Anda di halaman 1dari 4
AKU ADA UNTUK MENGERTI DAN MENCINTAI MU : Pengalaman Pustaka Menyapa Mletik Komunitas Kawasan Malioboro Oleh : Sujarwo Putra)* Setiap ngobrol dengan’ Mas Herry, selalu ada sensasi atau semacam Pesona yang menggetarkan sekaligus menggerakkan, Bukan kali ini saja. Bahkan sekitar 20 tahun yang lalu, saat beberapa adik saya yang mahasiswa ingin mendampingi pedagang asongan, Atau 10 tahun yang lewat, sewaktu Mas Herry menyatakan mimpinya yang paling mengejutkan saya : ingin membangun Jogja dengan menjadi Walikotanya ! Apa orang seperti Mas Herry ini yang dimaksud oleh Jim Collin [Good to Great : 2001] sebagai pimpinan yang mampu mewujudkan budaya excellence karena memiliki visi besar yang didukung Kemampuan menginspirast [menggetarkan] dan memotivasi [menggerakkan]. Sehingga siapapun ‘erpanggil untuk rela berkorban dengan seluruh ketekunan dan kesabaran demi mewujudkannya. Meskipun saya tidak tahu jawaban pasti dari pertanyaan di atas, obrolan kami diawal tahun 2010 itu, seperti sungai bertemu Jautan. Saya yang bermimpi mematahkan mitos komunitas Malioboro [semua rakyat kecil] malas membaca dan emoh belajar, bertemu dengan Mas Herry dan pemerintah kota yang sedang beruscha mewujudkan program kota Pendidikan untuk Semua (education for All) dan Belajar Sepanjang Hayat. Kata anak saya ibarat ember ketemu sumut. Saya tidak paham dari mana asal usulnya, tiba-tiba ada vonis tanpa pembelaan bahwa komunitas di kawasan Malioboro ---penarik becak, pedagang kaki lima, tukang parkir, pelayan toko, dan lainnya --- dianggap malas membaca dan emoh belajar. Gawatnya, vonis tersebut kemudian menjelma menjadi mitologi yang dilekatkan pada rakyat kecil, Dalam kasus komunitas Malioboro, keadaannya lebih buruk lagi. Orang bisa menunjuk pada perpustakaan yang ada di sana, namun hampir tidak pernah dikunjungi oleh komunitas Malioboro. Orang bisa juga menunjuk beberapa komunitas yang bermain catur, bermain gitar, ngobrol, terkantuk-kantuk {[bahkan tertidur di atas becak].’ ‘Namun, yang tidak disadari orang bahwa yang tampak itu hanya sebagian kecil dari keseluruhan ‘gambar besar komunitas kawasan Malioboro. Seperti permukaan laut yang bergelombang dan nampak ‘sama, Tapi di bawahnya begitu tenang dan berwarna-warni, ie Saya melihat ibu-ibu yang rela mengeluarkan uang untuk membeli dan menyewa tabloid. Pengemudi becak dan pedagang kaki lima yang bergiliran membaca koran. Bahkan koran lusuh sekalipun. Begitu pula, saya menyaksikan antusiasme yang luar biasa dari komunitas menghadiri acara engajian bisnis butanan kawasan Malioboro yang menghadirkan pembicara para pengusaha sukses modal dengkul Lebih dari itu, perasaan dan pengalaman saya yang telah hidup bersama mereka selama lebih dari 12 tahun mengatakan MITOS ITU TIDAK BENAR ! Saya yakin, mereka pasti suka membaca dan mau belajar. Mereka juga ingin berubah menjadi lebih baik. Alarm di hati dan kepala saya berbunyi, "Kali ini, kamu dan komunitas dipanggil kembali oleh sejarah untuk mematahkan sebuah mitos.” Akhimya, setelah berembug dengan seluruh komunitas dan ditambah kenekatan tiada tepi, pada tanggal 31 Maret 2010, kami melakukan soft launching Pustaka Miletik. Bertepatan dengan hari ulang tahun Mas Herry yang ke-55. Mas Herry pulalah yang memberi nama Pustaka ini dengan pustaka Miletik, Katanya agar Mletik atau Tuing atau mencetdaskan. EMPATI + SABAR + RELA 31 Maret 2010 - 31 Maret 2011 DUKUNGAN = Benar kata orang, mendirikan lembaga itu penting dan sulit. Namun lebih penting dan lebih sulit lagi mempertahankan dan mengembangkannya. Diktum itu berlaku pula bagi kami. Pustaka Mletik yang lahir dari modal PEmimpin yang MEnginspirasi dan MemoTivAsi, ditambah Inisiatif KOmunitas yang Nekat, dalam perjalanan mengalami gelombang pasang surut yang luar biasa. Pertama kali pustaka Mletik beroperasi, hanya memiliki 50 koleksi. Baik buku ‘maupun majalah. Semua itu, koleksi saya dan istr. Setelah launching, buku kami sedikit bertambah. Kami mendapat sumbangan buku dari Mas Herry dan Perpusda Kota. Tidak lama kemudian, Bantuan demi bantuan terus menghampiri kami. Teristimewa dari hotel Garuda. Mereka memberi 254 buku sesuai dengan daftar buku yang diminta komunitas. Namun yang jauh lebih membanggakan kami, komunitas kawasan Malicboro, turut pula memberi sumbangan buku. Hari ini, kami telah memiliki 1000 lebih buku. Pertambahan buku yang kami miliki, sesuai pula dengan meningkatnya permintaan buku di Tapangan. 200 lebih buku dipinjam setiap harinya. Karyawan toko yang masih muda-muda tertarik membaca novel, tabloid dan buku-buku inspirasi. Komunitas yang berumur 40 tahun ke bawah menyukai bbuku-buku inspirasi, motivasi dan ketrampilan [bahasa asing dan lain-lain), Ibu-Tbu komunitas menyukai ‘buku-buku memasak, bisnis kulincr, tabloid, inspirasi, dan agama. Komunitas yang berumur 40 tahun ke atas, lebih memilih buku-buku agama [teristimewa majalah Hidayah], biografi, dan buku umum lainnye. Penggemar pustaka Mletik adalah selurah komunitas kawasan Malioboro. Pengemudi becek, edagang Kaki lima, juru parkir, pegawai toko, pemilik toko, pegawai shelter trans bus, dan siapa saja yang beraltifitas di kawasan Malioboro, Mereka cukup duduk di tempat mereka beraktifitas. Pengemudi becak, culup menunggu di bacaknya, Pedagang Kaki Lima, cukup menanti di dasaran dagangnya. Begitu pula,komunitas yang lain. Seluruh komunitas boleh membaca dan meminjam buku tanpa diwajibkan menjadi anggota pustaka dan membayar juran, Meskipun demikian, kami tetap menghimbau agar mereka secara sukarela ‘membuat Kartu anggota dan membayat iuran. Hal ini bagian dari membangun rasa memiliki dan berbagi ‘Sekaligus dalam jangka panjang meretas jalan kemandirian pendanaan pustaka Mlctik. Karena sifatnya suka rela, baru ada 220 anggota pustaka dari sekitar 800 komunitas yang ‘membaca dan meminjam buku-buku pustaka Mletik. Begitu pula, karena sifatnya suka rela, dari potensi Pemasukan pustaka 440 ribu dari 220 anggota dengan juran 2.000 perbulan, realisasinya hanya 100 ribu setiap bulan. Namun, bagi kami, kemavan mereka untuk membaca saja sudah merupakan kegembiraan yang luar biasa, Kami mendatangi kormunitas setiap hari senin, selasa, dan rabu, Antara jam. 10.30 sampai jam. 15.00. Reutang hari dan jam tersebut adalah hari-hari dan jam paling sepi bagi komunitas Malioboro dari Pengunjung. Hari-hari tersebut berbanding terbalik dengan hari jum’at, sabtu, dan minggu. Dengan pertimbangan yang Sama, kami memilih rentang waktu operasional pustaka dari jam, 10.30 ~ 15.00 Dua orang relawan kami mendatangani komunitas dengan buku yang diangkut troly [keranjang/kereta dorong yang biasa digunakan di Mall). Trolly ini bantuan dari UCY berikut sekeranjang buku. Sebelumnya, buku-buku kemi bawa keliling lapangan dengan menggunakan kotak asongan rokok. Kebetulan, para relawan kami adalah pedagang asongan sekaligus ketua dan sekretaris paguyubannya. Meski terlihat unik, namun dengan makin banyaknya buku yang diangkut, maka tidak mungkin lagi mempertahankannya. Relawan-kami memakai baju dan topi seragam dengan logo pustaka Mletik. Di bahu mereka tergantung mega phone pinjaman dari Polsek Gedongtengen. Alat pengeras suara ini berfungsi untuk ‘memberi tahu komunitas akan kedatangan buku serta mengingatkan mereka untuk mengembelikan buku yang dipinjam. Setiap relawan, kami beri insentive 20.000 rupiah per hari, Jadi dalam satu bulan, mereka ‘menerima 240.000. Untuk dua orang 480.000. Insentive dibayar harian. Cuma perlu dicatat, itu pun kalau as ada. Khususnya koordinator relawannya Pak Aep (kalau anggotanya secara disiplin kita beri). Hal ini patut dimaklumi. Sebab, Pustaka Mletik memerlukan dana operasional untuk insentive dan perawatan buku sebesar 870.000. Rinciannya : 1] 2 orang relawan + 1 orang relawan administrative @ 240.000 dengan total 720.000; dan, 2] biaya perawatan buku dan alat sebesar 150.000. Ini belum termasuk biaya penambahan buku. Sementara itu, pemasukan pustaka hanya dari juran anggota, yang rate-rata setiap bulan total 100.000. Meski jarang, terkadang ada juga sedikit tambahan bantuan dari komunitas. Selebihnya ‘pemasukan pustaka Mletik, diperolch dari dana talangan keluarga saya, Rata-rata 500.000 per bulan. Saya ambil dari uang “Hiburan” mingguan kami. Sehingga, sudah 1 tahun ini, kami tidak pemnah lagi bisa jalan- Jalan ke luar rumah sambil makan-makan. Sayangnya, mulai awal april 2011, kami mengalami masalah serius dengan pendanaan pustaka. Akibataya, kami mesti “merumahkan” ! relawan lapangan dan | relawan administrasi. Yang tersisa hanya Pak aep [koordinator lapangan, yang siap menerima insentive dalam bentuk do’a dan pahala]. Oleh karena itu, saya dibantu oleh Pak Welly dan Pak Isnan [kedua-duanya tokoh pedagang kaki lima], dengan ikhlas ‘mengampu tugas-tugas relawan yang kami rumahkan. Di tengah-tengah satu gelombang surut tersebut, kami mendapatkan tiga gelombang naik. Kabar baile datang dati Keluarga Bu Ketik. Mereka merelakan tempatnya yang lebih dekat jalan, di sebelah sebuah toko batik, sebagai kantor pustaka Mletik. Kabar gembira Iainnya datang dari Mas Herry yang ‘memberi bantuan 56 buku, sesuai dengan permintaan komunitas. Sedangkan, gelombang pasang terakhir, bertamhah kuatnya komitmen Perpusda kota untuk: mendukung pustaka komunitas dau warga. 31.Maret 2011: 31 Maret 2012 | 4@ngan Berhenti Bermimpi. Do It Now Pada tahun kedua pustaka Mietik, kami ingin memperbaiki layanan kepada komunitas dengan menambah banyak koleksi buku dan merubah model pelayanan. Kami berusaha memiliki enam orang relawan dengan enam troly yang lebih kecil dari kemarin. Masing-masing troly berisi dengan buku topik-topik Kbusus, Misal ,troly hijau buku agama. Biru buku novel. Dan seterusnya. Yang lebih menarik, relawan- relawan kami bersifat commuter terus-menerus mengelilingi trotoar kawasan Malioboro. Di samping memudahkan Komunitas, hal ini menjadi atraksi tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Malioboro. Dalam hal pengadaan buku dan peningkatan sumber daya manusia relawan pustaka Mletik, kami ‘akan menjalin kerjasama lebih erat lagi dengan berbagai perpustakaan warga atau komunitas. Kami ingin ‘membangun kerja sama_saling tukar pinjam buku dan pengalaman dengan mereka. Dalam konteks ini, kami juga banyak berharap dari Perpusda Kota untuk menjadi fasilitator dan jembatan, Sekaligus ‘merevitalisasi forum silaturahmi antar perpustakaan warga dan kormunitas. ‘Kami juga memiliki obsesi untuk meretas kemandirian pendanaan pustaka dengan empat cara. Pertama, mengefektifkan iuran anggota. Kedua, mendorong perluasaan keanggotaan pustaka. Tige, ‘melakukan berbagai terobosan Kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta. Keempat, memiliki unit usaha yang bersifat otonom yang bergerak dalam bidang pemberian dana bergulir bagi komunitas, terutama anggota pustaka Mletik. Program pengelolaan dana bergulir ini akan memberi nilai lebih bagi anggota pustaka Mletik. ‘Namun secara bersamaan memberi keuntungan bagi pembiayaan pustake, yang diambil dari bagi hasil atau keuntungan dari dana bergulirtersebut, Kami berusaha keras untuk mengumpulkan modal antara 10 sampai 20 juta. Bila semua berjalan baik, pada 31 Maret 2012, kami akan melebarkan sayap ke pasar Bringharjo. 2 tahun sesudahnya, seluruh pasar besar di Kota Yogyakarta telah memiliki pustaka yang menyapa Pedagang di tempat mereka berjualan. Duplikasi dengan berbagai modifikesi dari semangat pustaka Mletik. 2015 Program kota Education for All dan Pendidikan Sepanjang Hayat terwujud. Mimpi ? Ya. Namun menjadi kenyataan bila kita memiliki orang-orang yang saling menginspirasi, saling memotivasi, dan saling bekerjasama dalam kebaikan, kesabaran, dan kebenaran. Bukankah kita telah memulai langkah awalnya? *) Sujarwo Putra adalah Presidium Paguyuban Kawasan Malioboro dan Direktur Pustaka Mletik. Kontak : 081215678598. Alamat Pustaka : Jalan Sosrokusuman Belakang Malioboro Mall. **) Makalah ini disampaikan dalam Seminar Regional Dalam Bulan Buku Perpusda Kota Jogja, Kamis, 12 Mei 2011.

Anda mungkin juga menyukai