Anda di halaman 1dari 220
Serial Ill Memaknai Kehidupan & Kearifan Lokal KONSTITUSI Sofaral, Budaya & Kepeninpinan POMSENMISEN (Ketua Mahkamah Konstitusi/Republik Indonesia) = - we Ss ee 5 See LES SEJARAH, BUDAYA& asa aN Saya gembira dan merasa tak salah pilih ketika beberapa waktu yang lalu saya memberi predikat "Desa Konstitusi" kepada desa Galesong, yang oleh Aminudddin Salle | dijadikan sebagai semacam laboratorium bagi kearifan lokal yang harus menasional itu. Desa itu memang telah diperkenalkan oleh Aminudddin kepada masyarakat, termasuk kepada saya, sebagai contch desa kecil tetapi bermakna besar sebagai potret Indonesia. Ibaratnya, desa Galesong merupakan miniatur Indonesia, sedangkan Indonesia merupakan pembesaran dari desa Galesong. Prof Dr H Moh. Mahfud MD Karaeng Tojeng Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia “Orang Bugis-Makassar pembenarannya selalu melalui empat pendekatan dasar yakni kesesuaian dengan nilai- nilai agama, mendahulukan kepentingan orang banyak, »., aturan serta adat dan budaya. Saya menilai empat sifat S »dasar Karaeng Tojeng Karaeng Galesong dahulu yakni cerdas, berari, jujur dan kaya patut menjadi teladan bagi para pemimpin.” Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH.MH.. Gubernur Sulawesi Selatan “Galesong terpilih sebagai Desa Pancasila dan Konstitusi karena daerah ini masih mempertahankan adat istiadat, serta budaya, mulai dari zaman kerajaan hingga era modern. Galesong masih memegang teguh budaya dan =» %8S adat istiadat, hingga kini masih tetap lestari.” Dr. H. Ibarahim Rewa, MM. Bupati Takalar SBN 9786-02-94 3b ~0: I Cao eek ee ee UATE CT kassar, Indonesia 90245 CAEN Telp. 0411-586572 Fax. 0411-580394 LALLA GALESONG DESA PANCASILA & KONSTITUSI Sejarah, Budaya & Kepemimpinan (Serial It Memaknal Kehidupan dan Kearifan Lokal) Aminuddin Salle,dkk GALESONG DESA PANCASILA & KONSTITUS! Sejarah, Budaya & Kepemimpinan (Serial If Memaknai Kehidupan dan Kearifan Lokal) Aminuddin Salte, dik Kata Pengantar Prof Dr H Moh. Mahfud MD Karaeng Tojeng Ketua Mahkamah Konstitus! Republik Indonesia és MAKASSAR Galesong Desa Pancasila & Konstitusi Selarah, Budaya & Kepemimpinan {Serial i Memaknal Kehidupandan Kearlfan Lokal) Penulis Aminuddin Salle AJB Karseng Mamajja Supriadi Hamdat Ahmad Husain fka Farihah Hentihu Editor Suryana Hamid BuyungRomadhon! Deasy Maulana Muh. isnaent Layout Isl: Piter Pratama Desaln Cover: De’Katty Cetakan Pertama, Juni 2012 Diterbitkan oleh: ASPublishing Gedung ASCenter Jalan Masjid Al-ikhias Ill Kaveling V Kompleks Dosen Unhas Tamalanrea Makassar, indonesia 90245 Telp. 0411-586572 Fax.0411-580384 E-mail: aminuddinsalle2@gmail.com Website: www.pena.aminuddinsalle.com Pemasaran on line: http://ascreation.wordpress.com All Right Reserved. Hak Cipta Dilindungl Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh ist buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN : 978-602-9436-03-7 AMINUDDIN: PENIUP TEROMPET KEARIFAN LOKAL UNTUK DAN DI DALAM PANCASILA Pengantar Moh. Mahfud MD Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia jaya sungguh gembira dapat berkenalan dengan Prof, Dr. Aminuddin Salle, seorang maha guru yang sangat kental keperduliannya terhadap kearifan lokal sebagai penguat Pancasila, dasar ideologi negara kita. Salah satu bahaya besar bagi masa depan bangsa dan negara kita adalah penggerusan budaya lokal dari kehidupan nasional kita dalam bentuk hegemoni budaya nasional yang dipaksakan. Hegemoni seperti itu bisa menjauhkan Pancasila sebagai perekat dari kehidupan nyata bangsa Indonesia yang tealitasnya memang multikultur. Itulah sebabnya, kalau kita mau menjaga tegaknya negara berdasar Pancasila maka penghargaan terhadap budaya dan kearifan-kearifannya harus dikuatkan. : Aminuddin Salledkk Kita harus menegaskan bahwa Pancasila itu adalah perekat kita, tetapi harus disertai dengan kesadaran bahwa Pancasila itu pun direkatkan oleh budaya dan kearifan lokal yang sudah dihayati oleh nenek moyang dari berbagai suku dan daerah yang sekarang ini menjadi satu negara yang bernama Indonesia, Ya, Indonesia negara kita ini. Aminuddin Salle adalah salah seorang yang tanpa kenal lelah menunjukkan penting dan indahnya kearifan lokal itu bagi kelangsungan kita sebagai bangsa yang hidup dalam satu negara yang berdaulat. Meskipun perhatiannya terfokus pada nilai-nilai budaya dan kearifan daerah Sulawesi Selatan, kbususnya Gowa, tetapi nilai-nilai yang disebarluaskannya adalah nilai-nilai yang lintas kultural sehingga selalu punya relevansi dengan Pancasila. “Pancasila adalah fitrah bangsa Indonesia”, demikian saya sering mengungkapkan dalam berbagai kesempatan. Setiap manusia mempunyai fitrah, setiap bangsa juga mempunyai fitrahnya sendiri. Fitrah dalam agama biasanya diartikan sebagai asal kejadian yang suci, Asal kejadian yang suci dan penuh kebajikan itu menurut agama adalah “al dien” seperti difirmankan oleh Allah, “Hadapkanlah wajahmu ke agama yang lurus (yaitu agama) yang merupakan fitrah dari Allah...” Fitrah adalah asal kejadian manusia yang penuh kebaikan dan keluhuran. Manusia itu mempunyai fitrah keserbaikan sehingga fitrah manusia disebut vi Galesong Desa Pancasila & Konstituei sebagai kesucian. Itulah sebabnya kita menganl istilah idul fitri yang berarti kembali ke kesucian. Manusia yang dalam perjalanan hidupnya terpaksa melenceng dan melakukan kesalahan-kesalahan karena kaleh terhadap hawa nafsunya, kalau selesai melakukan ibadah ramadhan biasanya diajak beridul fitri atau Kembali ke kesucian sesuai dengan fitrahnya. Kalau kita mau kembali ke fitrah sebagai bangsa maka artinya tak lain kembali hidup dengan Pancasila dan segala kearifan lokalnya. Pancasila merupakan fitrah atau asal kejadian dan kesucian bangsa Indonesia, artinya Pancasila tak bisa dipisahkan dari bangsa Indonesia. Dengan kata lain, secara politis, bangsa Indonesia ada karena ada Pancasila dan Pancasila ada karena ada bangsa Indonesia. Pengertian yang seperti ini bisa diambil misalnya dari pernyataan salah seorang penggali dan perumus Pancasila, Soekarno, yang pernah mengemukakan bahwa Pancasila digali dan dibangun atau dikristalisasikan dari budaya bangsa Indonesia yang telah tumbub sejak berabad-abad yang lampau. Jauh sebelum ada peresmian nama bangsa Indonesia dan sebelum ada penggunaan secara resini istilah Pancasila, nenek moyang kita sudah percaya pada adanya kekuasaan abadi yang menjadi sebab dari semua sebab dan awal dari semua awal, bahkan juga akhir dari segala akhir yaitu kekuasaan Tuhan. Sejak dulu kala nenek moyang kita sudah beragama menurat keyakinannya masing-masing sehingga lahirlah sila vit Aminuddin Salle,dkk “Ketuhanan yang Maha Esa”, Sila ini menegaskan bahsa negara yang dibangun oleh bangsa Indonesia bukan negara agama melainkan negara yang masyarakatnya beragama. Nenek moyang kita juga sudah hidup dengan saling menghormati martabat antar sesama manusia di seluruh jagat sebingga lahirlah sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Ini pun kemudian didukung juga oleh fakta bahwa mereka merasa harus bersatu agar bisa saling melindungi setiap orang dalam melaksnakan ibadah sesuai dengan agamanya dan bisa saling melindungi derajat manusia secara adil dan beradab. Kesadaran untuk bersatu agar bisa saling mendukung dan bersama secara gotong inilah yang ketika Indonesia lahir dijadikan sila ketiga, “Persatuan Indonesia.” Nenek moyang kita juga menyadari bahwa di antara berbagai ikatan primordial seperti agama, suku, daerah kerapkali mempunyai perbedaan-perbedaan kehendak yang harus disinkronkan dalam dan untuk kebidupan bersama. Tak boleblah pimpinan berjalan sendiri tanpa mendengar orang-orang yang dipimpinnya, tak bolehlah yang kuat melakukan sesuatu yang punya konsekuensi terhadap orang-orang lain tanpa meminta pendapat orang-orang lain itu. Itulah sebabnya muncul kebiasaan musyawah yang berintikan membangun saling pemahaman. Musayawarah antar warga itu tidak bisa dilakukan secara menang-menangan seperti yang dikenal dalam vili Galesong Desa Pancasila & Konstitusi tradisi demokrasi liberal melainkan dilakukan dengan yang kemudian menjadi sila keempat dari Pancasila yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Persatuan Indonesia adalah kunci dari kelangsungan bangsa dan negara Indonesia. Kita bersepakat akan bersatu dalam keberagaman agama, bersatu menjaga martabat manusia secara adil dan beradab, bersatu untuk membangun Indonesia melalui permusyawaratan yang penuh hikmah kebijaksanaan agar Indonesia berdiri tegak sebagai negara yang berdaulat. Kebersatuan sebagai inti dari perlunya Pancasila (sebagai perekat atau pemersatu) itu akan hancur berantakan manakala tidak ada keadilan di antara para warganya. Itu pun disadari dan dihayati oleh nenek moyang kita sebingga tidaklah sulit bagi Bung Karno dan kawan-kawan untuk mengkristali- sasikannya dengan rumusan sila kelima, “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikianlah tampak jelas bahwa Pancasila itu merupakan abstraksi menyeluruh atau kristalisasi yang lengkap dari nilai-nilai budaya bangsa yang sudab disadari dan dihayati oleh nenek moyang kita. Oleh sebab itu kelangsungan negara dan bangsa Indonesia hanya dapat dijamin oleh tegaknya Pancasila dengan seluruh nilai-nilai yang mendasarinya yakni budaya bangsa yang sudah hidup dan berkembang dinamis selama berabad-abad. Tentu saja aktuliasasinya ix Aminuddin Salledkk tidaklah statis melainkan dinamis dalam arti bahwa nilai-nilai dasarnya yang luhur dan adiluhung tidak berubah hanya karena perubaban waktu tempat atau lingkupnya sebagai bangsa. Budaya bangsa yang dikristalisasikan menjadi Pancasila itu tentulah merupakan pertemuan nilai-nilai budaya dari berbagai ikatan primordial yang juga merupakan fitrah dari bangsa kita. Asal usul (fitrah) bangsa kita itu memang berbeda-beda ikatan primordialnya sehingga budayanya juga mempunyai spesifikasinya masing-masing. Irulah sebabnya sila keempat Pancasila menyebut kata-kata “dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan” sehingga perbedaan-perbedaan yang berakar dari sub budaya setiap ikatan primordial itu tak boleh ditiadakan dan tak boleh saling meniadakan. Hal-hal yang nilai dan bentuknya bisa sekaligus disatukan dapat disepakati secara nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan atau kebiajakan negara. Tetapi hal-hal yang tampilannya ~ tak bisa disatukan maka yang diambil adalah nilai dasarnya. Di sinilah terletak salah satu arti penting “kearifan lokal.” Kita yakin bahwa nilai dasar setiap budaya lokal itu sejalan dengan nilai-nilai yang diabstraksikan di dalam rumusan Pancasila. Seperti saya kemukakan di atas, Aminudddin Salle merupakan salah seorang yang gigih menjelaskan ‘budaya dan kearifan lokal yang perlu dihidupkan dalam praktik kita berbangsa dan bernegara berdasar Pancasila ini. Pancasila melindungi kearifan lokal, Galeaong Desa Pancasila & Konstitusi kearifan lokal memperkokoh penghayatan Pancasila, Kearifan lokal yang mana? Tentu kearifan semua lokal yang berjejer-jejer di Indonesia. Nilai dasar budaya dari _ jejeran-jejeran ikatan primordial itu adalah sama, yang berbeda tampilan bentuk dan nilai-nilai instrumentalnya. Oleh sebab itu tak boleh dipertentangkan melainkan harus diharmoniskan. Ttulah yang disuarakan oleh Aminudddin Salle di dalam bukunya yang berjudul “Galesong: Desa Pancasila dan Konstitusi” ini. Sebelum ini Aminuddin telah banyak menulis tentang hal yang sama dengan materi yang beragam sehingga nilai budaya dan kearifan lokal dipotretnya dari berbagai aspek. Saya telah membaca bukunya yang telah terbit lebih dulu pada bulan Juli 2011 yakni buku yang berjudul “Memaknai Kehidupan dan Kearifan Lokal.” Buku ini dan tulisan-tulisan Aminudddin sebelumnya mempunyai satu nafas ajakan, “maknailah hidup bernegara ini dengan kearifan lokal’, jangan ada hegemoni budaya yang dilebihtinggikan dan dijadikan penggerus budaya dan kearifan lokal, sebab kearifan- kearifan loka! itu mempunyai nilai dasar yang sama sehingga bisa menguatkan kebhinnekaan kita di bawah satu dasar ideologi negara, Pancasila. Saya gembira dan merasa tak salah pilih ketike beberapa waktu yang lalu saya memberi predikat “Desa Konstitusi” kepada desa Galesong, yang oleh Aminudddin Salle dijadikan sebagai semacam laboratorium bagi kearifan lokal yang harus xi Aminuddin Saliedkk menasional itu. Desa itu memarig telah diperkenalkan oleh Aminudddin kepada masyarakat, termasuk kepada saya, sebagai contoh desa kecil tetapi bermakna besar sebagai potret Indonesia. Tbaratnya, desa Galesong merupakan miniatur Indonesia, sedangkan Indonesia merupakan pembesaran dari desa Galesong. Maka itu saya senang juga diberi kesempatan turut mengantarkan kehadiran buku karya terbaru Aminuddin yang berjudul “Galesong: Desa Pancasila dan Konstitusi” ini ke tengah-tengah masyaraket. Insya Allah buku ini memberi manfaat besar bagi upaya penguatan kesadaran kita hidup berbangsa dan bernegara berdasar Pancasila. Jakarta, 5 Juni 2012 xif KATA PENGANTAR thamdulillah, berkat RakhmatNya jualah sehingga Buku Tentang GALESONG, DESA *ANCASILA & KONSTITUSI telah selesai. Buku itu terdiri atas 5 (lima) bagian besar yang ditulis masing-masing oleh Aminuddin Salle, AJB Karaeng Mamajja, Supriadi Hamdat, Achmad Husain dan Ika Farihah Hentihu, dilengkapi dengan beberapa foto dokumentasi. Selain itu terdapat beberapa dokumentasi tertulis yang telah dikumpulkan sejak beberapa tahun terakhir ini yang telah diolah oleb editor. Bagian Pertama buku ini melukiskan secara heroik perjuangan 1 Manindori Karaeng Tojeng Karaeng Galesong dalam meneruskan perjuangannya melawan Belanda ke Tanah Jawa, sekaligus membuktikan perjuanagn beliau dalam menegakkan harga diri sebagai pejuang Makassar. Pada bagian kedua, adalah biografi yang ditulis sendiri oleh AJB Karaeng Mamajja, Karaeng Galesong XVII. Hal ini kami pandang penting karena beliau adalah salah satu Karaeng Galesong yang sangat gigih berjuang, melanjutkan perjuangan melawan Belanda, tanpa terpengaruh oleh keadaan sekitar yang terkontaminasi oleh pengaruh Belanda. Setelah xiii Aminuddin Salledkk kemerdekaan beliau mengisinya dengan tetap berusaha menjaga eksistensi Galesong ditengah-tengah terpaan segala macam rintangan. Pada bagian ketiga adalah beberapa tulisan tentang budaya Galesong yang tetap lestari karena masih tetap dijaga secara utuh oleh warganya. Pada bagian keempat, adalah tulisan tentang relevansi kepemimpinan Karaeng Galesong dengan perkembangan terkini. Ternyata pola kepemimpinan “assulapak appak’ telah diacu oleh berbagai pakar dan dijadikan rujukan sebagai pola kepemimpinan masa kini dan masa depan. Pada bagian kelima latar belakang kepemimpinan Prof Mahfud yang relevan dengan kepemimpinan “assulapak appak". Beliau merupakan jembatan yang Insya Allah akan mempertemukan antara Karaeng Tojeng masa lampau dan Karaeng Tojeng masa depan, sehingga sudah sangat tepat kalau beliau mendapat anugerah Karaeng Tojeng. Apalagi dengan prakarsa beliau menjadikan Galesong Kabupaten Takalar sebagai Desa Pancasila & Konstitusi. Yang tak kalah pentingnya adalah Riwayat Asal Mula Gaukang Karaeng Galesong sebagai simbol “kakaraenganga” yang telah diterjemahkan dari Bahasa Makassar ke dalam Bahasa Indonesia oleh Drs Najamuddin Larigau Daeng Malewa Almarhum, dan beberapa foto dokumentasi. Atas nama Penerbit menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof Moh. Mahfud xiv Galesong Desa Pancasila & Konstitusi MD selaku. Ketua Mahkamah Konstitusi RI atas Pengantar yang diberikan untuk buku ini. Kami, Penerbit ASPublishing merasa berbangga dapat.menerbitkan buku ini dalam rangkaian Ulang Tahun Yayasan Aminuddin Salle (ASFoundation), juga sebagai persembahan kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang telah membantu menumbuh- suburkan “Galesong sebagai Situs Budaya” dengan predikat “Galesong Desa Pancasila dan Konstitusi sekaligus mensponsori sebagian biaya cetak buku ini, sekaligus persembahan kepada seluruh masyarakat Galesong agar dapat tetap menjadi teladan dan pengawal Pancasila dan Konstitusi. Makassar, Mei 2012 Pimpinan Penerbit ASPublishing Aminuddin Salle DAFTAR ISI Pengantar Prof Dr Moh Mahfud MD --- v Kata Pengantar -— xiii Daftar Isi —~ xvi BAGIAN SATU KARAENG GALESONG: SANG PEJUANG AGUNG -~- 1 1, Laskar Makassar di Tanah Jawa ~~ 3 2. Perjuangan Menegakkan Harga Diri ~~ 25 BAGIAN DUA BIOGRAFI PERJUANGAN ABI JADJI BOSTAN DAENG MEMA’DJA. (KARAENG GALESONG XVII) --- 45 1. Biografi Perjuangan Karaeng Galesong XVII ~~ 47 2. Mengenang Karaeng Galesong ~~ 124 BAGIAN TIGA MELESTARIKAN GAUKANG KARAENG GALESONG --- 131 1, Melestarikan Gaukang sebagai Sarana Sosial --- 133 2, Galesong, pada Sebuah Upacara Adat — 147 3. Berwisata Sejarah di Galesong ~- 151 BAGIAN EMPAT RELEVANSI KEPEMIMPINAN KARAENG GALESONG---157 BAGIAN KELIMA PENGANUGERAHAN GELAR KARAENG TOJENG KEPADA PROF DR MAHFUD MD -- 181 1, Penganugerahan Gelar Karaeng Tojeng --- 183 2, Galesong sebagai Desa Pancasila dan Konstitusi— 192 Daftar Kepustakaan --- 195 Lampiran-lampiran ~~ 198 Biodata Penulis -- 205 xvi BAGIAN SATU KARAENG GALESONG: SANG PEJUANG AGUNG Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Laskar Makassar bi TanaH JAWA Perjuangan Karaeng Galesong sebagai Perlawanan Hi Alchi *) Ahmad Husain Pendahuluan Makassar dalam Kuasa Kompeni Perang Makassar dinilai adalah perang tradisional paling besar dalam sejarah, di Eropa sendiri tidak pernah terjadi perang sesengit tersebut. Saat armada Belanda dan Aru Palakka berhasil menguasai Buton, pertahanan kerajaan Gowa mulai melemah, Karaeng Bontomarannu yang berjuang mempertahankan Buton kembali ke Makassar dan bertugas memperkuat benteng Galesong. Galesong merupakan daerah penting bagi kerajaan Gowa, di sana para prajurit angkatan laut Gowa dididik menjadi kesatria, Dan dalam kondisi perang, benteng Galesong harus terus bertahan menggagalkan serangan musuh. Kekalahan di benteng Galesong berarti musuh akan semakin dekat dengan benteng Somba Opu, walaupun masih ada pertahanan di Barombong. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 3 Aminuddin Salledkk Pada tanggal 19 Agustus 1667, benteng Galesong mendapatkan serangan dari laut, Speelman memimpin langsung serangan tersebut dan berhasil memukul mundur para pasukan Gowa yang mempertahankan benteng Galesong, para pasukan Gowa mundur dan mempertahankan benteng Barombong, disinilah terjadi pertarungan sengit antara kedua belah pihak. Speelman dan Aru Palakka kewalahan sehingga harus meminta bantuan dari Batavia. Tapi sebelum bantuan datang dari Batavia, lima buah kapal perang di bawah pimpinan Piere Dupon berhasil membobol benteng pertahanan di Barombong. Kondisi peperangan yang kian melemahkan kerajaan Gowa membuat kedua belah pihak berunding untuk suatu perjanjian. Pada hari Jum’at, 18 November 1667, tercapailah suatu perjanjian perdamaian antara pihak Belanda dan pihak Kerajaan Gowa-Tallo di suatu tempat dekat Barombong yang dinamakan Bungaya. Perjanjian yang disepakati dinamakan Cappaya ri Bongaya, orang-orang Belanda menamakannya Het Bongaisch Verdrag. Perjanjian Bongaya menjadi akhir dari peperangan besar antara Kerajan Gowa-Tallo dan Belanda, namun setelah penandatanganan perjanjian itu, banyak diantara tokoh kerajaan Gowa-Tallo yang menolak untuk tunduk, salah satu diantaranya adalah mangkubumi kerajaan Gowa-Tallo sendiri, Karaeng Karunrung. Barulah pada tanggal 27 Juni 1669, setelah ditandatangani perjanjian baru, perlawanan~ 4 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi perlawanan terhadap Belanda mulai hilang, dalam perjanjian tersebut karaeng Karunrung juga ikut serta membubuhi tanda tangannya. Hilangnya perlawanan terhadap Belanda di Makassar tidak berarti bahwa pejuang Makassar tidak bersemangat lagi melakukan perlawanan. Ratusan armada berangkat dari Galesong menuju Jawa untuk meneruskan perlawanan terhadap Belanda. Salah satu armada besar yang bertolak ke Banten adalah Laskar Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Bontomarannu, ia pernah berkuasa di Buton, walaupun akhirnya tidak berhasil mempertahankan daerah ini. Para Perantau Keberangkatan Karaeng Bontomarannu dengan tujuan Banten adalah usaha untuk melanjutkan perlawanan terhadap Belanda yang dinilai serakah. Saat itu, Banten merupakan sasaran kedua Belanda setelab menguasai Makassar. Banten yang bertetangga dengan Batavia, pusat pemerintahan Kompeni di Nusantara, dianggap sebagai tetangga yang mengancam keamanan dan harus ditaklukkan. Selain itu, Hubungan antara kerajaan Gowa-Tallo dan kesultanan Banten telah terjalin lama dan kuat, tiwayat mengisahkan bahwa Syekh Yusuf pernah tinggal di Banten untuk beberapa lama dan menjalankan dakwah Islam sebelum ke Mekkah untuk melaksanakan haji dan memperdalam ilmu agama. Adanya hubungan inilah yang memudahkan orang- orang Makassar datang ke sana. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan § Aminuddin Salledkk Laskar lain yang bertolak ke Jawa adalah armada yang dipimpin oleh Karaeng Galesong, nama aslinya I Manindori Kare Tojeng, putra Sultan Hasanuddin dari istri keempatnya, I Mammi Daeng Sangnging Lo'mo Tobo yang berasal dari Majannang. Ja lahir pada tanggal 29 Maret 1655. Sebelum hadir di Jawa (Timur), Karaeng Galesong sebelumnya berada di Bima, sesuai dengan catatan Belanda, Dia melakukan berbagai penjarahan di sana. Tokoh yang satu ini memegang peranan penting dalam perjuangan orang Makassar bertahan hidup dan melawan Belanda di Jawa. De Graff menuliskan bahwa kepergian Karaeng Galesong dari Makassar karena adanya silang pendapat antara pihak kerajaan Gowa-Tallo yang dipimpin oleh ayabnya Sendiri dan Speelman dari Pihak Belanda. I Manindori Kare Tojeng yang awalnya diangkat sebagai Raja di Galesong tidak diakui oleh Belanda, dan setelah perjanjian Bongaya, Speelman menunjuk Daeng Malewa sebagai pemimpin di sana, yang mendasari pengangkatan Daeng Malewa sebagai pemimpin di daerah itu, karena ayah, kakek dan nenek moyangnya telah berkuasa di sana sebelum Raja Gowa. Kondisi politik seperti ini dianggap sebagai pendorong kepergian Karaeng Galesong meninggalkan daerahnya. Selain kondisi tersebut di atas, semangat perlawanan terhadap Belanda juga banyak disebutkan menjadi salah satu pendorong Karaeng Galesong untuk meninggaikan Makassar untuk terus bertarung dengan Belanda. Karaeng Galesong membawa ratusan armada 6 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galeaong Desa Pancasila & Konstitusi (Kapal), ikut dalam rombongnya, Karaeng Tallo yang meninggal di Bima pada 16 Juni 1673. Dalam hal jumlah armada atau pasukan, terjadi banyak perbedaan, De Graff tidak menyebutkan jumlah pasukan perang yang bertolak dari Galesong ke Bima. Pemberontaran atau penjarahan yang dilakukan pasukan Karaeng Galesong di Bima sepertinya kurang benar, kerajaan Bima sendiri merupakan sahabat kerajaan Gowa, bahkan dalam sebuah sumber menyebutkan bahwa Sultan Abil Khair Sirajuddin (Wafat 1682) yang menikah dengan saudara sultan Hasanuddin yang bernama Karaeng Bonto Je’ne. M. Hilir Ismail menyebutkan bahwa dalam perjuangan meruntuhkan kerajaan Mataram, Sultan Abil Khair Sirajuddin ikut membante dan berada di pihat Pasukan Makassar, hanya saja M. Hilir Ismail menyebutkan bahwa Sultan Abil Khair Sirajuddin bersama dengan Karaeng Bontomarannu. Berita Keberadaan dan pemberontakan yang dilakukan oleh Karaeng Galesong di Bima, membuat Kompeni yang berkedudukan di Batavia mengalihkan perhatiannya ke sini. Sehingga Banten yang terancam akan diserang oleh Belanda dapat bernafas. Di Banten sendiri, aktifitas pasukan Makassar mulai memberatkan Sultan, hingga akhirnya mereka digunakan sebagai pekerja untuk membuat parit pertahanan. Namun lama kelamaan, Banten yang belum juga mendapatkan serangan dari Belanda, kebingungan sendiri bagaimana mengurusi tamu-tamu mereka. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 7 Aminuddin Salledkk Hingga banyaknya pertikaian yang terjadi antara orang Makassar dan Sultan, Laskar Makassar yang dipimpin Karaeng Bontomarannu meninggalkan daerah ini bertolak ke Timur. Pada September 1674, Karaeng Bontomarannu tiba di Jepara dan berniat untuk memohon izin untuk mendapatkan tempat tinggal dan hidup dengan aman kepada Sunan (Susuhunan Amangkurat I), namun saat bertemu dengan Sri Baginda, permohonan tersebut di tolak mentah-mentah. Respon penolakan dari Amangkutat I ini berbeda dengan Putra Mahkotanya, Adipati Anom. Putra mahkota yang sebelumnya telah berkomplot dengan Trunajaya untuk menjatuhkan Ayahnya dari puncak kekuasaanya, malah memberikan tempat bagi Kareng Bontomarannu dan 6000 pasukannya di daerah timur Jawa. Akhirnya, Karaeng Bontomarannu menetap di Demung (sekarang Besuki), Laskar Makassar di Demung Dari Jepara, Kompeni mendapatkan informasi pada tanggal 15 September 1674, bahwa Karaeng Galesong merencanakan serangan kedua untuk Bima. Kompeni yang telah memfokuskan perhatiannya pada gerak-gerik pasukan Makassar di Bima, dari berbagai informasi yang mereka dapat, orang-orang Makassar berencana merebut Bima, Karaeng Galesong akan menjadi Raja di Bima, sementara menantunya (?) 8 Selarah, Budaysa & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi akan menjadi Raja di Dompu, adapun Karaeng Bontomarannu akan menjadi kepala pemerintahan dari dua kerajaan itu. Namun ketakutan Kompeni ini tidak terbukti, pada bulan April 1674, Karaeng Galesong telah berada di Jawa Timur, Pihak kompeni baru mengetahui hal ini di akhir tahun 1675. De Graff dalam bukunya seperti kebingungan dengan penulisan tanggal sehingga ada peristiwa yang sulit untuk dirunutkan. Misalnya soal kedatangan Karaeng Galesong ke Jawa Timur dan pengiriman satuan oleh kompeni ke Bima untuk menghukum orang-orang Makassar di sana. Atau data kedatangan karaeng Galesong ke Jawa Timur yang menyebutkan akhir tahun 1675, padahal karaeng Galesong telah berperang menaklukkan Gersik di tahun 1675. Pada tanggal 30 April 1675, sepucuk surat dari Jepara menyebutkan peperangan Karaeng Galesong untuk merebut Gersik dan Surabaya. Karaeng Galesong dan Trunajaya Pertemuan pertama antara Karaeng Galesong dan Trunajaya terjadi dalam tahun 1675. Saat itu Trunajaya mendatangi Karaeng Galesong untuk membantunya meruntuhkan kekuasaan Mataram. Untuk menjalin hubungan yang lebih erat, Trunajaya memberikan kemanakannya untuk menjadi istri Karaeng Galesong dengan syarat agar ia merebut Surabaya dan Gersik. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 9 Aminuddin Salledkk Pernikahan ini diperkirakan terjadi tahun 1675 atau 1676, anak pertama karaeng Galesong yang lahir di bulan Januari 1677 memungkinkan pernikahan mereka terjadi pada akbir tahun 1675. Dengan semakin kuatnya pangkalan di Demung dan adanya bantuan dari Madura, pangkalan~ pangkalan penting di Jawa Timur berhasil direbut: Pasuruan, Pajarakan, Gombong, dan Gerongan. Peperangan merebut keempat pelabuhan tersebut berlangsung sengit, Karaeng Mamar (Mamut?) tewas dibunuh oleh putra kiyai Darmayuda saat berusaha mempertahankan Pasuruan. Setelah berhasil merebut keempat pelabuhan ini, pasuken Makassar merencanakan menyerang daerah Utara dan Barat Surabaya. Daerah yang diserang pertama kali adalah Gersik, berbeda dengan hasil peperangan pertama merebut daerah ini, laskar Makassar berhasil merebut dan membakarnya, disebutkan para panglima perang yang turut serta menghantam Gersik: Karaeng Galesong, Karaeng Bontomarannu, Karaeng Panarangan, Daeng Mammangung, Daeng Manggappa, Daeng Lomo Tibon. Setelah Gersik, Surabaya juge berhasil mereka bakar. Peperangan merebut Surabaya lebih mudah dikarenakan banyaknya orang yang sudah melarikan diri setelah mendengar kabar bahwa gersik telah jatuh ke tangan orang-orang Makassar. Akibat yang timbul dari kemenangan-kemenangan pasukan Makassar ini terasa 10 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstituai hingga ke Jepara, orang-orang kebingungan dan banyak orang yang mulai mengemas harta benda mereka. Sebelum pertemuan dengan Karaeng Galesong, Trunajaya sendiri telah membangun persekongkolan dengan Adipati Anom, putra mahkota kerajaan Mataram sekitar tahun 1671 atau 1672, Persekongkolan inilah yang mengantar Trunojoyo menguasai Madura melanjutkan kembalu tahta ayahnya, Cakraningrat I yang sempat diambil alih oleh paman Tranojoyo. Cakraningrat 11, sepeninggal ayahnya. Namun status Madura sejak kepemimpinan ayahnya memang beradi di bawah pemerintahan erajaan Mataram, bahkan Cakraningrat 1 sendiri lebih sering tinggal di Mataram dibandingkan di Madura, Trunajaya pun sering disebutkan bahwa dia dibesarkan dalam lingkungan istana. Jawa dan Belanda Melawan Pasukan Makassar Informasi bahwa armada Belanda yang hendak membasmi kekuatan Makassar mulanya terdengar menggembirakan bagi masyarakat Jawa. Namun banyak juga yang meragukan dan curiga atas hal ini. Mereka berfikir bahwa bantuan dari kompeni jelas mengharapkan kompensasi. Namun, bantuan tersebut adalah permintaan Sunan sediri melalui Wiraatmaka, kepala daerah Jepara yang akhirnya digantikan oleh Ngabei Wangsadipa. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan a2 Aminuddin Salledkk Di bulan April 1676, armada belanda diiringi oleh pasukan Mataram berangkat menghadapi Pasukan Makassar, namun tak banyak hasil yang diraihnya. Pasukan Makassar malah berhasil merebut Tuban dan Sidayu. Hal ini membuat Sunan marah dan menyuruh semua orang Belanda pergi dan membawa barangnya. Kecurigaan terhadap bantuan Belanda untuk Jawa semakin memanas, mereka menganggap bahwa jatuhnya Tuban dan Sidayu akibat adanya persekong- kolan antara Belanda dan Makassar. Di pertengahan bulan April, para perwakilan Jawa datang dan meminta agar Loji Belanda dihancurkan, mereka takut jangan sampai Belanda balik melukai mereka. Namun setelah berbagai perundingan, Couper yang mewakili pemerintah kompeni menegaskan bahwa iktikad mereka baik. Di beberapa perang lain yang lebih besar, keterlibatan Belanda dalam penumpasan kekuatan pasukan Makassar dicurigai mengandung suatu kepentingan, banyak kalangan kerajaan yang utamanya adalah kesatria perang yang meragukan bantuan Belanda. Adanya ketidak pereayaan ini membuat kubu pertahanan Mataram kian melemah, walaupun mendapatkan bantuan dari Belanda. Sebanyak 1000 orang Numbakanyar dan beberapa prajurit Panumping ikut serta pada ekspedisi Panji Karsula untuk memberantas pemberontakan orang- orang Makassar. Armada Mataram ini dikawal oleh 3 42 Sejarah, Sudaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi panglima perang yang handal, Anggajaya memimpin sayap kiri, Darmayuda sayap kana, dan Panji Karsula sendiri memimpin di tengah Gumlah pasukan 1000 orang menurut serat khanda), Melalui Japan (Mojokerto), mereka Tiba di Demung, disini 2000 orang Makassar berada di dalam benteng. Saat pasukan Mataram sudah mulai dekat, Karaeng Galesong membakar semangat pasukannya. Prajurit Makassar yang pantang menyerah, melawan dengan gigih, mempertahankan benteng mereka dengan komando Karaeng Galesong. Setelah pertarungan hebat terjadi, Karaeng Galesong menarik mundur pasukannya, masuk ke dalam hutan. Sementara orang-orang mataram, tanpa mengindahkan peringatan Panji Karsula, menjarah benteng habis- habisan dan beristirahat seenaknya saja tanpa memperhatikan pertahanan. Malam hari, Karaeng Galesong kembali membakar semangat tempur pasukannya, mereka menyerang prajurit Mataram yang berkema di area terbuka. Mereka mengamuk berteriak sambil menebas batang tubub orang mataram yang sedang lengah. Para pasukan mataram kaget dan kecar-kacir, perkemahan mereka terbakar. Panji Karsula berhasil lolos dan kembali ke Japan, disana ia menderita sakit yang parah kemudian meninggal. Darmayuda menyerah bersama banyak bupati di daerah timur. Tewasnya Panji Karsula membuat Mataram semakin geram dan mengirimkan pasukan, kali ini Sejacah, Budaya & Kepemimpinan 13 Aminuddin Salledkk pasukan Mataram bersama armada Belanda melakukan penyerangan ke Panarukan melalui jalur laut. Pasukan mataram dalam penyerangan itu dipimpin oleh Raden Prawirataruna, mereka turun ke darat dan disambut dengan ganas oleh pasukan Makasaar yang telah berjaga~jaga, pertarungan sengit terjadi, keluarga Raden Prawirataruna meninggal sementara dirinya terluka parah. Dari laut, orang- orang Belanda, Ambon, dan Ternate menghujani pasukan Makassar dengan tembakan, banyak yang. tewas, sisanya mundur ke titik pertahanan mereka. Pertempulan selanjutnya terjadi di Paiton. Atas saran bupati Suramenggala, pasukan mataram mendarat di Paiton, mereka meninggalkan kapal di pantai. Mendengar keberadaan pasukan mataram disini, prajurit Makassar segera berdatangan dengan perahu jukung kecil, dan tanpa berlagak mencurigakan, membakar kapal-kapal mereka yang sandar, sementara air laut sedang surut. Pertarungan fisik terjadi di darat. Orang-orang Jawa mempertahankan nyawa mereka dengan senjata seadanya, diantara mereka banyak yang melarikan diri. Sementara itu pemimpin pasukan, Suramenggala dan Surawangsa tetap memberikan perlawanan yang gigih. Kapal-kapal mancanegari segera mendatangi perahu yang terbakar dan berusaha memadamkan api, mereka menampung pasukan yang mulai tersedak oleh orang Makassar. Diatas kapal, diadakan musyawarah kecil dan diputuskan untuk kembali ke Jepara melalui 14 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi Surabaya, mereka tidak berani untuk kembali ke Mataram dengan kekalahan yang mereka alami. Begitulah peperangan demi peperangan terjadi hingga Agustus 1676. Di bulan ini, Karaeng Galesong bertolak ke Madura dari Panarukan, walaupun dicegat oleh blokade Belanda di depan Panarukan, dia berhasil lolos bersama 80 kapal lainnya. Di Madura pada bulan Agustus 1676, Trunojoyo mengumumkan bahwa namanya adalah raja atau Panembahan Maduretna. Hampir bersamaan dengan itu, Karaeng Galesong menggunakan gelar Adipati Anom. Kedua kekuatan ini semakin besar, mereka mulai membangun rencana untuk menghantam Mataram. Pertempuran di Gegodog Kekalahan demi kekalahan yang dialami oleh Mataram, memaksa sunan mengirimkan bala tentara dalam jumlah besar untuk menghancurkan kekuatan para laskar Makassar di Demung, sebanyak dua per tiga pasukan Mataram ini dipimpin langsung oleh Adipati Anom, sisanya tetap berjaga-jaga di sekitar istana. Pengiriman pasukan di bawah pimpinan Adipati Anom kurang lancar, hal ini disebabkan oleh keikut- sertaan Pangeran Singasari dalam pasukan tersebut, sehingga pasukan Mataram yang mulai bergerak pada pertengahan Juni 1676. Konvoi pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Purbaya, Pangeran Blitar dan Pangeran Singasari tiba Sejarah, Sudays & Kepemimpinan 1s Aminuddin Salle,dkk di Jepara pada 11 September 1676. Adipati Anom tiba di Jepara dua hari setelah itu. Diberitakan bahwa sebanyak 40.000 tentara akan berbaris menuju Demung melalui Gersik. Namun rencana ini tidak berhasil karena pasukan Makassar dan Madura nantinya menyeberang ke Jawa dan membangun konvoi untuk menyerang Jepara. Di Madura saat itu, Trunajaya dan Karaeng Galesong tidak bersikap menunggu kedatangan lawan, setelah membangun rencana dan menyiapkan kekuatan pasukan gabungan, mereka meninggalkan Madura, penyebarangan ke Jawa dicatat terjadi antara tanggal 15 —- 25 September 1676. Dalam konvoi pasukan ini, pasukan gabungan yang terdiri dari Laskar Makassar yang dipimpin Karaeng Galesong di garis depan, Pasukan Madura di baris kedua, pasukan Jawa dari daerah-daerah yang sebelumnya telah ditakiukkan oleh Karaeng Galesong dan pasukan Melayu. Tentara-tentara Jawa yang ikut dalam kubu Madura berasal dari Jawa bagian timur termasuk Kediri dan daerah pesisir seperti Gersik dan Tuban. Kedua kubu berlawanan ini akhirnya bertemu di Gegodong atau Masahar, peperangan tak dapat dihindari. Awalnya perang berlangsung dari jarak jauh, kedua kubu mengandalkan senjata bedil sehingga kepulan asap mesiu mengaburkan pandangan kedua kubu. Peperangan ini dicatat terjadi pada tanggal 13 Oktober 1676. Di peperangan ini, banyak tokoh-tekoh besar dari kedua beleh pihak (Mataram dan Makassar bersama 16 Sefarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Deea Pancasila & Konatitusi Madura), di Kubu Mataram sendiri, pasukan dipimpin langsung oleh Adipati Anom, dia didampingi oleh jendral perang yang handal, Pangeran Purbaya, Pangeran Singasari, Pangeran Blitar dan Pangeran Sampang. Di Kubu pasukan Madura sendiri dipimpin oleh Mangkuyuda, Dandangwacana dan Wangsaprana, sementara pasukan Makassar dipimpin langsung oleh Karaeng Galesong, Daeng Marewa, dan Daeng Makinei (ug) serta Busung Mernung. Xorban berjatuhan di kubu pasukan Makassar dan Madura, namun karena keberanian menghadapi maut dan prinsip pantang menyerah, mereka memperkuat pertahanan barisan dan kembsli menerjang pasukan Mataram. Keberanian dan kobaran semangat pasukan Makassar dan Madura berdampak tragis di kubu lain. Dalam Babad Tanah Jawi (Meinsma) diceritakan bahwa kondisi pasukan Mataram mengalami keguncangan atas perlawanan sengit lawan mereka, pasukan Mataram yang mulai menyadari kondisi mereka bergerak mundur tanpa perintah, sehingga pasukan lainnya yang tetap bertarung dengan gigih kebingungan dan gugur. Disebutkan juga bahwa kekecutan hati putra mahkota mempengarubi semangat pasukannya. Diantara pembesar Mataram yang tewas di medan pertempuran adalah Kiai Ngabei Wirajaya,Panji Wirabumi dan Kiai Rangga Sidayu. Sementara itu pangeran Purbaya, Pangeran Blitar, Tumenggung Rajamenggala dan Aria Pamot masih bertahan di medan pertempuran. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 47 Aminuddin Salledkk Melihat kondisi pasukan yang mulai tidak terkomando, Pangeran Purbaya dan pasukannya maju ke medan perang dengan semangat yang menggebu- gebu. Perlawanan mereka ditanggapi dengan gagah berani oleh pasukan Makassar dan Madura. Dengan keris Panji di tangan, Banyak pasukan Makassar dan Madura yang gugur di tangan Pangeran Purbaya, selain itu karena kekebalannya dia mengoyak-ngoak pertahanan pasukan lawan, tangannya mengayun menebas dan menusuk tubuh lawan. Semangat pasukan Makassar dan Madura tidak surut di hadapan Pangeran Purbaya yang kian membabi-buta. Mereka terus melawan sehingga kuda yang ditumpangi Pangeran Purbaya jatuh dan pertahanan sang Pangeran melemah, kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pasukan Makassar dan Madura untuk melumpuhkan Pangeran Purbaya, mereka hanya dapat membuat pangeran gagah berani tersebut tidak berdaya, karena kekebalannya, tulang-tulangnya diremukkan. Kegagah beranian Pangeran Purbaya banyak diceritakan ulang di tanah Jawa, keberaniannya itu ditulis dalam kalimat-kalimat sastra yang kuat. Sesaat sebelum pasukan gabungan Makassar dan Madura meremukkan tulangnya, sang Pangeran mengucapkan kata-kata berikut: Kepada tiga orang raja turun- temurun ia telah berbakti, tetapi tidak pernah terjadi seperti sekarang ini; karena banyak yang tewas atau terluka, laki-laki menjadi penakut seperti perempuan. 18 Sejarah Budaya & Kepemimpinan Galesong Deaa Pancasila & Konatitusi Dan sekali lagi pangeran Purbaya mengacungkan keris dan mengamuk dengan sisa kekuatannya. Kondisinya yang parah dilihat oleh Pangeran Blitar yang menerjang pasukan Makassar dan Madura untuk menolong Pangeran Purbaya, ketangkasan Pangeran Blitar membuatnya berhasil menguasai tubuh Pangeran Purbaya, ia mengangkut Jenazahnya dan dimasukkan ke dalam peti lalu dikirimkan kembali ke Mataram. Gugurnya Pangeran Purbaya membuat hati pasukan mataram ciut, banyak pasukan Mataram yang lari ketakutan meninggalkan tugas, para pengeran dan bupati juga disebutkan ikut melarikan diri ke Jepara. Terkait kekalahan pasukan Mataram ini, De Graff menuliskan bahwa pada tanggal 16 Oktober, pedagang- pedagang kayu (Cina) tiba di Jepara dengan berita buruk, tentara pangeran Dipati (Adipati Anom) yang berkekuatan 80.000 orang telah dikacaubalaukan hanya oleh 1.500 orang Makassar dan Madura. Pada tanggal 7 November, Daniel Dupree mengirim surat-surat dari Madura ke pemerintah Kompeni, menurut pihak Madura kekuatan tentara Mataram sebesar 200.000 orang bersenjata dan 100.000 rakyat jelata (kuli), sementara pasukan gabungan Makassar dan Madura sendiri hanya berkekuatan 200 orang bersenjata dan 1000 rakyat biasa. Kekalahan di Gegodog diberikan perhatian besar, jumlah pasukan yang tidak berimbang membuat pfhat Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 19 Aminuddin Salle,dkk mataram tidak begitu yakin dengan kekalahan mereka, sehingga banyak desas-desus yang disebutkan salah satunya tentang Adipati Anom melakukan perang di Gegodog hanya sebagai pertempuran semu yang memang mengatur kemenangan pasukan Makassar dan Madura sebagaimana rencana awal ketika Adipati Anom membangun persekongkolan dengan Trunajaya. Namun kematian Pangeran Purbaya menepis anggapan ini, mengingat bahwa Pangeran Purbaya merupakan pamannya yang paling dekat dengan dirinya. Ada pula cerita bahwa kekalahan di Gegodog menyadarkan putra mahkota bahwa Trunajaya mulai berkhianat setelah kekuatannya semakin besar. Pasukan Makassar dan Madura Bergerak Maju Kemenangan yang diraih di perang Gegodog membuat pasukan Makassar dan Madura terus maju, dengan cepat mereka bergerak ke barat. Sekitar tanggal 17 atau 18 Oktober, mereka sudah mendekati Lasem. Rembang telah dihancurkan dan dibakar, termasuk galangan kapal milik Daniel Dupree, banyak kapal- kapal yang belum selesai musnah dilahap api. Pasukan Makassar dan Madura dibawah pimpinan Mangkuyuda dan Daeng Marewa maju dan tiba di Jepara, peperangan sengit kembali terjadi namun kekuatan mereka tak cukup mengalahkan Jepara yang 20 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi sudah bersiap menyamput serangan. Jepara dibawah kepemimpinan Ngabei Wangsadipa berhasil memukul mundur mereka ke timur. Lemahnya kekuatan pasukan Makassar dan Madura membuat mereka harus meminta bantuan dari timur untuk menaklukkan Jepara. Pada tanggal 20 November 1676, De Graff menyebutkan bahwa Laskar Madura menyerang kota depara sambil membakar apa saja yang merintangi, mereka terus maju menuju alun-alun. Semuanya ayaris jatuh ke tangan laskar Madura seandainya tidak dibalangi oleh Belanda yang berkekuatan kekuatan kecil itu. Di Jepara, kondisi politik cukup rumit. Saat kondisi di Jepara semakin memanas, Residen mengajukan protes bahwa Jepara berada di bawah perlindungan Kompeni, dan orang Madura menjawab dengan hormat bahwa: Tanpa perintah dari gusti mereka, Raja Maduretna, mereka tidak boleh meninggalkan tempat itu. Mereka diberi tugas merebut Jepara dan melawan pihak Jawa, tetapi tidak oleh melawan orang Belanda, ya mereka bahkan tidak boleh mempertahankan diri dari serangan orang Belanda, meskipun harus menderita seratus atau dua ratus korban jiwa. Sementara itu, kubu Makassar dan Madura sepertinya mengalami suatu konflik, dalam penyerangan ke Jepara, De Graff tidak banyak menyinggung soal keikut sertaan pasukan Makassar, hanya Laskar Madura yang disebutkan menyerang Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 2 Aminuddin Salledkk Jepara. Soal pertikaian antara pasukan Makassar dan Madura ini terdengar di Batavia pada awal Desember 1676. Berita tersebut menyebutkan bahwa pihak Makassar mulai memisahkan diri dan kembali ke Demung saat pertempuran di pantai Jepara tidak berhasi] melumpuhkan kekuatan Jepara. Di pihak Belanda, mereka tetap mendukung kepala daerah Jepara, Ngabei Wangsadipa, dan memutuskan untuk terus melawan pasukan Madura, Belanda masih menganggap Madura sebagai ancaman, apalagi Jepara bagi mereka merupakan kota strategis bagi pemerintah kompeni, Namun pasukan Madura berhasil mengusir para penduduk Jepara dan mengosongkan kota ini. Setelah Jepara jatuh, pasukan Madura terus menvju barat dan merebut semua pelabuhan sampai ke Cirebon. Pecahnya Pasukan Gabungan Makassar dan Madura Perpecahan pasukan Makassar dan Madura ini patut menjadi perhatian. Perpecahan ini ditaksir terjadi pada awal Desember 1676. Dari laporan kepala daeran Cirebon kepada Speelman, Raden Trunajaya dikatakan mengusir orang-orang Makassar yang yang melepaskan diri dari kelompok mereka, bahkan ia memerintahkan pembunuhan terhadap empat pemimpin terkemuka Makassar, semuanya dari keluarga Tello. 22 Sejarah, Sudaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi Pertikaian yang terjadi antara Makassar dan Madura kurang jelas, De Graff sendiri menilai bahwa laporan dari Raden Trunajaya melalui orang Mor yang bernama Piero agek panjang lebar dan tidak teratur alurnya. os Perpecahan berdampak besar, penyerangan Madura ke istana Mataram tidak dibantuoleh pasukan Makassar dibawah pimpinan Karaeng Galesong. Dalam penyerangan ke keraton Plered, Madura bersatu dengan Raden Kajoran, Panembahan Rama, yang diawal mempertemukan Trunojoyo dan Adipati Anom saat membuat persekongkolan menjatuhkan kepemimpinan Amangkurat 1. Keraton Plered jatuh pada tanggal 28 Juni 1677. Pasukan Makassar kembali bergabung dengan pasukan Madura saat Trunojoyo kembali meminta bantuan kepada Karaeng Galesong ketika kekuasaan- nya diancam oleh Adipati Anom yang telah menduduki tahta ayahnya dan menjadi Amangkurat II di tahun 1679. Saat itu, Karaeng Galesong memenuhi permohonan Raden Trunajaya karena dalam penyerangan Amangkurat Il, pihak belanda ikut serta, bahkan Speelman sendiri yang memimpin armada Belanda. Dendam kekalahan pasukan Makassar di Gowa membuat Karaeng Galesong terdorong untuk turun ke medan perang menghantam armada Belanda. Panasnya kondisi politik dan hubungan antara pasukan Makassar dan Madura yang tidak sekuat pada peperangan di Gegodog membuat pihak Mataram yang Sejarah, Budsya & Kepemimpinan 23 Aminuddin Salledkk dibantu oleh Belanda berhasil mematahkan perjuangan Trunojoyo mempertahankan kekuasaan~ nya. Karaeng Galesong sendiri wafat setelah bertarung habis-habisan bersama dengan pengikutnya. Dia akhirnya gugur dan dimakamkan di Ngantang (Kabupaten Malang) di penghujung tahun 1676.(***) 24 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Perjuangan Menegakkan Harga Diri Catatan Perjalanan Karaeng Galesong, 1! Manindori Kare Tojeng Karaeng Galesong, Dari Galesong Makassar Menuju Malang Jawa Timur* “Ika Farthah Hentihu (Daeng Te'’ne) i dalam sejarah tanah air khususnya dan D== dunia umumnya ungkapan yang disebut dalam judul di atas sering kali muncul. Ambillah misalnya sebagai contoh I Manindori, yang oleh Belanda dalam Geschidenis der Nederlands Indie disebutkan bahwa Trunodjojo werd gesteund door de uitgedreven Macassarsche zee rovers, Trunojoyo dibantu oleh bajak laut Makassar yang terdesak keluar dari sarangnya. Siapakah itu yang dimaksud oleh Belanda dengan Macassarsche zee rovers itu? Mereka itu adalah sisa-sisa Angkatan Laut Kerajaan Gowa yang dipimpin oleh I Manindori, yang pernah menjabat kedudukan struktural sebagai Kepala Daerah Galesong, sehingga bergelar Karaeng Galesong. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 25 Aminuddin Salledkk Awal Perjuangan Pada waktu terjadinya perang melawan Kompeni Belanda, Karaeng Galesong sudah menjabat Panglima Angkatan Laut Kerajaan Gowa. Karaeng Galesong tidak mau mengakui Perjanjian Perdamaian Bongaya, lalu atas seizin Sultan Hasanuddin, meninggaikan Kerajaan Gowa dengan pengikutnya yang masih setia kepadanya, mencari daerah lain di mana saja untuk meneruskan perjuangan melawan Belanda. Di Madura Karaeng Galesong diterima oleh Raden Trunojoyo bahkan diangkat menjadi menantunya, yaitu menikah dengan putri Madura Potre Koneng. Jadi Karaeng Galesong menerapkan salah satu cappaq dari tiga cappaq senjata orang Bugis Makassar. Ketiga cappag (ujung) itu yakni ujung lidah(diplomasi), ujung kemaluan (pernikahan) dan ujung badik (peperangan). Rasa malu orang Bugis terhadap persekutuan Arung Palaka dengan VOC ditunjukkan melalui perlawanan mereka terhadap pemerintahan kolonial Belanda, perlawanan yang menyebar hampir ke seluruh pelosok Nusantara. Pada tahun 1667 ratusan orang Bugis dan orang Makassar yang dipimpin oleh Laksamana Karaeng Bontomarannu dan Laksamana Karaeng Galesong, menyelinap melalui pertahanan laut Belanda menuju Jawa untuk bergabung dengan Trunojoyo di Madura dalam perlawanan terhadap Belanda dan kerajaan Mataram (DeGraaf dalam Abidin, 1983:54). Bersama 26 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi ratusan pucuk meriam yang pembuatannya dimungkinkan oleh kengototan Karaeng Patingaloang konon meriam terbesar yang pernah dibikin di Nusantara, Gowa beberapa kali nyaris menumpas Sekutu. Antara lain akibat sekian pengkhianatan dari dalam, Makassar akhirnya hanya bisa mempersembah- kan pada Belanda dan sekutunya sebuah perang yang paling brutal dan paling dahsyat yang pernah dilakukan VOC di dunia sejak didirikan. Para panglima Makassar yang belum puas dengan persembahan itu dan tak menerima sikap takluk istana, seperti Karaeng Galesong dan Karaeng Bontomarannu, menyebar keluar melanjutkan perang di laut dan daratan yang lain. Mempertahankan Harga Diri Perjuangan mempertahankan harga diri (baca: kemerdekaan) dalam sejarah perjuangan bangsa kita sangat gencar di lakukan oleh para patriot bangsa di seluruh pelosok daerah di nusantara. Selain didasari oleh prinsip tidak mau dijajah bagi daerah-daerah muslim tekad tidak mau dijajah itu dilandasi oleh prinsip jihad. Mempertahankan semangat juang tersebut terkadang masih dilakukan meskipun pucuk pimpinan daerah wilayah dimana sang patriot berasal (raja/ kerajaan) telah dikalahkan oleh penjajah. Kekalahan kerajaan Gowa sebagai salah satu kerajaan terbesar di Indonesia Timur dari Belanda pada masa kekuasaan Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 27 Aminuddin Salledkk I Malombasi Daeng Mattawang Sultan Hasannudin Raja Gowa ke XVI mengakibatkan salah seorang puteranya yang bernama [ Manindori Kare Tojeng __Karaeng Galesong meninggalkan Gowa menuju tanah Jawa untuk melanjutkan “dendam” melawan Belanda. Perlawanan Karaeng Galesong secara khusus dan laskar Gowa secara umum setelah kekalahan Gowa tersebut membuat warna yang indah dalam sejarah Indonesia. Pada buku-buku sejarah yang memuat tentang kerajaan Gowa ataupun nusantara tidak disebutkan nama asii dari Karaeng Galesong, sedikit sekali masyarakat biasa ataupun akademis yang mengetahuinya, hal ini juga didasarkan dari kebiasaan masyarakat Makassar untuk tidak sembarang menyebut nama asli seseorang apalagi yang berkedudukan sebagai bangsawan, mereka hanya diperkenankan memanggil gelarnya saja seperti Karaeng anu, atau daeng anu. Pada silsilah yang terdapat di rumah Kepala Desa Ngantang, Ahmad Khoiri, didapati keterangan bahwa Karaeng Galesong mempunyai nama lengkap yaitu gelar anumerta kepada Karaeng Galesong I Manindori I Kare Tojeng Karaeng Galesong Tumenanga Ri Tampa’na 1662 — 1679 yang artinya seseorang yang meninggal karena mempertahankan harga diri dan meninggal dengan hormat yang cukup tinggi. Ibunya bernama I Mammi Daeng Sangging Lo’mo Tobo berasal dari Majannang. Karaeng Galesong memiliki saudara 3 orang bernama 28 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi 1 Sapiah Daeng Rikong, I Adulu Daeng Mangalle dan I Rukia Daeng Mammi. Menurut H. A. Massiara, Karaeng Galesong dilahirkan pada 29 Maret 1655. Berjuang di Tanah Jawa Pada pertengahan tahun 1677 di Jawa Tengah dan Jawa Timur ada 3 imperium yang berkuasa. Pertama adalah kerajaan Mataram yang nyaris runtuh dan keruntuhannya mengawali masa-masa berat Keraton Kartasurya (1689~ 1745), yang kedua, adalah sebuah kerajaan yang didirikan oleh Trunodjojo meskipun umurnya juga tidak panjang, yang ketiga imperium yang terkepung diantara keduanya adalah Serikat Dagang Hindia Belanda (VOC). Pada saat Mataram dipimpin oleh Sultan Agung, ketika ia berhasil menaklukkan pulau Madura, ia membawa satu-satunya penguasa Madura yang masih hidup ke Mataram serta menganugerahkan gelar kebangsawanan, Cakraningrat I (1624— 1647). Beberapa saat berselang Sultan Agung kembali mengirim Cakraningrat 1 ke Madura sebagai penguasa daerah taklukan. Cakraningrat memiliki seorang putera bernama Raden Demang Melayakusuma yang disiapkan untuk menggantikannya sebagai Raja di Madura. Namun pada tahun 1656 terjadi tragedi berdarah di keraton Piered dimana Raden Demang Melayakusuma terbunuh bersama ibu, dua orang saudara laki-lakinya dan tiga orang abdinya, sedang Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 29 Aminuddin Salledkk yang tersisa hanyalah seorang bocah berusia 7 tahun putera Melayakusuma yang bernama Raden Trunodjojo. Trunodjojo dilahirkan di Sampang di daerah “Pakabaran’. Keraton Plered akhirnya dipegang oleh Cakraningrat II yang merupakan adik dari Melayakusuma. . Di wilayah Timur Nusantara, pada tanggal 19 Agustus 1667 Cornelis Speelman mulai menyerang laskar Gowa yang bertahan di Benteng Galesong sebagai pertahanan terakhir armada Gowals]. Kekalahan laskar Gowa di Galesong dan beberapa daerah lain sebelumnya memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Perjanjian yang memuat 29 pasal tersebut, pada pasal 4 dijelaskan bahwa : “Orang- orang yang bersalah karena telah melakukan pembunuhan- pembunuhan atas dirt orang-orang Belanda, akan dihukum di hadapan residen Belanda di Makassar.” Pasal ini selain pasal-pasal yang lain selalu berpihak dan memberi keberuntungan kepada Belanda, menjadi alasan utama Karaeng Galesong dan Karaeng Bontomarannu meninggalkan Makassar berlayar ke Pulau Jawa, yaitu masing-masing ke Madura dan Banten. Sementara itu di wilayah barat nusantara, Kraton Plered yang penuh intrik pada akhirnya dapat dikuasai oleh Cakraningrat I] yang merupakan adik dari ayah 30 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi Trunodjojo. Melihat kondisi istana yang sedikit tidaknya dapat membahayakan dirinya, membuat Trunodjojo akhirnya meninggalkan Kraton Plered ke Kajoran yang berada dalam wilayah kekuasaan Raden Kajoran atau Panembahan Rama. Disanalah ia menikah dengan salah seorang puteri Raden Kajoran. Sekitar tahun 1670, lagi-lagi ditengah-tengah intrik istana Plered yang kian menjadi-jadi, putera mahkota keraton Plered yang dipengaruhi oleh Raden Kajoran menggalang konspirasi dengan Trunodjojo yang pada akhirnya membuahkan hasil dengan mendudukkan putera mahkota Plered di tahta istana Plered menjadi Amangkurat II. Setelah keberhasilannya tersebut, Trunodjojo menuju Madura dan mengumpulkan pengikutnya dan berhasil menguasai pulau itu dan mengangkat dirinya menjadi Raja dan Panembahan. Pada tahun 1675 kedua orang Patriot dari dua kutub wilayah Nusantara itu bertemu dalam satu niat dan tekad untuk melawan penjajahan Belanda di bumi Nusantara. Di saat Karaeng Galesong menuju pulau Jawa bersama Karaeng Bontomarannu disertai laskar sebanyak 20.000 orang yang sangat mahir dalam pertempuran akhirnya sampai di Madura, dimana waktu itu Trunodjojo sedang berperang melawan Belanda. Bergabunglah armada Gowa ini dengan Trunodjojo melawan kompeni. Dalam sejarah orang Madura sendiri didapati keterangan sebagai berikut : “uy pun ta (Trunodjojo, pen.) mendapatkan bantuan dari orang-orang Makassar yang dicerai- Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 31 Aminuddin Salle,dkk beraikan oleh Compagnie Belanda di dalam tahun 1676 M. Pemimpin-pemimpin orang Makassar yaitu : Kraeng Galisong, Basungmernung, Panjt Karonuban, Daeng Malincing, Daeng Wigenie, Daeng Marewo dengan beberapa ribu pula dari rakyatnya” Kawin dengan anak Trunodjojo Hubungan kerjasama antara Trunodjojo dan Karaeng Galesong semakin erat dengan adanya perkawinan antara Karaeng Galesong dengan anak Trunodjojo yang bernama Potre Koneng. Aliansi ini membuahkan hasil dengan mulai dikuasainya kota- kota pelabuhan di Jawa Timur. Pada bulan Agustus 1676 terjadilah perang di Gogodog yang memberikan kemenangan mutlak kepada Trunodjojo yang akbirnya membuat rakyat Jawa berbondong-bondong meninggalkan Amangkurat dan bergabung dengan Trunodjojo yang dianggap sebagai “Ratu Adil” baru, Pada perempat akhir abad ke-16, menurut catatan sejarah daerah Situbondo tepatnya sekitar Demung dan Ketah telah dijadikan ajang pertempuran akibat pertarungan antar kepentingan kelompok yang bersengketa dalam upaya merebut kekuasaan Mataram dari Amangkurat 1. Dalam pertempuran itu, kekuatan Mataram yang berada dibawah perintah Amangkurat 1 berhadapan dengan pejuang Makassar yang secara rahasia berada di bawah perintah Adipati Anom, putera mahkota Mataram. Pangerap Adipati Anom, putera 32 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi mahkota Amangkurat I yang menginear kedudukan ayahandanya menjalin hubungan rahasia dengan pimpinan warga makassar di Demung yakni Karaeng Bontomarannu. Dari sinilah terjalin juga hubungan antara orang- orang Makassar dengan Madura, hal ini disebabkan Pangeran Adipati Anom juga menjalin hubungan rahasia dengan menantu Panembahan Rama yakni Trunodjojo dari Madura. Namun hubungan kedua kelompok itu tidak berlangsung lama karena disebabkan oleh kepentingan masing-masing yang terlalu signifikan perbedaannya. Hasil dari suksesi saat itu menciptakan kekacauan di seluruh penjuru negeri, di pedalaman Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah dikendalikan oleh Trunodjojo yang berpusat di Kediri, sedangkan di pantai utara Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah dikendalikan oleh orang-orang Makassar di bawah kendali Karaeng Bontomarannu, Karaeng Galesong, Karaeng Tallo dan sebagainya. Kini di Situbondo, komunitas keturunan para pejuang Makassar yang begitu gigih menentang kekuatan Belanda beserta pengaruhnya sampai saat ini masih menunjukkan identitasnya sebagai keturunan pejuang muslim yang tegas dan fanatik dalam membela hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Meskipun komunitasnya relatif kecil mereka tetap merupakan kelompok yang disegani oleh masyarakat sekitar, dengan gelar “Daeng” yang disandang oleh sejumlah pimpinan komunitas ini, oleh masyarakat Situbondo disebut dengan penuh rasa hormat. Sejarah, Budays & Kepemimpinan 33 Aminuddin Salledkk Perjanjian Bungaya Di dalam perjanjian Bungaya nomor 9 disebutkan bahwa Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh berlayar kemanapun kecuali ke Bali dan beberapa tempat lain yang disebutkan dengan prinsip bahwa Belanda memang benar-benar membatasi gerak orang2 Makassar baik para bangsawan maupun rakyatnya. Hal ini menjadi salah satu alasan Karaeng Galesong kepada Sultan Hasanuddin bahwa ia berniat untuk meninggalkan Gowa terutama setelah ditanda- tanganinya Perjanjian Bungaya. Bali adalah lokasi paling strategis dan aman bagi Karaeng Galesong untuk datang kesana. Alasannya adalah di Bali para pasukan yang telah berlayar berbulan-bulan ini butuh untuk mengambil air minum dan membeli ransum bagi ratusan lasykar, anak buah Karaeng Galesong. Tentu saja ini juga adalah salah satu alasan beliau untuk hadir di Bali, Alasan utama Karaeng Galesong meninggalkan Gowa adalah berlayar menuju Marege, suatu wilayah agraris di Australia. Berdasarkan kesamaan secara geografis bahwa Gowa dulu adalah sama-sama daerah agraris dengan Marege (Pelras), maka alasan ini cukup kuat diungkapkan oleh Karaeng Galesong saat berpamitan dengan ayahnya, Sultan Hasanuddin. Tak ayal Sultan Hasanuddin begitu galau mendengar putranya yang digadang-gadang akan menduduki tahta kerajaan Gowa malah akan pergi meninggalkannya sendirian 34 Sejarah, Gudaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi di Makassar. Karaeng Galesong pun tak kuasa dan sedih karena akan meninggalkan ayabandanya, naroun Sultan Hasanuddin mengatakan “Pergilah kau seperti sepupumu Syech Yusuf” dengan tenang Sultan Hasanuddin berusaha menguatkan hati Karaeng Galesong. “Dimana bumi dipijak, disitulah langit dijunjung” kemudian Sultan Hasanuddin melanjutkan perkataanya yang memotivasi kepergian sang putra mahkota ke Australia, Dengan sedikit berbisik, Karaeng Galesong mendekatkan bibirnya kepada telinga ayahandanya. “Ayahanda, jangan khawatir. Ananda akan meneruskan perjuangan ayahnda berperang melawan Belanda di Jawa nanti” Karaeng Galesong berusaha menenangkan ayahnya. Maka denga alasan itu Sultan Hasanuddin-pun tenang dan memberi restu pada Karaeng Galesong. “Baso pergilah engkau dengan izinku” kata Sultan Hasanuddin menyebut nama panggilan kesayangan Karaeng Galesong. Dan pergilah 800 kapal dan 10.000 anak buah sebagai lasykar tangguh Galesong. Kepergian Karaeng Galesong menuju Australia memang tidaldah sederhana. Sebanyak ratusan lasykar pengikut Karaeng Galesong dan dengan kapal-kapal yang cukup tangguh, kapal-kapal yang dibangun oleh para nelayan-nelayan Galesong yang sejak dulu abli dalam strategi pembuatan kapal perang pun dipersiapkan. Hal ini menarik perhatian para serdadu Belanda dan pemimpin-pemimpinnya. Mereka sudah siap dengan aturan-aturan tertulis Perjanjian Bungaya. Selarah, Budaya & Kepemimpinan 35 Aminuddin Salle,dkk Penjara-penjara sudah terbuka menganga karena setiap kepergian ada resiko-resiko yang harus ditanggung seperti yang termaktup dalam carik-carik Perjanjian itu. Maka Karaeng Galesong pun sengaja mengatakan tujuannya bahwa dengan tegas dikatakan akan menuju ke Marege, Australia. Belanda pun tak bergeming karena Bali memang adalah lokasi perkecualian dan dinyatakan tegas di dalam carik-carik Perjanjian tersebut. Tangan-tangan Belanda pun kemudian diangkat sehingga dengan melenggang sang Karaeng melebarkan layar tanda akan dimulainya perjalanan bahari yang cukup panjang. Perjalanan bahari yang tidak sederhana. Desa Galesong menjadi saksi bisu bersama dengan Bungung Baraniya. Di Bungung Baraniya ini semua peralatan perang dari pedang, badik, pisav, meriam dan lain sebagainya disucikan disana. Sumur tua inipun menjadi saksi bisu ditahbiskannya semua lasykar dengan dimandikannya disana. Sumur yang bersebrang laut pantai Galesong ini mengantar dan menjadikan laut sebagai kawah candradimuka lasykar karena mereka dilatih di lautan berombak liarbahwa diyakini adanya pusaran Spermonde, atau segitiga bermuda laut Galesong. Sehingga Karaeng Galesong pun sangat yakin dengan kemampuan para lasykarnya. Dan memang perjalanan Karaeng Galesong tak pernah sampai di Marege. Itu hanya akalaan dan tik untuk menghindari Perjanjian Bungaya. Sultan Hasanuddin paham benar akan kemana Karaeng 36 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi Galesong pergi. Mungkin Marege adalah daerah alternatif namun bisa juga dianggap sebagai trik menipu Belanda. Karaeng Bontomaranu yang telah terlebih dahulu sampai di Bima adalah salah satu alasan Karaeng meninggalkan Gowa karena saudaranya sudah berada disana sebelumnya Kemudian keberhasilan Trunodjojo yang disokong sepenuhnya oleh Karaeng Galesong dan pasukan Makassarnya, membuat Amangkurat I meminta bantuan kepada VOC dan diterima oleh Gubernur dJenderal VOC Joan Metsuycker. Pada 20 Januari 1677, VOC dibawah pimpinan Admiral Comelis J Speelman meminta Trunodjojo menyerahkan diri ke benteng di bukit Danareja Jepara yang ditolak oleh Trunodjojo yang telah menjadi Raja. Pada April 1677 akhirnya Speelman menyerang pusat kekuasaan Trunodjojo yaitu Surabaya dan pada 12 ~ 13 Mei 1677 benteng Trunodjojo dikuasai oleh VOC[14]. Dikarenakan kondisi pasukan yang semakin terdesak di Surabaya, maka Trunodjojo dan Karaeng Galesong memutuskan untuk menyingkir ke Kediri dan memperkuat benteng pertahanannya untuk kemudian menyerang ke kraton Mataram., Serangan ke keraton Mataram berhasil memporak-porandakan pertahanan Mataram dan dengan merampas keraton Mataram berserta semua isi keraton dan mahkota pusaka dari jaman keraton Majapahit serta seorang puteri (anak) dari Amangkurat I yang bernama Ratu Klintingkuning yang kemudian diperisteri oleh Trunodjojo. Kemudian Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 37 Aminuddin Salledkk Trunodjojo kembali ke Kediri sebagai pusat kekuasaanya di kawasan Bang Wetan (pesisir timur). Di Kediri pasukan aliansi Trunodjojo dan laskar Makassar dibawah pimpinan Karaeng Galesong mendapat serangan yang hebat dari Belanda dan Susuhunan Amangkurat I, pertempuran yang berlangsung sengit itu membuat Trunodjojo dan Karaeng Galesong semakin terdesak hingga ke dacrang Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur yang juga menjadi benteng terakhir pertahanan Trunodjojo dan Karaeng Galesong. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat Ngantang, ditengah peperangan itu melihat kondisi pasukan yang semakin berkurang dan lemah, Trunedjojo menawarkan kepada Karaeng Galesong untuk sama-sama menyerahkan diri kepada Belanda dan sekutunya Mataram. Namun Karaeng Galesong tidak mau menyerah meskipun sampai titik darah yang penghabisan. Tempat dimana Trunodjojo mengajak menyerah dan Karaeng Galesong tidak mau menyerah itu dinamakan desa Mohgal. Mengenai penamaan desa Mohgal itu dijelaskan oleh Ahmad Khoiri, Kepala Desa Sumber Rejo dimana Karaeng Gelesong dimakamkan, sebagai berikut : “Mohgal itu menurut orang-orang tua kami dahulu dari kata emoh dan gagal,emoh artinya tidak mau, gagal artinya gagal atau menyerah, jadi Mohgal berarti tidak mau gagal atau tidak mau menyerah. Penamaan itu berdasarkan peristiwa dak mau menyerahnya Mbah Rojo Kreng Galingsong kepada 38 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Deea Pancasila & Konstitusi Belanda setelah dibujuk oleh mertuanya yaitu Raden Trunodjojo.” Bersamaan itu pula, Cakraningrat I] dan Kapten Speelman pada tanggal 26 Desember 1679 melalui seorang perwira VOC berketurunan Ambon yang bernama Kapten Jonker berhasil memaksa Trunodjojo menyerah. Digambarkan bahwa kapten Jonker menggunakan jubah satin berwarna hitam, sorban hitam dengan cincin emas dijarinya, serta clurit hitam panjang ditangannya. Jonker kemudian menyerahkan Trunodjojo kepada Couper yang lalu diserahkan kepada Amangkurat I. Setelah tertangkapnya mertuanya, Karaeng Galesong masih tetap memberikan perlawanan kepada musuh, semangat untuk tetap tidak mau dijajah oleh Belanda ditambah dendamnya karena ayahandanya di Gowa juga dikalahkan oleh Belanda membuat Karaeng Galesong bertempur mati-matian, namun apa daya, pasukan semakin banyak yang tewas serta tenaga yang banyak terkuras, akhirnya Putera Raja Gowa, I Manindori I Kare Tojeng tertangkap di sekitar Ngantang. Sudah lazim berlaku pada setiap pasukan apabila sampai pada perjuangan terakhir pimpinannya tertangkap maka melemahlah semangat mereka, akhimya pasukan yang tersisa yang hanya segelintir orang pemberani dan perkasa terkulai lemahk melihat junjungan mereka Karaeng Galesong tertangkap dan meninggal disana. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 39 Aminuddin Salledkk Makam di Ngantang Makam Karaeng Galesong yang berbentuk segi empat itu tidak seperti makam lain pada umumnya (lihat photo) dimana bisa diinterpretasikan adanya konsep “Sulappa Appa” yang berarti segi empat bahwa manusia harus memiliki empat sikap dasar yaitu kejujuran (kalambussang), keberanian (kabaraniang), kekayaan (kakalumanyangang), kecerdasan (kacaraddekang). Empat dimensi ini bila bergabung dengan sempurna akan membentuk To-Panrita (manusia sempurna/insan kamil). Kita akan melihat hubungan antara lima sifat yang diakui sebaga fitrah manusia itu dan hubungannya dengan patang sulapa’ yang berkembang dan mewarnai budaya Sulawesi Selatan (Aminuddin Salle). Sehingga makam Karaeng Galesong yang membentuk sebuah formasi segi empat inilah dimaknai dari ke empat prinsip hidup yang selalui menaungi perjalanan Karaeng Galesong, berbeda dengan makam2 yang lain yang membentuk empat persegi panjang. Makam Karaeng Galesong adalah di kecamatan Ngantang dimana Ngantang adalah sebuah lokasi kecil go km sebelah Barat kota Malang. Ngantang bermakna ‘tinggal’ atau stay dari bahasa Makassar ‘antang’ karena Karaeng Galesong sudah berikrar akan tetap tinggal di Malang sampai titik darah penghabisan. Dikarenakan lidah masyarakat Jawa yang sulit mengucapkan huruf ‘gin (arab), maka kebiasaan mereka mengueapkan 40 Sefarah, Budays & Xepemimpinen Galesong Desa Pancasila & Konstitusi burof ‘ain menjadi ‘ngain. Maka jadilah kata ‘antang’ menjadi ‘ngantang’ yang tersohor sampai sekarang di kota Malang, adalah tempat Karaeng Galesong dimakamkan. Dipanggil Mbah Rojo Kini kita dapat melihat makam Karaeng Galesong yang disegani lawan itu di Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang, beliau dikenal oleh warga sekitar dengan nama : Mbah Rojo Kareng Galengsong. Rojo adalah raja yang diyakini oleh masyarakat sekitar bahwa Karaeng Galesong adalah raja dari Galesong. Dan penghormatan warga Ngantang terhadap putra Sultan Hasanuddin ini diwujudkan dengan membuat gerbang menuju makam Karaeng Galesong yang cukup tinggi dan megah, berpayungkan Mahkota sebagai simbol bahwa Karaeng Galesong adalah raja yang berasal dari Galesong Makassar.(***) Daftar Pustaka Hafidz, S. Tatik.1998. Runtuhnya Seorang Tiran. tanpa tempat: Tajuk.Nomor : 8/Th. I. Kesuma, Andi Ima.2004. Migrast dan Orang Bugis. Yogyakarta: Ombak. Latif, Abdul. 1994. Galesong Di Masa Lalu, Studi tentang Sejarah Maritim di Sulawesi Selatan. Makassar: Lembaga Penelitian UNHAS. Sejarah, Sudaya & Kepemimpinan 41 Aminuddin Salledkk Massiara, H. A. 1983. Syekh Yusuf Tuanta Salamaka Dari Gowa. Jakarta: Yayasan Lakipadada. NN, tanpa tahun. Sejarah Permulaan Jadinya Pulau Madura. Salle, Aminuddin. et al. 2000. Rekaman Awal Kepemimpinan Elit Lokal Karaeng Galesong. Makalah disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Internasional “Mengawali Abad ke-21: Menyongsong Otonomi Derah, Mengenali Budaya Lokal, Membangun Integrasi Bangsa”, di Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasannudin, Makassar, 1-5 Agustus. Sewang, Ahmad M. 2005. Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI sampai Abad XVI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Team Fact Finding, Insiden Situbondo 10 Oktober 1996, 1996, Surabaya: Pimpinan Wilayah Gerakan _ Pemuda Anshor Jawa Timur. Hal. 11-13. Raden Werdisastra., Tanpa Tahun. Babad Sumenep. Alihbahasa oleh Moh. Thoha. 1996, Pasuruan: Garoeda Buana Indah. * Makalah ini pernah disampaikan dalam Seminar Festival Saudagar Bugis Makassar dalam Dialog Budaya Internasional Kemelayuan di Indonesia Timur, pada tanggal 12 ~ 13 Oktober 2008 di Hotel Sahid Jaya Makassar. * Survey dan Wawancara, Ngantang, tanggal 14 Juni 2007 42 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi ie a Photo 1. “Gapura Astana” memasuki kompleks makam Karaeng Galesong di Desa Sumber Rejo, Kecamatan Ngantang. Bagian atas Gapura terdapat semacam Mahkota_ sebagai penghormatan masyarakat dan pemerintah daerah setempat terhadap Karaeng Galesong yang mereka kenal dengan Mbah Rojo. sebelah Barat (memakai Bendera Merah Putih). Dinding Komplek Makam yang nyaris rubuh karena hanya susunan batu bata saja, meskipun di luarnya ditopang oleh pagar besi. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 43 Aminuddin Salledkk Makam Karaeng Galesong diphoto dari sebelah Timur kompleks makam. Photo 4. Prasasti Perjuangan yang terdapat di Pusara Makam Karaeng Galesong. Tulisan yang terdapat pada Prasasti di Makam Karaeng Galesong: Disini dimakamkan pejuang agung yang pantang menyerah menentang VOC dan kedzoliman di Abad ke-17 putra Sultan Hasannudin Raja Gowa ke XVI menantu Raden Trunojoyo murid Panembahan Giri Panglima Perang Lasykar Makassar di Jawa Timur KARAENG GALESONG TUMENANGA RI TAPPA'‘NA. (Ngantang, 1 Muharram 1426). Jama’ah Anshorullah 44 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan BAGIAN DUA BIOGRAFI PER.JUANGAN ABI JADJI BOSTAN DAENG MEMA’DJA (KARAENG GALESONG XVID) Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 45 Biografi Perjuangan Abi Jadji Bostan Daeng Mama’dja (Karaeng Galesong) Asal Usul Keluarga Lahir di suatu dusun, namanya Ta’buncini Desa Galesong Kota/Galarang, Galesong-Adat Gementsehap Galesong pada hari Rabu 10 Joeli 1918 jam 08.00 pagi, sesuai bulan DJULHADJI oleh IBU bernama Patima Dg. Tjalla, anak kandung dari Imallarangan Dg. Matutu, Daengta Gelarang Galesong, bersaudara kandung dengan Marigace Dg. Menginroeroe Regent ‘Van Galesong, adapun ayabnya bernama Imapperessa Dg. Mengundjoengi, anak yang kedua, dari Nenenda Ibela Aloedjoed Tuan Karaeng, dan bersaudara kandung dengan Ihasan Dg. Mattawang di Batu-batu. Pada umur tiga tahun Daeng Mama’dja, ditinggalkan oleh Nenek/Datuk, Tuan Karaeng yang meninggal dunia pada Desember 1921. Menempuh Pendidikan Pada umur tujuh tahun, Daeng Mama’dja dimasukkan di Sekolah Rakyat Galesong, diajar oleh Kepala Sekolah bernama IRADJA DG. SESE, berasal Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 47 "_—~Kelancataiiiya pekerjaan. =~=~=~O~CS*~*~“‘“‘<“~C*~C~*“~*W Pada setiap bulan pergi ke Makassar menyetor uang pajak pada Kantor SLAN KAS, bila naik mobil, karena Karaeng Haji mempunyai mobil merek DODGE, di Stur oleh MUDA DG. MAPPUNNA (Kepala 5.R. Kalongkong). Dari tahun ke tahun, maka Daeng Mama’dja disuruh Eksamen Rebewys mobil, agar tidak menghalangi H. DG. MAPPUNNA sebagai Guru Sekolah bila menjalankan mebil di waktu Dinas. Setelah Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 49 Aminuddin Salle,dkk dari Kampong Pangganakkan-Topejawa-Takalar, sampai tahun 1928, tammat kelas III. Pada bulan Januari 1929, bersekolah di Makassar, atas kehendak H. Larigau Daeng Menginruru Regent Van Galesong, pada Sekolah Inland Schshool di Makassar dan tinggal di rumah Pammusorang Daeng Paduni di kampung Pisang Makassar. Penuntutan ilmu di Makassar itu hanya setahun lebib/di kelas V saja dikarenakan Ibu Ayah (Wreaann Mearntuna anmnnwn Ciztt Nene BA AID Aminuddin Salledkk itu, Daeng Mama'dja pergi belajar di Makassar, karena saya memeng sudah pandai memegang stur, sebab AYAH KARAENG NGUNJUNG pernah: memiliki mobil bekas, itu yang ia pakai dan hanya 15 hari saja belajar, terus naik diuji akhirnya lulus mempercoleh Reibewys A. Demikian lancarnya pekerjaan Dinas, dan urusan-urusan pribadi Karaeng. Oleh karena (tahun ke tahun kegiatan semakin padat, maka diperlukan dua ~~ hari tiap minggu ikut sama Karaeng ke Desa-desa/ Kepala-kepala Kampung Gelarang- gelaraiig<_ membantu menagi pajak yang terdapat tiga jenis pajak, antara lain : Pajak Pendapaten (Sima Ulu) Pajak Jelan/ ~ herendins dan gemente dins, kedua jenis pajak jalan — ini, bisa dibayar dengan tenaga/bekerja ar jalan raya ww daha ‘ampong/jalin masuk kampong. Pada setiap tiga balan ada peke: perbaikan jalan, baik jalan raya mingun jalan kampong di seluruh Wilayah Distrik Galesong bagian utara Palalakkang sampai Aeng Towa dan Galesong sampai Mengindara, dimana tiap giliran tenaga rakyat 3 hari olehnya itu Karaeng sendiri, Kepala Juru tolis (Abdul Gani Daeng Mambani (saudara Karaeng) Daeng Mama'dja sendiri dan Abdullah Dg. Ngeppe selaku pembantu jury tulis, keluar untuk menyaksikan banyak kurangnya tenaga pekerja dan mutu pekerjaannya, dan untuk dicocokkan di dalam buku penyetoran Gelarang-gelarang dengan buku Register di Kantor Karaeng. Di samping penugasan-penugasan tersebut, terdapat pula suatu penugasan dipandang penting, ialah 50 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi masalah kestabilan keamanan rakyat, yang merupakan pelengkap keadaannya dunia, yang sejak dahulu ada disebut Judi, Pencuri harta benda rakyat dan lain-lain gangguan kestabilan masyarakat. Maka Dengan adanya Karaeng Haji menyusun tenaga-tenaga inti di dalam pendirian Badan Kestabilan Keamanan Wilayah Distrik Galesong, ialah perondaan dengan cara Koordinator Pusat Galesong, bergilir mengadakan patrol pada malam hari ke desa-desa dengan beranggotakan 10 orang, dan dikepalai masing-masing, antara lain, I Abdul Geni Dg. Mambani, I! Lawang Dg. Sila dan III Karaeng Ngunjung dan Abdul Kadir Dg. Toto’, karena ia selaku Guru Sekolah, maka memilih waktn setiap malam minggu, dan yang ketiga tadi masing-masing memilih waktunya, kecuali malam jumat tidak terisi. Badan Koordinator keamanan ini berjalan hingga tahun 1935, Dengan adanya tenaga Polisi dari Takalar menggantikannya barpatroli langsung tiap satu minggu aplos, dimana waktu itu tenaga Polisi Takalar yang dibebani dari Makassar. Oleh karena kemajuan pemerintahan di Galesong nampak, maka Karaeng membangun Kantor baru diperbatasan Desa Galesong dengan Desa Palalakkang, depan tikungan jalan ke timur pores limbung dimana lokasi itu Karaeng beli pada pemiliknya, karena dimana mereka jadikan tempat peminuman Tuak (Lontang Ballo) atas nama Tjandoa oleh itu dengan sendirinya terhapus lontang tersebut Adapun Kantor itu dibangun dengan biaya peribadi Karaeng 90 % karena batu merah dan genteng Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 51 Aminuddin Salledkk meladeni penyetoran Kepala-kepala Kampong dan memasukkan Register juga mengerjakan laporan bulanan perubahan model Letter D. surat lendrente adanya masalah gadai, pindah gadai, kewarisan dan penjualan tanah, juga laporan mingguan/setiap seminggu keadaan pasar harga padi atau beras. Dan bila tiba masanya mulai panen padi, maka pelaksanaan tugas Daeng Mama’dja nampak agak berat bila musim padi banyak diserang penyakit/ dimakan ulat maka 22 Kampong kompleks maka Daeng Mama’dja harus jelajahi meladeni rakyat petani yang dikena serangan penyakit padinya untuk diproses perbal menurut keadaan, mati hidupnya, berapa persentase matinya, demi mengurangi pajaknya tahun tanam dalam istilan ONTHEFFIN/penghapusan pajak dari empat macam golongan, antara lain : mati 1/4, mati 1/2, mati 1/3 dan nihil, dan juga diadakan tanah percobaan produktifiteit pada delapan Desa, harus hadir pada permulaan di panennya diteliti dan ditimbang hasilnya untuk penentuan golongan pajak tahun jnendatang. Pekerjaan harian 4 hari di luar Kantor menagi pajak Lendrente yang langsung dipertanggung- jawabkan, ialah pajak tanah wilayah Gelarang Galesong sendiri dan pajak dari Daerah Gowa, dimana pemiliknya terdapat orang Galesong. Selaku kesimpulan di dalam penugasan sebagai aparat yang berbobot/berwibawa, bila Daeng Mama’dja alami keadaan zaman istilah TEKNOLOGI/1987 ini, maka 54 Selarah, Budeya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi timbulnya pelanggaran, peristiwa-peristiwa pencurian, penganiayaan, pembunahan dan lain-lain, dimana setiap bulan Kontroleur Kota Makassar berada di Kantor Karaeng bersama seorang HERAPIR (Pengacara) memutuskan perkara pelanggaran saja dalam istilah di ROOL, dan tenaga-tenaga yang dijatuhi hukuman bulanan dikrim ke Takalar/Penjara. Olehnya itu maka Daeng Mama’dja dibebani lagi penugasan dalam segi keamanan korir Jaksa Gelesong, langsung mengawasi, Pemabok, penjudi, pemakai badik di jalan raya, senketa- senketa yang sedang terjadi di kampong-kampong. Teknik pekerjaan di Kantor dengan adanya Kantor Baru, kesemuanya mempunyai pertanggung jawab sebagai berikut : Di samping Abdul Gani Dg. Mambani sebagai Kepala Juru tulis merangkap Jaksa, terdapat Abdullah Dg. Maro, juga Abdul Rajab Dg. Bella, sebagai juru Telepon, dan Muddin Dg. Labba sebagai pembantu juru tulis bidang administrasi pajak-pajak penyetoran. Kepala-kepala kampong dari yornal penerimaan kepada Register di kantor, demikian juga Daeng Mama’dja hanya khusus pajak Tanah/Lendrente karena bilangannya termasuk besar/banyak. Dari 22 Kepala Kampong Komples dibagi dua hari penyetorannya/ datang ke Kanter, ialah hari Jumat dan Sabtu 11 Kampong dari Utara hari Jumat dan 11 Kampong dari Selatan pada hari Sabtu. Dalam seminggu hari kerja Daeng Mama’dja hanya 3 hari, Jumat, Sabtu dan Senin, disamping, Sejarah, Budays & Kepemimpinan 53 Aminuddin Salledkk meladeni penyetoran Kepala-kepala Kampong dan memasukkan Register juga mengerjakan laporan bulanan perubahan model Letter D. surat lendrente adanya masalah gadai, pindah gadai, kewarisan dan penjualan tanah, juga laporan mingguan/setiap seminggu keadaan pasar harga padi atau beras. Dan bila tiba masanya mulai panen padi, maka pelaksanaan tugas Daeng Mama’dja nampak agak berat bila musim padi banyak diserang penyakit/ dimakan ulat maka 22 Kampong kompleks maka Daeng Mama’dja harus jelajahi meladeni rakyat petani yang dikena serangan penyakit padinya untuk diproses perbal menurut keadaan, mati hidupnya, berapa persentase matinya, demi mengurangi pajaknya tahun tanam dalam istilah ONTHEFFIN/penghapusan pajak dari empat macam golongan, antara lain : mati 1/4, mati 1/2, mati 1/3 dan nihil, dan juga diadakan tanah percobaan produktifiteit pada delapan Desa, harus hadir pada permulaan di panennya diteliti dan ditimbang hasilnya untuk penentuan golongan pajak tahun mendatang. Pekerjaan harian 4 hari di luar Kantor menagi pajak Lendrente yang langsung dipertanggung- jawabkan, ialah pajak tanah wilayah Gelarang Galesong sendiri dan pajak dari Daerah Gowa, dimana pemiliknya terdapat orang Galesong. Selaku kesimpulan di dalam penugasan sebagai aparat yang berbobot/berwibawa, bila Daeng Mama‘dja alami keadaan zaman istilah TEKNOLOGI/1987 ini, maka 54 Sejarah, Gudaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi Daeng Mama’dja merasa bersyukur diciptakan ALLAH S.W.T. sebagai manusia biasa, dilahirkaan oleh kedua orang tua, dibesarkan dan dibina termasuk Nenek, Tbunda Ayahanda, Sitti Dg. Ngasi, selaku ummat Islam patuh taat pada kedua orang tua sampai saat ini. Catatan ini semuanya bersumber dari tulisan Daeng Mama’dja pada tahun 1987, ketika ita memasuki umur 69 tahun. Buku yang ditulis Daeng Mama’dja merupakan Riwayat hidup dan perjuangan selaku pewaris dari Nenek Moyang yang tak bisa dilupakan Karena sejarab-sejarah sesuai peribahasa, gajah mati meninggalkan gadingnya. Jelas manusia mati meninggalkan JASA. Tak lapuk dimusim hujan, tak rekan diwaktu panas. Dengan adanya Kantor permanen, meningkatnya hubungan kerja dengan pihak Makassar/Kontroleur Kota maka jelas dua kali, malah sering tiga kali Karaeng ke Makassar, karena Rapat para Kepala Distrik, ialah : Distrik Wajo, meliputi bahagian utara Kota sampai batas Wilayah Maros, dan sebelah timur dengan Wilayah Gowa, dan Kepala Distriknya disebut Distrik Mariso bahagian Selatan Kota sampai batas Gowa dan sebelah Timurnya/Pa’Bangbaeng. Demikian kegiatan di dalam penugasan Karaeng, termasuk Daeng Mama’dja yang bertugas sebagai Sopir mobil langsung menjamin rawatan pemeliharaan mobil. Olehnya itu, maka Daeng Mama’dja berusaha mendirikan rumah kayu, dengan diam-diam suruh Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 55 Aminuddin Salledkk gergaji kayu di Roman Katuwo, baru ketahuan pada Karaeng bahwa Daeng Mama’dja ingin memiliki rumah sendiri. Oleh karena sudah tahu keinginan Daeng Mama'dja maka ia pun diberi uang untuk membeli tiang kayu jati di daerah Polombangkeng. Sudah itu Daeng Mama’dja hubungi Puddu Dg. Tompo di Saro’, guna mengerjakan rumah sampai selesai. Demikian maka Daeng Mama’dja belikan sepeda tua untuk dia pakai pergi pulang ke rumahnya disamping upah mengerjakan rumah. Karena baru mulai mendirikan rumah maka bentuknya disesuaikan pengembangan zaman, ialah bubungannya dua mendompet dan ruangan tamu terbuka, hanya dibatasi dinding satu meter tinggi yang diukir tembus. Adapun pekerjaan rumah tersebut dikerjakan hanya 32 hari, dan secara resmi dinaiki pada hari Senin 20 Juli 1938. Dari tahun ke tahun menjalankan tugas berganda demi mengikuti perkembangan zaman, maka dengan adanya Perawansa Dg. Ruru sebagai Guru Sekolah di Galesong mengajak Pegawai Kantor utamanya Tuan Jaksa Abdul Gani Dg. Mambani membikin organisasi Taman Pembacaan yang diberi nama “LIJS GEZELSCHAP”, dimana di sediakan statu tempat di waktu soreh hari, berkumpul para anggota membaca surat kabar a.l: Bintang Timur Warta Baru, Marhain, juga majalah Panji Masyarakat dan lain-lain. Sehari-hari kesadaran selaku pegawai nampak kemajuan dimana Bapak Perawansa Dg. Ruru merupakan suatu ketokan jiwa 56 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Deaa Pancasila & Konstituai bagi mereka; yang selanjutaya mereka di kalangan pegawai Kantor Karaeng mulai merubah cara berpakaian Dinas Kantor, ialah memakai Celana panjang dan kemeja lengan panjang, dimana tadinya pakai sarung dan baju jas. Demikian seterusnya pegawai Kantor dan Guru- guru sekolah nampak seragam, begitu pula pergaulan diantara sesama makan gaji dari pemerintah, olah ragapun mulia dikembangkan namun telah ada berdiri sepak bola, tetapi digiatkan dan dimahirkan. Olehnya itu maka Daeng Mama’dja bersama Dg. Ruru, Djohan Dg. Malo sebagai guru bantu memponsori mendirikan BADMINTON namun masih sembunyi-sembunyi artinya tempat tersembunyi, makium kita pemuda termasuk panatik pada orang tua-tua utamanya Karaeng, dengan kota lain segang ditegur pada orang tua-tua kita sendiri. Sehari kesehari sebulan kesebulan P, Dg. Ruru sudah sering mengadakan pertemuan, maka kesempatan besar ia gunakan menyindir tuan Jaksa Dg. Bani selaku tokoh utama dapat mengelarkan kemajuan pemuda-pemuda pegawai . Demikian maka segala usaha dalam segi kemajuan diatur secara tak gama dan secara umum terang-terangan melipati masyarakat di kampong-kampong. Selanjutnya Daeng Mama’dja bersama Muda Dg. Mappunna memponsori bidang kesenian karena M. Dg. Punna telah memiliki biolah, maka Daeng Mama’dja berusaha juga memilikinya selanjutnya melengkapi alat-alat kesenian ialah Rebana beberapa Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 57 Aminuddin Salledkk buah, dan gambus. Lalu diadakan penentuan waktu belajar yang perlu belajar, memahirkan bagi yang sudah biasa. Demikian penentuan malam latihan di rumah Muda Dg. Mappunna pada malam Minggu, Demikian seterusnya. Manakela pesta-pesta tradisi bagi masyarakat di kampung, disumbang demi turut meramaikan dan mengembirakan nikmat-nikmat Allah yang sama perlu disyukuri, secara cuma-cuma; kecuali berjama Magrib di Mesdjid masih sulit dan berat pengembangan diikuthan terhadap masyarakat pegawai secara kontanyu. Mendirikan Sckolah Ibtidaiyah Dengan usaha dan fakta ini, kita sama sadari, bahwa masalah-masalah yang menyangkut AKHIRAT menuju keinginan kebahagiaan sulit lagi berat bila jiwa manusia tidak tenteram dan melalui cara-cara berguru KEIMANAN. Periu sama ummat sadari diri sendiri adanya agama Islam yang dibawakan NABI BESAR MUHAMMAD S.A.W. pada umumnya manusia harus beribadah /Sembahyang, jelas kalimat ini perintah ialah SEMBAH, apa maksud yang, lalu kalimat YANG apa maksud YANG, menandakan yang gaib disuruh Sembahyang atau yang diluar dunia di suruh Sembah; Bagaimana caranya menyembahNya. Karena Rukut, Sujud, dan Duduk itu teorinya menyembah. Kalau praktek ini lahir saja di sembah, sama saja menghadap PRESIDEN, bukan? tidak tepat menyembah YANG. Inilah pokok-pokok kesulitannya siar Agama yang menjadi MUKMIN. Demikian sulitnya masalah fakta 58 Sejarah, Sudaysa & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konetitusi dan nama MUKMININ karena sepanjang penelitian WALI ALLAH bukan Islamnya dapat menempati SURGA ALLAH. “Passangngalinna Iaji Umma’na MUHAMMAD Jarreka Imemna” Justru rukun IMAN ENAM SYARATNYA, dimiiiki baru resmi ISLAM. Kalau tidak secara tertib POSITIF Dengan NEGATIF. Listrik tidak menyalah, “Nakanamo Taumarioloa Teai ISLAM Passangngalinna ISIALAM saja” Di dunia diakui, tetapi mulai di alam BARAJAT tidak diakui maka malaikat suruh pulang ke dunia, bagaimana pulang ke dunia karena lubang kubur sudah tertutup. Beginilah masalahnya. Tetapi namun bagaimana, berjama MAGRIB dan ISA, di MESJID hanya lima, enam orang saja tak pernah gentar kalau tidak sakit, ialah : Lawang Daeng Sila, Abdul Gani Mambani Abdullah Daeng Maro, Bapa’ Noto’ Lojaya dan I Bostan Daeng Mama’dja, siagan Ipakaiyya Daeng Majarre. Dari tahun ketahun, kegiatan tokoh Agama Isiam di Galesong, ialah Karaeng Ngunjung, Pakalyya Daeng Jarre IMEM H.A. Abdul Hattab Dg. Liong yang didukung pihak Pemerintah Karaeng Haji, mufakat mendirikan tempat pendidikan agama Islam, Sekolah IBTIDAIYAH di Galesong dimana bangunan Sekolabnya di Depan MESDJID sebelah selatan, dipimpin guru keturunan ARAB nama Tuan HILAL. Sekolah Agama ini berjalan juga hanya sekali saja menaikkan setingkat murid-muridnya disebabkan dan pendidikannya tidak dibarengi KEIMANAN bagi penunjangnya. Sekali IMAN unsur utama ummat menjadi penentu kebahagiaan di AKHIRAT kelak. Sefarah, Budaya & Kepemimpinan 59 Aminuddin Saliedkk Perang Dunia ke IT Setahun demi setahun mengabdikan diri bagi rakyat dan tanah leluhur kita, sampailah waktu tahun 1941, dimana nampak kegiatan, malab kesibukan pihak Pemerintahan Belanda menyusun persiapan perang yang dilibatkan Belanda pada Perang Dunia ke II Pebruari 1942. Begitu Belanda sibuk bersama seluruh aparatnya, dikejarlah waktunya untuk menerima risiko penjajahannya di Indonesia selama 300 tahun di Indonesia, namun kbususnya di Sulawesi Selatan ini tidak sampai 1/2 ABAD-Belanda berkuasa. Oleh karena Galesong merupakan daerah pantai, maka di Depan Kantor kebetulan ada tumbuh pohon yang tinggi serta rimbun daunnya, maka diperlukan Makassar dijadikan menara tempat peninjauan di laut dengan menggunakan KEKER, lalu seluruh aparat bergiliran naik menjaga pantai menggunakan KEKER dan telepon hubungan langsung Makassar, bila melihat kapal, jelas apa saja di lihat di waktu suasana pecahnya perang Dunia ke I malam hari. Pada malam hari Senin tanggal 10 Pebruari 1942 jam 22.00 kebetulan giliran Daeng Mama’dja jaga telepon menerima berita dari Kontroleur kota namanya CONVERER di Makassar supaya teliti baik penjaga menara. Satu jam kemudiannya ada lagi, suruh periksa di laut ada api karena keker kurang mampu jarak jauh sebagai mana dimaksud maka tidak memberi balasan, laporan. Setengah jam kemudian berkobarlah api di Makassar, karena memang segala bangunan gudang- 60 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi gudang yang penting diletuskan DINAMIT; tepat jam 24.00 jembatan Sungguminasa meletus, hanya tidak sama sekali jatuh, cuma ujung utara/separuh saja runtuh, menandakan Jepang sudah mendarat karena disusul letusan tembakan senapan dan mortir seperti hujan, selama satu jam. Pada jam 03.00 baru letusan hebat di juran Malino yang menjadi pertahanan pertama Belanda, dengan Camba, Maros. Pada esok harinya diketahul pendaratan Jepang naik di Batu-batu dan Sampulungan, karena masih ada Jepang menjaga- jaga di pantai dan di jalanan juga kelihatan kapal perang Jepang berlabuh di sebelah utara pulau Sanrobengi memanjang ke utara pantai Batu-bate. “Tiga hari kemudian kapal perang Jepang baru hilang di tempat menandakan kota Makassar aman bisa orang-orang masuk penduduk keta yang tadinya menyingkir, kemudian Jepang perintahkan penduduk kota kembali ke rumahnya masing-masing. Dari hari ke hari di pandang Sulawasi Selatan sudah aman dalam waldu hanya tiga empat bulan saja adanya, semua Belanda sudah tertangkap di kalangan sipil, dan militernya termasuk KNIL/orang-orang Ambon, tertawan oleh Jepang. Olebnya itu diundang Raja-raja di seluruh Sulawesi Selatan mengadakan rapat. Jenderal Gubernurnya yang disebut TJOKAN dan Kantornya di Menseibu, jadi panggilan gubernurnya Menseibu TJOKAN. Dibawahnya disebut Xan Kanrikan, sebagai Assistan Residen, dan Bunkan Kanrikan sebagai Kontroleur, dan kedudukan Raja-raja Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 61 Aminuddin Salledkk disebut Gunco dan Gunca Sodai, tanda-tanda yang diberikan Raja-raja dan pegawai waktu itu kain putih selebar 12.cm ditulis kanji Nippon dan cap stempel merah oranye masing-masing dipakai pada lengan baju di sebelah kiri, bila menghubungi Kantor-kantor Jepang; Daeng Mama’dja waktu itu selaku jurutulis istilah Nippon Syoki. Beberapa peraturan-peraturan disesuaikan dengan keadaan perang. Galesong waktu diikut sertakan bergabung dengan wilayah Takalar tahun 1943, kemudian duduklah seorang tenaga Jepang dalam kedudukannya selaku kepala Pemerintah negeri dalam istilah Jepang Bunkan Kanrikan, Setahun sesudah bergabung, semua sopir mobil raja-raja diharuskan mengikuti ujian mobil untuk mendapatkan Reybes dimana sopir-sopir raja- raja tak lulus maka mobilnya disita/digunakan Jepang. Olehnya itu, maka berangkatlah ketiga ke Makassar, Karaeng sendiri, Muda Dg. Punna dan Daeng Mama’dja, dimana Daeng Mama’dja disuruh mengikuti ujian sopir, dari jam 09.00 tiba ditempat ujian di lapangan sepak bola di Maricaya, sampai jam 15.00 baru giliran Daeng Mama’dja, karena peserta ditampung dalam sebuah kemah, maka dijamin makanan yang masih tinggal pada jam 19.00. Adapun materinya ujian agak ringkas tetapi sulit, sebab serba teliti dan lancar karena pakai jam waktu tak bisa dilewati dimana digariskan kapur LETTER R tak biasa diinjak garis, pertama maju memasuki bundaran untuk putar haluan mobil selanjutnya, mandur keluar 62 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi garis kaki ujung letter dangan waktu tepat, lalu menghadapi 4 meja opsir pertanyaan, dengan ancaman, kepala Oben pemukulan kening bila salah jawab, Olah karena giliran Daeng Mama’dja terakhir dua orang di belakang saya, selanjutnya mobil-mobil yang dipakai kesamen. Sekembalinya Daeng Mama’dja sudah jam 16.00, maka Karaeng tinggal di rumah P. Dg. Duni di jalan Lajangiru sudah agak gelisah dan ragu mobil disita Jepang. Setelah Daeng Mama’dja muncul kemball, ia lihat Karaeng berdiri di jendela tengah rumah Dg. Duni, saya masih dari luar, di jalan aspal Karaeng berteriak bertanya ........... ? setelah menjawab baharu Karaeng ketawa, seterusnya dipanggil naik di rumah ditanyai sampai dimana kesulitan engkau alami. Demikian suka dukanya peserta ujian adanya beberapa tidak lulus, hanya pukulan ia peroleh . Demikian bersyukur Karaeng, tadinya sudah ragu kita tidak lagi menaiki mobil bila engkau ini tidak dapat REBEWIS. Demikian maka barulah Dg. Punna pergi ambil mobil yang dititip pada rumah kenalan orang cina/Dokter Gigi, lalu kita pulang ke Galesong, Oktober 1943 Jepang membikin LAPANGAN Terbang di Laikang Takalar, maka Galesong mendapat jatah tenaga rakyat yang turut bekerja lapangan setiap minggu diganti sebanyak 100 orang, olehnya itu dibagikan juga Desa-desa Kepala-kepala kampong hanya 11 kepala Kampong bahagian selatan saja. Pertama dimulainya pekerjaan gotong royong itu, istilah Jepang KINROHOSI, langsung Karaeng dan Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 63 Aminuddin Sallodkk para kepala-kepala kampong membawa rakyatnya, saya ikut serta karena bermalam dilapangan tempat pekerjaan yang akan dimulai esok harinya, didabului upacara Jepang. Disinilah mulai dirasakan pahit getirnya kekuasaan Jepang. Kemudian dengan adanya pula lapangan terbang di kampong Panjo‘jo-Limbung, yang turut pula Galesong mendapat jatah tenaga rakyat pekerja lapangan, olehnya itu maka 11 (sebelas kepala kampong bahagian utara masing-masing sesuai banyaknya penduduk desa, Demikian penderitaan rakyat setiap hari menerima perintah Jepang secara paksa, karene menghadapi tugas pekerjaannya agak berat, sedang kebutuhan sebari-harinya jauh tidak seimbang, karena segala macam hasil produksi, pertanian dan hasil perikanan ditangani langsung oleh petugas-petugas Jepang, lain dari ita yang mencakup kebutuhan manusia umpama gula pasir, minyak tanah dan minyak goreng, dan lain-lain begitu pula sandan/ pangan, sarung dan berupa pakaian pada umumnya, apa lagi dikotakan ban sepeda kammemi anjo naniamo kana sikamma tau ammallakia sepeda naallengasengi jannang gentungan. Kemudian ada dari pihak Jepang juga keluarkan ban sepeda karet mentah nikana ban antero, seluruh karet tidak pakai angin. Akan tetapi namun demikian banyak juga yang membelinya dari pada jalan kali ke pasar dan ke sekolah, namun jauh beda dengan ban pakai angin karena berat di goyang dan dirasa tiap lubang, ammebereki kale-kaleya. Pertengahan tahun 1943 ke 1944, meningkat dan 64 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi Susunan/badan inilah sementara gerak melalui Kepala-kepala kampongmemberikan pengertian Polisi- polisi Kampong dan Polisi-polisi kampong menyebarkan pada rakyat. Dari Oktober 1945 sampai 2 Mei 1945 dari gerakan Muda Bajeng mendapat berita lanjutan dari Pajonga Dg. Ngalle dengan perantaraan Djohasan Dg. Negitung, supaya gerakan Muda Bajeng dirubah, karena di Pusat Polombangkeng sudah dijelmakan dengan Lipan Bajeng pada bulan Maret 1945. Dari bulan ke bulan lipan bajeng ini dirubah selanjutnya pada tanggal 16 Juli 1946 diresmikan LAPRIS dan Ranggong Dg. Romo pelindungaya sampai ada terdapat tenaga kita dari Bontomangape dan Bentang Galesong Selatan dirintangi oleh anggotanya Johanlong Dg. Rowa di Barembeng - Bontonompo Gowa, karena tinggal diperbatasan Barembeng-Bontonompo dengan desa Bontomengape Galesong, dimana Djamalong duluan Bontonompo- Barembeng bergerak maka ia mempengaruhi Galesong perbatasan Bontonompo Bentang dan Sawakong Toa oleh Ketua Abdul Gani Dg. Mambani menghubungi supaya memberi pengertian dalam gerakan politik ini, tak ada rebut-rebutan, supaya pihak musuh hendaknya kelemahan kita menjadikan senjata bagi musuh, sedang perjuangan perlunya nampak kompak kesatuan. Justru itu maka selekasnya Daeng Mama’dja diberi mandat ka Pusat di Gunung Polombangkeng agar sektor Galesong secara resmi bergerak selaku wilayah basis DEpakto bahagian Barat Lipan Bajeng. Sejarah Budaya & Kepemimpinan 1 Aminuddin Salledkk Demikian pada sore hari Djum’at Juli 1946 berangkat bersama Bado Sangkamma Pappisalongke, Dg. Mama’dja, Abdullah Dg. Memaro, Basonggeng Gelarang Sawakong, dan Johan Dg. Mamalo dan Pajonjoi Dg. Maruppa jam 18.00 tiba di Salaka Polongbangkeng Selatan, singgah dirumah pemilihnya Pajonjoi Dg. Ma’ruppa, makan malam sesudah makan malam berjalan dengan diantar seorang tenaga yang mengenal Kubu Makkotan Dg. Sibali pada jam 20,00 malam, dan bermalam di sana, malam itu saling menular informasi, adanya kami baru datang lahiria, namun kesatuan jiwa sudah diketahui beberapa bulan oleh Bapak Pajonga Dg. Ngalle selaku Ketua Umum Kelaskaran Lipang Bajeng dengan perantaraan Johasan Dg. Ngitung, dengan tanda bukti senjata Pestol Coolt 3.8 baru dari Dg. Mama’dja atas persetujuan Krg. Haji Larigaoe Dg. Manginreeroe, pagi harinya baru berangkat menuja Ko'mara Kubu Pusat Ranggong Dg. Romo Panglima LAPRIS jam 17.00 baru tiba, langsung melapor pada Panglima Ranggong Dg. Romo bersyukur dengan resminya kebetulan tekad seluruh witayah kekuasaan Pemerintahan Negeri Takalar turut menggabung pada kelaskaran dari anggota Lipan Bajeng ke LAPRIS pada malam harinya makan bersama Ranggong Dg. Romo menceritakan begitu lengkapnya diterima kiriman dari kami di Galesong, pada sepuluh hari lalu, yang dua ekor kuda membawa kebetulan a.l. gula pasir, ikan kering, rokok sabun dan kopi makanan kaleng. Oleh ini Dg. Romo tanyakan 72 Sefarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi darimana datangnya sampai begitu lengkap, demikian kami jelaskan, bahwa adanya dua jurusan pasukan resmi ditugaskan mulai Borongcalla bahagian utara sampai Mengindara bahagian selatan merupakan pasukan pengintai lautan dari gerak langka kegiatan musuh, begitu pula hubungan kita dari Jawa yang kita tanggapi kegiatan orang-orang Sulawest di Jawa Timur Surabaya sampai Banyuangi orang Makassar, baik melalui radio rimbu yang kita gunakan sebelum gerakan PMP tersusun dimana hubungan dengan Bung TOMO di Jawa Timur sewaktu-waktu mendengar suara penyerahannya membangkitkan jfiwa dan semangat pemuda-pemuda Bangsa Indonesia, dimana kebetulan perahu angkotan barang Najamuddin Dg. Malewa selaku kepala Staf Gubernur NICA/Perdana Menteri Negara-Negara Indonesia Timur (NIT) dari Makassar ke Butong, sebuah perahu Lambo di HADANG di perairan pulau Sanrobengi, dengan tujuan utama pengawalnya mungkin memakai senjata, akan tetapi tidak ada malahan hendak melawan, olehnya itu selekasnya bantuan sebuah perahu pajala dengan tenaga 10 orang melengkapi senapan satu pucuk dengan tombak dan kalewan menghadapi tenaganya perahu 12 orang barulah dengan angkat tangan menyerahkan sebahagian besar bahan-bahan kebutuhan makanan kepada anak-anak/pasukan yang dijelaskan gerakan ini bukan perampok, tetapi gerakan pejuang kemerdekaan ialah LIPAN BAJENG, dengan memberikan tanda bukti/surat tanda terima dari Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 73 Aminuddin Salledkk barang-barang yang diterima. Demikian Ranggong Dg. Romo akui sistem cara menghadapi rakyat yang digunakan oleh Pemerintah NICA, bukan alat resmi atau petugas NICA harus kita perlihatkan langka resmi organisasi mengajak kepada kesatuan dan persatuan apalagi rakyat suku bangsa Indonesia hanya nafkah untuk hidupnya membawa perahu berupa sewahan saja, maka dihadapi secara peraturan, pertanda gerakan ini untuk rakyat. Selesai makan diadakan upacara sederhana, tetapi hidmat adanya hadir beberapa Ketua-ketua Muda LIPAN BAJENG dan staf LAPRIS dan kesemuanya pula anggota LIPAN BAJENG. Sudah itu pada saya diangkat sebagai KETUA MUDA LIPAN BAJENG yang ke XII Sektor Barat wilayah Galesong dan sekitarnya. Selanjutnya turut membantu bidang sekretariat membikinkan Ketua-ketua susunan Badan Pengurusan anggota-anggota LIPAN BAJENG dan Komandan-komandan Kelompok sebagai berikut : Penasehat + Abd. Gani Dg. Mambani + Pakaiya Dg. Madjarre Ketua : Bostan Dg. Mama’dja Wakil Ketua : Djohasan Dg. Ngitoeng Sekretaris : Abd. Radjab Dg. Bella Wakil Sekretaris : Ponda Dg. Talli Bendahara : Abdullah Dg. Maro Penerjang/Pertahanan/: Siddik Dg. Pabe Penghubung 74 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi Pambantu-Pembantu : Ketua KelompokI : Mallangke Dg. Mappuji Kelompok 11: Habib Dg. Nanring Kelompok lil; Husain Dg. Ngawing Kelompok IV: Lonciang Dg. Tata Pembantu-pembantu umum pera Gelarang Gelarang masing-masing dalam Kampongnya. Tiga hari perjalanan Daeng Mama’dja baru kembali, dimana pada hari kedua maka sore hari jam 15.00. Tentara KNIL yang membakar Kampong Salaka tadi malam dapat dihadang dengan pasukan Makkotan Sibali, maka rombongan saya antaranya Kande Dg. Sutte Ketua Muda Kompi Bontonompo menyingkir ke Gunung Tjoeraka, ada setengah jam tembak menembak baru aman karena kebetulan hujan Iebat, maka pada umumnya rombongan dapat menggabung kira-kira 40 orang tersebar dilereng gunung, jam 18.00 baru hujan berhenti lalu Mappaselleng Dg. Sija ada datang membawa/membagi-bagikan nasi juga sementara menunggu naiknya bulan jam 20.00 baru muncul maka rornbongan mulai jalan, pada jam 22.30 tiba di Bonto Lebang Komandan pasukan/ Kepala kampong Bonto Lebang kita diharuskan dabulu makan baru berangkat, ayam sementara mengeram beberapa ekor dipotong, tepat jam 24.00 kita mulai jalan sampai jam 03.00 baru sampai di Kampong Salaka yang pernah dibakar tentara KNIL, olehnya itu banyak- banyak kita berjalan malalui sawah-sawah yang sementara tanaman jagung sedang di tuwai, dimana Selsrah, Budaya & Kepemimpinan 75 Aminuddin Salle dkk karena sewaktu-waktu hujan gerimis maka berjalan terus, pas jam 05.00 subuh baru tiba di Kato’nokang, Saro’ Disinilah berpisah semua diantaranya Tuan Kande Dg. Sutte Ketua Muda L. Bajeng Bontonompo dengan maksud ke pulau-pulau. Keesokan harinya memberikan perintah kapada seluruh tenaga-tenaga pembantu dan kepala-kepala kampong untuk penggalangan massa dan berusaha segala apa rintangan bila musuh pihak Belanda mendatangi daerah kita, antara lain jembatan dibikin roboh, penebangan pohon kayu besar dipinggir jalan, selanjutnya perlancar hubungan dengan induk-induk pasukan, mengawasi, malahan menangkap mata- mata musuh hari ini tanggal 20-2-1946 mendapat surat dari pemimpin L. Bajeng yang menghendaki tanggal 21-2-1946 jam 22.00, rencana akan menyerang Asrama Polisi Jongaya secara umum, maka pasukan Sektor Galesong Barat jam 19.00 berangkat menuju pangkalan sebelah selatan sungai Je’neberang, menunggu hubungan Komando, dalam penyerangan gabungan, akan tetapi ada berita BATAL, pada esoknya, karena sesuatu diragukan dengan adanya berita tentara KNIL dua buah Jeep menuju Galesong, maka pasukan saya mengintip di cela-cela hutan Romeng Sapiria ujung baratnya kelihatan/tidak jauh dari jembatan Tamala‘lang dimana saya sendiri telah pasangi DINAMID buatan Jongaya dua buah pada ujung jembatan, dengan masing-masing 5 kg. dimana kabelnya diujung 25 meter panjangnya disaluran sungai 16 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi membikin perlindungan di jaga 3 orang pasukan yang bersenjata granat tangan masing-masing ialah : 1. Baso Kaluku 2. Basole, menyamar petani 3. Pasinring. Membawa pacul, dan pasinring. Tepat waktu yang disediakan jam 10.00 mobil KNIL melalui jembatan, DINAMID diletuskan kedua-duanya meletus akan tetapi jembatan tidak runtuh karena Konstruksi beton bikinan Belanda jadi mobil KNIL lolos, lalu selekasnya pasukan Belanda turun di bawab tanah menembak ke kiri ke kanan, dimana tenaga penjaganya ragu tinggal di dalam Iubang lindungan, maka ia lari menjurus saluran air/sungai kecil, akhirnya Baso Kaluku dikena tembakan termasuk Basole, tetapi Basole masih sempat lari sambil berlindung dipematang yang tinggi, hanya Baso Kaluku gugur di tempat. Pasukan Daeng Mama’dja sebanyak 8 orang sengaja mengintip dicela-cela hutan, mana kala berhasil dinamid menumbangkan jembatan, dan mobilnya jatuh maka mobilnya pasti jatuh dan rusak maka bila ditinggalkan siap menghancurkan dengan Granat adapun anak buah yang gugur menyalai adanya bersedia, menatap dalam lubang perlindungan yang memang telah dalam rencana, dengan granat tangan digunakan bila ia di dekati salah seorang pasukannya (KNIL) dan bila terpakea, satu-satu Battuangkana Sipappuli sudah itu setelah mayatnya ditinggalkan musuh maka rombongan Daeng Mama’dja segera mengangkat Sejerah, Budaya & Kepemimpinan 77 Aminuddin Salledkk mayatnya untuk dikuburkan. Pasukan KNIL ini dipimpin seorang Letnan Belanda bernama Komando Polisi Sailellah selaku Algojo: Perjalanan hari itu terus ke Desa Bontomangape untuk rencananya terus ke Bontonompo, akan tetapi terpaksa kembali karena jembatan bambu sudah diruntuhkan semua yang tersebar dijalanan di kampong-kampong makanya ia kembali ke Galesong, disana didapati B. Dg. Rani Galesong Barangmamase dimana Kend. Sailellah mengenal namanya, terus disuruh naik diambilnya karena ada orangnya merusak jembatan. Perlu/ia suruh cari, dan ditengah jalan ia ditembak mati pada hari Rabu 9-12-1946 karena laporan mata-matanya, Gelarang-gelarang suruh tumbang jembatan yang ada dikampong-kampong, disamping mematahkan semangat rakyat yang mendukung perjuangan pemuda-pemuda oleh karena setiap keluarnya komandan polisi Sailellah memperlibatkan pengaruhnya pada atasannya (lincah) baik di wilayah Gowa, Polongbangkeng, Takalar umumnya selalu menemui rintangan apa ada juga apa-apa terjadi Sarro Misi meninggal dalam penyerangan Brawijaya terhadap pasukan L. Bajeng. Dewan Pemerintahan Galesong Pada bulan Oktober 1951 Daeng Mama'dja mendapat undangan dari Krg. P. Bangkeng sebagai KP.N berdasarkan surat pengunduran diri dari H. Larigau Daeng Menginruru, Regent Van Galesong, 78 Sejarsh, Budaya & Xepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi karena usia sudah lanjut, maka dalam rapat waktu dilahirkan suatu Badan Pemerintahan Distrik Galesong dalam istilah DEWAN PEMERINTAHAN GALESONG, tersusun/terdiri sebagai : Ketua : Bostan Dg. Mama’dja, karena ia alat bersenjata ditempat itu, lalu Abdul Kadir Dg. Toto sebagai Wk. Ketua I dan Nurung Dg. Tombong Wk. Ketua II, Demikian Dewan ini bertanggung- jawab di Distrik Galesong. Demikian kami ketiga membagi tugas, al. Daeng Mama’dja bidang I Keamanan, A.K. Dg. Toto Bidang Il Kesra dan Keuangan, sedangkan N. Dg. Tombong Bidang 111 Pemerintahan/Umum. Dewan ini berjalan sebulan dua bulan dan seterusnya masuk tahun 1952. Dalam bulan Oktober 1951 sampai desember 1951, nampak kegiatan perampokan di mana-mana, demikian maka dalam bulan Januari 1952, saya sedang mengadakan penaksiran pajak di kampong KALU BODO, lantas ada datang Kaptan Bn. Branjangan nama MOJITO, menemui saya bahwa ia pernah minta tolong mobil pada Krg. Haji demikian ia mengambil kesempatan memberikan pengarahan pada rakyat kebetulan banyak rakyat hadir, dimana pengarahannya menyinggung pada instansi Kepolisian, sebab kota-kotanya adanya perampokan ini terdapat senjata api digunakan perampok dimana gerakan perampokan ini kami dari MILITER, turut menangani bila Polisi Kewalahan. Sejarah, Budaye & Kepemimpinan 719 Aminuddin Salledkk Demikian maka ia sampaikan rakyat bahwa masalah pengamanan takyat hendaknya dibicarakan, maka Ketua Dewan ialah Bostan Dg. Mamadja di panggil ke Kantor, supaya pegawai-pegawai saja teruskan pekerjaan hari ini. Olehnya itu saya ikuti bersama mobil Karaeng yang saya pakai perjalanan mobil bersama terus ke Pandang-pandang (Komando Operasi WILAYAH GOWA-TAKALAR). Setelah Daeng Mama’dja sampai di Pandang-pandang Kapten MOJITO, masuk berbicara dengan Komandan Jaga sudah itu baru ia minta kunci mobil dan Daeng Mama’dja disuruh menunggu sebentar di dalam Kantor Komandan. Setelah satu jam Daeng Mama’dja duduk di kentor masuk pada suatu Kema, dimana terdapat beberapa orang, a.). Sabarang Dg. Ngempo dari Tanetea Limbung juga ada kawan dari L. Bajeng, sorenya diambilkan Daeng Mama’dja tempat tidur Polbet. Keesokan harinya Daeng Mama’dja menghadap pada Komandan jaga menanya apa yang menyebabkan sampai ia ditahan ? Komandan jaga juga tak tahu hanya pesan Komandan Bn. Branjangan mengamanatkan kami supaya Sdr. dititip saja dan dijaga. Lima hari ketsudiannya, bara seorang Letnan 1 datang sesampai di Komandan jaga menyatakan ada orang tahanan nama Bostan? Demikian saya dipanggil ikut naik mobil Jeep, lalu terus ke Makassar Kantor TT. VIl/Kodam di Jalan Mongonsidi sampai di Kantor seorang Kapten menanya pada Daeng Mama’dja, dari mana, sudah berapa hari ditahan, dan seterusnya 80 Sejatah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Deca Pancasila & Konstitusi menanyakan ada kenalan dalam kota, Daeng Mama’dja menjawab bukan kenalan, tetapi familinya ada di jalan ini tidak jauh dari sini. Demikian Daeng Mama'dja disuruh saja pulang kesana menunggu berita selanjutnya. Jadi Daeng Mama’dja ke rumahnya Krg. Duni di Kampong Maricaya. Tiga hari kemudian Kapten MOJITO datang ka Kodam, membicarakan masalahnya dengan kesimpulan ia diperlukan melalui proses verbal di bahagian Kantor C.P.M. Dr. Ratulangi, olehnya ini Daeng Mama’dja di Kantor. Sesampai di dalam Daeng Mama’dja diperlukan mengikuti peraturan, artinya Sdr. dititip untuk melalui pemeriksaan lalu Daeng Mama’dja ditunjukkan kamar istirahat tidur. Di dalam kamar sudah ada/berisi tiga orang, jadi empat orang isi kamar di belakang kantor CPM+Dva hari disana baru Daeng Mama’dja diperiksa oleh seorang anggota Polisi Kota yang diperbantukan tenaga pemeriksa, kebetulan di dalam pemerikssan Daeng Mama’dja dikenal pertama sama-sama anggota Polisi, kedua juga orang dari kampong Bontonompo. Surat tuduhan Daeng Mama’dja sebagai anggota Polisi bertugas di Takalar, dimana Takalar dikenal terjadi banyak perampokan. Karena sudah berkenalan satu Korop maka surat tuduhan diperlihatkan berasal dari Takalar/N.Dg. Tombong, menyatakan susah dibasmi perampokan di Galesong karena anggota Polisi B. Dg. Mama’dja ada di Galesong karena kalau siang ia Polisi, tetapi kalau malam ia perampok, surat ini ditujukan kepada tentara/ Kapten Branjangan Mojito. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 81 Aminuddin Salledkk Esikamma Umma Isilanga maka antamaji riakkalatta angkanaya inakke patanna para'sangan, inakke. pole amparentae, nainakke sessana pembersihanna Westerling Nainakkemo nakaniakki Xodiateka rituma ‘para’sangangku? Apa boleh buat kammatongiseng sare-sarengku amminawang berjuang Kemerdekaan Negara Republik Indonesia Kesatuan, pemeriksaan hari itu tidak diteruskan dimana kawan pemeriksa itu mengatakan nanti esok siang Sdr. Tinggal tanda tangani, dirumah Daeng Mama’‘dja kerjakan pemeriksaan ini, karena ini sudah matang bagi Daeng Mama’dja ini tuduhan fitnah bagi Sdr. Karena memegang peranan, sedang rupanya ia sangat emosi, karena ambisi sekali menjadi Karaeng Galesong di Galesong, maka ia menjilat pada Kapten MOJITO karena MOJITO menumpang rumah di rumah Karaeng Takalar sedang N. Tombong baku ipar dengan Bangsawan Dg. Lira/Krg. Takalar, juga bergaul Tapat dengan Mojitu sebab berdekatan rumah. Olehnya itu maka keesokan harinya Daeng Mama’dja tanda tangani Surat pemeriksaannya, dimana ia akan menunggu hasil penilaian yang berwajib. Kemudian esoknya Daeng Mama’dja diperhadapkan di Kantor dimana ketentuan Daeng Mama’dja hari ini dibebaskan akan tetapi wajib lapor dua kali seminggu. Ketentuan ini Daeng Mama’dja jalani Selama satu bulan, artinya berada di Galesong, mana kala hari pelepasan baru ke Makassar, kemudian menyusul surat ketentuan dari CPM. bahwa Daeng Mama’dja tidak bisa az Sejarah, Budays & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi keluar kota tanpa izin/Stat Arres dengan berlakunya instruksi dari Militer, maka ada menyusul surat dari Detasement Kepolisian Takalar, Daeng Mama’dja selaku alat Negara bersenjata, Selama tiga bulan tidak menentu Penugasannya, maka mutasi Daeng Mama’dja dipindahkan ke Kota Besar Makassar, dibahagian Reserse Kriminal di Kantor Pusat Makassar, Oleh karena selama tiga bulan Daeng Mama’dja tinggalkan pos keadaan di Galesong bertambah kacau karena perampokan nampak menjadi-jadi, malahan setiap malam. Olehnya itu Daeng Mama’dja mengetahui pasti. Krg. P.Bangkang selaku KP.N. menemui Kepala Daerah Makassar, ialah Residen Andi Mengkulla Dg. Perumpa, agar di Galesong selekasnya diadakan pemilihan kepala Distrik, agar supaya ada langsung mempertanggungjawabkan keadaan kepentingan masyarakat dan meredahkan kekacauan. Demikian maka tanggal 2 April 1952. Residen Andi Mengkulle mengadakan pemilihan umum. Kepala Distrik Galesong, di Galesong. Pemilihan Kepala Distrik Galesong Dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat dan kepala-kepala kampong 22 dan Imam-imam Kampong. Adapun saran-saran yang dikemukakan pada hadirin, agar diterima baik, calon-calon yang akan dipilih masyarakat ialah antara lain : 1, Bostan Dg. Mama’dja 2, Abdul Kadir Dg. Toto 3. Nurung Dg. Tombong Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 83 Aminuddin Salledkk Hadirin dapat menyetujui pemungutan suara secara rahasia (tertulis) tiap pemilih dilakukan dimana setelah perhitungan suara terdapat suara terbanyak Bostan Dg. Mama’dja 86 % suara, AK. Dg. Toto 10 % suara dan N. Dg. Tombong 4 % suara. Pada tanggal 5 April 2952, Kepala Daerah Makassar menemui Komisaris Polisi H. Yunus Dg. Mile, menyampaikan adanya anggota Polisi nama Bostan Dg. Mama’dja bekerja di Kantor Polisi Makassar jatuh suara dalam pemilihen Kepala Distrik Galesong pada tanggal 3 April 19§2. Olehnya ini maka Daeng Mama’dja dipanggil oleh kepala bahagian bernama : Dg. Perabba, kemudian Daeng Mama’dja diantar ke Kamar Kepala Polisi Sul-Selra, sesampai di kamar Kepala Polisi Daeng Mama’dja diperkenalkan dengan Kepala Daerah Makassar, Kepala Daerah memberikan penjelasan adanya nampak nyata dari kebulatan tekad masyarakat Galesong menaruh kepereayaan penuh pada Sdr, Selaku putera Daerah Galesong, memimpin menggantikan H. Larigau Dg. Menginrura/Orang Tua Sdr. mengingat pula adanya Sdr. Sebagai pejuang kemerdekaan Bangsa Indonesia, maka ini kepala Polisi tak ada keberatan anggotanya menduduki suatu jabatan asalkan benar-benar keinginan massa rakyat merupakan suatu tanda citra polisi. Pelantikan Karaeng Galesong Nampak dicintai rakyat; bukan ditakuti. Olehnya ini maka Daeng Mama’dja minta bicara. Daeng Mama’dja dipersilahkan Yth. Bapak Residen dan B4 Sejarah, Budaya & Kepemimplnaan Galesong Desa Pancasila & Konustitusi Kepala Polisi, adanya peristiwa ini maka Daeng Mama’dja _memuji serta syakur Kehadirat ILAHI yang mane Daeng Mama’dja anggap atau merupakan DURIAN RUNTUH PADAKU yang tak pernah kuimpikan. Dibalik itu pula merupakan suatu gunung yang ia tada, Oleh ini maka dengan hormat Daeng Mama’dja memohon menanamkan hatinya, sebari dua hari Residen menjawab, saya tahu Sdr. Bostan Dg. Mama’dja pejuang fisik tahun 1945, sanggup bersama- sama takyatnya/pasukannya menghadapi Belanda, dimana resikonya pasti korban, luka atau mati, sedang hal ini kepercayaan rakyat pada sdr. ingin bersama- sama mengabdi kampong di wilayahnya, serta menikmati kemerdekaan Negara kita, hasil perjuangan Sdr. olehnya ini maka Daeng- Mama’dja tak menyambung pembicaraan lagi, Kepala Polisi menutup pembicaraannya, mengatakan Sdr. Bostan Dg. Mama’dja sudah mengerti ? sudah Siap? Saya menjawab, siap. Kepala Daerah Makassar mengatakan pada Kepolisian, bahwa esok pagi, jam 10.00 pelantikan diadakan di sini, agar sesuatunya dapat disediakan. Olehnya itu Daeng Mama’dja diharuskan berpakaian " putih polos. Pada keesokan harinya tepat jam 10.00 pagi hari kamis 8 April 1952, acara pelantikan dimulai di ruangan Kepala Polisi, dengan di dahului pembukaan oleh tenaga staf kepala Daerah Makassar, lalu membacakan surat Keputusan Kepala Daerah Makassar, pengangkatan sebagai Kepala Distrik, Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 85 Aminuddin Salle,dkk bergelar Karaeng Gelesong dalam surat No. 10/BAG. tertanggal 3 April 1952, selanjutnya penyumpahan dan K.H. Ramli deri Jawatan Agama lelu pelantikan oleh Residen Kepala Daerah Makassar, dan pengarahannya al. demi pelaksanaan tugas yang baik dan berhasil selaku tenaga muda, dapat menjalin dan memelihara kesatuan dan persatuan sebagai mana pernah sdr. alami gunakan di dalam perjuangan fisik Kemerdekaan tahun 1945 yang lalu. Akan tetapi baru pada tanggal 10 April 1952 saya ke Galesong dengan membawa surat pelepasan dari Kepolisian Negara RI. secara hormat atas panggilan massa rakyat Galesong kepada pemimpin mereka. Program Kerja Kepala Distrik Sabtu 24 April 1952 mengadakan rapat dengan para kepala-kepala kampong/Gelarang-gelarang dan Imam-imam menyusun suatu program kerja, jangka pendek jangka menengah jangka panjang sebagai berikut ; 1. Program jangka pendek ialah : Pemindahan/ penyusunan rumah-rumah rakyat berhadapan dengan jalanan. I. Memperbanyak jalanan-jalanan kampong agar teratur, pembangunan rumah baru, menandakan Kota Distrik. 111. Program jangka menengah, ialah perbaikan saluran-saluran air dan pengawasannya secara terus-menerus demi teraturnya pembahagian air ‘ke sawah-sawah pada waktunya. 86 Sejarah Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi IV. Pemeliharaan/perbaikan jalan raya tiap bulan dikerjakan dengan tenaga (Hercydiens) bayaran pajaknya. V. Pengamanan kampong dengan perondaan yang bergiliran tenaga rakyat, dan diawasi dengan tenaga patroli dari kota Distrik. Vi. Program jangka panjang ialah : Menggali Bendungan Pengairan, di Camapagaya Desa Bontomengape, sebagaimana pernah ditempuh oleh Karaeng Haji, demi kelancaran suasana pengabdian. Penanaman padi tepat pada waktunya. Karena ‘tahun itu kurang berhasil, maka menghubungi P.U. Pengairan Gowa-Takalar, lalu mengadakan peninjauan bersama pada lokasi adanya mata air ialah diperbatasan kampong Campagaya dengan Romenglompoa/Salekoa. Setelah selesai peninjauan P.U. menghubungi Daeng Mama’dja selaku Kepala Distrik di Galesong, menyambut baik inisiatif ini dimana P.U. dapat membantu, agar Daeng Mama’dja membikin surat resmi kepada P.U. Pengairan Gowa-Takalar dengan sifat Pengairan yang dimaksud, setengah Tenik, dan diketahui K.P.N Takalar, waktu itu Donggeng Dg. Ngasa, Lima kemudian surat yang diajukan mulailah tenaga ukur dari P.U. melaksanakan tugas pengukuran lokasi pinta Bendungan dan Induk penyalurannya ke sawah-sawah sebelah timur dan selatan kampong Bontorita. Olehnya itu maka diadakan repat kepala- Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 87 Aminuddin Salledkk kepala Kampong/Gelarang-gelarang dan Imam- Imam selaka pembantu Gelarang membina masyarakat, dengan maksud mengeluarkan tenaga pekerja menggali saluran-saluran yang pernah diukur, demikian keputusan rapat kampong-kampong yang mendapat jatah penggalian mulai Kalukubedo sampai Kalukuang mengeluarkan tenaga dimulai pada tanggal 25 Juni 1954. Adapun mengerjakan pintu Bendungan dan pembuangan dilaksanakan oleh tenaga P.U dan bahan pasir dan batunya untuk mereka sediakan, juga semen dibantu oleh K.P.N. Takalar dimana dikerjakan secara sungguh-sungguh artinya tingkatan golongan masyarakat, antara lain pemuda-pemuda murid S.D. kelas 3 (yang besar-besar) bergotong royong, bagi Rakyat dikerjakan terus menerus siang dan malam bila terang bulan, kami sedikit bertindak tegas bila ada yang lalai mengerjakan diajukan ke pekerjaan yang sama di luar Galeasong, atau melapor 2x seminggu ke Kantor Polisi Takalar, demi tercapainya kesejahteraan rakyat melaluf bidang pertanian karena maksud utama dikerjakan penanaman padi 2 x setahun di Bontomengape dan Desa Bentang/Bontosunggu Taroang dan Parappa, meliputi 250 Hektar. Karena pekerjaan benar-benar dari 11 Kepala Kampong menaruh perhatian sepenubnya pengiriman tenaga pekerja yang menjadi jatah masing-masing sejumlah pekerja setiap hari kureng lebih 200 orang, maka pada tanggal 21 September Pengairan tersebut diresmikan oleh Gubernur Sulawesi Selatan Achmad Lame, 88 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galosong Desa Pancasila & Konstitusi Kata-kata sambutan Gubernur antara lain : merasa bangga adanya suatu, fakta nyata kerja sama yang harmonis antara masyarakat, rakyat pada umumnya dengan Pemerintah, dengan kota lain pemimpinnya terang nyata disegani/dicintai oleh rakyatnya maka sampai terjadi/terlaksana Bendungan Pengairan ini, akan tetapi bagi saya saksikan di sekitar Bendungan ini, tak ada daerah-daerah sumber mata yang jelas nampak sebagaimana Bendungan pengairan di daerah lain. Oleh karena fakta menyatakan kita sadari kekuasaan TUHAN, benar pribahasa mengatakan dimana timbul kemauan, di situ ada jalan. Dengan fakta di deerah, aparat pada umunnya agar sama memiliki jiwa besar untuk mendorong tenaga/ diri masing-masing sebagai tenaga pengabdi pada masyarakat. Gubernur selanjutnya menutup kata sambutannya mengucapkan banyak terima kasih kepada masyarakat di Galesong seluruhnya, Kepala Distrik yang memiliki cita-cita uhur/masa depan kampong dan rakyatnya, begitu pula P.U. Pengairan Gowa-Takalar menyumbangkan tenaga dan pikirannya, semoga TUHAN tetap memberkahi langkah dan suasana menghadapi resike Kepala Distrik. Usaha kita demi kenikmatan Dunia menuju Akhirat kelak. Selanjutnya Gubernur sangat harapkan pada rakyat Galesong, Bontomangape pada khususnya agar hasil karya saudara-saudara benar-benar dicintai berarti sanggup memeliharanya sepanjang masa agar Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 89 Aminuddin Salledkk masa depan kemakmuran saudara meningkat dan meluas, selanjutnya diresmikan namanya Bendungan ‘Tjampagaya. Dalam tahun 1954 Gerakan DIi/TI di Sulawesi Selatan Nampak mempengaruhi rakyat di kampung-kampung adanya 13 Distrik di dalam Kewedanan Takalar, hanya Galesong dengan Takalar tidak mengikuti gerakan anti Pemerintah, oleh karena Takalar adanya Polisi, maka bisa saja bertaban, akan tetapi kami di Galesong tak ada alat bersenjata selain saya sendiri maka informasi peroleh akan berusaha Komandan Bn.nya nama Muslimin Kilat merencanakan menculik saya secara lunak. Olehnya itu Daeng Mama’dja dengan resmi mengangkat Pemerintahan pindah ke Kota Makaasar, dengan eatatan kepala-kepala kampong tinggal saja, dan bila ada keperluan rakyatnya dapat hubungan dengan Makassar melalui laut dan menyamar, dan bila terdesak pindah saja mengikuti saya. Setibanya Daeng Mama’dja di Makassar, langsung melapor pada Bupati K.D.H. Makassar (H. Arupala) dan PANGDAM Kolonel A. Mattalatta; menurut Pangdam sementara tinggal saja dalam Kota. Oleh karena dengan resmi Pemerintahan di Galesong, berada dalam kota Makassar, maka sebulan dua bulan Daeng Mama’dja merasa berat menghindari diri dari fitnaan dunia selaku pimpinan Pemerintahan mengikuti perkembangan zaman dalam usia masih muda, apa lagi baru bebas dalam cengkeraman 90 Sejarah, Budsys & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi belenggu penderitaan tawanan Belanda, tinggal sementara dalam keramaian kota, maka mulai timbul hasrat keinginan kawin kedua kali karena kesepian tinggal jauh terpisah dengan isteri dan keluarga. Demikian maka atas Ridha Allah Y.H.E. pada tanggal 21 Oktober 1954, Daeng Mama’dja kawin dengan Husnia Dg. Kebo kemenakan dari Abdul Madjid Dg. Tuppu, di Jongaya, Gowa. Ayahnya bernama Muh. Ali Dg. Sikota Ibunya bernama Ikaindo Dg. Puji. Sehari dua hari tinggal di kota mengunjungi kepala Daerah agar adanya secara resmi Daeng Mama’dja mengangkat Pemerintahan Galesong, maka ingin mendapat tempat suatu ruangan. Demikian maka diberi satu kamar pada bekas ramah Gubernur maka Belanda pada setiap bulan mengunjungi Pangdam agar selekasnya di kembalikan ke Galesong mengusir gerombolan-gerombolan DI/TI. Panglima memberi penjelasan pada Daeng Mama’dja, bahwa desakan Daeng Mama’dja dapat dibenarkan, akan tetapi, bukannya Galesong saja dipikirkan termasuk Limbung dan Bontonompo perlu pasukan lebih banyak selaku pintu Gerbang, Galesong namun satu platon induk memadai karena tidak mungkin gerombolan mundur ke Pulau. Demikian sabar menunggu perintah Panglima. Kemudian pada hari Senin tanggal Bulan Pebruari 1955 diminta Daeng Mama’dja menghadap Pangdam untuk disampaiken esok pagi siap berangkat bersama dengan tentara staf Deken/pasuken dari Tisi Efendi, satu pleton, karena Limbung dan Bentonompo Sejarsh Budaya & Kepemimpinaa 91 Aminuddin Salledkk sudah 9 diduduki. Setelah tiba di Galesong memanggil semua Kepala-kepala Kampong masuk kota Galesong, karena sudah merencanakan operasi bersama tentara dj wilayah Galesong. Gerakan operasi gerombolan t terus menerus dilakukan sampai tenaga-tenaga gerombolan warga Galesong hampir seluruhnya ditembak mati oleh operasi, baru Daeng Mama’'dja hentikan. Justru itu Komandan Bataliunnya gerombolan D1I/TH, bertambah dendam pada saya, maka suatu waktu mengadakan penyerangan besar-besaran memasuki Palalakkang sampai membakar pasar Ikan Palalakkang dan sempat rumah Dg. Pabe Pembantu Kepala Kampung Kalukuang menyembeli bara ia tinggalkan Palalakkang, dimana waktu itu hanya tiga tenaga tentara menjaga asramanya sebab berangkat komandannya beberapa pasukan ke Kota. Selama tahun 1955-1956 ini nampaknya saling bergantian beroperasi pasukan Limbung dan Bontonompo selalu pertahanan depan di Galesong juga kami bergantian terus menerus, ada kalanya mengadakan operasi bersamaan pada kampong- kampong yang berdekatan diperbatasan tiga Distrik. Akhirnya semakin hari semakin redah di sebelah Barat kapal/Galesong-Limbung-Bontonompe. Olehnya itu maka berusaha membangun rumah sekolah di Jempang dekat jembatan-jembatan waktu itu ditempati tentara selanjutnya membangun kantor di sebelah selatan kantor lama, karena baru 92 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi diperbaiki kantor lama yang telah dirusak gerombolan sewaktu Pemerintahan diangkat ke Makassar. Adapun biaya perbaikan kantor lama yang dibangun oleh H. Larigau Dg. Manginruru, merupakan kenangan/ sejarah jayanya Galesong di zaman penjajah Belanda, suatu pertanda Karaeng Galesong mampu pada waktu zamannya memberikan fakta pengakuan berdiri sendiri, sesuai TITEL yang dipangkunya REGENT VAN Galesong, dimana istilah REGENT ini, hanya tiga terdapat di Sulawesi Selatan, karena sejarah dengan Kerisedenan di Jawa, atau sejarah DATU di Luwu DATU di SUPPA. Biaya-biaya yang digunakan memperbaiki bangunan adalah tanah sawah jabatan/ ORNAMENT di Sappaya, ia perpajakan satu tahun kepada saudara Paban ayahnya Nimbang Dg. Liwang yang punya pabrik Tegel di Pa‘banbaeng, juga mertua dari Hasim Dg. Nanring Gelarang Bontomangape pada tahun 1954 hasil pajak tanah sawah tersebut selain perbaikan kantor lama, turut juga Daeng Mama’dja ganti bangunan rumahnya, telah dari rumah tinggi/ kayu menjadi rumah batu yang terdapat sekarang, karena memungkinkan anggarannya sebab sawah Ornamen Sappaya itu terdapat 30 petak. Oleh karena mendapat bantuan dari K.P.N. Makassar Dg. Lau, maka pembangunan Kantor baru tadi, cepatnya selesai, dimasuki/digunakan pada tanggal 21 Nopember 1957. Dengan Selesainya bangunan kantor itu, maka Daeng Mama’dja bersyukurlah Kebadirat Iahi, telah Sejarah, @udaya & Kepemimpinan 93 Aminuddin Salledkk maju lagi selangkah karena belum usaha-usaha/ kegiatan di luar kota Galesong, kecuali pergi patroli/ operasi gerombolan DI/TII, bersama ABRI, baru juga mengambil kesempaten meninjau, melihat dari dekat keadaan kampong-kampong dan rakyat, dari segi kesehatan dan keamanannya. Demikian usaha kegiatan yang sangat terbatas ini, berjalan hingga tahun 1958, dan tabun ini berusaba hanya dalam kota saja, maka mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat dalam kota saja dengan maksud menggiatkan masyatakat pemuda berolahraga di dalam kesepian di waktu sore menjadi hiburan. Kesimpulan adanya Putera Masdar Dg. Nompo mendukung langsung berhasrat membantu turut mengerahkan masyarakat kota, oleh itu maka menyusunlah rencana kerja, utamanya pemilik- pemilik tanah dan juga rumah-rumah yang akan dipindahkan nanti, diberikan pengertian agar rela dengan sadar ikhlas menyumbangkan tanah/ pekarangannya, diamalkan dijadikan lapangan olah raga, secara permanen pemindahan rumah-rumah dijanjikan akan digantikan dengan sawah ornamen Daeng Mama’dja, begitu pula tanah kebunnya yang digunakan. Dengan melahirkannya kesadaran masyarakat maka mulailah kita bekerja bergotong- royong membantu merombak dan mendirikan rumah masyarakat, selanjutnya membersihkan dari pohon- pohonan kayu yang terdapat di dalamnya, dan selanjutnya disuruh luku bagi petani-petani yang memiliki hewan memeratakan tanahnya. 94 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi Karena hingga saat ini belum mengizinkan berusaha di luar kote Distrik, maka tahun ini Daeng Mama’dja kerja sama dengan Ho Kui Kiem/Sdrnya, HoKien Tjui (Ayahnya Baba Guru/membeli ikan terbang pada papalele di Galesong untuk dikirim ke Surabaya waktu itu mendapat 20 Ton dikumpulkan dengan angkutan perahu Lambo ke Pasuruan Jawa Timur, dua hari berangkatnya baru juga Daeng Mama’dja berangkat bersama Toke Bodoa dengan pesawat ke Surabaya. Adaptn hasil kerja sama, Daeng Mama’dja membeli Generator Listrik DC 5 KW. Maka kota Galesong pertama-tama di Kewedanan Takalar memakai Listrik pada tahun 1958. Seterusnya ini pada tahun 1959 mendapat bantuan dari PANGDAM H/N. merupakan hadiah satu-satunya Distrik tidak masuk DI/DII, maka dibelikan sebuah DIESEL AC 15 KW, maka lebih meluas rumah-rumah memakai penerangan di waktu malam. Oleh ini maka tak terhingga mengucapkan Syukur kehadirat Allah SWT. adanya suatu usaha pertanda maju lagi selangkah, sesuai Pribahasa mengatakan TIAP-TIAP Celaka Ada Juga Gunanya. Karena selama gangguan DI/TII terhadap pemerintah dan rakyat di kampong-kampong, kami dapat juga manfaatkan waktu membangun rumah Sekolah di kampong Jempang dan sebuah kantor Pemerintahan Distrik disebelah Selatan kantor lama yang masih rusak waktu itu (tahun 1957) pada sebelah barat jalan raya, yang ditempati P.K. Sekarang (1997). Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 95 Aminuddin Salleakk Lain dari bangunan usaha-usaha kegiatan selama terbatas kegiatan karena pengaruh DI/TII, di Sulawesi Selatan, terdapat pula dua kali usaha peningkatan Listrik penerangan rumah-rumah dalam kota di wakto malam hari dilengkapi dengan hiburan-hiburan dari Radio yang masih agak kurang rimbu Radio/ yang pakai baterei (1958). Demikian keadaan jalannya pemerintahan sampai tahun 1959, hanya patroli pada malamnya beroperasi di desa-desa pada waktu subuh dimulai mengepung kampong bila mendapat informasi gerombolan DI/TH ada bermalam di suatu kampong. Oleh karena kegiatan beroperasi bersama ABRI, maka pada suatu hari , hari minggu mereka tahu tentara di Galesong sering ke kota dengan membawa pengawalan sampai suatu pleton, kebetulan hari itu hanya empat orang tentara tinggal menjaga asramanya, Ialu ada datang kurir dari Komandan Ba.nya DI/TIH, nama Muslimin Kilat, mereka berada di Palalakkang dengan pasukan anak buahnya, lJalu mengirim kurir perantara rakyat menyampaikan keinginannya ke Sanro Bone melalui Galesong/masuk kota, atas persetujuan kerja samanya dengan Mayor Tisi Effendi selaku komandan tentara Staf Dekken yang bertugas di Gslesong. Berita yang diterima oleh tentara yang jaga asrama, datang meminta pertimbangan, maka saya melarang sekali-sekali namun maksudnya langgar saja masuk kota menuju ke selatan ke Sanrobone, karena Daeng Mama’dja yakin itu alasan mati mereka secara licin ingin menculik Daeng $6 Sejatah Sudaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi Mama’dja secara lunak. Olehnya itu Daeng Mama’‘dja langsung perintahkan memukul lonceng alarm di kantor menandakan ada bahaya. Lalu suruh sampaikan pada mereka sekiranya maksud baik tentu ada surat dari Komandan Staf Dekken; Oleh karena tak ada maka takyat sedia meladeni dengan mati-matian. Supaya mereka benar-benar maksud baik hendaknya menempuh jalan melalui kampong Madondongi ke timur di luar Tugu Pahlawan menuju ke selatan tembus ke kampong Bura’ne maka dengan demikian baru mereka tiup Trumpetnya berangkat melalui jalan-jalan yang disetujui, dan ditiup terus- terus, benar-benar keluar di Bura’ne terus ke selatan. Sudah itu barulah lonceng di kantor dipukul tanda aman, pada keesokan harinya mendapat berita bahwa Bangsawan Dg. Lira Kepala Distrik Takalar tadi malam di culik oleh Muslimin Kilat, maka dengan faktanya ini, baru tentara staf Dekken mengerti siasat tipu daya DI/TIH, kami di Galesong mengutamakannya, karena mengikuti bersama tentara mengoperasi mereka. Maka dengan adanya cara ditempuh Komandan Staf Dekken (Major Tisi Effendi) karena ia orang Polongbangkeng, pendekatan kapada Muslimin Kilat maka memakai istilah kerja sama. Akan tetapi cara ini menguntungkan tanggungjawabnya Tisi Effendi, tidak menjurus kepada masyarakat dan kami sebagai Pemerintah setempat justra kami bertahan mati-matian berdasarkan prinsip perjuangan semula 1945 yang telah di REDHAHI oleh TUHAN YMK. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 97 Aminuddin Salledkk Demikian fakta nyatanya Berkah Lindungan TUHAN selalu menyertai kami, selanjutnya semakin waspada dari bujukan tipu daya DI/TII, yang dimaksudkan kerja sama dari gagasan Tisi Effendi selaku komandan Staf Dekken yang bertugas di Galesong, oleh karena kelicinan pihak gerombolan ingin menambah bebas berkeliaran tanpa saling mengganggu, maka pada suatu waktu rombongan Kolonel Sumadi menuju Bantaeng, maka sesampai rombongannya, melewati Limbung/antara limbung dengan Bontonompo dihadang oleh Muslimin Kilat Daeng Ngalle CS. sehingga gugur Kolonel tersebut. Keesokan harinya mendapat perintah tentara Staf Dekken yang bertugas di Galesong yang dipimpin oleh Letnan Dana suku Ambon, berangkat semuanya, bersama staf dekken Bontonompo dan Limbung (gabungan) tiga kompi mengadakan operasi pembalasan atas gugurnya Kelonel Sumadi Nalanri Medannga Nea kuasai siagan ristapayamo jaina rintangan yang dapat membahayakan tentara yang mengejarnya antara lain: Parit-parit yang penuh dengan duri-duri yang disebut Bulo Karisa’ le’ba ciduki Nana Sapui Kawwasa flalang Romang Niaka napareki sarang pertempuran. Nalanri Na Assenna Kalenna Lani operasi tindakan pembalasan Nana sebarkan tenaga-tenaga pasukannya dari tiga penjuru. Operasina tentara Staf Dekken Ribulu’ Niarenga Rannaya dengan kekuatan tiga pleton dan penjuru tentara dari Galesong dari barat pada sebelum mata hari terbit 98 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasilia & Konstitusi terjadi serang menyerang, maka terbitnya matahari mulai gerombolan memancing tembakan sewaktu- waktu mengajak masuk gunung tertinggi dimana pusat pertahanannya mendapat umpan menyerang secara besar-besaran pada pengepungan dua penjuru pada tapi gunung yang tak mungkin dibalas/diserang dari belakang, gerombolan terus/sewaktu memberi tembak pancingan/mengajak masuk maka tentara Staf dekken dari Letnan Dana merasa nekad mengejarnya sampai jam 15.00 lalu gerombolan pengepungan mengikuti dari belakang setelah sampai batas-batas yang telah mereka atur/rencanakan mulailah dihantam otomatis dari belakang maka tentara yang sudah masuk perangkap balik haluan hadapi gerombolan menyerang dari belakang, seterusnya dari atas gunung yang tentara hadapi menghujani tembakan terus-menerus sampai jam 17.00 ketahuan tembakan dari mereka sendiri tak ada lagi balasan dari tentara Staf dekken, maka menyingkirlah gerombolan dari belakang/barat tadi menggabungkan dirinya di atas gunung yang tinggi karena sudah malam pun turun hujan dengan gelap maka kesermuanya mundur/ kembali ke tempat/kubu masing-masing. Keesokan harinya kita di Galesong menunggu kembalinya Komandan Letnan Dana bersama anak buahnya, akan tetapi hanya berita saja Nakaya Paruntu’ Kana Mangkasaraka angkanaya umbara’ manna Ca’cea niyaka amminawang Ri Ranseina Pasukanna Letnan Dana Taena Tommo maka nialla Sejarah, Budaya & Xepemimpinan 99 Aminuddin Salledkk mana-mana rilinoa : jelasnya hanya satu, dua orang saja kembali berada dirawat di rumah sakit Pelamonia di Makassar maka Apami Saba’ Saba’na Namatengaseng Mamo Maareng Se’re Palatong : Karaengmang Allah Taala Maha Kuasa, mungkin jaitongi gau Tannaba-Nabana Sipaagangnga Iyyaka Komandanna Taliwamo Gau'na Riparanna Tau: Maka Manna Kammamo Nirampemi Sike’de Gau’na; Ribulang Allaloa nia’ lebba kajariang Rigalesong iyyami antu : Pada suatu hari adanya sudah tiga bulan tentara Staf dekken bertugas di Galesong maka Assengangmo beberapa tentara Painung Ballo, Apaji Naka Papparentang Sollanna Naniparessa lampa Tau Niaka Abbaluka Ballo Ase, Naanne Parentaku Taena Naiapa Anne Awattua Nanipappasulukang Parenta, Sanggenna anne Tantataraya Biasayya Angnginung Ballo merasa tersinggung Nasabakki Abboyanamo Ballo Nataenamo Ero Appare Kanipawwangi angkanaya Taenamo Nanipakkuleangi Tauwwa appare Ballo Kalarangngangi Ri Agamaya (Agamana) Karaeng ALLAH TAALA. Demikian pada suatu hari sewaktu saya hendak ke kantor jalan kaki saja, maka di tengah jalan di depan rumah Bata Karaeng Haji berjumpa Baba Sangkala (Yo Tian Sen) kawan Daeng Mama’dja mengerjakan mesin Listrik, lantas ada juga dua orang tentara Staf dekken mendekati Daeng Mama’dja menanya/seraya mengatakan siapa yang melarang orang membikin Ballo ase lalu membuka bajunya tanpa melepaskan 100 Selarah, Budaya & Kepemimapinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi kancing bajunya, lalu Daeng Mama’dja katakan Peraturan Pemerintah, maka dalam Distrik Galesong Daeng Mama’dja dipercayakan menjalankaanya sebagai alat Negara, kalau saudara alat negara harus turut memelihara undang-undang dan dijadikan peraturan Pemerintah; mereka mengatakan bagaimana kalau kita suka; Daeng Mama’dja katakan soal suka tidaknya selaku alat Negara Bangsa Indonesia harap patuhi peraturan. Kalau saudara tidak indahkan peraturan Pemerintah buat apa kita bertugas. Olehnya itu maka Baba Sangkala menarik dirinya untuk menyadari dirinya bahwa Sdr. ada komandannya kalau Sdr. keberatan lapor pada komandannya, lalu ia pulang. Setelah sampai di kantor Daeng Mama’dja membikin surat kapada Let. Dana dengan perantaraan Sdr. Pasuma Gassing sebagai juru tulis Daeng Mama’dja. Rupanya komandannya acuh tak acuh juga, jelas membela anak buahnya. Demikian maka Daeng Mama’dja bergaul merupakan : Nakaya Mangkasara Sangkamma Tommama Minnya ma’'leoka Je’ne, karena peristiwa anak buahnya Let. Dana itu. Kami tak meneruskan laporan kepada Komandan Batalionnya Mayor Tisi Effendi Dg. Nojeng, lebih baik yakin menterahkan ke Hadirat Allah YMK. Demikian peristiwa terjadi sebelumnya, sampai nyata pembalasan ALLAH SWT. : Esikamma Atannaya Karaengmang ALLAH TAALA Niangaseng Laloki Mannagala Sitojeng-tojeng Riotere Tamatappu’na Karaeng AJJA WAJALLAH. Nasaba Anne Rilino Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 101 Aminuddin Salle,dkk Sangkammatonji Awattu Pa‘daganganji Riumma’na Muhammad SAW. Jelas kewajiban mengabdi kepada Tuban SWT. dan berusaha Amal Saleh sebanyak mungkin untuk kebahagian diri kelak/diakhirat. Oleh karena pengalaman-pengalaman masa lalu dari rakhmat ALLAH kami jumpai alami diri pribadi saya, begitu pula lindungannya terhadap Negeri kita Galesong, justru anak cucu, rakyat Galesong pada umumnya agar supaya amalkan dengan sungguh-sungguh: Rimassing Nia’na Nikana Tautoata Anrapikangi Rasiapayamo fakta nyata Rikabuttianna Rakhmat Pangngama- seanna ALLAH TAALA Ripa'rasanganta Ri Galesong, semoga adanya sejalan dengan kehendak pemerintah kepada bangsa Indonesia, ialah Persatuan dan Kesatuan dapat dipupuk dipelihara dengan hikmat, Sola-sollanna Nakimassing Niatonginja annekamma Anpisa’ringi/ Angkanyamei assala je‘ne Kabarakkakanna Lanri ALLAH TAALA Siagang Lanri Baraka’na Nabbi dunjungannta SAW Kalanrinna Niapa antu Mariolo, Namania Annekamma. Demikian suka dukanya Daeng Mama’dja (Karaeng Galesong) yang dialaminya sebagai kepala Distrik Galesong dalam pengembangan suasana DI/ TH, artinya kawan dan lawan kedua-duanya menjadi ujian besar sebagai pemimpin rakyat. Akan tetapi kesemuanya itu saya gantungkan atas keridhaan ALLAH SWT, selamat/terhindar dari segala langka/ tindakan yang tidak wajar, sampai adanya timbul 102 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Deea Pancasila & Konstitusi panggilan Kepala Negara/Presiden Soeharto karena/ AMMESTI terhadap gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Dengan berhasilnya panggilan Presiden agar DI/TM di Sulawesi Selatan ini kembali kepada R.I/rujuk kepada Pemerintah yang syah sekaligus kestabilan keamanan pulih kembali. Olehnya itu maka sepanjang pengetahuan Karaeng Galesong adanya biaya diberikan kepada para anggota DI/TH, sebesar seratus juta/Rp, 100 Juta; maka dengan kebijaksanaan Pemerintah ini, Daeng Mama’dja jadikan dasar menghadapi Kepala Pemerintahan Negeri Je’neponto ialah Karaeng Binamu Mattewakan Daeng Raja yang sementara menjadi pelaksana persiapan pelantikan Bupati Kepala Daerah JENTAK (Je’neponto Takalar) pertama didudukkan H, Manynyingarri Dg, Sarrang pada tahun 1959. Badan Pemerintah Harian Daerah Takalar Adapun maksnd Karaeng Galesong mengajukan permohonan kepada Panglima Kodam XIV/Hsn. agar dapat diberi bantuan Distrik Galesong bersama rakyatnya, sebuah mesin Listrik/Generator berkekuatan 15 K.W. selaku tanda terima kasih atas kepatuhan masyarakat bersama dengan kepala Distriknya termasuk rakyat banyak, benar disetujui oleh K.P.N, Je’neponto, dan Bupati JENTAK, demikian langsung Bapak H. Manynyingarri Dg. Sarrang Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 103 Aminuddin Salle,dkk mengajak Karaeng Galesong ke Toko Hwe Hong Liong mencari Generator, selanjutnya keesokan harinya disuruh ke rumah Krg. Binamu jl. Kakatua menerima uangnya, lalu Karaeng Galesong usahakan pengangkutan mobil truk ke Galesong. Dalam bulan juli 1960 terbentuk suatu Badan/Panitia penuntutan Kabupaten Takalar, terlepas dari Kabupatan Je’neponto + Takalar (JENTAR) yang disponsori oleh kami selaku kepala Distrik/Karaeng Galesong bersama Kepala- kepala Desa, Imam-imam dan Tokoh-tokoh masyarakat, sesuai riwayat/sejarah lahirnya Kab. Takalar tanggal 10 Februari 1961. Dengan Resminya Kabupaten Takalar ini, tengah mengemuknya musim barat/hujan lebat, maka Gubernur Militer Andi Pangeran Petta Rani, (KOLONEL TETILER) mengambil tempat di Kanter Karaeng Takalar di Cillallang, sebelah timur jalan poros Pattallassang dengan suasana hujan lebat pada beberapa hari kemudiannya telah tersusun pelengkap Pemerintahan Kabupaten baru ini, maka pada tanggal 1 Marat 1961 Gubernur melantik para anggota Badan Pemerintah Harian Daerah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Swatantara Tingkat II Takalar, sebagai berikut : 1, Donggeng Dg. Ngasa selaku Bupati merangkap Ketua DPRGR. 2, H. Makkaraeng Dg. Manjarungi, BPH Bidang Pemerintahan. 3. Bansawang Dg. Lira/Karaeng Takalar BPN. Bidang Keuangan. 104 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi 4. Bostan Dg. Mama’dja/Karaeng Galesong, BPH Bidang Ekonomi 5. Mappa Dg. Temba, Bidang Keamanan. Setelah selesainya menyusun Badan Pemerintahan, maka selanjutnya menyusun program kerja, antara lain pemindahan ibu kota Takalar ke Peri’risi Jalu diadakan peninjauan lokasi tanah-tanah tegalan 500 meter dari tikungan jalan poros Bantaeng di sebelah utaranya bahagian barat aspal poros Makassar, seluas 10 hektar dimana dipergantikan tanah-tanah bekas ornamen Krg. Polongbangkeng. Jelasnya : Wara‘kanna Agan Mangeya/Kalaukang Risompu Sanggenna Itimboranna Agan Kalauka Ri Balla. Realisasi rencana tersebut, mulai membangan perkantoran sementara dan MEES pegawai lokasinya pertigaaan jalan ke Patallassang, dan jalan Poros Je’neponto, di Peri’risi. Selanjutnya membangun Kantor Dewan Perwakilan dan perumahan Bupati KDH . bentuk kebudayaan Makassar, tingkat dua sekarang dijadikan MESS Daerah. Selanjutnya Kantor daerah pada jurusan depan lokasi, dimana kantor Bupati pertama ini, hasil karya Bupati Pertama H. Donggeng Dg. Ngasa ka Makkatan Dg. Sfbali. baru ke Suaib Dg. Pasang, lalu ke Bupati Kolonel Ibrahim Tulle, berpindah ke Batong Dg. Timun, sudah pindah Kantor baru disebelah timur jalan raya/Aspal dan Kantor Bupati lama tadi di tempati BAPPEDA dan Agraria, Pangairan PEPABRI, sekarang. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 205 Aminuddin Salledkk Oleh karena tahun 1964, menarik diri dari kedudukan sebagai anggota BPH karena menghadapi penugasan: sebagaimana pada lazimnya istilah komporontase jasmani dengan rohani Karaeng Galesong mengingat pengalamannya sebagai orang lapangan sejak zaman Belanda ke Jepang, selanjutnya io tahun dalam kemerdekaan. Di dalam penarikan diri maka dari pihak Kantor Gubernur Cq. bidang Politik merasa menyesal sekali adanya langkah Karaeng Galesong, akan tetapi harapan Sdr. Amin Dg. Situru itu Karaeng Galesong tidak terima menghendaki sampai batas waktunya. Oleh karena Karaeng Galesong pertahankan prinsip perjuangan “45” ingin melihat nyata keadilan dalam membangun Kabupaten baru ini sebagai hasil karya bersama yang dimaksudkan keadilan adanya sama-sama fungsi BPH sedang BPH Keuangan memiliki mobil Jef dan BPH Pemerintahan di serahkan mobil Landrover sedang saya BPH Ekonomi selaku Ketua Y.B.P.P Dati 11 Takalar, mendapat jatah Mobil pembelian padi untuk Takalar dari Gubernur_tinggal dikurung dalam kantor setelah diketahui kelambatan Karaeng Galesong tiba di kantor, baru Bupati merasa, akhirnya Karaeng Galesong diberi keluasan menyewa/ Kontrak mobil Jep kepunyaan Ridwan Dg. Rewa sebesar Rp: 20.000/bulan. Oleh karena Karaeng Galesong sadari Kabupaten ini mengeluarkan biaya bagitu besar maka sebelumnya Karaeng Galesong kembalikan dimana mendapat berita tidak langsung 106 Sejarah, Sudaya & Kepemimplnan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi bahwa mobil Landrover itu sudah diptuskan Bupati BPH Pemerintahan menggunakan/bergantian memakai dengan BPH Ekonomi tiap satu minggu. Ketentuan ini Karaeng Galesong alami selama tiga kali bergantian. Setelah memasuki jatah bergantian keempat biasanya hari sabtu sore dioper makanya Karaeng Galesong disuruh Marowa selaku sopirnya mengambil mobil di rumah BPH Pemerintahan Dg. Jarung di Palleko, akan tetapi beliau pakai ke Bulukumba, seterusnya hari minggu sore dikunjungi sekali lagi, akan tetapi beliau mengatakan pada sopir Karaeng Galesong, Dg. Jarung masih membutuhkan. Kemudiannya menjelang lima hari, baru Karaeng Galesong diserahkan, akan tetapi Karaeng Galesong tidak bermaksud lagi memakainya. Pada suatu waktu musim pacaklik/Januari pegawai- pegawai mendesak kesulitan beras para pegawai dapat ditanggulangi pemerintah olehnya itu Bupsti mengunjuk BPH Ekonomi bersama pihak keuangan/ juru bayar gaji pegawai/H.Kaharuddin Dg, Ruru berangkat ke Bulukumba membawa surat BKDH Ke Bupati Bulukumba, agar jatah beras selama dua bulan dapat dipenuhi/bantuan BKDH Bulukumba, olehnya itu hari minggu siang berangkat tiga orang bersama sopir mobilnya BPH Keuangan perjalanan mengambil waktu dua hari/sampai hari senin di kantor Bupati diterima oleh H. Andi Syamsuddin selaku Wid. Bupati. Kunjungan kami berhasil beras tiga ton dengan pengangkutan sendiri kembali ke Takalar pada sore hari Sejarah, Budaya & Kepemimptnan 107 Aminuddin Salle,dkk senin baru start kembali. Oleh karena sering hujan di jalanan maka terlambat tiba di Takalar, olehnya itu maka mobil yang Karaeng Galesong pakai terpaksa disuruh antar ke Ujung Pandang karena sudah jam 18.00. Dua hari kemmdiannya Karaeng Galesong tiba dikantor di Pari’risi, Karaeng Galesong ketemu sopir mobil BPH. Keuangan, Karaeng Galesong tanya bagaimana mobilmu ada selamat tiba di Takalar? Sopir menjawab, saya mendapat kopi pahit pada Karaeng ‘Takalar, karena terlambat tiba sebab pecah ban mobil di Gowa. Setelah Karaeng Galesong dengar pembicaraan sopir, maka jiwa mengelora Ialu Karaeng Gelesong keluarkan pestol, lalu menanyakan dimana mobilmu parkir saya tembak bannya. Kata-kata Karaeng Galesong ada dua tiga pegawai mendengar suaranya, diantara seorang yang agak dewasa mendekatinya agar Karaeng dapat menerima kesabaran demi kerukunan kami sebagai aparat daerah. Setelah mendengar simpatisan pegawai tadi Karaeng Galesong sadari diri sebagai putera Galesong berketurunan akan tetapi jiwa sejak itu berubah 80 derajat. Demikian sebab musababnya Karaeng Galesong menarik diri selaku anggota Badan Pemerintah Harian Daerah Swatantara Tit. II Takalar. Di dalam penarikan diri selakn BPH Karaeng Galesong menganggur/tak ingin sekali-kali melihat Kantor Bupati Takalar, tiga empat bulan kemudiannya ada tiba SK saya selaku Kepala Bidang Pemerintahan Umum. 108 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstituai No. 246/N/67. Kemudian adanya Kolonel Makkatan Dg. Sibali sebagai Bupati KDH Takalar menggantikan H. Donggeng Dg. Ngasa, maka digeser menjadi Kepala Kecamatan Galesong Selatan, tiada beberapa bulan adanya jatah pusat untuk Sulawesi Selatan mengadakan upacara Hari Nasional Nelayan di pusatkan di Galesong, dimana persyaratan diperlukan lapangan upacara di pantai. Olehnya itu maka di depan/sebelah timur Bungun Barania diusahakan selekas mungkin, dimana delapan buah rumah harus dipindahkan. Demikian maka pemilik-pemilik rumah diundang rapat membicarakan maksud pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan sejarah Karaeng Galesong di kenal di Pulan Jawa, maka Hari Nelayan Nasional yang ke IV bara kali ini diadakan di luar Pulau Jawa, dengan ini jelasnya suatu RAHMAT ILAHI, dengan jalan ini masyarakat Sulawesi Selatan umumnya, Galesong pada khususnya mengenang kembali masa-masa lampau sedang jayanya dan kagumnya Gowa- Galesong, dikenal orang-orang Jawa dalam sejarabnya. Demikian hikmah ditunjuk Sulawesi Selatan penwsatan acaranya ditempatkan di Galesong Selatan. Dari segala uraian/penjelasan ini diterima baik oleh pemilik rumah dengan rela hati membantu pemerintah demi derajat nama baiknya kampong, daerah kita, asalkan pemindahan rumah ada lokasi akan ditempati justra kerja keras dan kerja sama dengan BODM, dan Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 109 Aminuddin Salle,dkk masyarakat Veteran dan Rakyat dalam Desa, maka hanya jangka sepuluh hari saja sudah rampung pemindahan rumah dan acara teraturnya lapangan yang diharapkan tingkat I, Ialu dilengkapi dengan bangunan BARUGA dan Panggung Kehormatan, dimana waktu itu dibadiri oleh Menteri Perikanan dan «. Hamzah Atmahandoko pada siang hari dan malam nama Lapangan Krg. Bontomaranou di Galesong. Oleh karena kehendak TUHAN YMK. pada abad ke XVI : Tuanta Salamaka Ri Gowa Ilalanna Tahun 1664 Nanabokoi Pa’rasanganna/Gowa langngunjungi Kalau’ Rimakka, Kalanrinna Kunkunki Rinakananna Sombaya Ri Gowa Rinakaerokinna Syeh Yusuf Tuangta Salamaka, Ampatangkasi/ Ampataenai Barahalaya, Ampataenai Kabotorange, Ampatangkasi Palongtang Pangnginungang Balloka : Maka Rikananna Karaenga Ri Gowa Barahalaya Pa'se're se‘reannai Tumannagalaka Pangngadakkan Ripa’rasanganga, Nakabotoranga Passua’ suarannai Tau Jaiyya, Neiyya Pangnginungan Balloka Sumanga'na Kagassingngannai Tubaranina Gowa. Dan selanjutnya pada abad ke XVM : Nia’na Perjanjian Ribungaya tahun 1967 sesuai sejarahnya Gowa, Nanabokei Tedong Krg. Bontomarannu dan Karaeng Galesong ke Pulau Jawa. Pada kedua sejarah ini dikenal baik, dan diakui oleh masyarakat Jawa, bahwa ketiga putera asli MAKASSAR ini, adalah pemimpin rakyat, pejuang Nasional, dan ULAMA BESAR, artinya ketiga-tiganya 110 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konstitusi putra asli MAKASSAR ini melambangkan bahwa Sulawesi Selatan, manusia-manusianya memang telah memiliki jiwa NASIONAL dan AGAMA ISLAM. Jelas manusia Tau Caraddetta Rijammanna Sukarno, CS, digerakkan hatinya membikinkan pondasi Negara R.I./ Falsyafa Negara R.I. PANCASILA bergandengan U.ULD. 45 : Narikaniakanna Ngasemmi Anne Nia Majjari sejarah bahagian Dunia Timur, Namanna Nicokko antekamma, ditipu daya manapun, akan timbul karena pernah terjadi, akan muncul/bangkit dengan sendirinya, karena kesemuanya itu adalah KEHENDAK TUHAN YME. Sesuai falsafah orang tua- tua di Galesong : Rinakananna Gaukatojengan Lebba Laloa, Manna Umbara Nupassamaturuki - Nutallangngang Poko’na Ammubatonji ia antu Ca'ppa’na Namanna Tosseng Antekamma Ero’nu Presiden Soeharto Kunjungi Galesong dustru kedua Fakta sejarah Galesong ini maka pada tanggal 24 Oktober 1967. Presiden SUHARTO, sempat mengunjungi Galesong, dimana pada waktu itu kekacauan gerakan DI/TH, Sulawesi, Galesong khususnya masih rawan luar kota, Jelas dan terang kehendak, kunjungan Pak HARTO ke Galesong itu, adalah ke ikhlasan hati sendiri beliau, karena bukan undangan dari Propinsi lebih-lebih daerah Takalar waktu itu. Karena sepanjang penelitian Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 111 Aminuddin Salledkk Karaeng Galesong sewaktu berada di Jakarta Februari 1968, dapat mengetahui bahwa Presiden Suharto, termasuk orang kepercayaan mempunyai Guru, dimana waktu itu Rencana Pusat meninjau Pengairan Kemanusiaan Kelara di Je’neponto, oleh Karena kunjungan pertama-tama keluar pulau Jawa dan juga menuju ke jurusan selatan kota Ujung Pandang sedang melewati Distrik Galesong, maka Gurunya mengatakan harus dahulu mengunjungi Galesong baru ke Kelara’ Je’neponto. Demikian fakta nyatanya, hanya selesainya upacara umum, hanya menyaksikan keadaan BUNGUN BARANIYA saja, dan duduk barnaun di bawah pohon Beringin Putih dipantai Galesong. Setelah selesainya barsantap, maka Panglima - Kodam XIV/HSN (SOLIHIN GP) bertanya pada Karaeng Galesong, mengatakan usaha-usaba apa yang dapat dikerjakan bersama rakyat, antara lain Mesdjidkah, Sekolahkah, Pasarkah, saya menjawab, hanya pengairan/bendungan air yang bisa’ mengairi sawah 250 Ha. Untuk penanaman ke !/Panglima menganggap itu lebih baik, maka saya diperhadapkan, kepada Presiden untuk dapat diberi bantuan penyelesaiannya sebanyak Rp. 200.000 dan semen 100 zak. Demikian maka bendungan air Campagaya diselesaikan atas bantuan Pak HARTO, sewaktu berkunjung ke Galesong pada tanggal 24 Oktober 1967. Dua hari kemudian Karaeng Galesong diajak Bupati ke Kantor Gubernur menerima bantuan 112 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi Presiden uang upah kerja penyelesaian bendungan air Campagaya, dimana Kepala Daerah sendiri terima uang lalu ambilkan tukang pelaksanaan. Disinilah Karaeng Galesong mulai tersinggung perasaan, karena pekerjaan bendungan ini, bukannya rencana Pemerintah Daerah, dan adanya Karaeng Galesong sendiri ditanyai/dipanggil Pangdam Hasanuddin/ Solihin GP menghadap Presiden mengerjakan bersama rakyat untuk penyelesalannya. Sehari kesehari, sebulan kesebulan Karaeng Galesong. tetap rasakan yang Tasanya sangat berat kupulihkan jiwanya semula. Olehnya itu maka pekerjaan ini dilaksanakan hanya setengah-tengah kesadaran/kemauan, sampai tibanya peresmian bendungan tersebut oleh Gubernur Achmad Lamo pada tanggal 15 September 1968. Setelah memasuki tahun 1959 bulan Juli, Karaeng Galesong masukkan permohonan pengunduran diri dengan hak pensiun sesuai syarat masa kerja tambah dengan umur sudah 80 tahun. Adapun langka ini saya tempuh karena satu-satenya jalan untuk mengembalikan ketenangan jiwanya mengabdi kepada Agama Islam terhadap hari pembalasan Allah §.W.T. bila Karaeng Galesong tak bebas tugas/pensiun/terpisah dengan aparat-aparat yang berpaling pada tugas kewajibannya yang dipereayakan pada atasan dengan kota lain dari harapan suci rakyat banyak yang dimaksud, adil, merata , makmur merata pada semboyan KEADILAN SOSIAL bagi seluruh rakyat Indonesia. Akhirnya Selarah, Budsya & Kepemimopinan 1343 Aminuddin Salledkk Karaeng Galesong pensiun dimulai tahun 1970 Juli, yang pilih karena bulan kelahiran gaya, dan dalam tahun 1969. Karaeng Galesong sendiri langsung mencek di Kantor Kementrian dalam Negeri di Jakarta, selama sebulan Karaeng Galesong di Jakarta atas bantuan Sdr. Mallarangan Dg. Matutu bekas Bupati KDH. Pangkep sampai selesainya SK pensiun dan kemudian baru ia kembali ke Makassar, dengan dasar pensiun Il/c. Oleh karena terjadinya kebakaran di lorong 12 Cenderawasih sampai Jl, Tekukur batas perumahan Perwira KIS. pada tanggal 27 Juni 1965, maka menelan korban 250 perumahan rakyat turut hangus termasuk tiga bangunan rumah Karaeng Galesong hangus. Demikian keluarga Karaeng Galesong angkat ke Mangngasa Gowa, menempati rumah alm, Rotensulu karena isterinya nama Saripa Dg. Sompa orang Galesong, saya kontrak tahunan dimana ada anak angkatnya Alm. perempuan nama Hesnah Dg. Kanang asalnya orang Duri, seorang diri bersama tinggal, selanjutnya saya beli rumahnya, karena desakan pemilik tanahnya nama Indara Dg. Tayang, bekas Kepala Distrik Mangngasa, maka tanahnya lebih dahulu dibeli seharga Rp. 300 Ribu Rupiah, Kemudian rumah Hasnah juga saya beli Rp. 300 Ribu Rupiah. Menolak menjadi Ketua DPR GR Takalar Tahun 1972 pemilihan Umum Golkar menang maka pencalonan Ketua DPR GR maka Karaeng 114 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi Galesong dimasukkan calon mewakili 45 Takalar. Kebetulan mendapat suara terbanyak sebagai calon KETUA DPR GR untuk masa bakti 1973-1978. Oleh karena tak dapat sekali-kali niat suci melaksanakan Amanah Penderitaan Rakyat yang menjadi fungsi dalam kepercayaan rakyat maka Karaeng Galesong menolak dengan jalan ke Jakarta sembunyi karena Bupati mendapat desakan pada Gubernur dimana hanya tinggal Dati It Takalar belum dilantik Ketua DPR nya. Oleh karena surat desakan bertubi-tubi dari Bupati Suaib Pasang maka terpaksa bersurat langsung di Jakarta ke Makassar, menolak pencalonan tunggal saya dari wakil-wakil masyarakat Takalar, karena terang bila Karaeng Galesong terima/ laksanakan pasti kurang menggembirakan rakyat, sebab masih dikendali oleh Bupati dari atas, jadi terang menambah Dosa bila bertahan pendirian sebagai wakil rakyat melaksanakan Amanah Penderitaan Rakyat. Demikian situasi/suasana perkembangan di Kabupaten yang baru dibangun Takalar. Olehnya ita Karaeng Galesong ke Jakarta karena tidak senang diliputi suasana, yang seolah-olah menari-nari di atas kerangka korban 40 Ribu jiwa. Akhirnya ayah/orang tua Karaeng Galesong IMAPPERESSA Krg. Ngoendjoeng meninggal Dunia pada Selasa 27 bulan Ramadhan 1393 tak sempat saya rabah mayatnya, minta ampun terakhir, hanya sehari di dalam kubur baru saya tiba disebabkan kesulitan tiket pesawat udara hari itu. Apa yang menyebabkan maka saya menolak menjadi Ketua DPR Dati II Takalar?. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 415 Aminuddin Salle,dkk Oleh karena sepanjang pengertian saya, adanya DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah suatu LEMBAGA (Perwakilan Rakyat) jelas membawahi rakyat olehnya tiap anggota berfungsi AMANAT PENDERITAAN RAKYAT. Dengan adanya sudah terang nyata kita dibebani kepercayaan rakyat, maka suatu pertanggungan jawab atau suatu perjuangan sebagai wakilnya diharapkan, mewujudkan derajat sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari tekanan apapun, hidup sejahtera sesuai Sila ke V. Akan tetapi nampaknya Pancasila dan U.U.D. 45, sama juga Alquranul Karim. Segala manusia ber TUHAN, pasti tidak menaruh keraguan, tetapi fakta nyatanya Pedoman TUHAN tersebut, maksudnya ke timur, pengabdian hambanya ke Barat. Justru itu maka kita jangan heran sekali lagi jangan heran, kenapa? Manusianya menyebabkan justru itu pandai-pandai manusia mensyukuri Nikmat-Nikmat Tuban yang dialami/ dirasai, dan hendaknya jangan jemu membaca sejarah- sejarah utamanya sejarah DAHULU KALA, antara lain sejarah NABI-NABI, sejarah manusia yang keramat, karena TUHAN telah memperingati manusia, bahwa naraun kini iimu/kepandaianmu sudah keluar angkasa, yang sudah populer naik ke Bulan, akan tetapi kau manusia yang banggakan itu baru SEKUKU HITAM. Justru itu manusia hendaknya jangan sombong, lebih kalau tergolong pihak Takabur, karena Sistem perjuangan NABI zaman teknologi sekarang belum 116 Sefarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi dapat dijumpai, tak di kotalah ia cara hidupnya berumah tangga, bermasyarakat sebagai pemimpin Ummat, Pemimpin Negara. Maka pasti tidak heran bila ada orang pernah baca atau mendengar sejarah Alam semesta, sejarah sewaktu TUHAN hendak menciptakan disuruh oleh TUHAN mencari tanah maka malaikat menyembah seraya mengatakan : OO Karaengku Apaseng Pole Karaeng Nania Kipajjari Tau Rilinoa, Kapunna Tumanynyombayaja Rikaraengku Mammadaimi Rikambe Atannu (Malaekaka) patuh taatka Sitojeng-tojeng. ....... Jadi jelas bagi manusia tidak mampu menghindari peristiwa-peristiwa, bencana-bencana ‘alam bila terjadi di alam Semesta ini, yang senantiasa TUHAN memberi peringatan kepada dunia, Negara- negara Bangsa-bangsa yang sudah diberi kesempatan menikmati, dengan sesuka hati mengatur dunia oleh karena sifat manusia memiliki : Sipa’ Nikanaya Ngoa, Gelojo, Saraka, Nagassingmo terjerumus Antama Rigolonganna Katakabboranga Nalanri Pilaki Nisungkeangi Ri ALLAH TAALA Anggappa Kala’birang pangkat dan kekuasaan, bahagia karena kekayaannya: Nakallongmi Kakalumanynyanganna lanri Kacara’dekanna. Oleh karena ketiga faktor tersebut bila tak dapat dikuasai dengan pabam Agama ISLAM yang mendalam : Kammami Anne Kajarianna Linoa Massing Kipisaringi tiap Negara dan tiap Bangsa manusia wrumnya., Sekali lagi kita bertanya pada diri sendiri, timbulnya pertanyaan ini karena pengalaman Sejarah, Budaya & Kepemimplian 117 Aminuddin Salledkk saya diwaktu/Zaman Belanda, mendengar dari jauh P/a, Surat kabar atau rimbu Radio secara terus menerus bencana Alam yang kini dialami (tahun 1988) begini pula bencana-bencana Alam terjadi dalam Negeri. Namun Kemajuan-kemajuan manusia tidak menyolok. Adanya beberapa sejarah dan falsafah orang tua-tua terdabulu, mengatakan dengan adanya terjadi bencana alam, musibah-musibah yang dialami, sampai-sampai merupakan penderitaan, siksaan yang masih hidup, maka kesemuanya itu disebabkan oleh tangan-tangan manusia sendiri, Disebabkan oleh manusia juga lupa daratan, lupa sumbérnya, lupa secara mendalam, kewajiban mutlak kepada Pencipta alam semesta ini; agak terang dan nyata apa yang diuraikan di atas sejarah sewaktu TUHAN hendak menciptakan Nenek Adam/Manusia pertama-tama, malaikat menyembah kepada TUHAN, YA TUHANKU, apalagi Karaeng Nania’seng Nikana Tau Rilino, Kamammadaimi Karaeng Ikambe Atannu (Malaekat) Angsombaki Karaeng Patuh taatki Karaeng Taena Nakibawang-bawangngangi Parentata .... Demikian fakta nyatanya sekarang karena DUNIA/ALAM SEMESTA ini ciptaan TUHAN. Inilah perbedaan zaman sewaktu kekuasaan kerajaan dengan Demokrasi, perbandingan zaman Kolot Modern, dalam istilah kemajuan zaman teknologi. Demikian maka banyak-banyak manusia, Golongan Cendekiawan, Timuan, Kiyai-Kiyai 438 Sejarah Budaya & Kepemimpinan Galesong Desa Pancasila & Konatitusi menganjurkan, Da’wah, Penerangan-Penerangan mengatakan : Pembangunan program pemerintah digalakkan pendidikan Kerohanian agar benar-benar manusia sekarang menghayati, mendalami, mengenal adanya TUHAN : Nisomba Nataena Nakacinikang, Kalanrinna segala bencana, musibah terjadi adalah peringatan TUHAN kepada Hambanya, Pemimpin-pemimpin Mmanusia umumnya, adalah sebagai berikut : Pembangunan erat hubungannya dengan hidup KEROHANIAN; Bahkan Kerohanian merupakan dasar kuat bagi pembangunan karena apabila Bathin / Rohani yang rusak atau jahat? maka jasmanipun ikut serta jahat karena rohanilah menguasai jasmani dalam segala perbuatan, Karena itu, kalau masyarakat ini hendak diperbaiki. maka terlebih dahulu rohanilah yang harus lebih dahulu dibangun dan dibina. Disitulah nampak pentingnya “HIDUP KEROHANIAN” : MAKA KEBENDAAN membawa kepada lupa dan TUHAN, KEROHANIAN membeawa kepada ingat dan cinta TUHAN KEBENDAAN membawa fitnahan dan penghianatan; KEROHANIAN membawa_ keikhiasan dan KESYUKURAN; KEBENDAAN membawa permusuhan dan kebencian; KEROHANIAN membawa perdamaian dan kecintaan; KEBENDAAN membawa kedhaliman dan kecurangan; Oo KEROHANIAN membawa keadilan dan kejujuran; Sejarah, Budays & Kepemimpingn 119 Aminuddin Salle dkk KEBENDAAN membawa/bersifat merusak dan merantuhkan; KEROHANIAN membawa/bersifat memperbaiki dan membangun; KEBENDAAN membawa kepincangan hidup dan kemiskinan; KEROHANIAN membawa kehidupan merata dan kemakmuran; Demikian suatu pedoman NABI BESAR Muhammad SAW di dalam membangun ISLAM sampai jaya tersebar karena cara-cara hidup merata dan terbatas. Kenapa cara-cara hidup dan gerak langka perjuangan ummat sekarang dengan keadaan serba lumayan, nampaknya demikian?. Karena manusia banyak-banyak menyimpan AYAT SUCI AL-QUR’AN yang mengatakan Ta Awanu Alal Birri Wat Takwa.- Anggota Angkatan Laut RI Olehnya itu maka Karaeng Galesong tinggal lama-lama di Jakarta di rumah A. Hamzali Dg. Tuppu di Jalan H. Yahya No. 34 Jakarta Timur, selanjutnya memperjuangkan diri Karaeng Galesong selaku anggota Angkatan Laut R.I. Nomor NRP. Oleh karena berusaha dengan ikhlas sesuai cita-cita, maka melalui suatu perjuangan dimana pribahasa mengatakan tiap 120 Sejarah, Budaya & Kepemimpinan Galesong Deaa Pancasila & Konetitusi perjuangan melalui pengorbanan, dan tiap pengorbanan yang dilandasi yakin dan ikhlas, tidak sia- sia. Demikian perjuangan di Jakarta dibantu oleh paman Ibunya RUMY, bernama Sumarsono sampai terbitlah SK saya pada tanggal 4 Mei 1983, masa bakti 4 tahun dan 2 bulan, selaku Kapten Purnawirawan al. No. Skep/1150/V/8g mulai 1 April 1979. pokok gaji Rp. 24.000,- No, Pembayaran 145402/2511 dengan alamat jalan TERI No. 81 Tanjong Priuk, Jakarta Utara, selanjutnya pembayaran tiap bulannya Rp. 86.000 saat ini/1988. Barulah Karaeng Galesong menetap di Ujung Pandang/Mangngasa Desa Katangka Kecamatan Somba Opu Gowa, karena rumah saya beli dari anak piarayaan ROTENSULU suami Sarifatima Dg. Sompa anaknya Dg. Ngugi di Kampong Talisea, Barangmamase, dan pekarangannya saya beli dari H. INDARA DG. ‘TAYANG eks. Kepala Distrik Mangngasa~GOWA, maka dengan rakhmat ALLAH SWT. Menerima Penghargaan Atas perjuangan dan pengabdiannya, Daeng Mama’dja selaku Karaeng Galesong memperoleh penghargaan Pemerintah dari hasil perjuangan : 1. Dianugrahi Tanda Jasa Bintang Gerilya, selaku Pahlawan Kemerdekaan R.i. 2. Setya Lencana : GOM (Gerakan Operasi Militer) I, IE dan Hil dan penghargaan lainnya. Kesyukuran pula atas Karuniya ILAHI Surat Keputusan Pemerintah Cq, Menteri Dalam Negeri No. Sejarah, Budaya & Kepemimpinan 1214 Aminuddin Salledkk UP30/67/31-4351. Jakarta 29 - 6 — 1968 selaku kepala Kecamatan Galesong Daerah Tingkat [1 Takalar Gol. l/c bebas tugas pensiun sebagai pegawai Negara mulai Juli 1968. Demikian adanya Karaeng Galesong menjadi anggota Panitia Pemilihan Umum Dati IT Takalar maka sampai Pemilu tahun 1973 dapat dimufakati oleh para Partai Organisasi di DATI II Takalar, mencalonkan saya selaku Calon tunggal dari Unsur Angkatan “45” menjadi ketua D.P.R.D. Oleh karena sepanjang analisa dan pengertian saya adanya niyat suci perjuangan “45” dengan resmi pula diketahui Dunia Politik bahwa Sulawesi Selatan menelan Korban 40.000, di dalam Revolusi Fisik Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dimana keadaan masyarakat di Desa-desa masih sangat terasa jiwa Karaeng Galesong terganggu/tidak tenang melaksanakan tugas di dalam kewajiban mengabdi Amanat Penderitaan Rakyat. Apa yang menyebabkan karena rohani dan Jasmani bertentangan (Konfrontasi) Wewenang sebagai Ketua Dewan tak dapat disalurkan sebagai mana harusnya, karena nyata-~nyatanya masib dibawah Komando Bupati Kepala Daerah yang menonjol harus dilaksanakan. Demikian maka Karaeng Galesong lari ke Jakarta / memisahkan diri dari masyarakat Takalar. Olehnya ini maka Sdr. Halollah’ Adam Pimpinan $.M. P yang terdaftar dalam susunan nomor pencalonan mengisi/diunjuk menduduki ke Ketua-an tahun/ periode 1973-1978. : 122 Sejarah, Budays & Kepemimpinan ez7E ueuiduywaday ge edepng yesefas affounpy Buava fay yoo unsnep pn uD, supe Gane) 9664 ~ 066: apopied Buosaep Suoemy yaseutie, Suelo Lt qyedepiay awpeyey wayednqey sp/aayednqey €z/uejepg “PS quinps UVATOD wyeseneg NVMAC UeyAUEped Suepueg Banfn yy aMNLoNpO Ip ydurazi0q 066t Joxepy Tz [eBBa0j eped wep wederg eduey uEIayA sningued Savio eur uep ‘edes upedey ‘yy aBIZIE4, unySaj vagousy ueesieySued epuey aeyyeuaduont ‘aN Uyppnfey, ‘siq nedng eynd ny weyedurasay ‘owoy “8q Suos8uey srydy1 “Sueg Aung UeyeSuped ueyepeIp Hedng iojuEy UEUE[EY IP 0661 Ueniqog gz [eB8ue, eped eyeur ‘aesnmBusdoy unye; qnnd-ynindieq ‘snzoueur sna} aezEpeey YOIO Buosspep Al SupuTy enjoy deysueram Lg6r pup] essary “TepEyey, Suwqey ues979A, ange] Wep AVATOD Wed I eMey “Sb, uBAsoy yeyeseted WORay ‘Te UePNpNp rp mnqasza} jsesyHEZIo BBequIe] eBay BRU ‘Nea, (Sp, UeRTTY “TEYIOH Ope] wiujuE [sustaHsIGQ UFequiey edesoqaq BAuepe uEyye]3yp repeyey, uayedngqey Ip wuorwy YoIO FONFTZSUOYW M sl[tevousg wseq Juosaley

Anda mungkin juga menyukai