Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. C

Umur

: 9 bulan

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Johar Baru

Tanggal Masuk RS : 12 Mei 2015 / 17.00


No. Kamar

: Badar R. 13

ANAMNESIS
ALLO ANAMNESIS
Keluhan Utama:
diare sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan:
Muntah dan demam

Riwayat Penyakit Sekarang:


pasien datang ke IGD dengan keluhan diare sejak 3 hari yang lalu. Diare lebih
dari 5x sehari berwarna kuning disertai ampas, tidak ada lendir, tidak berbusa, tidak
disertai darah. Sehari sebelum diare (4 hari SMRS) pasien mengeluh muntah lebih dari
3x sehari, muntah berisi cairan tanpa disertai darah. Keluhan diare diikuti demam yg

tidak terlalu tinggi namun terus terusan dan hanya hilang saat diberi obat penurun
panas. Pasien sempat dibawa ke puskesmas koja namun keluhan tidak membaik, ibu
pasien mengaku 1 hari SMRS pasien tampak lemas dan rewel, saat diberi minum
pasien terlihat sangat haus, BAK sedikit.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Sebelumnya OS tidak pernah mengalami keluhan seperti ini, kejang disangkal,
tb paru disangkal, asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga:
Di keluarga tidak ada mengalami keluhan seperti ini, kejang disangkal, tb paru
disangkal, asma disangkal.
Riwayat Pengobatan:
3 hari yang lalu pasien sempat dibawa ke praktik bidan, namun tidak kunjung
sembuh. 1 hari yang lalu pasien berobat kembali ke puskesmas dan puskesmas merujuk
pasien ke RS.
Riwayat Kehamilan Ibu
Selama hamil ibu OS rutin periksa kehamilan ke dokter kandungan setiap bulan,
selama hamil ibu OS tidak ada keluhan, dan kondisi janin baik selama kehamilan.

Riwayat Kelahiran
Usia kehamilan cukup bulan, ditolong dokter, SC dengan indikasi letak sungsang,
lahir dengan menangis spontan. BBL : 2400 gr, PBL : 48 cm

Riwayat Makanan
0-6 bulan ASI esklusif,6 bulan- sekarang pasien masih diberi ASI dan dicampur MPASI.
Sebelum sakit pasien sempat diberi pisang.
Riwayat Imunisasi
hepatitis B (4X)
BCG (1X)
Polio (3x)
DPT (3X)
Hib (3x)
campak (-)
Kesan imunisasi tidak lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang
Bisa tengkurap usia 6 bulan, bisa merangkak umur 6-7 bulan, bisa duduk usia 9
bulan.
Kesan tumbuh kembang sesuai usia
Riwayat Alergi
Disangkal
Riwayat Psikososial
MCK pribadi didalam rumah, lingkungan jauh dengan sungai.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital
- Suhu

: 38,5

- Nadi

: 100 x/menit: regular,kuat angkat

- Pernapasan

: 25 x/menit

- Tekanan Darah

: tidak dilakukan

Antropometri
An. Perempuan usia 9 bulan
BB

: 8 kg

TB/PB

: 73 cm

LK

: 43 cm

Status gizi
o BB/U : terletak diantara 2 SD sampai +2 SD (kesan BB cukup)
o TB/U : terletak diantara 2 SD sampai +2 SD (kesan TB normal)
o BB/TB : terletak diantara 2 SD sampai +2 SD (kesan BB/ TB normal)
Kesan : Pertumbuhan sesuai usia

Status Generalis
Kepala
Bentuk

: Normocephal

Rambut

: Hitam,distribusi merata

Mata :Cekung (+/+), Edema palpebra (-/-), kunjungtiva anemis (-/-),


sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+)

Hidung

:Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-),Septum deviasi (-)

Mulut :Mukosa bibir kering, lidah kotor (-), Lidah tremor (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1 tenang

Leher

pembesaran KGB (-)

Pembesaran kelenjer thyroid (-)

Thorax
Paru
Inspeksi

: Simetris,retraksi dinding dada (-), Bagian dada tertinggal (-)

Palpasi

: Bagian dada tertinggal (-)

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: Wheezing(-/-), Ronkhi (-/-)

Jantung
Bunyi jantung I dan II murni,gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi

: Abdomen datar, tidak ada bekas luka, distensi (-)

Palpasi

: supel, turgor lambat, hepar, lien dan ginjal tidak teraba

Perkusi

: timpani seluruh abdomen

Auskultasi

: peristaltik usus normal

Ekstremitas atas
Akral

: Hangat

Petekie

: (- /-)

Edema

: (-/-)

Sianosis

: (-)

RCT

: < 2 detik

Ekstremitas bawah
Akral

: Hangat

Edema

: (-/-)

Petekie

: (-/-)

RCT

: < 2 detik

Sianosis

:(-)

Genitalia: Tidak diperiksa

Pemeriksaan Penunjang:
Laboratoriu

Hasil

Satuan

Nilai
rujukan

Hb

8,7

g/dL

10.7-14.7

Leukosit

8.01

Ribu/uL

5.50-15.50

Ht

32

31-43

trombosit

347000

Ribu/uL

217-491

Eritrosit

4,97

juta/uL

3.70-7.70

Na

135

mEq/L

4,4

mEq/L

Cl

95

mEq/L

Resume
Anak perempuan 9 bulan datang dengan keluhan diare cair lebih dari 5x sehari,
febris (+), vomitus (+) >3x sehari, BAK sedikit, rewel saat diberi minum tampak
kehausan. S: 38,3 C.
melambat.

Dari pemeriksaan fisik didapat kan: mata cekung, turgor

Diagnosis :

GEA dengan dehidrasi ringan-sedang


Imunisasi belum lengkap
Gizi baik
Pertumbuhan sesuai usia

Rencana penatalaksanaan:
Medikamentosa
Paracetamol 3x80mg = 3x1ml (drop)
Ondancentron 3x0,8mg
Zink 1x20mg
Assering 200cc/kgbb/hari = 1600/24 jam = 66tpm
Non medikamentosa
-

Segera setelah sembuh lakukan imunisasi campak

Cuci botol susu formula jika hendak digunakan

Simpan dan masak MPASI dengan baik (hygiene)

Gunakan air bersih dan matang untuk makan dan minum

Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan anak

Membuang tinja di jamban

Berikan makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.

Tgl/jam S

13-5-

Muntah (-)

Suhu : 360 C

2016

BAB (3x) dengan


konsistensi seperti
bubur.
Demam (-)

14-52016

RR : 28 x/menit
HR : 80 x/menit
BU : + (N)
Tanda dehidrasi (-)

Suhu : 360 C
RR : 28 x/menit
HR : 86 x/menit
BU : + (N)
Tanda dehidrasi Turgor kulit

P
Post

Assering

diare

Zink 1x20mg

dengan
dehidras
i ringansedang
Post
diare
dengan
dehidras
i ringansedang

kembali cepat

TINJAUAN PUSTAKA

Pulang.

DEFINISI

Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat lebih dari 3x/hari
dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak, dan berlangsung dalam waktu kurang
dari satu minggu (Mansjoer dkk, 1999).

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu

Bayi yang minum ASI, BAB 3-4 x/hari fisiologis

BAB < 3 x/hari, konsistensi cair diare


(Buku ajar GEH UKK-GEH-IDAI, 2011)

EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per
tahun (Depkes, 2003).
Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare
pada anak anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki 10,8%
dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11
bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0) (Biro pusat statistik,2003).

PATOFISIOLOGI

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).
Diare osmotik
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usu
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam lumen
usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg, Glukose,
sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon
sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
Diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa
obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi seperti reseksi ileum,
penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan
peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.

Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan


enterotoksin E.Coli atau Cholera. Berbdeda dengan negara berkembang di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat
atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon
seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma
pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas, hormon
sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.
Diare karena gangguan motilitas usus
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit
obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas usus yang
berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu
dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare
dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi.
Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis,
malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi akibat adanya
gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi, post
reseksi usus serta hipertiroid.7

Manifestasi Klinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian
timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Daerah anus dan sekitarnya timbul
luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi
usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit.

Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai maka gejala
dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
cekung (bayi), selaput lendir bibir, mulut, dan kulit kering. Bila keadaan ini terus berlanjut
maka akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat,
nadi lemah dan tidak teraba, tekanan darah turun, pasien tampak lemah dan kesadaran
menurun, diuresis berkurang.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa, bila hal ini terjadi maka pasien akan
tampak pucat, napas cepat dan dalam (Kusmaul). Dehidrasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Pada dehidrasi ringan terjadi
kehilangan cairan kurang dari 5%, Pada dehidrasi sedang terjadi kehilangan cairan antara
5%-10% dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan cairan lebih dari 10%.7,15
Derajat Dehidrasi

Gejala & Keadaan


Tanda

Umum

Tanpa

Baik, Sadar Normal

Dehidrasi

Sedang

Dehidrasi
Berat

Lidah

Basah

%
Rasa Haus

Kulit

Minum

Dicubit

Normal,

kembali

Estimasi

Penurunan def.
BB

cairan

<5

50 cc

5 10

50100

>10

100 cc

Tidak Haus cepat

Dehidrasi
Ringan

Mata

Mulut/

Gelisah
Rewel

Letargik,

Cekung

Sangat

Kesadaran cekung
Menurun

Sumber : Sandhu 200116

dan kering

Kering

Tampak

Kembali

Kehausan

lambat

Sangat

Sulit,

tidak

kering

bisa minum

Kembali
sangat
lambat

Simptom

Minimal/tanpa

Dehidrasi

dehidrasi

sedang

Ringan- Dehidrasi Berat


Kehilangan BB > 9%

Kehilangan BB < 3%
Kehilangan BB 3-9%
Kesadaran

Baik

Normal,

Apatis, letargis, tidak

lelah,gelisah,

sadar

irritable
Denyut jantung

Normal

Normal-meningkat

Takikardi, bradikardi
pada kasus berat

Kualitas nadi

Normal

Normal-melemah

Lemah, kecil, tidak


teraba

Pernapasan

Normal

Normal-cepat

Dalam

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Air mata

Ada

Berkurang

Tidak ada

Mulut dan lidah

Basah

Kering

Sangat kering

Cubitan kulit

Segera kembali

Kembali < 2 detik

Kembali > 2 detik

Capillary refill

Normal

Memanjang

Memanjang, minimal

Extremitas

Hangat

Dingin

Dingin,
sianotik

mottled,

Kencing

Normal

Berkurang

Minimal

Sumber : adaptasi dari Duggan C, Santosham M, glasso RI, MMWR 1992 dan WHO
1995

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit
yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
diare dan pada penderita immunocompromised.

2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes kepekaan
terhadap antibiotik.

3. Duodenal intubation (biopsi duodenum), untuk mengetahui kuman penyebab secara


kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik yang disebabkan Giardiasis,
Strongyloides, dan protozoa yang membentuk spora.

A. Tata laksana
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif diare
akut.6 Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai
persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku
emas.18

Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral
dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik,
walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja
yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita
tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga
upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral
walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan
gangguan sirkulasi15. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan

dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan
kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan
natrium antara 40-60mEq/L.11 Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan
segera pemberian makanannya sesuai umur6. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan
anak di rumah sakit, WHO tahun 2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana
terapi yakni rencana terapi A untuk penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk
dehidrasi ringan/sedang, terapi C untuk dehidrasi berat.
Rencana Terapi A
Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari :

< 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB

>2 tahun : 100-200ml tiap BAB

Beri tablet Zink


Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis

Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari

Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari

Rencana Terapi B
(Dehidrasi Ringan Sedang)
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral sesuai
dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak : 75
ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak
5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak .
Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb
setiap diare atau muntah.17
Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.

Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit
mislanya

karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan intravena

secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia, gunakan
larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam

(Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO, 2009)


Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu12 :
1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dengan CRO ( CRO rumatan )
9. Anti diare tidak diperlukan

Rencana Terapi C
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan
menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian
cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 12,15,17 :
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2 jam

Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg BB,
kemudian evaluasi 30 - 60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai dehidrasi
berat. (Depkes RI)
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan
kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang
pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala
kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah
sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila
memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada
dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum
tetap dapat dilanjutkan.18

Rencana Terapi C (Dehidrasi berat)

Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain (WHO, 2006)

Kolera :
Tetrasiklin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)
Eritromisin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)

Shigella :

Ciprofloxasin 15 mg/ kgBB (2 x sehari selama 3 hari)

Amebiasis:
Metronidasol 10mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari / 10 hari pada kasus berat)

Giardiasis :
Metronidasol 5mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari)

Seng (Zinc)
Defisiensi

seng

sering

didapatkan

pada

anak-anak

di

negara

berkembang dan dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan


meningkatnya

kejadian

infeksi

yang

serius.

Seng

merupakan

mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang penting


untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10 RCT, seng dapat
menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare

sampai

25%.

Sejak

tahun

2004,

WHO

dan

UNICEF

telah

menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan diare dengan


dosis 20 mg/hari selama 10-14 hari dan pada bayi< 6 bulan dengan
dosis 10 mg perhari selama 10-14 hari.
Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host
dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga
seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel
usus. Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk
pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme
lain, pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika
yang tidak rasional rasional (antibiotic associated diarrhea) dan travellerss diarrhea. 14,15,24

Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut pada anak.
Hasil meta analisa Van Niel dkk 25 menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan
diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan
menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1 2 kali. Kemungkinan
mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen
usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah
adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa
usus dan imunno modulasi.14,24

Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks
karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinak yang
menguntungkan kesehatan.

Oligosakarida yang ada dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena dapat
merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalamkolon bayi yang minum ASI.
Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi
pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi dikomunitas yang diberi cereal yang
disuplementasi dengan fruktooligosakabrida (FOS) tidak menunjukkan penurunan angka
kejadian diare. Penemmuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian
RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat perbedaan penyebabnya
menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat
FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu penelitianpenelitian selanjutnya.

Komplikasi
Dehidrasi
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni :

Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses

Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga


benda keton tertimbun dalam tubuh.

Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan

Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat


dikeluarkan oleh ginjal

Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.


(Suraatmaja, 2005)

Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yakni


pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul. Pernapasan ini
merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH
darah. (Suraatmaja, 2005)

Gangguan elektrolit

Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahanlahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan
oralitadalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline 55 dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila
normallanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline
5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap
500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap
BAB, sampai diare berhenti.

Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L).
hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir

semua anak dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan


bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.

Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan
monitor detak jantung.

Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K :
jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3
dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x
0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB)
Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium
dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebutdapat disebabkan oleh
karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.

Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi
darah berupa renjatan/syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat mengakibatkan
perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran dan bila tidak diatasi dengan
segera maka pasien dapat meninggal. (Suraatmaja, 2005)

B. Pencegahan
Sejumlah intervensi telah diusulkan untukmencegah diare pada anak, kebanyakan meliputi
cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan
perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan
imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.
5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis
6. Pembuangan tinja yang aman
7. Imunisasi campak
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric, termasuk cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas panjang bila ada
kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi. Penderita

dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan enteropatogen dan cara-cara mengurangi
penularan. (Behrman, 2000)

DAFTAR PUSTAKA

Komite medik RSUP Dr.Sardjito.2006.Standar Pelayanan Medis RSUP


Dr.Sardjito.Medika FK UGM Yogyakarta
Soenarto,Y.2003.Buku Ajar Diare

Soenarto,Y.2003.Diare Bermasalah pada Anak

Komite medik RSCM.2007.Standar Pelayanan Medis RSCM.Medika FK UI


Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta : FKUI.
2007
Boon, Nicholas A., dkk. Davidsons Medicine.edisi ke 20. Philadelphia : Elsevier. 2006.
Corwin, Elizabeth J.Buku saku patofisiologi.EGC.cetakan I 2001.
Kumar, Robbins Cotran. buku saku Dasar Patologi Penyakit.edisi 5.Jakarta :
1999.

EGC.

Buku Ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia: 2010


Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2006.

Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2007. Jakarta:RSCM


Rudolf, et al. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2. 2006. Jakarta: EGC
Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. 2004. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Standar Pelayanan Medis RSUP Dr Sardjito

LAPORAN KASUS
BRONKOPNEUMONIA

NAMA

: Dita Putri

NIM

: 2007730039

PEMBIMBING

: Dr. Suryono Wibowo, Sp. A

STASE ANAK RUMAH SAKIT ISLAM


JAKARTA PUSAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
Laporan Kasus ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan laporan ini bertujuan untuk melatih diri dalam menyelesaikan sebuah kasus terutama
penyakit pada anak.
Penulis menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa
dan masih perlu banyak belajar, penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan
penyusunannya masih jauh dari sempurna, tapi demi kewajiban dan tugas penulis, maka penulis
memberanikan diri membuat laporan ini. Dan insya Allah perbaikanperbaikan akan penulis
lakukan pada laporan-laporan yang akan datang. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang positif agar laporan ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di
masa yang akan datang.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dr. Suryono
Wibowo,Sp.A sebagai dokter pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan motivasi
serta kedua orang tua yang selalu mendoakan.
Dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan penulis mengharapkan laporan ini dapat
membawa manfaat dan keuntungan yang berarti pada semua pembaca.

Jakarta , 16 Mei 2016

Penulis

Anda mungkin juga menyukai