P3GL
BANDUNG
Oleh :
MUHAMMAD MASBUKIN
NIM. 115 070 052
DAFTAR ISI :
3. Curiculum Vitae
4. Transkip Nilai
P3GL
BANDUNG
Disusun Oleh:
MUHAMMAD MASBUKIN
NIM. 115 070 052
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memperoleh Kerja Praktek di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan, Bandung, sebagai salah satu syarat kelulusan di Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran ” Yogyakarta tahun
akademik 2009/2010.
Diajukan Oleh :
Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Geofisika
DIAJUKAN KEPADA
P3GL
BANDUNG
I. PENDAHULUAN
Perguruan tinggi merupakan sarana dalam memperoleh pengetahuan, yang pada
akhirnya dapat diaplikasikan dalam dunia pekerjaan. Tetapi selama di perguruan tinggi,
sebagian besar ilmu dan pengetahuan yang diperoleh mahasiswa hanya sebatas teori dan
aplikasi di lapangan (praktikum). Hal ini akan menimbulkan masalah ketika mahasiswa
tersebut masuk ke dunia kerja dimana ilmu pengetahuan yang bersifat teori tidak lagi
mendominasi dalam penyelesaian berbagai permasalahan yang terjadi. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan media-media yang dapat berfungsi sebagai penghubung antara
dunia kerja dengan dunia perkuliahan. Salah satu media itu adalah Kerja Praktek.
Untuk itu, Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta sangat menyadari manfaat dari kerja praktek,
selain berfungsi sebagai media pembuka wacana dunia kerja bagi mahasiswa, mahasiswa juga
dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh demi perkembangan dan kemajuan dunia
geoservice, industri perminyakan, dan indurtri pertambangan, disamping merupakan salah satu
syarat memperoleh gelar kesarjanaan.
Eksplorasi dengan menggunakan metode seismik ini sangat popular di dunia industri
perminyakan dikarenakan data hasil interpretasinya bersifat akurat, juga dapat mendeskripsikan
secara geologi tentang kondisi bawah permukaan bumi.
Secara umum, tujuan utama dari pengukuran seismik adalah untuk memperoleh
rekaman yang berkualitas baik. Kualitas rekaman seismik dapat dinilai dari perbandingan
sinyal refleksi terhadap sinyal noise (S/N) yaitu perbandingan antara banyaknya sinyal refleksi
yang direkam dibandingkan dengan sinyal noisenya dan keakuratan pengukuran waktu tempuh
(travel time).
Menurut SANNY (1998), kualitas data seismik sangat ditentukan oleh kesesuaian
antara parameter pengukuran lapangan yang digunakan dengan kondisi lapangan yang ada.
Kondisi lapangan yang dimaksud adalah kondisi geologi dan kondisi daerah survei.
III. TUJUAN
1. Mengetahui serta dapat memecahkan masalah dalam melakukan prosesing data seismik.
2. Dapat menciptakan suatu filter paku yang pendek tetapi mimiliki kinerja filter paku
yang tinggi.
3. Mengaplikasikan teori dan konsep-konsep yang didapat dibangku perkuliahan ke dalam
kasus sebenarnya.
4. Untuk mengetahui pola kerja dan perilaku pekerja profesional di lapangan, dengan
harapan dapat memiliki pengalaman dan belajar dari pengetahuan tersebut.
5. Memberikan wawasan dan pengalaman bekerja kepada mahasiswa yang bersangkutan.
6. Memenuhi salah satu mata kuliah wajib program studi Jurusan Teknik Geofisika
Universitas Pembangunan “Veteran” Yogyakarta.
Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan tentang hubungan antara sinus sudut
datang dan bias terhadap kecepatan gelombang dalam medium, jadi persamaan Hukum Snellius
dapat dituliskan:
Proposal Kerja Praktek
sin θ1 V 1
=
sin θ2 V 2
dengan :V1 = kecepatan gelombang seismik pada lapisan batuan 1
V2 = kecepatan gelombang seismik pada lapisan batuan 2
Dalam penerapannya metode seismik refleksi terdiri menjadi tiga bagian yaitu
pertama adalah akuisisi data seismik yaitu merupakan kegiatan untuk memperoleh data dari
lapangan yang disurvei, kedua adalah pemrosesan atau pengolahan data seismik tujuannya
untuk menghasilkan penampang seismik yang mewakili daerah bawah permukaan sebagai
langkah penting dalam kegiatan berikutnya, dan yang ketiga adalah interpretasi data seismik
dimana memperkirakan keadaan geologi di bawah permukaan dan bahkan juga untuk
memperkirakan material batuan di bawah permukaan.
Demultiplex
Gain Recovery
Koreksi Statik
Staking
Filtering
Data seismik hasil akuisi lapangan direkam ke dalam pita magnetik dengan standar
format tertantu. Standarisasi ini dilakukan oleh SEG (Society of Exploration
Geophysics). Magnetic tape yang digunakan biasanya adalah tape dengan format: SEG-
A, SEG-B, SEG-C, SEG-D, dan SEG-Y. Format data terdiri dari header dan amplitudo.
Header berisi informasi mengenai survei, project dan parameter yang digunakan dan
informasi mengenai data itu sendiri
2. Demultiplexing
Gelombang seismik yang terpantul beserta noise dan gelombag lainnya diteriman
geophone masih berupa analog. Gelombang analog ini dicuplik menjadi digital dengan
menggunakan multiplexer pada interval tertentu di saat perekaman. Pencuplikan
dimulai dari kanal A sampai dengan kanal terakhir dan kemabali ke kanal A lagi dan
Proposal Kerja Praktek
seterusnya dengan selang waktu waktu cuplik tertentu. Sehingga waktu cuplik (Δt)
berbanding dengan kanal terakhir (n) disebut sebagai multiplexing static. Setiap sampel,
setelah dikonversikan menjadi bilangan-bilangan menjadi bilangan-bilangan, ditulis
pada pita magnetik tanpa diatur kembali menurut urutan data aslinya. Denang demikian
jelaslah bahwa data seismik pada pita magnetik dari lapangan ditulis menurut kelompok
sampel, bukan menurut kelompok kanal atau trace. Pekerjaan demultiplexing adalam
mengatur kembali urutansampel tersebut berdasarkan kelomok kanal/tracenya dan
mengkoreksinya kalau ada kesalahan mutipleknya, olaritas, dan statik.
3. Gain Recovery
Gain (penguatan) yang dikenal pada trace seismik di lapangan berbentuk suatu fungsi
yang tidak smooth, karena harganya bisa naik atau turun secara otomatis (Instanteneous
floating point), maka mengakibatkan distorsi. Tetapi fungsi gain tersebut ikut terekam
di dalam pita magnetik. Di pusat pengolahan data, fungsi gain tadi ditiadakan dengan
cara mengalikan harfa-harga trace seismik dengan kebalikan dari fungsi gain,
kemudaiin dihitung harga rata-rata amplitudo trace seismik tersebut menurut fungsi
waktu. Dari sini bisa ditentukan parameter-parameter fungsi gain yang baru sedemikan
rupa sehingga fungsi gain yang dipergunakan menjadi smooth. Fungsi gain yang benar
akan menghasilkan trace siesmik dengan perbandingan amplitudo-amplitudo sesuai
dengan pembandingan diri masing-masing koefisien refleksinya. Perbandingan
koefisien refleksi yang benar akan memudahkan interpretasi sifat-sifat refleksi dan
lapisan-lapisan batuan. Terdapat beberapa jenis gain :
1. PGC (Programmed Gain Control), adalah fungsi gain yang sederhana, bekerja
bedasarkan interpolasi antar harga sklar amplitudo sampel pada laju pencuplikan
dengan satu jendela tertentu.
2. AGC (Automatic Gain Control), adalah gain g(t) yang bererja dengan
menggunakan metode rms (root mean square). Amplitudo masing-masing sampel
dikuadratkan, lalu dihitung rms-nya pada satu jendela tertentu.
Proposal Kerja Praktek
4. Editing / Muting
Trace yang terekam termasuk pula noise. Noise yang koheren bisa diredam dengan
berbagai cara di dalam perrosesan. Tetapi noise yang tidak koheren, dimana
amplitudonya sangat tinggi, sulit/tidak bisa diredam kecuali dimatikan seluruhnya atau
sebagian saja. Editing dapat dilakukan pada sebagian trace yang jelek akibat dari
adanya noise, terutama koheren noise, misfire, atau trace yang mati, polariti yang
terbalik.. Hal ini disebut editing atau muting. Pelaksanaan pengeditan dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu, pertama membuat trace-trace yang tidak diinginkan tersebut
menjadi berharga nol (EDIT) dan atau membuang / memotong bagian-bagian trace pada
zona yang harus didefinisikan (MUTE). Hal-hal yang perlu diedit dari suatu data dapat
diperoleh dari catatan pengamatan di lapangan (observer report) maupun dengan
pengamatan dari display raw recordnya.
5. Koreksi Statik
Koreksi statik terdiri dari koreksi weathering layer (lapisan lapuk) dan koreksi elevasi.
Koreksi statik biasanya sangat diperlukan pada data seismik darat untuk kompensasi
beda waktu tempuh karena pebedaan ketinggian dari sumber seismik (SP) ke SP lainnya
dan dari teophone ke geophone lainnya. Juga karena tebal lapisan lapuk yang tidak
sama resta adanya kecepatan rambat gelombang yang bervariasi di dalam lpisan lapuk.
Sehingga hal ini akan menimbulkan perbedaan waktu tempuh dari SP ke SP dan dari
geophone ke geophene. Suatu reflector yang datar (flat) akan terganggu oleh adanya
kondisi static yang disebabkan adanya efek permukaan (near surface efects).
Kompensasi ini diperlukan agar bentuk refleksi kurang lebih sesuati dengan bentuk
sesungguhnya dan agar pada proses stacking sinyal dapat saling memperkuat (sephase).
6. Dekonvolusi
tajam dan tinggi amplitudonya (dalam kawan waktu), menjadi lebih lebar dan menurun
amplitudonya (melar/streching). Kalau ditinjau dalam kawasan frekuensi, tampak
bahwa spektrum amplitudonya menjadi lebih sempit karena amplitudonya frekuensi
tinggi diredam oleh bumi dan spektrum fasenya berubah tidak rata. Dekonvolusi adalah
suatu proses untuk kompensasi efek filter bumi, berarti di dalam kawasan waktu bentuk
wavelet dipertajam kembali, atau di dalam kawasan frekuensi spektrum amplitudonya
diratakan dan spektrum fase dinolkan atau diminimumkan.
7. Analisis Kecepatan
Tujuan dari analisi kecepatan (velocity analysis) adalah untuk menentukan kecepatan
yang sesuai untuk memperoleh stacking yang terbaik dari data seismik yang dilakukan
dengan menggunakan Interactive Velocity Analisis diperoleh dari kecepatan NMO
dengan asumsi bahwa kurva NMO adalah hiperbolik. Prinsip dasar analisa kecepatan
pada proses stacking adalah mencari persamaan hiperbola yang terpat sehingga
memberikan stack yang maksimum. Analisa kecepatan ini sangat penting, karena
dengan analisa kecepatan ini akan diperoleh nilai kecepatan yang cukup akurat untuk
menetukan kedalaman, ketebalan, kemiringan dari suatu reflektor. Analisis kecepatan
ini dilakukan dalam CDP gather, harga kontur semblance analisis sebagai fungsi dari
kecepatan NMO dan CDP gather stack dengan kecepatan NMO yang akan diperoleh
pada waktu analisa kecepatan. Didalam CDP gather titik reflektor pada offset yang
berbeda akan berupa garis lurus (setelah koreksi NMO).
8. Koreksi NMO
Koreksi NMO diperlukan karena untuk satu titik di subsurface akan terekam oleh
sejumlah geophone sebagai garis lengakung (hiperbola). Koreksi ini diterpkan untuk
mengoreksi efek adanya jarak offset antara shot point dan receicver pada suatu trace
yang bersal dari satu CDP (Common Depth Point). Koreksi ini menghilangkan pengarh
offset sehingga seolah-olah gelombang pantul datang dalam arah vertikal (normal
incident). Di dalam CDP gather koreksi NMO diperlukan untuk mengoreksi masing-
masing CDP-nya atar garis lengkung tersebut menjadi lurus, sehingga pada saat stack
diperoleh sinyal yang maksimal.
Proposal Kerja Praktek
9. Stacking
Stacking merupakan proses penjumlahan trace-trace dalam satu gather data yang
bertujuan untuk mempertinggi sinyal to noise ratio (S/N). Proses in biasnya dilakukan
berdasarkan CDP yaitu trace-trace yang tergabung dalam CDP dan telah di koreksi
NMP kemudian dijumlahkan untk mendapatkan satu trace yang tajam dan bebas noise
inkoheren. Setelah semua trace dikoreksi statik dan dinamik, maka di dalam format
CDP gather setiap refleksi menjadi horizontal dan noise-noisenya tidak horizontal,
seperti ground roll dan multiple. Hal tersebut dikarenakan koreksi dinamik hanya untuk
reflektor-reflektornya saja. Dengan demikian apabila trace-trace refleksi yang datar
tersebut disuperposisikan (distack) dalam setiap CDP-nya, maka diperoleh sinyal
refleksi yang akan saling memperkuat dan noise akan saling meredam sehingga S/N
ratio naik. Kecepatan yang dipakai dalam proses stacking ini adalah stacking velocity.
Stacking velocity adalah kecepatan yang diukur oleh hiperbola NMO.
10. Filtering
Filter digunakan untuk meredam dan menjaga sinyal. Ada dua jenis filter :
Hanya meredam frekuensi tertentu yangtidak diinginkan. Tipe filter ini berupa
low pass filter, high pass filter, band pass filter dan notch filter. Filter di dalam
pengolahan data pada umunya bersifat zero phase, sehingga tidak menggeser
phase data.
11. Migrasi
Migrasi dilakukan setelah proses stacking, migrasi merupakan tahap akhir dalam
metode Post Stack Time Migration. Migrasi adalah suatu proses untuk memindahkan
kedudukan reflektor pada posisi dan waktu pantul yang sebenarynya berdasarkan
lintasan gelombang. Hal ini disebabkan karena penampang seismik hasil stack belumlah
mencerminkan kedudukan yang sebenarnya, karena rekaman normal incedent belum
tentu tegak lurus terhadap bidang permukaan, terutama untuk bidang reflektor yang
miring. Selain itu, migrasi juga dapat mnghilangkan pengaruh difraksi gelombang yang
muncul akibat adanya struktur-struktur tertentu (patahan, lipatan). Dengan kata lain
migrasi diperlukan karena rumusan pemantulan pemantulan pada CMP yang diturunkan
berasumsi pada model lapisan datar, apabila lapisannya miring maka letak titik-titik
CMP / reflektornya akan bergeser. Untuk mengembalikan titik-titik reflektor tersebut
keposisi yang sebenarnya dilakukan proses migrasi.
VI.3 Dekonvolusi
Efek suatu filter ditentukan oleh watak respon sistem filter terhadap suatu pulsa, artinya
jika diketahui watak repon suatu filter terhadap pulsa, maka dapat ditentukan keluarannya
untuk sebarang pulsa masukan.
Proses filter inversi adalah untuk menghapuskan efek filter sebelumnya (misal, oleh
sistem filter bumi, lapisan air laut dan lain-lain), disebut sebagai dekonvolusi. Filter Wiener
merupakan metode dekonvolusi yang dapat merubah wavelet seismik menjadi bentuk spike
atau mendekati spike (paku). Meteode ini menggunakan cara meminimumkan beda/kesalahan
(least square error) antara keluaran wavelet seismik sebenarnya (dari rekaman lapangan)
denagan keluaran wavelet seismik yang diharapkan/diinginkan.
Keluaran wavelet seismik yang diinginkan dapat berupa spike atau spike dengan waktu
tunda dan lain sebagainya. Jika efek dari filter sebelumnya tidak muncul sinyal/pulsa yang
diinginkan, maka filter baru harus dirancang sedemikian rupa sehingga memberikan respon
pulsa impuls (spike) setajam mungkin.
seismik, koefisien reflaksi dari bidang batas, dan noise, akibatnya resolusi seismogram akan
berkurang. Tujuan proses dekonvolusi itu sendiri ada 2 macam, yaitu :
1. Menghilangkan noise yang bersifat koheren (seperti multipel dan reverberasi), yang
dilakuakn pada tahap pra-penglahan data seismik.
2. Memeisahkan suatau sinyal seismik dengan koefisien refleksi dari suatu seismogram,
yang dilakukan pada data seismik yang sudah bebas noise.
Metode Filter Wiener ini dapat digunakan pada wavelet yang berphase minimum atau
nol, untuk phase maximum filter ini tidak stabil.
Andaikan diberikan data masukan gt, dan filter yang telah ada (bisa juga yang akan
dirancang) adalah ft serta keluaran yang diinginkan adalah ht, maka hasil keluaran sebarnya dari
masukan tersebut (gt * ft). Kesalahan atau perbedaan antrara hasil sebenarnya (gt * ft) dengan
keluaran yang diinginkan ht adalah,
ht – (gt * ft)
dengan metode least square akan dioptimasi nilai elemen-elemen filter ft, sedemikian rupa
sehingga kesalahn/perbedaan tersebut nol atau minimum. Untuk itu, cara yang dilakkan adalah
dengan menjumlahkan semua kesalahan kuadrat dari setiap elemen, kemudian dicari turunan
parsialnya terhadap variabel filter ft (elemen ft) dan dervatif ini harus sama dengan nol,
sehingga diperoleh persamaan simultan,
∂ 2
∂fi ∑
( ht −g t∗f t ) =0
t
∂
2 ∑ ( ht −gt∗f t ) ( g ∗f ) =0
t ∂f i t t
atau
∂
∑ ( ht −g t∗f t ) ∂ f ( gt∗f t ) =0
t i
hanya bentuk yang mengandung gt-i saja di dalam konvolusi yang menyangkut fi pada suhu
derivarif di atas, maka persamaan tersebut dapat ditulis sebagai,
∑ ( ht −∑ gk ∙ f t −k) g t−i=0
t t
atau
∑ ht ∙ g t−i=∑ ∑ g k gt −i f t−k
t i k
dan ruas kanan bila disubsitusikan indek j = ( t – k ) dan jumlah seluruh j menggantikan k, akan
menjadi
ρ gh ( i )=∑ ∑ gt − j gt−i f j=∑ f j ∑ gt −f gt −i
i j j i
suku ∑ g t− j ∙ g t−iadalah auto koreksi pada posisi (i-j), ρ (i-j). Sehingga diperoleh persamaan
gg
i
normalnya berupa,
ρgg(0) ρgg(-1) ... ρgg(-n) f0 ρgh(0)
ρgg(1) ρgg(0) ... ρgg(-n) f1 ρgh(1)
... ... ... ... ... = ...
ρgg(n) ρgg(n-1) ... ρgg(0) fn ρgh(n)
Atau
A.f = c
jadi elemen-elemen matrik A adalah auto korelasi datang masukan gt, dan elemen matrik c
adalah korelasi silang antara masukan gr dengan keluaran yang diinginkan ht. Sedangkan
elemen-elemen matrik f adalah nilai filter yang akan dicari. Filter Wienner ada bermacam-
macam diantaranya yaitu dekonvolusi spike (paku).
Pada kenyataanya fungsi delta Dirac tidak akan pernah didapat karena hanya bersifat
teoritis. Hal itu tidak menjadi masalah, karena tujuan utamanya adalah meningkatkan resolusi
sinyal seimik, sehingga cukup dipenuhi dengan sinyal keluaran yang lebih tajam daripada
sinyal masukan.
Masukan
gt
Perhitungan Operator
Operator Filter ft
Diinginkan
ht
Pada gambar di atas diberikan bagan prinsip pembuatan filter paku. Diketahui sinyal
masukan atau sebenarnya gt dan sinyal keluaran yang diinginkan ht, kemudian dicari suatu filter
ft diman keluarannya, ht = ft * gt, memiliki beda yang kecil terhadap zt. Beda antra zt dan ht
disebut error et.
error =|∑ z 2t −∑ h 2t|
Di dalam penapisan dengan dekonvolusi spike, diharpkan bahwa wavelet yang keluar
berupa spike (zero lag spike) yaitu (1,0,0,0,0,...). proses tersebut disebut Wiener Spiking Filter.
Dengan demikian bentuk matrik pada persamaan di atas akan menjadi,
Kualitas filter paku dapat dihitung dengan suatu nilai yang disebut kinerja filter P, yang
berharga 0 sampai dengan 1. Kualitas filter akan meningkat jika nilai P mendekati 1 dan
sebaliknya menurun jika nilai P mendekati 0.
Selain posisi lag time , hasil yang optimal juga dipengaruhi oleh panjang filter. Nilai P
akan meningkat dengan bertambah panjangnya filter. Tetapi panjang filter yang lebih dari 3
kali panjang sinyal masukan tidak diinginkan karean hasil keluaran filter akan sangat
tergantung pada event jejak seismik yang jauh dari event yang akan difilter. Dalam praktek
masalah yang dihadapi adalah bagaiman menciptakan suatu filter paku yang pendek tetapi
memiliki kinerja filter P yang tinggi.
Pengumpulan Data
Pembuatan Laporan
Evaluasi
Agar berjalan dengan lancar kegiatan kerja praktik ini, dibutuhkan beberapa peralatan
dan fasilitas pendukung, yaitu sebagai berikut:
Peralatan:
1. Literatur yang terkait
2. Data seismik
3. Seperangkat komputer (PC) atau laptop
4. Peralatan lain yang menunjang penelitian
Fasilitas:
1. Akses ke perpustakaan
2. Akses ke internet
XI. PEMBIMBING
Dalam melakukan kerja praktik ini diharapkan dapat disediakan oleh perusahaan
seorang pembimbing di lapangan, sedangkan untuk pembimbing di kampus oleh salah satu staf
pengajar (dosen) di Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknologi Mineral Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
XII. LAPORAN
Hasil keseluruhan pengolahan data dalam melakukan kerja praktek akan disusun dalam
bentuk laporan tertulis yang akan dilaporkan kepada perusahaan yang bersangkutan dan
Proposal Kerja Praktek
disahkan kemudian oleh perusahaan, sebagai bukti telah menempuh mata kuliah wajib kerja
praktek sebanyak 2 sks.
XIII. PENUTUP
Kesempatan yang diberikan pada mahasiswa dalam melakukan kerja praktek di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Bandung akan menambah wawasan dalam
perkembangan metode seismik dalam dunia industri perminyakan. Dan dalam kesempatan ini
mahasiswa yang bersangkutan akan memanfaatkan seoptimal mungkin kesempatan yang telah
diberikan serta hasil dari kerja praktek (penelitian) ini dibuat dalam bentuk laporan dan akan
dipresentasikan di Jurusan Teknik Geofisika Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.
Semoga akan selalu terjalin hubungan kerjasama yang baik dan menguntungkan antara
lembaga Perguruan Tinggi dalam hal ini Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta dengan pihak perusahaan dalam hal ini Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Proposal Kerja Praktek
HASANUDIN, M. Teknologi Seismik Refleksi Untuk Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi.
www.oseanografi.lipi.go.id
VAN DER KRUK 2001. Reflection Seismic 1, Institut für Geophysic ETH, Zürich
CURICULUM VITAE
Proposal Kerja Praktek
Pendidikan Formal
2007-sekarang : Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknologi Mineral Universitas
Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta
2004-2007 : SMA Negeri 1 Raha
2001-2004 : SMP Negeri 2 Raha
1994-2001 : SD Negeri 15 Raha
Pengalaman Organisasi
2006-2007 : Pengurus Organisasi Intra Sekolah (OSIS) Divisi Keagamaan dan
Kerohanian SMA Negeri 1 Raha.
2009-sekarang : Sekretaris Hamsa (Himpunan Mahasiswa Islam Geofisika)
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran’ Yogyakarta.
Pendidikan Non-Formal
23-25 November 2007 : Studi Eksplorasi Geofisika oleh Himpunan Mahasiswa Teknik
Geofisika Universitas Pembangunan Nasional “Veteran’ Yogyakarta
Proposal Kerja Praktek
Pengalaman
4 Mei 2008 : Ekskursi Praktikum Petrologi Daerah Kulon Progo Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
5 Desember 2008 : Ekskursi Geolistrik Daerah Kec. Prambanan Mencari Kemenerusan
Parit candi Plaosan dengan Geolistrik Konfigurasi Dipole-dipole.
26 April 2009 : Praktikum Lapangan Metode Geomagnetik Mencari kemenerusan
parit candi plaosan utara.
1-10 Mei 2009 : Kuliah Lapangan Geologi di Daerah Bayat, Perbukitan Jiwo Timur
dan sekitarnya, Kecamatan Klaten, Propinsi Jawa Tengah.
12 Desember 2009 : Eskursi Elektromagnetik Daerah Kec. Prambanan Mencari
Kemenerusan Parit Candi Plaosan dengan menggunakan Metode
VLF (Very Low Frequency)
13 Desember 2009 : Praktikum Lapangan Metode Seismik Refleksi mengetahui Geologi
Bawah Permukaan di daerah sekitar UPN Condong Catur.
Demikian Daftar Riwayat hidup di atas adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Yogyakarta, 2 Februari 2010
Muhammad Masbukin