Anda di halaman 1dari 3

Tugas Mata Kuliah MBP Eropa

Oleh: Kurnia Sari Nastiti


070810531
Kebijakan Lingkungan di Lingkup Uni Eropa

Persoalan lingkungan bukanlah persoalan yang baru di kalangan masyarakat internasional,


demikian pula bagi negara-negara anggota Uni Eropa. Sejarah awal munculnya kebijakan
lingkungan atau environmental policy di kalangan Uni Eropa bermula di tahun 1980-an ketika
kasus polusi udara dan isu pencemaran air menjadi permasalahan lintas batas negara
(transboundary issue). Sungai Rhine dan Danube misalnya, kedua sungai ini melintasi beberapa
negara sekaligus di Eropa. Oleh karenaya, ketika sungai ini mulai tercemar pada tahun 1980-an
maka isu pencemaran air dan isu-isu lingkungan lainnya mulai diangkat menjadi isu utama Uni
Eropa. Selanjutnya, barulah mulai berkembang sejumlah usaha preventif untuk menjaga Eropa
dari kerusakan lingkungan. Upaya preventif tersebut pertama kali diwujudkan dalam “Single
European Act” di tahun 1987 yang menghasilkan sebuah kebijakan formal yang mewajibkan
masing-masing negara anggota Uni Eropa untuk berupaya menjaga lingkungan. Lebih lanjut,
kebijakan ini juga didukung oleh adanya salah satu kesepakatan dalam “Maastricht Treaty” yang
memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam perkembangannya, seiring dengan
merebaknya isu perubahan iklim maka kebijakan-kebijakan lingkungan di kalangan Uni Eropa pun
mulai bergeser dan menjadi lebih fokus pada kebijakan terkait gas rumah kaca (greenhouse gases),
pembangunan berkelanjutan (sustainable development), dan penentuan dosis limbah kimia (low-
dose chemical).1 Tidak hanya itu, instrumen yang digunakan untuk mengimplementasikan
kebijakan lingkungan pun juga mengalami perkembangan tidak lagi hanya terbatas pada lingkup
politik melainkan juga lingkup ekonomi.
Pada penerapannya, kebijakan-kebijakan lingkungan yang diterapkan Uni Eropa mengacu
pada tiga prinsip utama yakni: (1) pencegahan lebih baik daripada penanggulangan (the
precautionary principle); (2) pihak-pihak yang berbuat kerusakan pada lingkunagn harus
bertanggungjawab memulihkan kondisi yang rusak tersebut (the ‘polluter pays’ principle); dan (3)
semua kebijakan Uni Eropa, tidak hanya yang berkenaan langsung dengan lingkungan, tidak boleh
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (the ‘mainstreaming’ or ‘sustainability’
principle).2 Dari ketiga prinsip di atas, prinsip pencegahan atau ‘precautionary principle’
merupakan inti dari kebijakan lingkungan yang diterapkan oleh negara-negara anggota Uni Eropa.
Sayangnya, prinsip pencegahan ini baru dapat diimplementasikan menjadi sebuah kebijakan
lingkungan ketika suatu kondisi lingkungan yang dipersoalkan telah memenuhi tiga syarat yakni
ketika berpotensi menimbulkan efek yang merugikan, apabila telah ada evaluasi data ilmiah terkait

1
Grant dan Feehean. Environmental Policy (New York: Oxford University Press Inc, 2007), hlm.311.
2
Alex Warleigh. European Union: The Bassic (New York: Rotledge, 2004).
|1
Tugas Mata Kuliah MBP Eropa
Oleh: Kurnia Sari Nastiti
070810531
lingkungan yang dipermasalahkan, dan apabila terjadi tingkat ketidakpastian ilmiah mengenai
lingkungan tersebut3 Selain mempertimbangkan prinsip ini, proses pembuatan kebijakan
lingkungan di masing-masing negara anggota Uni Eropa juga mempertimbangkan pertimbangan
dari Badan Lingkungan Eropa (The European Environment Agency atau EEA). EEA adalah sebuah
badan publik di wilayah Eropa yang sengaja dibentuk oleh Uni Eropa untuk menyediakan
sejumlah informasi independen mengenai kondisi lingkungan kepada para pembuat kebijakan di
tingkat pemerintah maupun kepada masyarakat luas. Akan tetapi, meskipun EEA merupakan
badan independen bentukan Uni Eropa, keanggotaan dalam EEA terbuka bagi siapa saja yang
memiliki tujuan sama yakni menjaga lingkungan. Lebih lanjut, keberadaan EEA ini secara garis
besar telah membantu Uni Eropa dan negara-negara anggotanya dalam mengintegrasikan upaya
bersama untuk menjaga lingkungan dan mengimplementasikannya dalam bentuk kebijakan-
kebijakan yang berkelanjutan.
Seiring dengan meningkatnya perhatian masyarakat Eropa terhadap isu lingkungan, di era
kekinian kebijakan lingkungan di wilayah Eropa tidak hanya diterapkan oleh Uni Eropa, negara-
negara anggotanya, maupun negara Eropa lainnya melainkan juga oleh organisasi non-pemerintah
(non-governmental organisation atau NGO). Sejumlah NGO yang telah turut aktif dalam menjaga
keseimbangan lingkungan di wilayah Eropa diantaranya: Friend of the Earth Europe (FoE),
Greenpeace Europe, WWF for Nature European Policy Office, European Environmental Bureau
(EEB), BirdLife International, Climate Action Network-Europe (CNE), European Federation for
Transport and Environment, dan International Friends of Nature (IFN). Dalam menerapkan
kebijakannya, beberapa dari NGO tersebut bekerjasama dengan pemerintah misalnya dalam hal
pemerintah memberikan dukungan berupa dana terhadap aksi perlindungan lingkungan yang
dilakukan oleh NGO. Terkecuali Greenpeace, organisasi non-pemerintah yang satu ini menolak
untuk menerima segala bentuk bantuan apapun dari pemerintah agar Greenpeace dapat terus
menjaga prinsip kemandiriannya (independency) sebagai sebuah NGO.
Dengan semakin banyaknya pihak yang terlibat dalam upaya menjaga lingkungan di Eropa
maka secara tidak disengaja hal ini telah membuat kebijakan lingkungan dari masing-masing
negara menjadi sangat terfragmentasi. Negara-negara anggota Uni Eropa senantiasa menjalankan
kebijakan lingkungan berdasarkan prinsip-prinsip yang disepakati, sementara negara-negara lain
yang bukan anggota Uni Eropa menerapkan kebijakan lingkungan dengan mempertimbangkan
kepentingan nasional masing-masing, dan NGO menerapkan kebijakan yang dianggap paling
sesuai dengan fokus kegiatan yang dilakukannya. Selain itu, di tubuh Uni Eropa sendiri juga
3
European Summaries of Legislation. 2005 . “The Precautionary principle”. [online]
http://europa.eu/legislation_summaries/consumers/consumer_safety/l32042_en.htm [Access on 28 -12-2010]
|2
Tugas Mata Kuliah MBP Eropa
Oleh: Kurnia Sari Nastiti
070810531
terjadi sejumlah perbedaan terkait penerapan kebijakan lingkungan. Hal ini tidak lain disebabkan
karena adanya gap ekonomi antara negara-negara Eropa Barat yang secara perekonomian lebih
kuat dan negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang secara perekonomian lebih lemah. Kondisi
ini menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat keberhasilan pengimplementasian kebijakan
lingkungan di masing-masing negara, seperti misalnya di Swedia dan Perancis kebijakan
lingkungannya cenderung lebih sukses karena adanya kucuran dana yang relatif besar untuk
masalah lingkungan sementara di negara-negara seperti Rumania dan Bulgaria yang
perekonomiannya lemah cenderung kurang berhasil karena kebijakan lingkungan yang ada tidak
didukung dengan dana yang cukup.

Kesimpulan dan Opini :


Menurut pandangan penulis, selain yang telah dijelaskan di atas sebenarnya masih terdapat
faktor lain yang juga mempengaruhi keberhasilan pengimplementasian kebijakan lingkungan di
wilayah Eropa seperti misalnya tingkat populasi dan tingkat pendidikan. Negara-negara dengan
tingkat populasi tinggi misalnya seperti Spanyol dan Polandia mengalami kesulitan dalam
mengimplementasikan kebijakan lingkungannya karena populasi yang tinggi membuat emisi gas
buang dari kendaraan bermotor disana juga cukup tinggi sehingga kebijakan lingkungan yang
diterapkan tergolong belum sukses karena tingkat perawatan lingkungan yang dilakukan masih
lebih rendah daripada emisi gas buang yang dihasilkan setiap harinya di kedua negara tersebut.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan persoalan edukasi, negara seperti Belanda dan Perancis
terbilang cukup baik dalam pengimplementasian kebijakan lingkungannya karena kualitas
pendidikan yang baik membuat masyarakat disana lebih peka dan peduli terhadap masalah
lingkungan.

Referensi:
Grant, Wyn dan Feehan, Jane. 2007. “Environmental Policy”, dalam Hay,Colin dan Menond,
Anand. European Politics. New York: Oxford University Press Inc.
Warleigh, Alex. 2004. “European Union: The Bassic”. Routledge: New York.
www.cia.gov [diakses pada 25 Desember 2010, 11:25]
European Summaries of Legislation. 2005 . “The Precautionary principle”. [online]
http://europa.eu/legislation_summaries/consumers/consumer_safety/l32042_en.htm [Access
on 28 -12-2010] .

|3

Anda mungkin juga menyukai