Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3 No.

3 Nopember 2008

EFORTS TO CONTROL HALLUCINATION BY GROUP ACTIVITY THERAPY OF


PERCEPTION STIMULATION IN SAKURA WARD BANYUMAS HOSPITAL
Arif Setyo Upoyo1, Suryanto2
Keperawatan FKIK Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
2 Jurusan Kesmas FKIK Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

1Jurusan

ABSTRACT
Schizophrenia is a common health problem in the whole world, around 70% of people
suffering from schizophrenia experience hallucination. It causes client feel anxiety. One of the
nursing intervention that we can do to control is group activity therapy of perception stimulation
of hallucination. T o find out the influence group activity therapy of perception stimulation of
hallucination in hallucination controlled.
This research used comparative with quasi experimental design: pre and post one
group design. The samples used purposive sampling with 14 hallucinations client as
respondents. Data analyzed was using distribution of frequency and paired t test. Frequency
decreased (p=0,000), Duration decreased (p=0,001) and level response of hallucination
decreased (p=0,000). group activity therapy of perception stimulation of hallucination is
significant to decrease Frequency, Duration, Level response of hallucination.
Keywords : Frequency, Duration, Level response of hallucination, group activity therapy of
perception stimulation of hallucination
PENDAHULUAN
Gangguan
kesehatan
jiwa
merupakan
masalah
kesehatan
masyarakat dan sosial di Indonesia dan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Hal
ini
dapat
mempengaruhi
perkembangan seseorang baik fisik,
internal dan emosional untuk tercapainya
kemampuan menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, orang lain dan masyarakat. Seperti
yang dijelaskan oleh Stuart dan Sundeen
(1998, p. 31) bahwa ketika manusia tidak
dapat beradaptasi dengan lingkungan,
maka akan terjadi gangguan kesehatan
yaitu kesehatan jiwa atau mental (Stuart
dan Sundeen 1998, p. 31).
Salah satu gangguan jiwa yang
umum terjadi adalah skizoprenia.
Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri
adalah tiga sampai lima perseribu
penduduk. Bila diperkirakan jumlah
penduduk sebanyak 220 juta orang akan
terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia
kurang lebih 660 ribu sampai satu juta
orang. Hal ini merupakan angka yang

cukup besar serta perlu penanganan yang


serius (Sulistyowati dkk 2006).
Berdasarkan catatan medis Ruang
Sakura Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas didapatkan data bahwa pasien
dengan diagnosa skizofrenia menempati
peringkat pertama dibandingkan dengan
gangguan kesehatan jiwa lainnya. Dari
daftar 20 besar penyakit rawat inap Rumah
Sakit Umum Daerah Banyumas, pada
bulan Juli, Agustus dan September 2007
pasien dengan skizofrenia paranoid
menempati urutan pertama dengan jumlah
pasien sebanyak 304 orang dan
skizofrenia residual menempati urutan
kelima dengan jumlah pasien sebanyak 65
orang.
Halusinasi merupakan gejala yang
paling sering muncul pada klien
skizofrenia, dimana sekitar 70% dari
penderita skizofrenia mengalami halusinasi
(Mansjoer 1999, p. 196).
Perilaku
individu
yang
mengekspresikan
adanya
halusinasi
adalah tidak akuratnya interprestasi
stimulus lingkungan atau perubahan

108

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3 No.3 Nopember 2008

negatif dalam jumlah atau pola stimulus


yang datang, disorientasi waktu dan
tempat, disorientasi mengenai orang,
perubahan kemampuan memecahkan
masalah, perubahan perilaku atau pola
komunikasi,
kegelisahan,
ketakutan,
ansietas / cemas dan peka rangsang
(Carpenito 2001, p. 371). Menurut Stuart
dan Sundeen (1998, p. 328) klien dengan
halusinasi mengalami kecemasan dari
kecemasan sedang sampai panik
tergantung dari tahap halusinasi yang
dialaminya.
Hal inilah dapat
menyebabkan dampak negatif dari
halusinasi yaitu dapat mencederai diri,
orang lain dan dapat merusak lingkungan.
Berdasarkan hal tesebut, maka perlu
upaya untuk mengendalikan halusinasi.
Salah satu upaya tersebut adalah yang
ada adalah terapi aktivitas kelompok
Stimulasi persepsi. T erapi aktivitas
kelompok merupakan salah satu terapi
modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai
masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagai terapi dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Terapi
aktivitas kelompok dapat menurunkan
kecemasan pada pasien skizoprenia
(Isnaeni, 2008).
Tujuan umum penelitan ini adalah
untuk mengetahui efektivitas T erapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
dalam pengendalian halusinasi.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah quasi
eksperimen dengan metode one group pre
dan post test design. Dengan design ini
peneliti diharapkan dapat membandingkan
frekuensi, durasi dan tahap halusinasi
sebelum dan sesudah T erapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi..
Populasi penelitian ini adalah
seluruh pasien halusinasi di ruang Sakura
RSUD Banyumas. Tekhnik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling
dengan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.
Kriteria inklusinya yaitu klien mengalami

halusinasi, umur klien 15-50 tahun, klien


kooperatif, dan klien bersedia menjadi
responden penelitian. Adapun kriteria
eksklusinya yaitu klien yang kondisi
fisiknya tidak sehat, klien yang berada di
ruang isolasi dan klien yang baru
mendapatkan terapi kejang listrik, klien
agresif atau amuk, serta tidak mengikuti 5
tahapan T erapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi.
Metode untuk pengumpulan data
adalah obsevasi dan wawancara dengan
menggunakan pedoman wawancara dan
kuesioner yang berisi tentang frekuensi,
durasi
dan
tingkatan
halusinasi.
Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk
memperoleh data yang lebih akurat
dengan
terlebih
dahulu
membina
hubungan saling percaya. Pengumpulan
data dilakukan sebelum dan sesudah
terapi aktivitas kelompok.
Sesuai variabel yang digunakan,
data yang dikumpulkan serta tujuan yang
akan dicapai dalam penelitian ini, maka
teknik analisa bivariat yang digunakan
untuk menganalisis data hasil penelitian
adalah dengan uji Paired t T est (Riwidikdo
2007, p. 55), dengan uji ini peneliti dapat
membedakan frekuensi, durasi dan tahap
halusinasi sebelum dan sesudah Terapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi.
HASIL DAN BAHASAN
Penelian dilakukan pada 14 orang
yang mengalami halusinasi yang dibagi
menjadi 2 kelompok masing masing
mendapat T erapi Aktivitas Kelompok.
Hasil penelitian sebagai berikut :
A. Jenis halusinasi
Gambaran jenis halusinasi yang
dialami klien adalah sebagai berikut :
mengalami halusinasi dengar 5 orang
(35,71%),
mengalami
halusinasi
penglihatan 3 orang(21,43%), mengalami
halusinasi perabaan 1 orang (7,15%),
mengalami kombinasi halusinasi dengar
dan lihat 5 orang(35,71%). Hal ini dapat
diketahui halusinasi yang banyak dialami
oleh klien adalah halusinasi pendengaran.

109

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3 No.3 Nopember 2008

No
1
2
3
4

T abel 1. Jenis halusinasi


Jenis
Halusinasi dengar
Halusinasi penglihatan
Halusinasi raba
Halusinasi dengar dan lihat
Jumlah

B. Frekuensi halusinasi
Frekuensi halusinasi yang dialami
klien sebelum terapi aktivitas kelompok
adalah sebagai berikut : jarang 2 orang
(14,29%), kadang kadang 2 orang
(14,29%), sering 10 orang (71,42%).
Frekuensi halusinasi setelah TAK tidak
ada 5 orang (35,71%), jarang 6 orang
(42,86%), kadang kadang 3 orang

F
5
3
1
5
14

%
37,51%
21,43%
7,15%
37,51%
100%

(21,33%). Dari presentase dapat diketahui


bahwa setelah TAK, klien mengalami
penurunan frekuensi halusinasi. Hasil
analisis dengan paired t test didapatkan
p=0,000 yang berarti ada perbedaan yang
signifikan frekuensi halusinasi sebelum dan
setelah TAK.
Dari hal tersebut TAK
diketahui bahwa TAK dapat menurunkan
frekuensi terjadinya halusinasi.

T abel 2. Frekuensi halusinasi pre dan post pemberian TAK


Frekwensi
Jumlah
Presentase
Pre
Post
Pre
Post
Sering
10
71,52%
Kadang kadang
2
3
14,29% 21,33%
Jarang
2
6
14,29% 42,86%
Tidak ada
5
35,71%
Jumlah
14
14
100%
100%

No
1
2
3
4

C. Durasi halusinasi
Durasi halusinasi yang dialami
klien sebelum TAK adalah sebagai berikut :
sedang 5 orang (35,71%), lama 7 orang
(50%), lama sekali 2 orang (14,29%).
Durasi halusinasi setelah TAK adalah
sebagai berikut : sebentar 9 orang
(64,29%), sedang 3 orang (21,42%), lama
No
1
2
3
4

2 orang (14,29%).
Berdasarkan hal
tersebut diketahui bahwa durasi halusinasi
mengalami penurunan.
Hasil analisis
dengan paired t test didapatkan p=0,001
yang berarti ada perbedaan yang signifikan
durasi halusinasi sebelum dan setelah
TAK. Dari hal tersebut diketahui bahwa
TAK dapat menurunkan durasi halusinasi.

T abel 3. Durasi halusinasi pre dan post pemberian TAK


Durasi
Jumlah
Presentase
Pre
Post
Pre
Post
Lama sekali
2
14,29%
Lama
7
2
50%
14,29%
Sedang
5
3
35,71%
21,42%
Sebentar
9
64,29%
Jumlah
14
14
100%
100%

D. Tingkatan Halusinasi
Tingkatan respon klien terhadap
halusinasi sebelum TAK adalah sebagai

berikut : mampu mengendalikan tidak ada


(0%), diam 1 orang (7,14%), cemas
sedang 12 orang (85,72%), cemas berat
110

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3 No.3 Nopember 2008

tidak ada (0%), mencederai orang 1 orang


(7,14%). Dengan pengobatan anti psikotik
menunjukan bahwa gejala gejala
skizoprenia menurun yang ditandai dengan
klien tidak gelisah dan kooperatif terhadap
petugas kesehatan, namun ternyata
sebagian besar klien (85,72%) masih
No
1
2
3
4
5

menunjukan cemas sedang dalam


berespon terhadap halusinasi. Setelah
dilakukan TAK respon halusinasi sebagai
berikut : mampu mengendalikan 12 orang
(85,72%) dan respon diam 2 orang
(14,28%).

T abel.4 Tingkatan respon halusinasi pre dan post pemberian TAK


Frekuensi
Jumlah
Presentase
Pre
Post
Pre
Post
Mencederai orang
1
7,14%
Cemas berat
Cemas sedang
12
85,72%
Diam
1
2
7,14%
14,28%
Mampu mengendalikan
12
85,72%
Jumlah
14
14
100%
100%

T abel 4.4 menunjukan bahwa


respon terhadap halusinasi menurun,
bahkan dengan TAK menunjukan bahwa
sebagian
klien
(85,72%)
mampu
mengendalikan halusinasi. Hasil analisis
dengan paired t test didapatkan p=0,000
yang berarti ada perbedaan yang signifikan
tingkatan respon halusinasi sebelum dan
setelah TAK.
Dari hal tersebut TAK
diketahui bahwa TAK dapat menurunkan
respon halusinasi.
Melalui kegitan TAK stimulasi
persepsi halusinasi, responden akan
mendapatkan berbagai tranferensi (Kaplan
dan Saddock 1997). Klien akan bertukar
pengalaman satu dengan yang lain.
Dengan berbagi pengalaman klien akan
lebih banyak mendapatkan informasi dan
akan segera mendapatkan umpan balik
dari anggota kelompok yang lain.
Keliat (2005) mengungkapkan
bahwa anggota kelompok yang nyaman
adalah kelompok kecil yang anggotanya
berkisar antara 5-12 orang. Dengan jumlah
kelompok yang ideal masing-masing
anggota kelompok dapat berinteraksi
dengan anggota kelompok yang lain, dapat
mengungkapkan perasaan, pengalaman
dan pendapatnya (Isnaeni,2008).
Penurunan frekuensi, durasi dan
respon halusinasi pada responden setelah
dilakukan
TAK
stimulasi persepsi

halusinasi dapat terjadi karena responden


sudah mampu mengenal halusinasi,
mengenal waktu dan situasi terjadinya
halusinasi dan mengenal perasaannya
pada saat terjadi halusinasi. Dari
pelaksanaan TAK stimulasi persepsi
halusinasi, responden juga telah mampu
memperagakan cara mengontrol dan
mencegah halusinasi yaitu dengan cara
menghardik, melakukan kegiatan harian
terjadwal, melakukan percakapan dengan
orang lain dan mampu menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar serta mampu
mengenal keuntungan minum obat dan
kerugian akibat tidak minum obat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dapat kami
simpulkan sebagai berikut :
Jenis halusinasi yang banyak dialami pada
pasien skizoprenia adalah halusinasi
pendengaran. T erapi aktivitas kelompok
efektif untuk munurunkan durasi, frekuensi
dan tingkatan respon terhadap halusinasi.
TAK akan efektif bila klien dalam kondisi
tidak gelisah dan telah kooperatif terhadap
perawat. Dengan pengobatan menunjukan
penurunan gejala skizoprenia, namun
menjadi lebih efektif dalam penurunan
respon terhadap halusinasi dengan terapi
aktivitas kelompok.

111

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3 No.3 Nopember 2008

Berdasarkan hasil kesimpulan peneliti


memberikan saran sebagi berikut :
Perlu pelatihan kepada perawat jiwa
tentang TAK dan perlunya dibuat Standar
Proasedur (SOP) tentang TAK. Klien perlu
discreening
dulu
sebelum
TAK
berdasarkan syarat dapat dilakukannya
TAK. Perlu dikembangkan metode
metode TAK yang lebih bervariatif
sehingga klien tidak mengalami kebosanan
dalam mengikuti TAK.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J 1997, Buku saku diagnosa
keperawatan, (Edisi 6), EGC,
Jakarta.
Chandrawinata, J 2008, Tingkat pendidikan
pengaruhi daya tahan stress,
diakses 15 Februari 2008 dari
www.hupelita.com.
Kristiyarini, E 2008, Kecenderungan
gangguan
kepribadian
pada
remaja dan dewasa awal di desa
Sedeg Pacitan, diakses tanggal 15
Februari
2008
dari
www.Librarygunadarma.ac.id.
Gibson, J 1997, Diagnosa gejala penyakit
untuk para perawat, Yayasan
Essentia Medika, Y ogyakarta.
Hawari, D 2001, Manajemen stress, cemas
dan depresi, fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Hudak, C. M & Gallo, B. M 1997,
Perawatan Kritis Pendekatan
Holistik, EGC, jakarta.
Hook, J 2001, The role of Psychodynamic
psychotherapy in a modern
general
psychiatry
service,
Advance in Psychiatric Treatment
vol. 7. p. 461-468, diakses tanggal
5
Oktober
2007
dari
http://apt.rcpsych.org.
Isnaeni J 2008, Efektivitas T erapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi
terhadap penurunan kcemasan
klien halusinasi di Ruang Sakura
Banyumas, Jurnal Keperawatan
Soedirman, vol.3 hal. 32-39,
Purwokerto.

Kaplan & Saddock 1998, Ilmu kedokteran


jiwa darurat (edisi 3), Alih bahasa,
WM. Roan, Widya Medika,
Jakarta.
Keliat, B. A 2005, Keperawatan Jiwa :
T erapi Aktivitas Kelompok, EGC,
Jakarta.
Luana N.A 2007, Skizofrenia dan
gangguan psikotik lainnya,diakses
tanggal 15 Februari 2008 dari
www.idijakbar.com.
Mansjoer, Arif(et. al) 1999, Kapita
selekta kedokteran (edisi 3), Jilid I,
media Aesculapius, Jakarta.
Maramis, F . W 1998, Ilmu kedokteran jiwa.
Edisi ketujuh, Airlangga University
Press, Surabaya.
Montgomery, C 2002, , Role of dynamic
group therapy in psychiatry,
Advance in Psychiatric Treatment
vol. 8. p. 34-41, diakses 5 Oktober
2007 dari http://apt.rcpsych.org.
Notoatmodjo, S 1998, Metodologi
Penelitian Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta.
Nursalam 2003, Konsep & penerapan
metodologi
penelitian
ilmu
keperawatan: pedoman skripsi,
tesis dan instrument penelitian
keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta.
Riwidikdo, H 2007, Statistik kesehatan,
Mitra Cendekia Press, Yogyakarta.
Siswono 2001, Sangat besar, beban akibat
gangguan jiwa, diakses tanggal 15
Februari
2008
dari
http://papafarizblogspot.com.
Sugiyono 2001, Statistika Untuk Penelitian
edisi ketiga, CV Alphabeta, Bandung.
Sugiyono 2007, Statistik Non Parametris
untuk penelitian, CV Alphabeta,
Bandung.
Sulistyowati, Ibrahim, R, Sri, W 2007,
Gambaran penerapan diagnosis
Nanda, NOC dan NIC pada klien
Skizofrenia
dengan
kasus
halusinasi, JIK vol 02, no. 02, p.
37-77, PSIK Fakultas Kedoteran
UGM, Yogyakarta.

112

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 3 No.3 Nopember 2008

Stuart G. W & Sundeen S. J 1998, Buku


saku keperawatan jiwa (edisi 3),
Alih bahasa, Achir Yani, Editor
Yasmin Asih, EGC, Jakarta.
Veronika, S, Mariyono, S, Sri, W 2007,
Pengaruh terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi halusinasi
terhadap frekuensi halusinasi, JIK
vol 02, no. 01, p. 24-27, PSIK
Fakultas
Kedoteran
UGM,
Y ogyakarta.
Trismiati 2004, Perbedaan Tingkat
Kecemasan Antara Pria dan

Wanita Akseptor Kontrasepsi


Mantap Di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta, Jurnal Psyche Vol. 1
No. 1, diakses tanggal 13
desember
2007
,
dari
http://209.85.175.104/search?q=ca
che:CWxdLxngDbYJ:psikologi.bina
darma.ac.id/jurnal/jurnal_trismiati.p
df+Trait+Manifest+Anxiety+Scale+
(TMAS)+dari+Janet+Taylor&hl=id&
ct=clnk&cd=1&gl=id.

113

Anda mungkin juga menyukai