Anda di halaman 1dari 28

1.

DIARE
a. KLASIFIKASI DIARE i. Berdasarkan Onsetnya 1. Diare Akut y Adalah diare yang berlangsung kurang dari 3 minggu.

Penyebabnya karena infeksi maupun non infektif. Namun 90% disebabkan karena infeksi. Bentuknya bisa watery form maupun disentry form. y Menurut World Gastroentrology Organisation Global Guidelines pasase feses yang cair dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volum tinja yang banyak sekali dan diare ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare ini: y Efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon VIPoma y y Reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu) Efek obat laksatif

ETIOLOGI DIARE AKUT

DIAGNOSIS DIARE AKUT

a.

Anamnesis

Ditanyakan mengenai : makanan yang dimakan sebelumnya, durasi dan frekuensi diare, ada tidaknya darah atau lender, nyeri abdomen dan tenesmus, serta riwayat penyakit keluarga. Demam dan adanya darah atau lender menandakan adanya invasive, proses dari disentri. Masa inkubasi untuk keracunan makanan adalah kuran dari 18 jam, sedangkan masa inkubasi untuk parasit adalah lebih dari 5 hari. b. Pemeriksaan

Diare akut biasanya bersifat self-limiting. Penyebabnya bisa ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan harus fisik.

Bagaimanapun,

pemeriksaan laboratorium

secepatnya

dilakukan jika terdapat nyeri abdomen parah, gejala sistemik, dehidrasi, darah pada feses, atau ketika gejala menetap >24 jam. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: 1. 2. 3. 4. Hitung Darah Lengkap. Apusan rectal untuk kultur bakteri dan uji sensitivitas. Uji feses yang baru keluar untuk melihat ova dan parasit. Elektroliy serum untuk membantu diagnosis dan

penanganan dehidrasi. 5. Stool smears dengan pewarnaan alkalin metilen biru

Lffler untuk melihat keberadaan leukosit. Leukosit fekal bisa dijumpai pada infeksi bakteri dan penyakit inflamasi kronis pada kolon, dan tidak pada pasien dengan diare karena virus, bakteri toksigenik, dan parasit. 6. Pemeriksaan titer Clostridium difficile pada dugaan adanya

colitis pseudo-membranosa akibat antibiotic.

7.

Sigmoidoskopi, bermanfaat pada diagnosis shigellosis,

colitis amebik, dan colitis ulseratif akut. Sebaiknya dilakukan pada pasien dengan feses berdarah. 8. Rntgen tiga sisi dilakukan jika ada nyeri abdomen parah,

bloating, atau didapatkan suara obstruksi usus pada auskultasi, atau jika diduga terdapat obstruksi atau perforasi.

Terapi Kurangi konta dengan orang lain untuk meminimalisir penularan. Sedangkan penatalaksanaannya merupakan 3 elemen, yaitu: a. b. c. Rehidrasi Antibiotic Terapi anti diare lanjutan

2. Diare Kronis Merupakan diare yang terjadi selama lebih dari 4 minggu, dimana hal ini menandakan adaya kondisi patologis yang serius. Berbeda dengan diare akut, sebagian besar diare kronis berupa diare non infektif. Diare kronis dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis diare menurut etiologinya; yang mana definisi masing-masing akan dibahas pada point selanjutnya: y y y y y y Secretory Causes Osmotic Causes Steatorrheal Causes Inflammatory Causes Dismotility Causes Factitial Causes

Diagnosis dan pemeriksaan diare kronis secara umum sama seperti diare lain pada umumnya, hanya saja harus lebih mendetail pada anamnesis dan pemeriksaan karena kemungkinan ditemukannya penyebab patologis yang lebih parah sangat besar. Untuk diare sekretorik, pemeriksaan meliputi tes kultur bakteri, tes glukosa/laktosa, endoscopy, colonoscopy, biopsy, dan x-ray dengan barium. Untuk diare osmotic, dilakukan tes intoleransi laktosa dan magnesium, tes pH fecal, dan lactose breath testing. Untuk diare dengan lemak, lakukan endoscopy dengan biopsy pada usus halus, radiografi pada usus halus, serta tes fungsi pancreas. Untuk diare karena reaksi inflamasi, periksa adanya darah atau leukosit pada feses, tes kultur pada feses, colonoscopy dengan biopsy, serta contrast pada usus halus. Terapi untuk diare kronis tergantung dari etiologinya masing-masing; namun yang pertama harus dilakukan adalah rehidrasi cairan, diikuti dengan terapi kuratif, supresi, maupun empiris.

ii. Berdasarkan Etiologinya 1. Diare Infeksi a. Bakteri Pada dasarnya, diare akibat infeksi baik karena bakteri, virus, maupun parasite, memiliki patofisiologi dasar yang hamper sama, tergantung pada setiap mikroorganisme yang menginfeksi, yang semuanya menyebabkan peningkatan motilitas usus sehingga menghasilkan sejumlah feses dengan kandungan air tinggi. Infeksi bakteri yang menyebabkan diare ada 2:

Bakteri Non-Invasif (Enterotoksik) Disebut juga diare sekretorik, disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa (v.cholerae, e.coli, staphylococcus. Etc). Bakteri bakteri ini mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus sehingga menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus, peningkatan kadar siklik AMP, menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus, diikuti oleh air, Na, dan K.

Bakteri Enterovasif Disebut juga diare inflammatory, disebabkan oleh bakteri seperti salmonella, shigella, c.jejuni, entamoeba histolitica, etc. Diare ini terjadi akibat kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya adalah sekretorik eksudatif, sehingga cairan diare tercampur dengan lendir dan darah.

b. Virus Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan di gantikan oleh sel dari bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau

gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan memendek sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makananpun akan berkurang. Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul.

c. Parasit Infeksi parasit walaupun jarang dijumpai juga dapat menyebabkan diare. Parasit penyebab diare umumnya adalah Giardia karena parasit ini mampu hidup di tempattempatdimana kuman lain tidak dapat hidup. Infeksi akibat Giardia dapat menyebabkan diare yang kronik.

2. Diare Non-Infeksi a. Eksudatif Diare eksudatif terjadi jika lapisan usus besar mengalami peradangan atau membentuk tukak, lalu melepaskan protein, darah, lendir dan cairan lainnya, yang akan meningkatkan kandungan serat dan cairan pada tinja.

Diare ini dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit seperti: Kolitis ulserativa Penyakit Crohn (enteritis regional) Tuberkulosis Limfoma Kanker.

Jika mengenai lapisan rektum, penderita akan merasakan desakan untuk buang air besar dan sering buang air besar, karena rektum yang mengalami peradangan lebih sensitf terhadap peregangan oleh tinja.

b. Alergi Diare karena alergi merupakan suatu gejala paling sering dari alergi terhadap makanan. Pada orang yang mengalami alergi, usus cenderung bereaksi terhadap makanan tertentu, menyebabkan feses keluar tanpa dapat dikontrol sepanjang hari. Hipersensitivitas terhadap makanan tertentu melibatkan reaksi imun dari tubuh (IgE), menyebabkan pasien diare, mual, muntah, menolak makanan, dan feses berdarah.

c. Toksisitas Diare selain disebabkan oleh bakteri, juga dapat disebabkan oleh obat-obatan. Mekanisme diare karena obat-obatan bervariasi tergantung obat yang digunakan, ada yang karena osmotic (antasida), ada juga yang disebabkan oleh perangsangan system sarafnya, cholinergic. Obat-obatan yang dapat menyebabkan diare antara lain Laxative, antasida yang mengandung magnesium, antineoplastic , antibiotic ( clindamycin, tetracycline, sulfonamides, antibiotic berspektrum luas lainnya), antihipertensi(reserpine, guanethidine, metildopa, guanabenz, guanadrel), Cholinergics(bethanechol,

neostigmine), cardiac agent(quinidine, digitalis, digoxin), NSAID, PG, Colchicine. Anamnesis sangat penting dalam mengidentifikasi diare karena obat-obatan. Perlu ditanyakan obat-obatan apa yang dikonsumsi akhir-akhir ini.

d. Iatrogenik (Diare Pasca Gastrektomi) Malabsorpsi dan penurunan berat badan adalah gambaran yang sering ditemukan setelah gastrektomi. Hal ini hamper selalu terjadi setelah gastrektomi total dan sering pula setelah prosedur Billroth II, namun jarang terjadi setelah prosedur Billroth I. Gastrektomi menyebabkan

pencampuran makanan dengan enzim berlangsung kurang sempurna akibat pengosongan isi lambung yang terlalu cepat (partikel makanan terlalu besar bagi enzim) dan hilangnya fungsi lambung sebagai reservoir

mengakibatkan waktu transit makanan di usus berjalan lebih cepat sehingga mengakibatkan diare. Makan sedikit makanan rendah karbohidrat yang dimakan tanpa minum air dapat membantu yang memperlambat pengosongan (sindrom

lambung dumping).

berlangsung

terlalu cepat

Adapun penyebabnya bisa meliputi : 1. 2. usus) Penurunan waktu retensi usus Pengurangan panjang usus secara bedah Disfungsi saraf, termasuk irritable bowel syndrom Penurunan motilitas (peningkatan waktu retensi

Terbentuknya lengkung usus yang

buntu saat

pembedahan Pertumbuhan berlebihan bakteri di usus halus.

e. Gangguan Motilitas Sangat bervariasi dalam hal pengeluaran tinja, volum, dan konsistensinya. Penyebabnya : 1. Penurunan waktu retensi usus, yaitu  Pengurangan panjang usus secara bedah  Disfungsi saraf, termasuk irritable bowel syndrome  Hipertiroidisme 2. Penurunan motilitas, yaitu  Terbentuknya lengkung usus yang buntu saat pembedahan  Pertumbuhan berlebihan bakteri di usus halus

f. Malabsorbsi a. MALABSORBSI AIR DAN ELEKTROLIT Kegagalan usus dalam mengabsorpsi cairan serta elektrolit biasanya disebabkan karena adanya kerusakan sel usus sehingga menyebabkan kegagalan fungsi transport di sana. Beberapa faktor juga ikut mempengaruhi malabsorpsi di sana seperti makanan yang telah dikonsumsi dan tingkat kepekatan air serta kandungan ion-ion elektrolit tertentu yang menyebabkan pegeluaran atau sekresi air yang meningkat contohnya jika makanan atau air mengandung natrium terlalu banyak sehingga menyebabkan air tertarik ke dalam lumen usus.

b.

MALABSORBSI LAKTOSA

Laktosa adalah karbohidrat kompleks (gula) yang sering terdapat pada semua produk susu. Dalam proses pencernaan, laktosa diurai menjadi 2 jenis gula yang lebih sederhana, glukosa dan galaktosa yang kemudian dapat diserap oleh usus dan diproses oleh tubuh. Enzim laktase sangat penting peranannya dalam proses ini karena dapat memecah laktosa menjadi lebih sederhana. Orang-orang yang tidak memiliki cukup laktase akan mengalami masalah dalam pencerna susu dan produk susu. Ketika laktosa tidak dapat diurai, zat ini akan diam di usus. Normalnya, usus akan menyerap air yang kita konsumsi. Tetapi dengan adanya laktosa, air ditarik dari jaringan di sekitar saluran pencernaan dan langsung dialirkan ke usus besar, menjadikan buang air besar yang berair. Terlebih lagi, kelebihan air yang tidak diserap oleh dinding usus menjadi kembung dan tidak nyaman. Karena itu gejala utama dari malabsorpsi laktosa adalah ketidaknyamanan perut, rasa kembung, masuk angin dan diare. Karena gejala ini bisa saja akibat dari kondisi lain, penting dipastikan terlebih dahulu apakah benar menderita malabsorpsi laktosa. Untuk gejala yang lebih serius, tes-tes khusus dapat dilakukan, seperti tes hidrogen napas. Tes ini akan menguji apakah pada napas terdapat hidrogen, yang dihasilkan dari karbohidrat yang difermentasi oleh bakteri. Tes alternatif adalah tes glukosa darah, yang mengukur level gula darah setelah mengonsumsi laktosa.

2.

MALABSORBSI AIR DAN ELEKTROLIT Kegagalan usus dalam mengabsorpsi cairan serta

elektrolit biasanya disebabkan karena adanya kerusakan sel usus sehingga menyebabkan kegagalan fungsi transport di sana. Beberapa faktor juga ikut

mempengaruhi malabsorpsi di sana seperti makanan yang telah dikonsumsi dan tingkat kepekatan air serta kandungan ion-ion elektrolit tertentu yang menyebabkan pegeluaran atau sekresi air yang meningkat contohnya jika makanan atau air mengandung natrium terlalu banyak sehingga menyebabkan air tertarik ke dalam lumen usus.

3.

MALABSORBSI LAKTOSA

Laktosa adalah karbohidrat kompleks (gula) yang sering terdapat pada semua produk susu. Dalam proses pencernaan, laktosa diurai menjadi 2 jenis gula yang lebih sederhana, glukosa dan galaktosa yang kemudian dapat diserap oleh usus dan diproses oleh tubuh. Enzim laktase sangat penting peranannya dalam proses ini karena dapat memecah laktosa menjadi lebih sederhana. Orang-orang yang tidak memiliki cukup laktase akan mengalami masalah dalam pencerna susu dan produk susu. Ketika laktosa tidak dapat diurai, zat ini akan diam di usus. Normalnya, usus akan menyerap air yang kita konsumsi. Tetapi dengan adanya laktosa, air ditarik dari jaringan di sekitar saluran pencernaan dan langsung dialirkan ke usus besar, menjadikan buang air besar yang

berair. Terlebih lagi, kelebihan air yang tidak diserap oleh dinding usus menjadi kembung dan tidak nyaman. Karena itu gejala utama dari malabsorpsi laktosa adalah ketidaknyamanan perut, rasa kembung, masuk angin dan diare. Karena gejala ini bisa saja akibat dari kondisi lain, penting dipastikan terlebih dahulu apakah benar

menderita malabsorpsi laktosa. Untuk gejala yang lebih serius, tes-tes khusus dapat dilakukan, seperti tes hidrogen napas. Tes ini akan menguji apakah pada napas terdapat hidrogen, yang dihasilkan dari karbohidrat yang difermentasi oleh bakteri. Tes alternatif adalah tes glukosa darah, yang mengukur level gula darah setelah mengonsumsi laktosa.

4.

MALABSORBSI KARENA PENYAKIT

Sebagai contoh keadaan ini adalah penyakit seliak (gluten entheropathy). Akibat reaksi antigen antibody terhadap protein gluten (gandum), akan terdapat kerusakan pada mukosa intestine sebagai akibat proses absorbs

monosakarid dan oligosakarid yang terganggu yang akan menimbulkan suasana hipertonik yang memicu sekresi air dan elektrolit ke lumen usus dan juga dapat

menyebabkan atrofi vili usus sehingga timbul diare. Penyakit ini dapat sembuh sendiri bila penderita nerpantang makan gandum.

g. Psikogenik merupakan diare yang menyertai masa ketegangan saraf. Hal ini karena stimulasi berlebih sistem saraf parasimpatis

yang mencetuskan baik motilitas dan sekresi mucus pada kolon distal yang berakibat diare.

h. Fungsional Pada bayi diare fungsional didefinisikan sebagai diare kronis tidak spesifik: pada kasus yang terjadi kemudian pada anak-anak, bisa dipakai sebutan diare balita (toddler s diarrhea) dan sindrom usus iritable. Tidak ditemukan adanya penyebab anatomis, infeksi, radang, atau biokimia sindrom klinis. Diare biasanya mulai secara tersembunyi tanpa kejadian pencetus yang jelas. Anakanak secara klasik akan mengeluarkan tinja normal dan cair dan bahkan bergantian antara diare dan konstipasi. Keadaan ini dikaitkan dengan gangguan fungsi motilitas lain pada awal masa anak, antara lain refluks gastroesofagus dan konstipasi dengan riwayat makan berlebihan(>120ml/kg/24 jam). Tinja jarang keluar waktu tidur, walaupun sering keluar tinja cair pada saat berjalan. Sering ditemui tinja bersama butir-butir makanan. Berat badan bertambah secara normal. Komplikasi diare kronis tidak spesifik sering bersifat iatrogenik, akibat dari pengurangan diet atau kelebihan pemasukan cairan bening tinggi karbohidrat. Manipulasi berlebihan pada diet berpotensi untuk menyebabkan gangguan makan sekunder atau gangguan kebiasaan makan.

iii.

Berdasarkan Patofisiologinya 1. Diare Osmotik

Diare

ini

disebabkan

meningkatnya

tekanan

osmotik

intralumendari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik.

2. Diare Sekretorik Disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volum tinja yang banyak sekali dan diare ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare ini: 1. Efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau

Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon VIPoma 2. 3. Reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu) Efek obat laksatif

Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi clorida di sel epitel berlangsung terus tau malah akan meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari dalam tubuh menjadi tinja cair. Hal ini dapat megakibatkan dehidrasi. Pengeluaran cairan ini juga dapat dirangsang oleh adanya toksin bakteri seperti toksin E. coli dan vibrio colera atau virus yang dapat merangsang mukosa. Yang khas pada diare ini adalah diare dengan volume feses yaang banyak sekali. Diare akan tipe ini akan tetap berlagsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin

bakteri seperti toksin Escherichia coli dan Vibrio cholera 01 atau virus (rotavirus).

iv.

Berdasarkan Volumenya 1. Large Volume Diare large volume dapat diklasifikasikan sebagai sekretorik dan osmotic, berdasarkan pada penyebab dari meningkatnya air dari feses. Air terdorong keluar dari colon karena gradien osmotik (contoh, diare osmotik) / disekresikan ke usus oleh sel mukosa (contoh, diare sekretori). Karena sejumlah besar makanan sulit diserap pada usus osmolaritas intraluminal meningkat menarik air dan elektrolit

dari cairan ekstrasel (pembuluh darah) ke dalam lumen usus kandungan air dalam feses meningkat terjadi diare. Diare yang terjadi adalah diare dengan volume besar dan berisiko dehidrasi karena banyaknya air dan elektrolit yang tertarik ke dalam lumen secara osmotic dan dikeluarkan bersama feses.

Hal ini bisa karena malabsorpsi maupun karena konsumsi tertentu, seperti: Sorbitol gula dan permen Fruktosa jeruk lemon, madu Garam Mg antasida, lasatif Anion sulfat, fosfat, sitrat Jika dilakukan puasa maka diare akan menghilang. Osmolaritas tinggi

Diare large-volume biasanya tidak nyeri dan fesesnya cair, tidak ada darah atau pus.

2. Small Volume Diare small volume umumnya berhubungan dengan inflamasi akut atau kronis atau penyakit colon intrinsic (colitis ulcerative / crohn s disease). Karena inflamasi yang terjadi, mukosa mengalami kerusakan, hal ini berakibat: Produksi mucus meningkat Terjadi pelepasan protein, darah, dan cairan lainnya ke dalam lumen usus Eksudasi elektrolit dan air ke dalam lumen Gangguan absorbsi

Inilah yang menyebabkan kandungan cairan tinja meningkat sehingga terjadilah diare. Volume diarenya lebih sedikit daripada diare osmotic & sekretorik karena tidak terjadi penarikan atau sekresi cairan ke dalam lumen secara berlebih (kandungan air lebih besar) seperti pada diare osmotic & sekretorik. Untuk etiologinya dibagi antara: Infeksi, misalnya: oleh Shigella Non-infeksi, misalnya: Colitis Ulcerative dan Crohn s Disease

Diare small volume biasanya dibuktikan oleh frekuensi dan nyeri abdominal kolik. Umumnya disertai dengan tenesmus dan terbangun di malam hari dengan terburu-buru ingin defekasi.

v.

Berdasarkan Konsistensinya 1. Diare Cair Akut Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan pengeluaran tinja

yang lunak / cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang dapat mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terpenting pada anak-anak : Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium, Vibrio cholera, Salmonella, E. coli, rotavirus.

2. Diare Persisten Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop. Walker-Smith mendefinisikan sebagai diare yang mulai secara akut tetapi bertahan lebih dari 2 minggu setelah onset akut. Diare persisiten sering berhubungan atau bersamaan dengann intoleransi laktosa dan protein susu sapi, tapi angka kejadian sebenarnya tidak diketahui. Intoleransi laktosa dan protein susu sapi dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan. Kedua keadaan ini muncul sekunder karena kerusakan mukosa usus akibat infeksi, KEP atau reaksi alergi protein susu sapi atau protein lain. Beberapa penelitian berbasis rumah sakit di India dan Brazil mendapatkan 28 64 % bayi KEP dengan diare persiten mengalami intoleransi laktosa dan 7 35 % dengan intoleransi protein susu sapi. Patogen penyebab diare persisten sama dengan diare akut. Beberapa faktor resiko dapat menyebabkan diare akut berlanjut menjadi daiare persisten. Tatalaksana diare persisten pada

prinsipnya sama dengan diare akut yaitu mempertahankan hidrasi dan pemberian makanan guna menghindari dampak malnutrisi akan memperlambat proses penyembuhan.

3. Disentri DEFINISI Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah. ETIOLOGI Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua yaitu disentri amuba dan disentri basiler. Penyebab yang paling umum yaitu adanya infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba dan infeksi bakteri golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler.

a.

PATOFISIOLOGI UMUM DIARE Diare terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi tinja sepanjang usus besar. Beberapa penyebab diare dengan sekuele fisiologis yang penting adalah sebagai berikut.

Enteritis y Peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus maupun bakteri pada tractus intestinal. y y Infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan ujung distal ileum. Mukosa teriritasi secara luas dan kecepatan sekresi jadi sangat tinggi.

Motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda

agar sejumlah besar

cairan cukup untuk membuat agen infeksi tersapu ke arah anus dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ke depan.

Psikogenik y y Karena ketegangan saraf, misalnya : ujian Stimulasi berlebihan dari sistem saraf parasimpatis, yang secara kuat

mencetuskan motilitas dan sekresi mukus yang berlebihan pada colon distal.

Kolitis Ulserative y y Peradangan dan ulserasi darah yang luas dari usus besar. Motilitas dari colon yang mengalami ulserasi sering begitu besar, sehingga perpindahan massa terjadi seharian dibandingkan keadaan biasa yaitu 1030menit. Sekresi colon juga meningkat gerakan usus yang bersifat diare.

Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall Edisi 11

b.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN Diare Akut Diare akut biasanya bersifat self-limiting. Penyebabnya bisa ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bagaimanapun, pemeriksaan laboratorium harus secepatnya dilakukan jika terdapat nyeri abdomen parah, gejala sistemik, dehidrasi, darah pada feses, atau ketika gejala menetap >24 jam. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: y y y y Hitung Darah Lengkap. Apusan rectal untuk kultur bakteri dan uji sensitivitas. Uji feses yang baru keluar untuk melihat ova dan parasit. Elektroliy serum untuk membantu diagnosis dan penanganan dehidrasi.

Stool smears dengan pewarnaan alkalin metilen biru Lffler untuk melihat keberadaan leukosit. Leukosit fekal bisa dijumpai pada infeksi bakteri dan penyakit inflamasi kronis pada kolon, dan tidak pada pasien dengan diare karena virus, bakteri toksigenik, dan parasit.

Pemeriksaan titer Clostridium difficile pada dugaan adanya colitis pseudomembranosa akibat antibiotic.

Sigmoidoskopi, bermanfaat pada diagnosis shigellosis, colitis amebik, dan colitis ulseratif akut. Sebaiknya dilakukan pada pasien dengan feses berdarah.

Rntgen tiga sisi dilakukan jika ada nyeri abdomen parah, bloating, atau didapatkan suara obstruksi usus pada auskultasi, atau jika diduga terdapat obstruksi atau perforasi.

Diare Kronis Proctosigmoidoskopi Pada semua pasien untuk mendeteksi penyakit inflamasi pada kolon dan rectum, neoplasma, dan penyakit parasit. Foto Rntgen Dilakukan pada semua pasien. Termasuk pemeriksaan foto polos andomen, barium enema, upper GI series, dan pemeriksaan usus halus. Pada foto polos abdomen bisa ditemukan visceromegaly, obstruksi parsial, kalsifikasi pancreas, dan benda asing pasca operasi. Laboratorium 1. Hitung Darah Lengkap untuk skrining anemia akibat kehilangan darah, malabsorpsi, infeksi, atau neoplasia. Eosinofilia mungkin akibat penyakit

parasit, reaksi alergi, gastroenteritis eosinofilik, atau neoplasia. Anemia megaloblastik bisa akibat malabsorpsi asam folat atau vitamin B12. 2. Feses, dilakukan secepatnya untuk kultur, ova dan parasit, darah yang tersamar, dan leukosit fekal. 3. Leukosit serum dan BUN(Blood Urea Nitrogen) untuk melihat gangguan elektrolit atau uremia. 4. Karoten serum untuk skriningmalabsorpsi lemak. Hasil bisa salah jika pasien memiliki pola makan rendah serat atau tinggi serat. 5. Kalsium serum, fosfor, dan fosfatase alkalin untuk mendeteksi panyakit paratiroid. 6. Tes Fungsi Tiroid (ambilan resin T4, T3) untuk melihat hipoparatiroidisme. 7. Elektroforesis serum untuk untuk deteksi GI protein loss, bukti adanya inflamasi kronis, atau hipogammaglobulinemia. 8. Pemeriksaan gula darah puasa atau 2 jam PP untuk diabetes. 9. Folat serum dan level vitamin B12 untuk deteksi defisiensi akibat malabsorpsi.

c.

TERAPI FARMAKOLOGI OBAT-OBAT YANG SERING DIGUNAKAN PADA DIARE i Senyawa Intralumen k Senyawa pembentuk massa & bersifat hidroskopik Koloid hidrofilik, seperti : psilium (METAMUCIL), polikarbofil (FIBERCON, FIBERALL), dan karboksil metilselulosa, menyerap air dan meningkatkan massa feses. Berguna untuk diare kronis ringan pada penderita sindrom iritasi usus. Mekanisme efek ini masih belum jelas, tetapi diduga melibatkan modifikasi texture, merubah viskositas feses, dan menurunkan fluiditas feses. Beberapa obat ini juga dapat mengikat toksin bakteri dan garam empedu. Kaolin (alumunium silikat berhidrat) dan atapulgit (magnesium alumunium disilikat) mengikat air dalam jumlah besar dan dapat mengikat enterotoksin.

k Kolesteramin Merupakan resin penukar anion yang efektif mengikat asam empedu dan beberapa toksin bakteri. Berguna untuk diare yang diinduksi garam empedu. Tapi pada reseksi ileum besar (>100 cm) kolesteramin memperparah diare (q pembentukan misel untuk absorbsi lemak). Dihindari untuk diare infeksi karena menurunkan bersihan patogen dari usus. Mengikat obat dan vitamin, hendaknya tidak diberikan beberapa jam sebelum dan sesudah pemberian obat lain. Dosis 4x sehari @9 gram.

i Antimotilitas dan Antisekretori k Opioid q motilitas lambung, q sekresi empedu pankreas usus, dan menunda pencernaan di usus halus (o viskositas), q gerakan peristaltik propulsif, tonus o sampai titik spasmus. Akibatnya terjadi penundaan pelewatan isi usus yang menyebabkan desikasi feses dan menunda pergerakan melalui usus besar dan distensi rektum. k Loperamid (IMODIUM) o waktu transit usus halus dan waktu transit cavitas oris-caecum, o tonus sfingter anal, efek antisekretori melawan toksin cholera dan e.coli . Jika selama 48 jam tidak ada perbaikan diare maka penggunaan harus dihentikan. Efek samping ileus paralitik & depresi SSP. Kontra indikasi radang colon. k Agonis
2

adrenergik

Menstimulasi absorbsi, menghambat sekresi cairan dan elektrololit, o waktu transit usus dengan cara berinteraksi dengan reseptor spesifik. Efek samping hipotensi, fatigue, depresi. k Analog Somatostatin (OKTREOTID, LANREOTID)

Menghambat diare sekresi yang disebabkan tumor pensekresi hormon pada pankreas dan GI tract. Juga digunakan pada diare karena kemoterapi, diare karena HIV, dan diare diabetik.

Anda mungkin juga menyukai