DEFINISI
II. EPIDEMIOLOGI
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada
golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain
menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini
dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering
dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Namun angka ini tidak dapat pasti dikarenakan banyaknya pasien yang tidak
menunjukkan gejala sehingga tidak pernah terdeteksi. Kaplan dkk dalam
Pediatric Kidney Disease menyebutkan setengah pasien golmerulonefritis pasca
streptokokus tidak terdeteksi. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan
umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi
penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial
ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat. Hasil
1
penelitian multicenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya
170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien
terbanyak dirawat di Surabaya(26,5%) kemudian disusul berturut-turut di Jakarta
(24,7%), Bandung (17,6%), Palembang (8,2%).
III. ETIOLOGI
2
yang mengubah IgG endogen sehingga menjadi “autoantigenik”. Akibatnya
terbentuklah autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut yang
mengakibatkan pembentukan kompleks imun bersirkulasi, yang kemudian
mengendap dalam ginjal
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907
dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss.
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya:
Tabel 1. Infeksi yang berhubungan dengan glomerulonefritis kompleks imun
Bakteri Streptokokus B hemolitikus grup A
Streptokokus grup C (Streptococcus zooepidermicus)
Pneumococcus (pneumonia)
Streptococcus viridans (edokarditis bakterial subakut)
Staphylococus Aureus(edokarditis bakterial subakut, pneumonia)
Staphylococcus albus, (shun vtntrikuloatrial yang terinfeksi)
Meningococcus (sepsis)
Klebsiella pneumoniae (pneumonia)
Organisms gram negatif (sepsis)
Gonococcus (endokarditis)
Brucella
Salmonella typhi (demam tifoid)
Mycoplasma pneumoniae (pneumonia)
Leptospira
Treponema pallidum (siIilis kongenital)
Mycobacterium leprae
Virus Hepatitis B
Varisela
Morbili
Parotitis epidemika
Epstein-Barr (mononucleosis infeksiosa)
Cytomegalovirus
CoxsackievirusB
3
Echovirus
Influenza
Human immunodeficiency virus (HIV)
Ricketsia Rickettsia ricketsii (Rocky mountain spotted fever)
Protozoa Plasmodium falciparum, (malaria)
Plasmodium malariae
Toxoplasma gondii (toksoplasmosis kongenital)
Helminth Schistosamiasis, leishmaniasis, tripanosomiasis
Filariasis, trichinosis
s
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan
golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada
manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini
diberi spesies nama S. pyogenes 9,10
a. Streptolisin O
4
adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada
orang yang hipersensitifitas.
b. Sterptolisin S
Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit
yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan
glomerulonefritis.
IV PATOFISIOLOGI
5
istilah umum beberapa penyakit maupun istilah histopatologis yang berarti
peradangan kapiler-kapiler glomerulus. Bukti bahwa glomerulonefritis
disebabkan jejas imunologis adalah
1. Kesamaan morfologi dan imunopatologi dengan glomerulonefritis
eksperimental akibat imun
2. Terdapatnya reaktan imun (immunoglobulin dan komplemen-
komplemen) pada glomerulus
3. Kelainan pada komplemen serum dan temuan autoantibody (misalnya :
anti membrane basalis glomerulus {anti GBM})
6
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis,
selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran
basalis glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul
proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel
epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang dibentuk oleh
ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen
antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada
mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada
mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus
akibat dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang
timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi
kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus,
kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada
subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis
dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini
tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-
endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan
epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular
atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
7
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan
oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks
yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau
dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan
matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta
menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak
subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi
kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal
dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang
dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun
demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan
utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler,
mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel,
sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah
menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas,
misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu
atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks
8
imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung
singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang
langsung merusak membrana basalis ginjal.
9
paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat
edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai
dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu
badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-
kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin
hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF)
atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas.
10
kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia,
asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total
serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan
aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8
minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis
yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.
11
membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase,
dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu
mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin
O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis,
meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin
O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua
uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya
positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.
kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai
nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
12
Gambar 3. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya
pembesaran 20×
Keterangan gambar :
13
Gambar 5. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron
keterangan gambar :
keterangan gambar :
14
VIII. DIAGNOSIS
15
pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis
kronik akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama
pada glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis;
tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
16
Tabel 4. Perbandingan GNAPS dengan penyakit glomerular yang lain
Gambaran Umum Gejala Klinis Prognosis
Glomerulonefritis Pasca Streptokokus - Terjadi pada fase akut lebih dari 2 minggu - Baik
Terjadi 10-14 hari setelah fase akut pada streptococcus - Insufisiensi ginjal dan hipertensi terjadi - Terjadinya fase kronik sangat jarang
Disertai gross hematuri yang tiba-tiba bervariasi pada setiap kasus - Persisten hipocomplemen mengarahkan ke kemungkinan
Insufisiensi ginjal sedang hingga berat - Microhematuria persisten penyakit lain
Disertai Edem - Hipocomplemen terjadi hingga 1 – 30 hari
Glomerulonefritis Membrano Proliferatif - Penurunan fungsi ginjal secara cepat - Tipe 1 sangat berespon baik terhadap kortikosteroid
Bermanifestasi mikrohematuri hingga makrohematuria - Menyerupai gejala dari GNAPS - Tipe 2 sulit diterapi
Diagnosis dibuat dengan biopsy renal - Proteinuria sangat berat - Pada kasus yang tidak teratasi penurunan fungsi terjadi dalam
Etiologinya ttidak diketahui - Hipoclompemenia intermiten hingga persisten 15 th (30-50%)
Tipe 1 dan tipe 2 paling sering - Hipertensi sangat signifikan
IgA Nefropati - 90% kasus sembuh pada 1-5 thn - Secara umum baik, presentasi kecil berkembang menjadi gagal
Gejalanya simptomatik disertai gross hematuria disertai - Insufisiensi ginjal dan hipertensi bervariasi ginjal
microhematuri disela-sela episode sakit - Proteinuria berat - Belum ada terapi general yang dapat diterima namun pemberian
Biopsi ginjal sangat direkomendasikan pada kasus yang kortikosteroid pada beberapa kasus cukup membantu
berat dan dapat menunjukkan prognosisnya
Henoch-Schnlein Purpura GN - Progress penyakit menjaberat sangat cepat - Secara umum prognosisnya baik
Sering terjadi asimptomatik microhematuria - Hipertensi terjadi bervariasi - Pasien dengan penurunan fungsi ginjal 50% dan proteinuria
Biopsi ginjal sangat direkomendasikan pada kasus yang menetap lebih dari 1 gr/hr menunjukkan gagal ginjal kronik
berat dan dapat menunjukkan prognosisnya - Bipsi ginjal dapat cukup membantu
GN Sistemik SLE - Insufisiensi ginjal sedang hingga berat - Kerusakan pada ginjal meningkatkan morbiditas
Jarang terjadi mikrohematuria dan proteinuria - Gejala klinis bergantung dari kompleksitas - Mengontrol hipertensi sangat berpengaruh pada prognosis di
Sering terjadi eksaserbasi - Hipertensi terjadi sangat signifikan ginjal
- Medikasi dipertimbangkan atas dasar gejala, serologi, dan lesi
di ginjal
- Gagal ginjal terminal dapat terjadi
Hereditary GN (Alport Sindrom) - Tidak ada sindrom akut - Dapat terjadi proteinuria dan hipertensi yang progresif
Terjadi secara autosomal-dominan/x-link - Insufisiensi ginjal yang berat disertai dengan - Gagal ginjal sering terjadi pada laki-laki
Biasanya disertai dengan ketulian dan gangguan mata hipertensi dan proteinuria
- Pada wanita sering sebagai carier
- Belum ada terapi yang pasti
17
18
X. PENATALAKSANAAN
19
cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan
reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis
rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak
dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
X. KOMPLIKASI
20
muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
21
adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik.
Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit
ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum
pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti
secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan
glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.
22
DAFTAR PUSTAKA
Http://Www.Findarticles.Com/Cf0/G2601/0005/2601000596/Pi/Article.Jhtm?
Term=G Lomerunopritis+Salt+Dialysis. Accessed April 8th, 2009.
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis Dan terpia
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III.
23
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Glomerulonefritis Akut, 835-
839. Infomedika. Jakarta.
Sudoyo, W.A. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta
24