalam 3 siklus menstruasi. Kista dengan ukuran diameter 50-70 mm
membutuhkan pemeriksaan rutin dan perlu diikuti, sedangankan kista dengan ukuran
diameter lebih dari 70 mm memerlukan pemeriksaan penunjang lanjutan.3
Kista ovarium sebagian besar asimptomatik dan biasanya ditemukan secara tidak
sengaja melalui pemeriksaan penunjang pada daerah abdomen dan pelvis. Gambaran kista
pada ultrasonografi menunjukkan lumen yang anechoic dengan dikelilingi oleh cincin yang
terbentuk dari jaringan normal. Kista ovarium fungsional dapat menyebabkan nyeri yang
berpindah-pindah karena adanya renggangan dari korteks ovarium akibat pembesaran kista,
iritasi pada peritoneum karena terjadinya ruptur, akibat terjadinya torsi, atau akibat terjadinya
iskemi dari adneksa. Kista asimptomatik dapat diberikan terapi konservatif karena umumnya
kista ovarium fungsional akan menghilang setelah beberapa siklus. Ketika kista menimbulkan
rasa sakit yang menetap dan membesar, perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan
operasi. Kista yang tidak menghilang dengan sendirinya merupakan kista patologis yang
penanganannya memerlukan tindakan operatif.9 Sebelum dilakukan tindakan operasi pasien
harus diedukasi terlebih dahulu mengenai dampak terhadap fertilitas.3
Kista ovarium yang menetap dengan ukuran yang semakin membesar setelah
beberapa siklus menstruasi bukan merupakan tipe kista fungsional, seperti kista teratoma
matur dengan ukuran yang semakin membesar meningkatkan resiko terjadinya nyeri, torsi
dan rupture dari ovarium, sehingga tindakan operasi perlu dilakukan pada keadaan seperti ini.
Ketika kista yang ditemukan merupakan kista endometrioma dan pada wanita yang akan
melakukan inseminasi buatan tindakan operatif tidak boleh dilakukan sebelum tindakan
inseminasi dengan tujuan untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan. Tindakan
operatif dapat dilakukan sebelum tindakan inseminasi buatan hanya dilakukan untuk
menentukan tipe jaringan kista ovarium.

16

Tindakan operatif yang disarankan adalah laparoskopi karena morbiditas setelaj


operasi yang rendah dan masa pemulihan yang lebih singkat. Penelitian yang dilakukan
dengan membandingkan tindakan laparaskopi dan laparatomi terhadap kista ovarium
menunjukkan lebih rendahnya kejadian febris, nyeri, komplikasi setelah operasi, waktu
perawatan yang lebih singkat, dan biaya yang lebih murah. Pengangkatan kista beserta kapsul
harus dilakukan pada tindakan laparoskopi karena angka kejadian kekambuhan sangat tinggi
pada kista ovarium yang hanya dilakukan tindakan aspirasi.
a. Kista folikel4
Tatalaksana kista folikel dapat dilakukan dengan melakukan pungsi langsung pada
dinding kista menggunakan peralatan laparoskopi setelah dipastikan kista tersebut
adalah kista folikel, karena apabila kista merupakan jenis neoplastik maka cairan
tumor akan menyebar di dalam rongga peritoneum.
b. Kista dermoid4
Tatalaksana kista dermoid yaitu diakukannya tindakan operatif diantarany, laparotomi
dan kistektomi.
c. Kista endometrioma4
Terapi kista endometrioma sangat tergantung dari usia dan fertilitas pasien karena
tindakan ooforektomi adalah pilihan yang cukup radikal untuk menyelesaikan kasus
ini. Untuk penanganan infertilitas dapat dilakukan eksisi kista endometrioma dan
dikombinasikan dengan terapi hormonal atau menopause buatan secara temporer.
d. Kistadenoma ovarii serosum4
Tatalaksana pilihan untuk kistadenoma serosum adalah tindakan pembedahan atau
eksisi dengan eksplorasi menyeluruh pada organ intrapelvik dan abdomen. Jenis insisi
yang dipilih adalah mediana karena dapat memberikan cukup akses untuk tindakan
eksplorasi,

dan

dilakukan

pemeriksaan

patologi

anatomi

untuk

antisipasi

kemungkinan adanya keganasan.

17

II.11 Komplikasi
Perdarahan ke dalam kista, biasanya terjadi sedikit-sedikit, berangsur- angsur
menyebabkan pembesaran kista, dan hanya menimbulkan gejala klinik yang minimal. Tetapi
bila dalam jumlah banyak akan terjadi distensi cepat dan nyeri perut mendadak. Putaran
tangkai kista atau torsi menimbulkan rasa sakit yang berat akibat tarikan melalui ligamentum
infundibulopelvikum terhadap peritoneum parietale. Robekan dinding kista terjadi pada torsi
tangkai, tetapi dapat pula akibat trauma yaitu jatuh, pukulan pada perut dan coitus. Bila kista
hanya mengandung cairan serosa, rasa nyeri akbat robekan akan segera berkurang. Namun
bila terjadi hemoragi yang timbul secara akut, perdarahan bebas dapat berlangsung terus
menerus dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tandatanda abdomen akut. Infeksi dapat terjadi, jika dekat tumor terdapat sumber kuman patogen,
seperti appendisitis, divertikulitis, atau salpingitis akut. Perubahan keganasan dapat terjadi
pada kista jinak, misalnya pada kistadenoma ovarii serosum, kistadenoma ovarii musinosum
dan kista dermoid. Sindroma Meigs ditemukan pada 40% dari kasus fibroma ovarii yaitu
tumor ovarium disertai asites dan hidrotoraks. Kista teka lutein cenderung menyebabkan
torsi, perdarahan, dan ruptur.8

II.12 Prognosis
Prognosis dari kista ovarium jinak sangat baik. Kista ovarium folikel mengalami
regresi spontan sebanyak 70-80%. Kista ovarium jinak tersebut dapat tumbuh di jaringan sisa
ovarium atau di ovarium kontralateral. Apabila sudah dilakukan operasi, angka kejadian kista
berulang cukup kecil yaitu 13%. Kematian disebabkan karena karsinoma ovarium ganas
berhubungan dengan stadium saat terdiagnosis pertama kali dan pasien dengan keganasan ini
sering ditemukan sudah dalam stadium akhir. Angka harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata
41.6%. Tumor sel granuloma memiliki angka bertahan hidup 82% sedangkan karsinoma sel
skuamosa yang berasal dari kista dermoid berkaitan dengan prognosis yang buruk.8
Kista ovarium yang terjadi pada wanita hamil dengan ukuran kurang dari 6 cm
memiliki resiko keganasan kurang dari 1% dan kebanyakan kista mengalami regresi pada
usia kehamilan 16-20 minggu dan 96% mengalami regresi spontan. Pasien menopause
dengan kista unilokuler kemungkinan menjadi ganas sebesar 0,3%. Kista kompleks dan
multilokuler resiko menjadi ganas adalah sebesar 36%.8

18

BAB III
KESIMPULAN

Kista ovarium adalah kantung berisi cairan yang terdapat pada ovarium. Penemuan
kista ovarium pada seorang wanita ditakuti oleh karena adanya kecenderungan menjadi
ganas, tetapi kebanyakan kista ovarium memiliki sifat yang jinak yaitu sebesar 80-84%.
Sebagian besar kista tidak menimbulkan gejala yang nyata, namun sebagian lagi
menimbulkan masalah seperti rasa sakit dan pendarahan. Bahkan kista ovarium yang ganas
tidak menimbulkan gejala pada stadium awal, sehingga sering ditemukan dalam stadium yang
lanjut. Komplikasi yang paling sering dan paling serius pada kista ovarium adalah peristiwa
torsio atau terpuntir dan ruptur yang menyebabkan nyeri akut pada abdomen ataupun
perdarahan.
Penatalaksanaan kista ovarium sebagian besar dilakukan secara konservatif untuk
jenis kista fungsional karena tidak memerlukan tatalaksana khusus dan dapat mengalami
regresi spontan dalam tiga siklus menstruasi, dapat juga diberikan terapi medikamentosa
yaitu diberikan terapi kontrasepsi oral. Mekanisme kerja kontrasepsi oral dalam mencegah
terjadinya fertilisasi diantaranya dengan mencegah terjadinya ovulasi. Kista ovarium
terbentuk salah satu penyebabnya yaitu karena adanya proses ovulasi dan perkembangan dari
folikel de graaf. Dengan mencegah terjadinya ovulasi maka kemungkinan untuk terbentuknya
kista berkurang. Pemberian kontrasepsi oral tidak dapat membuat kista ovarium yang sudah
terbentuk mengalami resolusi yang lebih cepat tetapi dapat mencegah terbentuknya kista
ovarium yang baru. Tetapi untuk beberapa jenis kista lain memerlukan tindakan pembedahan
untuk mengangkat kista. Tindakan pembedahan melibatkan keputusan yang sukar dan dapat
mempengaruhi status hormonal dan fertilitas seorang wanita. Prognosis kista jinak sangat
baik, namun pada keganasan ovarium, angka harapan hidup 5 tahun hanya mencapai 46%

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Mishra J. Accidents to ovarian cysts. Journal of universal college of medical sciences
2013;1:46-53.
2. Bottomley C, Bourne T. Diagnosis and management of ovarian cyst accidents. Best
pract res clin obstet gynaecol 2009;5:711-24.
3. Rofe G, Auslender R, Dirnfeld M. Benign ovarian cysts in reproductive-age women
undergoing assisted reproductive technology treatment. J obstet gynaecol 2013;17-22.
4. Adriaansz G. Tumor jinak organ genitalia. In: Ilmu kandungan. 3 rd ed. Anwar M,
Baziad A, Prabowo RP, editors. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2011.p. 279-86.
5. Gunardi ER, Wiknjosastro H. Anatomi panggul dan anatomi isi rongga panggul. In:
Ilmu kandungan. 3rd ed. Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, editors. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.p.16-8.
6. Eryilmaz OG, Sankaya E, Aksakal FN, Hamdemir S, Dogan M, Mollamahmutoglu L.
Ovarian

cyst

formation

following

gonadotropin-releasing

hormone

agonist

administration decrease the oocyte quality in IVF cycles. Balkan med j 2012;29:197200.
7. Stany MP, Hamilton CA. Benign disorders of the ovary. Obstet Gynecol Clin North
Am 2008;35:271-84.
8. Helm W. Ovarian cysts. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/255865overview. Accessed on May 14, 2016.
9. Grimes DA, Jones LB, Lopez LM, Schulz KF. Oral contraceptives for functional
ovarian cysts. Cochrane database of systematic reviews 2014;4:CD006134. DOI:
10.1002/14651858.CD006134.pub5.
10. Horlen C. Ovarian cysts: a review. US Pharmacist 2010;35:1-4.

20

Anda mungkin juga menyukai