Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


ERITRODERMA

Pembimbing :
dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked., M.Sc., Sp.KK

Disusun Oleh :
Mirzania Mahya Fathia

G4A015035

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2016

HALAMAN PENGESAHAN
ERITRODERMA

Disusun oleh :
Mirzania Mahya Fathia

G4A015035

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Purwokerto,

Juni 2016

Pembimbing,

dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked., M.Sc., Sp.KK

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga presentasi kasus dengan judul
Eritroderma ini dapat diselesaikan.
Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Thianti Sylviningrum, M.Pd.Ked., M.Sc., Sp.KK selaku dosen
pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Orangtua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah
henti diberikan kepada penulis
4. Rekan-rekan ko-assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dari FK
Unsoed dan FK UPN atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto,

Juni 2016

Mirzania Mahya Fathia

DAFTAR ISI
3

Halaman Pengesahan.....................................................................................2
Kata Pengantar...............................................................................................3
Daftar Isi..........................................................................................................4
I. PENDAHULUAN
A. Identitas Pasien......................................................................................5
B. Anamnesis..............................................................................................5
....................................................................................................................C.
Status Generalis..........................................................................................6
D. Status Dermatologi................................................................................7
E. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................7
F. Resume....................................................................................................7
G. Diagnosis Kerja......................................................................................8
H. Diagnosis Banding.................................................................................8
I. Pemeriksaan Anjuran..............................................................................9
J. Penatalaksanaan.....................................................................................9
K. Prognosis................................................................................................10
L. Efloresensi..............................................................................................11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi...................................................................................................12
B. Sinonim..................................................................................................12
C. Etiopatogenesis dan Patofisiologi..........................................................12
D. Epidemiologi..........................................................................................14
E. Gejala Klinis...........................................................................................15
F. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................17
G. Diagnosis...............................................................................................18
H. Diagnosis Banding.................................................................................18
I. Penatalaksanaan......................................................................................20
J. Prognosis................................................................................................20
III. PEMBAHASAN.......................................................................................22
IV. KESIMPULAN.........................................................................................29
Daftar Pustaka................................................................................................30
4

I.

A.

B.

PENDAHULUAN

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. BM

Jenis Kelamin

: Laki laki

Usia

: 56 tahun

Pendidikan

: Sarjana (S1)

Alamat

: Tanjung 07/04 Purwokerto Selatan

Agama

: Islam

No. CM

: 00277806

ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Kulit kemerahan seluruh tubuh terutama di tangan dan
kaki
Keluhan Tambahan : Kulit yang kemerahan terasa gatal, kering, bersisik
dan kaku.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien Tn BM, laki-laki, usia 56 tahun datang ke IGD RSMS
Margono dengan keluhan kulit kemerahan, gatal, bersisik, dan mengelupas
di seluruh badan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Pasien merasakan kulit yang kemerahan tersebut terasa amat gatal, kering,
dan terasa kaku dan memberat sejak 2 hari SMRS. Awalnya timbul
lenting-lenting merah di seluruh tubuh lalu mngelupas dan menjadi gatal.
Menurut pasien, keluhan semakin berat terutama saat pasien sedang
memiliki beban pikiran. Gatal tidak diperberat dengan berkeringat ataupun
saat malam hari. Gatal juga tidak muncul bila pasien memakan makanan
tertentu (telur, daging, seafood) atau bersentuhan dengan sesuatu (deterjen,
pupuk, sarung tangan karet). Gatal juga tidak dipengaruhi oleh kondisi
suhu maupun cuaca. Pasien sebelumnya sudah menggunakan krim dari
Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Margono Soekardjo sehingga
5

menurutnya keluhan sudah membaik, dimana ada beberapa kemerahan


yang membaik, namun kulit yang masih tampak merah terasa kering dan
kaku sehingga sangat mengganggu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien baru saja pulang dari rawat inap di RSMS dengan keluhan
serupa 7 hari SMRS dan dikatakan sudah membaik. Pasien mengalami
keluhan serupa sejak 5 tahun yang lalu dan kambuh-kambuhan dan
beberapa kali mendapatkan terapi berupa pil kuning yang diminum tiga
kali setiap minggunya. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi,
jantung, dan DM dengan pengobatan rutin. Tidak ada riwayat rhinitis
alergi, asma bronchial.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit dengan keluhan yang sama dengan
pasien. Terdapat keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung
dan DM. Tidak ada riwayat rhinitis alergi, asma bronkial, dan penyakit
jantung pada keluarga pasien.
C. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Vital Sign

: Tekanan Darah

Kepala

: 140/90 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 37,5 oC

: Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata,


terdapat sisik di kulit kepala

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga

: Bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut

: Mukosa bibir dan mulut kering, sianosis (-)

Tenggorokan

: T1 T1 tenang , tidak hiperemis

Thorax

: Simetris, retraksi (-)


6

Jantung : S I II reguler, murmur (-), gallop (-)


Paru
Abdomen

: Supel, cembung, BU (+) normal, timpani, NT (-)

KGB

: tidak teraba pembesaran.

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (+/+ ekstrimitas inferior),


sianosis (

D.

: SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

STATUS DERMATOLOGI
Lokasi

: generalisata (di seluruh tubuh)

Effloresensi : Makula eritematosa berbatas tidak tegas dengan skuama


kasar dan erosi,

pleimorfik,

kronik residif,

tersebar

generalisata
E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (Darah lengkap, GDP, GD2PP, GDS, Total
Protein, dan Elektrolit tubuh)
2. EKG

F.

RESUME
Pasien Tn BM, laki-laki, usia 56 tahun datang ke IGD RSMS Margono
dengan keluhan kulit kemerahan, gatal, bersisik, dan mengelupas di
seluruh badan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien
merasakan kulit yang kemerahan tersebut terasa amat gatal, kering, dan
terasa kaku dan memberat sejak 2 hari SMRS. Awalnya timbul lentinglenting merah di seluruh tubuh lalu mngelupas dan menjadi gatal. Menurut
pasien, keluhan semakin berat terutama saat pasien sedang memiliki beban
pikiran. Gatal tidak diperberat dengan berkeringat ataupun saat malam
hari. Gatal juga tidak muncul bila pasien memakan makanan tertentu
(telur, daging, seafood) atau bersentuhan dengan sesuatu (deterjen, pupuk,
sarung tangan karet). Gatal juga tidak dipengaruhi oleh kondisi suhu
maupun cuaca. Pasien sebelumnya sudah menggunakan krim dari
Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Margono Soekardjo sehingga
7

menurutnya keluhan sudah membaik, dimana ada beberapa kemerahan


yang membaik, namun kulit yang masih tampak merah terasa kering dan
kaku sehingga sangat mengganggu. Pasien baru saja pulang dari rawat
inap di RSMS dengan keluhan serupa 7 hari SMRS dan dikatakan sudah
membaik. Pasien mengalami keluhan serupa sejak 5 tahun yang lalu dan
kambuh-kambuhan dan beberapa kali mendapatkan terapi berupa pil
kuning yang diminum tiga kali setiap minggunya. Pasien memiliki riwayat
penyakit hipertensi, jantung, dan DM dengan pengobatan rutin. Tidak ada
riwayat rhinitis alergi, asma bronchial. Keluarga tidak menderita penyakit
dengan keluhan yang sama dengan pasien. Pada pemeriksaan status
generalis kepala, wajah, leher, thoraks, abdomen tidak ditemukan kelainan,
namun terdapat edem pada ekstrimitas inferior. Pada pemeriksaan status
lokalis, ditemukan makula eritematosa berbatas tidak tegas dengan skuama
kasar dan erosi, pleimorfik, kronik residif, tersebar generalisata.
G.

DIAGNOSA KERJA
Eritroderma akibat perluasan psoriasis.

H.

DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Iritan
Predileksi: tungkai bawah, lengan bawah, badan dan punggung
tangan.
UKK: eritema, edema, vesikel, bulla, pustula, sampai dengan nekrosis
dan ulkus. Fase subakut dan kronik: hiperkeratosis, fisura, lesi
berbatas tegas (sirkumskripta) pada area pajanan.
2. Dermatitis Kontak Alergika
Predileksi: hampir di semua bagian tubuh kecuali scalp, telapak
tangan, dan telapak kaki.
UKK:
Pada

tipe

akut:

bercak

eritematosa

yang

berbatas

tegas

(sirkumskripta), kemudian diikuti oleh edema, papulovesikel, vesikel,


atau bula. Vesikel atau bula yang pecah dapat pecah kemudian
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA di tempat tertentu
8

misalnya di kelopak mata, penis, dan skrotum, gejala eritema dan


edema lebih dominan daripada vesikel.
Pada tipe kronik: kulit terlihat kering, berskuama (bersisik), papul,
likenifikasi, mungkin juga fissura, dan berbatas tidak tegas.
3. Dermatitis Atopik
Predileksi: muka, kepala, tengkuk, lipat siku, pergelangan tangan, fosa
poplitea
UKK: edema, vesikel/bula, dapat disertai ekskoriasi. Pada keadaan
kronik dapat terjadi penebalan kulit/ likenifikasi dan hiperpigmentasi.
4. Liken Planus
Predileksi: permukaan fleksor pergelangan tangan, batang tubuh, kaki,
glans penis, medial paha, selaput lendir dan vagina.
UKK : lesi yang khas berupa papula kecil, datar, poligonal permukaan
mengkilap, warna keunguan, berangulasi dengan anyaman garis
keabu-abuan (wickhams striae) pada permukaannya. Di atasnya
terdapat skuama halus.
5. Psoriasis
Predileksi:

scalp. Tengkuk,

interskapula,

lumbosakral,

bagian

ekstensor lutut dan siku, areola, mamaer, lipatan mamae, umbilicus,


punggung kaki dekat pergelangan
UKK: makula eritematosa yang merata berbatas tegas dengan skuama
tebal diatasnya. Skuama kasar berlapis-lapis, warna putih transparan,
bentuk bulat atau lonjong, ukuran bervariasi.
I.

PEMERIKSAAN ANJURAN
-

J.

PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Rawat Inap
b. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
c. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah yang gatal
9

d. Istirahat yang cukup


e. Hindari stres psikologis
f. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi
g. Diet tinggi protein
2. Medikamentosa
a. Sistemik:
1) IVFD RL 20 tpm
2) Inj. Ceftriaxon 2x1 amp
3) Inj. Metilprednisolone 125mg-0-125 mg
4) Inj Ranitidin 2x1 amp
5) Inj. Difenhidramin 2x1 amp
6) PO Metrotrexat tab 2,5 mg
Diminum
Hari sabtu jam 7 malam 2 tab
Hari minggu jam 7 pagi 2 tab
Hari minggu jam 7 malam 2 tab
7) PO Asam folat 1x1 tab
8) PO Curcuma 1x1 tab
PO Loratadine 10 mg 2x1 tab

b. Topikal:
1) Krim
Desoksimetason cream oles 2x/hari
Fuson cream oles 2x/hari
Soft uderm oles 2x/hari

10

Asam salisilat 3% oles 2x/hari


Vaselin album oles 2x/hari
( mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam)
K.

PROGNOSIS

L.

Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad kosmeticam

: dubia ad malam

Quo ad sanationam

: dubia ad malam

EFLORESENSI

Gambar 1. Efloresensi eritroderma pada pasien. Makula eritematosa berbatas tidak


tegas dengan skuama kasar dan erosi, pleimorfik, kronik residif, tersebar
generalisata (Hari Perawatan ke-1)

11

Gambar 2. Efloresensi eritroderma pada pasien. Makula eritematosa berbatas tidak


tegas dengan skuama kasar dan erosi, pleimorfik, kronik residif, tersebar
generalisata (Hari Perawatan ke-3)

12

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di
seluruh atau hampir seluruh permukaan tubuh (universalis, 90-100%) yang
dapat disertai dengan skuama (Siregar, 2005; Bruno and Grewal, 2009).
Apabila eritema mengenai 50-90% permukaan tubuh maka disebut sebagai
pre-eritroderma (Djuanda, 2011).
B. Sinonim
Sinonim dari penyakit eritroderma adalah dermatitis eksfoliativa,
namun perbedaan yang mendasar adalah skuama pada dermatitis eksfoliativa
yang berlapis-lapis (Djuanda, 2011).
C. Etiopatogenesis & Patofisiologi
Etiologi eritroderma yang paling sering muncul adalah idiopatik
(30%), alergi obat (28%), dermatitis seboroik (2%), dermatitis kontak (3%),
dermatitis atopik (10%), limfoma dan leukemia (14%), dan psoriasis (8%).
Penyebab eritroderma tersebut dibagi menjadi tiga golongan. Golongan I
adalah alergi obat sistemik, golongan II adalah perluasan penyakit kulit
(misalnya psoriasis, penyakit leiner, dermatitis kontak, dll.), serta bisa juga
disebabkan oleh golongan III yaitu penyakit sistemik yang ada pada penderita
(misalnya keganasan dan sindroma Sezary) (Prakash et al., 2009; Yuan et al.,
2010; Umar and Elston, 2015). Beberapa etiologi yang akan dibahas sekilas
adalah sebagai berikut.
1. Alergi obat
Alergi obat dapat terjadi akibat obat yang dimasukkan ke dalam tubuh
melalui mulut, hidung, parenteral, per rectal, per vagina, obat mata, obat
kumur, tapal gigi, bahkan melalui kulit. Obat yang dapat menyebabkan
eritroderma tercantum dalam tabel 1.1. sebagai berikut (Umar and Elston,
2015).
13

Tabel 1.1. Daftar obat yang dapat menyebabkan eritroderma


(Umar and Elston, 2015).
Nama Obat
ACE inhibitors

Allopurinol

Aminoglutethimide

Amiodarone

Amitriptyline

Amoxicillin

Ampicillin

Arsenic

Aspirin

Atropine

Auranofin

Aurothioglucose Barbiturates

Benactyzine

Beta-blockers

Beta carotene

Bumetanide

Bupropion

Butabarbital

Butalbital

Captopril

Carbamazepine

Carbidopa

Chloroquine

Chlorpromazine

Cimetidine

Ciprofloxacin

Clofazimine

Clofibrate

Co-trimoxazole

Cromolyn

Cytarabine

Dapsone

Demeclocycline

Desipramine

Diazepam

Diclofenac

Diflunisal

Diltiazem

Doxorubicin

Doxycycline

Enalapril

Etodolac

Fenoprofen

Fluconazole

Fluphenazine

Flurbiprofen

Furosemide

Gemfibrozil

Gold

Griseofulvin

Imipramine

Indomethacin

Isoniazid

Isosorbide

Ketoconazole

Ketoprofen

Ketorolac

Lithium

Meclofenamate

Mefenamic Acid

Meprobamate

Methylphenidate

Minocycline

Nalidixic Acid

Naproxen

Nifedipine

Nitrofurantoin

Nitroglycerin

Nizatidine

Norfloxacin

Omeprazole

Penicillamine

Penicillin

Pentobarbital

Perphenazine

Phenobarbital

Phenothiazines

Phenylbutazone Phenytoin

Piroxicam

Primidone

Prochlorperazine

Propranolol

Pyrazolones

Quinapril

Quinidine

Quinine

Retinoids

Rifampin

Streptomycin

Sulfadoxine

Sulfamethoxazole

Sulfasalazine

Sulfisoxazole

Sulfonamides

Sulfonylureas

Sulindac

Tetracycline

Tobramycin

Trazodone

Trifluoperazine Trimethoprim

Vancomycin

Verapamil

Chlorpropamid
e

Hydroxychloroquin
e

2. Psoriasis
Psoriasis dapat menyebabkan eritroderma melalui dua mekanisme, yaitu
oleh karena psoriasis itu sendiri, atau karena efek pengobatan yang
terlalu kuat, misalnya penggunaan ter topikal dengan konsentrasi yang
terlalu tinggi. Penyebab psoriasis terkadang baru dapat diketahui setelah
14

pasien diberi terapi kortikosteroid, dimana saat eritroderma mulai


berkurang, tanda psoriasis muncul (Djuanda, 2011).
3. Penyakit Leiner
Penyakit Leiner merupakan dermatitis seboroik yang meluas pada pasien
beruisa 4-20 minggu (Djuanda, 2011).
4. Sindroma Sezary
Sindroma Sezary adalah penyakit limfoma yang berhubungan dengan
infeksi virus HTLV-V yang menyerang orang dewasa. Mayoritas pasien
mengalami leukositosis (rerata 20.000 sel/mm3), dimana 19% di
antaranya terjadi eosinofilia dan limfositosis, disertai limfosit atipik yang
disebut sel Sezary dengan inti homogen, lobular, ireguler. Sel Sezary
terdapat di dalam darah, kelenjar limfe, dan kulit. Sindroma Sezary
ditegakkan apabila sel Sezary terdapat 1000 sel/mm3 atau melebihi 10%
dari total sel yang beredar dalam tubuh (Djuanda, 2011).
Eritema yang terjadi pada pasien eritroderma disebabkan oleh
vasodilatasi kapiler universal yang dipicu oleh sitokin tertentu. Akibat
vasodilatasi berlebih, terjadi kehilangan panas yang berlebihan sehingga
penderita merasa kedinginan, menggigil, hingga hipotermia. Gangguan
regulasi panas tubuh ini akan memicu hipermetabolisme sebagai kompensasi
diiringi peningkatan laju metabolisme basal tubuh. Penguapan cairan yang
berlebihan akibat transpirasi juga dapat menyebabkan kondisi dehidrasi,
dimana transpirasi cairan sebanding dengan laju metabolisme basal tubuh.
Apabila eritroderma terjadi kronis, maka aliran balik vena juga akan
berkurang akibat vasodilatasi kapiler universal, sehingga dapat terjadi gagal
jantung (Bruno and Grewal, 2009; Djuanda, 2011).
Skuama yang mengelupas dari tubuh dapat mencapai 9 gram/m2
permukaan kulit setiap hari. Hal ini dapat memicu kondisi hipoproteinemia
akibat kehilangan albumin yang disertai peningkatan globulin gamma. Akibat
penurunan kadar albumin, penderita dapat mengalami edema akibat
ekstravasasi cairan plasma ke jaringan interstisial (Bruno and Grewal, 2009;
Djuanda, 2011).

15

D. Epidemiologi
Insidensi eritroderma meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan insidensi kausa yang juga meningkat, yaitu
psoriasis. Pada studi Sigurdsson et al. ditemukan angka mortalitas sebesar
43% dimana 18% di antaranya disebabkan langsung oleh eritroderma,
sedangkan 74% sisanya disebabkan oleh penyebab lain yang tidak langsung
dari eritroderma. Eritroderma dijumpai lebih sering pada pria dengan rasio 2-4
kali lipat dibanding perempuan. Umunya eritroderma dijumpai pada pasien
berusia lebih dari 40 tahun, atau pada usia yang lebih muda jika pasien
memiliki penyakit kulit primer misalnya dermatitis atopik, psoriasis,
dermatitis seboroik, staphylococcus scalded skin syndrome, atau iktiosis
herediter (Sigurdsson et al., 1996; Bruno and Grewal, 2009; Umar and Elston,
2015).
E. Gejala Klinis
Secara umum, gejala klinis yang dapat dijumpai adalah eritema
generalisata s.d. universal, disertai timbulnya skuama setelah 2-6 hari yang
mulai muncul dari daerah lipatan (fleksura). Jika eritroderma berlangsung
berminggu-minggu dapat terjadi kerontokan rambut dan kuku, perubahan
pigmentasi kulit (misalnya makula hipopigmentasi mirip vitiligo) (Prakash et
al., 2009; Bruno and Grewal, 2009; Umar and Elston, 2015).

16

Gambar 3. Efloresensi eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat, nampak


makula eritematosa universalis dengan skuama dan penebalan kulit. Pasien ini
mengalami eritroderma setelah mendapatkan injeksi garam emas untuk terapi
rheumatoid arthritis (Jih et al., 2003).

Gambar 4. Efloresensi eritroderma yang disebabkan oleh psoriasis, nampak


makula eritematosa generalisata dengan skuama dan penebalan kulit. Skuama
berwarna perak, pada pasien juga ditemukan keterlibatan kuku, fatigue,
malaise, dan menggigil akibat hipotermia (Jih et al., 2003).

17

Gambar 5. Efloresensi eritroderma yang disebabkan oleh cutaneous T cell


lymphoma (Sezary syndrome), derajat eritematosa dan deskuamasi berbeda
pada masing-masing regio. Eritema berwarna agak kecoklatan. Juga
ditemukan kerontokan rambut, hiperkeratosis palmar dan plantar, fisura, dan
limfadenopati generalisata (Jih et al., 2003).
Gejala

klinis

pasien

eritroderma

dapat

bervariasi,

kadang

menyesuaikan etiologinya, yaitu sebagai berikut (Yuan et al., 2010; Djuanda,


2011):
1. Alergi obat
Terdapat eritema universal. Skuama timbul pada stadium penyembuhan.
2. Psoriasis
Terdapat eritema tidak merata, dimana pada tempat predileksi psoriasis
ditemukan plakat yang lebih eritematosa dan sedikit meninggi dibanding
kulit sekitarnya. Terkadang juga dapat bermanifestasi sebagai eritema
universal disertai skuama.
3. Penyakit Leiner
Kelainan kulit yang tampak adalah eritema universal disertai skuama
yang kasar.

18

4. Sindroma Sezary
Didapatkan eritema berwarna merah membara universal disertai skuama
dan rasa gatal yang teramat sangat. Didapat pula infiltrat dan edema pada
kulit. Pada sepertiga pasien dijumpai splenomegali, limfadenopati
superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris plantaris,
dan distrofik kuku.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien eritroderma yang bukan disebabkan oleh Golongan I dan
II, perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh antara lain pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap) dan foto thorax untuk mengetahui apakah
terdapat penyakit sistemik seperti keganasan dan sindroma Sezary. Pada
pemeriksaan darah dapat dijumpai peningkatan laju endap darah, anemia,
hipoalbuminemia, dan hiperglobulinemia. IgE yang meningkat dapat
mengarahkan penyebab eritroderma menuju dermatitis atopik. Apusan darah
tepi dan pemeriksaan sum-sum tulang dapat menunjukkan adanya
kemungkinan leukemia, sedangkan imunofenotip, flow cytometry, dan analisis
sel limfosit B dan T dapat menunjukkan adanya kemungkinan limfoma.
Kerokan kulit dapat menunjukkan adanya scabies atau hifa jamur. Kultur
dapat menunjukkan pertumbuhan bakteri berlebih dan adanya infeksi virus
herpes simpleks. Pemeriksaan HIV dan hitung CD4+ dapat menunjukkan
adanya kemungkinan infeksi HIV. Biopsi dapat digunakan untuk mengetahui
adanya kemungkinan limfoma sel T kutaneus dan sindroma Sezary (Jih et al.,
2003; Bruno and Grewal, 2009; Yuan et al., 2010; Djuanda, 2011; Umar and
Elston, 2015).
G. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (Prakash et al., 2009).
1. Anamnesis
Pasien umumnya mengeluh gatal. Kadang dapat dijumpai demam,
menggigil, dan malaise sebagai efek sekunder dari gangguan regulasi
19

suhu tubuh. Perlu digali mengenai riwayat meminum obat dalam waktu
sekitar 10 hari yang lalu, adanya riwayat penyakit kulit sebelumnya
(misalnya psoriasis, dermatitis atopik), serta adanya penyakit sistemik
seperti keganasan dan lain-lain. Penurunan berat badan dan seringnya
menderita infeksi mungkin mengarahkan diagnosis pada keganasan.
Penyakit berlangsung secara akut apabila disebabkan oleh alergi obat,
limfoma, leukemia, atau S4. Sedangkan onset gradual terjadi pada pasien
yang sebelumnya memiliki psoriasis, dermatitis atopik, atau penyakit
primer yang menyebar (Jih et al., 2003; Djuanda, 2011).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada penyakit eritroderma, efloresensi yang dapat dijumpai adalah
makula eritema generalisata sampai dengan universalis disertai skuama
halus-kasar. Skuama dapat timbul 2-6 hari pasca munculnya makula
eritematosa, dimana kemunculan skuama dimulai dari daerah fleksura.
Kerontokan rambut, penebalan dan pembentukan tekstur kuku dapat
dijumpai pada eritroderma dengan onset beberapa minggu. Kulit
periorbita dapat mengalami inflamasi dan edema yang menyebabkan
ektropion dan epifora sebagai konsekuensinya. Perubahan pigmen
berbentuk makula hipopigmentasi (khususnya pada penderita ras afroamerika dan sebagainya) juga dapat dijumpai pada eritroderma kronis
(Jih et al., 2003; Djuanda, 2011).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui etiologi eritroderma khususnya
pada golongan III antara lain pemeriksaan laboratorium darah lengkap,
foto thoraks, dan biopsi infiltrat maupun biopsi kelenjar getah bening
pada sindroma Sezary (Jih et al., 2003; Djuanda, 2011).

20

H. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding yang menyerupai eritroderma dan dapat
menjadi etiologinya antara lain (Prakash et al., 2009):
1. Psoriasis
Psoriasis memiliki efloresensi plakat eritema berbatas tegas berukuran
miliar s.d. numular, berbentuk arsinar, sirsinar, polisiklis, geografis yang
ditutupi oleh skuama tebal berlapis putih mengkilat seperti mika.
Predileksi psoriasis antara lain di siku, lutut, kulit kepala, plantar dan
palmar, femur, cruris, serta area cubiti (Siregar, 2005).
2. Dermatitis seboroik
Efloresensi yang khas adalah makula eritematosa yang tertutup oleh
papula miliar berbatas tidak tegas (difus) disertai skuama halus putih
berminyak. Dapat pula dijumpai erosi dengan krusta mengering yang
berwarna kekuningan. Dermatitis seboroik dapat dijumpai di area dengan
distribusi kelenjar sebasea yang tinggi misalnya di kulit kepala,
retroauriculer, alis mata, cuping hidung, ketiak, dada, interscapularis,
serta suprapubis (Siregar, 2005).
3. Dermatitis kontak
Tampak eritema berukuran numular s.d. plakat, vesikel, bula, disertai
erosi berukuran numular s.d. plakat yang timbul di daerah pasca paparan
zat tertentu (dapat berupa iritan atau alergen). Pada dermatitis kontak
alergika, kadang hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama halus
(Siregar, 2005).
4. Liken Planus
Tampak lesi yang khas berupa papula kecil, datar, poligonal permukaan
mengkilap, warna keunguan, berangulasi dengan anyaman garis keabuabuan (wickhams striae) pada permukaannya. Di atasnya terdapat
skuama halus. Predileksi paling sering adalah permukaan fleksor
pergelangan tangan, batang tubuh, kaki, glans penis, medial paha, selaput
lendir dan vagina (Siregar, 2005).

21

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan eritroderma mencakup terapi nonmedikamentosa dan terapi
medikamentosa sebagai berikut.
1. Terapi Nonmedikamentosa
Diet yang dianjurkan bagi pasien eritroderma adalah diet tinggi protein
untuk memperbaiki kondisi hipoalbuminemia akibat lepasnya skuama
dari tubuh, sehingga diharap dapat mengurangi edema jaringan
interstisial. Hal yang harus diperhatikan pada pasien eritroderma adalah
kemungkinan perlunya rawat inap karena perlunya monitoring fungsi
tubuh ketat, termasuk input dan output cairan. Pertimbangan ini perlu
diperhatikan, khususnya pasien pediatri dengan eritroderma dan demam
karena kemungkinan terjadi hipotensi dan sindroma syok toksik. Penting
bagi pasien eritroderma untuk menjaga kelembaban kulit, mencegah
garukan, dan mencegah faktor pencetus. Pasien dapat diberikan wet
dressing untuk menjaga kelembaban kulitnya (Umar and Elston, 2015).
2. Terapi Medikamentosa
Kortikosteroid merupakan terapi utama bagi pasien eritroderma. Dosis
kortikosteroid per oral yang digunakan adalah sebanyak 10-15 mg yang
diulang 3-4 kali sehari. Terapi topikal yang dapat diberikan adalah
emolien lanolin 10% untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh
eritema. Krim tiamsinolon 0,025%-0,5% dapat digunakan sebagai
kortikosteroid topikal yang diberikan di bawah wet dressing. Pemberian
antihistamin peroral seperti hydroxyzine, cetirizine dan loratadine dapat
membantu mengurangi gejala pruritus yang timbul (Siregar, 2005; Sarkar
and Garg, 2010; Umar and Elston, 2015). Adapun metotreksat dosis
rendah dapat digunakan sebagai terapi lini pertama untuk eritroderma
golongan III terutama yang disebabkan limfoma sel T kutaneus (CTCL)
stadium awal-tengah (Zackheim et al., 1996).

22

J. Prognosis
Eritroderma golongan I memiliki prognosis baik dengan waktu
penyembuhan yang paling singkat dibanding golongan lainnya. Sedangkan
pada eritroderma idiopatik, pengobatan menggunakan kortikosteroid hanya
dapat

mengurangi

gejala

dan

justru

menyebabkan

ketergantungan

kortikosteroid. Adapun eritroderma yang disebabkan sindroma Sezary


memiliki prognosis yang buruk, dimana mayoritas pasien meninggal dunia 510 tahun pasca diagnosis ditegakkan. Kematian disebabkan oleh infeksi atau
penyakit yang berkembang progresif menjadi mikosis fungoides (Umar and
Elston, 2015).
Adanya demam merupakan faktor prognostik yang buruk dan dapat
menjadi indikasi penurunan kondisi yang cepat. Pasien berusia 3 tahun ke
bawah, nampak sakit, muntah, kadar gula darah 110 mg/dl, kadar kalsium
darah 8,6 mg/dl, trombosit 300.000/L, peningkatan kadar kreatinin
serum, leukosit polimorfonuklear 80%, dan adanya fokus infeksi menjadi
faktor-faktor yang memperberat kemungkinan munculnya hipotensi pada
pasien eritroderma. Pasien berusia 3 tahun ke bawah, nampak sakit, memiliki
kadar kreatinin serum yang meningkat, serta hipotensi saat datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki risiko sindroma syok toksik yang lebih tinggi.
Secara umum, mortalitas eritroderma berkisar antara 20-40%. Duapuluh
persen diantaranya memiliki penyebab kematian yang tidak berhubungan
dengan eritroderma (Byer and Bachur, 2006).

23

III.

PEMBAHASAN

Pasien Tn BM, laki-laki, usia 56 tahun datang ke IGD RSMS Margono


dengan keluhan kulit kemerahan, gatal, bersisik, dan mengelupas di seluruh badan
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien merasakan kulit yang
kemerahan tersebut terasa amat gatal, kering, dan terasa kaku dan memberat sejak
2 hari SMRS. Awalnya timbul lenting-lenting merah di seluruh tubuh lalu
mngelupas dan menjadi gatal. Menurut pasien, keluhan semakin berat terutama
saat pasien sedang memiliki beban pikiran. Gatal tidak diperberat dengan
berkeringat ataupun saat malam hari. Gatal juga tidak muncul bila pasien
memakan makanan tertentu (telur, daging, seafood) atau bersentuhan dengan
sesuatu (deterjen, pupuk, sarung tangan karet). Gatal juga tidak dipengaruhi oleh
kondisi suhu maupun cuaca. Pasien sebelumnya sudah menggunakan krim dari
Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Margono Soekardjo sehingga menurutnya
keluhan sudah membaik, dimana ada beberapa kemerahan yang membaik, namun
kulit yang masih tampak merah terasa kering dan kaku sehingga sangat
mengganggu.
Pasien baru saja pulang dari rawat inap di RSMS dengan keluhan serupa 7
hari SMRS dan dikatakan sudah membaik. Pasien mengalami keluhan serupa
sejak 5 tahun yang lalu dan kambuh-kambuhan dan beberapa kali mendapatkan
terapi berupa pil kuning yang diminum tiga kali setiap minggunya. Pasien
memiliki riwayat penyakit hipertensi, jantung, dan DM dengan pengobatan rutin.
Tidak ada riwayat rhinitis alergi, asma bronchial. Keluarga tidak menderita
penyakit dengan keluhan yang sama dengan pasien. Pada pemeriksaan status
generalis kepala, wajah, leher, thoraks, abdomen tidak ditemukan kelainan, namun
terdapat edem pada ekstrimitas inferior. Pada pemeriksaan status lokalis,
ditemukan makula eritematosa berbatas tidak tegas dengan skuama kasar dan
erosi, pleimorfik, kronik residif, tersebar generalisata.

24

Pasien datang ke IGD RSMS Margono dengan keluhan kulit


Anamnesis
kemerahan, gatal, bersisik, dan mengelupas di seluruh badan sejak 1
bulan sebelum masuk rumah sakit. Awalnya muncul lenting seluruh

Pasientubuh
datang
dengan keluhan kulit kemerahan dan bersisik di seluruh tubuh sejak
lalu pecah
Keluhan
berat
terutama
saatgatal,
pasienkering,
sedang memiliki
beban
1 bulan
yang semakin
lalu yang
terasa
amat
dan terasa
kaku serta memberat 2
pikiran
misalnya
saat
ujian
tengah
semester.
hari SMRS. Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa sejak 5 tahun yang
Anamnesis
Pasien sebelumnya sudah menggunakan krim dari Poliklinik Kulit dan
lalu dan
kambuh-kambuhan
dansehingga
beberapa
kali mendapatkan
Kelamin
RS Margono Soekardjo
menurutnya
keluhan sudah terapi berupa pil
membaik
kuning
yang diminum tiga kali setiap minggunya.

RPD

RPK

Status
Dermatologis

Penatalaksanaan

Pasien sempat di rawat dengan keluhan serupa di RSMS 7 hari SMRS


Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa sejak 5 tahun yang lalu
dan kambuh-kambuhan dan beberapa kali mendapatkan terapi berupa
pil kuning yang diminum tiga kali setiap minggunya.
Riwayat Alergi (-)
Riwayat penyakit DM (+), Hipertensi (+), Jantung (+), Asma (-).

Riwayat penyakit yang sama, alergi, debu, dingin, makanan, asma,


disangkal.
Riwayat penyakit DM (+), Hipertensi (+), Jantung (-),Asma (-).

UKK: makula eritematosa berbatas tidak tegas dengan skuama kasar


dan erosi, pleimorfik, kronik residif, tersebar generalisata

Diet tinggi protein


Sistemik : IVFD RL 20 tpm, Inj. Ceftriaxon 2x1 amp , Inj.
Metilprednisolone 125mg-0-125 mg, Inj Ranitidin 2x1 amp, Inj.
Difenhidramin 2x1 amp, PO Metrotrexat tab 2,5 mg PO Asam folat 1x1
tab, PO Curcuma 1x1 tab, PO Loratadine 10 mg 2x1 tab.,
Topikal : Desoksimetason cream, Fuson cream, Soft uderm, Asam
salisilat 3%, Vaselin albumin, mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan
malam

25

Sesuai dengan Jih et al. pada Fitzpatricks Dermatology in General Medicine,


Siregar pada Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, serta Djuanda pada Ilmu
Penyakit Kulit FKUI:

Penderita mengeluh kulit yang kemerahan gatal, lelah, lemas, anoreksia,


penurunan berat badan, malaise, perasaan dingin.

Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa sejak 5 tahun yang lalu
dan kambuh-kambuhan dan beberapa kali mendapatkan terapi berupa pil
kuning yang diminum tiga kali setiap minggunya, hal ini menandakan
adanya kemungkinan eritroderma berasal dari penyakit kulit yang sudah
ada sebelumnya, yaitu psoriasis.
Status Dermatologis
Makula eritematosa berbatas tidak tegas dengan skuama kasar dan erosi,
pleimorfik, kronik residif, tersebar generalisata .

Sesuai dengan Siregar pada Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit dan Djuanda
pada Ilmu Penyakit Kulit FKUI :

Lesi dapat terjadi di bagian manapun di seluruh tubuh.

Lesi berbentuk eritema yang disertai sisik (skuama).

Terapi
Diet tinggi protein
Sistemik : IVFD RL 20 tpm, Inj. Ceftriaxon 2x1 amp , Inj. Metilprednisolone 125mg0-125 mg, Inj Ranitidin 2x1 amp, Inj. Difenhidramin 2x1 amp, PO Metrotrexat tab 2,5
mg PO Asam folat 1x1 tab, PO Curcuma 1x1 tab, PO Loratadine 10 mg 2x1 tab.,
Topikal : Desoksimetason cream, Fuson cream, Soft uderm, Asam salisilat 3%,
Vaselin albumin, mf cream da in pot, 2 x oles pagi dan malam

Sesuai Jih et al. pada Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, Siregar


pada Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, serta Djuanda pada Ilmu Penyakit
26

Kulit FKUI bahwa penatalaksanaan pada penyakit ini mencakup kortikosteroid


sistemik (metilprednisolon) dan topikal (desoximetason), emolien topikal (Soft U
Derm dan Vaselin Alb), dan diet tinggi protein untuk mengatasi hipoalbuminemia.
Penambahan antihistamin (chlorpheniramin maleat) bertujuan untuk mengurangi
rangsang pruritus. Penambahan liquor carbonic detergent (LCD) bertujuan sebagai
terapi keratolitik.
Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad kosmeticam
Quo ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

Sesuai dengan Umar dan Elston (2015) bahwa eritroderma golongan II yang
terkait penyakit kulit lain memiliki prognosis yang sedikit lebih baik
dibandingkan golongan III. Pasien dapat mengalami kekambuhan gejala dan sulit
untuk sembuh total. Secara umum, mortalitas eritroderma berkisar antara 20-40%.
Duapuluh persen diantaranya memiliki penyebab kematian yang tidak
berhubungan dengan eritroderma.
VI. KESIMPULAN

1. Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh


atau hampir seluruh permukaan tubuh.
2. Pada pasien eritroderma kemungkinan berhubungan dengan penyakit
psoriasis yang sebelumnya ia derita.
3. Terapi eritroderma adalah dengan menggunakan obat sistemik berupa
kortikosteroid, antihistamin, serta multivitamin; juga dengan preparat
topikal yang mengandung kortikosteroid, asam salisilat, coal tar, dan
emolien.

27

28

DAFTAR PUSTAKA

Bruno TF, Grewal P. 2009. Eryhtroderma: a dermatologic emergency. CJEM.


11(3): 244-246.
Byer RL, Bachur RG. 2006. Clinical Deterioration among Patients with Fever and
Erythroderma. International Journal of Dermatology; 53 (8): 369-370.
Djuanda A. 2011. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam Cetakan Kedua.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jih H, Kimyai-Asadi A, Freedberg IM. 2003. Exfoliative Dermatitis. Dalam
Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 6th Edition. New York:
McGraw-Hill Professional.
Prakash BV, Sirisha NL, Satyanarayana VV, Sridevi L, Ramachandra BV. 2009.
Aethiopathological and clinical study of erythroderma. Journal of Indian
Medical Association. 107(2): 100, 102-103.
Sarkar R, Garg VK. 2010. Erythroderma in Children. Indian Journal of
Dermatology and Venereology; 76(4): 341-347.
Sigurdsson V, Toonstra J, Hezemans-Boer M, van Vloten WA. 1996.
Erythroderma A Clinical and Follow Up Study of 102 Patients with
Special Emphasis on Survival. Journal of Academy of Dermatology;
35(1): 53-57.
Siregar RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Umar SH, Elston DM. 2015. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis).
Medscape Reference.
Yuan XY, Guo JY, Dang YP, Qiao L, Liu W. 2010. Erythroderma: A clinicaletiological study of 82 cases. European Journal of Dermatology; 20(3):
373-377.
Zackheim HS, Kashani-Sabet M, Hwang ST. 1996. Low-dose methotrexate to
treat erythrodermic cutaneous T-cell lymphoma: results in twenty nine
patients. Journal of American Academy of Dermatology; 34(4): 626-631.

29

Anda mungkin juga menyukai