Anda di halaman 1dari 5

Rahmad Efendi

170510080013

Antropologi Psikologi

Aktivitas makan bersama dalam Tradisi “Mangalah”

Pada masyarakat Kejorongan Sungai Jernih, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar

Tradisi “Mangalah”

Merupakan suatu bentuk kegiatan “syukuran” setelah panen padi, yang dilakukan setahun dua kali,
sesuai dengan datangnya waktu panen padi. Akan tetapi, meski kegiatan “mangalah” merupakan suatu
tradisi, akan tetapi tidak ada unsur ritual keagamaan seperti berdoa bersama dan sebagainya yang
dimunculkan dalam aktivitas “mangalah”. Pada dasarnya tradisi ini merupakan sebentuk acara
menangkap ikan , memasaknya dan makan-makan bersama di sekitar tepian sungai.

Kegiatannya antara lain berupa :

a. Masyarakat bersama-sama mengeringkan sebuah sungai yang bernama “Sungai Jernih” dengan
cara mengalihkan aliran sungai.
b. Setelah sungai kering, masyarakat bersama-sama turun ke sungai untuk menangkap ikan dengan
cara yang beragam, ada yang menggunakan alat dan ada juga yang menggunakan tangan saja.
c. Kemudian masyarakat memasak ikan hasil tangkapan tersebut dengan cara dipanggang dan
menambahkan berbagai macam bumbu yang khas. Selain itu, mereka juga memasak nasi. Akan
tetapi nasi dimasak dengan cara yang khas, yakni dengan menggunakan batang bambu yang
dipanggang sebagai tempat memasak nasinya. Aktivitas masak dilaksanakan di sepanjang pinggir
sungai yang dikeringkan tersebut.
d. Setelah ikan dan nasinya masak, orang-orang berkumpul bersama keluarganya untuk menikmati
sajian tersebut.

Tujuan :

- Sebagai suatu tradisi, aktivitas mangalah ini diikuti oleh banyak orang yang tentunya memilki tujuan
yang beragam.
- Dari pihak petani kegiatan ini bertujuan sebagai suatu ungkapan syukur, yakni suatu bentuk
ekspresi kepuasan dan terimakasih terhadap rezki yang diberikan oleh Tuhan yang berupa hasil
panen padi yang telah didapat. Kemudian juga bertujuan sebagai suatu bentuk rekreasi pelepas
lelah setelah sekian bulan berkutat di sawah. Selain itu, aktivitas ini juga bertujuan sebagai perekat
tali silaturahim antar warga masyarakat.
- Sementara itu, para pengunjung mengikuti kegiatan tersebut dengan tujuan hanya sekedar rekreasi
keluarga dan ajang perekat silaturahim dengan keluarga yang lainnya.

Waktu:

- Aktivitas ini biasanya dilakukan dua kali setahun, bersamaan setelah dilakukannya panen padi.
Petani di daerah Talu tersebut masih mempertahankan sistem pertanian tradisional, karena itu
panen padinya masih dua kali setahun. Waktu yang digunakan dalam dua kali setahun itu tidak
pernah ada tanggal pastinya, karena mereka hanya mengikuti kapan waktu panen padi selesai
dilakukan.
- Karena aktivitas mengalah tersebut biasanya dilkukan sejak pagi hingga sore hari, maka waktu
makan-makan yang dilakukan oleh peserta kegiatan tersebut dapat dilakukan pada waktu pagi,
siang ataupun sore.
- Akan tetapi aktivitas makan-makan yang paling ramai terjadi pada waktu siang hari. Karena
kebanyakan para pencari ikan biasanya berburu ikan sejak pagi hingga siang, antara jam 08.00-
11.00 WIB. ikan yang terkumpul akan dimasak menjelang datangnya waktu makan siang.
- Kegiatan makan-makan biasanya akan dilakukan setelah ikan dan nasi telah selesai dimasak.

Ruang

- Aktivitas ini dilakukan di alam terbuka di sepanjang tepian Sungai Jernih yang dikeringkan tersebut.
Alam terbuka di sini berarti suatu kawasan yang bentang alamnya masih alami, belum dirubah oleh
aktivitas pembangunan manusia, dan karena itu tidak ada bangunan di dalamnya.
- Di tepian sungai tidak ada bangunan untuk tempat berteduh, oleh karena itu para peserta kegiatan
mangalah biasanya memanfaatkan pepohonan yang ada sebagai tempat berteduh dan melakukan
aktivitas memasak serata makan-makan.
- Peserta biasanya mencari tempat yang nyaman untuk tempat memasak dan berkumpul bersama
sanak kerabatnya.

Tatacara

- Karena aktivitas makan ini merupakan aktivitas bersama, maka cara makannya biasanya bersama-
sama. Setelah nasi dan ikan masak, orang-orang mulai berkumpul bersama kerabatnya masing-
masing, dan makan bersama mereka.
- Dalam berkumpul bersama keluarga ini, keluarga yang dimaksud adalah keluarga besar yang terdiri
dari beberapa keluarga batih, mereka menyebutnya sebagai keluarga “sainduak” (satu induk) atau
“saparuik” ( satu perut ). Keluarga “sainduak” atau “saparuik” tersebut berarti suatu keluarga yang
berasal dari satu nenek/ibu yang sama, hal ini terkait dengan sistem kekerabatan mereka yang
matrilineal.
- Biasanya mereka duduk melingkar beralasakan dedaunan, ada juga yang beralaskan tikar bagi yang
sengaja membawanya. Nasi dan ikan diletakkan di atas dedaunan yang dibentangkan di tengah
lingkaran-lingkaran kecil keluarga tersebut, biasanya lagi lingkaran tersebut terbagi atas kelompok
laki-laki dan wanita.
- Dalam makan bersama pada suatu keluarga besar, biasanya kelompok laki-laki terpisah dengan
kelompok wanita. Hal ini dilakukan untuk menjaga sopan santun dan adat istiadat pada masyarakat
tersebut,
- Karena dilakukan di alam terbuka, maka peralatan makannya kebanyakan menggunakan segala
sesuatu yang tersedia di alam. Seperti contoh, untuk pengganti piring mereka biasanya
menggunakan daun.

Pelaku

- Aktivitas ini diikuti oleh seluruh masyarakat, mulai dari anak kecil sampai orang tua, dari petani
biasa sampai pegawai pemerintahan. Bahkan para perantauan biasanya sengaja mudik untuk
mengikuti kegiatan ini. Karena pada prinsipnya, kegiatan tersebut adalah kegiatan seluruh anggota
masyarakat yang telah menjadi tradisi dalam kehidupan mereka.

Keterangan

Tradisi mangalah ini pada awalnya muncul sebagai suatu bentuk ekspresi dan peluapan rasa syukur atas
telah berhasilnya pertanian mereka. Selain itu, tradisi ini juga memberikan mereka suatu nuansa
kelegaan karena telah selesainya rutinitas bertani mereka untuk musim tersebut. Oleh karena itu, bagi
masyarakat Talu yang dulunya dominan, tradisi mangalah ini menjadi penting sebagai suatu bentuk
rekreasi untuk membangun kembali semangat kerja, rasa kebersamaan dan harapan-harapan mereka
untuk musim pertanian yang akan datang.

Meski saat ini masyarakat Talu sudah berkembang pesat, meski sudah tak semuanya yang bertani lagi,
karena telah banyak yang keluar untuk merantau ataupun yang sudah bekerja di berbagai instansi. Akan
tetapi tradisi mangalah ini tak pernah luntur. Buktinya tradisi mangalah dilaksanakan masyarakat Talu
pada musim panen yang lalu, bertepatan seminggu setelah lebaran Idul Fitri tahun 2010 ini. Dalam
perayaan waktu itu, saya berkesempatan mengikutinya secara langsung.

Pada saat itu saya melihat begitu ramainya pengunjung yang sengaja datang untuk mengikuti perayaan
tersebut. Berbagai elemen masyarakat Talu, bahkan para perantau, hadir dan ikut serta dalam
meramaikan acara tersebut. Menjadi menarik bagi saya ketika tradisi makan-makan bersama itu
diapresiasi sedemikian meriahnya oleh masyarakat talu. Terutama sekali ketika saya melihat bagaimana
pengunjung tersebut terlihat sangat menikmati hidangan ikan yang kalau saya lihat sebenarnya
“alakadarnya” saja, kemudian, cara makan dan tempat makannya yang juga sangat sederhana.

Dalam hal ini, melalui kacamata psikologi social, saya mencoba menelaah fenomena tersebut. ketika
begitu besarnya antusiasme masyarakat Talu dan pengunjung terhadap kegiatan tersebut, saya
mencoba melihat motivasi-motivasi apa yang mempengaruhi psikologis mereka. Kemudian juga
bagaimana persepsi mereka terhadap aktivitas makan tersebut, sehingga mereka terlihat benar-benar
menikmatinya.
Dari hasil wawancara yang saya lakukan terhadap beberapa orang warga Talu dan beberapa orang
perantau yang datang pada perayaan tersebut, saya mengetahui bahwa faktor sejarah dari tradisi
tersebut sangat berpengaruh terhadap antusiasme mereka. Selain itu, aspek silaturahim juga
merupakan suatu daya tarik penting dari kegiatan tersebut. Kemudian tentang hidangan dan cara makan
yang sederhana tersebut mereka tanggapi sebagai suatu bentuk kenangan terhadap cara hidup para
pendahulu mereka.

Dari kenyataan tersebut, kita dapat melihat bahwa factor-faktor social budaya benar-benar mampu
mempengaruhi aktivitas dan tindakan anggota masyarakat. Terlihat bahwa masyarakat Talu dan
perantaunya mau melestarikan tradisi tersebut karena dimotivasi oleh pengaruh adat istiadat dan
kerekatan social diantara mereka yang telah terbangun sejak lama.

Kemudian juga mereka dengan senang hati menikmati cara makan yang sudah tidak biasa dalam
kehidupan mereka saat ini. Saat ini tentu saja mayoritas orang sudah sangat jarang menjalani aktivitas
makan yang mengambil, memasak dan memakannya di sekitar sumber makanan tersebut. Tentu saja
saat ini orang-orang sudah terbiasa dengan cara makan “rumahan” yang lebih teratur, dan hal itu
mungkin telah menjadi “standar” cara makan mereka. Akan tetapi, pada kegiatan makan bersama pada
tradisi mangalah tersebut, para pengunjungnya seakan dirubah persepsi mereka tentang standar cara
makan tersebut. Dalam aktivitas makan bersama tersebut, persepsi mereka dirubah oleh situasi dan
nuansa yang berbau tradisi. Bahwa cara makan yang seperti di kegiatan tersebut mempunyai
kenikmatan tersendiri dengan kesan tradisonalnya, dan merekapun terlihat benar-benar menikmati
aktivitas tersebut.

Pembahasan dengan teori Abraham maslow

Anda mungkin juga menyukai