Nastiti
Submitted: May,18,2010
070810531
Robert Gilpin dalam artikelnya “The Issue of Dependency and Economic Development”
menjelaskan secara tegas adanya kesenjangan ekonomi antara negara-negara Selatan yang miskin
atau negara-negara Dunia Ketiga (Third World) dengan negara-negara Utara yang secara ekonomi
jauh lebih mapan atau dikenal dengan sebutan negara-negara Dunia Pertama (First World), ataupun
dengan negara-negara Dunia Kedua (Second World) yang perekonomiannya tertata (planned
economies). Ketimpangan ekonomi Utara dengan Selatan atau yang disebut Gilpin sebagai “North-
South issues” memicu sejumlah perdebatan di antara para pengamat hubungan internasional
mengenai penyebab utama yang mendasari terjadinya ketimpangan tersebut. Gilpin dalam hal ini
memilih menerangkan fenomena Utara-Selatan dengan menggunakan tiga perspektif utama, yakni:
(1) perspektif liberalisme; (2) perspektif Marxisme klasik; dan yang terakhir mengambil posisi dari
sudut pandang (3) underdevelopment.
Ditinjau dari perspektif yang pertama, yakni perspektif liberalisme, asumsi utamanya adalah
bahwasanya kunci keberhasilan perkembangan ekonomi adalah dengan memisahkan hubungan
sosial dan politik dari perekonomian sehingga sistem pasar dapat berjalan secara efektif.1 Di
samping itu, kaum liberal juga menenkankan pentingnya kapasitas ekonomi yang tanggap terhadap
perubahan kondisi yang terjadi di lingkungan sebagai faktor yang turut menentukan keberhasilan
perkembangan perekonomian. Secara garis besar, menurut perspektif liberalisme, salah satu faktor
yang menyebabkan ketimpangan ekonomi yang terjadi pada fenomena Utara-Selatan adalah adanya
kegagalan negara-negara yang kurang berkembang (less developed countries) dalam menyesuaikan
diri dengan perubahan harga dan ketidakmampuannya dalam memanfaatkan kesempatan ekonomi
yang ada. Menurut Kindleberger, yang dikutip dalam artikel Gilpin, ketidakmampuan negara-
negara kurang berkembang dalam menjawab perubahan perekonomian yang terjadi lebih
1
Robert Gilpin. The Issue of Dependency and Economic Development, 1987, hal.268.
Page | 1
7th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari
Nastiti
Submitted: May,18,2010
070810531
disebabkan karena faktor sistem politik dan sosial mereka, bukan karena adanya pengaruh dari
sistem pasar internasional (international market system) itu sendiri. Ditambahkan oleh Bauer, yang
juga dikutip dalam artikel Gilpin, faktor-faktor lain yang turut menjadi penghalang perkembangan
ekonomi di negara-negara kurang berkembang, yakni: perekonomian negara-negara less developed
lebih menekankan pada sektor agrikultur, kurangnya pendidikan teknis, rendahnya kecenderungan
masyarakat untuk menabung atau berinvestasi, sistem keuangan negara yang buruk, dan yang paling
penting disebabkan karena ketidakefisienan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.2 Untuk
mengatasinya, Gilpin mengutip pendapat dari Lewis yang menekankan bahwa setidaknya terdapat
tiga syarat utama yang harus dipenuhi agar negara-negara yang less developed dapat berhasil dalam
membangun perekonomian. Ketiga hal tersebut, yakni: adanya iklim perekonomian yang bagus atau
cukup (adequate rainfall); adanya pengetahuan yang cukup akan sistem perekonomian (a system of
secondary education); dan adanya pemerintah yang tanggap terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungan (sensible government).3 Pada dasarnya kaum liberal percaya bahwa perkembangan
ekonomi tidak bisa seragam atau merata seutuhnya, namun demikian mereka tetap percaya bahwa
adanya perdagangan lintas negara dapat menjadi semacam mesin pertumbuhan ekonomi atau
“engine of growth” bagi negara-negara kurang berkembang hingga suatu saat mereka dapat
menjadi negara dengan perekonomian yang lebih maju.
Sedangkan menurut perspektif Marxisme klasik, adanya ketimpangan ekonomi antara Utara-
Selatan dapat dijelaskan dengan melihat apa yang ia sebut sebagai “Asiatic mode of production”.
Gilpin mengambil istilah “Asiatic mode of production” sebagai representasi dari negara-negara
yang secara ekonomi kurang berkembang. Inti dari pemikiran “Asiatic mode of production”
menekankan pada adanya kecenderungan ekonomi negara-negara less developed yang
dikarakteristikan dengan: (1) swasembada ekonomi nasional yang menekankan pada sektor
agrikultur dan produksi manufaktur skala kecil, dan (2) adanya masyarakat kelas “atas” yang
cenderung otonom dan masyarakat kelas “bawah” yang cenderung bergantung atau distilahkan
Gilpin dengan sebutan parasitic. Kaum Marxis menilai kondisi seperti itu kurang signifikan untuk
memicu pertumbuhan ekonomi, sehingga dibutuhkan adanya dorongan “eksternal” seperti misalnya
imperealisme Barat guna memicu pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang less developed.
Meskipun imperealisme merupakan bentuk dari hal yang tidak bermoral, namun kaum Marx
2
Robert Gilpin. The Issue of Dependency and Economic Development, 1987,hal.267.
3
Ibid. hal.269
Page | 2
7th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari
Nastiti
Submitted: May,18,2010
070810531
percaya bahwa adanya imperealisme yang diterapkan oleh kaum borjuis akan dapat mendobrak
feodalisme yang ada di negara-negara less developed sehingga akhirnya memicu munculnya proses
modernisasi.4 Gilpin mencontohkan keberhasilan perekonomian India yang kini sangat maju tidak
lain disebabkan karena adanya penjajahan dan imperealisme yang diterapkan Inggris di India
sebelum India merdeka yang kemudian mendorong masyarakat setempat untuk melakukan revolusi
sosialis termasuk di dalamnya mencakup revolusi perekonomian sehingga dapat menyamai
perkembangan perekonomian Inggris sebagai former state-nya.
Page | 3
7th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari
Nastiti
Submitted: May,18,2010
070810531
Frank yang selalu menganggap hubungan antara metropolis-satelit selalu negatif, Dos Santos
berpendapat adanya hubungan positif yakni adanya kemungkinan berkembangnya negara satelit
mengikuti perkembangan negara induknya.
Berdasarkan artikel Gilpin, terdapat tiga perspektif utama yang dapat digunakan untuk
menjelaskan fenomena ketimpangan ekonomi Utara-Selatan, yakni: (1) perpektif liberalisme, (2)
perspektif Marxisme klasik, dan (3) underdevelopment. Perbedaan utama antara ketiga perspektif
tersebut yakni perspektif liberalisme menekankan perlunya perdagangan lintas negara yang bebas
dari campur tangan politik dan sosial pemerintah sebagai kunci keberhasilan ekonomi bagi negara-
negara less developed. Sementara itu, kaum Marxis lebih menekankan pada pentingnya dorongan
“eksternal” seperti misalnya imperealisme Barat guna mendorong adanya revolusi sosialis yang
pada akhirnya membuka peluang modernisasi ekonomi bagi negara-negara less developed. Dan
yang terakhir, menurut perspektif underdevelopment, intinya adalah menyangsingkan peranan
kapitalisme yang diusung oleh perspektif Marxis dan lebih menekankan bahwa kemajuan
perekonomian negara-negara less developed dapat dicapai dengan revolusi sosialis tanpa masuknya
kapitalisme Barat yang justru menimbulkan dependensi ekonomi negara-negara tersebut terhadap
negara-negara kapitalis.
*****
Referensi:
Page | 4
7th (individual) paper of Int’l Political Economy Written by: Kurnia Sari
Nastiti
Submitted: May,18,2010
070810531
Gilpin, Robert. (1987). “The Issue of Dependency and Economic Development”, dalam The
Political Economy of International Relations, Princeton: Princeton University Press, pp.263-305.
Page | 5