Serial Ill Memaknai Kehidupan & Kearifan Lokal
KONSTITUSI
Sofaral, Budaya & Kepeninpinan
POMSENMISEN
(Ketua Mahkamah Konstitusi/Republik Indonesia) =
- we Ss ee 5
See LESSEJARAH, BUDAYA& asa aN
Saya gembira dan merasa tak salah pilih ketika beberapa
waktu yang lalu saya memberi predikat "Desa Konstitusi"
kepada desa Galesong, yang oleh Aminudddin Salle |
dijadikan sebagai semacam laboratorium bagi kearifan
lokal yang harus menasional itu. Desa itu memang telah
diperkenalkan oleh Aminudddin kepada masyarakat,
termasuk kepada saya, sebagai contch desa kecil tetapi bermakna
besar sebagai potret Indonesia. Ibaratnya, desa Galesong merupakan
miniatur Indonesia, sedangkan Indonesia merupakan pembesaran dari
desa Galesong.
Prof Dr H Moh. Mahfud MD Karaeng Tojeng
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
“Orang Bugis-Makassar pembenarannya selalu melalui
empat pendekatan dasar yakni kesesuaian dengan nilai-
nilai agama, mendahulukan kepentingan orang banyak,
»., aturan serta adat dan budaya. Saya menilai empat sifat
S »dasar Karaeng Tojeng Karaeng Galesong dahulu yakni
cerdas, berari, jujur dan kaya patut menjadi teladan bagi para
pemimpin.”
Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH.MH..
Gubernur Sulawesi Selatan
“Galesong terpilih sebagai Desa Pancasila dan Konstitusi
karena daerah ini masih mempertahankan adat istiadat,
serta budaya, mulai dari zaman kerajaan hingga era
modern. Galesong masih memegang teguh budaya dan
=» %8S adat istiadat, hingga kini masih tetap lestari.”
Dr. H. Ibarahim Rewa, MM.
Bupati Takalar
SBN 9786-02-94 3b ~0:
I
Cao eek
ee ee UATE CT
kassar, Indonesia 90245
CAEN Telp. 0411-586572 Fax. 0411-580394
LALLAGALESONG
DESA PANCASILA &
KONSTITUSI
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan
(Serial It Memaknal Kehidupan dan Kearifan Lokal)Aminuddin Salle,dkkGALESONG
DESA PANCASILA & KONSTITUS!
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan
(Serial If Memaknai Kehidupan dan Kearifan Lokal)
Aminuddin Salte, dik
Kata Pengantar
Prof Dr H Moh. Mahfud MD Karaeng Tojeng
Ketua Mahkamah Konstitus! Republik Indonesia
és
MAKASSARGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
Selarah, Budaya & Kepemimpinan
{Serial i Memaknal Kehidupandan Kearlfan Lokal)
Penulis
Aminuddin Salle
AJB Karseng Mamajja
Supriadi Hamdat
Ahmad Husain
fka Farihah Hentihu
Editor
Suryana Hamid
BuyungRomadhon!
Deasy Maulana
Muh. isnaent
Layout Isl: Piter Pratama
Desaln Cover: De’Katty
Cetakan Pertama, Juni 2012
Diterbitkan oleh:
ASPublishing
Gedung ASCenter
Jalan Masjid Al-ikhias Ill Kaveling V
Kompleks Dosen Unhas Tamalanrea
Makassar, indonesia 90245
Telp. 0411-586572 Fax.0411-580384
E-mail: aminuddinsalle2@gmail.com
Website: www.pena.aminuddinsalle.com
Pemasaran on line: http://ascreation.wordpress.com
All Right Reserved.
Hak Cipta Dilindungl Undang-Undang. Dilarang memperbanyak
sebagian atau seluruh ist buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
ISBN : 978-602-9436-03-7AMINUDDIN:
PENIUP TEROMPET
KEARIFAN LOKAL
UNTUK DAN DI DALAM
PANCASILA
Pengantar
Moh. Mahfud MD
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
jaya sungguh gembira dapat berkenalan dengan
Prof, Dr. Aminuddin Salle, seorang maha guru
yang sangat kental keperduliannya terhadap
kearifan lokal sebagai penguat Pancasila, dasar ideologi
negara kita. Salah satu bahaya besar bagi masa depan
bangsa dan negara kita adalah penggerusan budaya
lokal dari kehidupan nasional kita dalam bentuk
hegemoni budaya nasional yang dipaksakan. Hegemoni
seperti itu bisa menjauhkan Pancasila sebagai perekat
dari kehidupan nyata bangsa Indonesia yang
tealitasnya memang multikultur. Itulah sebabnya,
kalau kita mau menjaga tegaknya negara berdasar
Pancasila maka penghargaan terhadap budaya dan
kearifan-kearifannya harus dikuatkan. :Aminuddin Salledkk
Kita harus menegaskan bahwa Pancasila itu
adalah perekat kita, tetapi harus disertai dengan
kesadaran bahwa Pancasila itu pun direkatkan oleh
budaya dan kearifan lokal yang sudah dihayati oleh
nenek moyang dari berbagai suku dan daerah yang
sekarang ini menjadi satu negara yang bernama
Indonesia, Ya, Indonesia negara kita ini.
Aminuddin Salle adalah salah seorang yang
tanpa kenal lelah menunjukkan penting dan indahnya
kearifan lokal itu bagi kelangsungan kita sebagai bangsa
yang hidup dalam satu negara yang berdaulat.
Meskipun perhatiannya terfokus pada nilai-nilai budaya
dan kearifan daerah Sulawesi Selatan, kbususnya
Gowa, tetapi nilai-nilai yang disebarluaskannya adalah
nilai-nilai yang lintas kultural sehingga selalu punya
relevansi dengan Pancasila.
“Pancasila adalah fitrah bangsa Indonesia”,
demikian saya sering mengungkapkan dalam berbagai
kesempatan. Setiap manusia mempunyai fitrah, setiap
bangsa juga mempunyai fitrahnya sendiri. Fitrah
dalam agama biasanya diartikan sebagai asal kejadian
yang suci, Asal kejadian yang suci dan penuh kebajikan
itu menurut agama adalah “al dien” seperti difirmankan
oleh Allah, “Hadapkanlah wajahmu ke agama yang
lurus (yaitu agama) yang merupakan fitrah dari
Allah...”
Fitrah adalah asal kejadian manusia yang penuh
kebaikan dan keluhuran. Manusia itu mempunyai
fitrah keserbaikan sehingga fitrah manusia disebut
viGalesong Desa Pancasila & Konstituei
sebagai kesucian. Itulah sebabnya kita menganl istilah
idul fitri yang berarti kembali ke kesucian. Manusia
yang dalam perjalanan hidupnya terpaksa melenceng
dan melakukan kesalahan-kesalahan karena kaleh
terhadap hawa nafsunya, kalau selesai melakukan
ibadah ramadhan biasanya diajak beridul fitri atau
Kembali ke kesucian sesuai dengan fitrahnya. Kalau kita
mau kembali ke fitrah sebagai bangsa maka artinya
tak lain kembali hidup dengan Pancasila dan segala
kearifan lokalnya.
Pancasila merupakan fitrah atau asal kejadian
dan kesucian bangsa Indonesia, artinya Pancasila tak
bisa dipisahkan dari bangsa Indonesia. Dengan kata
lain, secara politis, bangsa Indonesia ada karena ada
Pancasila dan Pancasila ada karena ada bangsa
Indonesia. Pengertian yang seperti ini bisa diambil
misalnya dari pernyataan salah seorang penggali dan
perumus Pancasila, Soekarno, yang pernah
mengemukakan bahwa Pancasila digali dan dibangun
atau dikristalisasikan dari budaya bangsa Indonesia
yang telah tumbub sejak berabad-abad yang lampau.
Jauh sebelum ada peresmian nama bangsa
Indonesia dan sebelum ada penggunaan secara resini
istilah Pancasila, nenek moyang kita sudah percaya
pada adanya kekuasaan abadi yang menjadi sebab dari
semua sebab dan awal dari semua awal, bahkan juga
akhir dari segala akhir yaitu kekuasaan Tuhan. Sejak
dulu kala nenek moyang kita sudah beragama menurat
keyakinannya masing-masing sehingga lahirlah sila
vitAminuddin Salle,dkk
“Ketuhanan yang Maha Esa”, Sila ini menegaskan
bahsa negara yang dibangun oleh bangsa Indonesia
bukan negara agama melainkan negara yang
masyarakatnya beragama.
Nenek moyang kita juga sudah hidup dengan
saling menghormati martabat antar sesama manusia
di seluruh jagat sebingga lahirlah sila “Kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Ini pun kemudian didukung
juga oleh fakta bahwa mereka merasa harus bersatu
agar bisa saling melindungi setiap orang dalam
melaksnakan ibadah sesuai dengan agamanya dan bisa
saling melindungi derajat manusia secara adil dan
beradab. Kesadaran untuk bersatu agar bisa saling
mendukung dan bersama secara gotong inilah yang
ketika Indonesia lahir dijadikan sila ketiga, “Persatuan
Indonesia.”
Nenek moyang kita juga menyadari bahwa di
antara berbagai ikatan primordial seperti agama, suku,
daerah kerapkali mempunyai perbedaan-perbedaan
kehendak yang harus disinkronkan dalam dan untuk
kebidupan bersama. Tak boleblah pimpinan berjalan
sendiri tanpa mendengar orang-orang yang
dipimpinnya, tak bolehlah yang kuat melakukan
sesuatu yang punya konsekuensi terhadap orang-orang
lain tanpa meminta pendapat orang-orang lain itu.
Itulah sebabnya muncul kebiasaan musyawah yang
berintikan membangun saling pemahaman.
Musayawarah antar warga itu tidak bisa dilakukan
secara menang-menangan seperti yang dikenal dalam
viliGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
tradisi demokrasi liberal melainkan dilakukan dengan
yang kemudian menjadi sila keempat dari Pancasila
yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.”
Persatuan Indonesia adalah kunci dari
kelangsungan bangsa dan negara Indonesia. Kita
bersepakat akan bersatu dalam keberagaman agama,
bersatu menjaga martabat manusia secara adil dan
beradab, bersatu untuk membangun Indonesia melalui
permusyawaratan yang penuh hikmah kebijaksanaan
agar Indonesia berdiri tegak sebagai negara yang
berdaulat. Kebersatuan sebagai inti dari perlunya
Pancasila (sebagai perekat atau pemersatu) itu akan
hancur berantakan manakala tidak ada keadilan di
antara para warganya. Itu pun disadari dan dihayati
oleh nenek moyang kita sebingga tidaklah sulit bagi
Bung Karno dan kawan-kawan untuk mengkristali-
sasikannya dengan rumusan sila kelima, “Keadilan
Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demikianlah tampak jelas bahwa Pancasila itu
merupakan abstraksi menyeluruh atau kristalisasi yang
lengkap dari nilai-nilai budaya bangsa yang sudab
disadari dan dihayati oleh nenek moyang kita. Oleh
sebab itu kelangsungan negara dan bangsa Indonesia
hanya dapat dijamin oleh tegaknya Pancasila dengan
seluruh nilai-nilai yang mendasarinya yakni budaya
bangsa yang sudah hidup dan berkembang dinamis
selama berabad-abad. Tentu saja aktuliasasinya
ixAminuddin Salledkk
tidaklah statis melainkan dinamis dalam arti bahwa
nilai-nilai dasarnya yang luhur dan adiluhung tidak
berubah hanya karena perubaban waktu tempat atau
lingkupnya sebagai bangsa.
Budaya bangsa yang dikristalisasikan menjadi
Pancasila itu tentulah merupakan pertemuan nilai-nilai
budaya dari berbagai ikatan primordial yang juga
merupakan fitrah dari bangsa kita. Asal usul (fitrah)
bangsa kita itu memang berbeda-beda ikatan
primordialnya sehingga budayanya juga mempunyai
spesifikasinya masing-masing. Irulah sebabnya sila
keempat Pancasila menyebut kata-kata “dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan” sehingga perbedaan-perbedaan
yang berakar dari sub budaya setiap ikatan primordial
itu tak boleh ditiadakan dan tak boleh saling
meniadakan. Hal-hal yang nilai dan bentuknya bisa
sekaligus disatukan dapat disepakati secara nasional
dalam bentuk peraturan perundang-undangan atau
kebiajakan negara. Tetapi hal-hal yang tampilannya ~
tak bisa disatukan maka yang diambil adalah nilai
dasarnya. Di sinilah terletak salah satu arti penting
“kearifan lokal.” Kita yakin bahwa nilai dasar setiap
budaya lokal itu sejalan dengan nilai-nilai yang
diabstraksikan di dalam rumusan Pancasila.
Seperti saya kemukakan di atas, Aminudddin
Salle merupakan salah seorang yang gigih menjelaskan
‘budaya dan kearifan lokal yang perlu dihidupkan dalam
praktik kita berbangsa dan bernegara berdasar
Pancasila ini. Pancasila melindungi kearifan lokal,Galeaong Desa Pancasila & Konstitusi
kearifan lokal memperkokoh penghayatan Pancasila,
Kearifan lokal yang mana? Tentu kearifan semua lokal
yang berjejer-jejer di Indonesia. Nilai dasar budaya dari
_ jejeran-jejeran ikatan primordial itu adalah sama, yang
berbeda tampilan bentuk dan nilai-nilai
instrumentalnya. Oleh sebab itu tak boleh
dipertentangkan melainkan harus diharmoniskan.
Ttulah yang disuarakan oleh Aminudddin Salle
di dalam bukunya yang berjudul “Galesong: Desa
Pancasila dan Konstitusi” ini. Sebelum ini Aminuddin
telah banyak menulis tentang hal yang sama dengan
materi yang beragam sehingga nilai budaya dan
kearifan lokal dipotretnya dari berbagai aspek. Saya
telah membaca bukunya yang telah terbit lebih dulu
pada bulan Juli 2011 yakni buku yang berjudul
“Memaknai Kehidupan dan Kearifan Lokal.” Buku ini
dan tulisan-tulisan Aminudddin sebelumnya
mempunyai satu nafas ajakan, “maknailah hidup
bernegara ini dengan kearifan lokal’, jangan ada
hegemoni budaya yang dilebihtinggikan dan dijadikan
penggerus budaya dan kearifan lokal, sebab kearifan-
kearifan loka! itu mempunyai nilai dasar yang sama
sehingga bisa menguatkan kebhinnekaan kita di bawah
satu dasar ideologi negara, Pancasila.
Saya gembira dan merasa tak salah pilih ketike
beberapa waktu yang lalu saya memberi predikat “Desa
Konstitusi” kepada desa Galesong, yang oleh
Aminudddin Salle dijadikan sebagai semacam
laboratorium bagi kearifan lokal yang harus
xiAminuddin Saliedkk
menasional itu. Desa itu memarig telah diperkenalkan
oleh Aminudddin kepada masyarakat, termasuk kepada
saya, sebagai contoh desa kecil tetapi bermakna besar
sebagai potret Indonesia. Tbaratnya, desa Galesong
merupakan miniatur Indonesia, sedangkan Indonesia
merupakan pembesaran dari desa Galesong.
Maka itu saya senang juga diberi kesempatan
turut mengantarkan kehadiran buku karya terbaru
Aminuddin yang berjudul “Galesong: Desa Pancasila
dan Konstitusi” ini ke tengah-tengah masyaraket. Insya
Allah buku ini memberi manfaat besar bagi upaya
penguatan kesadaran kita hidup berbangsa dan
bernegara berdasar Pancasila.
Jakarta, 5 Juni 2012
xifKATA PENGANTAR
thamdulillah, berkat RakhmatNya jualah
sehingga Buku Tentang GALESONG, DESA
*ANCASILA & KONSTITUSI telah selesai.
Buku itu terdiri atas 5 (lima) bagian besar yang
ditulis masing-masing oleh Aminuddin Salle, AJB
Karaeng Mamajja, Supriadi Hamdat, Achmad Husain
dan Ika Farihah Hentihu, dilengkapi dengan beberapa
foto dokumentasi. Selain itu terdapat beberapa
dokumentasi tertulis yang telah dikumpulkan sejak
beberapa tahun terakhir ini yang telah diolah oleb
editor.
Bagian Pertama buku ini melukiskan secara
heroik perjuangan 1 Manindori Karaeng Tojeng
Karaeng Galesong dalam meneruskan perjuangannya
melawan Belanda ke Tanah Jawa, sekaligus
membuktikan perjuanagn beliau dalam menegakkan
harga diri sebagai pejuang Makassar.
Pada bagian kedua, adalah biografi yang ditulis
sendiri oleh AJB Karaeng Mamajja, Karaeng Galesong
XVII. Hal ini kami pandang penting karena beliau
adalah salah satu Karaeng Galesong yang sangat gigih
berjuang, melanjutkan perjuangan melawan Belanda,
tanpa terpengaruh oleh keadaan sekitar yang
terkontaminasi oleh pengaruh Belanda. Setelah
xiiiAminuddin Salledkk
kemerdekaan beliau mengisinya dengan tetap berusaha
menjaga eksistensi Galesong ditengah-tengah terpaan
segala macam rintangan.
Pada bagian ketiga adalah beberapa tulisan tentang
budaya Galesong yang tetap lestari karena masih tetap
dijaga secara utuh oleh warganya.
Pada bagian keempat, adalah tulisan tentang
relevansi kepemimpinan Karaeng Galesong dengan
perkembangan terkini. Ternyata pola kepemimpinan
“assulapak appak’ telah diacu oleh berbagai pakar dan
dijadikan rujukan sebagai pola kepemimpinan masa
kini dan masa depan.
Pada bagian kelima latar belakang
kepemimpinan Prof Mahfud yang relevan dengan
kepemimpinan “assulapak appak". Beliau merupakan
jembatan yang Insya Allah akan mempertemukan
antara Karaeng Tojeng masa lampau dan Karaeng
Tojeng masa depan, sehingga sudah sangat tepat kalau
beliau mendapat anugerah Karaeng Tojeng. Apalagi
dengan prakarsa beliau menjadikan Galesong
Kabupaten Takalar sebagai Desa Pancasila & Konstitusi.
Yang tak kalah pentingnya adalah Riwayat Asal
Mula Gaukang Karaeng Galesong sebagai simbol
“kakaraenganga” yang telah diterjemahkan dari
Bahasa Makassar ke dalam Bahasa Indonesia oleh Drs
Najamuddin Larigau Daeng Malewa Almarhum, dan
beberapa foto dokumentasi.
Atas nama Penerbit menyampaikan terima
kasih yang tak terhingga kepada Prof Moh. Mahfud
xivGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
MD selaku. Ketua Mahkamah Konstitusi RI atas
Pengantar yang diberikan untuk buku ini.
Kami, Penerbit ASPublishing merasa berbangga
dapat.menerbitkan buku ini dalam rangkaian Ulang
Tahun Yayasan Aminuddin Salle (ASFoundation), juga
sebagai persembahan kepada Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia yang telah membantu menumbuh-
suburkan “Galesong sebagai Situs Budaya” dengan
predikat “Galesong Desa Pancasila dan Konstitusi
sekaligus mensponsori sebagian biaya cetak buku ini,
sekaligus persembahan kepada seluruh masyarakat
Galesong agar dapat tetap menjadi teladan dan
pengawal Pancasila dan Konstitusi.
Makassar, Mei 2012
Pimpinan
Penerbit ASPublishing
Aminuddin SalleDAFTAR ISI
Pengantar Prof Dr Moh Mahfud MD --- v
Kata Pengantar -— xiii
Daftar Isi —~ xvi
BAGIAN SATU KARAENG GALESONG:
SANG PEJUANG AGUNG -~- 1
1, Laskar Makassar di Tanah Jawa ~~ 3
2. Perjuangan Menegakkan Harga Diri ~~ 25
BAGIAN DUA BIOGRAFI PERJUANGAN
ABI JADJI BOSTAN DAENG MEMA’DJA.
(KARAENG GALESONG XVII) --- 45
1. Biografi Perjuangan Karaeng Galesong XVII ~~ 47
2. Mengenang Karaeng Galesong ~~ 124
BAGIAN TIGA MELESTARIKAN GAUKANG
KARAENG GALESONG --- 131
1, Melestarikan Gaukang sebagai Sarana Sosial --- 133
2, Galesong, pada Sebuah Upacara Adat — 147
3. Berwisata Sejarah di Galesong ~- 151
BAGIAN EMPAT RELEVANSI
KEPEMIMPINAN KARAENG GALESONG---157
BAGIAN KELIMA PENGANUGERAHAN
GELAR KARAENG TOJENG
KEPADA PROF DR MAHFUD MD -- 181
1, Penganugerahan Gelar Karaeng Tojeng --- 183
2, Galesong sebagai Desa Pancasila dan Konstitusi— 192
Daftar Kepustakaan --- 195
Lampiran-lampiran ~~ 198
Biodata Penulis -- 205
xviBAGIAN SATU
KARAENG GALESONG:
SANG PEJUANG AGUNG
Sejarah, Budaya & KepemimpinanLaskar Makassar bi TanaH JAWA
Perjuangan Karaeng
Galesong sebagai Perlawanan
Hi Alchi
*) Ahmad Husain
Pendahuluan
Makassar dalam Kuasa Kompeni
Perang Makassar dinilai adalah perang tradisional
paling besar dalam sejarah, di Eropa sendiri tidak
pernah terjadi perang sesengit tersebut. Saat armada
Belanda dan Aru Palakka berhasil menguasai Buton,
pertahanan kerajaan Gowa mulai melemah, Karaeng
Bontomarannu yang berjuang mempertahankan
Buton kembali ke Makassar dan bertugas memperkuat
benteng Galesong.
Galesong merupakan daerah penting bagi kerajaan
Gowa, di sana para prajurit angkatan laut Gowa dididik
menjadi kesatria, Dan dalam kondisi perang, benteng
Galesong harus terus bertahan menggagalkan serangan
musuh. Kekalahan di benteng Galesong berarti musuh
akan semakin dekat dengan benteng Somba Opu,
walaupun masih ada pertahanan di Barombong.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 3Aminuddin Salledkk
Pada tanggal 19 Agustus 1667, benteng Galesong
mendapatkan serangan dari laut, Speelman memimpin
langsung serangan tersebut dan berhasil memukul
mundur para pasukan Gowa yang mempertahankan
benteng Galesong, para pasukan Gowa mundur dan
mempertahankan benteng Barombong, disinilah terjadi
pertarungan sengit antara kedua belah pihak. Speelman
dan Aru Palakka kewalahan sehingga harus meminta
bantuan dari Batavia. Tapi sebelum bantuan datang
dari Batavia, lima buah kapal perang di bawah
pimpinan Piere Dupon berhasil membobol benteng
pertahanan di Barombong.
Kondisi peperangan yang kian melemahkan
kerajaan Gowa membuat kedua belah pihak berunding
untuk suatu perjanjian. Pada hari Jum’at, 18 November
1667, tercapailah suatu perjanjian perdamaian antara
pihak Belanda dan pihak Kerajaan Gowa-Tallo di suatu
tempat dekat Barombong yang dinamakan Bungaya.
Perjanjian yang disepakati dinamakan Cappaya ri
Bongaya, orang-orang Belanda menamakannya Het
Bongaisch Verdrag.
Perjanjian Bongaya menjadi akhir dari peperangan
besar antara Kerajan Gowa-Tallo dan Belanda, namun
setelah penandatanganan perjanjian itu, banyak
diantara tokoh kerajaan Gowa-Tallo yang menolak
untuk tunduk, salah satu diantaranya adalah
mangkubumi kerajaan Gowa-Tallo sendiri, Karaeng
Karunrung. Barulah pada tanggal 27 Juni 1669, setelah
ditandatangani perjanjian baru, perlawanan~
4 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
perlawanan terhadap Belanda mulai hilang, dalam
perjanjian tersebut karaeng Karunrung juga ikut serta
membubuhi tanda tangannya.
Hilangnya perlawanan terhadap Belanda di
Makassar tidak berarti bahwa pejuang Makassar tidak
bersemangat lagi melakukan perlawanan. Ratusan
armada berangkat dari Galesong menuju Jawa untuk
meneruskan perlawanan terhadap Belanda. Salah satu
armada besar yang bertolak ke Banten adalah Laskar
Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu,
ia pernah berkuasa di Buton, walaupun akhirnya tidak
berhasil mempertahankan daerah ini.
Para Perantau
Keberangkatan Karaeng Bontomarannu dengan
tujuan Banten adalah usaha untuk melanjutkan
perlawanan terhadap Belanda yang dinilai serakah. Saat
itu, Banten merupakan sasaran kedua Belanda setelab
menguasai Makassar. Banten yang bertetangga dengan
Batavia, pusat pemerintahan Kompeni di Nusantara,
dianggap sebagai tetangga yang mengancam keamanan
dan harus ditaklukkan.
Selain itu, Hubungan antara kerajaan Gowa-Tallo
dan kesultanan Banten telah terjalin lama dan kuat,
tiwayat mengisahkan bahwa Syekh Yusuf pernah
tinggal di Banten untuk beberapa lama dan
menjalankan dakwah Islam sebelum ke Mekkah untuk
melaksanakan haji dan memperdalam ilmu agama.
Adanya hubungan inilah yang memudahkan orang-
orang Makassar datang ke sana.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan §Aminuddin Salledkk
Laskar lain yang bertolak ke Jawa adalah armada
yang dipimpin oleh Karaeng Galesong, nama aslinya I
Manindori Kare Tojeng, putra Sultan Hasanuddin
dari istri keempatnya, I Mammi Daeng Sangnging
Lo'mo Tobo yang berasal dari Majannang. Ja lahir pada
tanggal 29 Maret 1655. Sebelum hadir di Jawa (Timur),
Karaeng Galesong sebelumnya berada di Bima, sesuai
dengan catatan Belanda, Dia melakukan berbagai
penjarahan di sana. Tokoh yang satu ini memegang
peranan penting dalam perjuangan orang Makassar
bertahan hidup dan melawan Belanda di Jawa.
De Graff menuliskan bahwa kepergian Karaeng
Galesong dari Makassar karena adanya silang pendapat
antara pihak kerajaan Gowa-Tallo yang dipimpin oleh
ayabnya Sendiri dan Speelman dari Pihak Belanda. I
Manindori Kare Tojeng yang awalnya diangkat sebagai
Raja di Galesong tidak diakui oleh Belanda, dan setelah
perjanjian Bongaya, Speelman menunjuk Daeng
Malewa sebagai pemimpin di sana, yang mendasari
pengangkatan Daeng Malewa sebagai pemimpin di
daerah itu, karena ayah, kakek dan nenek moyangnya
telah berkuasa di sana sebelum Raja Gowa. Kondisi
politik seperti ini dianggap sebagai pendorong kepergian
Karaeng Galesong meninggalkan daerahnya.
Selain kondisi tersebut di atas, semangat
perlawanan terhadap Belanda juga banyak disebutkan
menjadi salah satu pendorong Karaeng Galesong untuk
meninggaikan Makassar untuk terus bertarung dengan
Belanda. Karaeng Galesong membawa ratusan armada
6 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGaleaong Desa Pancasila & Konstitusi
(Kapal), ikut dalam rombongnya, Karaeng Tallo yang
meninggal di Bima pada 16 Juni 1673. Dalam hal
jumlah armada atau pasukan, terjadi banyak
perbedaan, De Graff tidak menyebutkan jumlah
pasukan perang yang bertolak dari Galesong ke Bima.
Pemberontaran atau penjarahan yang dilakukan
pasukan Karaeng Galesong di Bima sepertinya kurang
benar, kerajaan Bima sendiri merupakan sahabat
kerajaan Gowa, bahkan dalam sebuah sumber
menyebutkan bahwa Sultan Abil Khair Sirajuddin
(Wafat 1682) yang menikah dengan saudara sultan
Hasanuddin yang bernama Karaeng Bonto Je’ne. M.
Hilir Ismail menyebutkan bahwa dalam perjuangan
meruntuhkan kerajaan Mataram, Sultan Abil Khair
Sirajuddin ikut membante dan berada di pihat Pasukan
Makassar, hanya saja M. Hilir Ismail menyebutkan
bahwa Sultan Abil Khair Sirajuddin bersama dengan
Karaeng Bontomarannu.
Berita Keberadaan dan pemberontakan yang
dilakukan oleh Karaeng Galesong di Bima, membuat
Kompeni yang berkedudukan di Batavia mengalihkan
perhatiannya ke sini. Sehingga Banten yang terancam
akan diserang oleh Belanda dapat bernafas. Di Banten
sendiri, aktifitas pasukan Makassar mulai memberatkan
Sultan, hingga akhirnya mereka digunakan sebagai
pekerja untuk membuat parit pertahanan. Namun
lama kelamaan, Banten yang belum juga
mendapatkan serangan dari Belanda, kebingungan
sendiri bagaimana mengurusi tamu-tamu mereka.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 7Aminuddin Salledkk
Hingga banyaknya pertikaian yang terjadi antara
orang Makassar dan Sultan, Laskar Makassar yang
dipimpin Karaeng Bontomarannu meninggalkan
daerah ini bertolak ke Timur.
Pada September 1674, Karaeng Bontomarannu tiba
di Jepara dan berniat untuk memohon izin untuk
mendapatkan tempat tinggal dan hidup dengan aman
kepada Sunan (Susuhunan Amangkurat I), namun saat
bertemu dengan Sri Baginda, permohonan tersebut di
tolak mentah-mentah.
Respon penolakan dari Amangkutat I ini berbeda
dengan Putra Mahkotanya, Adipati Anom. Putra
mahkota yang sebelumnya telah berkomplot dengan
Trunajaya untuk menjatuhkan Ayahnya dari puncak
kekuasaanya, malah memberikan tempat bagi Kareng
Bontomarannu dan 6000 pasukannya di daerah timur
Jawa. Akhirnya, Karaeng Bontomarannu menetap di
Demung (sekarang Besuki),
Laskar Makassar di Demung
Dari Jepara, Kompeni mendapatkan informasi
pada tanggal 15 September 1674, bahwa Karaeng
Galesong merencanakan serangan kedua untuk Bima.
Kompeni yang telah memfokuskan perhatiannya pada
gerak-gerik pasukan Makassar di Bima, dari berbagai
informasi yang mereka dapat, orang-orang Makassar
berencana merebut Bima, Karaeng Galesong akan
menjadi Raja di Bima, sementara menantunya (?)
8 Selarah, Budaysa & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
akan menjadi Raja di Dompu, adapun Karaeng
Bontomarannu akan menjadi kepala pemerintahan
dari dua kerajaan itu.
Namun ketakutan Kompeni ini tidak terbukti, pada
bulan April 1674, Karaeng Galesong telah berada di
Jawa Timur, Pihak kompeni baru mengetahui hal ini
di akhir tahun 1675. De Graff dalam bukunya seperti
kebingungan dengan penulisan tanggal sehingga ada
peristiwa yang sulit untuk dirunutkan. Misalnya soal
kedatangan Karaeng Galesong ke Jawa Timur dan
pengiriman satuan oleh kompeni ke Bima untuk
menghukum orang-orang Makassar di sana.
Atau data kedatangan karaeng Galesong ke Jawa
Timur yang menyebutkan akhir tahun 1675, padahal
karaeng Galesong telah berperang menaklukkan
Gersik di tahun 1675. Pada tanggal 30 April 1675,
sepucuk surat dari Jepara menyebutkan peperangan
Karaeng Galesong untuk merebut Gersik dan
Surabaya.
Karaeng Galesong dan Trunajaya
Pertemuan pertama antara Karaeng Galesong dan
Trunajaya terjadi dalam tahun 1675. Saat itu Trunajaya
mendatangi Karaeng Galesong untuk membantunya
meruntuhkan kekuasaan Mataram. Untuk menjalin
hubungan yang lebih erat, Trunajaya memberikan
kemanakannya untuk menjadi istri Karaeng Galesong
dengan syarat agar ia merebut Surabaya dan Gersik.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 9Aminuddin Salledkk
Pernikahan ini diperkirakan terjadi tahun 1675 atau
1676, anak pertama karaeng Galesong yang lahir di
bulan Januari 1677 memungkinkan pernikahan
mereka terjadi pada akbir tahun 1675.
Dengan semakin kuatnya pangkalan di Demung
dan adanya bantuan dari Madura, pangkalan~
pangkalan penting di Jawa Timur berhasil direbut:
Pasuruan, Pajarakan, Gombong, dan Gerongan.
Peperangan merebut keempat pelabuhan tersebut
berlangsung sengit, Karaeng Mamar (Mamut?) tewas
dibunuh oleh putra kiyai Darmayuda saat berusaha
mempertahankan Pasuruan.
Setelah berhasil merebut keempat pelabuhan ini,
pasuken Makassar merencanakan menyerang daerah
Utara dan Barat Surabaya. Daerah yang diserang
pertama kali adalah Gersik, berbeda dengan hasil
peperangan pertama merebut daerah ini, laskar
Makassar berhasil merebut dan membakarnya,
disebutkan para panglima perang yang turut serta
menghantam Gersik: Karaeng Galesong, Karaeng
Bontomarannu, Karaeng Panarangan, Daeng
Mammangung, Daeng Manggappa, Daeng Lomo
Tibon.
Setelah Gersik, Surabaya juge berhasil mereka bakar.
Peperangan merebut Surabaya lebih mudah dikarenakan
banyaknya orang yang sudah melarikan diri setelah
mendengar kabar bahwa gersik telah jatuh ke tangan
orang-orang Makassar. Akibat yang timbul dari
kemenangan-kemenangan pasukan Makassar ini terasa
10 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstituai
hingga ke Jepara, orang-orang kebingungan dan banyak
orang yang mulai mengemas harta benda mereka.
Sebelum pertemuan dengan Karaeng Galesong,
Trunajaya sendiri telah membangun persekongkolan
dengan Adipati Anom, putra mahkota kerajaan Mataram
sekitar tahun 1671 atau 1672, Persekongkolan inilah yang
mengantar Trunojoyo menguasai Madura melanjutkan
kembalu tahta ayahnya, Cakraningrat I yang sempat
diambil alih oleh paman Tranojoyo. Cakraningrat 11,
sepeninggal ayahnya. Namun status Madura sejak
kepemimpinan ayahnya memang beradi di bawah
pemerintahan erajaan Mataram, bahkan Cakraningrat 1
sendiri lebih sering tinggal di Mataram dibandingkan di
Madura, Trunajaya pun sering disebutkan bahwa dia
dibesarkan dalam lingkungan istana.
Jawa dan Belanda
Melawan Pasukan Makassar
Informasi bahwa armada Belanda yang hendak
membasmi kekuatan Makassar mulanya terdengar
menggembirakan bagi masyarakat Jawa. Namun
banyak juga yang meragukan dan curiga atas hal ini.
Mereka berfikir bahwa bantuan dari kompeni jelas
mengharapkan kompensasi. Namun, bantuan tersebut
adalah permintaan Sunan sediri melalui Wiraatmaka,
kepala daerah Jepara yang akhirnya digantikan oleh
Ngabei Wangsadipa.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan a2Aminuddin Salledkk
Di bulan April 1676, armada belanda diiringi oleh
pasukan Mataram berangkat menghadapi Pasukan
Makassar, namun tak banyak hasil yang diraihnya.
Pasukan Makassar malah berhasil merebut Tuban dan
Sidayu. Hal ini membuat Sunan marah dan menyuruh
semua orang Belanda pergi dan membawa barangnya.
Kecurigaan terhadap bantuan Belanda untuk Jawa
semakin memanas, mereka menganggap bahwa
jatuhnya Tuban dan Sidayu akibat adanya persekong-
kolan antara Belanda dan Makassar. Di pertengahan
bulan April, para perwakilan Jawa datang dan meminta
agar Loji Belanda dihancurkan, mereka takut jangan
sampai Belanda balik melukai mereka. Namun setelah
berbagai perundingan, Couper yang mewakili pemerintah
kompeni menegaskan bahwa iktikad mereka baik.
Di beberapa perang lain yang lebih besar,
keterlibatan Belanda dalam penumpasan kekuatan
pasukan Makassar dicurigai mengandung suatu
kepentingan, banyak kalangan kerajaan yang utamanya
adalah kesatria perang yang meragukan bantuan
Belanda. Adanya ketidak pereayaan ini membuat kubu
pertahanan Mataram kian melemah, walaupun
mendapatkan bantuan dari Belanda.
Sebanyak 1000 orang Numbakanyar dan beberapa
prajurit Panumping ikut serta pada ekspedisi Panji
Karsula untuk memberantas pemberontakan orang-
orang Makassar. Armada Mataram ini dikawal oleh 3
42 Sejarah, Sudaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
panglima perang yang handal, Anggajaya memimpin
sayap kiri, Darmayuda sayap kana, dan Panji Karsula
sendiri memimpin di tengah Gumlah pasukan 1000
orang menurut serat khanda),
Melalui Japan (Mojokerto), mereka Tiba di
Demung, disini 2000 orang Makassar berada di dalam
benteng. Saat pasukan Mataram sudah mulai dekat,
Karaeng Galesong membakar semangat pasukannya.
Prajurit Makassar yang pantang menyerah, melawan
dengan gigih, mempertahankan benteng mereka
dengan komando Karaeng Galesong. Setelah
pertarungan hebat terjadi, Karaeng Galesong menarik
mundur pasukannya, masuk ke dalam hutan.
Sementara orang-orang mataram, tanpa mengindahkan
peringatan Panji Karsula, menjarah benteng habis-
habisan dan beristirahat seenaknya saja tanpa
memperhatikan pertahanan.
Malam hari, Karaeng Galesong kembali membakar
semangat tempur pasukannya, mereka menyerang
prajurit Mataram yang berkema di area terbuka.
Mereka mengamuk berteriak sambil menebas batang
tubub orang mataram yang sedang lengah. Para
pasukan mataram kaget dan kecar-kacir, perkemahan
mereka terbakar. Panji Karsula berhasil lolos dan
kembali ke Japan, disana ia menderita sakit yang parah
kemudian meninggal. Darmayuda menyerah bersama
banyak bupati di daerah timur.
Tewasnya Panji Karsula membuat Mataram
semakin geram dan mengirimkan pasukan, kali ini
Sejacah, Budaya & Kepemimpinan 13Aminuddin Salledkk
pasukan Mataram bersama armada Belanda
melakukan penyerangan ke Panarukan melalui jalur
laut. Pasukan mataram dalam penyerangan itu
dipimpin oleh Raden Prawirataruna, mereka turun ke
darat dan disambut dengan ganas oleh pasukan
Makasaar yang telah berjaga~jaga, pertarungan sengit
terjadi, keluarga Raden Prawirataruna meninggal
sementara dirinya terluka parah. Dari laut, orang-
orang Belanda, Ambon, dan Ternate menghujani
pasukan Makassar dengan tembakan, banyak yang.
tewas, sisanya mundur ke titik pertahanan mereka.
Pertempulan selanjutnya terjadi di Paiton. Atas
saran bupati Suramenggala, pasukan mataram
mendarat di Paiton, mereka meninggalkan kapal di
pantai. Mendengar keberadaan pasukan mataram
disini, prajurit Makassar segera berdatangan dengan
perahu jukung kecil, dan tanpa berlagak mencurigakan,
membakar kapal-kapal mereka yang sandar,
sementara air laut sedang surut.
Pertarungan fisik terjadi di darat. Orang-orang
Jawa mempertahankan nyawa mereka dengan senjata
seadanya, diantara mereka banyak yang melarikan diri.
Sementara itu pemimpin pasukan, Suramenggala dan
Surawangsa tetap memberikan perlawanan yang gigih.
Kapal-kapal mancanegari segera mendatangi
perahu yang terbakar dan berusaha memadamkan api,
mereka menampung pasukan yang mulai tersedak oleh
orang Makassar. Diatas kapal, diadakan musyawarah
kecil dan diputuskan untuk kembali ke Jepara melalui
14 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
Surabaya, mereka tidak berani untuk kembali ke
Mataram dengan kekalahan yang mereka alami.
Begitulah peperangan demi peperangan terjadi
hingga Agustus 1676. Di bulan ini, Karaeng Galesong
bertolak ke Madura dari Panarukan, walaupun dicegat
oleh blokade Belanda di depan Panarukan, dia berhasil
lolos bersama 80 kapal lainnya.
Di Madura pada bulan Agustus 1676, Trunojoyo
mengumumkan bahwa namanya adalah raja atau
Panembahan Maduretna. Hampir bersamaan dengan
itu, Karaeng Galesong menggunakan gelar Adipati
Anom. Kedua kekuatan ini semakin besar, mereka
mulai membangun rencana untuk menghantam
Mataram.
Pertempuran di Gegodog
Kekalahan demi kekalahan yang dialami oleh
Mataram, memaksa sunan mengirimkan bala tentara
dalam jumlah besar untuk menghancurkan kekuatan
para laskar Makassar di Demung, sebanyak dua per
tiga pasukan Mataram ini dipimpin langsung oleh
Adipati Anom, sisanya tetap berjaga-jaga di sekitar
istana. Pengiriman pasukan di bawah pimpinan Adipati
Anom kurang lancar, hal ini disebabkan oleh keikut-
sertaan Pangeran Singasari dalam pasukan tersebut,
sehingga pasukan Mataram yang mulai bergerak pada
pertengahan Juni 1676.
Konvoi pasukan yang dipimpin oleh Pangeran
Purbaya, Pangeran Blitar dan Pangeran Singasari tiba
Sejarah, Sudays & Kepemimpinan 1sAminuddin Salle,dkk
di Jepara pada 11 September 1676. Adipati Anom tiba
di Jepara dua hari setelah itu. Diberitakan bahwa
sebanyak 40.000 tentara akan berbaris menuju
Demung melalui Gersik. Namun rencana ini tidak
berhasil karena pasukan Makassar dan Madura
nantinya menyeberang ke Jawa dan membangun
konvoi untuk menyerang Jepara.
Di Madura saat itu, Trunajaya dan Karaeng
Galesong tidak bersikap menunggu kedatangan lawan,
setelah membangun rencana dan menyiapkan
kekuatan pasukan gabungan, mereka meninggalkan
Madura, penyebarangan ke Jawa dicatat terjadi antara
tanggal 15 —- 25 September 1676. Dalam konvoi
pasukan ini, pasukan gabungan yang terdiri dari
Laskar Makassar yang dipimpin Karaeng Galesong di
garis depan, Pasukan Madura di baris kedua, pasukan
Jawa dari daerah-daerah yang sebelumnya telah
ditakiukkan oleh Karaeng Galesong dan pasukan
Melayu. Tentara-tentara Jawa yang ikut dalam kubu
Madura berasal dari Jawa bagian timur termasuk
Kediri dan daerah pesisir seperti Gersik dan Tuban.
Kedua kubu berlawanan ini akhirnya bertemu di
Gegodong atau Masahar, peperangan tak dapat
dihindari. Awalnya perang berlangsung dari jarak jauh,
kedua kubu mengandalkan senjata bedil sehingga
kepulan asap mesiu mengaburkan pandangan kedua
kubu. Peperangan ini dicatat terjadi pada tanggal 13
Oktober 1676.
Di peperangan ini, banyak tokoh-tekoh besar dari
kedua beleh pihak (Mataram dan Makassar bersama
16 Sefarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Deea Pancasila & Konatitusi
Madura), di Kubu Mataram sendiri, pasukan dipimpin
langsung oleh Adipati Anom, dia didampingi oleh
jendral perang yang handal, Pangeran Purbaya,
Pangeran Singasari, Pangeran Blitar dan Pangeran
Sampang. Di Kubu pasukan Madura sendiri dipimpin
oleh Mangkuyuda, Dandangwacana dan Wangsaprana,
sementara pasukan Makassar dipimpin langsung oleh
Karaeng Galesong, Daeng Marewa, dan Daeng Makinei
(ug) serta Busung Mernung.
Xorban berjatuhan di kubu pasukan Makassar dan
Madura, namun karena keberanian menghadapi maut
dan prinsip pantang menyerah, mereka memperkuat
pertahanan barisan dan kembsli menerjang pasukan
Mataram. Keberanian dan kobaran semangat pasukan
Makassar dan Madura berdampak tragis di kubu lain.
Dalam Babad Tanah Jawi (Meinsma) diceritakan
bahwa kondisi pasukan Mataram mengalami
keguncangan atas perlawanan sengit lawan mereka,
pasukan Mataram yang mulai menyadari kondisi
mereka bergerak mundur tanpa perintah, sehingga
pasukan lainnya yang tetap bertarung dengan gigih
kebingungan dan gugur. Disebutkan juga bahwa
kekecutan hati putra mahkota mempengarubi
semangat pasukannya.
Diantara pembesar Mataram yang tewas di medan
pertempuran adalah Kiai Ngabei Wirajaya,Panji
Wirabumi dan Kiai Rangga Sidayu. Sementara itu
pangeran Purbaya, Pangeran Blitar, Tumenggung
Rajamenggala dan Aria Pamot masih bertahan di
medan pertempuran.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 47Aminuddin Salledkk
Melihat kondisi pasukan yang mulai tidak
terkomando, Pangeran Purbaya dan pasukannya maju
ke medan perang dengan semangat yang menggebu-
gebu. Perlawanan mereka ditanggapi dengan gagah
berani oleh pasukan Makassar dan Madura. Dengan
keris Panji di tangan, Banyak pasukan Makassar dan
Madura yang gugur di tangan Pangeran Purbaya,
selain itu karena kekebalannya dia mengoyak-ngoak
pertahanan pasukan lawan, tangannya mengayun
menebas dan menusuk tubuh lawan.
Semangat pasukan Makassar dan Madura tidak
surut di hadapan Pangeran Purbaya yang kian
membabi-buta. Mereka terus melawan sehingga kuda
yang ditumpangi Pangeran Purbaya jatuh dan
pertahanan sang Pangeran melemah, kondisi tersebut
dimanfaatkan oleh pasukan Makassar dan Madura
untuk melumpuhkan Pangeran Purbaya, mereka
hanya dapat membuat pangeran gagah berani tersebut
tidak berdaya, karena kekebalannya, tulang-tulangnya
diremukkan.
Kegagah beranian Pangeran Purbaya banyak
diceritakan ulang di tanah Jawa, keberaniannya itu
ditulis dalam kalimat-kalimat sastra yang kuat. Sesaat
sebelum pasukan gabungan Makassar dan Madura
meremukkan tulangnya, sang Pangeran mengucapkan
kata-kata berikut: Kepada tiga orang raja turun-
temurun ia telah berbakti, tetapi tidak pernah terjadi
seperti sekarang ini; karena banyak yang tewas atau
terluka, laki-laki menjadi penakut seperti perempuan.
18 Sejarah Budaya & KepemimpinanGalesong Deaa Pancasila & Konatitusi
Dan sekali lagi pangeran Purbaya mengacungkan
keris dan mengamuk dengan sisa kekuatannya.
Kondisinya yang parah dilihat oleh Pangeran Blitar
yang menerjang pasukan Makassar dan Madura untuk
menolong Pangeran Purbaya, ketangkasan Pangeran
Blitar membuatnya berhasil menguasai tubuh
Pangeran Purbaya, ia mengangkut Jenazahnya dan
dimasukkan ke dalam peti lalu dikirimkan kembali ke
Mataram.
Gugurnya Pangeran Purbaya membuat hati
pasukan mataram ciut, banyak pasukan Mataram yang
lari ketakutan meninggalkan tugas, para pengeran dan
bupati juga disebutkan ikut melarikan diri ke Jepara.
Terkait kekalahan pasukan Mataram ini, De Graff
menuliskan bahwa pada tanggal 16 Oktober, pedagang-
pedagang kayu (Cina) tiba di Jepara dengan berita
buruk, tentara pangeran Dipati (Adipati Anom) yang
berkekuatan 80.000 orang telah dikacaubalaukan
hanya oleh 1.500 orang Makassar dan Madura.
Pada tanggal 7 November, Daniel Dupree
mengirim surat-surat dari Madura ke pemerintah
Kompeni, menurut pihak Madura kekuatan tentara
Mataram sebesar 200.000 orang bersenjata dan
100.000 rakyat jelata (kuli), sementara pasukan
gabungan Makassar dan Madura sendiri hanya
berkekuatan 200 orang bersenjata dan 1000 rakyat
biasa.
Kekalahan di Gegodog diberikan perhatian besar,
jumlah pasukan yang tidak berimbang membuat pfhat
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 19Aminuddin Salle,dkk
mataram tidak begitu yakin dengan kekalahan mereka,
sehingga banyak desas-desus yang disebutkan salah
satunya tentang Adipati Anom melakukan perang di
Gegodog hanya sebagai pertempuran semu yang
memang mengatur kemenangan pasukan Makassar
dan Madura sebagaimana rencana awal ketika Adipati
Anom membangun persekongkolan dengan Trunajaya.
Namun kematian Pangeran Purbaya menepis
anggapan ini, mengingat bahwa Pangeran Purbaya
merupakan pamannya yang paling dekat dengan
dirinya.
Ada pula cerita bahwa kekalahan di Gegodog
menyadarkan putra mahkota bahwa Trunajaya mulai
berkhianat setelah kekuatannya semakin besar.
Pasukan Makassar dan
Madura Bergerak Maju
Kemenangan yang diraih di perang Gegodog
membuat pasukan Makassar dan Madura terus maju,
dengan cepat mereka bergerak ke barat. Sekitar tanggal
17 atau 18 Oktober, mereka sudah mendekati Lasem.
Rembang telah dihancurkan dan dibakar, termasuk
galangan kapal milik Daniel Dupree, banyak kapal-
kapal yang belum selesai musnah dilahap api.
Pasukan Makassar dan Madura dibawah pimpinan
Mangkuyuda dan Daeng Marewa maju dan tiba di
Jepara, peperangan sengit kembali terjadi namun
kekuatan mereka tak cukup mengalahkan Jepara yang
20 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
sudah bersiap menyamput serangan. Jepara dibawah
kepemimpinan Ngabei Wangsadipa berhasil memukul
mundur mereka ke timur.
Lemahnya kekuatan pasukan Makassar dan
Madura membuat mereka harus meminta bantuan dari
timur untuk menaklukkan Jepara.
Pada tanggal 20 November 1676, De Graff
menyebutkan bahwa Laskar Madura menyerang kota
depara sambil membakar apa saja yang merintangi,
mereka terus maju menuju alun-alun. Semuanya
ayaris jatuh ke tangan laskar Madura seandainya tidak
dibalangi oleh Belanda yang berkekuatan kekuatan
kecil itu.
Di Jepara, kondisi politik cukup rumit. Saat kondisi
di Jepara semakin memanas, Residen mengajukan
protes bahwa Jepara berada di bawah perlindungan
Kompeni, dan orang Madura menjawab dengan hormat
bahwa: Tanpa perintah dari gusti mereka, Raja
Maduretna, mereka tidak boleh meninggalkan tempat
itu. Mereka diberi tugas merebut Jepara dan melawan
pihak Jawa, tetapi tidak oleh melawan orang Belanda,
ya mereka bahkan tidak boleh mempertahankan diri
dari serangan orang Belanda, meskipun harus
menderita seratus atau dua ratus korban jiwa.
Sementara itu, kubu Makassar dan Madura
sepertinya mengalami suatu konflik, dalam
penyerangan ke Jepara, De Graff tidak banyak
menyinggung soal keikut sertaan pasukan Makassar,
hanya Laskar Madura yang disebutkan menyerang
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 2Aminuddin Salledkk
Jepara. Soal pertikaian antara pasukan Makassar dan
Madura ini terdengar di Batavia pada awal Desember
1676. Berita tersebut menyebutkan bahwa pihak
Makassar mulai memisahkan diri dan kembali ke
Demung saat pertempuran di pantai Jepara tidak
berhasi] melumpuhkan kekuatan Jepara.
Di pihak Belanda, mereka tetap mendukung kepala
daerah Jepara, Ngabei Wangsadipa, dan memutuskan
untuk terus melawan pasukan Madura, Belanda masih
menganggap Madura sebagai ancaman, apalagi Jepara
bagi mereka merupakan kota strategis bagi pemerintah
kompeni, Namun pasukan Madura berhasil mengusir
para penduduk Jepara dan mengosongkan kota ini.
Setelah Jepara jatuh, pasukan Madura terus
menvju barat dan merebut semua pelabuhan sampai
ke Cirebon.
Pecahnya Pasukan
Gabungan Makassar dan Madura
Perpecahan pasukan Makassar dan Madura ini
patut menjadi perhatian. Perpecahan ini ditaksir terjadi
pada awal Desember 1676. Dari laporan kepala daeran
Cirebon kepada Speelman, Raden Trunajaya dikatakan
mengusir orang-orang Makassar yang yang
melepaskan diri dari kelompok mereka, bahkan ia
memerintahkan pembunuhan terhadap empat
pemimpin terkemuka Makassar, semuanya dari
keluarga Tello.
22 Sejarah, Sudaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
Pertikaian yang terjadi antara Makassar dan
Madura kurang jelas, De Graff sendiri menilai bahwa
laporan dari Raden Trunajaya melalui orang Mor yang
bernama Piero agek panjang lebar dan tidak teratur
alurnya. os
Perpecahan berdampak besar, penyerangan
Madura ke istana Mataram tidak dibantuoleh pasukan
Makassar dibawah pimpinan Karaeng Galesong. Dalam
penyerangan ke keraton Plered, Madura bersatu
dengan Raden Kajoran, Panembahan Rama, yang
diawal mempertemukan Trunojoyo dan Adipati Anom
saat membuat persekongkolan menjatuhkan
kepemimpinan Amangkurat 1. Keraton Plered jatuh
pada tanggal 28 Juni 1677.
Pasukan Makassar kembali bergabung dengan
pasukan Madura saat Trunojoyo kembali meminta
bantuan kepada Karaeng Galesong ketika kekuasaan-
nya diancam oleh Adipati Anom yang telah menduduki
tahta ayahnya dan menjadi Amangkurat II di tahun 1679.
Saat itu, Karaeng Galesong memenuhi permohonan
Raden Trunajaya karena dalam penyerangan
Amangkurat Il, pihak belanda ikut serta, bahkan
Speelman sendiri yang memimpin armada Belanda.
Dendam kekalahan pasukan Makassar di Gowa
membuat Karaeng Galesong terdorong untuk turun ke
medan perang menghantam armada Belanda.
Panasnya kondisi politik dan hubungan antara
pasukan Makassar dan Madura yang tidak sekuat pada
peperangan di Gegodog membuat pihak Mataram yang
Sejarah, Budsya & Kepemimpinan 23Aminuddin Salledkk
dibantu oleh Belanda berhasil mematahkan
perjuangan Trunojoyo mempertahankan kekuasaan~
nya. Karaeng Galesong sendiri wafat setelah bertarung
habis-habisan bersama dengan pengikutnya. Dia
akhirnya gugur dan dimakamkan di Ngantang
(Kabupaten Malang) di penghujung tahun 1676.(***)
24 Sejarah, Budaya & KepemimpinanPerjuangan
Menegakkan Harga Diri
Catatan Perjalanan Karaeng Galesong,
1! Manindori Kare Tojeng Karaeng Galesong,
Dari Galesong Makassar
Menuju Malang Jawa Timur*
“Ika Farthah Hentihu (Daeng Te'’ne)
i dalam sejarah tanah air khususnya dan
D== dunia umumnya ungkapan yang
disebut dalam judul di atas sering kali muncul.
Ambillah misalnya sebagai contoh I Manindori, yang
oleh Belanda dalam Geschidenis der Nederlands Indie
disebutkan bahwa Trunodjojo werd gesteund door de
uitgedreven Macassarsche zee rovers, Trunojoyo
dibantu oleh bajak laut Makassar yang terdesak keluar
dari sarangnya. Siapakah itu yang dimaksud oleh
Belanda dengan Macassarsche zee rovers itu? Mereka
itu adalah sisa-sisa Angkatan Laut Kerajaan Gowa yang
dipimpin oleh I Manindori, yang pernah menjabat
kedudukan struktural sebagai Kepala Daerah Galesong,
sehingga bergelar Karaeng Galesong.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 25Aminuddin Salledkk
Awal Perjuangan
Pada waktu terjadinya perang melawan Kompeni
Belanda, Karaeng Galesong sudah menjabat Panglima
Angkatan Laut Kerajaan Gowa. Karaeng Galesong tidak
mau mengakui Perjanjian Perdamaian Bongaya, lalu
atas seizin Sultan Hasanuddin, meninggaikan Kerajaan
Gowa dengan pengikutnya yang masih setia
kepadanya, mencari daerah lain di mana saja untuk
meneruskan perjuangan melawan Belanda.
Di Madura Karaeng Galesong diterima oleh Raden
Trunojoyo bahkan diangkat menjadi menantunya,
yaitu menikah dengan putri Madura Potre Koneng. Jadi
Karaeng Galesong menerapkan salah satu cappaq dari
tiga cappaq senjata orang Bugis Makassar. Ketiga
cappag (ujung) itu yakni ujung lidah(diplomasi), ujung
kemaluan (pernikahan) dan ujung badik (peperangan).
Rasa malu orang Bugis terhadap persekutuan Arung
Palaka dengan VOC ditunjukkan melalui perlawanan
mereka terhadap pemerintahan kolonial Belanda,
perlawanan yang menyebar hampir ke seluruh pelosok
Nusantara.
Pada tahun 1667 ratusan orang Bugis dan orang
Makassar yang dipimpin oleh Laksamana Karaeng
Bontomarannu dan Laksamana Karaeng Galesong,
menyelinap melalui pertahanan laut Belanda menuju
Jawa untuk bergabung dengan Trunojoyo di Madura
dalam perlawanan terhadap Belanda dan kerajaan
Mataram (DeGraaf dalam Abidin, 1983:54). Bersama
26 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
ratusan pucuk meriam yang pembuatannya
dimungkinkan oleh kengototan Karaeng Patingaloang
konon meriam terbesar yang pernah dibikin di
Nusantara, Gowa beberapa kali nyaris menumpas
Sekutu. Antara lain akibat sekian pengkhianatan dari
dalam, Makassar akhirnya hanya bisa mempersembah-
kan pada Belanda dan sekutunya sebuah perang yang
paling brutal dan paling dahsyat yang pernah dilakukan
VOC di dunia sejak didirikan. Para panglima Makassar
yang belum puas dengan persembahan itu dan tak
menerima sikap takluk istana, seperti Karaeng Galesong
dan Karaeng Bontomarannu, menyebar keluar
melanjutkan perang di laut dan daratan yang lain.
Mempertahankan Harga Diri
Perjuangan mempertahankan harga diri (baca:
kemerdekaan) dalam sejarah perjuangan bangsa kita
sangat gencar di lakukan oleh para patriot bangsa di
seluruh pelosok daerah di nusantara. Selain didasari
oleh prinsip tidak mau dijajah bagi daerah-daerah
muslim tekad tidak mau dijajah itu dilandasi oleh
prinsip jihad.
Mempertahankan semangat juang tersebut
terkadang masih dilakukan meskipun pucuk pimpinan
daerah wilayah dimana sang patriot berasal (raja/
kerajaan) telah dikalahkan oleh penjajah. Kekalahan
kerajaan Gowa sebagai salah satu kerajaan terbesar di
Indonesia Timur dari Belanda pada masa kekuasaan
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 27Aminuddin Salledkk
I Malombasi Daeng Mattawang Sultan Hasannudin
Raja Gowa ke XVI mengakibatkan salah seorang
puteranya yang bernama [ Manindori Kare Tojeng
__Karaeng Galesong meninggalkan Gowa menuju tanah
Jawa untuk melanjutkan “dendam” melawan Belanda.
Perlawanan Karaeng Galesong secara khusus dan
laskar Gowa secara umum setelah kekalahan Gowa
tersebut membuat warna yang indah dalam sejarah
Indonesia.
Pada buku-buku sejarah yang memuat tentang
kerajaan Gowa ataupun nusantara tidak disebutkan
nama asii dari Karaeng Galesong, sedikit sekali
masyarakat biasa ataupun akademis yang
mengetahuinya, hal ini juga didasarkan dari kebiasaan
masyarakat Makassar untuk tidak sembarang
menyebut nama asli seseorang apalagi yang
berkedudukan sebagai bangsawan, mereka hanya
diperkenankan memanggil gelarnya saja seperti
Karaeng anu, atau daeng anu. Pada silsilah yang
terdapat di rumah Kepala Desa Ngantang, Ahmad
Khoiri, didapati keterangan bahwa Karaeng Galesong
mempunyai nama lengkap yaitu gelar anumerta
kepada Karaeng Galesong I Manindori I Kare Tojeng
Karaeng Galesong Tumenanga Ri Tampa’na 1662 —
1679 yang artinya seseorang yang meninggal karena
mempertahankan harga diri dan meninggal dengan
hormat yang cukup tinggi. Ibunya bernama I Mammi
Daeng Sangging Lo’mo Tobo berasal dari Majannang.
Karaeng Galesong memiliki saudara 3 orang bernama
28 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
1 Sapiah Daeng Rikong, I Adulu Daeng Mangalle dan
I Rukia Daeng Mammi. Menurut H. A. Massiara,
Karaeng Galesong dilahirkan pada 29 Maret 1655.
Berjuang di Tanah Jawa
Pada pertengahan tahun 1677 di Jawa Tengah dan
Jawa Timur ada 3 imperium yang berkuasa. Pertama
adalah kerajaan Mataram yang nyaris runtuh dan
keruntuhannya mengawali masa-masa berat Keraton
Kartasurya (1689~ 1745), yang kedua, adalah sebuah
kerajaan yang didirikan oleh Trunodjojo meskipun
umurnya juga tidak panjang, yang ketiga imperium
yang terkepung diantara keduanya adalah Serikat
Dagang Hindia Belanda (VOC).
Pada saat Mataram dipimpin oleh Sultan Agung,
ketika ia berhasil menaklukkan pulau Madura, ia
membawa satu-satunya penguasa Madura yang masih
hidup ke Mataram serta menganugerahkan gelar
kebangsawanan, Cakraningrat I (1624— 1647).
Beberapa saat berselang Sultan Agung kembali
mengirim Cakraningrat 1 ke Madura sebagai penguasa
daerah taklukan. Cakraningrat memiliki seorang
putera bernama Raden Demang Melayakusuma yang
disiapkan untuk menggantikannya sebagai Raja di
Madura. Namun pada tahun 1656 terjadi tragedi
berdarah di keraton Piered dimana Raden Demang
Melayakusuma terbunuh bersama ibu, dua orang
saudara laki-lakinya dan tiga orang abdinya, sedang
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 29Aminuddin Salledkk
yang tersisa hanyalah seorang bocah berusia 7 tahun
putera Melayakusuma yang bernama Raden
Trunodjojo. Trunodjojo dilahirkan di Sampang di
daerah “Pakabaran’. Keraton Plered akhirnya dipegang
oleh Cakraningrat II yang merupakan adik dari
Melayakusuma. .
Di wilayah Timur Nusantara, pada tanggal 19
Agustus 1667 Cornelis Speelman mulai menyerang
laskar Gowa yang bertahan di Benteng Galesong
sebagai pertahanan terakhir armada Gowals].
Kekalahan laskar Gowa di Galesong dan beberapa
daerah lain sebelumnya memaksa Sultan Hasanuddin
menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18
November 1667. Perjanjian yang memuat 29 pasal
tersebut, pada pasal 4 dijelaskan bahwa :
“Orang- orang yang bersalah karena telah
melakukan pembunuhan- pembunuhan atas dirt
orang-orang Belanda, akan dihukum di hadapan
residen Belanda di Makassar.”
Pasal ini selain pasal-pasal yang lain selalu berpihak
dan memberi keberuntungan kepada Belanda, menjadi
alasan utama Karaeng Galesong dan Karaeng
Bontomarannu meninggalkan Makassar berlayar ke
Pulau Jawa, yaitu masing-masing ke Madura dan
Banten.
Sementara itu di wilayah barat nusantara, Kraton
Plered yang penuh intrik pada akhirnya dapat dikuasai
oleh Cakraningrat I] yang merupakan adik dari ayah
30 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
Trunodjojo. Melihat kondisi istana yang sedikit tidaknya
dapat membahayakan dirinya, membuat Trunodjojo
akhirnya meninggalkan Kraton Plered ke Kajoran yang
berada dalam wilayah kekuasaan Raden Kajoran atau
Panembahan Rama. Disanalah ia menikah dengan
salah seorang puteri Raden Kajoran. Sekitar tahun 1670,
lagi-lagi ditengah-tengah intrik istana Plered yang kian
menjadi-jadi, putera mahkota keraton Plered yang
dipengaruhi oleh Raden Kajoran menggalang
konspirasi dengan Trunodjojo yang pada akhirnya
membuahkan hasil dengan mendudukkan putera
mahkota Plered di tahta istana Plered menjadi
Amangkurat II. Setelah keberhasilannya tersebut,
Trunodjojo menuju Madura dan mengumpulkan
pengikutnya dan berhasil menguasai pulau itu dan
mengangkat dirinya menjadi Raja dan Panembahan.
Pada tahun 1675 kedua orang Patriot dari dua kutub
wilayah Nusantara itu bertemu dalam satu niat dan
tekad untuk melawan penjajahan Belanda di bumi
Nusantara. Di saat Karaeng Galesong menuju pulau
Jawa bersama Karaeng Bontomarannu disertai laskar
sebanyak 20.000 orang yang sangat mahir dalam
pertempuran akhirnya sampai di Madura, dimana
waktu itu Trunodjojo sedang berperang melawan
Belanda. Bergabunglah armada Gowa ini dengan
Trunodjojo melawan kompeni. Dalam sejarah orang
Madura sendiri didapati keterangan sebagai berikut :
“uy pun ta (Trunodjojo, pen.) mendapatkan
bantuan dari orang-orang Makassar yang dicerai-
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 31Aminuddin Salle,dkk
beraikan oleh Compagnie Belanda di dalam tahun
1676 M. Pemimpin-pemimpin orang Makassar yaitu :
Kraeng Galisong, Basungmernung, Panjt Karonuban,
Daeng Malincing, Daeng Wigenie, Daeng Marewo
dengan beberapa ribu pula dari rakyatnya”
Kawin dengan anak Trunodjojo
Hubungan kerjasama antara Trunodjojo dan
Karaeng Galesong semakin erat dengan adanya
perkawinan antara Karaeng Galesong dengan anak
Trunodjojo yang bernama Potre Koneng. Aliansi ini
membuahkan hasil dengan mulai dikuasainya kota-
kota pelabuhan di Jawa Timur. Pada bulan Agustus
1676 terjadilah perang di Gogodog yang memberikan
kemenangan mutlak kepada Trunodjojo yang akbirnya
membuat rakyat Jawa berbondong-bondong
meninggalkan Amangkurat dan bergabung dengan
Trunodjojo yang dianggap sebagai “Ratu Adil” baru,
Pada perempat akhir abad ke-16, menurut catatan
sejarah daerah Situbondo tepatnya sekitar Demung dan
Ketah telah dijadikan ajang pertempuran akibat
pertarungan antar kepentingan kelompok yang
bersengketa dalam upaya merebut kekuasaan Mataram
dari Amangkurat 1. Dalam pertempuran itu, kekuatan
Mataram yang berada dibawah perintah Amangkurat
1 berhadapan dengan pejuang Makassar yang secara
rahasia berada di bawah perintah Adipati Anom, putera
mahkota Mataram. Pangerap Adipati Anom, putera
32 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
mahkota Amangkurat I yang menginear kedudukan
ayahandanya menjalin hubungan rahasia dengan
pimpinan warga makassar di Demung yakni Karaeng
Bontomarannu.
Dari sinilah terjalin juga hubungan antara orang-
orang Makassar dengan Madura, hal ini disebabkan
Pangeran Adipati Anom juga menjalin hubungan
rahasia dengan menantu Panembahan Rama yakni
Trunodjojo dari Madura. Namun hubungan kedua
kelompok itu tidak berlangsung lama karena
disebabkan oleh kepentingan masing-masing yang
terlalu signifikan perbedaannya. Hasil dari suksesi saat
itu menciptakan kekacauan di seluruh penjuru negeri,
di pedalaman Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah
dikendalikan oleh Trunodjojo yang berpusat di Kediri,
sedangkan di pantai utara Jawa Timur dan sebagian
Jawa Tengah dikendalikan oleh orang-orang Makassar
di bawah kendali Karaeng Bontomarannu, Karaeng
Galesong, Karaeng Tallo dan sebagainya.
Kini di Situbondo, komunitas keturunan para
pejuang Makassar yang begitu gigih menentang
kekuatan Belanda beserta pengaruhnya sampai saat ini
masih menunjukkan identitasnya sebagai keturunan
pejuang muslim yang tegas dan fanatik dalam
membela hal-hal yang berkaitan dengan Islam.
Meskipun komunitasnya relatif kecil mereka tetap
merupakan kelompok yang disegani oleh masyarakat
sekitar, dengan gelar “Daeng” yang disandang oleh
sejumlah pimpinan komunitas ini, oleh masyarakat
Situbondo disebut dengan penuh rasa hormat.
Sejarah, Budays & Kepemimpinan 33Aminuddin Salledkk
Perjanjian Bungaya
Di dalam perjanjian Bungaya nomor 9 disebutkan
bahwa Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh
berlayar kemanapun kecuali ke Bali dan beberapa
tempat lain yang disebutkan dengan prinsip bahwa
Belanda memang benar-benar membatasi gerak
orang2 Makassar baik para bangsawan maupun
rakyatnya. Hal ini menjadi salah satu alasan Karaeng
Galesong kepada Sultan Hasanuddin bahwa ia berniat
untuk meninggalkan Gowa terutama setelah ditanda-
tanganinya Perjanjian Bungaya. Bali adalah lokasi
paling strategis dan aman bagi Karaeng Galesong untuk
datang kesana. Alasannya adalah di Bali para pasukan
yang telah berlayar berbulan-bulan ini butuh untuk
mengambil air minum dan membeli ransum bagi
ratusan lasykar, anak buah Karaeng Galesong. Tentu
saja ini juga adalah salah satu alasan beliau untuk hadir
di Bali, Alasan utama Karaeng Galesong meninggalkan
Gowa adalah berlayar menuju Marege, suatu wilayah
agraris di Australia.
Berdasarkan kesamaan secara geografis bahwa
Gowa dulu adalah sama-sama daerah agraris dengan
Marege (Pelras), maka alasan ini cukup kuat
diungkapkan oleh Karaeng Galesong saat berpamitan
dengan ayahnya, Sultan Hasanuddin. Tak ayal Sultan
Hasanuddin begitu galau mendengar putranya yang
digadang-gadang akan menduduki tahta kerajaan
Gowa malah akan pergi meninggalkannya sendirian
34 Sejarah, Gudaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
di Makassar. Karaeng Galesong pun tak kuasa dan
sedih karena akan meninggalkan ayabandanya,
naroun Sultan Hasanuddin mengatakan “Pergilah kau
seperti sepupumu Syech Yusuf” dengan tenang Sultan
Hasanuddin berusaha menguatkan hati Karaeng
Galesong. “Dimana bumi dipijak, disitulah langit
dijunjung” kemudian Sultan Hasanuddin melanjutkan
perkataanya yang memotivasi kepergian sang putra
mahkota ke Australia, Dengan sedikit berbisik, Karaeng
Galesong mendekatkan bibirnya kepada telinga
ayahandanya. “Ayahanda, jangan khawatir. Ananda
akan meneruskan perjuangan ayahnda berperang
melawan Belanda di Jawa nanti” Karaeng Galesong
berusaha menenangkan ayahnya. Maka denga alasan
itu Sultan Hasanuddin-pun tenang dan memberi restu
pada Karaeng Galesong. “Baso pergilah engkau dengan
izinku” kata Sultan Hasanuddin menyebut nama
panggilan kesayangan Karaeng Galesong. Dan pergilah
800 kapal dan 10.000 anak buah sebagai lasykar
tangguh Galesong.
Kepergian Karaeng Galesong menuju Australia
memang tidaldah sederhana. Sebanyak ratusan lasykar
pengikut Karaeng Galesong dan dengan kapal-kapal
yang cukup tangguh, kapal-kapal yang dibangun oleh
para nelayan-nelayan Galesong yang sejak dulu abli
dalam strategi pembuatan kapal perang pun
dipersiapkan. Hal ini menarik perhatian para serdadu
Belanda dan pemimpin-pemimpinnya. Mereka sudah
siap dengan aturan-aturan tertulis Perjanjian Bungaya.
Selarah, Budaya & Kepemimpinan 35Aminuddin Salle,dkk
Penjara-penjara sudah terbuka menganga karena setiap
kepergian ada resiko-resiko yang harus ditanggung
seperti yang termaktup dalam carik-carik Perjanjian
itu. Maka Karaeng Galesong pun sengaja mengatakan
tujuannya bahwa dengan tegas dikatakan akan menuju
ke Marege, Australia. Belanda pun tak bergeming
karena Bali memang adalah lokasi perkecualian dan
dinyatakan tegas di dalam carik-carik Perjanjian
tersebut. Tangan-tangan Belanda pun kemudian
diangkat sehingga dengan melenggang sang Karaeng
melebarkan layar tanda akan dimulainya perjalanan
bahari yang cukup panjang. Perjalanan bahari yang
tidak sederhana. Desa Galesong menjadi saksi bisu
bersama dengan Bungung Baraniya. Di Bungung
Baraniya ini semua peralatan perang dari pedang, badik,
pisav, meriam dan lain sebagainya disucikan disana.
Sumur tua inipun menjadi saksi bisu ditahbiskannya
semua lasykar dengan dimandikannya disana. Sumur
yang bersebrang laut pantai Galesong ini mengantar
dan menjadikan laut sebagai kawah candradimuka
lasykar karena mereka dilatih di lautan berombak
liarbahwa diyakini adanya pusaran Spermonde, atau
segitiga bermuda laut Galesong. Sehingga Karaeng
Galesong pun sangat yakin dengan kemampuan para
lasykarnya.
Dan memang perjalanan Karaeng Galesong tak
pernah sampai di Marege. Itu hanya akalaan dan tik
untuk menghindari Perjanjian Bungaya. Sultan
Hasanuddin paham benar akan kemana Karaeng
36 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
Galesong pergi. Mungkin Marege adalah daerah
alternatif namun bisa juga dianggap sebagai trik menipu
Belanda. Karaeng Bontomaranu yang telah terlebih
dahulu sampai di Bima adalah salah satu alasan
Karaeng meninggalkan Gowa karena saudaranya
sudah berada disana sebelumnya
Kemudian keberhasilan Trunodjojo yang disokong
sepenuhnya oleh Karaeng Galesong dan pasukan
Makassarnya, membuat Amangkurat I meminta
bantuan kepada VOC dan diterima oleh Gubernur
dJenderal VOC Joan Metsuycker. Pada 20 Januari 1677,
VOC dibawah pimpinan Admiral Comelis J Speelman
meminta Trunodjojo menyerahkan diri ke benteng di
bukit Danareja Jepara yang ditolak oleh Trunodjojo
yang telah menjadi Raja. Pada April 1677 akhirnya
Speelman menyerang pusat kekuasaan Trunodjojo
yaitu Surabaya dan pada 12 ~ 13 Mei 1677 benteng
Trunodjojo dikuasai oleh VOC[14]. Dikarenakan
kondisi pasukan yang semakin terdesak di Surabaya,
maka Trunodjojo dan Karaeng Galesong memutuskan
untuk menyingkir ke Kediri dan memperkuat benteng
pertahanannya untuk kemudian menyerang ke kraton
Mataram., Serangan ke keraton Mataram berhasil
memporak-porandakan pertahanan Mataram dan
dengan merampas keraton Mataram berserta semua
isi keraton dan mahkota pusaka dari jaman keraton
Majapahit serta seorang puteri (anak) dari
Amangkurat I yang bernama Ratu Klintingkuning
yang kemudian diperisteri oleh Trunodjojo. Kemudian
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 37Aminuddin Salledkk
Trunodjojo kembali ke Kediri sebagai pusat
kekuasaanya di kawasan Bang Wetan (pesisir timur).
Di Kediri pasukan aliansi Trunodjojo dan laskar
Makassar dibawah pimpinan Karaeng Galesong
mendapat serangan yang hebat dari Belanda dan
Susuhunan Amangkurat I, pertempuran yang
berlangsung sengit itu membuat Trunodjojo dan
Karaeng Galesong semakin terdesak hingga ke dacrang
Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur
yang juga menjadi benteng terakhir pertahanan
Trunodjojo dan Karaeng Galesong. Menurut cerita
yang berkembang di masyarakat Ngantang, ditengah
peperangan itu melihat kondisi pasukan yang semakin
berkurang dan lemah, Trunedjojo menawarkan kepada
Karaeng Galesong untuk sama-sama menyerahkan
diri kepada Belanda dan sekutunya Mataram. Namun
Karaeng Galesong tidak mau menyerah meskipun
sampai titik darah yang penghabisan. Tempat dimana
Trunodjojo mengajak menyerah dan Karaeng Galesong
tidak mau menyerah itu dinamakan desa Mohgal.
Mengenai penamaan desa Mohgal itu dijelaskan oleh
Ahmad Khoiri, Kepala Desa Sumber Rejo dimana
Karaeng Gelesong dimakamkan, sebagai berikut :
“Mohgal itu menurut orang-orang tua kami
dahulu dari kata emoh dan gagal,emoh artinya tidak
mau, gagal artinya gagal atau menyerah, jadi Mohgal
berarti tidak mau gagal atau tidak mau menyerah.
Penamaan itu berdasarkan peristiwa dak mau
menyerahnya Mbah Rojo Kreng Galingsong kepada
38 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Deea Pancasila & Konstitusi
Belanda setelah dibujuk oleh mertuanya yaitu Raden
Trunodjojo.”
Bersamaan itu pula, Cakraningrat I] dan Kapten
Speelman pada tanggal 26 Desember 1679 melalui
seorang perwira VOC berketurunan Ambon yang
bernama Kapten Jonker berhasil memaksa Trunodjojo
menyerah. Digambarkan bahwa kapten Jonker
menggunakan jubah satin berwarna hitam, sorban
hitam dengan cincin emas dijarinya, serta clurit hitam
panjang ditangannya. Jonker kemudian menyerahkan
Trunodjojo kepada Couper yang lalu diserahkan kepada
Amangkurat I.
Setelah tertangkapnya mertuanya, Karaeng
Galesong masih tetap memberikan perlawanan kepada
musuh, semangat untuk tetap tidak mau dijajah oleh
Belanda ditambah dendamnya karena ayahandanya
di Gowa juga dikalahkan oleh Belanda membuat
Karaeng Galesong bertempur mati-matian, namun apa
daya, pasukan semakin banyak yang tewas serta tenaga
yang banyak terkuras, akhirnya Putera Raja Gowa, I
Manindori I Kare Tojeng tertangkap di sekitar
Ngantang. Sudah lazim berlaku pada setiap pasukan
apabila sampai pada perjuangan terakhir pimpinannya
tertangkap maka melemahlah semangat mereka,
akhimya pasukan yang tersisa yang hanya segelintir
orang pemberani dan perkasa terkulai lemahk melihat
junjungan mereka Karaeng Galesong tertangkap dan
meninggal disana.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 39Aminuddin Salledkk
Makam di Ngantang
Makam Karaeng Galesong yang berbentuk segi
empat itu tidak seperti makam lain pada umumnya
(lihat photo) dimana bisa diinterpretasikan adanya
konsep “Sulappa Appa” yang berarti segi empat bahwa
manusia harus memiliki empat sikap dasar yaitu
kejujuran (kalambussang), keberanian (kabaraniang),
kekayaan (kakalumanyangang), kecerdasan
(kacaraddekang). Empat dimensi ini bila bergabung
dengan sempurna akan membentuk To-Panrita
(manusia sempurna/insan kamil). Kita akan melihat
hubungan antara lima sifat yang diakui sebaga fitrah
manusia itu dan hubungannya dengan patang sulapa’
yang berkembang dan mewarnai budaya Sulawesi
Selatan (Aminuddin Salle). Sehingga makam Karaeng
Galesong yang membentuk sebuah formasi segi empat
inilah dimaknai dari ke empat prinsip hidup yang selalui
menaungi perjalanan Karaeng Galesong, berbeda
dengan makam2 yang lain yang membentuk empat
persegi panjang.
Makam Karaeng Galesong adalah di kecamatan
Ngantang dimana Ngantang adalah sebuah lokasi kecil
go km sebelah Barat kota Malang. Ngantang bermakna
‘tinggal’ atau stay dari bahasa Makassar ‘antang’ karena
Karaeng Galesong sudah berikrar akan tetap tinggal di
Malang sampai titik darah penghabisan. Dikarenakan
lidah masyarakat Jawa yang sulit mengucapkan huruf
‘gin (arab), maka kebiasaan mereka mengueapkan
40 Sefarah, Budays & XepemimpinenGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
burof ‘ain menjadi ‘ngain. Maka jadilah kata ‘antang’
menjadi ‘ngantang’ yang tersohor sampai sekarang di
kota Malang, adalah tempat Karaeng Galesong
dimakamkan.
Dipanggil Mbah Rojo
Kini kita dapat melihat makam Karaeng Galesong
yang disegani lawan itu di Desa Sumber Rejo Kecamatan
Ngantang Kabupaten Malang, beliau dikenal oleh warga
sekitar dengan nama : Mbah Rojo Kareng
Galengsong. Rojo adalah raja yang diyakini oleh
masyarakat sekitar bahwa Karaeng Galesong adalah
raja dari Galesong. Dan penghormatan warga
Ngantang terhadap putra Sultan Hasanuddin ini
diwujudkan dengan membuat gerbang menuju makam
Karaeng Galesong yang cukup tinggi dan megah,
berpayungkan Mahkota sebagai simbol bahwa Karaeng
Galesong adalah raja yang berasal dari Galesong
Makassar.(***)
Daftar Pustaka
Hafidz, S. Tatik.1998. Runtuhnya Seorang Tiran. tanpa
tempat: Tajuk.Nomor : 8/Th. I.
Kesuma, Andi Ima.2004. Migrast dan Orang Bugis.
Yogyakarta: Ombak.
Latif, Abdul. 1994. Galesong Di Masa Lalu, Studi tentang
Sejarah Maritim di Sulawesi Selatan. Makassar:
Lembaga Penelitian UNHAS.
Sejarah, Sudaya & Kepemimpinan 41Aminuddin Salledkk
Massiara, H. A. 1983. Syekh Yusuf Tuanta Salamaka
Dari Gowa. Jakarta: Yayasan Lakipadada.
NN, tanpa tahun. Sejarah Permulaan Jadinya Pulau
Madura.
Salle, Aminuddin. et al. 2000. Rekaman Awal
Kepemimpinan Elit Lokal Karaeng Galesong.
Makalah disajikan dalam Seminar dan Lokakarya
Internasional “Mengawali Abad ke-21:
Menyongsong Otonomi Derah, Mengenali
Budaya Lokal, Membangun Integrasi Bangsa”, di
Pusat Kegiatan Penelitian Universitas
Hasannudin, Makassar, 1-5 Agustus.
Sewang, Ahmad M. 2005. Islamisasi Kerajaan Gowa
Abad XVI sampai Abad XVI. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Team Fact Finding, Insiden Situbondo 10 Oktober 1996,
1996, Surabaya: Pimpinan Wilayah Gerakan
_ Pemuda Anshor Jawa Timur. Hal. 11-13.
Raden Werdisastra., Tanpa Tahun. Babad Sumenep.
Alihbahasa oleh Moh. Thoha. 1996, Pasuruan:
Garoeda Buana Indah.
* Makalah ini pernah disampaikan dalam Seminar
Festival Saudagar Bugis Makassar dalam Dialog
Budaya Internasional Kemelayuan di Indonesia
Timur, pada tanggal 12 ~ 13 Oktober 2008 di Hotel
Sahid Jaya Makassar.
* Survey dan Wawancara, Ngantang, tanggal 14
Juni 2007
42 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
ie a
Photo 1. “Gapura Astana” memasuki kompleks makam
Karaeng Galesong di Desa Sumber Rejo,
Kecamatan Ngantang. Bagian atas Gapura
terdapat semacam Mahkota_ sebagai
penghormatan masyarakat dan pemerintah
daerah setempat terhadap Karaeng Galesong
yang mereka kenal dengan Mbah Rojo.
sebelah Barat (memakai Bendera Merah Putih).
Dinding Komplek Makam yang nyaris rubuh
karena hanya susunan batu bata saja,
meskipun di luarnya ditopang oleh pagar besi.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 43Aminuddin Salledkk
Makam Karaeng Galesong diphoto dari sebelah
Timur kompleks makam.
Photo 4. Prasasti Perjuangan yang terdapat di Pusara
Makam Karaeng Galesong. Tulisan yang
terdapat pada Prasasti di Makam Karaeng
Galesong:
Disini dimakamkan pejuang agung yang pantang
menyerah menentang VOC dan kedzoliman di Abad
ke-17 putra Sultan Hasannudin Raja Gowa ke XVI
menantu Raden Trunojoyo murid Panembahan Giri
Panglima Perang Lasykar Makassar di Jawa Timur
KARAENG GALESONG TUMENANGA RI TAPPA'‘NA.
(Ngantang, 1 Muharram 1426). Jama’ah Anshorullah
44 Sejarah, Budaya & KepemimpinanBAGIAN DUA
BIOGRAFI PER.JUANGAN
ABI JADJI BOSTAN DAENG MEMA’DJA
(KARAENG GALESONG XVID)
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan
45Biografi Perjuangan
Abi Jadji Bostan Daeng Mama’dja
(Karaeng Galesong)
Asal Usul Keluarga
Lahir di suatu dusun, namanya Ta’buncini Desa
Galesong Kota/Galarang, Galesong-Adat Gementsehap
Galesong pada hari Rabu 10 Joeli 1918 jam 08.00 pagi,
sesuai bulan DJULHADJI oleh IBU bernama Patima
Dg. Tjalla, anak kandung dari Imallarangan Dg.
Matutu, Daengta Gelarang Galesong, bersaudara
kandung dengan Marigace Dg. Menginroeroe Regent
‘Van Galesong, adapun ayabnya bernama Imapperessa
Dg. Mengundjoengi, anak yang kedua, dari Nenenda
Ibela Aloedjoed Tuan Karaeng, dan bersaudara
kandung dengan Ihasan Dg. Mattawang di Batu-batu.
Pada umur tiga tahun Daeng Mama’dja,
ditinggalkan oleh Nenek/Datuk, Tuan Karaeng yang
meninggal dunia pada Desember 1921.
Menempuh Pendidikan
Pada umur tujuh tahun, Daeng Mama’dja
dimasukkan di Sekolah Rakyat Galesong, diajar oleh
Kepala Sekolah bernama IRADJA DG. SESE, berasal
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 47
"_—~Kelancataiiiya pekerjaan. =~=~=~O~CS*~*~“‘“‘<“~C*~C~*“~*W
Pada setiap bulan pergi ke Makassar menyetor
uang pajak pada Kantor SLAN KAS, bila naik mobil,
karena Karaeng Haji mempunyai mobil merek
DODGE, di Stur oleh MUDA DG. MAPPUNNA (Kepala
5.R. Kalongkong). Dari tahun ke tahun, maka Daeng
Mama’dja disuruh Eksamen Rebewys mobil, agar tidak
menghalangi H. DG. MAPPUNNA sebagai Guru
Sekolah bila menjalankan mebil di waktu Dinas. Setelah
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 49Aminuddin Salle,dkk
dari Kampong Pangganakkan-Topejawa-Takalar,
sampai tahun 1928, tammat kelas III.
Pada bulan Januari 1929, bersekolah di
Makassar, atas kehendak H. Larigau Daeng
Menginruru Regent Van Galesong, pada Sekolah
Inland Schshool di Makassar dan tinggal di rumah
Pammusorang Daeng Paduni di kampung Pisang
Makassar. Penuntutan ilmu di Makassar itu hanya
setahun lebib/di kelas V saja dikarenakan Ibu Ayah
(Wreaann Mearntuna anmnnwn Ciztt Nene BA AID
Aminuddin Salledkk
itu, Daeng Mama'dja pergi belajar di Makassar, karena
saya memeng sudah pandai memegang stur, sebab
AYAH KARAENG NGUNJUNG pernah: memiliki
mobil bekas, itu yang ia pakai dan hanya 15 hari saja
belajar, terus naik diuji akhirnya lulus mempercoleh
Reibewys A. Demikian lancarnya pekerjaan Dinas, dan
urusan-urusan pribadi Karaeng. Oleh karena (tahun
ke tahun kegiatan semakin padat, maka diperlukan dua ~~
hari tiap minggu ikut sama Karaeng ke Desa-desa/
Kepala-kepala Kampung Gelarang- gelaraiig<_
membantu menagi pajak yang terdapat tiga jenis pajak,
antara lain : Pajak Pendapaten (Sima Ulu) Pajak Jelan/ ~
herendins dan gemente dins, kedua jenis pajak jalan —
ini, bisa dibayar dengan tenaga/bekerja ar jalan raya ww
daha ‘ampong/jalin masuk kampong. Pada setiap
tiga balan ada peke: perbaikan jalan, baik jalan
raya mingun jalan kampong di seluruh Wilayah Distrik
Galesong bagian utara Palalakkang sampai Aeng Towa
dan Galesong sampai Mengindara, dimana tiap giliran
tenaga rakyat 3 hari olehnya itu Karaeng sendiri, Kepala
Juru tolis (Abdul Gani Daeng Mambani (saudara
Karaeng) Daeng Mama'dja sendiri dan Abdullah Dg.
Ngeppe selaku pembantu jury tulis, keluar untuk
menyaksikan banyak kurangnya tenaga pekerja dan
mutu pekerjaannya, dan untuk dicocokkan di dalam
buku penyetoran Gelarang-gelarang dengan buku
Register di Kantor Karaeng.
Di samping penugasan-penugasan tersebut,
terdapat pula suatu penugasan dipandang penting, ialah
50 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
masalah kestabilan keamanan rakyat, yang
merupakan pelengkap keadaannya dunia, yang sejak
dahulu ada disebut Judi, Pencuri harta benda rakyat
dan lain-lain gangguan kestabilan masyarakat. Maka
Dengan adanya Karaeng Haji menyusun tenaga-tenaga
inti di dalam pendirian Badan Kestabilan Keamanan
Wilayah Distrik Galesong, ialah perondaan dengan cara
Koordinator Pusat Galesong, bergilir mengadakan
patrol pada malam hari ke desa-desa dengan
beranggotakan 10 orang, dan dikepalai masing-masing,
antara lain, I Abdul Geni Dg. Mambani, I! Lawang
Dg. Sila dan III Karaeng Ngunjung dan Abdul Kadir
Dg. Toto’, karena ia selaku Guru Sekolah, maka
memilih waktn setiap malam minggu, dan yang ketiga
tadi masing-masing memilih waktunya, kecuali malam
jumat tidak terisi. Badan Koordinator keamanan ini
berjalan hingga tahun 1935, Dengan adanya tenaga
Polisi dari Takalar menggantikannya barpatroli
langsung tiap satu minggu aplos, dimana waktu itu
tenaga Polisi Takalar yang dibebani dari Makassar.
Oleh karena kemajuan pemerintahan di
Galesong nampak, maka Karaeng membangun Kantor
baru diperbatasan Desa Galesong dengan Desa
Palalakkang, depan tikungan jalan ke timur pores
limbung dimana lokasi itu Karaeng beli pada
pemiliknya, karena dimana mereka jadikan tempat
peminuman Tuak (Lontang Ballo) atas nama Tjandoa
oleh itu dengan sendirinya terhapus lontang tersebut
Adapun Kantor itu dibangun dengan biaya
peribadi Karaeng 90 % karena batu merah dan genteng
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 51Aminuddin Salledkk
meladeni penyetoran Kepala-kepala Kampong dan
memasukkan Register juga mengerjakan laporan
bulanan perubahan model Letter D. surat lendrente
adanya masalah gadai, pindah gadai, kewarisan dan
penjualan tanah, juga laporan mingguan/setiap
seminggu keadaan pasar harga padi atau beras.
Dan bila tiba masanya mulai panen padi, maka
pelaksanaan tugas Daeng Mama’dja nampak agak
berat bila musim padi banyak diserang penyakit/
dimakan ulat maka 22 Kampong kompleks maka
Daeng Mama’dja harus jelajahi meladeni rakyat petani
yang dikena serangan penyakit padinya untuk diproses
perbal menurut keadaan, mati hidupnya, berapa
persentase matinya, demi mengurangi pajaknya tahun
tanam dalam istilan ONTHEFFIN/penghapusan pajak
dari empat macam golongan, antara lain : mati 1/4,
mati 1/2, mati 1/3 dan nihil, dan juga diadakan tanah
percobaan produktifiteit pada delapan Desa, harus hadir
pada permulaan di panennya diteliti dan ditimbang
hasilnya untuk penentuan golongan pajak tahun
jnendatang.
Pekerjaan harian 4 hari di luar Kantor menagi
pajak Lendrente yang langsung dipertanggung-
jawabkan, ialah pajak tanah wilayah Gelarang
Galesong sendiri dan pajak dari Daerah Gowa, dimana
pemiliknya terdapat orang Galesong. Selaku
kesimpulan di dalam penugasan sebagai aparat yang
berbobot/berwibawa, bila Daeng Mama’dja alami
keadaan zaman istilah TEKNOLOGI/1987 ini, maka
54 Selarah, Budeya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
timbulnya pelanggaran, peristiwa-peristiwa pencurian,
penganiayaan, pembunahan dan lain-lain, dimana
setiap bulan Kontroleur Kota Makassar berada di Kantor
Karaeng bersama seorang HERAPIR (Pengacara)
memutuskan perkara pelanggaran saja dalam istilah
di ROOL, dan tenaga-tenaga yang dijatuhi hukuman
bulanan dikrim ke Takalar/Penjara. Olehnya itu maka
Daeng Mama’dja dibebani lagi penugasan dalam segi
keamanan korir Jaksa Gelesong, langsung mengawasi,
Pemabok, penjudi, pemakai badik di jalan raya, senketa-
senketa yang sedang terjadi di kampong-kampong.
Teknik pekerjaan di Kantor dengan adanya
Kantor Baru, kesemuanya mempunyai pertanggung
jawab sebagai berikut :
Di samping Abdul Gani Dg. Mambani sebagai
Kepala Juru tulis merangkap Jaksa, terdapat Abdullah
Dg. Maro, juga Abdul Rajab Dg. Bella, sebagai juru
Telepon, dan Muddin Dg. Labba sebagai pembantu juru
tulis bidang administrasi pajak-pajak penyetoran.
Kepala-kepala kampong dari yornal penerimaan kepada
Register di kantor, demikian juga Daeng Mama’dja
hanya khusus pajak Tanah/Lendrente karena
bilangannya termasuk besar/banyak. Dari 22 Kepala
Kampong Komples dibagi dua hari penyetorannya/
datang ke Kanter, ialah hari Jumat dan Sabtu 11
Kampong dari Utara hari Jumat dan 11 Kampong dari
Selatan pada hari Sabtu.
Dalam seminggu hari kerja Daeng Mama’dja
hanya 3 hari, Jumat, Sabtu dan Senin, disamping,
Sejarah, Budays & Kepemimpinan 53Aminuddin Salledkk
meladeni penyetoran Kepala-kepala Kampong dan
memasukkan Register juga mengerjakan laporan
bulanan perubahan model Letter D. surat lendrente
adanya masalah gadai, pindah gadai, kewarisan dan
penjualan tanah, juga laporan mingguan/setiap
seminggu keadaan pasar harga padi atau beras.
Dan bila tiba masanya mulai panen padi, maka
pelaksanaan tugas Daeng Mama’dja nampak agak
berat bila musim padi banyak diserang penyakit/
dimakan ulat maka 22 Kampong kompleks maka
Daeng Mama’dja harus jelajahi meladeni rakyat petani
yang dikena serangan penyakit padinya untuk diproses
perbal menurut keadaan, mati hidupnya, berapa
persentase matinya, demi mengurangi pajaknya tahun
tanam dalam istilah ONTHEFFIN/penghapusan pajak
dari empat macam golongan, antara lain : mati 1/4,
mati 1/2, mati 1/3 dan nihil, dan juga diadakan tanah
percobaan produktifiteit pada delapan Desa, harus hadir
pada permulaan di panennya diteliti dan ditimbang
hasilnya untuk penentuan golongan pajak tahun
mendatang.
Pekerjaan harian 4 hari di luar Kantor menagi
pajak Lendrente yang langsung dipertanggung-
jawabkan, ialah pajak tanah wilayah Gelarang
Galesong sendiri dan pajak dari Daerah Gowa, dimana
pemiliknya terdapat orang Galesong. Selaku
kesimpulan di dalam penugasan sebagai aparat yang
berbobot/berwibawa, bila Daeng Mama‘dja alami
keadaan zaman istilah TEKNOLOGI/1987 ini, maka
54 Sejarah, Gudaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
Daeng Mama’dja merasa bersyukur diciptakan ALLAH
S.W.T. sebagai manusia biasa, dilahirkaan oleh kedua
orang tua, dibesarkan dan dibina termasuk Nenek,
Tbunda Ayahanda, Sitti Dg. Ngasi, selaku ummat Islam
patuh taat pada kedua orang tua sampai saat ini.
Catatan ini semuanya bersumber dari tulisan Daeng
Mama’dja pada tahun 1987, ketika ita memasuki umur
69 tahun. Buku yang ditulis Daeng Mama’dja
merupakan Riwayat hidup dan perjuangan selaku
pewaris dari Nenek Moyang yang tak bisa dilupakan
Karena sejarab-sejarah sesuai peribahasa, gajah mati
meninggalkan gadingnya. Jelas manusia mati
meninggalkan JASA. Tak lapuk dimusim hujan, tak
rekan diwaktu panas.
Dengan adanya Kantor permanen,
meningkatnya hubungan kerja dengan pihak
Makassar/Kontroleur Kota maka jelas dua kali, malah
sering tiga kali Karaeng ke Makassar, karena Rapat
para Kepala Distrik, ialah :
Distrik Wajo, meliputi bahagian utara Kota
sampai batas Wilayah Maros, dan sebelah timur
dengan Wilayah Gowa, dan Kepala Distriknya disebut
Distrik Mariso bahagian Selatan Kota sampai batas
Gowa dan sebelah Timurnya/Pa’Bangbaeng. Demikian
kegiatan di dalam penugasan Karaeng, termasuk
Daeng Mama’dja yang bertugas sebagai Sopir mobil
langsung menjamin rawatan pemeliharaan mobil.
Olehnya itu, maka Daeng Mama’dja berusaha
mendirikan rumah kayu, dengan diam-diam suruh
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 55Aminuddin Salledkk
gergaji kayu di Roman Katuwo, baru ketahuan pada
Karaeng bahwa Daeng Mama’dja ingin memiliki
rumah sendiri. Oleh karena sudah tahu keinginan
Daeng Mama'dja maka ia pun diberi uang untuk
membeli tiang kayu jati di daerah Polombangkeng.
Sudah itu Daeng Mama’dja hubungi Puddu Dg. Tompo
di Saro’, guna mengerjakan rumah sampai selesai.
Demikian maka Daeng Mama’dja belikan sepeda tua
untuk dia pakai pergi pulang ke rumahnya disamping
upah mengerjakan rumah.
Karena baru mulai mendirikan rumah maka
bentuknya disesuaikan pengembangan zaman, ialah
bubungannya dua mendompet dan ruangan tamu
terbuka, hanya dibatasi dinding satu meter tinggi yang
diukir tembus. Adapun pekerjaan rumah tersebut
dikerjakan hanya 32 hari, dan secara resmi dinaiki pada
hari Senin 20 Juli 1938. Dari tahun ke tahun
menjalankan tugas berganda demi mengikuti
perkembangan zaman, maka dengan adanya
Perawansa Dg. Ruru sebagai Guru Sekolah di Galesong
mengajak Pegawai Kantor utamanya Tuan Jaksa Abdul
Gani Dg. Mambani membikin organisasi Taman
Pembacaan yang diberi nama “LIJS GEZELSCHAP”,
dimana di sediakan statu tempat di waktu soreh hari,
berkumpul para anggota membaca surat kabar a.l:
Bintang Timur Warta Baru, Marhain, juga majalah
Panji Masyarakat dan lain-lain. Sehari-hari kesadaran
selaku pegawai nampak kemajuan dimana Bapak
Perawansa Dg. Ruru merupakan suatu ketokan jiwa
56 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Deaa Pancasila & Konstituai
bagi mereka; yang selanjutaya mereka di kalangan
pegawai Kantor Karaeng mulai merubah cara
berpakaian Dinas Kantor, ialah memakai Celana
panjang dan kemeja lengan panjang, dimana tadinya
pakai sarung dan baju jas.
Demikian seterusnya pegawai Kantor dan Guru-
guru sekolah nampak seragam, begitu pula pergaulan
diantara sesama makan gaji dari pemerintah, olah
ragapun mulia dikembangkan namun telah ada berdiri
sepak bola, tetapi digiatkan dan dimahirkan. Olehnya
itu maka Daeng Mama’dja bersama Dg. Ruru, Djohan
Dg. Malo sebagai guru bantu memponsori mendirikan
BADMINTON namun masih sembunyi-sembunyi
artinya tempat tersembunyi, makium kita pemuda
termasuk panatik pada orang tua-tua utamanya
Karaeng, dengan kota lain segang ditegur pada orang
tua-tua kita sendiri. Sehari kesehari sebulan kesebulan
P, Dg. Ruru sudah sering mengadakan pertemuan,
maka kesempatan besar ia gunakan menyindir tuan
Jaksa Dg. Bani selaku tokoh utama dapat mengelarkan
kemajuan pemuda-pemuda pegawai . Demikian maka
segala usaha dalam segi kemajuan diatur secara tak
gama dan secara umum terang-terangan melipati
masyarakat di kampong-kampong.
Selanjutnya Daeng Mama’dja bersama Muda
Dg. Mappunna memponsori bidang kesenian karena
M. Dg. Punna telah memiliki biolah, maka Daeng
Mama’dja berusaha juga memilikinya selanjutnya
melengkapi alat-alat kesenian ialah Rebana beberapa
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 57Aminuddin Salledkk
buah, dan gambus. Lalu diadakan penentuan waktu
belajar yang perlu belajar, memahirkan bagi yang
sudah biasa. Demikian penentuan malam latihan di
rumah Muda Dg. Mappunna pada malam Minggu,
Demikian seterusnya. Manakela pesta-pesta tradisi bagi
masyarakat di kampung, disumbang demi turut
meramaikan dan mengembirakan nikmat-nikmat
Allah yang sama perlu disyukuri, secara cuma-cuma;
kecuali berjama Magrib di Mesdjid masih sulit dan
berat pengembangan diikuthan terhadap masyarakat
pegawai secara kontanyu.
Mendirikan Sckolah Ibtidaiyah
Dengan usaha dan fakta ini, kita sama sadari,
bahwa masalah-masalah yang menyangkut AKHIRAT
menuju keinginan kebahagiaan sulit lagi berat bila jiwa
manusia tidak tenteram dan melalui cara-cara berguru
KEIMANAN. Periu sama ummat sadari diri sendiri
adanya agama Islam yang dibawakan NABI BESAR
MUHAMMAD S.A.W. pada umumnya manusia harus
beribadah /Sembahyang, jelas kalimat ini perintah ialah
SEMBAH, apa maksud yang, lalu kalimat YANG apa
maksud YANG, menandakan yang gaib disuruh
Sembahyang atau yang diluar dunia di suruh Sembah;
Bagaimana caranya menyembahNya. Karena Rukut,
Sujud, dan Duduk itu teorinya menyembah. Kalau
praktek ini lahir saja di sembah, sama saja menghadap
PRESIDEN, bukan? tidak tepat menyembah YANG.
Inilah pokok-pokok kesulitannya siar Agama yang
menjadi MUKMIN. Demikian sulitnya masalah fakta
58 Sejarah, Sudaysa & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konetitusi
dan nama MUKMININ karena sepanjang penelitian
WALI ALLAH bukan Islamnya dapat menempati
SURGA ALLAH. “Passangngalinna Iaji Umma’na
MUHAMMAD Jarreka Imemna” Justru rukun IMAN
ENAM SYARATNYA, dimiiiki baru resmi ISLAM.
Kalau tidak secara tertib POSITIF Dengan NEGATIF.
Listrik tidak menyalah, “Nakanamo Taumarioloa Teai
ISLAM Passangngalinna ISIALAM saja” Di dunia
diakui, tetapi mulai di alam BARAJAT tidak diakui
maka malaikat suruh pulang ke dunia, bagaimana
pulang ke dunia karena lubang kubur sudah tertutup.
Beginilah masalahnya. Tetapi namun bagaimana,
berjama MAGRIB dan ISA, di MESJID hanya lima,
enam orang saja tak pernah gentar kalau tidak sakit,
ialah : Lawang Daeng Sila, Abdul Gani Mambani
Abdullah Daeng Maro, Bapa’ Noto’ Lojaya dan I Bostan
Daeng Mama’dja, siagan Ipakaiyya Daeng Majarre.
Dari tahun ketahun, kegiatan tokoh Agama Isiam di
Galesong, ialah Karaeng Ngunjung, Pakalyya Daeng
Jarre IMEM H.A. Abdul Hattab Dg. Liong yang
didukung pihak Pemerintah Karaeng Haji, mufakat
mendirikan tempat pendidikan agama Islam, Sekolah
IBTIDAIYAH di Galesong dimana bangunan
Sekolabnya di Depan MESDJID sebelah selatan,
dipimpin guru keturunan ARAB nama Tuan HILAL.
Sekolah Agama ini berjalan juga hanya sekali saja
menaikkan setingkat murid-muridnya disebabkan dan
pendidikannya tidak dibarengi KEIMANAN bagi
penunjangnya. Sekali IMAN unsur utama ummat
menjadi penentu kebahagiaan di AKHIRAT kelak.
Sefarah, Budaya & Kepemimpinan 59Aminuddin Saliedkk
Perang Dunia ke IT
Setahun demi setahun mengabdikan diri bagi
rakyat dan tanah leluhur kita, sampailah waktu tahun
1941, dimana nampak kegiatan, malab kesibukan
pihak Pemerintahan Belanda menyusun persiapan
perang yang dilibatkan Belanda pada Perang Dunia ke
II Pebruari 1942. Begitu Belanda sibuk bersama
seluruh aparatnya, dikejarlah waktunya untuk
menerima risiko penjajahannya di Indonesia selama
300 tahun di Indonesia, namun kbususnya di Sulawesi
Selatan ini tidak sampai 1/2 ABAD-Belanda berkuasa.
Oleh karena Galesong merupakan daerah pantai, maka
di Depan Kantor kebetulan ada tumbuh pohon yang
tinggi serta rimbun daunnya, maka diperlukan
Makassar dijadikan menara tempat peninjauan di laut
dengan menggunakan KEKER, lalu seluruh aparat
bergiliran naik menjaga pantai menggunakan KEKER
dan telepon hubungan langsung Makassar, bila melihat
kapal, jelas apa saja di lihat di waktu suasana pecahnya
perang Dunia ke I malam hari.
Pada malam hari Senin tanggal 10 Pebruari
1942 jam 22.00 kebetulan giliran Daeng Mama’dja jaga
telepon menerima berita dari Kontroleur kota namanya
CONVERER di Makassar supaya teliti baik penjaga
menara. Satu jam kemudiannya ada lagi, suruh periksa
di laut ada api karena keker kurang mampu jarak jauh
sebagai mana dimaksud maka tidak memberi balasan,
laporan. Setengah jam kemudian berkobarlah api di
Makassar, karena memang segala bangunan gudang-
60 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
gudang yang penting diletuskan DINAMIT; tepat jam
24.00 jembatan Sungguminasa meletus, hanya tidak
sama sekali jatuh, cuma ujung utara/separuh saja
runtuh, menandakan Jepang sudah mendarat karena
disusul letusan tembakan senapan dan mortir seperti
hujan, selama satu jam. Pada jam 03.00 baru letusan
hebat di juran Malino yang menjadi pertahanan
pertama Belanda, dengan Camba, Maros. Pada esok
harinya diketahul pendaratan Jepang naik di Batu-batu
dan Sampulungan, karena masih ada Jepang menjaga-
jaga di pantai dan di jalanan juga kelihatan kapal
perang Jepang berlabuh di sebelah utara pulau
Sanrobengi memanjang ke utara pantai Batu-bate.
“Tiga hari kemudian kapal perang Jepang baru hilang
di tempat menandakan kota Makassar aman bisa
orang-orang masuk penduduk keta yang tadinya
menyingkir, kemudian Jepang perintahkan penduduk
kota kembali ke rumahnya masing-masing.
Dari hari ke hari di pandang Sulawasi Selatan
sudah aman dalam waldu hanya tiga empat bulan saja
adanya, semua Belanda sudah tertangkap di kalangan
sipil, dan militernya termasuk KNIL/orang-orang
Ambon, tertawan oleh Jepang. Olebnya itu diundang
Raja-raja di seluruh Sulawesi Selatan mengadakan
rapat. Jenderal Gubernurnya yang disebut TJOKAN
dan Kantornya di Menseibu, jadi panggilan
gubernurnya Menseibu TJOKAN. Dibawahnya disebut
Xan Kanrikan, sebagai Assistan Residen, dan Bunkan
Kanrikan sebagai Kontroleur, dan kedudukan Raja-raja
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 61Aminuddin Salledkk
disebut Gunco dan Gunca Sodai, tanda-tanda yang
diberikan Raja-raja dan pegawai waktu itu kain putih
selebar 12.cm ditulis kanji Nippon dan cap stempel
merah oranye masing-masing dipakai pada lengan baju
di sebelah kiri, bila menghubungi Kantor-kantor
Jepang; Daeng Mama’dja waktu itu selaku jurutulis
istilah Nippon Syoki. Beberapa peraturan-peraturan
disesuaikan dengan keadaan perang.
Galesong waktu diikut sertakan bergabung
dengan wilayah Takalar tahun 1943, kemudian
duduklah seorang tenaga Jepang dalam kedudukannya
selaku kepala Pemerintah negeri dalam istilah Jepang
Bunkan Kanrikan, Setahun sesudah bergabung, semua
sopir mobil raja-raja diharuskan mengikuti ujian mobil
untuk mendapatkan Reybes dimana sopir-sopir raja-
raja tak lulus maka mobilnya disita/digunakan Jepang.
Olehnya itu, maka berangkatlah ketiga ke
Makassar, Karaeng sendiri, Muda Dg. Punna dan
Daeng Mama’dja, dimana Daeng Mama’dja disuruh
mengikuti ujian sopir, dari jam 09.00 tiba ditempat
ujian di lapangan sepak bola di Maricaya, sampai jam
15.00 baru giliran Daeng Mama’dja, karena peserta
ditampung dalam sebuah kemah, maka dijamin
makanan yang masih tinggal pada jam 19.00. Adapun
materinya ujian agak ringkas tetapi sulit, sebab serba
teliti dan lancar karena pakai jam waktu tak bisa
dilewati dimana digariskan kapur LETTER R tak biasa
diinjak garis, pertama maju memasuki bundaran
untuk putar haluan mobil selanjutnya, mandur keluar
62 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
garis kaki ujung letter dangan waktu tepat, lalu
menghadapi 4 meja opsir pertanyaan, dengan
ancaman, kepala Oben pemukulan kening bila salah
jawab, Olah karena giliran Daeng Mama’dja terakhir
dua orang di belakang saya, selanjutnya mobil-mobil
yang dipakai kesamen. Sekembalinya Daeng Mama’dja
sudah jam 16.00, maka Karaeng tinggal di rumah P.
Dg. Duni di jalan Lajangiru sudah agak gelisah dan ragu
mobil disita Jepang. Setelah Daeng Mama’dja muncul
kemball, ia lihat Karaeng berdiri di jendela tengah
rumah Dg. Duni, saya masih dari luar, di jalan aspal
Karaeng berteriak bertanya ........... ? setelah menjawab
baharu Karaeng ketawa, seterusnya dipanggil naik di
rumah ditanyai sampai dimana kesulitan engkau alami.
Demikian suka dukanya peserta ujian adanya beberapa
tidak lulus, hanya pukulan ia peroleh . Demikian
bersyukur Karaeng, tadinya sudah ragu kita tidak lagi
menaiki mobil bila engkau ini tidak dapat REBEWIS.
Demikian maka barulah Dg. Punna pergi ambil mobil
yang dititip pada rumah kenalan orang cina/Dokter
Gigi, lalu kita pulang ke Galesong, Oktober 1943 Jepang
membikin LAPANGAN Terbang di Laikang Takalar,
maka Galesong mendapat jatah tenaga rakyat yang
turut bekerja lapangan setiap minggu diganti sebanyak
100 orang, olehnya itu dibagikan juga Desa-desa
Kepala-kepala kampong hanya 11 kepala Kampong
bahagian selatan saja.
Pertama dimulainya pekerjaan gotong royong
itu, istilah Jepang KINROHOSI, langsung Karaeng dan
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 63Aminuddin Sallodkk
para kepala-kepala kampong membawa rakyatnya,
saya ikut serta karena bermalam dilapangan tempat
pekerjaan yang akan dimulai esok harinya, didabului
upacara Jepang. Disinilah mulai dirasakan pahit
getirnya kekuasaan Jepang. Kemudian dengan adanya
pula lapangan terbang di kampong Panjo‘jo-Limbung,
yang turut pula Galesong mendapat jatah tenaga rakyat
pekerja lapangan, olehnya itu maka 11 (sebelas kepala
kampong bahagian utara masing-masing sesuai
banyaknya penduduk desa, Demikian penderitaan
rakyat setiap hari menerima perintah Jepang secara
paksa, karene menghadapi tugas pekerjaannya agak
berat, sedang kebutuhan sebari-harinya jauh tidak
seimbang, karena segala macam hasil produksi,
pertanian dan hasil perikanan ditangani langsung oleh
petugas-petugas Jepang, lain dari ita yang mencakup
kebutuhan manusia umpama gula pasir, minyak tanah
dan minyak goreng, dan lain-lain begitu pula sandan/
pangan, sarung dan berupa pakaian pada umumnya,
apa lagi dikotakan ban sepeda kammemi anjo naniamo
kana sikamma tau ammallakia sepeda naallengasengi
jannang gentungan. Kemudian ada dari pihak Jepang
juga keluarkan ban sepeda karet mentah nikana ban
antero, seluruh karet tidak pakai angin. Akan tetapi
namun demikian banyak juga yang membelinya dari
pada jalan kali ke pasar dan ke sekolah, namun jauh
beda dengan ban pakai angin karena berat di goyang
dan dirasa tiap lubang, ammebereki kale-kaleya.
Pertengahan tahun 1943 ke 1944, meningkat dan
64 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
Susunan/badan inilah sementara gerak melalui
Kepala-kepala kampongmemberikan pengertian Polisi-
polisi Kampong dan Polisi-polisi kampong
menyebarkan pada rakyat.
Dari Oktober 1945 sampai 2 Mei 1945 dari
gerakan Muda Bajeng mendapat berita lanjutan dari
Pajonga Dg. Ngalle dengan perantaraan Djohasan Dg.
Negitung, supaya gerakan Muda Bajeng dirubah, karena
di Pusat Polombangkeng sudah dijelmakan dengan
Lipan Bajeng pada bulan Maret 1945. Dari bulan ke
bulan lipan bajeng ini dirubah selanjutnya pada tanggal
16 Juli 1946 diresmikan LAPRIS dan Ranggong Dg.
Romo pelindungaya sampai ada terdapat tenaga kita
dari Bontomangape dan Bentang Galesong Selatan
dirintangi oleh anggotanya Johanlong Dg. Rowa di
Barembeng - Bontonompo Gowa, karena tinggal
diperbatasan Barembeng-Bontonompo dengan desa
Bontomengape Galesong, dimana Djamalong duluan
Bontonompo- Barembeng bergerak maka ia
mempengaruhi Galesong perbatasan Bontonompo
Bentang dan Sawakong Toa oleh Ketua Abdul Gani Dg.
Mambani menghubungi supaya memberi pengertian
dalam gerakan politik ini, tak ada rebut-rebutan, supaya
pihak musuh hendaknya kelemahan kita menjadikan
senjata bagi musuh, sedang perjuangan perlunya
nampak kompak kesatuan.
Justru itu maka selekasnya Daeng Mama’dja
diberi mandat ka Pusat di Gunung Polombangkeng
agar sektor Galesong secara resmi bergerak selaku
wilayah basis DEpakto bahagian Barat Lipan Bajeng.
Sejarah Budaya & Kepemimpinan 1Aminuddin Salledkk
Demikian pada sore hari Djum’at Juli 1946
berangkat bersama Bado Sangkamma Pappisalongke,
Dg. Mama’dja, Abdullah Dg. Memaro, Basonggeng
Gelarang Sawakong, dan Johan Dg. Mamalo dan
Pajonjoi Dg. Maruppa jam 18.00 tiba di Salaka
Polongbangkeng Selatan, singgah dirumah pemilihnya
Pajonjoi Dg. Ma’ruppa, makan malam sesudah makan
malam berjalan dengan diantar seorang tenaga yang
mengenal Kubu Makkotan Dg. Sibali pada jam 20,00
malam, dan bermalam di sana, malam itu saling
menular informasi, adanya kami baru datang lahiria,
namun kesatuan jiwa sudah diketahui beberapa bulan
oleh Bapak Pajonga Dg. Ngalle selaku Ketua Umum
Kelaskaran Lipang Bajeng dengan perantaraan
Johasan Dg. Ngitung, dengan tanda bukti senjata Pestol
Coolt 3.8 baru dari Dg. Mama’dja atas persetujuan Krg.
Haji Larigaoe Dg. Manginreeroe, pagi harinya baru
berangkat menuja Ko'mara Kubu Pusat Ranggong Dg.
Romo Panglima LAPRIS jam 17.00 baru tiba, langsung
melapor pada Panglima Ranggong Dg. Romo
bersyukur dengan resminya kebetulan tekad seluruh
witayah kekuasaan Pemerintahan Negeri Takalar
turut menggabung pada kelaskaran dari anggota Lipan
Bajeng ke LAPRIS pada malam harinya makan
bersama Ranggong Dg. Romo menceritakan begitu
lengkapnya diterima kiriman dari kami di Galesong,
pada sepuluh hari lalu, yang dua ekor kuda membawa
kebetulan a.l. gula pasir, ikan kering, rokok sabun dan
kopi makanan kaleng. Oleh ini Dg. Romo tanyakan
72 Sefarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
darimana datangnya sampai begitu lengkap, demikian
kami jelaskan, bahwa adanya dua jurusan pasukan
resmi ditugaskan mulai Borongcalla bahagian utara
sampai Mengindara bahagian selatan merupakan
pasukan pengintai lautan dari gerak langka kegiatan
musuh, begitu pula hubungan kita dari Jawa yang kita
tanggapi kegiatan orang-orang Sulawest di Jawa Timur
Surabaya sampai Banyuangi orang Makassar, baik
melalui radio rimbu yang kita gunakan sebelum
gerakan PMP tersusun dimana hubungan dengan Bung
TOMO di Jawa Timur sewaktu-waktu mendengar
suara penyerahannya membangkitkan jfiwa dan
semangat pemuda-pemuda Bangsa Indonesia, dimana
kebetulan perahu angkotan barang Najamuddin Dg.
Malewa selaku kepala Staf Gubernur NICA/Perdana
Menteri Negara-Negara Indonesia Timur (NIT) dari
Makassar ke Butong, sebuah perahu Lambo di
HADANG di perairan pulau Sanrobengi, dengan tujuan
utama pengawalnya mungkin memakai senjata, akan
tetapi tidak ada malahan hendak melawan, olehnya
itu selekasnya bantuan sebuah perahu pajala dengan
tenaga 10 orang melengkapi senapan satu pucuk
dengan tombak dan kalewan menghadapi tenaganya
perahu 12 orang barulah dengan angkat tangan
menyerahkan sebahagian besar bahan-bahan
kebutuhan makanan kepada anak-anak/pasukan yang
dijelaskan gerakan ini bukan perampok, tetapi gerakan
pejuang kemerdekaan ialah LIPAN BAJENG, dengan
memberikan tanda bukti/surat tanda terima dari
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 73Aminuddin Salledkk
barang-barang yang diterima. Demikian Ranggong Dg.
Romo akui sistem cara menghadapi rakyat yang
digunakan oleh Pemerintah NICA, bukan alat resmi
atau petugas NICA harus kita perlihatkan langka resmi
organisasi mengajak kepada kesatuan dan persatuan
apalagi rakyat suku bangsa Indonesia hanya nafkah
untuk hidupnya membawa perahu berupa sewahan
saja, maka dihadapi secara peraturan, pertanda
gerakan ini untuk rakyat.
Selesai makan diadakan upacara sederhana,
tetapi hidmat adanya hadir beberapa Ketua-ketua
Muda LIPAN BAJENG dan staf LAPRIS dan
kesemuanya pula anggota LIPAN BAJENG. Sudah itu
pada saya diangkat sebagai KETUA MUDA LIPAN
BAJENG yang ke XII Sektor Barat wilayah Galesong
dan sekitarnya. Selanjutnya turut membantu bidang
sekretariat membikinkan Ketua-ketua susunan Badan
Pengurusan anggota-anggota LIPAN BAJENG dan
Komandan-komandan Kelompok sebagai berikut :
Penasehat + Abd. Gani Dg. Mambani
+ Pakaiya Dg. Madjarre
Ketua : Bostan Dg. Mama’dja
Wakil Ketua : Djohasan Dg. Ngitoeng
Sekretaris : Abd. Radjab Dg. Bella
Wakil Sekretaris : Ponda Dg. Talli
Bendahara : Abdullah Dg. Maro
Penerjang/Pertahanan/: Siddik Dg. Pabe
Penghubung
74 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
Pambantu-Pembantu :
Ketua KelompokI : Mallangke Dg. Mappuji
Kelompok 11: Habib Dg. Nanring
Kelompok lil; Husain Dg. Ngawing
Kelompok IV: Lonciang Dg. Tata
Pembantu-pembantu umum pera Gelarang
Gelarang masing-masing dalam Kampongnya.
Tiga hari perjalanan Daeng Mama’dja baru
kembali, dimana pada hari kedua maka sore hari jam
15.00. Tentara KNIL yang membakar Kampong Salaka
tadi malam dapat dihadang dengan pasukan Makkotan
Sibali, maka rombongan saya antaranya Kande Dg.
Sutte Ketua Muda Kompi Bontonompo menyingkir ke
Gunung Tjoeraka, ada setengah jam tembak
menembak baru aman karena kebetulan hujan Iebat,
maka pada umumnya rombongan dapat menggabung
kira-kira 40 orang tersebar dilereng gunung, jam 18.00
baru hujan berhenti lalu Mappaselleng Dg. Sija ada
datang membawa/membagi-bagikan nasi juga
sementara menunggu naiknya bulan jam 20.00 baru
muncul maka rornbongan mulai jalan, pada jam 22.30
tiba di Bonto Lebang Komandan pasukan/ Kepala
kampong Bonto Lebang kita diharuskan dabulu makan
baru berangkat, ayam sementara mengeram beberapa
ekor dipotong, tepat jam 24.00 kita mulai jalan sampai
jam 03.00 baru sampai di Kampong Salaka yang
pernah dibakar tentara KNIL, olehnya itu banyak-
banyak kita berjalan malalui sawah-sawah yang
sementara tanaman jagung sedang di tuwai, dimana
Selsrah, Budaya & Kepemimpinan 75Aminuddin Salle dkk
karena sewaktu-waktu hujan gerimis maka berjalan
terus, pas jam 05.00 subuh baru tiba di Kato’nokang,
Saro’ Disinilah berpisah semua diantaranya Tuan
Kande Dg. Sutte Ketua Muda L. Bajeng Bontonompo
dengan maksud ke pulau-pulau. Keesokan harinya
memberikan perintah kapada seluruh tenaga-tenaga
pembantu dan kepala-kepala kampong untuk
penggalangan massa dan berusaha segala apa
rintangan bila musuh pihak Belanda mendatangi
daerah kita, antara lain jembatan dibikin roboh,
penebangan pohon kayu besar dipinggir jalan,
selanjutnya perlancar hubungan dengan induk-induk
pasukan, mengawasi, malahan menangkap mata-
mata musuh hari ini tanggal 20-2-1946 mendapat
surat dari pemimpin L. Bajeng yang menghendaki
tanggal 21-2-1946 jam 22.00, rencana akan menyerang
Asrama Polisi Jongaya secara umum, maka pasukan
Sektor Galesong Barat jam 19.00 berangkat menuju
pangkalan sebelah selatan sungai Je’neberang,
menunggu hubungan Komando, dalam penyerangan
gabungan, akan tetapi ada berita BATAL, pada esoknya,
karena sesuatu diragukan dengan adanya berita tentara
KNIL dua buah Jeep menuju Galesong, maka pasukan
saya mengintip di cela-cela hutan Romeng Sapiria
ujung baratnya kelihatan/tidak jauh dari jembatan
Tamala‘lang dimana saya sendiri telah pasangi
DINAMID buatan Jongaya dua buah pada ujung
jembatan, dengan masing-masing 5 kg. dimana
kabelnya diujung 25 meter panjangnya disaluran sungai
16 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
membikin perlindungan di jaga 3 orang pasukan yang
bersenjata granat tangan masing-masing ialah :
1. Baso Kaluku
2. Basole, menyamar petani
3. Pasinring.
Membawa pacul, dan pasinring. Tepat waktu
yang disediakan jam 10.00 mobil KNIL melalui
jembatan, DINAMID diletuskan kedua-duanya meletus
akan tetapi jembatan tidak runtuh karena Konstruksi
beton bikinan Belanda jadi mobil KNIL lolos, lalu
selekasnya pasukan Belanda turun di bawab tanah
menembak ke kiri ke kanan, dimana tenaga penjaganya
ragu tinggal di dalam Iubang lindungan, maka ia lari
menjurus saluran air/sungai kecil, akhirnya Baso
Kaluku dikena tembakan termasuk Basole, tetapi Basole
masih sempat lari sambil berlindung dipematang yang
tinggi, hanya Baso Kaluku gugur di tempat. Pasukan
Daeng Mama’dja sebanyak 8 orang sengaja mengintip
dicela-cela hutan, mana kala berhasil dinamid
menumbangkan jembatan, dan mobilnya jatuh maka
mobilnya pasti jatuh dan rusak maka bila ditinggalkan
siap menghancurkan dengan Granat adapun anak
buah yang gugur menyalai adanya bersedia, menatap
dalam lubang perlindungan yang memang telah dalam
rencana, dengan granat tangan digunakan bila ia di
dekati salah seorang pasukannya (KNIL) dan bila
terpakea, satu-satu Battuangkana Sipappuli sudah itu
setelah mayatnya ditinggalkan musuh maka
rombongan Daeng Mama’dja segera mengangkat
Sejerah, Budaya & Kepemimpinan 77Aminuddin Salledkk
mayatnya untuk dikuburkan. Pasukan KNIL ini
dipimpin seorang Letnan Belanda bernama Komando
Polisi Sailellah selaku Algojo: Perjalanan hari itu terus
ke Desa Bontomangape untuk rencananya terus ke
Bontonompo, akan tetapi terpaksa kembali karena
jembatan bambu sudah diruntuhkan semua yang
tersebar dijalanan di kampong-kampong makanya ia
kembali ke Galesong, disana didapati B. Dg. Rani
Galesong Barangmamase dimana Kend. Sailellah
mengenal namanya, terus disuruh naik diambilnya
karena ada orangnya merusak jembatan. Perlu/ia
suruh cari, dan ditengah jalan ia ditembak mati pada
hari Rabu 9-12-1946 karena laporan mata-matanya,
Gelarang-gelarang suruh tumbang jembatan yang ada
dikampong-kampong, disamping mematahkan
semangat rakyat yang mendukung perjuangan
pemuda-pemuda oleh karena setiap keluarnya
komandan polisi Sailellah memperlibatkan
pengaruhnya pada atasannya (lincah) baik di wilayah
Gowa, Polongbangkeng, Takalar umumnya selalu
menemui rintangan apa ada juga apa-apa terjadi Sarro
Misi meninggal dalam penyerangan Brawijaya
terhadap pasukan L. Bajeng.
Dewan Pemerintahan Galesong
Pada bulan Oktober 1951 Daeng Mama'dja
mendapat undangan dari Krg. P. Bangkeng sebagai
KP.N berdasarkan surat pengunduran diri dari H.
Larigau Daeng Menginruru, Regent Van Galesong,
78 Sejarsh, Budaya & XepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
karena usia sudah lanjut, maka dalam rapat waktu
dilahirkan suatu Badan Pemerintahan Distrik Galesong
dalam istilah DEWAN PEMERINTAHAN
GALESONG, tersusun/terdiri sebagai :
Ketua : Bostan Dg. Mama’dja, karena ia alat
bersenjata ditempat itu, lalu Abdul
Kadir Dg. Toto sebagai Wk. Ketua I dan
Nurung Dg. Tombong Wk. Ketua II,
Demikian Dewan ini bertanggung-
jawab di Distrik Galesong.
Demikian kami ketiga membagi tugas, al. Daeng
Mama’dja bidang I Keamanan, A.K. Dg. Toto Bidang
Il Kesra dan Keuangan, sedangkan N. Dg. Tombong
Bidang 111 Pemerintahan/Umum.
Dewan ini berjalan sebulan dua bulan dan
seterusnya masuk tahun 1952. Dalam bulan Oktober
1951 sampai desember 1951, nampak kegiatan
perampokan di mana-mana, demikian maka dalam
bulan Januari 1952, saya sedang mengadakan
penaksiran pajak di kampong KALU BODO, lantas ada
datang Kaptan Bn. Branjangan nama MOJITO,
menemui saya bahwa ia pernah minta tolong mobil
pada Krg. Haji demikian ia mengambil kesempatan
memberikan pengarahan pada rakyat kebetulan banyak
rakyat hadir, dimana pengarahannya menyinggung
pada instansi Kepolisian, sebab kota-kotanya adanya
perampokan ini terdapat senjata api digunakan
perampok dimana gerakan perampokan ini kami dari
MILITER, turut menangani bila Polisi Kewalahan.
Sejarah, Budaye & Kepemimpinan 719Aminuddin Salledkk
Demikian maka ia sampaikan rakyat bahwa masalah
pengamanan takyat hendaknya dibicarakan, maka
Ketua Dewan ialah Bostan Dg. Mamadja di panggil ke
Kantor, supaya pegawai-pegawai saja teruskan
pekerjaan hari ini. Olehnya itu saya ikuti bersama
mobil Karaeng yang saya pakai perjalanan mobil
bersama terus ke Pandang-pandang (Komando Operasi
WILAYAH GOWA-TAKALAR). Setelah Daeng
Mama’dja sampai di Pandang-pandang Kapten
MOJITO, masuk berbicara dengan Komandan Jaga
sudah itu baru ia minta kunci mobil dan Daeng
Mama’dja disuruh menunggu sebentar di dalam Kantor
Komandan. Setelah satu jam Daeng Mama’dja duduk
di kentor masuk pada suatu Kema, dimana terdapat
beberapa orang, a.). Sabarang Dg. Ngempo dari Tanetea
Limbung juga ada kawan dari L. Bajeng, sorenya
diambilkan Daeng Mama’dja tempat tidur Polbet.
Keesokan harinya Daeng Mama’dja menghadap pada
Komandan jaga menanya apa yang menyebabkan
sampai ia ditahan ? Komandan jaga juga tak tahu
hanya pesan Komandan Bn. Branjangan
mengamanatkan kami supaya Sdr. dititip saja dan
dijaga. Lima hari ketsudiannya, bara seorang Letnan
1 datang sesampai di Komandan jaga menyatakan ada
orang tahanan nama Bostan? Demikian saya dipanggil
ikut naik mobil Jeep, lalu terus ke Makassar Kantor
TT. VIl/Kodam di Jalan Mongonsidi sampai di Kantor
seorang Kapten menanya pada Daeng Mama’dja, dari
mana, sudah berapa hari ditahan, dan seterusnya
80 Sejatah, Budaya & KepemimpinanGalesong Deca Pancasila & Konstitusi
menanyakan ada kenalan dalam kota, Daeng
Mama’dja menjawab bukan kenalan, tetapi familinya
ada di jalan ini tidak jauh dari sini.
Demikian Daeng Mama'dja disuruh saja pulang
kesana menunggu berita selanjutnya. Jadi Daeng
Mama’dja ke rumahnya Krg. Duni di Kampong
Maricaya. Tiga hari kemudian Kapten MOJITO datang
ka Kodam, membicarakan masalahnya dengan
kesimpulan ia diperlukan melalui proses verbal di
bahagian Kantor C.P.M. Dr. Ratulangi, olehnya ini
Daeng Mama’dja di Kantor. Sesampai di dalam Daeng
Mama’dja diperlukan mengikuti peraturan, artinya Sdr.
dititip untuk melalui pemeriksaan lalu Daeng Mama’dja
ditunjukkan kamar istirahat tidur. Di dalam kamar
sudah ada/berisi tiga orang, jadi empat orang isi kamar
di belakang kantor CPM+Dva hari disana baru Daeng
Mama’dja diperiksa oleh seorang anggota Polisi Kota
yang diperbantukan tenaga pemeriksa, kebetulan di
dalam pemerikssan Daeng Mama’dja dikenal pertama
sama-sama anggota Polisi, kedua juga orang dari
kampong Bontonompo. Surat tuduhan Daeng
Mama’dja sebagai anggota Polisi bertugas di Takalar,
dimana Takalar dikenal terjadi banyak perampokan.
Karena sudah berkenalan satu Korop maka surat
tuduhan diperlihatkan berasal dari Takalar/N.Dg.
Tombong, menyatakan susah dibasmi perampokan di
Galesong karena anggota Polisi B. Dg. Mama’dja ada
di Galesong karena kalau siang ia Polisi, tetapi kalau
malam ia perampok, surat ini ditujukan kepada tentara/
Kapten Branjangan Mojito.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 81Aminuddin Salledkk
Esikamma Umma Isilanga maka antamaji
riakkalatta angkanaya inakke patanna para'sangan,
inakke. pole amparentae, nainakke sessana
pembersihanna Westerling Nainakkemo nakaniakki
Xodiateka rituma ‘para’sangangku? Apa boleh buat
kammatongiseng sare-sarengku amminawang
berjuang Kemerdekaan Negara Republik Indonesia
Kesatuan, pemeriksaan hari itu tidak diteruskan
dimana kawan pemeriksa itu mengatakan nanti esok
siang Sdr. Tinggal tanda tangani, dirumah Daeng
Mama’‘dja kerjakan pemeriksaan ini, karena ini sudah
matang bagi Daeng Mama’dja ini tuduhan fitnah bagi
Sdr. Karena memegang peranan, sedang rupanya ia
sangat emosi, karena ambisi sekali menjadi Karaeng
Galesong di Galesong, maka ia menjilat pada Kapten
MOJITO karena MOJITO menumpang rumah di
rumah Karaeng Takalar sedang N. Tombong baku ipar
dengan Bangsawan Dg. Lira/Krg. Takalar, juga bergaul
Tapat dengan Mojitu sebab berdekatan rumah. Olehnya
itu maka keesokan harinya Daeng Mama’dja tanda
tangani Surat pemeriksaannya, dimana ia akan
menunggu hasil penilaian yang berwajib. Kemudian
esoknya Daeng Mama’dja diperhadapkan di Kantor
dimana ketentuan Daeng Mama’dja hari ini
dibebaskan akan tetapi wajib lapor dua kali seminggu.
Ketentuan ini Daeng Mama’dja jalani Selama satu
bulan, artinya berada di Galesong, mana kala hari
pelepasan baru ke Makassar, kemudian menyusul surat
ketentuan dari CPM. bahwa Daeng Mama’dja tidak bisa
az Sejarah, Budays & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
keluar kota tanpa izin/Stat Arres dengan berlakunya
instruksi dari Militer, maka ada menyusul surat dari
Detasement Kepolisian Takalar, Daeng Mama’dja selaku
alat Negara bersenjata, Selama tiga bulan tidak menentu
Penugasannya, maka mutasi Daeng Mama’dja
dipindahkan ke Kota Besar Makassar, dibahagian Reserse
Kriminal di Kantor Pusat Makassar, Oleh karena selama
tiga bulan Daeng Mama’dja tinggalkan pos keadaan di
Galesong bertambah kacau karena perampokan nampak
menjadi-jadi, malahan setiap malam. Olehnya itu Daeng
Mama’dja mengetahui pasti. Krg. P.Bangkang selaku
KP.N. menemui Kepala Daerah Makassar, ialah Residen
Andi Mengkulla Dg. Perumpa, agar di Galesong
selekasnya diadakan pemilihan kepala Distrik, agar
supaya ada langsung mempertanggungjawabkan
keadaan kepentingan masyarakat dan meredahkan
kekacauan. Demikian maka tanggal 2 April 1952.
Residen Andi Mengkulle mengadakan pemilihan umum.
Kepala Distrik Galesong, di Galesong.
Pemilihan Kepala Distrik Galesong
Dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dan
kepala-kepala kampong 22 dan Imam-imam Kampong.
Adapun saran-saran yang dikemukakan pada
hadirin, agar diterima baik, calon-calon yang akan
dipilih masyarakat ialah antara lain :
1, Bostan Dg. Mama’dja
2, Abdul Kadir Dg. Toto
3. Nurung Dg. Tombong
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 83Aminuddin Salledkk
Hadirin dapat menyetujui pemungutan suara
secara rahasia (tertulis) tiap pemilih dilakukan dimana
setelah perhitungan suara terdapat suara terbanyak
Bostan Dg. Mama’dja 86 % suara, AK. Dg. Toto 10 %
suara dan N. Dg. Tombong 4 % suara.
Pada tanggal 5 April 2952, Kepala Daerah
Makassar menemui Komisaris Polisi H. Yunus Dg. Mile,
menyampaikan adanya anggota Polisi nama Bostan
Dg. Mama’dja bekerja di Kantor Polisi Makassar jatuh
suara dalam pemilihen Kepala Distrik Galesong pada
tanggal 3 April 19§2. Olehnya ini maka Daeng
Mama’dja dipanggil oleh kepala bahagian bernama :
Dg. Perabba, kemudian Daeng Mama’dja diantar ke
Kamar Kepala Polisi Sul-Selra, sesampai di kamar
Kepala Polisi Daeng Mama’dja diperkenalkan dengan
Kepala Daerah Makassar, Kepala Daerah memberikan
penjelasan adanya nampak nyata dari kebulatan tekad
masyarakat Galesong menaruh kepereayaan penuh
pada Sdr, Selaku putera Daerah Galesong, memimpin
menggantikan H. Larigau Dg. Menginrura/Orang Tua
Sdr. mengingat pula adanya Sdr. Sebagai pejuang
kemerdekaan Bangsa Indonesia, maka ini kepala Polisi
tak ada keberatan anggotanya menduduki suatu
jabatan asalkan benar-benar keinginan massa rakyat
merupakan suatu tanda citra polisi.
Pelantikan Karaeng Galesong
Nampak dicintai rakyat; bukan ditakuti.
Olehnya ini maka Daeng Mama’dja minta bicara.
Daeng Mama’dja dipersilahkan Yth. Bapak Residen dan
B4 Sejarah, Budaya & KepemimplnaanGalesong Desa Pancasila & Konustitusi
Kepala Polisi, adanya peristiwa ini maka Daeng
Mama’dja _memuji serta syakur Kehadirat ILAHI yang
mane Daeng Mama’dja anggap atau merupakan
DURIAN RUNTUH PADAKU yang tak pernah
kuimpikan. Dibalik itu pula merupakan suatu gunung
yang ia tada, Oleh ini maka dengan hormat Daeng
Mama’dja memohon menanamkan hatinya, sebari dua
hari Residen menjawab, saya tahu Sdr. Bostan Dg.
Mama’dja pejuang fisik tahun 1945, sanggup bersama-
sama takyatnya/pasukannya menghadapi Belanda,
dimana resikonya pasti korban, luka atau mati, sedang
hal ini kepercayaan rakyat pada sdr. ingin bersama-
sama mengabdi kampong di wilayahnya, serta
menikmati kemerdekaan Negara kita, hasil perjuangan
Sdr. olehnya ini maka Daeng- Mama’dja tak
menyambung pembicaraan lagi, Kepala Polisi menutup
pembicaraannya, mengatakan Sdr. Bostan Dg.
Mama’dja sudah mengerti ? sudah Siap? Saya
menjawab, siap. Kepala Daerah Makassar mengatakan
pada Kepolisian, bahwa esok pagi, jam 10.00 pelantikan
diadakan di sini, agar sesuatunya dapat disediakan.
Olehnya itu Daeng Mama’dja diharuskan berpakaian
" putih polos.
Pada keesokan harinya tepat jam 10.00 pagi
hari kamis 8 April 1952, acara pelantikan dimulai di
ruangan Kepala Polisi, dengan di dahului pembukaan
oleh tenaga staf kepala Daerah Makassar, lalu
membacakan surat Keputusan Kepala Daerah
Makassar, pengangkatan sebagai Kepala Distrik,
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 85Aminuddin Salle,dkk
bergelar Karaeng Gelesong dalam surat No. 10/BAG.
tertanggal 3 April 1952, selanjutnya penyumpahan dan
K.H. Ramli deri Jawatan Agama lelu pelantikan oleh
Residen Kepala Daerah Makassar, dan pengarahannya
al. demi pelaksanaan tugas yang baik dan berhasil
selaku tenaga muda, dapat menjalin dan memelihara
kesatuan dan persatuan sebagai mana pernah sdr.
alami gunakan di dalam perjuangan fisik Kemerdekaan
tahun 1945 yang lalu.
Akan tetapi baru pada tanggal 10 April 1952 saya
ke Galesong dengan membawa surat pelepasan dari
Kepolisian Negara RI. secara hormat atas panggilan
massa rakyat Galesong kepada pemimpin mereka.
Program Kerja Kepala Distrik
Sabtu 24 April 1952 mengadakan rapat dengan
para kepala-kepala kampong/Gelarang-gelarang dan
Imam-imam menyusun suatu program kerja, jangka
pendek jangka menengah jangka panjang sebagai
berikut ;
1. Program jangka pendek ialah : Pemindahan/
penyusunan rumah-rumah rakyat berhadapan
dengan jalanan.
I. Memperbanyak jalanan-jalanan kampong agar
teratur, pembangunan rumah baru, menandakan
Kota Distrik.
111. Program jangka menengah, ialah perbaikan
saluran-saluran air dan pengawasannya secara
terus-menerus demi teraturnya pembahagian air
‘ke sawah-sawah pada waktunya.
86 Sejarah Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
IV. Pemeliharaan/perbaikan jalan raya tiap bulan
dikerjakan dengan tenaga (Hercydiens) bayaran
pajaknya.
V. Pengamanan kampong dengan perondaan yang
bergiliran tenaga rakyat, dan diawasi dengan
tenaga patroli dari kota Distrik.
Vi. Program jangka panjang ialah : Menggali
Bendungan Pengairan, di Camapagaya Desa
Bontomengape, sebagaimana pernah ditempuh
oleh Karaeng Haji, demi kelancaran suasana
pengabdian.
Penanaman padi tepat pada waktunya. Karena
‘tahun itu kurang berhasil, maka menghubungi P.U.
Pengairan Gowa-Takalar, lalu mengadakan peninjauan
bersama pada lokasi adanya mata air ialah
diperbatasan kampong Campagaya dengan
Romenglompoa/Salekoa.
Setelah selesai peninjauan P.U. menghubungi
Daeng Mama’dja selaku Kepala Distrik di Galesong,
menyambut baik inisiatif ini dimana P.U. dapat
membantu, agar Daeng Mama’dja membikin surat
resmi kepada P.U. Pengairan Gowa-Takalar dengan
sifat Pengairan yang dimaksud, setengah Tenik, dan
diketahui K.P.N Takalar, waktu itu Donggeng Dg.
Ngasa, Lima kemudian surat yang diajukan mulailah
tenaga ukur dari P.U. melaksanakan tugas pengukuran
lokasi pinta Bendungan dan Induk penyalurannya ke
sawah-sawah sebelah timur dan selatan kampong
Bontorita. Olehnya itu maka diadakan repat kepala-
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 87Aminuddin Salledkk
kepala Kampong/Gelarang-gelarang dan Imam-
Imam selaka pembantu Gelarang membina
masyarakat, dengan maksud mengeluarkan tenaga
pekerja menggali saluran-saluran yang pernah diukur,
demikian keputusan rapat kampong-kampong yang
mendapat jatah penggalian mulai Kalukubedo sampai
Kalukuang mengeluarkan tenaga dimulai pada tanggal
25 Juni 1954. Adapun mengerjakan pintu Bendungan
dan pembuangan dilaksanakan oleh tenaga P.U dan
bahan pasir dan batunya untuk mereka sediakan, juga
semen dibantu oleh K.P.N. Takalar dimana dikerjakan
secara sungguh-sungguh artinya tingkatan golongan
masyarakat, antara lain pemuda-pemuda murid S.D.
kelas 3 (yang besar-besar) bergotong royong, bagi
Rakyat dikerjakan terus menerus siang dan malam bila
terang bulan, kami sedikit bertindak tegas bila ada yang
lalai mengerjakan diajukan ke pekerjaan yang sama di
luar Galeasong, atau melapor 2x seminggu ke Kantor
Polisi Takalar, demi tercapainya kesejahteraan rakyat
melaluf bidang pertanian karena maksud utama
dikerjakan penanaman padi 2 x setahun di
Bontomengape dan Desa Bentang/Bontosunggu
Taroang dan Parappa, meliputi 250 Hektar.
Karena pekerjaan benar-benar dari 11 Kepala
Kampong menaruh perhatian sepenubnya pengiriman
tenaga pekerja yang menjadi jatah masing-masing
sejumlah pekerja setiap hari kureng lebih 200 orang,
maka pada tanggal 21 September Pengairan tersebut
diresmikan oleh Gubernur Sulawesi Selatan Achmad
Lame,
88 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalosong Desa Pancasila & Konstitusi
Kata-kata sambutan Gubernur antara lain :
merasa bangga adanya suatu, fakta nyata kerja sama
yang harmonis antara masyarakat, rakyat pada
umumnya dengan Pemerintah, dengan kota lain
pemimpinnya terang nyata disegani/dicintai oleh
rakyatnya maka sampai terjadi/terlaksana Bendungan
Pengairan ini, akan tetapi bagi saya saksikan di sekitar
Bendungan ini, tak ada daerah-daerah sumber mata
yang jelas nampak sebagaimana Bendungan pengairan
di daerah lain. Oleh karena fakta menyatakan kita
sadari kekuasaan TUHAN, benar pribahasa
mengatakan dimana timbul kemauan, di situ ada jalan.
Dengan fakta di deerah, aparat pada umunnya agar
sama memiliki jiwa besar untuk mendorong tenaga/
diri masing-masing sebagai tenaga pengabdi pada
masyarakat.
Gubernur selanjutnya menutup kata
sambutannya mengucapkan banyak terima kasih
kepada masyarakat di Galesong seluruhnya, Kepala
Distrik yang memiliki cita-cita uhur/masa depan
kampong dan rakyatnya, begitu pula P.U. Pengairan
Gowa-Takalar menyumbangkan tenaga dan
pikirannya, semoga TUHAN tetap memberkahi
langkah dan suasana menghadapi resike Kepala Distrik.
Usaha kita demi kenikmatan Dunia menuju
Akhirat kelak. Selanjutnya Gubernur sangat harapkan
pada rakyat Galesong, Bontomangape pada khususnya
agar hasil karya saudara-saudara benar-benar dicintai
berarti sanggup memeliharanya sepanjang masa agar
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 89Aminuddin Salledkk
masa depan kemakmuran saudara meningkat dan
meluas, selanjutnya diresmikan namanya Bendungan
‘Tjampagaya.
Dalam tahun 1954 Gerakan DIi/TI di
Sulawesi Selatan Nampak mempengaruhi rakyat di
kampung-kampung adanya 13 Distrik di dalam
Kewedanan Takalar, hanya Galesong dengan Takalar
tidak mengikuti gerakan anti Pemerintah, oleh karena
Takalar adanya Polisi, maka bisa saja bertaban, akan
tetapi kami di Galesong tak ada alat bersenjata selain
saya sendiri maka informasi peroleh akan berusaha
Komandan Bn.nya nama Muslimin Kilat
merencanakan menculik saya secara lunak. Olehnya
itu Daeng Mama’dja dengan resmi mengangkat
Pemerintahan pindah ke Kota Makaasar, dengan
eatatan kepala-kepala kampong tinggal saja, dan bila
ada keperluan rakyatnya dapat hubungan dengan
Makassar melalui laut dan menyamar, dan bila terdesak
pindah saja mengikuti saya.
Setibanya Daeng Mama’dja di Makassar,
langsung melapor pada Bupati K.D.H. Makassar (H.
Arupala) dan PANGDAM Kolonel A. Mattalatta;
menurut Pangdam sementara tinggal saja dalam Kota.
Oleh karena dengan resmi Pemerintahan di Galesong,
berada dalam kota Makassar, maka sebulan dua bulan
Daeng Mama’dja merasa berat menghindari diri dari
fitnaan dunia selaku pimpinan Pemerintahan
mengikuti perkembangan zaman dalam usia masih
muda, apa lagi baru bebas dalam cengkeraman
90 Sejarah, Budsys & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
belenggu penderitaan tawanan Belanda, tinggal
sementara dalam keramaian kota, maka mulai timbul
hasrat keinginan kawin kedua kali karena kesepian
tinggal jauh terpisah dengan isteri dan keluarga.
Demikian maka atas Ridha Allah Y.H.E. pada
tanggal 21 Oktober 1954, Daeng Mama’dja kawin
dengan Husnia Dg. Kebo kemenakan dari Abdul Madjid
Dg. Tuppu, di Jongaya, Gowa. Ayahnya bernama Muh.
Ali Dg. Sikota Ibunya bernama Ikaindo Dg. Puji.
Sehari dua hari tinggal di kota mengunjungi
kepala Daerah agar adanya secara resmi Daeng
Mama’dja mengangkat Pemerintahan Galesong, maka
ingin mendapat tempat suatu ruangan. Demikian
maka diberi satu kamar pada bekas ramah Gubernur
maka Belanda pada setiap bulan mengunjungi
Pangdam agar selekasnya di kembalikan ke Galesong
mengusir gerombolan-gerombolan DI/TI. Panglima
memberi penjelasan pada Daeng Mama’dja, bahwa
desakan Daeng Mama’dja dapat dibenarkan, akan
tetapi, bukannya Galesong saja dipikirkan termasuk
Limbung dan Bontonompo perlu pasukan lebih banyak
selaku pintu Gerbang, Galesong namun satu platon
induk memadai karena tidak mungkin gerombolan
mundur ke Pulau. Demikian sabar menunggu perintah
Panglima. Kemudian pada hari Senin tanggal Bulan
Pebruari 1955 diminta Daeng Mama’dja menghadap
Pangdam untuk disampaiken esok pagi siap berangkat
bersama dengan tentara staf Deken/pasuken dari Tisi
Efendi, satu pleton, karena Limbung dan Bentonompo
Sejarsh Budaya & Kepemimpinaa 91Aminuddin Salledkk
sudah 9 diduduki. Setelah tiba di Galesong memanggil
semua Kepala-kepala Kampong masuk kota Galesong,
karena sudah merencanakan operasi bersama tentara
dj wilayah Galesong.
Gerakan operasi gerombolan t terus menerus
dilakukan sampai tenaga-tenaga gerombolan warga
Galesong hampir seluruhnya ditembak mati oleh
operasi, baru Daeng Mama’'dja hentikan. Justru itu
Komandan Bataliunnya gerombolan D1I/TH,
bertambah dendam pada saya, maka suatu waktu
mengadakan penyerangan besar-besaran memasuki
Palalakkang sampai membakar pasar Ikan Palalakkang
dan sempat rumah Dg. Pabe Pembantu Kepala
Kampung Kalukuang menyembeli bara ia tinggalkan
Palalakkang, dimana waktu itu hanya tiga tenaga
tentara menjaga asramanya sebab berangkat
komandannya beberapa pasukan ke Kota.
Selama tahun 1955-1956 ini nampaknya saling
bergantian beroperasi pasukan Limbung dan
Bontonompo selalu pertahanan depan di Galesong juga
kami bergantian terus menerus, ada kalanya
mengadakan operasi bersamaan pada kampong-
kampong yang berdekatan diperbatasan tiga Distrik.
Akhirnya semakin hari semakin redah di sebelah Barat
kapal/Galesong-Limbung-Bontonompe.
Olehnya itu maka berusaha membangun
rumah sekolah di Jempang dekat jembatan-jembatan
waktu itu ditempati tentara selanjutnya membangun
kantor di sebelah selatan kantor lama, karena baru
92 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
diperbaiki kantor lama yang telah dirusak gerombolan
sewaktu Pemerintahan diangkat ke Makassar. Adapun
biaya perbaikan kantor lama yang dibangun oleh H.
Larigau Dg. Manginruru, merupakan kenangan/
sejarah jayanya Galesong di zaman penjajah Belanda,
suatu pertanda Karaeng Galesong mampu pada waktu
zamannya memberikan fakta pengakuan berdiri
sendiri, sesuai TITEL yang dipangkunya REGENT VAN
Galesong, dimana istilah REGENT ini, hanya tiga
terdapat di Sulawesi Selatan, karena sejarah dengan
Kerisedenan di Jawa, atau sejarah DATU di Luwu
DATU di SUPPA. Biaya-biaya yang digunakan
memperbaiki bangunan adalah tanah sawah jabatan/
ORNAMENT di Sappaya, ia perpajakan satu tahun
kepada saudara Paban ayahnya Nimbang Dg. Liwang
yang punya pabrik Tegel di Pa‘banbaeng, juga mertua
dari Hasim Dg. Nanring Gelarang Bontomangape pada
tahun 1954 hasil pajak tanah sawah tersebut selain
perbaikan kantor lama, turut juga Daeng Mama’dja
ganti bangunan rumahnya, telah dari rumah tinggi/
kayu menjadi rumah batu yang terdapat sekarang,
karena memungkinkan anggarannya sebab sawah
Ornamen Sappaya itu terdapat 30 petak.
Oleh karena mendapat bantuan dari K.P.N.
Makassar Dg. Lau, maka pembangunan Kantor baru
tadi, cepatnya selesai, dimasuki/digunakan pada
tanggal 21 Nopember 1957.
Dengan Selesainya bangunan kantor itu, maka
Daeng Mama’dja bersyukurlah Kebadirat Iahi, telah
Sejarah, @udaya & Kepemimpinan 93Aminuddin Salledkk
maju lagi selangkah karena belum usaha-usaha/
kegiatan di luar kota Galesong, kecuali pergi patroli/
operasi gerombolan DI/TII, bersama ABRI, baru juga
mengambil kesempaten meninjau, melihat dari dekat
keadaan kampong-kampong dan rakyat, dari segi
kesehatan dan keamanannya. Demikian usaha
kegiatan yang sangat terbatas ini, berjalan hingga tahun
1958, dan tabun ini berusaba hanya dalam kota saja,
maka mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh
masyarakat dalam kota saja dengan maksud
menggiatkan masyatakat pemuda berolahraga di
dalam kesepian di waktu sore menjadi hiburan.
Kesimpulan adanya Putera Masdar Dg. Nompo
mendukung langsung berhasrat membantu turut
mengerahkan masyarakat kota, oleh itu maka
menyusunlah rencana kerja, utamanya pemilik-
pemilik tanah dan juga rumah-rumah yang akan
dipindahkan nanti, diberikan pengertian agar rela
dengan sadar ikhlas menyumbangkan tanah/
pekarangannya, diamalkan dijadikan lapangan olah
raga, secara permanen pemindahan rumah-rumah
dijanjikan akan digantikan dengan sawah ornamen
Daeng Mama’dja, begitu pula tanah kebunnya yang
digunakan. Dengan melahirkannya kesadaran
masyarakat maka mulailah kita bekerja bergotong-
royong membantu merombak dan mendirikan rumah
masyarakat, selanjutnya membersihkan dari pohon-
pohonan kayu yang terdapat di dalamnya, dan
selanjutnya disuruh luku bagi petani-petani yang
memiliki hewan memeratakan tanahnya.
94 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
Karena hingga saat ini belum mengizinkan
berusaha di luar kote Distrik, maka tahun ini Daeng
Mama’dja kerja sama dengan Ho Kui Kiem/Sdrnya,
HoKien Tjui (Ayahnya Baba Guru/membeli ikan
terbang pada papalele di Galesong untuk dikirim ke
Surabaya waktu itu mendapat 20 Ton dikumpulkan
dengan angkutan perahu Lambo ke Pasuruan Jawa
Timur, dua hari berangkatnya baru juga Daeng
Mama’dja berangkat bersama Toke Bodoa dengan
pesawat ke Surabaya. Adaptn hasil kerja sama, Daeng
Mama’dja membeli Generator Listrik DC 5 KW. Maka
kota Galesong pertama-tama di Kewedanan Takalar
memakai Listrik pada tahun 1958.
Seterusnya ini pada tahun 1959 mendapat
bantuan dari PANGDAM H/N. merupakan hadiah
satu-satunya Distrik tidak masuk DI/DII, maka
dibelikan sebuah DIESEL AC 15 KW, maka lebih meluas
rumah-rumah memakai penerangan di waktu malam.
Oleh ini maka tak terhingga mengucapkan Syukur
kehadirat Allah SWT. adanya suatu usaha pertanda
maju lagi selangkah, sesuai Pribahasa mengatakan
TIAP-TIAP Celaka Ada Juga Gunanya.
Karena selama gangguan DI/TII terhadap
pemerintah dan rakyat di kampong-kampong, kami
dapat juga manfaatkan waktu membangun rumah
Sekolah di kampong Jempang dan sebuah kantor
Pemerintahan Distrik disebelah Selatan kantor lama
yang masih rusak waktu itu (tahun 1957) pada sebelah
barat jalan raya, yang ditempati P.K. Sekarang (1997).
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 95Aminuddin Salleakk
Lain dari bangunan usaha-usaha kegiatan selama
terbatas kegiatan karena pengaruh DI/TII, di Sulawesi
Selatan, terdapat pula dua kali usaha peningkatan
Listrik penerangan rumah-rumah dalam kota di wakto
malam hari dilengkapi dengan hiburan-hiburan dari
Radio yang masih agak kurang rimbu Radio/ yang
pakai baterei (1958). Demikian keadaan jalannya
pemerintahan sampai tahun 1959, hanya patroli pada
malamnya beroperasi di desa-desa pada waktu subuh
dimulai mengepung kampong bila mendapat informasi
gerombolan DI/TH ada bermalam di suatu kampong.
Oleh karena kegiatan beroperasi bersama ABRI,
maka pada suatu hari , hari minggu mereka tahu
tentara di Galesong sering ke kota dengan membawa
pengawalan sampai suatu pleton, kebetulan hari itu
hanya empat orang tentara tinggal menjaga
asramanya, Ialu ada datang kurir dari Komandan
Ba.nya DI/TIH, nama Muslimin Kilat, mereka berada
di Palalakkang dengan pasukan anak buahnya, lJalu
mengirim kurir perantara rakyat menyampaikan
keinginannya ke Sanro Bone melalui Galesong/masuk
kota, atas persetujuan kerja samanya dengan Mayor
Tisi Effendi selaku komandan tentara Staf Dekken yang
bertugas di Gslesong. Berita yang diterima oleh tentara
yang jaga asrama, datang meminta pertimbangan,
maka saya melarang sekali-sekali namun maksudnya
langgar saja masuk kota menuju ke selatan ke
Sanrobone, karena Daeng Mama’dja yakin itu alasan
mati mereka secara licin ingin menculik Daeng
$6 Sejatah Sudaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
Mama’dja secara lunak. Olehnya itu Daeng Mama’‘dja
langsung perintahkan memukul lonceng alarm di kantor
menandakan ada bahaya. Lalu suruh sampaikan pada
mereka sekiranya maksud baik tentu ada surat dari
Komandan Staf Dekken; Oleh karena tak ada maka
takyat sedia meladeni dengan mati-matian.
Supaya mereka benar-benar maksud baik
hendaknya menempuh jalan melalui kampong
Madondongi ke timur di luar Tugu Pahlawan menuju
ke selatan tembus ke kampong Bura’ne maka dengan
demikian baru mereka tiup Trumpetnya berangkat
melalui jalan-jalan yang disetujui, dan ditiup terus-
terus, benar-benar keluar di Bura’ne terus ke selatan.
Sudah itu barulah lonceng di kantor dipukul tanda
aman, pada keesokan harinya mendapat berita bahwa
Bangsawan Dg. Lira Kepala Distrik Takalar tadi malam
di culik oleh Muslimin Kilat, maka dengan faktanya
ini, baru tentara staf Dekken mengerti siasat tipu daya
DI/TIH, kami di Galesong mengutamakannya, karena
mengikuti bersama tentara mengoperasi mereka. Maka
dengan adanya cara ditempuh Komandan Staf Dekken
(Major Tisi Effendi) karena ia orang Polongbangkeng,
pendekatan kapada Muslimin Kilat maka memakai
istilah kerja sama. Akan tetapi cara ini menguntungkan
tanggungjawabnya Tisi Effendi, tidak menjurus kepada
masyarakat dan kami sebagai Pemerintah setempat
justra kami bertahan mati-matian berdasarkan prinsip
perjuangan semula 1945 yang telah di REDHAHI oleh
TUHAN YMK.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 97Aminuddin Salledkk
Demikian fakta nyatanya Berkah Lindungan
TUHAN selalu menyertai kami, selanjutnya semakin
waspada dari bujukan tipu daya DI/TII, yang
dimaksudkan kerja sama dari gagasan Tisi Effendi
selaku komandan Staf Dekken yang bertugas di
Galesong, oleh karena kelicinan pihak gerombolan
ingin menambah bebas berkeliaran tanpa saling
mengganggu, maka pada suatu waktu rombongan
Kolonel Sumadi menuju Bantaeng, maka sesampai
rombongannya, melewati Limbung/antara limbung
dengan Bontonompo dihadang oleh Muslimin Kilat
Daeng Ngalle CS. sehingga gugur Kolonel tersebut.
Keesokan harinya mendapat perintah tentara Staf
Dekken yang bertugas di Galesong yang dipimpin oleh
Letnan Dana suku Ambon, berangkat semuanya,
bersama staf dekken Bontonompo dan Limbung
(gabungan) tiga kompi mengadakan operasi
pembalasan atas gugurnya Kelonel Sumadi Nalanri
Medannga Nea kuasai siagan ristapayamo jaina
rintangan yang dapat membahayakan tentara yang
mengejarnya antara lain: Parit-parit yang penuh
dengan duri-duri yang disebut Bulo Karisa’ le’ba ciduki
Nana Sapui Kawwasa flalang Romang Niaka napareki
sarang pertempuran. Nalanri Na Assenna Kalenna
Lani operasi tindakan pembalasan Nana sebarkan
tenaga-tenaga pasukannya dari tiga penjuru. Operasina
tentara Staf Dekken Ribulu’ Niarenga Rannaya
dengan kekuatan tiga pleton dan penjuru tentara dari
Galesong dari barat pada sebelum mata hari terbit
98 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasilia & Konstitusi
terjadi serang menyerang, maka terbitnya matahari
mulai gerombolan memancing tembakan sewaktu-
waktu mengajak masuk gunung tertinggi dimana
pusat pertahanannya mendapat umpan menyerang
secara besar-besaran pada pengepungan dua penjuru
pada tapi gunung yang tak mungkin dibalas/diserang
dari belakang, gerombolan terus/sewaktu memberi
tembak pancingan/mengajak masuk maka tentara Staf
dekken dari Letnan Dana merasa nekad mengejarnya
sampai jam 15.00 lalu gerombolan pengepungan
mengikuti dari belakang setelah sampai batas-batas
yang telah mereka atur/rencanakan mulailah
dihantam otomatis dari belakang maka tentara yang
sudah masuk perangkap balik haluan hadapi
gerombolan menyerang dari belakang, seterusnya dari
atas gunung yang tentara hadapi menghujani
tembakan terus-menerus sampai jam 17.00 ketahuan
tembakan dari mereka sendiri tak ada lagi balasan dari
tentara Staf dekken, maka menyingkirlah gerombolan
dari belakang/barat tadi menggabungkan dirinya di
atas gunung yang tinggi karena sudah malam pun
turun hujan dengan gelap maka kesermuanya mundur/
kembali ke tempat/kubu masing-masing.
Keesokan harinya kita di Galesong menunggu
kembalinya Komandan Letnan Dana bersama anak
buahnya, akan tetapi hanya berita saja Nakaya
Paruntu’ Kana Mangkasaraka angkanaya umbara’
manna Ca’cea niyaka amminawang Ri Ranseina
Pasukanna Letnan Dana Taena Tommo maka nialla
Sejarah, Budaya & Xepemimpinan 99Aminuddin Salledkk
mana-mana rilinoa : jelasnya hanya satu, dua orang
saja kembali berada dirawat di rumah sakit Pelamonia
di Makassar maka Apami Saba’ Saba’na
Namatengaseng Mamo Maareng Se’re Palatong :
Karaengmang Allah Taala Maha Kuasa, mungkin
jaitongi gau Tannaba-Nabana Sipaagangnga Iyyaka
Komandanna Taliwamo Gau'na Riparanna Tau: Maka
Manna Kammamo Nirampemi Sike’de Gau’na;
Ribulang Allaloa nia’ lebba kajariang Rigalesong
iyyami antu : Pada suatu hari adanya sudah tiga bulan
tentara Staf dekken bertugas di Galesong maka
Assengangmo beberapa tentara Painung Ballo, Apaji
Naka Papparentang Sollanna Naniparessa lampa Tau
Niaka Abbaluka Ballo Ase, Naanne Parentaku Taena
Naiapa Anne Awattua Nanipappasulukang Parenta,
Sanggenna anne Tantataraya Biasayya Angnginung
Ballo merasa tersinggung Nasabakki Abboyanamo
Ballo Nataenamo Ero Appare Kanipawwangi
angkanaya Taenamo Nanipakkuleangi Tauwwa
appare Ballo Kalarangngangi Ri Agamaya (Agamana)
Karaeng ALLAH TAALA.
Demikian pada suatu hari sewaktu saya hendak
ke kantor jalan kaki saja, maka di tengah jalan di depan
rumah Bata Karaeng Haji berjumpa Baba Sangkala (Yo
Tian Sen) kawan Daeng Mama’dja mengerjakan mesin
Listrik, lantas ada juga dua orang tentara Staf dekken
mendekati Daeng Mama’dja menanya/seraya
mengatakan siapa yang melarang orang membikin
Ballo ase lalu membuka bajunya tanpa melepaskan
100 Selarah, Budaya & KepemimapinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
kancing bajunya, lalu Daeng Mama’dja katakan
Peraturan Pemerintah, maka dalam Distrik Galesong
Daeng Mama’dja dipercayakan menjalankaanya
sebagai alat Negara, kalau saudara alat negara harus
turut memelihara undang-undang dan dijadikan
peraturan Pemerintah; mereka mengatakan
bagaimana kalau kita suka; Daeng Mama’dja katakan
soal suka tidaknya selaku alat Negara Bangsa Indonesia
harap patuhi peraturan. Kalau saudara tidak indahkan
peraturan Pemerintah buat apa kita bertugas. Olehnya
itu maka Baba Sangkala menarik dirinya untuk
menyadari dirinya bahwa Sdr. ada komandannya kalau
Sdr. keberatan lapor pada komandannya, lalu ia pulang.
Setelah sampai di kantor Daeng Mama’dja membikin
surat kapada Let. Dana dengan perantaraan Sdr.
Pasuma Gassing sebagai juru tulis Daeng Mama’dja.
Rupanya komandannya acuh tak acuh juga, jelas
membela anak buahnya. Demikian maka Daeng
Mama’dja bergaul merupakan : Nakaya Mangkasara
Sangkamma Tommama Minnya ma’'leoka Je’ne,
karena peristiwa anak buahnya Let. Dana itu. Kami
tak meneruskan laporan kepada Komandan
Batalionnya Mayor Tisi Effendi Dg. Nojeng, lebih baik
yakin menterahkan ke Hadirat Allah YMK.
Demikian peristiwa terjadi sebelumnya, sampai
nyata pembalasan ALLAH SWT. : Esikamma Atannaya
Karaengmang ALLAH TAALA Niangaseng Laloki
Mannagala Sitojeng-tojeng Riotere Tamatappu’na
Karaeng AJJA WAJALLAH. Nasaba Anne Rilino
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 101Aminuddin Salle,dkk
Sangkammatonji Awattu Pa‘daganganji Riumma’na
Muhammad SAW.
Jelas kewajiban mengabdi kepada Tuban SWT.
dan berusaha Amal Saleh sebanyak mungkin untuk
kebahagian diri kelak/diakhirat. Oleh karena
pengalaman-pengalaman masa lalu dari rakhmat
ALLAH kami jumpai alami diri pribadi saya, begitu pula
lindungannya terhadap Negeri kita Galesong, justru
anak cucu, rakyat Galesong pada umumnya agar
supaya amalkan dengan sungguh-sungguh: Rimassing
Nia’na Nikana Tautoata Anrapikangi Rasiapayamo
fakta nyata Rikabuttianna Rakhmat Pangngama-
seanna ALLAH TAALA Ripa'rasanganta Ri Galesong,
semoga adanya sejalan dengan kehendak pemerintah
kepada bangsa Indonesia, ialah Persatuan dan Kesatuan
dapat dipupuk dipelihara dengan hikmat, Sola-sollanna
Nakimassing Niatonginja annekamma Anpisa’ringi/
Angkanyamei assala je‘ne Kabarakkakanna Lanri
ALLAH TAALA Siagang Lanri Baraka’na Nabbi
dunjungannta SAW Kalanrinna Niapa antu Mariolo,
Namania Annekamma.
Demikian suka dukanya Daeng Mama’dja
(Karaeng Galesong) yang dialaminya sebagai kepala
Distrik Galesong dalam pengembangan suasana DI/
TH, artinya kawan dan lawan kedua-duanya menjadi
ujian besar sebagai pemimpin rakyat. Akan tetapi
kesemuanya itu saya gantungkan atas keridhaan
ALLAH SWT, selamat/terhindar dari segala langka/
tindakan yang tidak wajar, sampai adanya timbul
102 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Deea Pancasila & Konstitusi
panggilan Kepala Negara/Presiden Soeharto karena/
AMMESTI terhadap gerakan DI/TII di Sulawesi
Selatan.
Dengan berhasilnya panggilan Presiden agar
DI/TM di Sulawesi Selatan ini kembali kepada R.I/rujuk
kepada Pemerintah yang syah sekaligus kestabilan
keamanan pulih kembali. Olehnya itu maka sepanjang
pengetahuan Karaeng Galesong adanya biaya diberikan
kepada para anggota DI/TH, sebesar seratus juta/Rp,
100 Juta; maka dengan kebijaksanaan Pemerintah ini,
Daeng Mama’dja jadikan dasar menghadapi Kepala
Pemerintahan Negeri Je’neponto ialah Karaeng
Binamu Mattewakan Daeng Raja yang sementara
menjadi pelaksana persiapan pelantikan Bupati Kepala
Daerah JENTAK (Je’neponto Takalar) pertama
didudukkan H, Manynyingarri Dg, Sarrang pada tahun
1959.
Badan Pemerintah
Harian Daerah Takalar
Adapun maksnd Karaeng Galesong
mengajukan permohonan kepada Panglima Kodam
XIV/Hsn. agar dapat diberi bantuan Distrik Galesong
bersama rakyatnya, sebuah mesin Listrik/Generator
berkekuatan 15 K.W. selaku tanda terima kasih atas
kepatuhan masyarakat bersama dengan kepala
Distriknya termasuk rakyat banyak, benar disetujui oleh
K.P.N, Je’neponto, dan Bupati JENTAK, demikian
langsung Bapak H. Manynyingarri Dg. Sarrang
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 103Aminuddin Salle,dkk
mengajak Karaeng Galesong ke Toko Hwe Hong Liong
mencari Generator, selanjutnya keesokan harinya
disuruh ke rumah Krg. Binamu jl. Kakatua menerima
uangnya, lalu Karaeng Galesong usahakan
pengangkutan mobil truk ke Galesong. Dalam bulan
juli 1960 terbentuk suatu Badan/Panitia penuntutan
Kabupaten Takalar, terlepas dari Kabupatan Je’neponto
+ Takalar (JENTAR) yang disponsori oleh kami selaku
kepala Distrik/Karaeng Galesong bersama Kepala-
kepala Desa, Imam-imam dan Tokoh-tokoh
masyarakat, sesuai riwayat/sejarah lahirnya Kab.
Takalar tanggal 10 Februari 1961.
Dengan Resminya Kabupaten Takalar ini,
tengah mengemuknya musim barat/hujan lebat, maka
Gubernur Militer Andi Pangeran Petta Rani,
(KOLONEL TETILER) mengambil tempat di Kanter
Karaeng Takalar di Cillallang, sebelah timur jalan poros
Pattallassang dengan suasana hujan lebat pada
beberapa hari kemudiannya telah tersusun pelengkap
Pemerintahan Kabupaten baru ini, maka pada tanggal
1 Marat 1961 Gubernur melantik para anggota Badan
Pemerintah Harian Daerah dan Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Swatantara Tingkat II
Takalar, sebagai berikut :
1, Donggeng Dg. Ngasa selaku Bupati merangkap
Ketua DPRGR.
2, H. Makkaraeng Dg. Manjarungi, BPH Bidang
Pemerintahan.
3. Bansawang Dg. Lira/Karaeng Takalar BPN. Bidang
Keuangan.
104 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
4. Bostan Dg. Mama’dja/Karaeng Galesong, BPH
Bidang Ekonomi
5. Mappa Dg. Temba, Bidang Keamanan.
Setelah selesainya menyusun Badan
Pemerintahan, maka selanjutnya menyusun program
kerja, antara lain pemindahan ibu kota Takalar ke
Peri’risi Jalu diadakan peninjauan lokasi tanah-tanah
tegalan 500 meter dari tikungan jalan poros Bantaeng
di sebelah utaranya bahagian barat aspal poros
Makassar, seluas 10 hektar dimana dipergantikan
tanah-tanah bekas ornamen Krg. Polongbangkeng.
Jelasnya : Wara‘kanna Agan Mangeya/Kalaukang
Risompu Sanggenna Itimboranna Agan Kalauka Ri
Balla.
Realisasi rencana tersebut, mulai membangan
perkantoran sementara dan MEES pegawai lokasinya
pertigaaan jalan ke Patallassang, dan jalan Poros
Je’neponto, di Peri’risi. Selanjutnya membangun
Kantor Dewan Perwakilan dan perumahan Bupati
KDH . bentuk kebudayaan Makassar, tingkat dua
sekarang dijadikan MESS Daerah. Selanjutnya Kantor
daerah pada jurusan depan lokasi, dimana kantor
Bupati pertama ini, hasil karya Bupati Pertama H.
Donggeng Dg. Ngasa ka Makkatan Dg. Sfbali. baru ke
Suaib Dg. Pasang, lalu ke Bupati Kolonel Ibrahim Tulle,
berpindah ke Batong Dg. Timun, sudah pindah Kantor
baru disebelah timur jalan raya/Aspal dan Kantor
Bupati lama tadi di tempati BAPPEDA dan Agraria,
Pangairan PEPABRI, sekarang.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 205Aminuddin Salledkk
Oleh karena tahun 1964, menarik diri dari
kedudukan sebagai anggota BPH karena menghadapi
penugasan: sebagaimana pada lazimnya istilah
komporontase jasmani dengan rohani Karaeng
Galesong mengingat pengalamannya sebagai orang
lapangan sejak zaman Belanda ke Jepang, selanjutnya
io tahun dalam kemerdekaan.
Di dalam penarikan diri maka dari pihak Kantor
Gubernur Cq. bidang Politik merasa menyesal sekali
adanya langkah Karaeng Galesong, akan tetapi
harapan Sdr. Amin Dg. Situru itu Karaeng Galesong
tidak terima menghendaki sampai batas waktunya.
Oleh karena Karaeng Galesong pertahankan
prinsip perjuangan “45” ingin melihat nyata keadilan
dalam membangun Kabupaten baru ini sebagai hasil
karya bersama yang dimaksudkan keadilan adanya
sama-sama fungsi BPH sedang BPH Keuangan
memiliki mobil Jef dan BPH Pemerintahan di serahkan
mobil Landrover sedang saya BPH Ekonomi selaku
Ketua Y.B.P.P Dati 11 Takalar, mendapat jatah Mobil
pembelian padi untuk Takalar dari Gubernur_tinggal
dikurung dalam kantor setelah diketahui kelambatan
Karaeng Galesong tiba di kantor, baru Bupati merasa,
akhirnya Karaeng Galesong diberi keluasan menyewa/
Kontrak mobil Jep kepunyaan Ridwan Dg. Rewa
sebesar Rp: 20.000/bulan. Oleh karena Karaeng
Galesong sadari Kabupaten ini mengeluarkan biaya
bagitu besar maka sebelumnya Karaeng Galesong
kembalikan dimana mendapat berita tidak langsung
106 Sejarah, Sudaya & KepemimplnanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
bahwa mobil Landrover itu sudah diptuskan Bupati
BPH Pemerintahan menggunakan/bergantian
memakai dengan BPH Ekonomi tiap satu minggu.
Ketentuan ini Karaeng Galesong alami selama tiga kali
bergantian. Setelah memasuki jatah bergantian
keempat biasanya hari sabtu sore dioper makanya
Karaeng Galesong disuruh Marowa selaku sopirnya
mengambil mobil di rumah BPH Pemerintahan Dg.
Jarung di Palleko, akan tetapi beliau pakai ke
Bulukumba, seterusnya hari minggu sore dikunjungi
sekali lagi, akan tetapi beliau mengatakan pada sopir
Karaeng Galesong, Dg. Jarung masih membutuhkan.
Kemudiannya menjelang lima hari, baru
Karaeng Galesong diserahkan, akan tetapi Karaeng
Galesong tidak bermaksud lagi memakainya. Pada
suatu waktu musim pacaklik/Januari pegawai-
pegawai mendesak kesulitan beras para pegawai dapat
ditanggulangi pemerintah olehnya itu Bupsti
mengunjuk BPH Ekonomi bersama pihak keuangan/
juru bayar gaji pegawai/H.Kaharuddin Dg, Ruru
berangkat ke Bulukumba membawa surat BKDH Ke
Bupati Bulukumba, agar jatah beras selama dua bulan
dapat dipenuhi/bantuan BKDH Bulukumba, olehnya
itu hari minggu siang berangkat tiga orang bersama
sopir mobilnya BPH Keuangan perjalanan mengambil
waktu dua hari/sampai hari senin di kantor Bupati
diterima oleh H. Andi Syamsuddin selaku Wid. Bupati.
Kunjungan kami berhasil beras tiga ton dengan
pengangkutan sendiri kembali ke Takalar pada sore hari
Sejarah, Budaya & Kepemimptnan 107Aminuddin Salle,dkk
senin baru start kembali. Oleh karena sering hujan di
jalanan maka terlambat tiba di Takalar, olehnya itu
maka mobil yang Karaeng Galesong pakai terpaksa
disuruh antar ke Ujung Pandang karena sudah jam
18.00.
Dua hari kemmdiannya Karaeng Galesong tiba
dikantor di Pari’risi, Karaeng Galesong ketemu sopir
mobil BPH. Keuangan, Karaeng Galesong tanya
bagaimana mobilmu ada selamat tiba di Takalar? Sopir
menjawab, saya mendapat kopi pahit pada Karaeng
‘Takalar, karena terlambat tiba sebab pecah ban mobil
di Gowa. Setelah Karaeng Galesong dengar
pembicaraan sopir, maka jiwa mengelora Ialu Karaeng
Gelesong keluarkan pestol, lalu menanyakan dimana
mobilmu parkir saya tembak bannya. Kata-kata
Karaeng Galesong ada dua tiga pegawai mendengar
suaranya, diantara seorang yang agak dewasa
mendekatinya agar Karaeng dapat menerima
kesabaran demi kerukunan kami sebagai aparat
daerah. Setelah mendengar simpatisan pegawai tadi
Karaeng Galesong sadari diri sebagai putera Galesong
berketurunan akan tetapi jiwa sejak itu berubah 80
derajat. Demikian sebab musababnya Karaeng
Galesong menarik diri selaku anggota Badan
Pemerintah Harian Daerah Swatantara Tit. II Takalar.
Di dalam penarikan diri selakn BPH Karaeng Galesong
menganggur/tak ingin sekali-kali melihat Kantor
Bupati Takalar, tiga empat bulan kemudiannya ada tiba
SK saya selaku Kepala Bidang Pemerintahan Umum.
108 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstituai
No. 246/N/67. Kemudian adanya Kolonel Makkatan
Dg. Sibali sebagai Bupati KDH Takalar menggantikan
H. Donggeng Dg. Ngasa, maka digeser menjadi Kepala
Kecamatan Galesong Selatan, tiada beberapa bulan
adanya jatah pusat untuk Sulawesi Selatan
mengadakan upacara Hari Nasional Nelayan di
pusatkan di Galesong, dimana persyaratan diperlukan
lapangan upacara di pantai.
Olehnya itu maka di depan/sebelah timur
Bungun Barania diusahakan selekas mungkin, dimana
delapan buah rumah harus dipindahkan. Demikian
maka pemilik-pemilik rumah diundang rapat
membicarakan maksud pemerintah Propinsi Sulawesi
Selatan berdasarkan sejarah Karaeng Galesong di kenal
di Pulan Jawa, maka Hari Nelayan Nasional yang ke
IV bara kali ini diadakan di luar Pulau Jawa, dengan
ini jelasnya suatu RAHMAT ILAHI, dengan jalan ini
masyarakat Sulawesi Selatan umumnya, Galesong
pada khususnya mengenang kembali masa-masa
lampau sedang jayanya dan kagumnya Gowa-
Galesong, dikenal orang-orang Jawa dalam
sejarabnya.
Demikian hikmah ditunjuk Sulawesi Selatan
penwsatan acaranya ditempatkan di Galesong Selatan.
Dari segala uraian/penjelasan ini diterima baik oleh
pemilik rumah dengan rela hati membantu pemerintah
demi derajat nama baiknya kampong, daerah kita,
asalkan pemindahan rumah ada lokasi akan ditempati
justra kerja keras dan kerja sama dengan BODM, dan
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 109Aminuddin Salle,dkk
masyarakat Veteran dan Rakyat dalam Desa, maka
hanya jangka sepuluh hari saja sudah rampung
pemindahan rumah dan acara teraturnya lapangan
yang diharapkan tingkat I, Ialu dilengkapi dengan
bangunan BARUGA dan Panggung Kehormatan,
dimana waktu itu dibadiri oleh Menteri Perikanan dan
«. Hamzah Atmahandoko pada siang hari dan malam
nama Lapangan Krg. Bontomaranou di Galesong.
Oleh karena kehendak TUHAN YMK. pada
abad ke XVI : Tuanta Salamaka Ri Gowa Ilalanna
Tahun 1664 Nanabokoi Pa’rasanganna/Gowa
langngunjungi Kalau’ Rimakka, Kalanrinna Kunkunki
Rinakananna Sombaya Ri Gowa Rinakaerokinna
Syeh Yusuf Tuangta Salamaka, Ampatangkasi/
Ampataenai Barahalaya, Ampataenai Kabotorange,
Ampatangkasi Palongtang Pangnginungang Balloka :
Maka Rikananna Karaenga Ri Gowa Barahalaya
Pa'se're se‘reannai Tumannagalaka Pangngadakkan
Ripa’rasanganga, Nakabotoranga Passua’ suarannai
Tau Jaiyya, Neiyya Pangnginungan Balloka
Sumanga'na Kagassingngannai Tubaranina Gowa.
Dan selanjutnya pada abad ke XVM : Nia’na Perjanjian
Ribungaya tahun 1967 sesuai sejarahnya Gowa,
Nanabokei Tedong Krg. Bontomarannu dan Karaeng
Galesong ke Pulau Jawa.
Pada kedua sejarah ini dikenal baik, dan diakui
oleh masyarakat Jawa, bahwa ketiga putera asli
MAKASSAR ini, adalah pemimpin rakyat, pejuang
Nasional, dan ULAMA BESAR, artinya ketiga-tiganya
110 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konstitusi
putra asli MAKASSAR ini melambangkan bahwa
Sulawesi Selatan, manusia-manusianya memang telah
memiliki jiwa NASIONAL dan AGAMA ISLAM. Jelas
manusia Tau Caraddetta Rijammanna Sukarno, CS,
digerakkan hatinya membikinkan pondasi Negara R.I./
Falsyafa Negara R.I. PANCASILA bergandengan
U.ULD. 45 : Narikaniakanna Ngasemmi Anne Nia
Majjari sejarah bahagian Dunia Timur, Namanna
Nicokko antekamma, ditipu daya manapun, akan
timbul karena pernah terjadi, akan muncul/bangkit
dengan sendirinya, karena kesemuanya itu adalah
KEHENDAK TUHAN YME. Sesuai falsafah orang tua-
tua di Galesong : Rinakananna Gaukatojengan Lebba
Laloa, Manna Umbara Nupassamaturuki
- Nutallangngang Poko’na Ammubatonji ia antu
Ca'ppa’na Namanna Tosseng Antekamma Ero’nu
Presiden Soeharto
Kunjungi Galesong
dustru kedua Fakta sejarah Galesong ini maka
pada tanggal 24 Oktober 1967. Presiden SUHARTO,
sempat mengunjungi Galesong, dimana pada waktu
itu kekacauan gerakan DI/TH, Sulawesi, Galesong
khususnya masih rawan luar kota,
Jelas dan terang kehendak, kunjungan Pak
HARTO ke Galesong itu, adalah ke ikhlasan hati sendiri
beliau, karena bukan undangan dari Propinsi lebih-lebih
daerah Takalar waktu itu. Karena sepanjang penelitian
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 111Aminuddin Salledkk
Karaeng Galesong sewaktu berada di Jakarta Februari
1968, dapat mengetahui bahwa Presiden Suharto,
termasuk orang kepercayaan mempunyai Guru,
dimana waktu itu Rencana Pusat meninjau Pengairan
Kemanusiaan Kelara di Je’neponto, oleh Karena
kunjungan pertama-tama keluar pulau Jawa dan juga
menuju ke jurusan selatan kota Ujung Pandang sedang
melewati Distrik Galesong, maka Gurunya
mengatakan harus dahulu mengunjungi Galesong baru
ke Kelara’ Je’neponto. Demikian fakta nyatanya, hanya
selesainya upacara umum, hanya menyaksikan
keadaan BUNGUN BARANIYA saja, dan duduk
barnaun di bawah pohon Beringin Putih dipantai
Galesong.
Setelah selesainya barsantap, maka Panglima -
Kodam XIV/HSN (SOLIHIN GP) bertanya pada
Karaeng Galesong, mengatakan usaha-usaba apa yang
dapat dikerjakan bersama rakyat, antara lain
Mesdjidkah, Sekolahkah, Pasarkah, saya menjawab,
hanya pengairan/bendungan air yang bisa’ mengairi
sawah 250 Ha. Untuk penanaman ke !/Panglima
menganggap itu lebih baik, maka saya diperhadapkan,
kepada Presiden untuk dapat diberi bantuan
penyelesaiannya sebanyak Rp. 200.000 dan semen 100
zak. Demikian maka bendungan air Campagaya
diselesaikan atas bantuan Pak HARTO, sewaktu
berkunjung ke Galesong pada tanggal 24 Oktober 1967.
Dua hari kemudian Karaeng Galesong diajak
Bupati ke Kantor Gubernur menerima bantuan
112 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
Presiden uang upah kerja penyelesaian bendungan air
Campagaya, dimana Kepala Daerah sendiri terima
uang lalu ambilkan tukang pelaksanaan. Disinilah
Karaeng Galesong mulai tersinggung perasaan, karena
pekerjaan bendungan ini, bukannya rencana
Pemerintah Daerah, dan adanya Karaeng Galesong
sendiri ditanyai/dipanggil Pangdam Hasanuddin/
Solihin GP menghadap Presiden mengerjakan bersama
rakyat untuk penyelesalannya. Sehari kesehari, sebulan
kesebulan Karaeng Galesong. tetap rasakan yang
Tasanya sangat berat kupulihkan jiwanya semula.
Olehnya itu maka pekerjaan ini dilaksanakan hanya
setengah-tengah kesadaran/kemauan, sampai tibanya
peresmian bendungan tersebut oleh Gubernur Achmad
Lamo pada tanggal 15 September 1968.
Setelah memasuki tahun 1959 bulan Juli,
Karaeng Galesong masukkan permohonan
pengunduran diri dengan hak pensiun sesuai syarat
masa kerja tambah dengan umur sudah 80 tahun.
Adapun langka ini saya tempuh karena satu-satenya
jalan untuk mengembalikan ketenangan jiwanya
mengabdi kepada Agama Islam terhadap hari
pembalasan Allah §.W.T. bila Karaeng Galesong tak
bebas tugas/pensiun/terpisah dengan aparat-aparat
yang berpaling pada tugas kewajibannya yang
dipereayakan pada atasan dengan kota lain dari
harapan suci rakyat banyak yang dimaksud, adil,
merata , makmur merata pada semboyan KEADILAN
SOSIAL bagi seluruh rakyat Indonesia. Akhirnya
Selarah, Budsya & Kepemimopinan 1343Aminuddin Salledkk
Karaeng Galesong pensiun dimulai tahun 1970 Juli,
yang pilih karena bulan kelahiran gaya, dan dalam tahun
1969. Karaeng Galesong sendiri langsung mencek di
Kantor Kementrian dalam Negeri di Jakarta, selama
sebulan Karaeng Galesong di Jakarta atas bantuan Sdr.
Mallarangan Dg. Matutu bekas Bupati KDH. Pangkep
sampai selesainya SK pensiun dan kemudian baru ia
kembali ke Makassar, dengan dasar pensiun Il/c.
Oleh karena terjadinya kebakaran di lorong 12
Cenderawasih sampai Jl, Tekukur batas perumahan
Perwira KIS. pada tanggal 27 Juni 1965, maka menelan
korban 250 perumahan rakyat turut hangus termasuk
tiga bangunan rumah Karaeng Galesong hangus.
Demikian keluarga Karaeng Galesong angkat ke
Mangngasa Gowa, menempati rumah alm, Rotensulu
karena isterinya nama Saripa Dg. Sompa orang
Galesong, saya kontrak tahunan dimana ada anak
angkatnya Alm. perempuan nama Hesnah Dg. Kanang
asalnya orang Duri, seorang diri bersama tinggal,
selanjutnya saya beli rumahnya, karena desakan
pemilik tanahnya nama Indara Dg. Tayang, bekas
Kepala Distrik Mangngasa, maka tanahnya lebih
dahulu dibeli seharga Rp. 300 Ribu Rupiah, Kemudian
rumah Hasnah juga saya beli Rp. 300 Ribu Rupiah.
Menolak menjadi
Ketua DPR GR Takalar
Tahun 1972 pemilihan Umum Golkar menang
maka pencalonan Ketua DPR GR maka Karaeng
114 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
Galesong dimasukkan calon mewakili 45 Takalar.
Kebetulan mendapat suara terbanyak sebagai calon
KETUA DPR GR untuk masa bakti 1973-1978.
Oleh karena tak dapat sekali-kali niat suci
melaksanakan Amanah Penderitaan Rakyat yang
menjadi fungsi dalam kepercayaan rakyat maka
Karaeng Galesong menolak dengan jalan ke Jakarta
sembunyi karena Bupati mendapat desakan pada
Gubernur dimana hanya tinggal Dati It Takalar belum
dilantik Ketua DPR nya. Oleh karena surat desakan
bertubi-tubi dari Bupati Suaib Pasang maka terpaksa
bersurat langsung di Jakarta ke Makassar, menolak
pencalonan tunggal saya dari wakil-wakil masyarakat
Takalar, karena terang bila Karaeng Galesong terima/
laksanakan pasti kurang menggembirakan rakyat,
sebab masih dikendali oleh Bupati dari atas, jadi terang
menambah Dosa bila bertahan pendirian sebagai wakil
rakyat melaksanakan Amanah Penderitaan Rakyat.
Demikian situasi/suasana perkembangan di
Kabupaten yang baru dibangun Takalar. Olehnya ita
Karaeng Galesong ke Jakarta karena tidak senang
diliputi suasana, yang seolah-olah menari-nari di atas
kerangka korban 40 Ribu jiwa. Akhirnya ayah/orang
tua Karaeng Galesong IMAPPERESSA Krg.
Ngoendjoeng meninggal Dunia pada Selasa 27 bulan
Ramadhan 1393 tak sempat saya rabah mayatnya,
minta ampun terakhir, hanya sehari di dalam kubur
baru saya tiba disebabkan kesulitan tiket pesawat udara
hari itu. Apa yang menyebabkan maka saya menolak
menjadi Ketua DPR Dati II Takalar?.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 415Aminuddin Salle,dkk
Oleh karena sepanjang pengertian saya, adanya
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah suatu
LEMBAGA (Perwakilan Rakyat) jelas membawahi
rakyat olehnya tiap anggota berfungsi AMANAT
PENDERITAAN RAKYAT. Dengan adanya sudah
terang nyata kita dibebani kepercayaan rakyat, maka
suatu pertanggungan jawab atau suatu perjuangan
sebagai wakilnya diharapkan, mewujudkan derajat
sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari tekanan
apapun, hidup sejahtera sesuai Sila ke V. Akan tetapi
nampaknya Pancasila dan U.U.D. 45, sama juga
Alquranul Karim.
Segala manusia ber TUHAN, pasti tidak
menaruh keraguan, tetapi fakta nyatanya Pedoman
TUHAN tersebut, maksudnya ke timur, pengabdian
hambanya ke Barat. Justru itu maka kita jangan heran
sekali lagi jangan heran, kenapa? Manusianya
menyebabkan justru itu pandai-pandai manusia
mensyukuri Nikmat-Nikmat Tuban yang dialami/
dirasai, dan hendaknya jangan jemu membaca sejarah-
sejarah utamanya sejarah DAHULU KALA, antara lain
sejarah NABI-NABI, sejarah manusia yang keramat,
karena TUHAN telah memperingati manusia, bahwa
naraun kini iimu/kepandaianmu sudah keluar angkasa,
yang sudah populer naik ke Bulan, akan tetapi kau
manusia yang banggakan itu baru SEKUKU HITAM.
Justru itu manusia hendaknya jangan sombong, lebih
kalau tergolong pihak Takabur, karena Sistem
perjuangan NABI zaman teknologi sekarang belum
116 Sefarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
dapat dijumpai, tak di kotalah ia cara hidupnya
berumah tangga, bermasyarakat sebagai pemimpin
Ummat, Pemimpin Negara. Maka pasti tidak heran
bila ada orang pernah baca atau mendengar sejarah
Alam semesta, sejarah sewaktu TUHAN hendak
menciptakan disuruh oleh TUHAN mencari tanah
maka malaikat menyembah seraya mengatakan : OO
Karaengku Apaseng Pole Karaeng Nania Kipajjari Tau
Rilinoa, Kapunna Tumanynyombayaja Rikaraengku
Mammadaimi Rikambe Atannu (Malaekaka) patuh
taatka Sitojeng-tojeng. .......
Jadi jelas bagi manusia tidak mampu
menghindari peristiwa-peristiwa, bencana-bencana
‘alam bila terjadi di alam Semesta ini, yang senantiasa
TUHAN memberi peringatan kepada dunia, Negara-
negara Bangsa-bangsa yang sudah diberi kesempatan
menikmati, dengan sesuka hati mengatur dunia oleh
karena sifat manusia memiliki : Sipa’ Nikanaya Ngoa,
Gelojo, Saraka, Nagassingmo terjerumus Antama
Rigolonganna Katakabboranga Nalanri Pilaki
Nisungkeangi Ri ALLAH TAALA Anggappa Kala’birang
pangkat dan kekuasaan, bahagia karena kekayaannya:
Nakallongmi Kakalumanynyanganna lanri
Kacara’dekanna. Oleh karena ketiga faktor tersebut bila
tak dapat dikuasai dengan pabam Agama ISLAM yang
mendalam : Kammami Anne Kajarianna Linoa
Massing Kipisaringi tiap Negara dan tiap Bangsa
manusia wrumnya., Sekali lagi kita bertanya pada diri
sendiri, timbulnya pertanyaan ini karena pengalaman
Sejarah, Budaya & Kepemimplian 117Aminuddin Salledkk
saya diwaktu/Zaman Belanda, mendengar dari jauh
P/a, Surat kabar atau rimbu Radio secara terus
menerus bencana Alam yang kini dialami (tahun 1988)
begini pula bencana-bencana Alam terjadi dalam
Negeri. Namun Kemajuan-kemajuan manusia tidak
menyolok.
Adanya beberapa sejarah dan falsafah orang
tua-tua terdabulu, mengatakan dengan adanya terjadi
bencana alam, musibah-musibah yang dialami,
sampai-sampai merupakan penderitaan, siksaan yang
masih hidup, maka kesemuanya itu disebabkan oleh
tangan-tangan manusia sendiri, Disebabkan oleh
manusia juga lupa daratan, lupa sumbérnya, lupa
secara mendalam, kewajiban mutlak kepada Pencipta
alam semesta ini; agak terang dan nyata apa yang
diuraikan di atas sejarah sewaktu TUHAN hendak
menciptakan Nenek Adam/Manusia pertama-tama,
malaikat menyembah kepada TUHAN, YA
TUHANKU, apalagi Karaeng Nania’seng Nikana Tau
Rilino, Kamammadaimi Karaeng Ikambe Atannu
(Malaekat) Angsombaki Karaeng Patuh taatki Karaeng
Taena Nakibawang-bawangngangi Parentata ....
Demikian fakta nyatanya sekarang karena
DUNIA/ALAM SEMESTA ini ciptaan TUHAN. Inilah
perbedaan zaman sewaktu kekuasaan kerajaan dengan
Demokrasi, perbandingan zaman Kolot Modern, dalam
istilah kemajuan zaman teknologi.
Demikian maka banyak-banyak manusia,
Golongan Cendekiawan, Timuan, Kiyai-Kiyai
438 Sejarah Budaya & KepemimpinanGalesong Desa Pancasila & Konatitusi
menganjurkan, Da’wah, Penerangan-Penerangan
mengatakan :
Pembangunan program pemerintah digalakkan
pendidikan Kerohanian agar benar-benar manusia
sekarang menghayati, mendalami, mengenal adanya
TUHAN : Nisomba Nataena Nakacinikang, Kalanrinna
segala bencana, musibah terjadi adalah peringatan
TUHAN kepada Hambanya, Pemimpin-pemimpin
Mmanusia umumnya, adalah sebagai berikut :
Pembangunan erat hubungannya dengan hidup
KEROHANIAN; Bahkan Kerohanian merupakan dasar
kuat bagi pembangunan karena apabila Bathin /
Rohani yang rusak atau jahat? maka jasmanipun ikut
serta jahat karena rohanilah menguasai jasmani dalam
segala perbuatan, Karena itu, kalau masyarakat ini
hendak diperbaiki. maka terlebih dahulu rohanilah yang
harus lebih dahulu dibangun dan dibina. Disitulah
nampak pentingnya “HIDUP KEROHANIAN” : MAKA
KEBENDAAN membawa kepada lupa dan TUHAN,
KEROHANIAN membeawa kepada ingat dan cinta
TUHAN
KEBENDAAN membawa fitnahan dan penghianatan;
KEROHANIAN membawa_ keikhiasan dan
KESYUKURAN;
KEBENDAAN membawa permusuhan dan kebencian;
KEROHANIAN membawa perdamaian dan kecintaan;
KEBENDAAN membawa kedhaliman dan
kecurangan; Oo
KEROHANIAN membawa keadilan dan kejujuran;
Sejarah, Budays & Kepemimpingn 119Aminuddin Salle dkk
KEBENDAAN membawa/bersifat merusak dan
merantuhkan;
KEROHANIAN membawa/bersifat memperbaiki dan
membangun;
KEBENDAAN membawa kepincangan hidup dan
kemiskinan;
KEROHANIAN membawa kehidupan merata dan
kemakmuran;
Demikian suatu pedoman NABI BESAR
Muhammad SAW di dalam membangun ISLAM
sampai jaya tersebar karena cara-cara hidup merata
dan terbatas.
Kenapa cara-cara hidup dan gerak langka
perjuangan ummat sekarang dengan keadaan serba
lumayan, nampaknya demikian?.
Karena manusia banyak-banyak menyimpan
AYAT SUCI AL-QUR’AN yang mengatakan Ta Awanu
Alal Birri Wat Takwa.-
Anggota Angkatan Laut RI
Olehnya itu maka Karaeng Galesong tinggal
lama-lama di Jakarta di rumah A. Hamzali Dg. Tuppu
di Jalan H. Yahya No. 34 Jakarta Timur, selanjutnya
memperjuangkan diri Karaeng Galesong selaku
anggota Angkatan Laut R.I. Nomor NRP. Oleh karena
berusaha dengan ikhlas sesuai cita-cita, maka melalui
suatu perjuangan dimana pribahasa mengatakan tiap
120 Sejarah, Budaya & KepemimpinanGalesong Deaa Pancasila & Konetitusi
perjuangan melalui pengorbanan, dan tiap
pengorbanan yang dilandasi yakin dan ikhlas, tidak sia-
sia. Demikian perjuangan di Jakarta dibantu oleh
paman Ibunya RUMY, bernama Sumarsono sampai
terbitlah SK saya pada tanggal 4 Mei 1983, masa bakti
4 tahun dan 2 bulan, selaku Kapten Purnawirawan al.
No. Skep/1150/V/8g mulai 1 April 1979. pokok gaji Rp.
24.000,- No, Pembayaran 145402/2511 dengan alamat
jalan TERI No. 81 Tanjong Priuk, Jakarta Utara,
selanjutnya pembayaran tiap bulannya Rp. 86.000 saat
ini/1988. Barulah Karaeng Galesong menetap di Ujung
Pandang/Mangngasa Desa Katangka Kecamatan
Somba Opu Gowa, karena rumah saya beli dari anak
piarayaan ROTENSULU suami Sarifatima Dg. Sompa
anaknya Dg. Ngugi di Kampong Talisea, Barangmamase,
dan pekarangannya saya beli dari H. INDARA DG.
‘TAYANG eks. Kepala Distrik Mangngasa~GOWA, maka
dengan rakhmat ALLAH SWT.
Menerima Penghargaan
Atas perjuangan dan pengabdiannya, Daeng
Mama’dja selaku Karaeng Galesong memperoleh
penghargaan Pemerintah dari hasil perjuangan :
1. Dianugrahi Tanda Jasa Bintang Gerilya, selaku
Pahlawan Kemerdekaan R.i.
2. Setya Lencana : GOM (Gerakan Operasi Militer) I,
IE dan Hil dan penghargaan lainnya.
Kesyukuran pula atas Karuniya ILAHI Surat
Keputusan Pemerintah Cq, Menteri Dalam Negeri No.
Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 1214Aminuddin Salledkk
UP30/67/31-4351. Jakarta 29 - 6 — 1968 selaku kepala
Kecamatan Galesong Daerah Tingkat [1 Takalar Gol.
l/c bebas tugas pensiun sebagai pegawai Negara
mulai Juli 1968. Demikian adanya Karaeng Galesong
menjadi anggota Panitia Pemilihan Umum Dati IT
Takalar maka sampai Pemilu tahun 1973 dapat
dimufakati oleh para Partai Organisasi di DATI II
Takalar, mencalonkan saya selaku Calon tunggal dari
Unsur Angkatan “45” menjadi ketua D.P.R.D.
Oleh karena sepanjang analisa dan pengertian
saya adanya niyat suci perjuangan “45” dengan resmi
pula diketahui Dunia Politik bahwa Sulawesi Selatan
menelan Korban 40.000, di dalam Revolusi Fisik
Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dimana keadaan
masyarakat di Desa-desa masih sangat terasa jiwa
Karaeng Galesong terganggu/tidak tenang
melaksanakan tugas di dalam kewajiban mengabdi
Amanat Penderitaan Rakyat. Apa yang menyebabkan
karena rohani dan Jasmani bertentangan (Konfrontasi)
Wewenang sebagai Ketua Dewan tak dapat disalurkan
sebagai mana harusnya, karena nyata-~nyatanya masib
dibawah Komando Bupati Kepala Daerah yang
menonjol harus dilaksanakan.
Demikian maka Karaeng Galesong lari ke
Jakarta / memisahkan diri dari masyarakat Takalar.
Olehnya ini maka Sdr. Halollah’ Adam Pimpinan $.M.
P yang terdaftar dalam susunan nomor pencalonan
mengisi/diunjuk menduduki ke Ketua-an tahun/
periode 1973-1978. :
122 Sejarah, Budays & Kepemimpinanez7E ueuiduywaday ge edepng yesefas
affounpy Buava fay yoo unsnep pn uD,
supe
Gane) 9664
~ 066: apopied Buosaep Suoemy yaseutie, Suelo Lt
qyedepiay awpeyey wayednqey sp/aayednqey €z/uejepg
“PS quinps UVATOD wyeseneg NVMAC UeyAUEped
Suepueg Banfn yy aMNLoNpO Ip ydurazi0q
066t Joxepy Tz [eBBa0j eped wep wederg eduey uEIayA
sningued Savio eur uep ‘edes upedey ‘yy aBIZIE4,
unySaj vagousy ueesieySued epuey aeyyeuaduont
‘aN Uyppnfey, ‘siq nedng eynd ny weyedurasay
‘owoy “8q Suos8uey srydy1 “Sueg Aung
UeyeSuped ueyepeIp Hedng iojuEy UEUE[EY IP 0661
Ueniqog gz [eB8ue, eped eyeur ‘aesnmBusdoy unye;
qnnd-ynindieq ‘snzoueur sna} aezEpeey YOIO
Buosspep Al SupuTy enjoy
deysueram Lg6r pup] essary “TepEyey, Suwqey ues979A,
ange] Wep AVATOD Wed I eMey “Sb, uBAsoy
yeyeseted WORay ‘Te UePNpNp rp mnqasza} jsesyHEZIo
BBequIe] eBay BRU ‘Nea, (Sp, UeRTTY “TEYIOH
Ope] wiujuE [sustaHsIGQ UFequiey edesoqaq BAuepe
uEyye]3yp repeyey, uayedngqey Ip wuorwy YoIO
FONFTZSUOYW M sl[tevousg wseq Juosaley