Sofia Hardani
SISTEM EKOLOGI MENURUT SYARIAT ISLAM
Abstract:
A. PENDAHULUAN
Berbagai permasalahan lingkungan terjadi, khususnya di
Indonesia akhir-akhir ini, seperti kekurangan sumber air bersih, baik
dari dalam tanah maupun dari sungai, polusi yang ditimbulkan oleh
asap kendaraan maupun pembakaran hutan, tanah longsor, banjir yang
merendam lahan persawahan dan pemukiman penduduk bahkan
sampai ke kota besar, kekurangan bahkan kepunahan populasi
binatang, rusaknya lapisan ozon yang merupakan filter cahaya
matahari ke bumi, sampai kepada masalah meluapnya lumpur panas
dari dalam bumi yang menggusur kehidupan di sekitarnya.
Kerusakan lingkungan kelihatannya merupakan suatu proses
yang tidak dapat dihindari karena manusia hidup berinteraksi dengan
alam dan lingkungannya. Hanya saja, harus ada upaya untuk
mengendalikan dampak lingkungan tersebut supaya mempunyai
dampak yang kecil terhadap habitat kehidupan di alam ini.Teori
lingkungan, sesungguhnya, sudah berkembang sejak abad ke-18,
karena perjalanan manusia pada akhirnya harus berhadapan dengan
B. PERLINDUNGAN ALAM
Dalam Islam, ketentuan mengenai perlindungan alam
termasuk dalam kerangka aturan Syari‘at.5 Kehidupan liar (wildlife)
termasuk dalam ketentuan yang dikenal dengan hima dalam aturan
hukum Islam. Konsep hima, menurut Omar Naseef adalah ―reserves
established solely for the conservation of wildlife and forest, from the
core of the environmental legislation of Islam”6 (Kawasan yang
didirikan khusus untuk perlindungan kehidupan liar dan hutan, yang
merupakan inti undang-undang lingkungan Islam). Dengan demikian,
hima adalah suatu usaha dalam melindungi hak-hak sumber daya alam
yang asli. Hima ditetapkan semata-mata untuk melestarikan
kehidupan liar dan hutan. Dalam konsep sekarang, seperti juga
digunakan di Indonesia, hima ini sama fungsinya dengan cagar alam
(nature reserve).
Rasulullah saw. mencagarkan wilayah sekitar Madinah
sebagai hima untuk melindungi tumbuh-tumbuhan dan kehidupan liar
lainnya7, sebagaimana telah diungkapkan dimuka. Mencontoh
Rasulullah saw., sejumlah Khalifah menetapkan pula beberapa hima.
Khalifah Umar Ibn Khattab, misalnya, menetapkan hima al-Syaraf
dan Hima al-Rabdah yang cukup luas di dekat Dariyah. Khalifah
Utsman Ibn ‗Affan, memperluas Hima al-Rabdah tersebut yang
diriwayatkan mampu menampung 1000 ekor binatang setiap
tahunnya. Sejumlah hima yang ditetapkan di Arabia Barat ditanami
rumput sejak awal Islam dan dianggap oleh Organisasi Pangan dan
Pertanian PBB (FAO) sebagai contoh yang paling lama bertahan
dalam pengelolaan padang rumput secara bijaksana di dunia. 8
Kenyataan diatas memberikan pemahaman bahwa Islam, sejak
zaman Rasulullah saw., telah memperhatikan lingkungan sebagai
salah satu penunjang penting bagi kehidupan umat manusia.
Memelihara lingkungan alam dalam Islam merupakan suatu
keharusan, yang berarti bahwa memelihara lingkungan alam adalah
merupakan ibadah.
Syariat adalah suatu sistem nilai; dia ada untuk mewujudkan
nilai-nilai yang melekat dalam konsep-konsep utama Islam, seperti
tauhid, khilafah, istishlah, halal dan haram. Tujuan utama dari sistem
ini adalah mewujudkan kesejahteraan umum yang universal bagi
semua makhluk Tuhan, mencakup kesejahteraan manusia di masa
―Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu, dan syukurilah nikmat Allah, jika
kamu hanya kepadaNya menyembah. (QS, 2:172)
Berdasarkan ayat ini, para ahli hukum Islam, melalui fikih,
menetapkan halal dan haram binatang tertentu. Dengan demikian,
hal ini akan sangat menolong determinasi mengenai hewan mana yang
boleh dimakan dan mana yang tidak boleh dimakan oleh seorang
muslim. Segala bentuk larangan dan kebolehan dalam fikih yang
E. KESIMPULAN
Syari‘at Islam diakui oleh pemeluknya sebagai rahmatan lil
„alamin. Aturan-aturan Islam tentang ekosistem, yang bersumber dari
Al-Quran dan Hadits Nabi, sesungguhnya adalah sebagai rahmat bagi
kehidupan manusia dan semua species di alam ini. Kebiasaan dan
prilaku Rasulullah saw dalam pemeliharaan lingkungan (tumbuhan
dan binatang) yang dicontoh dan diteruskan oleh para sahabatnya
mencerminkan suatu pola pemeliharaan ekosistem yang baik.
Selayaknya, hal tersebut diteruskan oleh para pengikutnya sampai hari
ini.
Disamping melaksanakan aturan syari‘at sebagai ibadah
mahdhah, umat Islam juga dapat memahami arti ibadah tersebut
dalam hubungannya dengan alam, karena pembahasan tentang
keseimbangan ekosistem sudah banyak dilakukan oleh para ahli.
Hanya saja, pembahasan aspek syari‘at dengan lingkungan hidup
belum begitu mendapat sorotan di Indonesia. Padahal ketaatan umat
Islam dalam memilih makanan yang halal masih sangat dipatuhi di
negri ini.
Berdasarkan hal diatas, satu hal yang perlu mendapat
perhatian; prilaku masyarakat yang mayoritas muslim di Indonesia
sangat menentukan terjaga dan lestarinya keseimbangan ekosistem.
Sofia Hardani, Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif
Kasim Riau. Alumnus Program Pascasarjana (S2) IAIN Susqa
Pekanbaru (2003)
Endnotes:
1. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Kata ―ekologi‖ diperkenalkan oleh Ernest
Haeckel, ahli biologi Jerman pada tahun 1869. ―Oikos‖ berarti rumah atau
tempat tinggal, dan ―logos‘ berarti telaah atau studi. Dengan demikian, ekologi
adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup. Resosoedarmo
S, dkk., 1985, hal. 1
2. White, Jr. L. Science, The ahistorical Roots of Our Ecologic Crisis, Vol. 155
(3767) 1967, hal. 1203. Artikel ini sangat populer dikalangan ahli lingkungan
hidup.
3. Abdullah Omar Nasseef, The Muslim Declaration of nature, hal. 24.
4. Ziauddin Sardar, Masa Depan Islam, (Bandung: Pustaka Bandung, 1987), hal.
240
5. Abdullah Omar Naseeff, loc. cit.
6. Ibid.
7. Ziauddin Sardar, op.cit., hal. 240
8. Ibid., hal. 241
9. Ibid., hal. 237
10. Moenawar Cholil, Kelengkapan Tarikh NabiMuhammad saw., Jilid VIII,
(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994), hal. 15
11. Ibnu Mas‘ud menceritakan: ‖Ketika kami bersama Rasulullah saw. dalam
bepergian dan Rasulullah sedang pergi berhajat, kami melihat seekor burung
yang mempunyai dua ekor anak, maka kami ambil kedua anaknya. Ketika Nabi
saw. datang beliau bersabda: ―Siapakah yang menyusahkan burung ini dengan
mengambil anaknya ? Kembalikan kepadanya anaknya.‖ Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud, Riadus Shalihin,(Terjemahan), Jilid II, (ttp: tp),
hal. 470
12. Abu Dawud, Ibid.
13. Omar Naseef, loc. cit.
14. Dikutip oleh Othman B. Liewellyn, Desert Reclamation and Conservation in
Islamic Law.
15. Ibid.
16. Lebih lengkapnya tentang masalah ekologi baca Odum, E., Fundamental of
Ecology, (New York: W.B. Sounders. Co, 1959)
17. Kekhawatiran perdagangan hewan secara bebas memunculkan Konvensi
Internasioanl untuk Perdagangan Flora dan Fauna Terancam Punah
(Convenction International on Trade of
Endnotes:
1
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Kata ―ekologi‖ diperkenalkan oleh Ernest
Haeckel, ahli biologi Jerman pada tahun 1869. ―Oikos‖ berarti rumah atau
tempat tinggal, dan ―logos‘ berarti telaah atau studi. Dengan demikian, ekologi
adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup. Resosoedarmo
S, dkk., 1985, hal. 1
2
White, Jr. L. Science, The ahistorical Roots of Our Ecologic Crisis, Vol. 155
(3767) 1967, hal. 1203. Artikel ini sangat populer dikalangan ahli lingkungan
hidup.
3
Abdullah Omar Nasseef, The Muslim Declaration of nature, hal. 24.
4
Ziauddin Sardar, Masa Depan Islam, (Bandung: Pustaka Bandung, 1987), hal.
240
5
Abdullah Omar Naseeff, loc. cit.
6
Ibid.
7
Ziauddin Sardar, op.cit., hal. 240
8
Ibid., hal. 241
9
Ibid., hal. 237
10
Moenawar Cholil, Kelengkapan Tarikh NabiMuhammad saw., Jilid VIII, (Jakarta:
PT Bulan Bintang, 1994), hal. 15
11
Ibnu Mas‘ud menceritakan: ‖Ketika kami bersama Rasulullah saw. dalam
bepergian dan Rasulullah sedang pergi berhajat, kami melihat seekor burung
yang mempunyai dua ekor anak, maka kami ambil kedua anaknya. Ketika Nabi
saw. datang beliau bersabda: “Siapakah yang menyusahkan burung ini dengan
mengambil anaknya ? Kembalikan kepadanya anaknya.” Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud, Riadus Shalihin,(Terjemahan), Jilid II, (ttp: tp),
hal. 470
12
Abu Dawud, Ibid.
13
Omar Naseef, loc. cit.
14
Dikutip oleh Othman B. Liewellyn, Desert Reclamation and Conservation in
Islamic Law.
15
Ibid.
16
Lebih lengkapnya tentang masalah ekologi baca Odum, E., Fundamental of
Ecology, (New York: W.B. Sounders. Co, 1959)
17
Kekhawatiran perdagangan hewan secara bebas memunculkan Konvensi
Internasioanl untuk Perdagangan Flora dan Fauna Terancam Punah
(Convenction International on Trade of Endangered Species-CITES)