A. DEFINISI
Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Kejadian yang terpenting
dalam nifas adalah involusi dan laktasi ( Saifuddin, 2006 ).
Nifas dibagi menjadi 3 periode
1. Peurperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan
2. Peurperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu
3. Remote peurperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi ( bisa dalam berminggu-minggu, berbulan-bulan dan bertahuntahun )
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia intena maupun eksterna akan berangsur-angsur
pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetalia ini
dalam keseluruhannya involusio. Perubahan-perubahan yang lain yang penting yakni
hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Yang terakhir ini karena pengaruh hormon
laktogenik dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma.
Pada saat masa nifas terdapat cairan yang keluar dari vagina yang disebut lochea.
Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas.
Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau
anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra
berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa
mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga.
1. Lochea rubra (cruenta)
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa,
lanugo, mekonium. Selama 2 hari pasca persalinan.
2. Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari 37 pasca persalinan.
3. Lochea serosa
Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi. Pada hari ke 24 pasca persalinan.
4. Lochea alba
Cairan putih setelah 2 minggu.
5. Lochea purulenta
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah, berbau busuk.
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas
500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)
Jenis- jenis section caesarea, antara lain :
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
Atonia uteri
Plasenta accrete
Myoma uteri
Infeksi intra uteri berat
B. ETIOLOGI
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan
janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).
C. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,
luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
D. PENGKAJIAN
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust,
abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register
, dan diagnosa
keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2. Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan
secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3. Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
3. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama
masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita
takut untuk melakukan bab.
5. Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.
7. Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan
body image dan ideal diri
10. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadangkadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kunuing
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
f.
Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan
papila mamae
g. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
k. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
f. Pemeriksaan penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal
: menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap
: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
E. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
RENCANA INTERVENSI
NO
1
DIAGNOSIS
NOC
Menyusui
tidak Setelah diberikan tindakan
NIC
Health Education:
efektif
jam
klien
menunjukkan
o Fisiologi menyusui
breast
feeding
respon
klien
puas
o Keuntungan menyusui
mengungkapkan
dengan
kebutuhan
o Perawatan payudara
untuk menyusui
klien mampu
mendemonstrasikan
perawatan payudara
o Faktor-faktor
yang
menghambat
proses
menyusui
klien
untuk melakukan
secara teratur
Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan
eksklusif
Berikan penjelasan tentang tanda dan
gejala
bendungan
payudara,
infeksi
payudara
Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi
dan mendukung klien dalam pemberian
ASI
Diskusikan tentang sumber-sumber yang
dapat
Nyeri akut
memberikan
Lakukan
jam
komprehensif
diharapkan
nteri
pengkajian
nyeri
termasuk
secara
lokasi,
Pain Level,
ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Pain control,
Comfort level
Mampu mengontrol nyeri
(tahu
penyebab
nonverbal
dari
nyeri,
pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon
mencari bantuan)
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim
mampu
tehnik
menggunakan
nonfarmakologi
dengan
manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri
nyeri
seperti
untuk
suhu
personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
Analgesic Administration
obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
Risiko infeksi
dari
analgesik
ketika
pilihan,
rute
jam
pasien lain
diharapkan
resiko
indicator:
Immune Status
Knowledge : Infection
tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
control
Risk control
gejala infeksi
Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, factor
yang
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanaannya,
tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunjuk
Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
umum
Gunakan
kateter
intermiten
untuk
infeksi
menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa
Intoleansi aktivitas
minum
gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
Setelah dilakuakan asuhan Activity Theraphy
keperawatan selama 3x24
kembali
adekuat
dengan
indicator:
Activity tolerance
kelelahan
Energy converse
Berpartisipasi dalam
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri
RR
Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
hemodinamik)
Cemas
Gunakan
pendekatan
yang
jam diharapkan kecemasan
menenangkan
berkurang dengan indicator:
Klien
mampu
Jelaskan semua prosedur dan apa
mengidentifikasi dan
yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
menunjukkan
untuk
dan
tehnik
mengontol
cemas
Vital
sign
dalam
batas normal
Postur
tubuh,
dan
tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya
Libatkan
keluarga
untuk
mendampingi klien
Instruksikan
pada
pasien
untuk
kecemasan
Dorong
pasien
mengungkapkan
perasaan,
untuk
ketakutan,
persepsi
Gangguan
tidur
Sleep Enhancement
tindakan keperawatan
selama . gangguan pola
tidur pasien teratasi dengan
efek-efek
medikasi
kriteria hasil:
Jelaskan
pentingnya
tidur
yang
adekuat
Comfort Level
Pain Level
Fasilitasi
untuk
mempertahankan
Determinasi
Pola tidur,kualitas
dalam batas normal
Perasaan fresh
sesudah tidur/istirahat
Mampu
mengidentifikasi halhal yang meningkatkan
tidur
Hambatan mobilitas Setelah dilakuakan asuhan Exercise therapy : ambulation
fisik
Monitoring
vital
sign
kembali
adekuat
dengan
indicator:
Transfer performance
Klien
meningkat
kebutuhan
Memverbalisasikan
perasaan
peningkatan mobilitas
cedera
dalam
meningkatkan kekuatan
Ajarkan
pasien
atau
tenaga
kemampuan
pasien
dalam
dan
kemampuan
berpindah
mobilisasi
Memperagakan
pasien
dalam
pemenuhan
Latih
kemampuan
mobilisasi
(walker)
Berikan
alat
Bantu
jika
klien
memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
7
cemas
Gunakan
pendekatan
yang
kecemasan teratasi dgn
menenangkan
kriteria hasil:
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
menunjukkan
untuk
dan
tehnik
mengontol
cemas
Vital sign dalam batas
normal
Postur tubuh, ekspresi
Libatkan
keluarga
untuk
mendampingi klien
Instruksikan
pada
pasien
untuk
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
menimbulkan kecemasan
Dorong
pasien
mengungkapkan
perasaan,
untuk
ketakutan,
persepsi
Kelola
pemberian
obat
anti
cemas:........
Setelah dilakukan tindakan Constipasi management
Resiko konstipasi
pasien
mengalami
tidak
konstipasi
faktor-faktor
yang
menyebabkan konstipasi
dengan criteria :
Identifikasi
Monitor
tanda-tanda
ruptur
bowel/peritonitis
Bowl Elimination
Hidration
Pola BAB dalam batas
normal
Feses lunak
Aktivitas adekuat
Hidrasi adekuat
Kekurangan
volume cairan
Fluid Management
dengan
kriteria
hasil:
Nutritional Status :
Food and Fluid Intake
Pertahankan
catatan
intake
dan
Mempertahankan urine
normal,
Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas
turgor
jam
Kolaborasi pemberian cairan IV
baik,
mukosa
Berikan
Elastisitas
kulit
membran
normal
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi,
normal
Intake
Hb,
oral
intravena adekuat
Hmt
dan
nasogatrik
penggantian
DAFTAR PUSTAKA
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Suherni, 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Prawiroharjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING KLINIK
PEMBIMBING AKADEMIK
MAHASISWA
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MATERNITAS PASIEN POST PARTUM DENGAN
SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI CPD
DI RUANG ANGGREK
RST Dr. SOEDJONO MAGELANG
Disusun oleh :
ARIEF SASUMBA ( 2212117 )
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDRAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2015