Anda di halaman 1dari 2

Peneliti Nasibmu Kini? "Saya profesor riset golongan IV/E di LIPI, atau sudah jadi Pembina Utama.

Ini merupakan golongan fungsional yang paling tinggi. Kalau di tentara, saya sudah jenderal berbintang," Demikian pengakuan pakar ilmu kebumian dari LIPI, Prof Dr Ir Jan Sopaheluwakan sebagaimana dikutip dari Detik.com Walaupun demikian pangkat bagi seorang peneliti bukanlah parameter untuk mengukur kesejahteraannya. Hal ini mungkin berbeda dengan profesi lain, Militer misalnya. Sebagai seorang peneliti LIPI dengan masa kerja lebih dari 30 tahun, beliau digaji oleh Negara sebesar 5,2 juta/bulan. Penghasilan seperti itu sangat manusiawi jika Profesor Peneliti yang merupakan ikon kemajuan suatu bangsa Menjerit. Lihat saja gaji professor peneliti di Negara lain. Belanda misalnya, seorang profesor riset bisa digaji 8.000-9.00 Euro . Di Jepang 60.000 hingga 70.000 Yen dan Australia dalam setahun bisa mendapat 130.000-140.000 dollar Australia. (Dikutip dari sumber yang sama) Dari segi tujangan memang terdapat gap yang cukup lebar antara tunjangan jabatan fungsional dengan pejabat struktural. Menurutnya tunjangan peneliti hanya 1,6 juta sedangkan tunjangan pejabat struktural sekitar 5 juta. Hal ini belum dilihat dari segi fasilitas seperti kendaraan, rumah dinas dan sebagainya. Profesi sebagai peneliti tentu saja berbeda dengan profesi lain. Seorang peneliti butuh kerja ekstra yang kadang diluar jam kerja normal. Jadi jika seorang peneliti ingin memperbaiki nasib dengan menjadi pejabat struktural kadang terjadi dilema karena masalah pembagian waktu. Seorang peneliti yang menjadi pejabat struktural tentu saja sangat susah membagi waktu. Peneliti-peneliti idealis tentu saja lebih memilih kerjaannya sebagai peneliti ketimbang pejabat struktural. Alangkah bijaknya jika para penentu kebijakan meninjau ulang tunjangan bagi peneliti, mengingat vitalnya peranan dari mereka. Untuk melihat sejauh mana peran peneliti bagi kemajuan bangsa, cobalah tengok ke negeri China. Negara yang tibatiba menjadi kekuatan raksasa dunia tak lepas dari para ilmuannya yang melakukan berbagai penelitian. Penelitian-penelitian ini kemudian ditindaklanjuti oleh pemegang kebijakan menjadi kerja-kerja real yang berguna bagi kemajuan bangsa. Jadi penelitian mereka tidak berakhir di buku perpustakaan. Dan sebuah fakta yang tidak terbantahkan bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari penghargaan terhadap penelitinya. Mereka tidak hanya mendapat penghargaan dari sisi kesejahteraan, tetapi lebih dari sekedar itu, mereka mendapat tempat terhormat dari negaranya. Contohnya di Korea-Selatan peneliti tidak lagi diwajibkan wajib militer karena telah dianggap pahlawan. Dan pengecualian ini tidak ada kata keberatan dari warga Negara lain, yang artinya para peneliti sangat dihormati di Korea Selatan. Sekedar informasi wajib militer berlaku bagi warga Negara korea, tak terkecuali artis. Dengan adanya pengecualian dari Negara terhadap peneliti dalam hal kewajiban wajib militer, secara tidak langsung Peneliti ditempatkan di tempat yang lebih terhormat dibanding artis. Nah bagiamana di Negara kita, Apakah profesi peneliti dianggap lebih terhormat dibanding artis.

Para penentu kebijakan secepatnya tanggap dengan kondisi ini. Jangan sampai ilmuan kita dimamfaatkan oleh Negara lain. Indikasi seperti ini sudah mengemuka ke permukaan, buktinya banyak peneliti berkebangsaan Indonesia yang menjadi peneliti terkemuka di luar negeri. Hasil penelitian mereka kemudian dimamfaatkan oleh Negara tempat peneliti itu mendapatkan tempat untuk melakukan penelitian. Walaupun doktrin nasionalisme telah ditanakan sejak sekolah, ingat Ilmuan atau Peneliti juga Manusia. Jadi bisa saja mereka berpaling ke lain hati ketika mereka merasa tidak diperhatikan. Sebenarnya, putra-putri terbaik bangsa ini sedang menunggu untuk mengabdi terhadap tanah air tercinta. Tinggal penentu kebijakan yang harus membuka pintu bagi mereka. Akankah mereka bermurah hati untuk member tempat bagi peneliti, putra-putri terbaik negeri yang sama-sama punyak hak untuk memajukan serta menikmati kemajuan negeri ini. Alangkah baiknya jika penentu kebijakan berbagi peran dengan ilmuan atau peneliti untuk memajukan bangsa. Bukankah kita sama-sama anak negeri, anak ibu pertiwi yang kini sedang lara. Sebagai anak yang baik, mari menghibur hati ibu yang sedang lara itu, dengan mengeluarkan bangsa dari keterpurukan dan berdiri sejajar bahkan diatas Negara lain. Bukankah kita sebenarnya cerdas-cerdas? Untuk itu Mari Membuka Hati untuk Kebahagian ibu pertiwi.

Anda mungkin juga menyukai