Disusun Oleh:
Naili Nur Saadah N.
G99151051
Periode: 5 19 Juni 2016
Pembimbing:
drg. Sandy Trimelda, Sp.Ort
DAFTAR ISI
I.
c. Etiologi
Penyebab anodontia, baik complete maupun partial anodontia,
secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan
genetik. Kegagalan proliferasi sel basal gigi dari lamina dental dapat
disebabkan oleh infeksi (misal: rubella, osteomielitis), trauma, obatobatan (misal: thalidomide), kemoterapi atau radioterapi. Mutasi beberapa
gen, seperti Msx1 atau Pax9 diketahui menyebabkan tidak tumbuhnya
gigi permanen. Anodontia sering terlihat sebagai bagian gejala dari
sebuah sindroma, terutama yang melibatkan anomali ektodermal (seperti
sindroma ectodermal dysplasia). Agenesis gigi kemungkinan disebabkan
oleh defek beberapa gen, yang secara sendiri-sendiri atau bersamaan
menyebabkan munculnya gejala (Wu, 2007).
d. Patogenesis
Gigi berasal dari dua jaringan embrional yaitu ektoderm, yang
membentuk enamel, dan mesoderm yang membentuk dentin, sementum,
pulpa, dan juga jaringan-jaringan penunjang. Perkembangan gigi geligi
pada masa embrional dimulai pada minggu ke-6 intrauterin ditandai
dengan proliferasi epitel oral yang berasal dari jaringan ektodermal
membentuk lembaran epitel yang disebut dengan primary epithelial band.
Primary epithelial band yang sudah terbentuk ini selanjutnya mengalami
invaginasi ke dasar jaringan mesenkimal membentuk 2 pita pada masingmasing rahang yaitu pita vestibulum yang berkembang menjadi segmen
bukal yang merupakan bakal pipi dan bibir dan pita lamina dentis yang
akan berperan dalam pembentukan benih gigi. Pertumbuhan dan
perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu perkembangan, kalsifikasi,
dan erupsi. Tahap perkembangan gigi dibagi lagi menjadi inisiasi,
proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, dan aposisi. Penderita
anodontia, hypodontia, dan oligodontia mengalami halangan pada proses
pembentukan
(Ramil, 2010).
e. Klasifikasi
1) Anodontia adalah kelainan kongenital dimana semua gigi tidak
tumbuh disebabkan tidak terdapatnya folikel gigi. Anodontia dibagi
menjadi:
a) Anodontia total adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada
gigi susu maupun gigi tetap.
b) Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat
satu atau lebih gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi
pada gigi permanen daripada gigi susu.
2) Hipodontia adalah keadaan dimana benih gigi yang tidak terbentuk
berjumlah antara 1-6 gigi. Pada hipodontia, gigi-gigi yang paling
sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua rahang bawah, insisif
dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas.
3) Oligodontia adalah keadaan dimana benih gigi yang tidak terbentuk
berjumlah lebih dari 6 gigi.
(Ramil, 2010).
f. Diagnosis
Diagnosa
anodontia
biasanya
membutuhkan
pemeriksaan
Pertumbuhan,
yaitu
Cleidocranialdysostosis,
3.
Malocclussion
(maloklusi)
adalah
bentuk
oklusi
yang
11
12
13
terkoreksi,
alat
cekat
digantikan
retainer
untuk
14
Micronagtia
kongenital
berhubungan
dengan
kelainan
15
macronagtia
berhubungan
dengan
perkembangan
protuberentia yang berlebih yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula
bersifat dapatan melalui penyakit. Beberapa kondisi yang berhubungan
dengan macronagtia adalah Gigantismepituitary, pagets disease, dan
akromegali (Morokumo, 2010).
e. Diagnosis
Biasanya penderita micronagtia dan macronagtia mengalami
masalah estetika, oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi
(Santoso, 2009).
f. Terapi
Terapi yang direkomendasikan yakni operasi orthognathic untuk
memperluas atau mengecilkan maksila dan mandibula. Perawatan jika
micrognatia mengganggu penderita saat makan, penderita dapat
menggunakan teknik makan dan peralatan khusus. Penderita dapat
mempelajari teknik-teknik tersebut melalui program khusus yang tersedia
di kebanyakan rumah sakit (Santoso, 2009).
5. LABIAL DAN PALATE CLEFT
a. Definisi
Bibir sumbing (labial cleft) adalah kelainan berupa celah pada
bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada
bagian langit-langit rongga mulut (palate), maka kelainan ini disebut
cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit
rongga mulut dengan rongga hidung. Sekitar 98,8% dari facial cleft
didominasi oleh labial cleft dengan atau tanpa palatecleft, bilateral
16
maupun unilateral. Sekitar 50-70% kasus labial dan palatal cleft berdiri
sendiri tanpa ada sindrom penyerta (Naidich, 2003).
17
18
geliginya.
Susunannya
dapat
menjadi
berjejal
karena
kurang
Palatoschisis
Labiopalatoschisis
e. Terapi
Tindakan bedah plastik dilakukan pada bayi kondisi baik.
Pembedahan biasanya dilakukan ketika anak berumur sekitar 3
bulan.Tujuan operasi plastik ini adalah:
1) Memulihkan struktur anatomi.
2) Mengoreksi cacat.
3) Menormalkan fungsi menelan, napas, bicara.
Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh tim labiopalatoschizis yang terdiri dari spesialistik bedah maksilofasial, terapis
bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikolog, dan perawat spesialis.
Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah
melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk
keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai,
fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf
tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak
bermanfaat. Adapun operasi yang
labiopalatoschizis adalah:
1) Chieloraphy/ labioplasti
: 3 bulan
2) Palatoraphy
: 10-12 bulan
3) Speech Theraphy
: 4 tahun
19
4) Pharyngoplasty
: 5-6 tahun
5) Perawatan Orthodontis
: 8-9 tahun
: 9-10 tahun
7) Le Fort I Osteotomy
:17-18 tahun
(re-palatoraphy)
atau
dengan
pharyngoplasty,
yaitu
20
FOKUS INFEKSI
6. DEBRIS
a. Definisi
Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan
gigi yang terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijauhijauan dan jingga. Namun, debris lebih banyak mengandung sisa
makanan (Findya, 2010). Debris dibedakan menjadi food retention (sisa
makanan yang mudah dibersihkan dengan air liur, pergerakan otot-otot
mulut, berkumur, atau dengan menyikat gigi) dan food impaction
(makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi dan gusi, biasanya
hanya dapat dibersihkan dengan dental floss/benang gigi atau tusuk gigi)
(Toothclub, 2011).
b. Gambar
21
No
1
Kriteria
Nilai
permukaan
tersebut
seluas
>
2/3
= Baik
2) 0,7-1,8
= Sedang
3) 1,9-3,0
= Buruk
22
karbonat
dan
fosfat
yang
bercampur
dengan
debris,
secara mekanis namun hanya efektif pada daerah 2/3 mahkota gigi dan
tidak pada daerah leher gigi. Oleh karena itu karang gigi paling banyak
terbentuk di daerah leher gigi yaitu daerah mahkota gigi yang berbatasan
dengan gusi, yang terlihat sebagai garis kekuningan atau kecoklatan
(Mozartha, 2013).
Karang gigi sendiri tidak berbahaya, tetapi memiliki permukaan
yang sangat kasar di mana bakteri dapat dengan mudah melekat di
permukaannya. Permukaan kasar ini menjadi tempat koloni bakteri yang
menyebabkan
berbagai
masalah,
seperti
radang
gusi
24
= Baik
2) 0,7-1,8
= Sedang
3) 1,9-3,0
= Buruk
Skor
indeks
oral
higiene
individu
diperoleh
dengan
= 0;
2) Baik
= 0,1-1,2;
3) Sedang
= 1,3-3,0;
4) Buruk
= 3,1-6,0.
(Findya, 2010)
e. Terapi
Untuk menghilangkan dental plaque dan calculus perlu dilakukan
scaling
atau
rootplaning,
yang
merupakan
terapi
periodontal
25
8. PLAQUE
a. Definisi
Plaque adalah lendir yang melekat pada permukaan gigi
(Machfoedz, 2006). Plaque gigi adalah suatu lapisan yang terdiri atas
kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan (Pintauli, 2008).
Plaque gigi adalah lapisan lunak atau keras yang terdiri dari
kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks
yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan dan sukar dilihat. Ada tiga komposisi plaque dental yaitu:
1) Mikroorganisme
2) Matriks interseluler yang terdiri dari komponen organik dan
anorganik
3) Protein
(Rifki, 2010).
b. Gambar
merupakan
kumpulan
dari
koloni
bakteri
dan
mikroorganisme lainnya yang bercampur dengan produk-produknya, selsel mati dan sisa makanan. Metabolisme anaerob menghasilkan asam
yang menyebabkan:
1) Demineralisasi permukaan gigi
2) Iritasi gusi di sekitar gigi menyebabkan ginggivitis (merah, bengkak,
gusi berdarah)
3) Plaque gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.
26
d. Komposisi Plaque
Komposisi
utama
plaque
dental
adalah
mikroorganisme.
bebas
(tidak
melekat).
Disamping
itu,matriks
diduga
merusaknya
seperti
bahan
antimikroba,
dengan
jalan
27
pelikel
dental
pada
permukaan
gigi
merupakan fase awal dari pembentukan plaque. Pada tahap awal ini
permukaan gigi atau restorasi (cekat maupun lepasan) akan dibalut
oleh pelikel glikoprotein. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan
cairan sulkular, begitu juga dari produk sel bakteri, pejamu dan
debris.
2) Kolonisasi Awal Pada Permukaan Gigi
Dalam waktu beberapa jam bakteri akan dijumpai pada
pelikel dental. Bakteri yang pertama-tama mengkoloni permukaan
gigi yang dibalut pelikel adalah didominasi oleh mikroorganisme
mikroorganisme
fakultatif
gram
positif,
seperti
Actinomyces
28
29
f. Indeks Plaque
Index plaque adalah metode pengukuran luasnya keberadaan
plaque. Indeks plaque dikeluarkan oleh Loe dan Silness pada tahun 1964.
Indeks ini diindikasikan untuk mengukur skor plaque berdasarkan lokasi
dan kuantitas plaque yang berada dekat margin gingiva.
Menurut
Debnath,
indeks
ini
dapat
dikeluarkan
dengan
30
tapi
tidak
dianjurkan
lagi
karena
terbukti
bersifat
Plaque
(food impaction)
penggesekan sonde)
31
h. Terapi
Cara terbaik untuk menghilangkan plaque adalah dengan
menyikat gigi (terutama di malam hari dan pagi hari), dengan
pembersihan interdental oleh benang gigi, tusuk gigi atau sikat antar gigi.
Lebih ideal jika menggunakan bantuan disclosingagent untuk melihat
apakah penyikatan gigi yang dilakukan sudah benar-benar sempurna.
Gigi yang terbebas dari plaque ditandai dengan tidak adanya pewarnaan
oleh
disclosing
pada
gigi.
Selain
itu
perabaan
dengan
lidah
DENTAL DECAY
a. Definisi
Dental decay atau karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries
yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif
yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya
keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi
komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas (Minata,
2011).
b. Gambar
32
c. Etiologi
Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor/komponen yang saling
berinteraksi yaitu:
1) Komponen dari gigi dan air ludah (saliva) yang meliputi: komposisi
gigi, morfologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas saliva,
kekentalan saliva.
2) Komponen mikroorganisme yang ada dalam mulut yang mampu
menghasilkan
asam
melalui
peragian
yaitu:
Streptococcus,
33
Sementara
itu juga
terjadi
peningkatan
34
Gambar 20. Titik hitam pada batas gigi menunjukkan sebuah karies
proksimal
ii) Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi; terbentuk
ketika permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi.
Bila gusi sehat, karies ini tidak akan berkembang karena
tidak dapat terpapar oleh plaque bakteri. Permukaan akar
lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel
atau email karena sementumnya demineralisasi pada pH
6.7, di mana lebih tinggi dari enamel. Gigi geraham atas
adalah lokasi tersering dari karies akar.
iii) Karies celah atau fisura.
b) Karies berdasarkan kedalamannya
i) Karies superficial, karies yang hanya mengenai email.
ii) Karies media, mengenai email dan telah mencapai setengah
dentin
iii) Karies profunda, mengenai lebih dari setengah dentin dan
bahkan menembus pulpa.
f. Diagnosis
1) Karies dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama
terlihat secara klinis, berupa bercak putih setempat pada email.
Anamnesis
Terapi
35
Pemeriksaan objektif
Intra oral
Terapi
: dengan penambalan
Pemeriksaan objektif
Intra oral
Terapi
: dengan penambalan.
(Tarigan, 2010).
g. Terapi
Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi:
1) Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih
lanjut. Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang
ditemukan pada saat iritasi atau hiperemia pulpa.
2) Perawatan saluran akar (PSA) atau rootcanaltreatment dilakukan
bila sudah terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah
dilakukan PSA, dibuat restorasi.
3) Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan
karies gigi, ekstraksi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan
pemasangan gigi palsu (denture), implant atau jembatan (brigde).
Pencegahan karies gigi:
36
37
d. Klasifikasi
1) Pulpitis reversible adalah radang pulpa ringan sampai sedang akibat
rangsang, dapat sembuh bila penyebab pulpitis telah dihapus dan
gigi diperbaiki. Obat-obatan tertentu dapat digunakan selama
prosedur restorative dalam upaya untuk mempertahankan gigi tetap
vital (hidup).
2) Pulpitis irreversibel dicirikan oleh kepekaan yang berkepanjangan
terhadap dingin atau panas. Radang pulpa yang ringan atau telah
berlangsung lama ditandai nyeri spontan/dirasakan terus menerus.
Terjadi kerusakan saraf sehingga membutuhkan perawatan saluran
akar.
e. Diagnosis dan Terapi
1) Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan
pulpa awal sampai sedang akibat rangsangan.
a) Anamnesis:
i) Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin
ii) Nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus
iii) Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan
b) Pemeriksaan Objektif:
i) Ekstra oral: tidak ada pembengkakan.
ii) Intra oral: perkusi tidak sakit, karies mengenai dentin/karies
profunda, pulpa belum terbuka, sondase (+), chloretil (+)
c) Terapi: dengan penambalan/pulpcafing dengan penambalan
Ca(OH) 1 minggu untuk membentuk dentin sekunder.
2) Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga
yang sudah berlangsung lama. Pulpitis irreversibel terbagi :
a) Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru
ditandai dengan rasa nyeri akut yang hebat.
i) Anamnesis: nyeri tajam spontan yang berlangsung terusmenerus menjalar kebelakang telinga dan penderita tidak
dapat menunjukkan gigi yang sakit.
38
39
40
41
d. Diagnosis
Pasien bisa saja datang tidak dengan keluhan sakit gigi atau gejala
lainnya, namun melalui anamnesis dan pemeriksaan gigi, tanda-tanda
periodontitis yang perlu diperhatikan adalah:
1) Gusi berdarah saat menggosok gigi,
2) Gusi berwarna merah, bengkak dan lunak,
3) Terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi,
4) Terdapat nanah diantara gigi dan gusi,
5) Gigi goyang.
Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing, yaitu
teknik yang digunakan untuk mengukur kedalaman pocket periodontal
(kantong yang terbentuk di antara gusi dan gigi). Kedalaman pocket ini
dapat menjadi salah satu petunjuk seberapa jauh kerusakan yang terjadi.
Sebagai tambahan, pemeriksaan radiografik (x-rays) juga perlu dilakukan
untuk melihat tingkat keparahan kerusakan tulang (Orstavik, 2007).
e. Terapi
Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1) Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara
menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa
melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan
restoratif dan prostetik.
2) Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas
anatomikal seperti pocket periodontal, kehilangan gigi dan
disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari
penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi
dari penyakit periodontal.
3) Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah
beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini:
42
ada
tidaknya
kedalaman
inflamasi
poket
dan
mobilitas gigi.
c) Melakukan
radiografi
mengetahui
untuk
perkembangan
pembentukan
calculus.
e) Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies.
(MK, 2010)
Pembagian penatalaksanaan yang lain adalah:
1)
2)
3)
4)
43
12. GINGIVITIS
a. Definisi
Gingivitis adalah inflamasi dari gusi yang disebabkan oleh
akumulasi plaque dan bakteri. Gingivitis adalah suatu kelainan berupa
peradangan pada gusi. Gingivitis adalah suatu bentuk dari penyakit
periodontal. Penyakit periodontal terjadi ketika inflamasi dan infeksi
menghancurkan jaringan yang menyokong gigi, termasuk gusi, ligamen
periodontal, soket gigi (tulang alveolar). Gingivitis disebabkan efek
jangka panjang dari penumpukan plaque (RSMK, 2011).
Karakteristik ginggiva yang sehat adalah warnanya merah muda,
bagian tepi ginggiva tipis dan tidak bengkak, permukaan ginggiva tidak
rata tapi stippled, sulkus ginggiva tidak dalam (< 2 mm, jika lebih disebut
poket), tidak ada eksudat, tidak mudah berdarah, konsistensi kenyal.
Sedangkan pada ginggivitis warnanya merah keunguan, bagian tepinya
bengkak, ada eksudat, mudah berdarah, konsistensinya lunak (Salmiah,
2009).
b. Gambar
44
liur, plaque akan mengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi
dapat terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis
kekuningan atau kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkan
hanya dengan menyikat gigi. Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian
dalam gusi (saku gusi/poket). Kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang
baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan radang gusi sehingga gusi
mudah berdarah (Salmiah, 2009).
Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan peradangan pada
ginggiva, antara lain kehamilan, diabetes mellitus, penggunaan obat
seperti kortikosteroid dan siklosporin, leukemia dan merokok (Salmiah,
2009).
Pembesaran dan peradangan gusi pada ibu hamil disebabkan oleh
aktivitas hormonal
estrogen
dan progesterone
yang meningkat.
leukemia
ke
dalam
gusi
menyebabkan
gingivitis
dan
keadaan
ini.
Gusi
tampak
merah
dan
mudah
45
Penanganan
gingivitis yang sama berlaku pada ibu hamil. Pada pasien leukemia,
perdarahan gusi dapat dikurangi dengan menggunakan bantalan busa
sebagai ganti sikat gigi (RSMK, 2010).
13. CANDIDIASIS ORAL
a. Definisi
Candidiasis oral merupakan infeksi pada rongga mulut yang
disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Candida terutama
46
47
48
nitrosamin
karsinogenik,
N-
49
C.albicans,
sering
bersama
dengan
bakteri
Polyenes
mencakup
Amphotericin
dan
Nystatin.
50
faktor-faktor
predisposisi
yang
dapat
menimbulkan
51
buruk).
Bentuk
herpetiform
berupa
gelembung-gelembung
52
b) Chemical injuries
Bahan-bahan
kimia
seperti
aspirin
dan
alkohol
dapat
immitis
neoformans
(kriptokokosis),
("Amerika
Utara
(demam
lembah),
Blastomyces
Blastomycosis")
diduga
Cryptococcus
dermatitidis
menyebabkan
terjadinya mouthulcer.
d) Protozoa
Entamoebahistolytica, suatu parasit protozoa ini terkadang
menyebabkan mouthulcer.
3) Sistem Imun
Peneliti menemukan bahwa mouthulcer merupakan produk akhir dari
suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun.
a) Imunodeficiency
Adanya mouthulcer yang terjadi secara berulang merupakan
indikasi adanya immunodeficiency. Kemoterapi, HIV, dan
mononukleosis adalah semua penyebab immunodeficiency pada
mouthulcer yang menjadi manifestasi umum.
b) Autoimun
53
Autoimmunity
juga
merupakan
penyebab
mouthulcer.
dari
kelenjar
getah
bening
pada
submandibula.
Beberapa
penyelidikan meliputi:
1) Pemeriksaan fisik - tergantung pada berat ringannya penyakit
tersebut. Sebagai contoh, jika luka besar dan kuning, itu
kemungkinan besar disebabkan oleh trauma. Cold sores di dalam
mulut cenderung sangat banyak dan tersebar di sekitar gusi, lidah,
tenggorokan dan bagian dalam pipi. Demam menandakan luka dapat
disebabkan oleh infeksi herpes simpleks.
2) Darah rutin - untuk memeriksa tanda-tanda infeksi.
3) Biopsi - jaringan dari ulkus diambil dan diperiksa di laboratorium.
(Scully, 2003)
54
f. Terapi
Pada kebanyakn kasus, mouth ulcer dapat sembuh dengan
sendirinya pada beberapa hari. Namun ada beberapa cara yang sederhana
untuk mengurangi rasa sakit dan kesulitan makan:
1) Hindari makanan pedas, asam, keras, atau terlalu panas
2) Hindari minuman soda atau air jeruk
3) Pakai sedotan waktu minum
4) Berkumur dengan air garam
5) Ada yang menganggap bahwa madu dapat mengurangi rasa sakit
6) Mengganti pasta gigi dengan pasta gigi yang tidak mengandung
natrium lauryl sulfat (SLS).
Obat kumur chlorhexidine dapat mengurangi rasa sakit dan juga
membantu luka untuk sembuh lebih cepat. Hal ini juga membantu untuk
mencegah luka menjadi terinfeksi. Obat kumur chlorhexidine biasanya
digunakan dua kali sehari (Scully, 2003).
g. Pencegahan
Cara untuk mengurangi kemungkinan mouthulcer meliputi:
1) Menyikat gigi setidaknya dua kali setiap hari.
2) Floss secara teratur.
3) Mengunjungi dokter gigi secara teratur.
4) Sikat gigi dengan lembut
5) Makan makanan yang bergizi yang sehat dan seimbang
6) Pastikan bahwa kondisi-kondisi yang mendasari, seperti diabetes
melitus dan penyakit inflamasi usus, dikelola dengan tepat (Scully,
2003).
h. Komplikasi
Jika mouth ulcer tidak diobati atau dibiarkan maka akan dapat
menyebabkan beberapa komplikasi yaitu :
1) Infeksi bakteri
2) Inflamasi pada mulut
3) Toothabsess
55
15. GLOSSITIS
a. Definisi
Glossitis adalah peradangan atau infeksi pada lidah. Hal ini
menyebabkan lidah membengkak dan berubah warna. Seperti proyeksi
Finger di permukaan lidah (papila) mungkin hilang, menyebabkan lidah
tampak halus. Glossitis biasanya berespon baik terhadap pengobatan jika
penyebab peradangan dihilangkan. Gangguan tersebut mungkin tidak
nyeri, atau dapat menyebabkan ketidaknyamanan lidah dan mulut. Dalam
beberapa kasus, glossitis dapat mengakibatkan pembengkakan lidah
parah yang menghalangi jalan napas, sebuah darurat medis yang
membutuhkan perhatian segera (Zieve dan Juhn, 2009).
b. Gambar
(lepuh,
borok),
nyeri
dan
kadang-kadang
demam. Infeksi jamur lidah kurang umum dan lebih sering terlihat
pada pasien immunocompromised (HIV, diabetes mellitus tidak
terkontrol). Meskipun berbagai gejala lidah dapat dilihat pada infeksi
jamur lidah, glossitis tidak hadir dalam setiap kasus infeksi sekunder,
terutama bakteri, sering terjadi trauma pada lidah terutama dengan
tindikan yang menjadi tren lebih umum.
2) Trauma
56
perawatan
gigi
(kebersihan
oral)
formulasi
57
5) Penyakit kulit
Banyak dari penyakit kulit juga melibatkan selaput lendir mulut,
termasuk lapisan mukosa lidah.
(Zieve dan Juhn, 2009).
d. Diagnosis
Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan
menunjukkan lidah bengkak (atau patch pembengkakan). Para nodul
pada permukaan lidah (papila) mungkin tidak ada. Tes darah bisa
mengkonfirmasi penyebab sistemik gangguan tersebut (Zieve dan Juhn,
2009).
e. Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan.
Perawatan biasanya tidak memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak
sangat parah. Kebersihan mulut perlu diperhatikan, termasuk menyikat
gigi menyeluruh setidaknya dua kali sehari, dan flossing sedikitnya satu
kali sehari.
Kortikosteroid
seperti
prednison
dapat
diberikan
untuk
58
anak-anak
dibawah
usia 15
tahun
(sekitar 85%
keluhan,
bahkan
sekitar
30-40%
penderita
tidak
merupakan
virus
RNA
rantai
tunggal
genus
59
60
61
merupakan
penyakit
yang
bersifat
self-limited
iii.
iv.
62
Menyebabkan
imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan
63
64
KEGANASAN
trush.Sariawan
sering
disebabkan
oleh
trauma
di
area
mulut.Fibroma dan mukokel sering disebabkan bibir atau bukal yang tidak
sengaja tergigit. Jenis lain seperti torus palatinus tidak diketahui
penyebabnya (De Pietro, 2010).
65
d. Gambar
Papiloma
Torus palatinus
Epulis fibromatosa
Gambar 28. Macam-macam Noncancerous growth
18. LEUKOPLAKIA
a. Definisi
Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak
pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara
usapan atau kikisan (Rangkuti, 2007).
b. Gambar
66
1) Faktor lokal terdiri dari tembakau, alkohol, iritasi mekanis dan kimia,
reaksi
elektrogalvanik
dan
kandidiasis.
Penggunaan
rokok
67
sehari-hari
misalnya
merokok,
minum
alkohol,
tebal,
membentuk
berwarna
fisura-fisura
putih,
dan
menunjukkan
terakhir
adalah
pengerasan,
pembentukan
68
tanda-tanda
awal
kanker,
kemungkinan
untuk
menyembuhkannya dengan operasi atau laser untuk menghancurkan selsel kanker (Amin, 2010).
19. ORAL SQUAMOUS CELL CARCINOMA
a. Definisi
Oral squamous cell carcinoma atau karsinoma sel skuamosa
merupakan kanker ganas pada rongga mulut yang paling sering terjadi,
yakni sekitar 97%, disusul dengan adenokarsinoma (2-3%) dan melanoma
maligna (1%) (Syafriza, 2000).
Karsinoma sel skuamosa pada pria didapat kira-kira 4% dan 2%
pada wanita.Namun dewasa ini terdapat pergeseran bermakna dari rasio
tersebut di mana angka kejadian karsinoma sel skuamosa pada pria dan
wanita menjadi 3:1 oleh karena kemungkinan peningkatan pria yang
merokok. Data insidensi keseluruhan meliputi kira-kira 2% dari kanker
yang menyebabkan kematian pada pria dan 1% pada wanita, dengan
jumlah kematian tiap tahun mencapai 9500 orang (Syafriza, 2000).
69
b. Etiologi
Faktor etiologi yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut
antara lain sebagai berikut:
1) Tembakau
Dari semua faktor etiologi penyebab kanker rongga mulut,
tembakau merupakan faktor yang paling erat kaitannya dengan
kejadian kanker ini, baik untuk merokok atau dikunyah.Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa resiko terkena kanker rongga mulut
untuk seorang yang merokok satu bungkus sehari kira-kira 4 kali dari
yang tidak merokok.
Tembakau mengandung zat-zat karsinogenik seperti nikotin,
yang salah satunya merupakan zat adiktif paling kuat di samping
polisiklik aromatik hidrokarbon, nitrosodietanolamin, nitrosoprolin
dan polonium.
2) Alkohol
Identifikasi alkohol saja sebagai faktor karsinogenik tunggal
sangat sulit dibuktikan karena kebiasaan merokok dan minum
minuman beralkohol keduanya ada pada sebagian besar penderita
kanker rongga mulut.Alkohol dan tembakau memberikan efek sinergis
yang menyebabkan perubahan displastik pada mukosa.Orang yang
merokok dan minum alkohol dalam jumlah yang berlebihan
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena kanker mulut daripada
orang yang meminum alkohol saja atau yang mengkonsumsi tembakau
saja.
Daerah mukosa yang paling sering terkena oleh alkohol
mempunyai resiko paling tinggi untuk berkembangnya kanker.Alkohol
dapat mempengaruhi keutuhan sistem kekebalan pasien yang
memungkinkan kanker tumbuh dan berkembang.
3) Faktor pendukung lain
70
defisiensi
zat
makanan
seperti
defisiensi
karsinoma
menyebabkan
rongga
perubahan
mulut.Defisiensi
displastik
mukosa
riboflavin
oral.Sebagian
71
oportunistik
ini
dalam
rongga
mulut
dipercaya
dapat
menginduksi
kanker
dengan
lingkungan
seperti
sengatan
sinar
matahari,
72
d. Diagnosis
Pemeriksaan:
1) Pemeriksaan klinis
a) Anamnesis
b) Pemeriksaan fisik
i) Status general
ii) Status lokalis
Dengan cara : inspeksi dan palpasi bimanual
Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara
inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan
penerangan dengan menggunakan lampu senter atau lampu
kepala. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai
orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan
dengan memasukkan 1-2 jari ke dalam rongga mulut. Untuk
menentukan
dalamnya
lesi
dilakukan
dengan
perabaan
lokasi
tumor
primer,
bagaimana
73
2) Pemeriksaan radiografi
X-foto polos
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium
rutin
seperti:
darah,
urin,
74
20. XEROSTOMIA
a. Definisi
Xerostomia yang berarti mulut kering berasal dari kata xeros yang
berarti kering dan stoma yang berarti mulut. Sekitar 0,5 sampai 1 liter
setiap harinya saliva diproduksi pada kelejar saliva yang berbeda, 92%
dari total volume saliva diproduksi pada kelenjar mayor saliva, dan
sisanya diproduksi oleh kelenjar minor saliva. Keadaan berkurangnya
produksi saliva dan mengakibatkan mulut kering inilah yang dimaksud
dengan xerostomia (Philip, 2007; Ronald, 1996). Xerostomia juga
berkaitan dengan gangguan mengunyah, gangguan bicara, gangguan
pengecapan, halitosis, dan meningkatnya infeksi oral.
b. Gambar
Gambar 31.Xerostomia
c. Etiologi
Xerostomia dapat timbul karena faktor fisiologis maupun faktor
patologis. Faktor fisiologis yang menimbulkan xerostomia seperti usia,
hormon, dan puasa. Faktor patologis yang mengurangi produksi saliva
antara lain adanya penyakit sistemik, defisiensi gizi, gangguan emosional
dan psikologis, gangguan sistem saraf, penggunaan obat-obatan,
gangguan kelenjar ludah, penyinaran pada daerah kepala-leher, juga
gangguan cairan dan elektrolit (Philip, 2007; Ronald, 1996).
75
d. Patofisiologi
Sensasi mulut kering seperti halnya yang dirasakan pada saat
stress akut disebabkan adanya perubahan komposisi saliva, di mana
selamaitu stimulasi saraf simpatis lebih dominan. Selain itu gejala mulut
kering ini juga disebabkan oleh dehidrasi mukosa rongga mulut dimana
output kelenjar saliva minor dan mayor menurun serta lapisan saliva
yang melapisi mukosa oral berkurang (Lukisari, 2010).
e. Diagnosis
1) Anamnesis
Pasien xerostomia sering mengeluhkan adanya rasa tidak enak pada
mulut, halitosis (bau mulut), sakit pada lidah, sulit berbicara, sulit
untuk memakai gigi tiruan, sulit mengunyah, sulit menelan, dan
hilang pengecapan.
2) Gejala dan tanda klinis
Produksi saliva yang berkurang dapat menimbulkan gejala-gejala
klinis, seperti: kering dan pecah-pecah pada lidah dan bibir, pipi
kering, lidah berlapis, gingivitis, candidiasis dan merah pada
mukosa bibir, lidah dan pipi, adanya karies.
3) Pemeriksaan tambahan
Kondisi mulut pasien juga dapat dinilai dengan menggunakan kaca
mulut yang ditempelkan ke pipi pasien, jika kaca menempel dapat
dipastikan pasien menderita xerostomia. Saliva yang kental yang
menempel pada kaca mulut jika ditarik juga menandakan keadaan
xerostomia pada pasien.
(Philip, 2007; Ronald, 1996).
f. Terapi
Pada penderita xerostomia dicari penyebab utama terjadinya
xerostomia. Terapi utama adalah dengan mengendalikan faktor penyebab
seperti obat-obatan, gangguan sekresi saliva, dan gangguan organ terkait.
Selain itu juga dapat diberikan obat perangsang saliva (Lukisari, 2010).
76
predisposisi
berupa
diabetes
mellitus,
neutropenia,
padapenderita
angina
Ludwig
melalui
isolasi
77
Odontogen
dapat
menyebar
melalui
jaringan
ikat
78
abses
79
DAFTAR PUSTAKA
Amin H (2010). Leukoplakia. http://sehat-enak.blogspot.com/ Diakses
tanggal 12 Juni 2016.
Andryani S (2010). Skripsi: Kandidiasis oral pada pasien tuberkulosis pada
akibat pemakaian antibiotik dan steroid. Medan: Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatra Utara.
Anggraeni (2007).
Plaque gigi sumber
penyakit gigi dan
mulut.http://www.answers.com/topic/dental-plaque-1/ Diakses tanggal
12 Juni 2016.
Childrens Craniofacial Association (CCA) ( 2009). A guide to understanding
cleft lip and palate.
http://www.ccakids.com/Syndrome/CleftLipPalate.pdf9
Diakses
tanggal 12 Juni 2016.
Dalimunthe (2008). Periodonsia. Medan: USU Press.
De Pietro, M.A. (2010). A Non-Cancerous Growth in the Mouth.
www.livestrong.com/article/273295-a-non-cancerous-growth-in-themouth Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Debnath T (2002). Public health and preventive dentistry 2nd Ed. India:
AITBS Publisher and Distributors(Regdt).
Elih dan Salim (2008). Perawatan gigi impaksi 21 dengan alat cekat standar
edgewise.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/
2010/06/perawatan_gigi_impaksi.pdfDiakses tanggal 12 Juni 2016.
Findya A (2010). Pemeliharaan oral hygiene dan penanggulangan
komplikasi perawatan ortodonti. Sumatera Utara: USU.
Gallois R (2006). Classification of malocclusion.http://www.columbia.edu/
itc/hs/dental/D5300/Classification%20of%20Malocclusion%20GALLO
IS%2006%20final_BW.pdf. Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Harty FJ (1995). Kamus kedokteran Ggigi, terj. alih bahasa drg. Narlan
Sumawinata. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Irfan
(2011).
Definisi
impaksi
gigi.
http://www.kesehatangigidanmulut.info/17.html Diakses tanggal 12
Juni 2016.
enyakitPeriodontal113.pdf/08KalkulusHubungannyadenganPenyakitPer
iodontal113.html. Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Lukisari C (2010). Xerostomia: salah satu manifestasi oral diabetik.
http://canelukisari.blogspot.com/2010/04/xerostomia-salah-satumanifestasi-oral.html Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Machfoedz I (2006). Menjaga kesehatan gigi dan mulut anak-anak dan ibu
hamil. Yogyakarta: Fitramaya.
Majalah Kesehatan (2010). Periodontitis, bukan pendarahan gusi
biasa.http://majalahkesehatan.com/periodontitis-bukan-peradangangusi-biasa/Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Medicastore
(2012).
Pulpitis
(radang
gigi).http://medicastore.com/Diakses tanggal 12 Juni 2016.
pulpa
Minata
H
(2011).
Penyebab
utama
karies
gigi.http://www.kompasiana.comDiakses tanggal 12 Juni 2016.
Morokumo (2010). Abnormal fetal movement, micrognatia and pulmonary
hypoplasia:
a
case
report.
Abnormal
fetal
movement.
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC2931455/pdf/1741-239310-46.pdfDiakses tanggal 12 Juni 2016.
Mozartha
M
(2010).
Plaque
dan
karang
gigi.http://etalaseilmu.wordpress.com/2010/04/29/plaque-dan-karanggigi/Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Naidich T (2003). Section I: sinonasal cavities. Mosby Anatomy Book.
Mosby Inc.
Nurhayani (2004). Perbedaan jumlah debris yang terdorong keluar apeks
gigi pada preparasi saluran akar teknik step back dan crown down.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Obiechina AE (2001). Third Molar Impaction: evaluation of the symptoms
and pattern of impaction of mandibular third molar teeth in nigerians.
Odonto Stomatologie Tropicale Vol. 93.
Orstavik D (2007). Apical periodontitis: microbial infection and host
responses.
http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_sto
re/Sample_chapter/9781405149761/9781405149761_4_001.pdf.
Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Patel
A (2009).
The developmental disturbences
of
http://www.scribd.com/doc/44674594/The-DevelopmentalDisturbences-of-Jaws Diakses tanggal 12 Juni 2016.
Patterson
(2004).
http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf.
tanggal 12 Juni 2016.
jaws.
Leukoplakia.
Diakses
81
Paul
T
(2009).
Managementofimpactedteeth.
http://faculty.ksu.edu.sa/Falamri/Presentations/Impactedteeth.pdfDiakses tanggal 12 Juni 2016.
82
D
dan
Juhn
G
(2009).
Glossitis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm.
Diakses tanggal 12 Juni 2016.
83