Anda di halaman 1dari 4

Ternyata aku butuh dia

Malam telah menjemput, kini saatnya bagian bumi yang ku pijaki berada dibagian yang
membelakangi matahari, sehingga hanya tamaran bulanlah yang menerangi bumi ini dan memberi
kesempatan kepada bintang – bintang untuk gemerlapan setelah seharian tenggelam oleh cahaya
mentari yang maha dasyat. Tanda kedahsyatan sang penciptanya Allah SWT.

Telpon itu belum berering juga, sepertinya hari ini aku harus bersabar lebih lama dibanding
kemarin. Biasanya aku tak pernah menunggu tapi kali ini berbeda.

“Sabar……sabar……. Dia pasti neplon” pintaku dalam hati.

Satu jam berlalu, HPku belum jua berdering, aku tak mengerti, mengapa Ryan beraninya
melanggar kebiasaannya menelponku setiap malam. Meski tak ada undang –undang yang mengatur, dia
tak pernah melanggar kebiasaannya itu meski dalam keadaan sakit, sibuk, atau bahkan ketika ia
kehabisan pulsa terpaksa ia menggunakan HP kak Irham secara sembunyi – sembunyi mengingat kak
Irham memiliki sikap sedikit pelit.

“Tuhan ada apa dengannya?”

Rasa kesalku kini diselimuti kekhawatiran, aku takut jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk
padanya.

“atau ia lagi sama cewe’ lain, kayaknya dia udah ngak sayang ma aku?”

Kini setan menghadirkan rasa khawatir yang berlebihan. Dugaan yang paling sering dirasakan
para cewek ketika pacarnya tak menelponnya.

“tidak, mungkin dia lagi ngaterin Riri ke dokter. Setelah itu dia baru nelpon aku”

Riri memang memiliki penyakit yang setiap bulan harus kontrol kedokter. Sebagai kakak yang
baik Ryan sering mengantarnya. Mungkin itu alasan Ryan tak menelponku.

Akhirnya kuputuskan untuk menunggu telpon Ryan. Menunggu sambil membaca novel
kesukaanku adalah alternative yang tepat.

Kring……kring……kring……

Sesuatu bordering, tapi bukan Hpku. Jam bulat kecil di mejakulah sembernya, menyadarkan aku
kalau ternyata bumi telah berotasi lagi. novel tebal yang tadi malam aku baca telah menidurkan aku, kini
benda itu menutupi wajahku. Tanpa pikir panjang segera ku cari HP. Segera kuperiksa catatan
panggilannya dengan harapan Ryan menelponku tadi malam.

No Miss Call
“Arghhhhhh…….” Gerutuku dalam hati

Aku tak habis pikir ada apa dengan Ryan, apa dia baik – baik saja, apa dia sudah lupa sama aku,
apa dia lagi sibuk atau yang lain – lainnya. Pertanyaan itu berlarian di otankku hingga membuat
sarapanku tak seenak biasanya.

07.13

Jam yang melingkar ditanganku membuatku tersendak. Segera ku teguk segelas susu dan ku
ambil tas, aku hampir lupa mencium tangan ayah dan bunda.

“ Gawat dia pasti udah menyun disana…..”

Kuambil langkah seribu menuju depan pintu gerbang rumahku.

***

07.15

Sudah lima belas menit ia tak kunjung datang, motor Ninja berwarnah hitam gelap tak juga
kudengar suaranya, padahal kalau jam segini kita sudah sampai di sekolah.

“ada apa sebenarnya?, kalau emang gak bisa jemput kenapa ngak bilang?” rasa kesal sudah tak
bisa kubendung lagi.

Segera ku berhentikan taksi yang lewat, kubuka pintunya dan minta diantar kesekolah. Di
perjalanan aku terus – terusan menggerutu. Sampai – sampai supir taksi yang kutumpangi kebingungan.

Tepat ketika bel masuk berbunyi, aku tiba disekolah. Untung saja supir taksi yang aku tumpangi
mantan pembalap tingkat kecamatan.

“aku harus buat perhitungan dengan Ryan. Hari ini aku harus nyuekin dia. Pokoknya aku harus
buat dia menyesal udah lupa sama aku.” Tekadku dalam hati.

Seusai apel pagi, ketika aku masuk kelas aku melihat Ryan tengah asyik bercerita dengan Nadya.
Disatu sisi aku mengucap syukur karena tak terjadi hal seperti yang aku takutkan semalam, tapi disisi lain
hatiku sangat perih, ternyata ia baik – baik saja tapi kenapa dia tak menelpon dan menjemputku tadi
pagi. Dia tak menghiraukan ketika aku lewat didepannya padahal dia jelas – jelas melihat aku. Tak ada
sedikitpun rasa bersalah dalam dirinya yang membuatku semakin naik pitam.

Dua jam pelajaran berlalu, Kimia dan Matematika tak ada sedikitpun yang nyangkut diotakku.
Rasa kesal dalam diriku telah menutup fikiranku, yang ada hanya keinginanku untuk membuat
perhitungan dengan Ryan.
Akhirnya bel itu berbunyi juga, pertanda kami akan beristirahat sejenak. Segera kubuka Hpku
dan kukirim sebuah pesan kepada Ryan.

Lima menit kemudian aku telah berada di samping perpustakaan. Aku mondar – mandir tak bisa
tenang. Lima samapai supuluh kali aku mondar – mandir, akhirnya orang yang kunanti datang juga.
Kukumpulkan semua tenagaku untuk berhadapan dengannya.

“Kenapa, Sa?”

Pertanyaan itu semakin membuat kepalaku panas, seenaknya ia bertanya dengan wajah tak
berdosa setelah ia melakukan kesalahan yang amat parah.

“Kenapa sa?, apa masih ada yang perlu dibicarakan? kamu mau marah – marah ama aku,
karena tadi pagi aku ngikutin taksi kamu dari belakang atau gara – gara aku nelpon ade kamu tadi malam
untuk nayain kabar kamu?, aku betul – betul minta maaf, meski kita udah putus aku ngak bisa lupain
kamu. Tapi kalau kamu ngak suka aku bakalan coba, maklumlah baru kemarin kamu mutusin aku. Tapi
kayaknya susah Sa, karena aku sayang ma kamu.”

Seketika tubuhku membeku, terasa seperti petir disianga bolong yang meyambarku. Kata – kata
itu telah meyentuh bagian terrapuh dalam hatiku, menembus pertahanan terakhir tubuhku. Emosi yang
dari tadi menyelimutiku menguap tak tersisa. Yang ada hanya perasaan tak menentu yang membuat
sekujur tubuhku membeku.

“Sa….Sasa….!”

Sepasang tangan menyentuh pundakku, menggoyahku dan memcairkan beku yang hampir
bermenit – menit tercipta.

“Aku pergi dulu ya, mau ngerjain tugas”

Lambaian tangan itu semakin jauh. Aku kini sendiri disini. Aku baru tersadar dari tidurnya
memoriku, mengapa aku begitu pelupa bahwa aku dan Ryan baru saja putus kemarin. Bahkan akulah
yang mutusin dia hanya gara – gara dia lupa jemput aku, aku betul – betul egois memutuskannya hanya
karena hal yang sepele. Aku malu pada diriku sendiri, aku telah menyia-nyiakan orang yang begitu
menyayangiku.

Hari ni aku marah – marah pada Ryan dengan alasan yang sama sekal tak logis. Aku dan dia telah
putus, jadi aku tak punya hak untuk marah sama dia hanya karena dia tak menelpon dan menjemputku.

Tapi, aku kini sadar bahwa ternyata aku butuh dia. Segera ku buka HPku dan kukirim satu pesan
pada Ryan.

To : Ryan Syank
+6285443228909
Aku baru sadar ternyata
Aku butuh kamu,

Aku pingin di telpon n dijemput

Kamu lagi, aku syang sama kamu

Beberap detik setelah pesan itu terkirim, sebuah lengan besar melingkar di perutku, dapat
kurasakan sebuah tubuh kekar menyandarkan tubuhnya di punggungku, terasa hanyat dekapan itu.
Nafas yang sangat aku kenal menghembus di sari belakangku membisikkan sebuah kata di telingaku.

“Aku juga butuh kamu. Aku juga ingin menelpon dan menjemput kamu lagi, aku juga sayang
sama kamu”

Anda mungkin juga menyukai