PENDAHULUAN
Kesehatan ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang
juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial
(Menkes RI, 2012).
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk
mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan
berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit
pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Pelaksanaan sistem
rujukan di indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu
pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam
pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan
saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan
tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke
tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor
pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan
berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat
(Depkes RI, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SISTEM RUJUKAN
1. Definisi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 001
tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan kesehatan, sistem rujukan
pelayanan kesehatan ialah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Pengertian sistem rujukan
menurut Sistem Kesehatan Nasional, merupakan suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal
balik terhadap satu/ lebih kasus penyakit atau masalah kesehatan secara
vertikal dari unit berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau
secara horizontal antar unit-unit yang setingkat kemampuannya (Depkes RI,
2009). Sistem rujukan juga memiliki arti suatu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal
balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari
unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang
setingkat kemampuannya) (Dinkes NTB, 2011).
2. Ketentuan Umum
a. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
b. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan
dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
b.
c.
dan
pendaftarannya,
penyebarluasan
informasi,
dan
Rujukan
Terpadu
akan
dijalankan
oleh
staf
10
program
tertentu,
sedangkan
pemerintah
daerah
operasionalisasi
sehari-hari,
SRT
dijalankan
informasi,
12
terjadi
implementasi
program
yang
tidak
efisien,
13
sehingga
gagal
mengukur
tingkat
14
4. Jenis Rujukan
a. Rujukan Medis
Merupakan bentuk pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
untuk masalah kedokteran. Tujuannya adalah untuk mengatasi problem
kesehatan, khususnya kedokteran serta memulihkan status kesehatan
pasien. Jenis-jenis rujukan medis:
1) Rujukan Pasien, merupakan penatalaksanaan pasien dari strata
pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih
sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan tindak lanjut.
2) Rujukan Ilmu Pengetahuan, merupakan pengiriman dokter atau
tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata pelayanan kesehatan
yang lebih mampu untuk bimbingan dan diskusi atau sebaliknya,
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
3) Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium, merupakan bahan
pengiriman bahan-bahan laboratorium dari strata pelayan kesehatan
yang kurang mampu ke strata yang lebih mampu, atau sebaliknya
untuk tindak lanjut.
b. Rujukan Kesehatan
Merupakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk
kesehatan masyarakat. Dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan
dan ataupun mencegah penyakit yang ada di masyarakat.
Jenis-jenis rujukan kesehatan adalah :
1) Rujukan Tenaga, merupakan pengiriman dokter/ tenaga kesehatan
dari strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke strata
pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk menanggulangi
masalah kesehatan yang ada di masyarakat atau sebaliknya, untuk
pendidikan dan latihan.
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
telah mengalami
beberapa kali perubahan, tercatat adalah Perda no.8 tahun 2007 tentang
perubahan kedua atas peraturan daerah kotamadya daerah tingkat II
Surakarta nomor 7 tahun 2008 tentang retribusi pelayanan kesehatan.
29
Pemeliharaan
Kesehatan
30
BAB III
PEMBAHASAN
31
RSUD Kota Surakarta merupakan rumah sakit tipe C milik pemerintah Kota
Surakarta yang menjadi tujuan rujukan dari PPK 1 (17 Puskesmas di wilayah Kota
Surakarta). RSUD Kota Surakarta juga dapat merujuk pasien ke rumah sakit tipe B
(Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta,
dan Rumah Sakit Dr OEN Surakarta) serta rumah sakit tipe A (RSUD Dr.
Moewardi). Rujukan dari RSUD Kota Surakarta ini dilakukan secara horizontal
maupun vertikal. Rujukan vetikal ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, yaitu
rumah sakit tipe B apabila pasien perlu penanganan lebih lanjut dokter spesialis
atau dokter gigi spesialis serta sub spesialis terbatas yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Sedangkan rujukan ke rumah
sakit tipe A dilakukan apabila pasien perlu penanganan lebih lanjut dokter sub
spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan sub spesialistik. Rujukan horizontal adalah rujukan yang
dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan jika perujuk (fasilitas
kesehatan) tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan, dan atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap. Puskesmas dapat melakukan rujukan secara langsung ke
RSUD Kota Surakarta sebagai rumah sakit tipe D. Hal ini dimungkinkan karena
Puskesmas memiliki otoritas untuk menentukan kemana pasien dari PPK 1 akan
dirujuk, apakah RS tipe C atau D, dengan pertimbangan regional yaitu jika dalam
1 daerah tidak terdapat RS tipe D, hanya ada RS tipe C, maka puskesmas dapat
merujuk langsung ke RS tipe C. Rujukan eksternal di RSUD Kota Surakarta dapat
dilakukan dari IGD ke IGD rumah sakit lainnya. IGD bisa menerima semua rujukan
dari mana pun, baik pasien rujukan BPJS & PKMS, dari PPK 1 yang sesuai
regionalnya maupun pasien umum asalkan keluhan pasien sesuai dengan daftar
penyakit-penyakit yang termasuk kegawatdaruratan. Rujukan internal dari IGD
dapat dilakukan ke poli atau rawat inap RSUD Kota Surakarta. Rujukan internal
dapat juga dilakukan antar poli di RSUD Kota Surakarta maupun poli lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 001
tahun 2012, sistem rujukan mengikuti pelayanan kesehatan dilakukan secara
32
berjenjang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis. Pelaksanaan dari Permenkes ini sudah berjalan cukup baik
di pelayanan kesehatan kota Surakarta. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah
pasien BPJS dan PKMS yang dirujuk ke RSUD Kota Surakarta dari pelayanan
kesehatan primer.
Namun, sistem rujukan dengan pelayanan kesehatan berjenjang ini belum
berjalan dengan optimal. Masih terdapat beberapa masalah dalam pelaksanaan
rujukan berjenjang. Masalah pertama adalah pasien yang menjadi peserta program
ternyata dianggap salah rujukan, yakni berupa rujukan nonspesialistik yang bisa
diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Salah satu penyebab munculnya
kasus rujukan nonspesialistik adalah kapasitas sumber daya manusia di tingkat
pelayanan primer belum memadai. Tingginya angka rujukan yang tidak perlu itu
mengakibatkan penumpukan pasien di rumah sakit, sementara sumber daya
manusia di rumah sakit terbatas. Di lapangan sendiri sering ditemukan pasien yang
menunggu di IGD Bedah dikarenakan ruangan bangsal sudah penuh. Hal ini bisa
diatasi dengan cara naik kelas tetapi tidak semua pasien sanggup untuk naik kelas
karena tidak sanggup membayar biaya di luar yang ditanggung jaminan kesehatan.
Selain itu, tidak semua jaminan kesehatan dapat naik kelas seperti KIS (Kartu
Indonesia Sehat).
Masalah kedua yang dialami adalah rujukan yang tidak tepat sasaran. Hal
ini diakibatkan perbedaan diagnosis dokter dari pelayanan kesehatan primer dengan
dokter rumah sakit. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kemampuan dari tenaga
kesehatan pelayanan primer maupun lanjutan, peningkatan sarana dan prasarana
pada fasilitas (alat pemeriksaan penunjang) pelayanan kesehatan primer seperti
Puskesmas, serta evaluasi oleh Dinas Kesehatan terhadap sistem dan pedoman
rujukan pelayanan kesehatan primer, di mana terdapat penyamaan persepsi suatu
penyakit, berupa pemberian batasan yang jelas pada suatu penyakit, usia pasien
antara anak dan dewasa sehingga rujukan data tepat sasaran. Rujukan internal antar
poli di RSUD Kota Surakarta juga dapat menyelesaikan permasalahan rujukan yang
tidak tepat tersebut.
33
BAB IV
PENUTUP
34
A. KESIMPULAN
1. RSUD Kota Surakarta merupakan rumah sakit umum daerah C yang
dimiliki Pemerintah Kota Surakarta.
2. RSUD Kota Surakarta melayani pasien rujukan BPJS dan PKMS sesuai
dengan regional yang telah ditetapkan. Kecuali kasus kegawatdaruratan.
3. Rujukan pasien nonspeasialistik yang dapat ditangani pada pelayanan
kesehatan pertama dan ketidaksesuaian diagnosis pasien masih sering
terjadi. Hal dapat menyebabkan menumpuknya pasien di RSUD Kota
Surakarta dan mempengaruhi pelayanan serta tatalaksanana pasien.
4. Rujukan balik masih kurang berjalan
B. SARAN
1. Perlunya peningkatan kemampuan dari tenaga kesehatan pelayanan
primer maupun lanjutan dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang
medis maupun non medis pada pelayanan kesehatan primer
2. Perlunya evaluasi oleh Dinas Kesehatan terhadap sistem dan pedoman
rujukan pelayanan kesehatan primer, di mana terdapat penyamaan
persepsi suatu penyakit, berupa pemberian batasan yang jelas pada suatu
penyakit, usia pasien antara anak dan dewasa, sehingga rujukan data tepat
sasaran.
3. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan sistem
rujukan berjenjang dan informasi mengenai kualitas, fasilitas serta
program pelayanan kesehatan primer, seperti Puskesmas sehingga
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap PPK1 dan menghindari
penumpukan pasien di pelayanan kesehatan lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
36
37
38
39