PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari
jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh
yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil
yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer. Semuanya mempunyai struktur dasar yang sama massa limfoid
ditunjang kerangka retinakulum jaringan penyambung.
Adenoid (tonsilla faringeal) mempunyai struktur limfoidnya tersusun dalam lipatan,
sedangkan tonsilla palatina mempunyai susunan limfoidnya sekitar pembentukan seperti kripta.
Sistem kripta yang kompleks dalam tonsilla palatina mungkin bertanggung jawab pada
kenyataan bahwa tonsilla palatina lebih sering terkena penyakit daripada komponen cincin
limfoid lainnya.
Tonsilla lingualis mempunyai kripta-kripta kecil yang tidak terlalu berlekuk-lekuk atau
bercabang dibandingkan dengan tonsilla palatina. Prevalensi penyakit tonsillitis akut lebih sering
terkena pada anak-anak, sedangkan tonsillitis lingualis lebih sering terkena pada orang dewasa.
Tonsillitis merupakan salah satu dari penyakit THT yang sering dikeluhkan pasien ketika
berobat ke dokter. Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam penanganan tonsillitis ini. Dari
sisi penyakitnya, terapinya, tindakannya, akibat akibat yang ditimbulkan baik dari penyakitnya
sendiri maupun dari terapi atau tindakan yang dilakukakan.
B. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk lebih mendalami dan
memahami kasus kasus tentang tonsillitis. Tujuan khususnya adalah sebagai pemenuhan tugas
laporan kasus kepaniteraan stase THT.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
:
Jenis kelamin
:
Umur
:
Alamat
:
No. RM
:
Tanggal berobat :
B. Anamnesis
1. Keluhan utama:
Nyeri menelan sejak 7 tahun yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang denga keluham nyeri menelan sejak 7 tahun yang lalu. Pasien merasa
seperti ada benjolan di bagian leher. Pasien merasa nafsu makan berkurang dan dada
terasa sesak. Pasien demam, batuk, pilek, dan kepala tersas pusing sejak 2 hari yang lalu
3. Riwayat penyakit dahulu:
Disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga:
Disangkal
5. Riwayat alergi:
Riwayat alergi makanan, debu, cuaca dan obat-obatan disangkal
6. Riwayat pengobatan:
Pasien sudah berobat ke bidan
7. Riwayat Psikososial :
Pasien senang jajan es dan makanan pedas
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos mentis
Berat badan
: 54 Kg
Tanda Vital
2
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Penafasan
: 20 x/ menit
Nadi
: 76 x/menit
Suhu
: 36.7C
Status Generalis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kepala
:
Mata
:
Telinga
:
Hidung
:
Mulut
:
Tenggorok :
Leher
:
Thorax
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
9. Jantung
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
10. Abdomen
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
11. Ekstremitas
:
:
:
:
:
:
:
:
datar (+)
supel, nyeri tekan epigastrium (-)
timpani pada seluruh kuadran abdomen
bising usus (+) normal
a. Superior
b. Inferior
AD
Normotia, hematoma (-),
AS
Aurikula
edema (-)
edema (-)
Preaurikula
Retroaurikula
Peradangan (-), pus (-), nyeri
MAE
massa(-)
massa(-)
KAE
massa(-)
Intak, refleks cahaya (+) di jam
Membran timpani
Uji Rinne
Lateralisasi (-)
Uji Weber
Lateralisasi (-)
Uji Schwabach
2. Hidung
a. Rinoskopi Anterior
Dextra
Rhinoskopi anterior
Sinistra
Hiperemis (-)
Mukosa
Hiperemis (-)
Sekret
Hipertrofi (-)
Konka inferior
Hipertrofi (-)
Deviasi (-)
Septum
Deviasi (-)
(-)
Massa
(-)
Normal
Passase udara
Normal
b. Sinus paranasal
Inspeksi : Pembengkakan kedua pipi (-), kemerahan kelopak mata bawah mata (-),
pembengkakan kelopak mata atas (-)
Palpasi : Nyeri tekan pipi (-), nyeri ketuk pipi (-), nyeri tekan medial atap orbita (-),
nyeri tekan kantus medius (-)
c. Tes penciuman
- Kanan
: Normal dengan kopi
- Kiri
: Normal dengsn kopi
- Kesan
: NDS normosmia
d. Transluminasi
- Sinus maksilaris
Dekstra : Terang
Sinistra : Terang
Berbentuk seperti bulan sabit
- Sinus frontalis
Dekstra : Terang
Sinistra : Terang
Berbentuk seperti sarang tawon
Kesan : sinus maksilaris dan sinus frontalis normal
3. Tenggorok
5
tidak dilakukan
Torus tubarius
tidak dilakukan
Fossa Rossenmuller
tidak dilakukan
Plika salfingofaringeal
tidak dilakukan
Pemeriksaan Orofaring
Sinistra
Hiperemis
Simetris (normal) bersih
Simetris (normal) bersih
Karies (-)
Simetris (normal) bersih
Tonsil
Hiperemis
Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi geligi
Uvula
Hiperemis
Simetris (normal) bersih
Simetris (normal) bersih
Karies (-)
Simetris (normal) bersih
Mukosa
Hiperemis
TIIA
Besar
TIIB
Melebar
+
-
Kripta
Detritus
Perlengketan
Melebar
+
-
Tenang
-
Mukosa
Granula
Post nasal drip
Tenang
-
Mulut
Faring
Tes Pengecapan
Manis
Normal
Asin
Normal
Asam
Normal
Pahit
Normal
C. Laringofaring
Tabel 5. Pemeriksaan Laringofaring
Laringofaring (Laringoskopi indirect)
Epiglotis
tidak dilakukan
Plika ariepiglotika
tidak dilakukan
Plika ventrikularis
tidak dilakukan
Plika vokalis
tidak dilakukan
Rima glotis
tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Maksilofasial
Tabel 6. Pemeriksaan Maksilofasial
Dextra
Nervus
Sinistra
I.
Olfaktorius
Penciuman
Normosmia
II.
Normosmia
Optikus
(+)
(+)
(+)
(+)
Daya penglihatan
Refleks pupil
III. Okulomotorius
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
laterosuperior
(+)
(+)
IV. Troklearis
Gerakan bola mata ke lateroinferior
(+)
V.
(+)
(+)
Trigeminal
(+)
(+)
Tes sensoris
(+)
(+)
(+)
VI. Abdusen
(+)
(+)
VII. Fasial
(+)
(+)
Mengangkat alis
Kerutan dahi
(+)
(+)
8
(+)
Menunjukkan gigi
(+)
(+)
(+)
VIII. Akustikus
Tes garpu tala
Normal
Normal
IX. Glossofaringeal
(+)
Refleks muntah
Daya kecap lidah 2/3 anterior
(+)
(+)
(+)
X.
(+)
Vagus
(-)
Deviasi uvula
Simetris
Pergerakan palatum
(+)
(-)
Simetris
XI. Assesorius
(+)
Memalingkan kepala
Kekuatan bahu
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
XII. Hipoglossus
Tremor lidah
Deviasi lidah
(-)
(-)
5. Leher
Tabel 7. Pemeriksaan Kelenjar Tiroid dan Kelenjar Getah Bening (KGB)
Dextra
Pemeriksaan
Sinistra
Pembesaran (-)
Tiroid
Pembesaran (-)
9
Pembesaran (-)
Kelenjar submental
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Kelenjar submandibula
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Kelenjar suprasternal
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Kelenjar supraklavikularis
Pembesaran (-)
E. Resume
Perempuan 24 tahun, datang dengan keluhan nyeri menelan sejak 7 tahun yang lalu, pasien
merasa seperti ada benjolan di tenggorokan. Pasien merasa nafsu makan berkirang dan
disertai sesak sejak 7 hari yang lalu, pasien mengeluh demam pilek, batuk, dan kepala terasa
pusing sejak 2 hari yang lalu. Pasien senang mengkonsumsi es dan makanan pedas.
Hasil pemeriksaan tenggorok menunjukkan tonsil tampak hiperemis, besar derajat tonsil
kanan dan kiri TIIB / TIIA, kripta melebar (+)/(+), dan detritus (+/+)
F. Diagnosis Banding
1. Tonsillitis kronik hipertrofi
2. Abses peritonsil sinistra
3. Tonsillitis difteri
G. Diagnosa Kerja
Tonsillitis kronik hipertrofi
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
a. Hematologi rutin: Hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit, masa
perdarahan, dan masa pembekuan
I.
Penatalaksanaan
1. Nonmedikamentosa
Menghindari minum es, makan makanan pedas, dan gorengan
Makan makanan 4 sehat 5 sempurna
2. Medikamentosa
koamoksiklav tablet 500 mg 2 x 1
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Faring
Gambar 1. Potongan sagital rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring.
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di
bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
11
menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah
berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih
14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk
oleh (dari dalam ke luar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot, dan sebagian fasia
bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring).
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.
1. Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring karena
fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedamng epitelnya torak berlapis
yang mengandung sel goblet. Di bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena
fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya berlapis gepeng dan tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Oleh karena itu faring
dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan.
2. Palut lendir (mucous blanket)
Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Di bagian
atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai dengan
arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini mengandung enzim lysozyme yang penting untuk
proteksi.
3. Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m. Konstriktor faring superior, media, dan
inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian
bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini
bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring
(raphe pharyngis). Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini
dipersarafai oleh n.Vagus (n.X).
12
Otot-otot yang longitudinal adalah m.Stilofaring dan m. Palatofaring. Letak otot-otot ini
di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan
m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring.
Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu penting sewaktu menelan. M.
Stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan m. Palatofaring dipersarafi oleh n.X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia
dari mukosa yaitu m. Levator veli palatini, m. Tensor veli palatini, m. Palatoglosus, m.
Palatofaring, dan m. Azigos uvula.
1. M.Levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi
oleh n.X.
2. M.Tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan
bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
3. M.Palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring.
Otot ini dipersarafi oleh n.X.
4. M.Palatofaring membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
5. M.Azigos uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula
ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang
utama berasal dari cabang a. Karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fasial) serta
dari cabang a. Maksila interna yakni cabang palatina superior.
Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus daring yang ekstensif.
Plesksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.Vagus, cabang dari n. Glososfaring dan serabut
simpatis. Cabang faring dari n. Vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif
ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m. Stilofaring yang dipersarafi langsung
oleh cabang n. Glosofaring (n.IX).
Kelenjar getah bening
Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media, dan
inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah
bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar
getah bening dalam bawah.
Pembagian faring
1. Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah
palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah verrtebra
servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan beberapa
struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan
resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus Tubarius, suatu refleksi mukosa
faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen Jugulare, yang dilalui
oleh n. Glosofaring, n. Vagus, dan n. Asesorius spinal saraf kranial dan v. Jugularis
interna, bagian petrosus os.Temporalis dan foramen laserum, dan muara tuba Eustachius.
2. Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atanya adalah palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke
belakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterio faring, tonsil
palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual, dan
foramen sekum.
Dinding posterior faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat dalam radang
akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian
tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole
berhubungan dengan gangguan n. Vagus.
Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya
adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole)
terdapat suatu ruang kecil yang dinamanakan fosa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan
ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses.
Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut
kapsul yang sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.
Tonsil
15
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior
ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior adalah vertebra servikal.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil (pills pocket),
sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil
(bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak
langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut
menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.
Nervus Laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia lokal di faring
dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.
B. Fisiologi Faring
Fungsi faring yang utama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara, dan
untuk artikulasi.
1. Fungsi menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofageal.
Fase oral (voluntary), bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Fase faringeal (involuntary)
yaitu pada waktu transpor bolus makanan melalui faring. Fase esofagal (involuntary) yaitu pada
waktu bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju lambung.
2. Fungsi faring dalam proses bicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang faring.
17
Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m. Salfingofaring dan m.
Palatofaring, kemudian m. Levator veli palatini bersama-sama m. Konstriktor faring superior.
Pada gerakan penutupan nasofaring m. Levator veli palatini menarik palatum mole ke atas
belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan
Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu
pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m. Palatofaring (bersama m. Salfingofaring) dan oleh
kontraksi aktif m.Konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu yang bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi
ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan
dengan gerakan palatum.
C. Anatomi Tonsil
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari
jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ
tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3
macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris
diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Tonsil
palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam fosa tonsil.
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan arkus faring posterior. Arkus faring
anterior dibentuk oleh muskulus Palatoglosus yang kerjanya menyempitkan ismus faring,
otot ini dipersarafi oleh nervus Vagus (N.X). Sedangkan arkus faring posterior dibentuk oleh
muskulus palatofaring, otot ini juga dipersarafi oleh nervus Vagus (N.X). Batas lateral fosa
tonsil adalah muskulus Konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas
(upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fosa supra tonsil. Fosa ini berisi
jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah keluar bila terjadi
abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan
disebut kapsul yang sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.
18
19
menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher,
dibelakang dan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe ini dilanjutkan ke
nodulus limfatikus daerah dada, untuk selanjutnya bermuara ke duktus toraksikus.
1. Tonsilitis akut
a. Etiologi
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus hemolitikus,
Pneumokokus, Streptokokus viridans, dan Streptokokus pyogenes. Hemophylus
influenzae merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif.
b. Patofisiologi
Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila kuman ini mengikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi,
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan
22
epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai
bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis.
Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi
tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran
semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.
23
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada
dalam tubuh pasien merupakan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan
demam reumatik, glomerulonefritis.
2) Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3) Terapi
Dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dan sulfonamide, antipiretik, dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.
f. Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan sendiri dan
dengan menggunakan antibiotic.Tindakan operasi hanya dilakukan jika sudah mencapai
tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
1) Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu hilang
dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita banyak istirahat,
minum minuman hangat.
2) Antibiotik
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang akan berperan dalam proses
penyembuhan. Antibiotik oral perlu dimakan selama setidaknya 10 hari.
3) Tindakan operasi
Tonsillektomi biasanya dilakukan jika pasien mengalami tonsillitis selama tujuh kali atau
lebih dalam setahun, pasien mengalami tonsillitis lima kali atau lebih dalam dua tahun,
tonsil membengkak dan berakibat sulit bernafas, adanya abses.
2. Tonsilitis kronis
a. Etiologi
Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut , namun terkadang
bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.
b. Faktor predisposisi
24
Higien mulut yang buruk, pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat, rangsangan
kronik karena rokok maupun makanan.
c. Patofisiologi
Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jarinagn limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus, proses ini
meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris.
d. Pemeriksaan
1) Terapi
Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada higien mulut dengan berkumur atau obat isap.
Terapi radikal dengan tonsillektomi bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala
sumbatan serta curiga neoplasma.
2) Faktor penunjang
Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.
1) Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia
berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase.
c. Tonsillitis yang menimbulkan kejang demam.
d. Tonsillitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
2) Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
b. Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis.
c. Tonsillitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten
g. Teknik-Teknik Tonsillektomi
1) Guillotine
Tonsilektomi caraguillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19, dan
dikenal sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil. Namun
tidak ada literatur yang menyebutkan kapan tepatnya metode ini mulai dikerjakan.
Tonsilotom modern atau guillotine dan berbagai modifikasinya merupakan
pengembangan dari sebuah alat yang dinamakan uvulotome. Uvulotome merupakan
alat yang dirancang untuk memotong uvula yang edematosa atau elongasi.
Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat,
komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.
2) Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Di negaranegara Barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan
endotrakeal pada posisi Rose yang mempergunakan alat pembuka mulut Davis,
mereka lebih banyak mengerjakan tonsillektomi dengan cara diseksi. Cara ini juga
banyak digunakan pada pasien anak.
26
Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain
yang lebih baik untuk tonsillektomi, prinsip dasar teknik tonsillektomi tidak
berubah. Pasien menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia).
Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi
membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan
mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis
dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut
dengan salin.
Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien dengan benar
dengan mouth gag pada tempatnya. Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan
harus diposisikan serta dicek fungsinya sebelum tindakan dimulai.Mouth gag
diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal terfiksasi aman diantara
lidah dan bilah. Mouth gag paling baik ditempatkan dengan cara membuka mulut
menggunakan jempol dan 2 jari pertama tangan kiri, untuk mempertahankan pipa
endotrakeal tetap di garis tengah lidah. Mouth gag diselipkan dan didorong ke
inferior dengan hati-hati agar ujung bilah tidak mengenai palatum superior sampai
tonsil karena dapat menyebabkan perdarahan. Saat bilah telah berada diposisinya
dan pipa endotrakeal dan lidah di tengah, wire bail untuk gigi atas dikaitkan ke gigi
dan mouth gag dibuka.Tindakan ini harus dilakukan dengan visualisasi langsung
untuk menghindarkan kerusakan mukosa orofaringeal akibat ujung bilah. Setelah
mouth gag dibuka
apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat, bibir tidak terjepit, sebagian besar
dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan inferior tonsil terlihat. Kepala
di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. Sebelum memulai operasi, harus
dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan molle.
Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur garis
tengah untuk tempat pipa endotrakeal (ring blade). Bilah mouth gag tersedia dalam
beberapa ukuran. Anak dan dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3
dan laki-laki dewasa memerlukan bilah no. 4. Bilah no. 2 jarang digunakan kecuali
pada anak yang kecil.Intubasi nasal trakea lebih tepat dilakukan dan sering
digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak dilakukan adenoidektomi.
27
monopolar suction, bipolar dan prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga listrik
dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau untuk
koagulasi.Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan
tindakan memotong dan hemostase dalam satu prosedur. Dapat pula digunakan
sebagai tambahan pada prosedur operasi lain.
4) Radiofrekuensi
Pada
teknik
Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat kerusakan
bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah
jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang. Pengurangan
jaringan juga dapat terjadi bila energi radiofrekuensi diberikan pada medium
penghantar seperti larutan salin.Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat
menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di jaringan. Karena proses ini
terjadi pada suhu rendah (40 C - 70 C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar
yang rusak.
Alat radiofrekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat Bovie, Elmed
Surgitron system (bekerja pada frekuensi 3,8 MHz), the Somnus somnoplasty
28
plasma coagulators. Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya,
ablasi sebagian atau berkurang volumenya.Penggunaan teknik radiofrekuensi dapat
menurunkan morbiditas tonsilektomi.Namun masih diperlukan studi yang lebih
besar dengan desain yang baik untuk mengevaluasi keuntungan dan analisa biaya
dari teknik ini.
5) Skalpel harmonik
Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan
mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini
menggunakan suhu yang lebih rendah dibandingkan elektrokauter dan laser.
Dengan elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila temperatur
sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah sel tersebut (biasanya 150 C
400 C), sedangkan dengan skalpel harmonik temperatur disebabkan oleh friksi
jauh lebih rendah (biasanya 50 C - 100 C). Sistem skalpel harmonik terdiri atas
generator 110 Volt, handpiece dengan kabel penyambung, pisau bedah dan pedal
kaki.
Alatnya memiliki 2 mekanisme memotong yaitu oleh pisau tajam yang bergetar
dengan frekuensi 55,5 kHz sejauh lebih dari 80 m (paling penting), dan hasil dari
pergerakan maju mundur yang cepat dari ujung pemotong saat kontak dengan
jaringan yang menyebabkan peningkatan dan penurunan tekanan jaringan internal,
sehingga menyebabkan fragmentasi berongga dan pemisahan jaringan. Koagulasi
muncul ketika energi mekanik ditransfer kejaringan, memecah ikatan hidrogen
tersier menjadi protein denaturasi dan melalui pembentukan panas dari friksi
jaringan internal akibat vibrasi frekuensi tinggi.
Dibandingkan dengan teknik diseksi standar dan elektrokauter, teknik ini
mengurangi nyeri pascaoperasi.
6) Coblation
Teknik coblation juga dikenal dengan namaplasma-mediated tonsillar ablation,
ionised field tonsillar ablation; radiofrequency tonsillar ablation; bipolar
radiofrequency ablation; cold tonsillar ablation.
Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk menghasilkan listrik
radiofrekuensi (radiofrequency electrical) baru melalui larutan natrium klorida.
29
Keadaan ini akan menghasilkan aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan
sekitar. Coblationprobe memanaskan jaringan sekitar lebih rendah dibandingkan
probe diatermi standar (suhu 60 C (45 - 85 C) dibanding lebih dari 100 C).
National Institute for clinical excellence menyatakan bahwa efikasi teknik
coblationsama dengan teknik tonsilektomi standar tetapi teknik ini bermakna
mengurangi rasa nyeri, tetapi komplikasi utama adalah perdarahan.
menggunakan
mikrodebrider
endoskopi.
Meskipun
mikrodebrider
30
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tonsillitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman Streptococcus
beta hemolyticus, Streptococcus viridians, Streptococcus pyogenes, Pneumococcus,
Haemophylus influenzae dan Staphylococcus, dapat juga disebabkan oleh virus.Tonsillitis
kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang.
Kuman-kuman penyebab menginfiltrasi lapisan epitel dan terjadi reaksi jaringan
limfoid superfisial. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Proses ini tampak sebagau detritus pada korpus tonsil. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut
dengan detritus disebut tonsillitis folikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu
maka terjadi tonsillitis lakunaris.
Manifestasi klinik tonsillitis akut berupa sakit tenggorokan, sakit saat menelan,
muntah, tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan,
sakit kepala dan sakit pada telinga. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan kekambuhan
sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
Komplikasi dapat berupa abses peritonsil, otitis media akut, mastioditis,
laryngitis, sinusitis, rinitis, endokarditis bakterialis, arthritis reumatoid, GNAPS dan lainlain.
Penatalaksanaan tonsilitis akut dapat diberikan obat-obat simpotamatis dan
antibiotic. Sedangkan tonsilitis kronis dapat diberikan coamoxiclav dan antipiretikanalgesik paracetamol.
Terdapat dua indikasi tonsillektomi, yaitu indikasi yang bersifat relatif dan
absolut. Sedangkan terdapat 8 buah metode tonsilektomi.
31
B.
Saran
Tonsillitis seringkali menyebabkan gangguan menelan, umumnya pada anakanak. Sebagai dokter, maka perlu diberikan penjelasan tentang penyakit, komplikasi,
serta pilihan terapi baik dengan obat maupun tindakan pembedahan. Dokter juga harus
memberikan informasi tentang hal-hal yang dapat menyebabkan kambuhnya penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
4. Soepardi Efiaty A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi keenam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. h.
102 103
5. Ballenger JJ. Diseases of the oropharynx. In: Otorhinolaryngology head and the neck
surgery. 15th Ed. Lea Febiger Book. Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London,
Munich, Sydney, Tokyo, 1995:236-44.
6. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan
Tenggorok. Edisi III. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 2005. h. 46 47
7. Ganong, Williem S. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. 2003.
8. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183
33