Anda di halaman 1dari 2

Wang Fo I.

Antara ranum jeruk dan wajah orang-orang mabuk Ling, ada yang kini berhasil kita reguk: warna, rasa, bentuk-bentuk yang terasa sejuk di pelupuk yang membuat kita menolak takluk meski di luar, badai mengamuk. Maka lewat kanvas Ling, lewat lak dan kuas berdua kita melayang dan mengarung, terbang atau mengapung menangkap ruap uap di wajah pengunjung kedai yang murung melukis senja dan gunung capung, bunga atau kawanan burung mari, Ling, mari mengarung selagi usia, tubuh dan pikiranmu masih kuncup sebelum fajar menjadi senja dan senja mengatup selagi burung dan capung masih bergelayut sebelum senja dan rona segar wajahmu menyusut dan kelam membentang bak selimut sebelum malam datang membisikkan maut mari menghambur, mengucup hidup sebab kini, Ling, akhirnya kita pun mengerti antara warna pagi, buah ceri dan raut muka Sang Kaisar yang iri ada yang ternyata abadi seperti cerah matahari, riang burung nuri dan indah bunga leli dalam lukisan yang berhasil kita masuki II. Bukan, bukan, ini bukan neraka Ling, cuma sebuah jeda sebuah saat di mana kanvas dan sketsa, kuas dan tinta cina harus bertarung dengan mata Raja mengaburkan atau mengekalkan, menghapus atau mengabadikan warna senja dan wanita, bunga atau ombak samudra. Dan kita tahu, Ling, karena itu, Raja pun murka: Dunia hanya onggokan noda! Dilemparkan ke dalam ruang hampa oleh seorang pelukis gila. Maka, Ling, sebelum semuanya sirna

sebelum murka Raja membakar semua warna mari, berdua kita bentangkan bahtera menghilang di balik warna, sketsa dan rupa-rupa dalam kanvas yang kini telah menjadi sempurna Jakarta, 2002 *Catatan: Puisi ini termuat dalam buku Lagu Cinta Para Pendosa karya Zaim Rofiqi, Penerbit: Pustaka Alvabet, 2009). Buku ini bisa dipesan ke penerbit atau dibeli di tokotoko buku ONLINE.

Anda mungkin juga menyukai