Barangkali di antara kita yang belum pernah menangis, Ia kemudian berkata pada sang Ayah,”Ayah, hari ini aku
maka menangislah disaat membaca Al Qur’an, menangislah sudah tidak lagi memakukan satu buah paku ke pagar, aku
ketika berdo'a di sepertiga malam terakhir, menangislah sudah bisa menahan marah dan mengendalikan emosiku. Sang
Ayah tersenyum dan menjawab “Bagus, sekarang setiap kali
karena melihat kondisi umat yang terpuruk, atau tangisilah
engkau dapat menahan marahmu, maka cabutlah satu buah
paku yang sudah kamu pakukan.”
Lagi-lagi serasa mendapat tantangan, Fulan
menjalankan apa yang sang Ayah perintahkan. Ia mulai
mencabuti paku-paku di pagar belakang rumah satu per satu
setiap kali ia dapat menahan marah.Si Fulan telah
menyelesaikan tugasnya untuk mencabuti semua paku, dan ia
melaporkan perkara ini kepada sang Ayah. Sang Ayah bangkit
dan berbicara,”Duhai anakku, lihatlah pagar kayu itu. Sebelum
engkau memakukan paku, pagar itu tampak mulus, namun
lihatlah sekarang, banyak sekali lubang-lubang kecil bekas
paku.”