Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit paru merupakan penyakit pernapasan yang bisa menganggu setiap

orang. Tidak terkecuali anak-anak juga bisa terserang penyakit paru. Penyakit paru
pada anak merupakan salah satu penyakit yang cukup meresahkan orang tua.
Terkadang kesibukan orang tua menyebabkan keterlambatan penanganan kesehatan
anak sehingga banyak penderita penyakit paru berusia anak-anak bahkan sampai
meninggal dunia. Banyak jenis penyakit paru yang bisa menyerang anak-anak,
diantaranya yaitu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), bronkitis akut, asma,
atelektasis, emfisema, pneumotoraks, emfiema torasis, dan lain-lain. ISPA menjadi
perhatian bagi anak-anak (termasuk balita) baik di negara berkembang maupun di
negara maju karena ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dan
balita akan sangat rentan terinfeksi penyebab ISPA karena sistem tubuh yang masih
rendah, itulah yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala ISPA sangat tinggi
bagi anak-anak dan balita. (Riskesdas, 2007)
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaf, 2009). Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada
kelompok masyarakat di dunia, karena penyebab ISPA merupakan salah satu hal
yang sangat akrab di masyarakat. ISPA merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh
virus meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran
pernapasan bagian bawah. (Riskesdas, 2007)
ISPA salah satu penyebab utama kematian pada anak di bawah 5 tahun tetapi
diagnosis sulit ditegakkan.World Health Organization memperkirakan insidens
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka
kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan
pasien ke sarana kesehatan. Sebanyak 40%-60% kunjungan berobat di Puskesmas
dan 15%-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit
disebabkan oleh ISPA. Penyebab ISPA paling berat disebabkan infeksi Streptococus
pneumonia atau Haemophillus influenzae. Pada tahun 2000 menurut WHO, 1,9 juta
1

(95%) anak anak di seluruh dunia meninggal karena ISPA, 70 % dari Afrika dan
Asia Tenggara. (Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006).
Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia adalah 25,5% (rentang: 17,5% 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di atas angka
nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit. Setiap
anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Angka ISPA
tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15 - 24
tahun. Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur.
antara laki-laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih tinggi di pedesaan.
ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat
pengeluaran per kapita lebih rendah (Riskesdas, 2007). Di Indonesia, Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada
kelompok bayi dan balita. Selain itu, ISPA merupakan penyakit yang sering berada
dalam daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit (Anonim, 2008).
Gambar 1. Grafik Distribusi Frekuensi 10 Penyakit Terbanyak di Kota
Banjar Tahun 2014

Hasil survei dinas kesehatan 10 penyakit terbanyak di kota Banjar tahun


2014, ISPA merupakan penyakit terbanyak ke 4 di kota Banjar (3658 orang). Untuk
frekuensi 10 penyakit terbanyak pada usia 1-4 tahun di kota Banjar yaitu
nasofaringitis akut sebanyak (871 orang), ISPA menempati urutan ke 2 sebanyak
(551 orang). Berdasarkan data yang didapatkan sampai saat ini ISPA masih menjadi
masalah di kota Banjar.

Berdasarkan survei dinas kesehatan kota banjar di 10 puskesmas tahun 2014


mengenai kasus ISPA pada usia 1-4 tahun, kasus ISPA tertinggi di puskesmas
Langensari 2 sebanyak (893 orang), kasus ISPA terendah di puskesmas purwaharja 2
sebanyak (147 orang), puskesmas langensari 1 merupakan urutan ke 7 dari 10
puskesmas di kota Banjar yaitu sebanyak (217 orang).

Meskipun berdasarkan hasil survei dinkes kasus ISPA bukan pneumonia di


puskesmas langensari 1 bukan merupakan angka kejadian tertinggi di kota Banjar,
namun di wilayah kerja puskesmas langensari 1 kasus ISPA bukan pneumonia masih
menjadi kasus tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.

Berdasarkan hasil survei di wilayah kerja puskesmas langensari 1 periode


oktober 2014 - maret 2015, ISPA merupakan masalah tertinggi dari 10 besar penyakit
di wilayah kerja puskesmas Langensari 1 yaitu ISPA sebanyak (544 orang), dan
kasus terendah yaitu diare (34 orang).
Hasil survei dari Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dalam 6 bulan
terakhir, kasus ISPA bukan pneumonia di Puskesmas Langensari 1 terbanyak pada
anak usia 1-4 tahun dalam periode oktober 2014 - maret 2015, dijelaskan pada
diagram dibawah ini:
Gambar 1.5 Grafik Distribusi frekuensi kasus ISPA bukan pneumonia
berdasarkan usia di puskesmas langensari 1 bulan oktober 2014 maret 2015

Berdasarkan uraian diatas kasus ISPA banyak terjadi pada anak usia 1-4
tahun. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa penyebab, seperti kurangnya pengetahuan
ibu, sanitasi lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat, serta kondisi rumah yang
belum memenuhi karakteristik rumah sehat.
Persentase rumah sehat menurut depkes 2012 di jawa barat yang tertinggi
yaitu kabupaten Indramayu (92,4%), dan persentasi terendah di kabupaten bandung
barat (38,7%). Persentase kota Banjar (58,7%), Tasikmalaya (73,0%), Cimahi
(58,9%), kabupaten Ciamis (55,2%), kabupaten Garut (55,6%). (Depkes,2012)
Berdasarkan hasil survei dinas kesehatan kota Banjar mengenai rumah sehat,
persentase rumah sehat yang ada di wilayah kerja puskesmas Banjar 3 ada pada
urutan terbanyak sebesar (73,25%), dan persentase terendah yaitu puskesmas Banjar

2 sebesar (40,25%). Wilayah kerja puskesmas langensari 1 menempati posisi


terbanyak ke 4 dengan persentase sebesar (57,99%). Target yang ditetapkan dari
dinas kesehatan sebesar 63,37%.

Sedangkan pada kasus ISPA dilihat dari indikator sanitasi dasar berdasarkan
ventilasi rumah di Puskesmas Langensari 1 didapatkan cakupan sebesar 77,78%
dengan target 75%.
Pada indikator rumah sehat yang berkaitan dengan ISPA yaitu ventilasi, lantai
dapur dan lubang asap dapur. Berdasarkan hasil survei wilayah kerja puskesmas
langensari 1, indikator ventilasi sebesar (77,78%), lantai dapur sebesar (61,90%),
lubang asap dapur (73,45%), target dari ketiga indikator tersebut yaitu sebesar 70%.
Pada indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang berkaitan
dengan ISPA yaitu tidak merokok didalam rumah dan pemberian ASI eksklusif.

Dari data 10 puskesmas di kota Banjar 2014, persentase dari indikator tidak
merokok dalam rumah di puskesmas langensari 1 menempati urutan ke 2 terendah
sebanyak( 54,2%). Persentase dari indikator pemberian ASI eksklusif di puskesmas
Langensari 1, pada kategori usia bayi <6 bulan sebanyak (80,8%), usia 6-12 bulan
sebanyak (81,1%). Target dari kedua indikator tersebut yaitu target nasional sebesar
70% dan target provinsi 52%.
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas yang cukup
tinggi, sehingga diperlukan kesadaran yang tinggi dalam penanganannya, baik dari
masyarakat maupun petugas, terutama tentang beberapa faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa penyebab, seperti kurangnya
pengetahuan ibu, sanitasi lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat. Dari data
puskesmas Langensari 1 mengenai ISPA, Angka kejadian kasus ISPA bukan
pneumonia sebanyak (217 orang ). Angka kejadian kasus ISPA bukan pneumonia
lebih banyak terjadi dibandingkan kasus ISPA pneumonia sebanyak (150 orang).
Maka dari itu, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan, perilaku
ibu dan kondisi rumah tentang pencegahan anak terhadap kejadian ISPA bukan
peumonia pada anak usia 1-4 tahun di Puskesmas Langensari 1 periode oktober
2014-maret 2015.
1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengetahuan ibu tentang ISPA bukan pneumonia ?
2. Bagaimana perilaku hidup bersih dan sehat ibu yang berkaitan dengan
ISPA ?
3. Bagaimana kondisi rumah penderita ISPA?
4. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku ibu dan kondisi
rumah terhadap angka kejadian ISPA?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan dengan perilaku ibu dan kondisi rumah terhadap angka kejadian
ISPA pada anak usia 1-4 tahun periode oktober 2014-maret 2015 di wilayah
kerja puskesmas Langensari 1.

1.3.2

Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang ISPA.

b. Diketahuinya perilaku hidup bersih dan sehat ibu yang berkaitan dengan
ISPA.
c. Diketahuinya kondisi rumah penderita ISPA.
d. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku ibu dan
kondisi rumah terhadap angka kejadian ISPA.
1.4

Manfaat Penelitan
a. Dinas Kesehatan Kota Banjar
Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Banjar mengenai
upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Banjar,
khususnya di wilayah Langensari I.
b. Masyarakat
Menambah wawasan ilmu pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan dan cara pencegahan penyakit
ISPA.
c. Peneliti
-

Menambah ilmu tentang jenis-jenis penyakit paru pada anak,


khususnya ISPA.

Menambah pengalaman dalam eksplorasi atau observasi populasi


dengan risiko gangguan paru (terutama pada anak), khususnya ISPA.

1.5

Ruang Lingkup
Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta. Ruang lingkup penelitian ini
untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku dan kondisi
rumah terhadap angka kejadian ISPA. Penelitian ini dilakukan pada akhir
april sampai awal bulan mei di Desa Kujangsari, Bojongkantong dan
Rejasari. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif
populasi penelitian adalah anak 1-4 tahun yang terkena ISPA dengan jumlah
sampel 108 anak. Pengambilan data penelitian dengan cara data primer dan
sekunder, yang diperoleh melalui karakteristik anak dan ibu menggunakan
kuesioner dan observasi serta data sekunder dari puskesmas dan dinas
kesehatan. Data tersebut dianalisis secara univariat dan bivariat.

Anda mungkin juga menyukai