Disusun Oleh :
J120100051
FISIOTERAPI ( S1 )
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelebihan lemak adalah kenyataan yang dapat memicu terjadinya banyak penyakit.
Bahkan tidak dapat dipungkiri, masalah yang satu ini menduduki peringkat yang cukup tinggi
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah di otak, penyempitan pada pembuluh darah
di jantung atau mycardial infarction, ataupun mungkin juga penyempitan dan penyumbatan
Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kelebihan lemak sekaligus
untuk mencapai tingkat kesegaran jasmani yang baik serta dapat meningkatkan kemampuan
fungsional. Latihan fisik dapat berupa latihan yang bersifat aerobik maupun anaerobik.
Latihan aerobik adalah latihan yang memerlukan oksigen untuk pembentukan energinya yang
dilakukan secara terus menerus, ritmis, dengan melibatkan kelompok otot-otot besar terutama
otot tungkai pada intensitas latihan 60-90 % dari Maximal Heart Rate (MHR) dan 50-85 %
dari penggunaan maksimal oksigen selama 20-50 menit dengan frekuensi latihan tiga kali
diantaranya adalah senam aerobik. Senam aerobik merupakan latihan yang menggunakan
seluruh otot terutama otot-otot besar, dengan gerakan terus menerus, berirama, progresif dan
berkelanjutan. Pada pelaksanaannya, senam aerobik menggunakan iringan musik yang antara
lain berguna untuk meningkatkan motivasi latihan, pengaturan waktu latihan, dan kecepatan
latihan. Dengan demikian, intensitas latihan dapat diatur dengan pengaturan tempo musik
memperoleh peningkatan kebugaran dan kesehatan fisik maupun mental, serta dapat
mempertahankan berat badan yang ideal. Hodder & Stonghton (1997) melaporkan bahwa
senam aerobik dapat menurunkan presentase lemak badan serta menambah myofilamen otot,
struktur padat tulang dan jaringan ikat. Khusus pengaruhnya terhadap lemak badan, Patrilasni
et al. (1997) menyimpulkan bahwa senam aerobik yang dilakukan selama 12 minggu dapat
menurunkan persentase lemak badan secara bermakna, dengan rata-rata penurunan persentase
lemak badan sebesar 17,36%. Abe et al. (1996) melaporkan bahwa latihan aerobik seperti
lari, bersepeda dan senam dapat menurunkan persentase lemak badan maupun viseral.
Persentase lemak badan sering digunakan untuk menyebut lemak badan total yang
menyatakan besarnya berat lemak badan dibandingkan dengan berat badan secara
harus mencapai target zone sebesar 60-90 % dari frekuensi denyut jantung maksimal atau
Maximal Heart Rate (MHR). Intensitas latihan dikatakan ringan apabila mencapai 60-69%
dari MHR, sedang apabila mencapai 70-79% dari MHR, dan tinggi apabila mencapai 80-
89% dari MHR. Intensitas latihan dapat diingkatkan dengan menambah beban latihan dengan
gerakan meloncat-loncat atau dengan mempercepat gerakan senam (Pollock & Wilmore,
1990).
Latihan aerobik sebaiknya dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali perminggu dengan
durasi latihan 20-30 menit setiap kali latihan (Wilmore & Costill, 1994). Ahli lain, Giam &
Teh (1992) mengatakan bahwa durasi latihan 15-30 menit sudah dinilai cukup apabila latihan
dilakukan secara terus menerus dan didahului 3-5 menit pemanasan dan diakhiri 3-5 menit
pendinginan. Abe et al. (1997) melaporkan bahwa latihan aerobik 3-5 kali perminggu seperti
yang direkomendasikan ACSM dapat menurunkan massa lemak subkutan dan lemak viseral.
Latihan dengan intensitas tinggi, dalam jangka waktu yang sama akan membutuhkan
energi yang lebih jauh lebih besar daripada latihan dengan intensitas ringan atau sedang
(McArdle et al., 1986). Akibatnya, sumber energi utama untuk kontraksi otot pada senam
aerobik intensitas tinggi adalah karbohidrat. Sebaliknya pada senam aerobik intensitas ringan,
karena waktu sudah cukup, sistem kardiovaskuler masih mampu memenuhi kebutuhan otot
yang berkontraksi sehingga sebagai sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah lemak.
Adapun sumber energi pada senam aerobik intensitas sedang adalah karbohidrat dan lemak
secara seimbang. (McArdle et al., 1986; Wilmore & Costill, 1994). Dalam penelitan Sudibjo
(2001) senam aerobik intensitas ringan-sedang dapat menurunkan persentase lemak badan
sebesar 20,46 % sedangkan senam aerobik intensitas tinggi hanya 4,63% setelah diberi
Melihat dari masalah diatas, fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang
bergerak dalam kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta meningkatkan derajat
kesehatan yang salah satunya dengan metode latihan, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Pengaruh Senam Aerobik Intensitas Ringan dan Sedang terhadap
Penurunan Persentase Lemak Badan”. Penelitian ini ingin melanjutkan penelitian Sudibjo
(2001) yang berjudul “Pengaruh senam aerobik intensitas sedang dan intensitas tinggi
terhadap persentase lemak badan dan Lean Body Weight” dengan membedakan kembali
antara pengaruh senam aerobik intensitas ringan dan sedang terhadap persentase lemak
badan.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh senam aerobik intensitas ringan terhadap penurunan persentase
lemak badan
2. Apakah ada pengaruh senam aerobik intensitas sedang terhadap penurunan persentase
lemak badan
3. Apakah ada perbedaan pengaruh antara senam aerobik intensitas ringan dan intensitas
C. Tujuan penelitian
3. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara senam aerobik intensitas ringan dan
1. Bagi Peneliti
2. Bagi IPTEK
kedokteran dan fisioterapi olah raga, dengan adanya data-data yang menunjukkan pengaruh
senam aerobik intensitas ringan dan sedang terhadap persentase lemak badan.
3. Bagi Fisioterapi
Menambah khasanah pengetahuan mengenai latihan dan intensitas latihan yang tepat
Sebagai pertimbangan bagi para instruktur senam aerobik dalam menyusun program
latihan dan bagi masyarakat untuk menyadari pentingnya berolah raga agar tercapainya
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
Sebagian besar lemak yang terdapat di dalam tubuh akan masuk ke dalam kategori
asam lemak dan triasigliserol; gliserofoslipid dan sfingolipid; eikosanoid; kolesterol, garam
empedu, dan hormone steroid, serta vitamin larut lemak. Lemak-lemak ini memiliki fungsi
dan struktur kimia yang sangat beragam. Namun, mereka memiliki satu sifat yang sama yaitu
Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Carbon (C),
Hidrogen (H) dan Oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut
tertentu (zat pelarut lemak) seperti petroleum benzena, ether. Lemak dalam tubuh berfungsi
untuk cadangan tenaga, bantalan organ-organ tubuh tertentu, memberikan fiksasi organ tubuh
tersebut seperti biji mata dan ginjal, isolasi sehingga panas tubuh tidak banyak keluar,
berbahaya seperti zat kimia yang dapat merusak jaringan otot dan memberi garis-garis bentuk
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan dalam 1 gram lemak mengandung 9
kalori. Lemak ada yang berasal dari hewan (lemak hewani) dan ada pula yang berasal dari
tumbuhan (lemak nabati). Lemak mulai dicerna dalam usus halus yang kemudian diubah
menjadi asam-asam lemak bebas dan lemak monogliserida. Sebagian besar masuk ke sel-sel
selaput lendir usus untuk dibentuk menjadi trigliserida. Sebagian bergabung dengan protein
dan kolesterol sehingga terbentuk yang disebut lipoprotein. Sisanya diserap langsung sebagai
asam-asam lemak dan gliserol. Lemak dalam tubuh kita terdiri dari tligriserida, asam lemak
Lemak sebagai salah satu komponen penting bagi tubu memiliki fungsi-fungsi, yaitu:
1) rangka membran sel dan organel; 2) diubah jadi sakarida untuk dioksidasi sebagai sumber
energi; 3) simpanan energi dalam jaringan lemak, yang sesewaktu dapat diabsorpsi untuk
morfologi tubuh dan wajah; 8) bahan untuk membentuk vitamin D; 9) bahan untuk
membentuk prostaglandin; 10) melancarkan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak
(Jeukendrup, 2004).
Sedangkan apabila kadar lemak tersebut berlebihan, maka tidak menguntungkan bagi
tubuh. Kondisi ini disebut hiperlipidemia, yaitu suatu keadaan yang ditandai oleh
diabetes melitus, gangguan tiroid, penyakit hepar & penyakit ginjal. Yang paling sering
adalah resiko terkena penyakit jantung. Untuk memastikan, maka dilakukan pemeriksaan
darah untuk mengukur kadar lemak. Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan
trigliserida, sebaiknya penderita berpuasa dulu minimal selama 12 jam (Hilal, 2008).
Lemak badan terkait dengan fungsinya ditimbun sebagai jaringan lemak esensial
(essential fat) dan jaringan lemak simpanan (storage fat). Jaringan lemak essential banyak
terdapat di sumsum tulang, jantung, paru, limfa, ginjal, usus, otot rangka dan jaringan kaya
lipid. Jaringan lemak simpanan (storage fat) terdapat dalam jumlah yang jauh lebih besar
daripada jaringan lemak esensial. Jaringan lemak simpanan yang berupa lemak subkutan dan
lemak visceral berfungsi sebagai makanan cadangan dan dapat dipergunakan sebagai sumber
energi apabila terjadi aktivitas yang berat atau terjadi kelaparan (McArdle et.al., 1986).
Lemak sebagai salah satu komponen dalam tubuh memiliki peran penting namun
dapat menjadi berbahaya apabila kadarnya berlebihan. Kadar lemak dalam tubuh dipengaruhi
oleh asupan makanan, aktifitas fisik, jenis kelamin, usia, gaya hidup (konsumsi rokok dan
Terdapat perbedaan yang nyata pola distribusi lemak antar ras, seks, umur dan antar
etnik. Pada pria usia remaja, lemak pada anggota badan (dari pengukuran lipatan kulit triseps)
mengalami penurunan hingga akhir usia 20 tahunan, sedangkan wanita menunjukkan sedikit
peningkatan pada anggota badan. Di lain pihak, pertumbuhan lemak tubuh (dari pengukuran
lipatan kulit subscapula) mengalami peningkatan yang tetap pada wanita sedangkan pada pria
akan terhenti, sehingga terdapat perbedaan pola distribusi lemak yang sangat jelas antara pria,
dan wanita (Bannister et al., 1995). Di sisi lain, pada wanita dewasa jaringan lemak
menunjukkan peningkatan yang menetap sampai usia sekitar 60 tahun untuk kemudian
mengalami penurunan, sedangkan pada pria relatif tidak berubah (Brook, 1978).
Gerakan tubuh saat melakukan olah raga dapat terjadi karena otot berkontraksi.
Kontraksi otot memerlukan energi dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Phosphate). Olah raga
aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan energi. Energi yang diperlukan itu didapat dari
energi potensial yaitu energi yang tersimpan dalam makanan berupa energi kimia, dimana
energi tersebut akan dilepaskan setelah bahan makanan mengalami proses metabolisme
molekul ATP dimana prosesnya akan dapat berjalan secara aerobik maupun anearobik.
a. Anaerobik Pathway
Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam di dalam otot
sebagai sumber energi. Di dalam otot, bentuk creatine yang sudah ter-fosforilasi
di dalam otot akan dipecah menjadi Pi (inorganik fosfat) dan creatine dimana
proses ini juga akan disertai dengan pelepasan energi sebesar 43 kJ (10.3 kkal)
untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang dihasilkan melalui proses
pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul
(adenosine triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energi dalam jumlah besar
(2.3 mmol ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat dihasilkan secara instant
untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi
yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam
jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi
yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan untuk
2) Glikolisis
Semua jenis karbohidrat yang dkonsumsi oleh manusia baik itu jenis
karbohidrat kompleks (nasi, kentang, roti, singkong dsb) ataupun juga karbohidrat
sederhana (glukosa, sukrosa, fruktosa) akan terkonversi menjadi glukosa di dalam
tubuh. Glukosa yang terbentuk ini kemudian dapat tersimpan sebagai cadangan
energi sebagai glikogen di dalam hati dan otot serta dapat tersimpan di dalam
aliran darah sebagai glukosa darah atau dapat juga dibawa ke dalam sel-sel tubuh
yang membutuhkan
b. Aerobik Pathway
yang terjadi di dalam mitokondria dan membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar
berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah,
glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan
memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh
(Coyle, 1997).
karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi utama saat proses aerobik
(Jeukendrup, 2004).
5.Senam Aerobik
Dewasa ini senam aerobik banyak dipilih oleh masyarakat untuk meningkatkan
kebugarannya dan merupakan salah satu bentuk latihan aerobik selain jogging, berlari,
bersepeda, berenang, loncat tali, senam atau menari, dan permainan seperti lari, tenis, sepak
bola, dan sebagainya. Senam aerobik merupakan latihan yang menggerakkan seluruh otot,
terutama otot besar dengan gerakan yang terus-menerus, berirama, maju dan berkelanjutan.
Dalam senam aerobik dipilih gerakan yang mudah, menyenangkan dan bervariasi sehingga
memungkinkan seseorang untuk melakukannya secara teratur dalam kurun waktu yang lama,
oleh karena itu diperlukan energi dari proses oksidasi (Soekarno et al., 1996). Senam aerobik
mengikuti latihan sesuai program yang telah ditetapkan. Salah satu cara yang ditempuh
adalah dengan digunakannya iringan musik selama latihan. Selain dapat meningkatkan
motivasi latihan, musik juga berguna untuk pengaturan waktu latihan, kecepatan latihan, serta
menjaga agar latihan dapat dilakukan dengan gerakan yang bersamaan. Dengan demikian,
intensitas latihan yang diharapkan dapat diatur dengan tempo kecepatan lagu, dan beat
permenit dari sebuah lagu yang mengiringinya (Hodder & Stonghton, 1997).
Terdapat beberapa variasi dalam gerakan senam aerobik. Yang pertama kali
diperkenalkan di Indonesia adalah gerakan dengan benturan-benturan keras dan gerakan yang
energik yang dikategorikan dengan high impact. Pada gerakan high impact ini ada kalanya
kedua kaki tidak berpijak, seperti gerakan melompat. Sadoso (1984) membuat suatu
modifikasi gerakan, diantaranya adalah latihan dengan gerakan salah satu kaki selalu berada
di lantai guna mengurangi benturan-benturan yang keras. Modifikasi ini disebut dengan low
impact atau soft impact (aerobik benturan ringan). Modifikasi ketiga disebut non impact,
tanpa menggunakan benturan. Gerakan badan hanya berkisar antara Uitvaal (memindahkan
Seperti latihan-latihan aerobik yang lain, senam aerobik akan memperoleh hasil
seperti yang diharapkan apabila dilakukan dengan benar. Empat faktor dasar yang harus
dipenuhi dalam setiap latihan meliputi frekuensi, intensitas, tipe atau macam, dan durasi
latihan. Keempat faktor tersebut sering disebut sebagai “resep FITT” (Frekuensi, Intensitas,
Time atau durasi, dan Tipe). Frekuensi menunjukkan jumlah latihan per minggu, intensitas
menunjukkan seberapa beret badan bekerja atau latihan dilakukan, durasi menunjukkan lama
setiap kali latihan dilakukan, dan tipe adalah bentuk atau macam latihan yang dilakukan
Dari penelitian didapatkan bahwa untuk dapat memelihara kapasitas aerobik dan
memperoleh kebugaran serta penurunan berat badan, maka latihan aerobik sebaiknya
dilakukan dengan frekuensi latihan 3-5 kali per minggu dan dengan durasi latihan 20-30
menit (Wilmore & Costill, 1994). Ahli lain, Giam & Teh (1992), mengatakan bahwa durasi
latihan 15-30 menit sudah dinilai cukup apabila latihan dilakukan secara terus menerus dan
didahului 3-5 menit pemanasan dan diakhiri dengan 3-5 menit pendinginan. Menurut Arthur
(1974) cit Partrilasni et al. (1997) latihan fisik baru dapat memberikan hasil apabila latihan
dilakukan minimal 4-6 minggu, dan akan hilang pengaruhnya setelah 4-6 minggu latihan
dihentikan.
Durasi latihan sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dengan intensitas latihan
sehingga latihan aerobik dapat dilakukan dengan program short duration-high intensity atau
dengan program long duration - low intensity, selama zona latihan terpenuhi yaitu 60-90%
dari frekuensi denyut jantung maksimal. Intensitas dapat ditingkatkan dengan menambah
beban latihan dengan gerakan meloncat-loncat yang akan mendapatkan beban tambahan dari
gaya reaksi untuk melompat. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan meningkatkan kapasitas
kerja latihan dengan mempercepat gerakan senam melalui penambahan kecepatan beat musik
yang mengiringinya.
Menurut Soekarno et al. (1996), pengaruh latihan aerobik dapat berupa pengaruh
seketika yang disebut respon, dan pengaruh jangka panjang akibat latihan yang teratur dan
terprogram yang disebut adaptasi. Termasuk respon adalah bertambahnya frekuensi denyut
jantung, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu
badan. Termasuk adaptasi antara lain dapat berupa perubahan komposisi badan dengan lemak
total yang menurun, peningkatan massa otot, dan bertambahnya massa, tulang.
Langkah awal dari metabolisme energi lemak adalah melalui proses pemecahan
simpanan lemak yang terdapat di dalam tubuh yaitu trigeliserida. Trigeliserida di dalam tubuh
ini akan tersimpan di dalam jaringan adipose (adipose tissue) serta di dalam sel-sel otot
tersimpan ini akan dikonversi menjadi asam lemak (fatty acid) dan gliserol. Pada proses ini,
untuk setiap 1 molekul trigeliserida akan terbentuk 3 molekul asam lemak dan 1 molekul
Kedua molekul yang dihasilkan melalu proses ini kemudian akan mengalami jalur
metabolisme yang berbeda di dalam tubuh. Gliserol yang terbentuk akan masuk ke dalam
siklus metabolisme untuk diubah menjadi glukosa atau juga asam piruvat. Sedangkan asam
lemak yang terbentuk akan dipecah menjadi unit-unit kecil melalui proses pada atom karbon
beta sehingga dinamakan ß-oksidasi untuk kemudian menghasilkan energi (ATP) di dalam
karbohidrat untuk menyempurnakan pembakaran asam lemak. Pada proses ini, asam lemak
yang pada umumnya berbentuk rantai panjang yang terdiri dari ± 16 atom karbon akan
dipecah menjadi unit-unit kecil yang terbentuk dari 2 atom karbon. Tiap unit 2 atom karbon
yang terbentuk ini kemudian dapat mengikat kepada 1 molekul KoA untuk membentuk asetil
KoA. Molekul asetil-KoA yang terbentuk ini kemudian akan masuk ke dalam siklus kreb’s
dan diproses untuk menghasilkan energi seperti halnya dengan molekul asetil-KoA yang
Oksidari lemak lebih banyak menghasilkan energi tetapi lemak memerlukan lebih
banyak oksigen daripada karbohidrat karena molekul lemak mempunyai lebih sedikit atom
oksigen dibandingkan dengan atom karbon dan hidrogen. Sedangkan pada seluruh molekul
karbohidrat, rasio antara hidrogen dan oksigen adalah dua banding satu seperti tampak pada
persamaan berikut:
Pada proses oksidasinya, tiap molekul asam palmitat memerlukan 2,01 liter oksigen
sedangkan karbohidrat hanya memerlukan 0.75 liter oksigen, akan tetapi lemak dapat
menghasilkan energi dua kali lebih besar (9,5 kkal g) dari Pada karbohidrat (4,3 kkal / g)
Kecukupan oksigen sangat dibatasi oleh transport oksigen ke otot rangka oleh sistem
kardiovaskuler dan oleh sistem respirasi. Pada latihan aerobik dengan intensitas tinggi (high-
intensity exercise), perlu penyediaan ATP yang banyak dalam waktu singkat sehingga akan
terjadi deficit oksigen ke otot yang aktif, akibat keterbatasan sistem kardiovaskuler dalam
mensuplai oksigen. Sebagai sumber energi utama untuk kontraksi otot pada intensitas tinggi
adalah karbohidrat. Sebaliknya pada latihan dengan intensitas ringan (low - intensity
exercise), karena waktu yang cukup, sistem kardiovaskuler masih mampu memenuhi
kebutuhan oksigen otot yang berkontraksi sehingga sebagai sumber energi utama untuk
kontraksi otot adalah lemak. Adapun bentuk latihan yang berada diantara keduanya
(moderate - intensity exercise), sebagai sumber energi untuk kontraksi otot adalah
karbohidrat dan lemak secara seimbang (McArdle et al., 1986 ; Wilmore & Costill, 1994).
Hodder & Stonghton (1997), juga mengatakan bahwa lemak sebagai sumber energi
secara predominan baru digunakan apabila badan melakukan latihan aerobik dengan
intensitas ringan atau sedang dengan durasi latihan yang lama. Deposisi lemak yang
berfungsi sebagai cadangan energi terdapat pada jaringan lemak subkutan dan jaringan lemak
viseral, sehingga pada latihan aerobik intensitas ringan dan sedang akan terjadi penurunan
Deposisi jaringan lemak dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor genetik,
faktor lingkungan (terutama pengaruh makanan dan aktivitas fisik), dan faktor hormonal.
Insulin akan menurunkan kadar asam lemak bebas plasma karena akan menghambat
pengeluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa sehingga akan terjadi peningkatan
hormon tersebut akan meningkatkan pengeluaran asam-lemak bebas dari jaringan adiposa ke
dalam plasma darah dengan menambah kecepatan lipolisis trigliserid di jaringan adiposa
(Mayes, 1983).
Aktivitas fisik atau latihan yang teratur dan terprogram juga dapat membantu
penurunan persentase lemak badan terutama latihan yang bersifat aerobik (Brook, 1978).
Penurunan persentase lemak badan merupakan faktor utama terjadinya penurunan berat
badan. Persentase lemak badan dapat dikatakan normal antara 12-17% untuk pria, dan 19-
24% untuk wanita. Dalam kaitannya dengan persentase lemak badan tersebut, seseorang
dikatakan mengalami obesitas atau kegemukan apabila persentase lemak badan lebih dari
25% untuk pria dan lebih dari 30% untuk wanita (Wilmore, 1981).
Abe et al. (1996a) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa latihan aerobik seperti
lari, senam, atau bersepeda dengan frekuensi latihan 3-6 kali per minggu dengan durasi 60
menit sudah berefek terhadap penurunan lemak subkutan dan lemak viseral. Selain itu juga
didapatkan bahwa semua wanita yang aktif mempunyai lemak subkutan dan lemak viseral
yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak aktif. Pada wanita muda aktif (18-25
tahun) terdadi penurunan distribusi lemak subkutan pada semua segmen seperti lengan atas,
lengan bawah, tubuh, paha, dan tungkai bawah kecuali muka dan leher. Sedangkan pada
wanita usia pertengahan (40-52 tahun), perbedaan antara yang aktif dan tidak aktif latihan
hanya terjadi pada regio badan atas seperti muka, leher, lengan atas, dan tubuh. Meskipun
terjadi penurunan persentase lemak badan, tetapi latihan aerobik tidak dapat menekan secara
mutlak terhadap peningkatan lemak sebagai akibat proses penuaan. Hasil ini berbeda dengan
Kohrt et al. (1992) yang menyatakan bahwa latihan yang teratur akan menekan peningkatan
Despres et al. (1985) dan Abe et al. (1997) menyebutkan bahwa setelah melakukan
latihan aerobik, tebal lipatan kulit (skinfold thickness) dari segmen tubuh mengalami
penurunan 22%, sedangkan penurunan pada segmen anggota gerak atas dan anggota gerak
bawah sebesar 12%. Hal ini menggambarkan bahwa penurunan lemak segmen tubuh lebih
Latihan aerobik dengan frekuensi 3-5 kali per minggu seperti yang direkomendasikan
oleh ACSM dapat bermanfaat untuk penurunan lemak subkutam Pada penelitiannya, Abe et
al (1997) mendapatkan hasil bahwa dengan latihan aerobik intensitas 60-80% dari MHR
dengan frekuensi 3-4 kali perminggu tanpa pembatasan diet akan terjadi penurunan lemak
subkutan. Sedangkan pada latihan dengan frekuensi 1-2 kali per minggu dengan intensitas
yang sama, tidak terjadi penurunan lemak subkutan meskipun disertai dengan pembatasan
diet. Hal ini menunjukkan bahwa efek peningkatan penggunaan kalori dengan cara
meningkatkan frekuensi latihan lebih besar pengaruhnya terhadap penurunan massa lemak
subkutan daripada penurunan masukan kalori dengan cara pembatasan diet selama latihan.
Sehingga selama latihan dilakukan dengan frekuensi yang cukup, untuk tujuan menurunkan
lemak subkutan tidak perlu dilakukan pembatasan diet. Hasil lain dari penelitian ini adalah
terjadinya penurunan lemak viseral selama latihan aerobik, tetapi tidak ada korelasi dengan
frekuensi latihan.
Penurunan persentase lemak badan juga telah dilaporkan sebagai hasil latihan senam
aerobik intensitas sedang dan intensitas tinggi yang dilakukan selama 12 minggu, dengan
Komposisi badan yang sebagian besar meliputi otot skelet, serta jaringan lain seperti
lemak, tulang, dan air badan' dapat diketahui besarnya dengan berbagai macaw metode.
Metode umum adalah metode fisiologik yang meliputi pengukuran berat badan dalam air
(underwater weight/UWW) atau teknik-teknik yang lain. Metode UWW ini biasanya
dilakukan sebagai acuan dasar bagi uji validitas metode-metode yang lain. Metode-metode
yang lain bare dianggap valid apabila tidak jauh berbeda hasilnya dengan metode UWW.
Metode lain adalah metode larutan isotopik atau kimia untuk mengukur air badan dan
lemak badan secara langsung, dan metode dengan menggunakan alat radiografi atau
Abe et al. (1996b) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa USG dapat digunakan
secara efektif untuk mengestimasi jaringan lemak subkutan secara segmental dan tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara hasil yang didapat dengan menggunakan USG dan
MR1. Sedangkan Stolarczyk et al. (1997) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa analisa
bioelectric impedance dapat digunakan untuk menilai komposisi badan pada populasi yang
heterogen dengan menggunakan rumus spesifik dari Segal, sehingga dapat dipakai untuk
Banyak terdapat metode penentuan komposisi badan, tetapi tidak semua metode
tersebut dapat dilakukan dengan mudah, baik karma alasan biaya, keterbatasan alat, maupun
efek radiasi yang ditimbulkannya. Metode anthropometri merupakan salah satu alternatif
yang sering digunakan sebagai pengganti karna relatif murah dan mudah serta mempunyai
validitas yang cukup tinggi. Anthropometri merupakan metode pengukuran secara tidak
langsung dengan teknik pengukuran tebal lipatan kulit atau skinfold. Namun demikian, teknik
ini mempunyai kelemahan karena bersifat rasial yang disebabkan karena perbedaan distribusi
lemak, perbedaan tinggi duduk, dan perbedaan massa otot (Vogel & Fried, 1992).
menggunakan metode anthropometri ini telah dilakukan validasi dengan metode UWW
seperti yang telah dilakukan oleh Eston et al. (1995), Housh et al (1996), Rush et al. (1997)
dan Brandon (1998). Tetapi rumus-rumus yang digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu
hanya cocok diterapkan pads populasi kulit putih atau kaukasid, sedangkan penggunaannya
pada populasi selain kaukasid masih dipertanyakan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian
Rush et al. (1997) yang meneliti wanita Eropa dan Polinesia, Berta Brandon (1998) yang
meneliti wanita kulit putih dan wanita Afrika yang tinggal di Amerika. Dari penelitian-
penelitian tersebut diperoleh perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok populasi
dalam upaya untuk menetapkan persentase lemak badan dengan menggunakan teknik
skinfold. Oleh karena itu rumus-rumus ini bersifat spesifik bagi populasi tertentu.
Jackson et al. (1980) yang mengajukan rumus dengan menggunakan tiga regio
pengukuran skinfold yaitu triceps, suprailiaca, dan bagian depan tengah paha merupakan cara
yang terbaik untuk menetapkan persentase lemak badan secara tidak langsung pada populasi
wanita Cina dari ras mongolid atau Asia menetapkan persentase lemak badan dengan
menggunakan metode anthropometri dan menggunakan metode Under Water Weight (Estop
et al., 1995). Dengan demikian, rumus ini dapat ditempkan untuk populasi wanita Asia
termasuk Indonesia. Adapun rumus Jackson, Pollock and Ward (1980) adalah sebagai
berikut:
D = 1,0994921 - 0,0009929 (X2) + 0,0000023 (X2)2 – 0,0001392 (umur)
D : Densitas badan
X2 : Jumlah pengukuran tebal lipatan kulit triceps, suprailiaca, dan paha depan tengah
dalam mm.
Dari rumus ini kemudian dimasukkan ke rumus Brozek untuk menghitung persentase lemak
badan, yaitu:
Dari kedua rumus dapat dilihat bahwa semakin kecil nilai X maka D akan semakin
B. Kerangka Berfikir
Lemak sebagai salah satu komponen dalam tubuh memiliki peran penting namun
dapat menjadi berbahaya apabila kadarnya berlebihan. Kadar lemak dalam tubuh dipengaruhi
oleh asupan makanan, aktifitas fisik, jenis kelamin, usia, gaya hidup (konsumsi rokok dan
Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kelebihan lemak dan
latihan tersebut harus bersifat aerobik. Latihan aerobik baru memberikan hasil seperti yang
diinginkan apabila dengan frekuensi, intensitas serta durasi yang cukup. Intensitas latihan
dikatakan ringan apabila mencapai 60-69% dari Maximal Heart Rate (MHR), sedang apabila
mencapai 70-79% dari MHR, dan tinggi apabila mencapai 80-89% dari MHR. Intensitas
latihan dapat ditingkatkan dengan menambah beban latihan dengan gerakan meloncat-loncat,
atau dengan mempercepat gerakan senam (Pollock & Wilmore, 1990). Latihan aerobik
sebaiknya dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali perminggu dan dengan durasi latihan 20-30
menit setiap kali latihan (Wilmore & Costill, 1994). Abe et al. (1997) melaporkan bahwa
latihan aerobik dengan frekuensi 3-5 kali perminggu seperti yang direkomendasikan oleh
Lemak sebagai sumber energi dapat diperoleh dari pembongkaran lemak simpanan
(storage fat) yaitu lemak subkutan dan lemak visceral. Penggunaan lemak pada aktivitas
aerobik intensitas ringan sampai sedang akan menyebabkan penurunan lemak simpanan
oksigen ke otot skelet. Senam aerobik dengan intensitas yang tinggi memerlukan ATP yang
banyak dalam waktu singkat sehingga sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah
karbohidrat. Sebaliknya, pada latihan dengan intensitas ringan, karena waktu yang cukup,
system kardiovaskuler masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen otot yang berkontraksi
sehingga sebagai sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah lemak. Adapun sumber
energi pada senam aerobik intensitas sedang adalah karbohidrat dan lemak secara seimbang
(Mcardle et al., 1986; Wilmore & Costill, 1994). Penelitian ini akan meneliti pengaruh senam
aerobik intensitas ringan dan sedang terhadap penurunan persentase lemak badan. Dimana
pengukuran dilakukan dengan metode anthropometri dengan teknik pengukuran tebal lipatan
kulit secara tidak langsung untuk mengetahui persentase lemak badan keseluruhan dengan
Intensitas
Skinfold
Callipers
Penurunan
Persentase
Lemak Badan
C. Kerangka Konsep
1. Ada pengaruh senam aerobik intensitas ringan terhadap penurunan persentase lemak
badan
2. Ada pengaruh senam aerobik intensitas sedang terhadap penurunan persentase lemak
badan
Ada perbedaan pengaruh ntara senam aerobik intensitas ringan dan intensitas sedang terhadap
penurunan persentase lemak badan