IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. C
Umur
: 9 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Johar Baru
: Badar R. 13
ANAMNESIS
ALLO ANAMNESIS
Keluhan Utama:
diare sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan:
Muntah dan demam
tidak terlalu tinggi namun terus terusan dan hanya hilang saat diberi obat penurun
panas. Pasien sempat dibawa ke puskesmas koja namun keluhan tidak membaik, ibu
pasien mengaku 1 hari SMRS pasien tampak lemas dan rewel, saat diberi minum
pasien terlihat sangat haus, BAK sedikit.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Sebelumnya OS tidak pernah mengalami keluhan seperti ini, kejang disangkal,
tb paru disangkal, asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga:
Di keluarga tidak ada mengalami keluhan seperti ini, kejang disangkal, tb paru
disangkal, asma disangkal.
Riwayat Pengobatan:
3 hari yang lalu pasien sempat dibawa ke praktik bidan, namun tidak kunjung
sembuh. 1 hari yang lalu pasien berobat kembali ke puskesmas dan puskesmas merujuk
pasien ke RS.
Riwayat Kehamilan Ibu
Selama hamil ibu OS rutin periksa kehamilan ke dokter kandungan setiap bulan,
selama hamil ibu OS tidak ada keluhan, dan kondisi janin baik selama kehamilan.
Riwayat Kelahiran
Usia kehamilan cukup bulan, ditolong dokter, SC dengan indikasi letak sungsang,
lahir dengan menangis spontan. BBL : 2400 gr, PBL : 48 cm
Riwayat Makanan
0-6 bulan ASI esklusif,6 bulan- sekarang pasien masih diberi ASI dan dicampur MPASI.
Sebelum sakit pasien sempat diberi pisang.
Riwayat Imunisasi
hepatitis B (4X)
BCG (1X)
Polio (3x)
DPT (3X)
Hib (3x)
campak (-)
Kesan imunisasi tidak lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang
Bisa tengkurap usia 6 bulan, bisa merangkak umur 6-7 bulan, bisa duduk usia 9
bulan.
Kesan tumbuh kembang sesuai usia
Riwayat Alergi
Disangkal
Riwayat Psikososial
MCK pribadi didalam rumah, lingkungan jauh dengan sungai.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
- Suhu
: 38,5
- Nadi
- Pernapasan
: 25 x/menit
- Tekanan Darah
: tidak dilakukan
Antropometri
An. Perempuan usia 9 bulan
BB
: 8 kg
TB/PB
: 73 cm
LK
: 43 cm
Status gizi
o BB/U : terletak diantara 2 SD sampai +2 SD (kesan BB cukup)
o TB/U : terletak diantara 2 SD sampai +2 SD (kesan TB normal)
o BB/TB : terletak diantara 2 SD sampai +2 SD (kesan BB/ TB normal)
Kesan : Pertumbuhan sesuai usia
Status Generalis
Kepala
Bentuk
: Normocephal
Rambut
: Hitam,distribusi merata
Hidung
Mulut :Mukosa bibir kering, lidah kotor (-), Lidah tremor (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1 tenang
Leher
Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Bunyi jantung I dan II murni,gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas atas
Akral
: Hangat
Petekie
: (- /-)
Edema
: (-/-)
Sianosis
: (-)
RCT
: < 2 detik
Ekstremitas bawah
Akral
: Hangat
Edema
: (-/-)
Petekie
: (-/-)
RCT
: < 2 detik
Sianosis
:(-)
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratoriu
Hasil
Satuan
Nilai
rujukan
Hb
8,7
g/dL
10.7-14.7
Leukosit
8.01
Ribu/uL
5.50-15.50
Ht
32
31-43
trombosit
347000
Ribu/uL
217-491
Eritrosit
4,97
juta/uL
3.70-7.70
Na
135
mEq/L
4,4
mEq/L
Cl
95
mEq/L
Resume
Anak perempuan 9 bulan datang dengan keluhan diare cair lebih dari 5x sehari,
febris (+), vomitus (+) >3x sehari, BAK sedikit, rewel saat diberi minum tampak
kehausan. S: 38,3 C.
melambat.
Diagnosis :
Rencana penatalaksanaan:
Medikamentosa
Paracetamol 3x80mg = 3x1ml (drop)
Ondancentron 3x0,8mg
Zink 1x20mg
Assering 200cc/kgbb/hari = 1600/24 jam = 66tpm
Non medikamentosa
-
Tgl/jam S
13-5-
Muntah (-)
Suhu : 360 C
2016
14-52016
RR : 28 x/menit
HR : 80 x/menit
BU : + (N)
Tanda dehidrasi (-)
Suhu : 360 C
RR : 28 x/menit
HR : 86 x/menit
BU : + (N)
Tanda dehidrasi Turgor kulit
P
Post
Assering
diare
Zink 1x20mg
dengan
dehidras
i ringansedang
Post
diare
dengan
dehidras
i ringansedang
kembali cepat
TINJAUAN PUSTAKA
Pulang.
DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat lebih dari 3x/hari
dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak, dan berlangsung dalam waktu kurang
dari satu minggu (Mansjoer dkk, 1999).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per
tahun (Depkes, 2003).
Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare
pada anak anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki 10,8%
dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11
bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0) (Biro pusat statistik,2003).
PATOFISIOLOGI
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).
Diare osmotik
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usu
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam lumen
usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg, Glukose,
sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon
sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
Diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa
obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi seperti reseksi ileum,
penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan
peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Manifestasi Klinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian
timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Daerah anus dan sekitarnya timbul
luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi
usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit.
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai maka gejala
dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
cekung (bayi), selaput lendir bibir, mulut, dan kulit kering. Bila keadaan ini terus berlanjut
maka akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat,
nadi lemah dan tidak teraba, tekanan darah turun, pasien tampak lemah dan kesadaran
menurun, diuresis berkurang.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa, bila hal ini terjadi maka pasien akan
tampak pucat, napas cepat dan dalam (Kusmaul). Dehidrasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Pada dehidrasi ringan terjadi
kehilangan cairan kurang dari 5%, Pada dehidrasi sedang terjadi kehilangan cairan antara
5%-10% dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan cairan lebih dari 10%.7,15
Derajat Dehidrasi
Umum
Tanpa
Dehidrasi
Sedang
Dehidrasi
Berat
Lidah
Basah
%
Rasa Haus
Kulit
Minum
Dicubit
Normal,
kembali
Estimasi
Penurunan def.
BB
cairan
<5
50 cc
5 10
50100
>10
100 cc
Dehidrasi
Ringan
Mata
Mulut/
Gelisah
Rewel
Letargik,
Cekung
Sangat
Kesadaran cekung
Menurun
dan kering
Kering
Tampak
Kembali
Kehausan
lambat
Sangat
Sulit,
tidak
kering
bisa minum
Kembali
sangat
lambat
Simptom
Minimal/tanpa
Dehidrasi
dehidrasi
sedang
Kehilangan BB < 3%
Kehilangan BB 3-9%
Kesadaran
Baik
Normal,
lelah,gelisah,
sadar
irritable
Denyut jantung
Normal
Normal-meningkat
Takikardi, bradikardi
pada kasus berat
Kualitas nadi
Normal
Normal-melemah
Pernapasan
Normal
Normal-cepat
Dalam
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Berkurang
Tidak ada
Basah
Kering
Sangat kering
Cubitan kulit
Segera kembali
Capillary refill
Normal
Memanjang
Memanjang, minimal
Extremitas
Hangat
Dingin
Dingin,
sianotik
mottled,
Kencing
Normal
Berkurang
Minimal
Sumber : adaptasi dari Duggan C, Santosham M, glasso RI, MMWR 1992 dan WHO
1995
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit
yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
diare dan pada penderita immunocompromised.
2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama
Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes kepekaan
terhadap antibiotik.
A. Tata laksana
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif diare
akut.6 Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai
persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku
emas.18
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral
dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik,
walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja
yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita
tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga
upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral
walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan
gangguan sirkulasi15. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan
dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan
kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan
natrium antara 40-60mEq/L.11 Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan
segera pemberian makanannya sesuai umur6. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan
anak di rumah sakit, WHO tahun 2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana
terapi yakni rencana terapi A untuk penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk
dehidrasi ringan/sedang, terapi C untuk dehidrasi berat.
Rencana Terapi A
Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari :
Rencana Terapi B
(Dehidrasi Ringan Sedang)
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral sesuai
dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak : 75
ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak
5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak .
Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb
setiap diare atau muntah.17
Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.
Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit
mislanya
secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia, gunakan
larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Rencana Terapi C
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan
menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian
cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 12,15,17 :
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2 jam
Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg BB,
kemudian evaluasi 30 - 60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai dehidrasi
berat. (Depkes RI)
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan
kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang
pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala
kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah
sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila
memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada
dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum
tetap dapat dilanjutkan.18
Kolera :
Tetrasiklin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)
Eritromisin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)
Shigella :
Amebiasis:
Metronidasol 10mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari / 10 hari pada kasus berat)
Giardiasis :
Metronidasol 5mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari)
Seng (Zinc)
Defisiensi
seng
sering
didapatkan
pada
anak-anak
di
negara
kejadian
infeksi
yang
serius.
Seng
merupakan
sampai
25%.
Sejak
tahun
2004,
WHO
dan
UNICEF
telah
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare akut pada anak.
Hasil meta analisa Van Niel dkk 25 menyatakan lactobacillus aman dan efektif dalam pengobatan
diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan
menurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian sebanyak 1 2 kali. Kemungkinan
mekanisme efekprobiotik dalam pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen
usus, produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah
adhesi patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa
usus dan imunno modulasi.14,24
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks
karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinak yang
menguntungkan kesehatan.
Oligosakarida yang ada dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena dapat
merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di dalamkolon bayi yang minum ASI.
Data menunjukkan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi
pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi-bayi dikomunitas yang diberi cereal yang
disuplementasi dengan fruktooligosakabrida (FOS) tidak menunjukkan penurunan angka
kejadian diare. Penemmuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian
RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat perbedaan penyebabnya
menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat
FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu penelitianpenelitian selanjutnya.
Komplikasi
Dehidrasi
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni :
Gangguan elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahanlahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan
oralitadalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45%
saline 55 dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila
normallanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline
5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap
500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet
normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap
BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L).
hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan
monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K :
jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3
dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x
0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB)
Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi
ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium
dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya
kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebutdapat disebabkan oleh
karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi
darah berupa renjatan/syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat mengakibatkan
perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran dan bila tidak diatasi dengan
segera maka pasien dapat meninggal. (Suraatmaja, 2005)
B. Pencegahan
Sejumlah intervensi telah diusulkan untukmencegah diare pada anak, kebanyakan meliputi
cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan
perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan
imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.
5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis
6. Pembuangan tinja yang aman
7. Imunisasi campak
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric, termasuk cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas panjang bila ada
kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi. Penderita
dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan enteropatogen dan cara-cara mengurangi
penularan. (Behrman, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
EGC.
LAPORAN KASUS
BRONKOPNEUMONIA
NAMA
: Dita Putri
NIM
: 2007730039
PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
Laporan Kasus ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan laporan ini bertujuan untuk melatih diri dalam menyelesaikan sebuah kasus terutama
penyakit pada anak.
Penulis menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa
dan masih perlu banyak belajar, penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan
penyusunannya masih jauh dari sempurna, tapi demi kewajiban dan tugas penulis, maka penulis
memberanikan diri membuat laporan ini. Dan insya Allah perbaikanperbaikan akan penulis
lakukan pada laporan-laporan yang akan datang. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang positif agar laporan ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di
masa yang akan datang.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dr. Suryono
Wibowo,Sp.A sebagai dokter pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan motivasi
serta kedua orang tua yang selalu mendoakan.
Dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan penulis mengharapkan laporan ini dapat
membawa manfaat dan keuntungan yang berarti pada semua pembaca.
Penulis