Anda di halaman 1dari 11

110 Sofia Hardani

Sofia Hardani
SISTEM EKOLOGI MENURUT SYARIAT ISLAM

Abstract:

There is no doubt the rising worried about environmental


degradation and pollutions existing in the world today had been
increasing signficantly. The environmental degradation is a natural
process, because of integration of nature and human life. Exactly, the
environmental problem is caused by unrestrained of human
consumptive behavior. Islam was underscored the relation system
between human and nature since the first creation, that is as “khalifah
fi al-ardh”. Restrained of consumptive behavior was explained and
clarified by the commendment of God in Holy Quran or by Hadits
(saying or deeds of Muhammad saw.) how to treat the animals, all
kind of plants, and surroundings.

A. PENDAHULUAN
Berbagai permasalahan lingkungan terjadi, khususnya di
Indonesia akhir-akhir ini, seperti kekurangan sumber air bersih, baik
dari dalam tanah maupun dari sungai, polusi yang ditimbulkan oleh
asap kendaraan maupun pembakaran hutan, tanah longsor, banjir yang
merendam lahan persawahan dan pemukiman penduduk bahkan
sampai ke kota besar, kekurangan bahkan kepunahan populasi
binatang, rusaknya lapisan ozon yang merupakan filter cahaya
matahari ke bumi, sampai kepada masalah meluapnya lumpur panas
dari dalam bumi yang menggusur kehidupan di sekitarnya.
Kerusakan lingkungan kelihatannya merupakan suatu proses
yang tidak dapat dihindari karena manusia hidup berinteraksi dengan
alam dan lingkungannya. Hanya saja, harus ada upaya untuk
mengendalikan dampak lingkungan tersebut supaya mempunyai
dampak yang kecil terhadap habitat kehidupan di alam ini.Teori
lingkungan, sesungguhnya, sudah berkembang sejak abad ke-18,
karena perjalanan manusia pada akhirnya harus berhadapan dengan

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


111 Sofia Hardani

persoalan pengelolaan lingkungan akibat majunya ilmu pengetahuan,


teknologi, dan revolusi industri pada abad ke-17. Akan tetapi, praktek
modern untuk pelestarian alam (konservasi alam) sampai sekarang
masih mencari bentuk alternatif yang tepat.
Krisis lingkungan alam yang tengah terjadi belakangan ini,
antara lain, diakibatkan kesalahan manusia (human error) dalam
menanggapi masalah ekologi. 1 Menurut seorang ahli sejarah, Lynn
White, apa yang dilakukan oleh manusia terhadap ekologinya
tergantung pada apa yang mereka pikirkan tentang mereka sendiri
dalam hubungannya dengan apa yang ada di sekitar mereka. Lebih
tegas lagi dikatakan bahwa ekologi manusia sangat dipengaruhi oleh
keyakinan tentang alam kita dan takdirnya, yaitu oleh agama. 2 Lebih
jauh lagi White memberikan argumentasi bahwa bahwa krisis ekologi
sekarang ini tidak berakhir kecuali kita temukan agama baru atau kita
pikirkan lagi agama lama. ―What we do about ecology depend on our
ideas of the man-nature relationship. More science and more
technplogy are not going to get us out of the present ecologic crisis
until we find a new religion, or rethink our old one.”
Dalam Islam, pemeliharaan lingkungan ditemukan dalam
unsur praktis keseharian penganutnya. Khasanah pelestarian alam dan
lingkungan sudah termuat dalam unsur perilaku sehari-hari yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. empat belas abad yang silam,
termasuk dalam pengaturan tata kota dan peruntukan sumber daya
alam yang asli. Dalam Islam dikenal adanya kawasan haram, yaitu
kawasan yang diperuntukkan untuk melindungi sumber daya agar
tidak diganggu.3 Nabi menetapkan daerah-daerah yang tidak boleh
diganggu dan dilanggar aturan ekosistemnya, membatasi aliran-aliran
air, memelihara beberapa fasilitas umum dan kota-kota tertentu. Di
dalam kawasan haram, fasilitas umum seperti sumur (penampungan
air) harus dilindungi dari kerusakan. Ruang untuk operasi dan
pertahanan sumur juga disediakan, termasuk melindungi airnya agar
tidak terkena polusi. Nabi menyediakan tempat beristirahat bagi
ternak serta menyediakan ruang bagi fasilitas-fasilitas irigasi. 4
Dalam tulisan ini, penulis mencoba melihat beberapa khasanah
Islam mengenai lingkungan hidup dan pelestarian alam dalam tinjauan
yang global. Salah satu yang menjadi pembahasan adalah bagaimana
ahli hukum Islam (fuqaha) pada awal abad pertengahan telah
mempunyai wawasan yang cukup luas menetapkan syari‘at yang
kemudian mempunyai implikasi penting pada pelestarian alam.

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


112 Sofia Hardani

B. PERLINDUNGAN ALAM
Dalam Islam, ketentuan mengenai perlindungan alam
termasuk dalam kerangka aturan Syari‘at.5 Kehidupan liar (wildlife)
termasuk dalam ketentuan yang dikenal dengan hima dalam aturan
hukum Islam. Konsep hima, menurut Omar Naseef adalah ―reserves
established solely for the conservation of wildlife and forest, from the
core of the environmental legislation of Islam”6 (Kawasan yang
didirikan khusus untuk perlindungan kehidupan liar dan hutan, yang
merupakan inti undang-undang lingkungan Islam). Dengan demikian,
hima adalah suatu usaha dalam melindungi hak-hak sumber daya alam
yang asli. Hima ditetapkan semata-mata untuk melestarikan
kehidupan liar dan hutan. Dalam konsep sekarang, seperti juga
digunakan di Indonesia, hima ini sama fungsinya dengan cagar alam
(nature reserve).
Rasulullah saw. mencagarkan wilayah sekitar Madinah
sebagai hima untuk melindungi tumbuh-tumbuhan dan kehidupan liar
lainnya7, sebagaimana telah diungkapkan dimuka. Mencontoh
Rasulullah saw., sejumlah Khalifah menetapkan pula beberapa hima.
Khalifah Umar Ibn Khattab, misalnya, menetapkan hima al-Syaraf
dan Hima al-Rabdah yang cukup luas di dekat Dariyah. Khalifah
Utsman Ibn ‗Affan, memperluas Hima al-Rabdah tersebut yang
diriwayatkan mampu menampung 1000 ekor binatang setiap
tahunnya. Sejumlah hima yang ditetapkan di Arabia Barat ditanami
rumput sejak awal Islam dan dianggap oleh Organisasi Pangan dan
Pertanian PBB (FAO) sebagai contoh yang paling lama bertahan
dalam pengelolaan padang rumput secara bijaksana di dunia. 8
Kenyataan diatas memberikan pemahaman bahwa Islam, sejak
zaman Rasulullah saw., telah memperhatikan lingkungan sebagai
salah satu penunjang penting bagi kehidupan umat manusia.
Memelihara lingkungan alam dalam Islam merupakan suatu
keharusan, yang berarti bahwa memelihara lingkungan alam adalah
merupakan ibadah.
Syariat adalah suatu sistem nilai; dia ada untuk mewujudkan
nilai-nilai yang melekat dalam konsep-konsep utama Islam, seperti
tauhid, khilafah, istishlah, halal dan haram. Tujuan utama dari sistem
ini adalah mewujudkan kesejahteraan umum yang universal bagi
semua makhluk Tuhan, mencakup kesejahteraan manusia di masa

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


113 Sofia Hardani

sekarang maupun di masa depan (akhirat). Tujuan kesejahteraan


umum yang universal adalah sesuatu yang khas dari syariat Islam dan
merupakan implikasi penting dari konsep tauhid. Manusia dapat
mematuhi Yang Maha Pencipta dari segala kehidupan dengan cara
bekerja demi kesejahteraan umum yang universal bagi semua
makhluk.9
Parameter tersebut dapat membedakan prilaku umat Islam
dalam mentaati aturan, karena jika suatu peraturan tercakup dalam
unsur syari‘at maka ia berarti mengandung unsur ibadah. Menjaga
lingkungan alam adalah salah satu bentuk pelaksanaan ibadah.

C. HAK AZASI BINATANG (HAB)


Rasulullah saw. telah meyakinkan bahwa kehidupan liar
(wildlife) dan sumber daya alam lainnya mempunyai hak dalam Islam.
Hal ini dicontohkan dengan perlakuan beliau terhadap binatang,
tumbuh-tumbuhan, dan sumber alam lainnya. Dalam buku-buku
sejarah tentang Rasulullah saw. diriwayatkan bahwa pribadi
Rasulullah saw. berperangai sangat kasih kepada bangsa hewan.
Rasulullah saw. melarang orang yang membebani binatang (onta,
domba) dengan muatan beban yang berat. Rasulullah saw.
memerintahkan agar menunggang binatang dengan laku perbuatan
yang baik, dan binatang tersebut haruslah sedang dalam keadaan
sehat. Rasulullah saw. menyuruh orang yang kebetulan memelihara
binatang agar memeliharanya dengan baik. Jika binatang tersebut
hendak dikonsumsi, hendaklah ia dalam keadaan baik pula, tidak
dalam kesakitan. Rasulullah saw. melarang orang membunuh
binatang, kecuali binatang yang hendak dikonsumsi. 10
Perlakuan dan sikap Rasulullah saw. terhadap binatang, antara
lain terlihat pada suatu peristiwa ketika Rasulullah saw. bepergian
bersama para sahabatnya, termasuk Ibnu Mas‘ud – yang
meriwayatkan hadis ini. Dalam perjalanan, ketika Rasulullah saw.
berhajat, sahabat-sahabat Nabi melihat seekor burung yang
mempunyai dua ekor anak, lalu sahabat mengambil kedua anak
burung tersebut. Induk burung itu datang dan terbang diatas kepala
mereka. Ketika menyaksikan hal itu Rasulullah saw. bersabda:
‗Siapakah yang menyusahkan burung ini dengan mengambil anaknya
? Kembalikan kepadanya anaknya.”11

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


114 Sofia Hardani

Selain itu, Nabi melarang menyiksa atau membakar binatang


dengan api. Hal ini terlihat pada kelanjutan riwayat perjalanan
Rasulullah saw. bersama sahabat-sahabat, seperti yang diceritakan
oleh Ibnu Mas‘ud diatas: ―Kemudian Nabi melihat sarang semut
terbakar, maka beliau bertanya: Sipa yang membakar ini ? Jawab
kami: “Kamilah yang membakarnya ya Rasulullah”. Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak harus menyiksa dengan api, kecuali Tuhan yang
menjadikan api itu.”12
Banyak hal yang dapat dipelajari dari kebijakan-kebijakan dan
kearifan Rasulullah saw. melalui riwayat-riwayat hadis mengenai
makhluk hidup. Kepedulian Rasulullah saw. terhadap pelestarian alam
dan lingkungan hidup memang telah mencakup karena risalah yang
dibawanya adalah untuk mengadakan perbaikan di segala bidang
(ishlah), dan tetap relevan untuk dapat diimplementasikan oleh umat
manusia di segala zaman.
Dalam Islam, hak azasi binatang juga dilindungi, sebagaimana
kisah perjalanan sahabat bersama Rasulullah saw. diatas. Suatu yang
khas dari hukum Islam bahwa semua binatang mempunyai hak hukum
yang harus dilaksanakan oleh negara. Ahli hukum Islam klasik,
Izzudin Ibn Abdis Salam, menetapkan bahwa hak-hak binatang
menjadi salah satu unsur syariat.13
Hak-hak binatang atas manusia, menurut Izzudin, adalah
bahwa manusia harus menyediakan makanan bagi mereka. Jika
binatang tersebut sudah tua atau sakit yang mengakibatkan tidak
menguntungkan lagi bagi manusia, manusia tidak boleh
membebaninya melebihi kemampuan binatang tersebut, tidak boleh
meletakkan binatang itu bersama dengan segala sesuatu yang dapat
melukainya, baik yang berasal dari binatang jenisnya sendiri ataupun
dari jenis binatang lain, yang dapat menanduk atau menggigitnya.
Manusia harus menjagal hewan dengan cara yang baik, tidak boleh
mengulitinya atau mematahkan tulangnya sehingga tubuhnya menjadi
dingin dan nyawanya melayang. 14 Lebih jauh lagi, dalam rumusan
Izzuddin Abdus Salam, manusia tidak boleh membunuh anak-anak
binatang di depan binatang itu, tetapi harus memisahkan mereka
terlebih dahulu. Manusia harus memberi kenyamanan pada tempat
istirahat dan tempat minum binatang peliharaannya. Manusia harus
nmenempatkan binatang yang jantan dan betina bersama-sama pada
musim kawin. Manusia tidak boleh membuang binatang yang
danggap sebagai binatang buruan, dan tidak boleh menembak mereka

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


115 Sofia Hardani

dengan apapun yang membuat tulang mereka patah, atau


menghancurkan tubuh mereka dengan cara apa saja yang membuat
daging mereka tidak sah untuk dimakan. 15
Dari ketentuan-ketentuan demikian, jelaslah bahwa perlakuan
baik kepada binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar,
sangat ditekankan dalam Islam, kecuali jika binatang tersebut sudah
membahayakan nyawa manusia. Bagi binatang liar, alam kehidupan
mereka sepatutnya dipelihara untuk kelangsungan hidup mereka.
Perburuan dan penebangan hutan yang tidak terkendali tentunya akan
mengusik dan membuat kehidupan hewan liar semakin tergusur,
bahkan akan punah.
Pada masa sekarang ini, pemanfaatan tenaga binatang untuk
membantu manusia masih sangat vital sifatnya. Di beberapa daerah di
Indonesia, masih banyak terdapat pemanfaatan hewan untuk
kepentingan manusia, seperti kerbau atau sapi untuk membajak. Kuda,
kerbau, atau sapi untuk jasa angkutan, dan lain-lainnya. Demikian
pula, beberapa populasi hewan liar semakin berkurang bahkan
sebagian sudah punah karena habitatnya terganggu atau sengaja
diburu untuk diambil kulit, taring, ataupun bulunya. Beberapa jenis
species (binatang) dikurung untuk dijadikan mainan dan kepuasan
mata dan hati manusia. Selain itu, banyak hewan yang dijadikan
percobaan untuk pengujian obat-obatan dalam dunia kedokteran.
Tidak jarang binatang tersebut diperlakukan secara kejam atau tidak
memperdulikan hak-hak mereka untuk hidup. Padahal fakta ilmiah
menunjukkan bahwa binatang juga mengalami rasa sakit dan stress,
sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh manusia.
Demikian gambaran perlakuan ―manusia modern‖ terhadap
kehidupan binatang. Masih banyak yang belum menyadari bahwa
binatang-binatang tersebut juga mempunyai hak untuk diperlakukan
dengan baik, bahkan mereka sesungguhnya juga mempunyai hak azasi
(HAB).

D. POLA KONSUMSI MANUSIA


Di dalam Al-Quran, sebagai sumber utama syari‘at Islam,
Allah SWT secara jelas menyebutkan tentang makanan yang boleh
dimakan dan yang tidak boleh dimakan. Hal tersebut dapat disimak,
antara lain, dalam Surat Al-Baqarah ayat 172 dan 173:

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


116 Sofia Hardani

―Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki


yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepadaNya
kamu menyembah. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
kepadamu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang
ia tidak menginginkannya dan tdak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam syari‘at Islam, berdasarkan ayat diatas, dan seperti


yang diterapkan dalam hukum fikih, ketetapan-ketetapan hukum juga
ditetapkan dalam menjaga prilaku konsumsi manusia. Syari‘at Islam
sangat tegas dengan legitimasi praktis yang mempunyai dampak
umum terhadap prilaku konsumsi. Jika dilihat, prilaku memilih
makanan yang baik dan halal (halalan thayyiban) terlihat jelas
mempunyai korelasi erat dengan aspek kepentingan lingkungan dan
ekosistem. Umpamanya, dalam kerangka fikih, diharamkan memakan
segala burung yang bercakar, seperti rajawali (elang) dan segala
burung bercakar yang memakan bangkai. Ahli ekologi sepakat bahwa
perang burung-burung bercakar dan pemakan daging sangat
diperlukan untuk menjaga ekosistem, karena mengurangi hama tikus.
Burung kondor –pemakan bangkai—di Afrika merupakan salah satu
top predator yang sangat penting menjaga keseimbangan ekosistem
savana Afrika.16
Ketentuan fikih mengharamkan memakan segala binatang
yang bertaring, seperti singa, harimau, serigala, beruang, kucing,
gajah, dan lain-lainnya. Dari aspek ekologi, kehadiran binatang-

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


117 Sofia Hardani

binatang tersebut diperlukan untuk keseimbangan ekosistem. Jika


populasi harimau berkurang karena dikonsumsi manusia, umpamanya,
maka jumlah babi hutan akan meningkat.
Demikianlah, syari‘at Islam melarang pula memakan
binatang-binatang lain seperti babi, anjing, binatang buas dan binatang
pemakan bangkai lainnya, termasuk binatang-binatang yang hidup di
air kecuali ikan. Jika ekploitasi yang dilakukan untuk konsumsi
manusia tidak dikendalikan, maka tentunya akan merusak kehidupan
manusia itu sendiri --karena adakalanya binatang tersebut tidak sehat
untuk dikonsumsi, bahkan menimbulkan penyakit-- dan merusak
ekosistem di alam ini.
Peranan penting syari‘at sebagai solusi menghadapi prilaku
konsumsi manusia sekarang ini merupakan hal yang mendesak.
Banyak sekali perubahan yang terjadi pada alam, termasuk punahnya
beberapa species hewan di muka bumi ini diakibatkan perburuan,
perdagangan (baik legal maupun illegal) 17, yang ujungnya adalah
untuk konsumsi manusia, baik secara langsung ataupun tidak.
Punahnya species dapat juga diakibatkan kehilangan habitat karena
harus berkompetisi dan berebut lahan dengan manusia.
Pola konsumsi yang telah ditetapkan dalam Islam merupakan
suatu legitimasi kuat ajaran Islam yang digolongkan kedalam urusan
ubudiyah. Dengan demikian, mentaatinya akan mendapat pahala.
Allah SWT menganjurkan agar manusia memakan makanan yang
baik-baik, sebagaimana firmanNya, antara lain, dalam Surat An-Nahl
ayat 114:

―Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu, dan syukurilah nikmat Allah, jika
kamu hanya kepadaNya menyembah. (QS, 2:172)
Berdasarkan ayat ini, para ahli hukum Islam, melalui fikih,
menetapkan halal dan haram binatang tertentu. Dengan demikian,
hal ini akan sangat menolong determinasi mengenai hewan mana yang
boleh dimakan dan mana yang tidak boleh dimakan oleh seorang
muslim. Segala bentuk larangan dan kebolehan dalam fikih yang

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


118 Sofia Hardani

diformulasikan oleh para fuqaha, selain sebagai ibadah, adalah juga


mempunyai misi kuat terhadap pelestarian alam dan lingkungan.
Pada zaman sekarang, konsep halal dan haram ini, secara tidak
disadari, merupakan cikal bakal kesamaan pandangan masyarakat
modern dalam mengarahkan para konsumen untuk mengkonsumsi
produk yang berwawasan lingkungan melalui mekanisme ekolabel
atau label hijau (green label). Setiap produk makanan diberikan label
―halal‖ yang dapat dikonotasikan bahwa seorang muslim aman untuk
mengkonsumsinya.

E. KESIMPULAN
Syari‘at Islam diakui oleh pemeluknya sebagai rahmatan lil
„alamin. Aturan-aturan Islam tentang ekosistem, yang bersumber dari
Al-Quran dan Hadits Nabi, sesungguhnya adalah sebagai rahmat bagi
kehidupan manusia dan semua species di alam ini. Kebiasaan dan
prilaku Rasulullah saw dalam pemeliharaan lingkungan (tumbuhan
dan binatang) yang dicontoh dan diteruskan oleh para sahabatnya
mencerminkan suatu pola pemeliharaan ekosistem yang baik.
Selayaknya, hal tersebut diteruskan oleh para pengikutnya sampai hari
ini.
Disamping melaksanakan aturan syari‘at sebagai ibadah
mahdhah, umat Islam juga dapat memahami arti ibadah tersebut
dalam hubungannya dengan alam, karena pembahasan tentang
keseimbangan ekosistem sudah banyak dilakukan oleh para ahli.
Hanya saja, pembahasan aspek syari‘at dengan lingkungan hidup
belum begitu mendapat sorotan di Indonesia. Padahal ketaatan umat
Islam dalam memilih makanan yang halal masih sangat dipatuhi di
negri ini.
Berdasarkan hal diatas, satu hal yang perlu mendapat
perhatian; prilaku masyarakat yang mayoritas muslim di Indonesia
sangat menentukan terjaga dan lestarinya keseimbangan ekosistem.

Sofia Hardani, Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif
Kasim Riau. Alumnus Program Pascasarjana (S2) IAIN Susqa
Pekanbaru (2003)

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


119 Sofia Hardani

Endnotes:

1. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Kata ―ekologi‖ diperkenalkan oleh Ernest
Haeckel, ahli biologi Jerman pada tahun 1869. ―Oikos‖ berarti rumah atau
tempat tinggal, dan ―logos‘ berarti telaah atau studi. Dengan demikian, ekologi
adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup. Resosoedarmo
S, dkk., 1985, hal. 1
2. White, Jr. L. Science, The ahistorical Roots of Our Ecologic Crisis, Vol. 155
(3767) 1967, hal. 1203. Artikel ini sangat populer dikalangan ahli lingkungan
hidup.
3. Abdullah Omar Nasseef, The Muslim Declaration of nature, hal. 24.
4. Ziauddin Sardar, Masa Depan Islam, (Bandung: Pustaka Bandung, 1987), hal.
240
5. Abdullah Omar Naseeff, loc. cit.
6. Ibid.
7. Ziauddin Sardar, op.cit., hal. 240
8. Ibid., hal. 241
9. Ibid., hal. 237
10. Moenawar Cholil, Kelengkapan Tarikh NabiMuhammad saw., Jilid VIII,
(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994), hal. 15
11. Ibnu Mas‘ud menceritakan: ‖Ketika kami bersama Rasulullah saw. dalam
bepergian dan Rasulullah sedang pergi berhajat, kami melihat seekor burung
yang mempunyai dua ekor anak, maka kami ambil kedua anaknya. Ketika Nabi
saw. datang beliau bersabda: ―Siapakah yang menyusahkan burung ini dengan
mengambil anaknya ? Kembalikan kepadanya anaknya.‖ Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud, Riadus Shalihin,(Terjemahan), Jilid II, (ttp: tp),
hal. 470
12. Abu Dawud, Ibid.
13. Omar Naseef, loc. cit.
14. Dikutip oleh Othman B. Liewellyn, Desert Reclamation and Conservation in
Islamic Law.
15. Ibid.
16. Lebih lengkapnya tentang masalah ekologi baca Odum, E., Fundamental of
Ecology, (New York: W.B. Sounders. Co, 1959)
17. Kekhawatiran perdagangan hewan secara bebas memunculkan Konvensi
Internasioanl untuk Perdagangan Flora dan Fauna Terancam Punah
(Convenction International on Trade of

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008


120 Sofia Hardani

Endnotes:
1
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Kata ―ekologi‖ diperkenalkan oleh Ernest
Haeckel, ahli biologi Jerman pada tahun 1869. ―Oikos‖ berarti rumah atau
tempat tinggal, dan ―logos‘ berarti telaah atau studi. Dengan demikian, ekologi
adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup. Resosoedarmo
S, dkk., 1985, hal. 1
2
White, Jr. L. Science, The ahistorical Roots of Our Ecologic Crisis, Vol. 155
(3767) 1967, hal. 1203. Artikel ini sangat populer dikalangan ahli lingkungan
hidup.
3
Abdullah Omar Nasseef, The Muslim Declaration of nature, hal. 24.
4
Ziauddin Sardar, Masa Depan Islam, (Bandung: Pustaka Bandung, 1987), hal.
240
5
Abdullah Omar Naseeff, loc. cit.
6
Ibid.
7
Ziauddin Sardar, op.cit., hal. 240
8
Ibid., hal. 241
9
Ibid., hal. 237
10
Moenawar Cholil, Kelengkapan Tarikh NabiMuhammad saw., Jilid VIII, (Jakarta:
PT Bulan Bintang, 1994), hal. 15
11
Ibnu Mas‘ud menceritakan: ‖Ketika kami bersama Rasulullah saw. dalam
bepergian dan Rasulullah sedang pergi berhajat, kami melihat seekor burung
yang mempunyai dua ekor anak, maka kami ambil kedua anaknya. Ketika Nabi
saw. datang beliau bersabda: “Siapakah yang menyusahkan burung ini dengan
mengambil anaknya ? Kembalikan kepadanya anaknya.” Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud, Riadus Shalihin,(Terjemahan), Jilid II, (ttp: tp),
hal. 470
12
Abu Dawud, Ibid.
13
Omar Naseef, loc. cit.
14
Dikutip oleh Othman B. Liewellyn, Desert Reclamation and Conservation in
Islamic Law.
15
Ibid.
16
Lebih lengkapnya tentang masalah ekologi baca Odum, E., Fundamental of
Ecology, (New York: W.B. Sounders. Co, 1959)
17
Kekhawatiran perdagangan hewan secara bebas memunculkan Konvensi
Internasioanl untuk Perdagangan Flora dan Fauna Terancam Punah
(Convenction International on Trade of Endangered Species-CITES)

Hukum Islam. Vol. VIII No.1. Juni 2008

Anda mungkin juga menyukai