Anda di halaman 1dari 2

SEDEKAH YANG BERASA (1) oleh : Syamsi Sarman, S.Pd Dir.

Eksekutif BAZ Tarakan


Anda tentu pernah memberikan sesuatu kepada isteri anda. Ketika pulang lembur dari kantor misalnya, anda membawakan dia sebungkus terang bulan keju. Yah, kira-kira senilai limabelas ribu Rupiah. Masih ingatkah anda, apa yang terasa di dada anda saat itu ? Masihkah terasa pemberian itu pada keesokan harinya ? dan masih adakah getaran rasanya setelah seminggu kemudian, sebulan dan seterusnya. Coba bandingkan ketika anda membelikan isteri anda itu seuntai kalung liontin emas dengan harga mencapai lima juta Rupiah. Apa yang terasa di dada anda ketika ia tersenyum bahagia menerimanya. Getar apa yang anda rasakan ketika besoknya anda melihat kalung itu melingkar indah di lehernya. Masihkah terbayang senyum bahagia isteri anda itu setelah sebulan kemudian ? setelah setahun berlalu, masihkah anda bisa membayangkan liontin indah itu dengan senyum indah isteri anda ? Nah, itulah pemberian yang berasa. Itu belum seberapa jika dibandingkan dengan sedekah yang berasa. Mungkin dengan contoh di atas orang akan mengatakan, Lha iyalah, untuk isterinya lima juta ya pantas-pantas aja. Bagaimana jika itu dilakukan kepada orang lain yang notabene bukan isteri, bukan anak, kerabat atau sanak keluarga. Anda mungkin pernah malam mingguan bersama keluarga atau bersama teman-teman kantor, teman kuliah atau relasi bisnis, dsb di seputaran komplek THM Simpang Tiga Tarakan. Anda pasti pernah mendengar alunan suara gitar kecapi dengan suara lirih seorang pengamen buta yang duduk di sudut pintu masuk THM. Apa yang anda lakukan ketika melintasi bapak tua itu ? lewat saja, atau singgah sebentar kemudian merogoh uang kecil di saku anda ? berapa Rupiah yang anda berikan kepadanya ? Kalau boleh saya menebak, anda akan menyisipkan dua lembar uang seribuan di tangan bapak itu. Sebab ketika anda merogoh saku tadi, anda menemukan uang kembalian sisa makan di restoran fried chicken yakni uang ribuan dua lembar yang masih bergumpal dengan dua biji permen yang dikembalikan oleh kasir. Karena biasanya untuk sang pengamen seperti itu, anda tidak merasa perlu membuka dompet dari saku belakang celana anda, tapi cukup dengan uang-uang kecil yang terselip di saku muka saja. (Ah, maaf. Setidaknya itu yang sempat saya perhatikan dari gerakgerik seorang pria setengah baya yang melintas dengan sepeda motornya semalam). Bapak tua yang buta itu tersenyum bahagia merasakan ada lembaran uang di tangannya meski ia tidak tahu berapa besar nominalnya. Sadarkah anda bahwa senyum indah itu untuk anda, milik anda. Meski bapak tua itu sendiri tak pernah melihat indah senyumnya di cermin, tapi senyum yang memancarkan kebahagiaan hatinya itu dipersembahkannya untuk anda sang pemberi sedekah dua ribu Rupiah. Bapak tua itu nanti akan tahu setelah ia bertanya kepada anak laki-laki yang mendampinginya, berapa uang ini nak ? dan anak itu menjawab polos, dua ribu pak. Masih ingatkah anda, apa yang terasa di dada anda saat bersedekah dengan dua ribu Rupiah itu ? Masihkah terasa sedekah itu pada keesokan harinya ? dan masih adakah getaran rasanya setelah seminggu kemudian, sebulan dan seterusnya. Atau jangan-jangan anda tidak merasa bahwa saat itu anda sedang bersedekah ? yah tidak terasa, tentu bukan karena ikhlasnya, khan. Tapi karena nilainya yang terlalu kecil. Coba bandingkan jika yang anda sedekahkan kepada bapak tua itu adalah selembar uang lima puluh ribuan atau selembar uang seratus ribuan ?

Apa yang terasa di dada anda ketika menyelipkan Rupiah warna biru dan merah itu di tangan sang pengamen buta. Senyum bahagia seperti apa yang akan dipersembahkan pada anda ketika sang bapak itu mendengar kata-kata anaknya, itu uang seratus ribu pak. Getar apa yang anda rasakan ketika besoknya anda melintas lagi di THM dan mendengar lantunan kecapi sang pengamen buta itu. Masihkah terbayang senyum bahagianya setelah sebulan kemudian ? setelah setahun berlalu, masihkah anda bisa membayangkan ucapan syukur si bapak, senyum bahagia anak dan isterinya ketika melihat sang suami bisa membawa pulang lembaran merah seratus ribu ? Nah, itulah sedekah yang berasa. Pada saat itu anda pasti akan merasakan sedang bersedekah. Dan pada saat itu anda pasti dengan percaya dirinya mengucap rentetan doa kepada Allah. Pada saat itu anda yakin sedang berbuat suatu kebaikan, dan anda juga yakin Allah akan membalasnya dengan kebaikan yang lebih besar dari itu. Tapi sayang, anda ternyata hanya bersedekah dua ribu Rupiah. Makanya tidak berasa. Dan anda pasti rada-rada malu untuk meminta sesuatu kepada Allah. Kecuali anda memang tak punya rasa malu, bersedekah dua ribu Rupiah trus minta bahagia hidup di dunia, sukses usahanya, sukses kariernya, lancar rezekinya dan di akhirat masuk syurga. Aminnya panjang berulang-ulang sampai tiga kali ....., ya saya aminin juga lah, sambil membacakan firman Allah yang artinya Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imron : 93). Memberikan sesuatu yang dicintai kepada orang lain, membuat sesuatu itu berasa.

Anda mungkin juga menyukai