Anda di halaman 1dari 5

KOMISI NASIONAL PERLINDUNGAN ANAK

National Commission for Child Protection

CATATAN AKHIR TAHUN 2009


PELANGGARAN HAK ANAK TERUS MENINGKAT
“Akankah Kehilangan Generasi?”

Sepanjang tahun 2009, jumlah pengaduan masyarakat terhadap berbagai bentuk


pelanggaran hak anak terus saja meningkat. Komisi Nasional Perlindungan Anak
(KomNas Anak) sebagai lembaga independen dalam mengupayakan perlindungan,
pemenuhan dan penghormatan hak-hak anak Indonesia, disadari betul mempunyai
banyak keterbatasan bahkan seringkali melebihi kapasitasnya (over capacity) dalam
menangani pengaduan/laporan masyarakat. Selain bentuk-bentuk pelanggaran hak anak
yang telah mengarah pada bentuk tidak berpri-kemanusiaan atau sadisme, KomNas
Perlindungan Anak juga dituntut oleh masyarakat untuk bertindak cepat dan segera
dapat menyelesaikan dan memberikan jalan keluar terhadap pengaduan masyarakat
tersebut.
Di satu sisi, KomNas Perlindungan Anak mempunyai keterbatasan
kewenangannya, namun KomNas Perlindungan Anak juga mencatat dengan
meningkatnya pengaduan masyarakat terhadap pelanggaran hak anak menunjukkan
bahwa telah tumbuh kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap keberadaan KomNas
Anak ditengah-tengah permasalahan dan problematika anak-anak di Indonesia.
Melalui layanan pengaduan Hotline Service, pengaduan langsung maupun surat-
surat elektronik, Komisi Nasional Perlindungan Anak sepanjang tahun 2009 mencatat
setiap bulannya menerima pengaduaan masyarakat lebih dari 100 (seratus) pengaduan
dengan berbagai kasus pelanggaran hak anak. Berdasarkan laporan pengaduan tersebut
pelanggaran hak anak ini tidak semata-mata pada tingkat kuantitas jumlah pelanggaran
hak anak, namun semakin komplek dan beragamnya modus pelanggaran hak anak itu
sendiri.
Akar munculnya pelanggaran hak anak ini dapat dilihat dari power relation yang
timpang. Misalnya relasi antara anak dengan pihak lain yang tidak seimbang, seperti anak
dengan orang tua, anak dengan guru, anak dengan anak sendiri, ataupun kebijakan
Negara yang belum sepenuhnya berpihak pada anak secara holistik.
Disisi lain, fakta dan data yang terlaporkan dari masyarakat kepada Komisi
Nasional Perlindungan Anak sepanjang tahun 2009 ini, semakin kompleks dan di luar
akal sehat manusia. Kondisi yang tidak bisa ditolerir dengan akal sehat manusia hampir
terdapat disetiap bentuk pelanggaran terhadap anak, mulai dari bentuk kekerasan
terhadap anak, anak putus sekolah, perdagangan anak, anak korban perceraian, dan lain-
lain. Khusus pada kasus-kasus Anak berhadapan dengan hukum, baik anak sebagai
pelaku maupun anak sebagai korban.

Jl. TB. Simatupang No. 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur 13760 1


Telp. (62-21) 87791818, 8416157; Fax. (62-21) 8416158;
E-mail. komnaspa@cbn.net.id; info@komnaspa.or.id; Website. www.komnaspa.or.id
Kasus kekerasan terhadap anak misalnya, sepanjang tahun 2009 KomNas
Perlindungan Anak telah menerima pengaduan sebanyak 1.998 kasus. Angka ini
meningkat jika dibandingkan dengan pengaduan kekerasan terhadap anak pada tahun
2008 yakni 1.736 kasus. 62,7 persen dari jumlah tersebut adalah kekerasan seksual dalam
bentuk sodomi, perkosaan, pencabulan serta incest, dan selebihnya adalah kekerasan fisik
dan psikis. Dari hasil pengaduan, pelaku kekerasan tersebut tidak ada kaitannya dengan
status sosial, agama, keyakinan serta etnis, atau ras.
Tingginya pengaduan kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun, menunjukkan
tanda meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan terhadap
anak yang dialami, didengar dan atau dilihat di sekitarnya. Ironisnya kekerasan terhadap
anak terjadi dilingkungan terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga
pendidikan dan lingkungan sosial anak.
Demikian juga dengan angka kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
Sepanjang tahun 2009 KomNas Perlindungan Anak menerima 1.258 pengaduan anak
yang berhadapan dengan hukum. Angka ini meningkat dibanding pengaduan pada tahun
2008. Hampir 52 persen dari angka tersebut adalah kasus pencurian diikuti dengan kasus
kekerasan, perkosaan, narkoba, perjudian, serta penganiayaan dan hampir 89,8 persen
kasus anak yang berhadapan dengan hukum berakhir pada pemidanaan. Prosentase
pemidanaan ini dibuktikan dengan data Anak yang berhadapan dengan Hukum di 16
Lapas di Indonesia (Departemen Hukum dan HAM) ditemukan 5.308 anak mendekam
dipenjara. Hanya kurang lebih 10 prosen anak yang berhadapan dengan hukum
dikenakan hukuman tindakan yakni dikembalikan kepada Departemen Sosial atau
orangtua. Ini menunjukkan bahwa negara khususnya penegak hukum gagal
melaksanakan amanat UU Pengadilan Anak, UU Perlindungan Anak maupun Konvensi
PBB tentang Hak Anak.
Untuk memberikan Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Bagi Anak yang
Berhadapan dengan Hukum, 15 Desember 2009 yang lalu, atas inisiasi Pemerintah yakni
Departemen Sosial telah dibuat Kesepakatan Bersama 5 Menteri dan Kepolisian Republik
Indonesia. Namun sayangnya, selain tidak mengikutsertakan Kejaksaan Agung dan
Mahkamah Agung sebagai institusi Hukum, juga tidak diikuti dengan hadirnya sarana
dan prasarana Rumah Sosial Perlindungan anak yang memadai di berbagai kota,
kabupaten dan propinsi, sebagai alternatif tempat penahanan anak.
Bentuk pelanggaran Hak Anak lainnya adalah, KomNas Perlindungan Anak
mencatat sekitar 2,5 juta jiwa anak dari 26,3 juta anak usia wajib belajar di tahun 2009
yakni usia 7-15 tahun, belum dapat menikmati pendidikan dasar sembilan tahun.
Sementara itu, 1,87 juta jiwa anak dari 12,89 juta anak usia 13-15 tahun tidak mendapatkan
hak atas pendidikan. Berbagai faktor penyebab anak tidak dapat bersekolah, antara lain
sulitnya akses ke sekolah, kurangnya kesadaran orangtua, dan faktor ekonomi.
Sementara itu di wilayah Sabah, Malaysia, berdasarkan hasil investigasi KomNas
Perlindungan Anak menemukan 32.294 anak usia sekolah dari anak TKI yang bekerja di
sekitar perkebunan Sawit di Tawau, Malaysia tidak mendapatkan akses pendidikan dan
terancam buta aksara akibat tidak memiliki akta kelahiran (un-documented). Jumlah anak
tersebut belum termasuk yang tinggal dan bekerja di Sarawak dan semenanjung Malaysia.

Jl. TB. Simatupang No. 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur 13760 2


Telp. (62-21) 87791818, 8416157; Fax. (62-21) 8416158;
E-mail. komnaspa@cbn.net.id; info@komnaspa.or.id; Website. www.komnaspa.or.id
Temuan ini dikuatkan dengan temuan Tujuh anggota Komisi I DPR-RI, ketika
melakukan kunjungan kerja ke Sabah, Malaysia awal bulan Desember 2009. Pembiaran
terhadap tertutupnya akses mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan dan
dokumen akta kelahiran baik dari pemerintah Indonesia-Malaysia adalah bukti dari
pelanggaran hak anak. Oleh karenanya, demi kepentingan terbaik anak dan hak anak atas
identitas, nama dan kewarganegaraan yang dijamin oleh Konvensi PBB tentang hak
Anak, pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk melindungi warga negaranya.
Bentuk pelanggaran hak anak lainnya yang cukup memprihatinkan. Sepanjang
tahun 2009 ditemukan 4.382 anak korban aborsi . Angka ini meningkat dibanding tahun
2008 yakni 2.567 anak. Disamping itu, KomNas Perlindungan Anak juga menerima
laporan dan pengaduan pelanggaran hak hidup anak berupa pembuangan bayi dalam
kondisi memprihatinkan. Di tahun 2009 ditemukan 186 bayi sengaja dibuang oleh kedua
orangtuanya. Angka ini meningkat dibanding tahun 2008 yakni 104 bayi. 68 prosen bayi
yang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia, selebihnya di asuh oleh mayarakat dan
di titipkan ke panti-panti sosial anak. Umumnya, bayi-bayi ini ditemukan di bak sampah,
halaman atau teras rumah warga masyarakat, di sungai, got dan pembuangan air selokan,
rumah ibadah, terminal bis dan kereta api.
Anak yang diperdagangkan untuk dipekerjan menjadi pekerja seksual komersial
(ESKA) juga turut meningkat. Tahun 2008 KomNas perlindungan Anak menerima
pengaduan 507 anak korban ESKA, meningkat pada tahun 2009 menjadi 836. Peningkatan
angka ini cukup memprihatinkan. Modusnya, selain tipu muslihat, janji-janji untuk
dipekerjaka, tetapi juga berkembang modus baru yakni penculikan dengan pembiusan
yang dilakukan bagi anak-anak remaja pada saat pergi dan pulang sekolah.
Anak-anak korban penelantaran juga angkanya terus meningkat. Dirjen Yanresos
Depsos RI tahun 2009, mencatat ditemukan 3.4 juta anak-anak di Indonesia dalam kondisi
terlantar. Sekitar 1.1 juta anak usia balita dalam kondisi terlantar, dan sekitar 10 juta lebih
anak rawan terlantar. 193.155 jiwa anak dalam kategori nakal.
Sementara itu, angka siswa sekolah yang terjerat narkoba juga terus meningkat dan
dalam situasi memprihatinkan. Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat sebanyak
110.870 pelajar SMP dan SMA menjadi pengguna Narkotika. BNN juga melaporkan 12.848
anak siswa SD di Indonesia terindentifikasi mengkonsumsi Narkoba.
Selain itu, kondisi anak-anak yang menjadi perokok juga sangat memprihatinkan.
Bukan rahasia lagi bahwa industri rokok menjadikan anak dan remaja sebagai sasaran
mereka dalam memasarkan produknya. Berbagai strategi pemasaran dilakukan untuk
mendekati anak dan remaja melalui berbagai kegiatan-kegiatan seperti konser musik,
film, kuis, games, pentas seni dan lain-lain. Produksi rokok terus dipacu dan dikawal
melalui roadmap 2010, dimana pada tahun 2009 produksi rokok mencapai 245 miliar
batang, sejalan dengan meningkatnya market share Philip Moris tahun 2009 yang
mencapai 29%. Dan sementara itu, sampai saat ini belum ada peraturan yang memadai
untuk melindungi anak-anak dari serbuan rokok yang merupakan zat adiktif dan
berbahaya bagi hidup dan tumbuh kembang anak.Bahkan Indonesia merupakan satu-
satunya negara di Asia yang belum meratifikasi FCTC (Framework Convention On
Tobacco control), tertinggal dengan negara tetangga Timor Leste.

Jl. TB. Simatupang No. 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur 13760 3


Telp. (62-21) 87791818, 8416157; Fax. (62-21) 8416158;
E-mail. komnaspa@cbn.net.id; info@komnaspa.or.id; Website. www.komnaspa.or.id
Kebijakan pemerintah dalam menjawab pelanggaran hak anak, khususnya bagi
anak yang berhadapan dengan hukum seringkali melakukan mengabaikan hak-hak dasar
anak yang telah dijamin oleh undang-undang, seperti hak ataspendidikan, hak atas
kesehatan, hak mendapatkan perlindungan diri, maupun hak memperoleh informasi
berkaitan dengan perkembangan kasusnya. Padahal berdasarkan Ratifikasi Konvensi PBB
tentang Hak Anak, Indonesia sebagai negara pihak (state Party), berkewajiban bahkan
terikat secara yuridis dan politis untuk melakukan langkah-langkah strategis guna
menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak-hak anak
tanpa diskriminasi di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia.
Dalam rangka menyikapi peningkatan pelanggaran terhadap hak-hak anak yang
terjadi sepanjang tahun bersamaan dengan Peringatan Hari Hak Asasai Manusia dan hari
Ibu, Komisi Nasional Perlindungan Anak pada refleksi catatan akhir tahun 2009
merekomendasikan :
1. Mendesak setiap orang untuk segera menghentikan kekerasan terhadap anak serta
merubah paradigma pendisplinan dengan kekerasan menjadi Kasih Sayang,
komunikatif dan dialogis.
2. Mendesak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
untuk segera menerbitkan Standar Pelayanan Minimal Bagi perempuan dan anak
korban Kekerasan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.
3. Mendesak Kesepakatan 5 Menteri dan Kepolisian Republik Indonesia tentang
Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak yang berhadapan dengan Hukum untuk
segera membangun dan menyediakan Rumah Sosial Perlindungan Bagi Anak
diseluruh Kabupaten/kota dan Propinsi, serta mengintegrasikan Keadilan Restoratif
dan Diversi dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dan untuk
segera membentuk Indonesian Network on Juvenile Justice seperti yang tertuang
dalam kesepakatan 5 menteri.
4. Mengingat keberadaan pasal 75, 76, dan 77 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
bertentangan dengan Hak asasi Manusia khususnya Hak Hidup sejak dalam
kandungan yang tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak,
KomNas Perlindungan secara bersama mendukung Majelis Keagamaan Tentang
Aborsi untuk mengajukan Judicial Review tentang UU Kesehatan yang
memperbolehkan Aborsi ke Mahkamah Konstitusi.
5. Mendesak Pemerintah dan DPR-RI untuk segera melakukan langkah-langkah politis
dan yuridis terhadap keberadaan 32.000 lebih anak-anak TKI yang bekerja di
Malaysia, dan untuk segera memberikan akta kelahiran sebagai bagian dai hak anak
atas identitas, nama, kebangsaan dan kewarganegaraan yang dijamin oleh intrumen
international dan konstitusi dasar Republik Indonesia.
6. Mendesak Menteri pendidikan nasional untuk segera menghentikan pelaksanaan
ujian nasional yang merupakan keputusan Hukum Mahkamah Agung.
7. Mendesak Departemen Kesehatan untuk segera membuat Peraturan Pemerintah yang
diamanahkan UU kesehatan nomor 36/2009 tentang pengamanan zat adiktif
(tembakau).

Jl. TB. Simatupang No. 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur 13760 4


Telp. (62-21) 87791818, 8416157; Fax. (62-21) 8416158;
E-mail. komnaspa@cbn.net.id; info@komnaspa.or.id; Website. www.komnaspa.or.id
8. Mendorong masyarakat agar mampu memperkuat kapasitas dan kemampuan dalam
partisipasinya membentuk karakter lingkungan yang ramah anak, sehingga anak
terhindar dari tindak pidana dan terhindar dari korban tindak pidana itu sendiri.

Demikian Catatan Akhir Tahun 2009 ini dibuat dan dikeluarkan oleh Komisi Nasional
Perlindungan Anak sebagai tu lah sasatanggungjawab kepada publik.
Jakarta, 23 desember 2009
Hormat kami,
Atas nama Komisi Nasional Perlindungan Anak

TTD TTD
Dr. Seto Mulyadi Arist Merdeka Sirait
Ketua Umum Sekretaris Jenderal

Jl. TB. Simatupang No. 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur 13760 5


Telp. (62-21) 87791818, 8416157; Fax. (62-21) 8416158;
E-mail. komnaspa@cbn.net.id; info@komnaspa.or.id; Website. www.komnaspa.or.id

Anda mungkin juga menyukai