Anda di halaman 1dari 11

Farmakokinetik

Secara Umum dan khusus β-bloker


Melissa, 0906508296

I. Pendahuluan
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normal: 120/80 mmHg). Penyebab tekanan
darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi
(tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran darah.1

Secara umum, terdapat tiga pendekatan utama dalam terapi hipertensi, yakni dengan
menurunkan curah jantung, menurunkan volume darah, serta menurunkan resistensi (tahanan)
perifer. Obat-obat yang bekerja dengan menurunkan curah jantung adalah β-bloker dan
penghambat saraf adrenergik. Obat hipertensi yang menurunkan volume darah secara umum
merupakan diuretik. Jenis obat yang menurunkan tahanan perifer diantaranya vasodilator,
penghambat reseptor a-adrenergik, obat yang bekerja sentral, antagonis kalsium, ACE
inhibitor, ARB, dan diuretik.2

II. Isi
II.1. Farmakokinetik
II.1.1. Pengertian
Farmakokinetika atau farmakokinetik, kata farmakokinetika berasal dari kata-kata "pharma-
con", kata Yunani untuk obat dan racun, dan "kinetic". Jadi farmakokinetika adalah ilmu yang
mempelajari kinetika obat, yang dalam hal ini berarti kinetika obat dalam tubuh. 3
Farmakokinetik secara definitif adalah ilmu yang mempelajari kinetika absorbsi obat,
distribusi, dan eliminasi (metabolisme dan ekskresi).3,4 Obat dalam tubuh mengalami beberapa
proses sebagai berikut :
a. Absorbsi
Absorbsi merupakan proses pengambilan obat dari permukaan tubuh (di sini termasuk
juga mukosa saluran cerna) atau dari tempat- tempat tertentu dalam organ dalam ke
dalam aliran darah. Kecepatan absorbsi terutama tergantung pada bentuk dan cara
pemberian serta sifat fisik kimia dari obat. Obat yang diabsorbsi tidak semua mencapai

1
sirkulasi sistemik, sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus atau
mengalami metabolisme eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination).
Obat yang demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun
absorbsi secara oralnya mungkin hampir sempurna. Dengan demikian istilah
bioavailabilitas menggambarkan kecepatan, kelengkapan absorbsi sekaligus metabolisme
sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus,
kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna, dan aliran darah ketempat
absorbsi dapat mempengaruhi laju dan jumlah absorpsi obat dipengaruhi beberapa faktor,
misalnya formulasi, stabilitas obat terhadap asam lambung, enzim pencernaan dan
makanan.

b. Distribusi
Distribusi obat ke seluruh tubuh terjadi saat obat mencapai sirkulasi. Selanjutnya obat
harus masuk ke jaringan untuk bekerja. Distribusi obat dibedakan atas dua fase
berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah
penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, dan otak.
Selanjutnya distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencangkup jaringan yang
perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit dan jaringan lemak.
Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama.

c. Metabolisme dan Ekskresi


Sebelum dikeluarkan dari tubuh, obat mengalami proses metabolisme (biotransformasi)
terlebih dahulu. Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan struktur
kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul
obat diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut
dalam lemak sehingga lebih mudah di ekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya
obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja
obat. Metabolisme terjadi terutama di hati dan hanya dalam jumlah yang sangat rendah
terjadi dalam organ lain seperti dalam usus, ginjal, paru-paru, limpa, otot, kulit atau
dalam darah. Seperti halnya metabolisme, ekskresi suatu obat dan metabolitnya
menyebabkan penurunan konsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi ginjal
memegang tanggung jawab utama untuk eliminasi sebagian besar obat. 3,4

2
II.1.2. Model Farmakokinetik
Penelitian farmakokinetik suatu zat aktif merupakan penelitian identifikasi dan penetapan
konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu sehingga dapat menggambarkan model
matematik. Model tersebut dapat berupa model satu kompartemen atau multi kompartemen
yang sangat tergantung pada proses yang dialami zat aktif selama dalam tubuh.
a. Model satu kompartemen terbuka
Pada model satu kompartemen terbuka, obat hanya dapat memasuki darah dan
mempunyai volume distribusi kecil, atau juga dapat memasuki cairan ekstra sel atau
bahkan menembus sehingga menghasilkan volume distribusi yang besar. Pada model
satu kompartemen terbuka terlihat seolah olah tidak ada fase distribusi, hal ini
disebabkan distribusinya berlangsung cepat.

b. Model dua kompartemen terbuka


Model dua kompartemen terbuka terdiri dari kompartemen pusat dan perifer, biasanya
kompartemen pusat adalah darah dan perifernya jaringan lain. Pengelompokan
kompartemen pusat maupun perifer tergantung pada obat yang bersangkutan.
Distribusi obat dalam darah ke jaringan lunak dan ke dalam jaringan dalam lain terjadi
pada laju yang berbeda - beda. Keadan tunak yang tercapai akan mengakhiri fase
distribusi.3,4

II.1.3. Parameter Farmakokinetik


Kompartemen farmakokinetik dari obat pada setiap tahap perlu ditetapkan secara kuantitatif
dan dijelaskan dengan bantuan parameter farmakokinetik. Parameter farmakokinetik
ditentukan dengan perhitungan matematika dari data kinetika obat di dalam plasma atau di
dalam urin yang diperoleh setelah pemberian obat melalui berbagai rute pemberian, baik
secara intravaskular atau ekstravaskular.

Terdapat tiga jenis parameter farmakokinetik yaitu parameter primer, sekunder, dan turunan.
Parameter farmakokinetik primer meliputi kecepatan absorbsi, Vd (volume distribusi), Cl
(klirens). Parameter farmakokinetik sekunder antara lain adalah t1/2 eliminasi (waktu paruh
eliminasi), Ke (konstanta kecepatan eliminasi). Sedangkan parameter farmakokinetik turunan
harganya tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian obat.

3
1. Parameter pokok
a. Tetapan kecepatan absorbsi (Ka)
Tetapan kecepatan absorbsi menggambarkan kecepatan absorbsi, yaitu masuknya obat
ke dalam sirkulasi sistemik dari absorbsinya (saluran cerna pada pemberian oral,
jaringan otot pada pemberian intramuskular).
b. Cl (Klirens)
Klirens adalah volume darah yang dibersihkan dari kandungan obat per satuan waktu.
c. Volume distribusi (Vd)
Volume distribusi adalah volume yang menunjukkan distribusi obat.

2. Parameter Sekunder
a. Waktu paro eliminasi (t1/2)
Waktu paro adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat di dalam
tubuh menjadi seperdua selama eliminasi (atau selama infus yang konstan).
b. Tetapan kecepatan eliminasi ( Kel )
Kecepatan eliminasi adalah fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang akan
tereliminasi dalam satu satuan waktu. Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju
penurunan kadar obat setelah proses kinetik mencapai keseimbangan.

3. Parameter Turunan
a. Waktu mencapai kadar puncak ( tmak )
Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai puncak.
b. Kadar puncak (Cp mak)
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah atau serum atau
plasma. Nilai ini merupakan hasil dari proses absorbsi, distribusi dan eliminasi
dengan pengertian bahwa pada saat kadar mencapai puncak proses-proses tersebut
berada dalam keadaan seimbang.
c. Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam sirkulasi sistemik vs waktu
(AUC)
Nilai ini menggambarkan derajad absorbsi, yakni berapa banyak obat diabsorbsi dari
sejumlah dosis yang diberikan. Area dibawah kurva konsentrasi obat-waktu (AUC)
berguna sebagai ukuran dari jumlah total obat yang utuh tidak berubah yang mencapai
sirkulasi sistemik3

4
II.1.4. Kegunaan Farmakokinetik
Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bidang farmasi dan kedokteran, seperti
untuk bidang farmakologi, farmasetika, farmasi klinik, toksikologi dan kimia medisinal,
diantaranya untuk:5
1. Membantu dalam pemilihan obat
2. Membantu dalam penetapan dosis baik besar dosis yang akan diberikan maupun
frekuensi pemberian obatnya.
3. Menerangkan fenomena gejala ketoksikan ataupun keadaan pengobatan yang sub
terapi (di bawah MEC).
4. Menerangkan fenomena terjadinya interaksi obat.

II.2. Reseptor Adrenergik


Reseptor adrenergik merupakan reseptor yang menerima sinyal dari sistem saraf pusat (SSP)
menuju target organ. Reseptor adrenergik secara umum digolongkan dalam 2 kelas, meliputi
alpha () dan beta (β) reseptor. Yang lebih dikhususkan lagi menjadi 4 tipe, yaitu 1
(terdapat pada otot polos arteriol dan vena yang menimbulkan efek vasokonstriksi), 2
(terdapat pada ujung saraf adrenergik yang merupakan mekanisme umpan balik untuk
menghambat pelepasan noradrenalin), β1 (terdapat pada miokardium—untuk meningkatkan
kontraktilitas, pacemaker jantung–meningkatkan denyut jantung, serta pada korteks ginjal—
untuk meningkatkan sekresi renin), serta β2 (terdapat pada otot polos bronkus yang
menimbulkan efek bronkodilatasi).6

II.3. β-bloker
β-bloker (penghambat adrenergik) bekerja dengan manghambat reseptor beta adrenergik yang
berujung pada pengurangan denyut jantung dan kontraktilitas miokard. β-bloker pertama kali
ditemukan oleh Sir James W. Black pada akhir 1950an. Obat tipe ini diantaranya Propanolol,
atenolol, dll.7

Penghambat Adrenergik Beta (β-bloker) merupakan obat penghambat reseptor adrenergik


beta simpatis yang mencegah perangsangan simpatis terhadap frekuensi jantung dan
metabolisme jantung selama kerja fisik atau episode emosional. Karena itu, terapi dengan β-
bloker akan menurunkan kebutuhan jantung akan olsigen metabolik tambahan selama kondisi
stres.8

5
II.3.1. Jenis-Jenis β-bloker
Terdapat beberapa tipe β-bloker, diantaranya:
 Penghambat beta tifak selektif, seperti propanolol (inderal) menghambat reseptor beta
jantung dan beta bronchial. Denyut jantung lambat (tekanan darah menurun sekunder
terhadap penurunan denyut jantung), dan timbul bronkokonstriksi
 Penghambat beta kardioselektif lebih sering digunakan karena hanya bekerja pada
reseptor beta, akibatnya, tidak timbul bronkokonstriksi9

Terdapat 12 macam obat pada golongan β-bloker yang dikelompokkan berdasarkan koefisien
partisi lemak-air maupun selektivitasnya.
 Berdasarkan koefisien partisi lemak-air maka dibedakan
o β-bloker yang hanya larut lemak yaitu propranolol dan alprenolol
o β-bloker dengan kelarutan dalam lemak lebih tinggi daripada dalam air yaitu
oksprenolol, labetolol, metoprolol, timolol, bisoprolol
o β-bloker kelompok yang kelarutannya dalam air lebih tinggi dari lemak yaitu
asebutolol dan pindolol
o dan β-bloker yang hanya larut dalam air yaitu sotalol, nadolol dan atenolol.

 Berdasarkan selektivitasnya β-bloker digolongkan sebagai


o β-bloker kardioselektif seperti asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol
o β-bloker yang mempunyai aktivitas agonis parsial yaitu pindolol, oksprenolol,
alprenolol dan asebutolol.
o β-bloker yang mempunyai aktivitas stabilisasi membran yaitu propranolol,
oksprenolol, alprenaolol, asebutolol, metoprolol, pindolol dan labetolol10

No. β-bloker Larut dalam Bioavail. Metabolisme Eliminasi t½ Ikatan


lemak / air Oral lintas hati/ginjal eliminasi protein
(%)* pertama plasma (%)**
1. Propanolol Lemak 25-30 ++ Hati 3-5 90
2. Alprenolol Lemak 10 ++ Hati 2-3 76-85
3. Labetalol Lemak 25 ++ Hati & ginjal 6-8 ~ 50
4. Karvedilol Lemak 25-35 ++ Hati 7-10 >98
5. Oksprenolol Lemak & air 25-50 ++ Hati 2 92
6. Metoprolol Lemak 50 ++ Hati 3-7 12

6
7. Betaksolol Lemak 89 + Hati & ginjal 14-22 50
8. Timolol Lemak & air 75 + Hati & ginjal ~4 60
9. Bisoprolol Lemak & air ~80 + Hati & ginjal 9-12 ~30
10. Asebutolol Air & lemak 40 ++ Hati & ginjal 3-4 26
Diacetolol *** Air - Ginjal 8-13 15
11. Pindolol Air & lemak ~100 - Ginjal & hati 3-4 40-55
12. Karteolol Air & lemak 85 - Ginjal & hati ~6 23-30
13. Seliprolol Air 30-70 - Ginjal 5 4-5
14. Atenolol Air ~50 - Ginjal 6-7 6-16
15. Nadolol Air ~30 - Ginjal 20-24 30
16. Sotalol air 90-100 Ginjal 12 -
*% dosis yang diberikan
** % dosis yang bioavailable
*** metabolit utama, aktif, ekuipoten dengan asebutolol dan lebih kardioselektif

II.3.2. Farmakokinetik β-bloker


Sifat farmakokinetik berbagai β-bloker dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan sifat-sifat ini,
β-bloker dapat dibagi atas 3 golongan :
1. β-bloker yang mudah larut dalam lemak, yakni propanolol, alprenolol, labetalol,
karvedilol, oksprenolol, dan metoprolol. Semuanya diabsorpsi dengan baik (>90%) dari
saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya rendah (tidak lebih dari 50%) krena mengalami
metabolisme lintas pertama yang ekstansif di hati. Eliminasinya melalui metabolisme
di hati sangat ekstensif sehingga obat utuh yang diekskresi melalui ginjal sangat sedikit
(<10%). Kelompok ini memiliki waktu paruh eliminasi yang pendek, yakni berkisar
antara 3-8 jam, kecuali karvedilol dapat mencapai 10 jam.

2. β-bloker yang mudah larut dalam air, yakni sotalol, nadolol, dan antenolol. Sotalol
diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, dan tidak mengalami metabolisme lintas
pertama yang berarti sehingga diperoleh bioavailabilitas yang tinggi. Nadolol dan
atenolol kurang baik absorbsinya dari saluran cerna sehingga bioavailabilitasnnya rendah,
ke-3 obat praktis tidak mengalami merabolisme sehingga hampir seluruhnya disekresi
utuh melalui ginjal. Ke-3 obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang, yakni ≥ 12 jam,
kecuali atenolol hanya 6-7 jam.
3. β-bloker yang kelarutannya terletak antara golongan (1) dan (2), yakni timolol,
bisoprolol, beraksolol, asebutolol, pindolol fan karteolol. Obat-obat ini diabsorpsi dengan

7
baik dari saluran cerna, tetapi mengalami metabolisme lintas pertama yang berbeda
derajatnya, ekstensif untuk asebutolol, sedang untuk timolol, hanya 10% untuk bisoprolol
dan betaksolol, dan tidak dialami oleh pindolol dan karteolol hanya 15-20% melalui
ginjal. Waktu paruh eliminasinya termasuk pendek untuk pidololdan timolol, tetapi
panjang untuk betaksolol dan bisoprolol. Sebagian besar aktivitas asebutolol ditimbulkan
oleh metabolit aktifnya, diasetolol, yang larut dalam air dan kemudian diekskresi dalam
urin.11

Distribusinya ke dalam SSP sejajar dengan kelarutannya dalam lemak, Alprenolol dan
propanolol yang paling tinggi kelarutannya dalam lemak paling mudah masuk ke dalam otak,
sedangkan atenolol dan naldolol yang paling sukar larut dalam lemak paling sukar pula untuk
menembus sawar darah otak.11

Oleh karena itu terdapat perbedaan individual dalam kapasitas metabolisme hati, maka β-
bloker yang mengalami elminasi presistemik di hati (Golongan 1) memperlihatkan kadar
plasma yang sangat bervariasi setelah pemberian dosis oral yang sama pada pasien. Misalnya
propanolol dan metoprolol menimbulkan variasi kadar plasma sampai 20 kali lipat.
Sebaliknya, β-bloker yang larut dalam air (Golongan 3) dan juga pinodolol, karena tidak
mengalami metabolisme presistemik, maka kadar plasma yang dicapai menunjukkan variasi
yang tidak begitu besar. Misalnya atenolol, variasi kadar plasmanya hanya 2-4 kali lipat pada
pasien yang berbeda. 11

Proses metabolisme presistemik untuk beberapa obat seperti propanol dan alprenolol
mengalami kejenuhan pada dosis terapi. Batas kejenuhan ini bervariasi antar individu
berdasarkan kapasitas metabolisme masing-masing pasien. Peningkatan dosis di atas batas
kejenuhan menghasilkan peningkatan kadar plasma yang jauh lebih tinggi (nonlinear).
Metropolol dimetabolisme terutama oleh CYP2D6 yang mengalami polimorfisme genetik.
Karena itu waktu paruh eliminasinya berkisar dari 3-4 jam pada extensive metabolizer sampai
7-8 jam pada poor meabolizer. Selain itu, risiko efek samping meningkat sampai 5 kali lipat
pada poor metabolizer dibanding dengan extensive metabolizer. 11

Waktu paruh obat yang eliminasinya terutama melalui ginjal, yakni atenolol, nandolol, dan
sotalol, diperpanjang pada gagal ginjal. Demikian pula waktu paruh obat yang eliminasinya
terutama melalui hati diperpanjang pada penyakit hati. Penyakit hati juga mengurangi

8
kapasitas metabolisme hati dari obat-obat tersebut sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya
pada pemberian oral. Pada gagal ginjal tanpa dialisis yang teratur, harus diperhitungkan
kemungkinan akumulasi metabolit aktif. Hanya propanolol, alprenolol dan asebutolol yang
mempunyai metabolit aktif. Metabolit aktif dari propanolol adalah 4-hidroksipropanolol,
yang mempunyai aktivitas sebagai β-bloker. 11

Meskipun kebanyakan β-bloker mempunyai waktu paruh eliminasi yang semakin pendek,
efek hipertensinya berlangsung lebih lama daripada yang dapat diperkirakan dari aktu
paruhnya, sehingga dapat diberikan dnegan dosis sekali atu 2 kali sehari. 11

Esmolol adalah β-bloker kardioselektif dengan masa kerja yang sangat singkat. Obat ini
tidak mempunyai ISA maupun MSA, diberikan IV untuk keadaan-keadaan yang memerlukan
β-bloker secara singkat, misalnya untuk takikardia supraventrikular, atau untuk pasien sakit
berat yang bila timbul efek samping brakikardia, gagal jantung atau hipotensi, obat perlu
segera dihentikan. Esmolol berupa ester yang dihidrolisis dengan cepat oleh esterase yang
terdapat dalam eritrosit. Waktu paruhnya menit, efek puncak hambatan reseptoe β dicapai
dalam 6-10 menit setelah pemberian dosis muat, dan efeknyahilan dalam 20 menit setelah
infus dihentikan. 11

III. Penutup
Dari pemaparan di atas, kita dapat mengetahui bahwa terdapat perbedaan reaksi dan sifat pada
tiap jenis obat turunan betabloker yang dapat menentukan keefektifan pengobatan pada tiap
individu yang dipengaruhi oleh laju metabolisme, serta kesehatan pasien.

9
IV. Daftar Pustaka

10
1
. Fatima F. Waspadai Hipertensi, Si Pemicu Penyakit Kelas Berat. [homepage on internet].
Jakarta: medicastore.com; [update 2 Des 2008; cited 23 Desember 2009]. Avaliable from
http://www.medicastore.com/stroke/Waspadai_Hipertensi_Si_Pemicu_Penyakit_Kelas_Berat.php
2
Anonymnous. Hypertension: management of hypertension in adults in primary care. London:
National Institure for Health and Clinical Excellence. 2006; 8-10
3
Wulandari R. Profil farmakokinetik teofilin yang diberikan secara bersamaan dengan jus jambu
biji (Psidium Guajava L.) pada kelinci jantan. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta;
2009.
4
Cahyati Y. Pengantar Farmakokinetika. Diunduh dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/
files/02_PengantarFarmakokinetika.pdf/02_PengantarFarmakokinetika.html pada tanggal 30 Maret
2010 pukul 19.10
5
Farmakokinetika dan Farmakodinamika Antibiotika. Diunduh dari http://farmasiindonesia.
com/farmakokinetika-dan-farmakodinamika-antibiotika.html pada tanggal 30 Maret 2010 pukul
19.46
6
Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Belmount: Thomsom Higher
Education. 2007; 240, 696-697.
7
Stapleton MP. Sir James Black and Propanolol. Texas: texas Heart Institute. 1997.
8
Guyton AC, Hall J. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Missisipi: Elsevier Pte Ltd. 2006;
269.
9
Sain I. Obat Diuretik dan Anti Hipertensi. Makassar: Penerbit Universitas Hassanudin. 2008; 39.
10
Ganiswara, S.G., 1995, Farmakologi dan Terapi, 4th ed,, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta
11
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, et all. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2006; 94.

Anda mungkin juga menyukai