Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan dimana suatu segmen usus masuk ke dalam lumen usus lainnya merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi usus. Intususepsi adalah invaginasi dari bagian proksimal usus yang masuk kedalam bagian usus distal. Invaginasi pada anak biasanya bersiIat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 65 terjadi pada bayi yang berusia kurang dari setahun, dengan insiden puncak terjadi antara bulan ke-5 dan ke-9 kehidupan. (1,2,3) Intususepsi pertama kali ditemukan oleh Barbette pada tahun 1692. Hingga pertengahan abad ke-19, intususepsi hampir berakibat Iatal karena tidak adanya penanganan yang memadai. Sejak zaman Hippocrates sudah dikenal pengobatan penyakit ini dengan enema atau memompakan udara dalam anus. Pada tahun 1905 Hirschsprung membuat laporan tentang penggunaan tekanan hidrostatik sebagai pengobatan invaginasi. Pengobatan dengan pembedahan yang dilaporkan pertamakali berhasil adalah Thomson 1835 di Tennessee. (4,5,6) Penyebab tersering osbtruksi usus pada anak usia 3 bulan sampai 6 tahun. Insiden bervariasi dari 1 4 dari 1000 kelahiran. Rasio laki-laki : wanita 3 : 1. (4) ETIOLOGI Penyebab tersering terjadinya intususepsi tidak diketahui. Biasanya meningkat pada musim semi dan musim gugur. Berhubungan dengan inIeksi adenovirus dan kondisi ini menyebabkan otitis media dan gastroenteritis, Henoch-Schonlein purpura, atau inIeksi pernaIasan bagian atas. Resiko intususepsi pada bayi berumur 1 tahun atau lebih muda setelah mendapat vaksin . Factor predisposisi : riwayat inIeksi saluran pernaIasan atas sebelumnya, riwayat penyakit diare, Henoch-Schonlein purpura, Cystic Iibrosis dan beberapa proses yang dapat menjadi lead poin : Divertikel Meckel, Intestinal polyp (contoh sindrom Peutz-Jeghers, Iamilial poliposis, poliposis juvenile), intestinal lymphosarcoma, trauma tumpul abdomen dengan hematom usus atau mesenterika, hemangioma, benda asing (4) PATOFISIOLOGI Pathogenesis dari intususepsi dipercayai sebagai akibat dari ketidakseimbangan kekuatan kontraksi longitudinal sepanjang dinding usus halus. Ketidakseimbangan ini dapat diakibatkan oleh adanya massa sebagai lead point` atau bentuk disorganisasi dari peristaltik (contohnya ileus periode post-operasi). Sebagai akibat dari ketidakseimbangan tersebut, sebuah area pada dinding usus halus mengalami invaginasi ke lumen, mengikuti waktu istirahat usus halus. Bagian yang mengalami invaginasi pada usus halus (intususeptum) menginvaginasi secara lengkap pada bagian yang menerima invaginasi tersebut (intususipiens). Proses ini berlanjut terus dan diikuti oleh bagian proksimal, mulai dari bagian intususeptum sampai sepanjang lumen intususipiens. Jika mesenteri dari intususeptum lax dan progresiIitasnya cepat, intususeptum dapat terjadi sampai kolon distal atau sigmoid dan dapat prolaps keluar dari anus. Mesenteri dari intususeptum diinvaginasi oleh usus halus, mengacu proses patoIisiologi klasik dari obstruksi usus besar. Awal proses ini, aliran balik limIatik mengalami gangguan; kemudian, dengan peningkatan tekanan dalam dinding intususeptum, drainase vena juga mengalami gangguan. Akhirnya, tekanan meningkat hingga suatu point dimana aliran arteri mengalami hambatan, dan terjadi inIark. Mukosa menjadi sangat sensitiI untuk mengalami iskemia karena bagian ini yang paling cepat menerima suplai arteri. Iskemik mukosa sloughs oII, ditandai dengan sisa heme- positiI dan kemudian 'currant jelly stool klasik (campuran dari mukosa sloughed, darah dan mucus). Jika tidak tertangani, proses ini akan progres hingga menjadi gangrene transmural dan perIorasi hingga ujung intususeptum. (3,5,7) (1) (2) (3) (4) Gambar 1. Sketsa patogenesis : Pembengkakan payer pacth (1), Invaginasi Iliocolica (2), Invaginasi Ilioileal (3) dan Rotasi intususeptum PEMERIKSAAN FISIS Pada anak kadangkala tanda vital dalam batas normal. Antara episode cramping, kuadran kanan bawah dapat terlihat datar atau kosong. Penemuan ini akibat progresi bagian caecum dan ileocaecal dari intususepsi kedalam kolon transversum. (ASchraIt) Tanda penting pada pemeriksaan Iisis dari intususepsi adalah massa sausage-shaped pada hipokondrium kanan dan daerah kosong pada kuadran kanan bawah (Dance sign). Hal ini sangat sulit dinilai dan dapat diraba pada saat keadaan tenang antara spasme dan kolik. Distensi abdomen seringkali ditemukan jika ada obstruksi yang komplit. Jika ditemukan adanya gangrene intestinal dan inIark dapat dipastikan adanya peritonitis berdasarkan kekakuan dan involuntary guarding. Pada proses awal penyakit, adanya darah dalam Ieses merupakan tanda awal adanya keterlibatan suplai darah. Kemudian adanya hematokesia dan munculnya current jelly stool. Demam dan leukositosis merupakan gejala selanjutnya dan mengindikasikan adanya gangrene transmural dan inIark. Gejala intususepsi yang jarang adalah prolaps dari intususeptum melalui anus. Pasien dengan intususepsi seringkali tanpa gejala dan tanda yang khas yang dapat menyebabkan terlambatnya diagnose. Mempertahankan kecurigaan indeks tinggi dari intususepsi adalah esensial ketika mengevaluasi anak dibawah umur 5 tahun yang dating dengan nyeri perut atau ketika mengevaluasi anak dengan HSP atau hematologic dyscrasias. (5,7,9) DIAGNOSIS Riwayat penyakit memberikan diagnosis yang kuat yang seringkali dikonIirmasi dengan pemeriksaan Iisis. Pemeriksaan radiologi abdomen berguna dan dapat memberikan gambaran intususepsi. UltrasonograIi abdomen menjadi teknik diagnostic standar yang non invasive dan sangat bergantung pada keahlian ahli radiologi. (8,10) Barium enema memperlihatkan Iilling deIect atau cupping bagian yang mengalami obstruksi akibat intususepsi : - Bentuk colled spring appereance; gambaran barium yang berbentuk collum secara linier letak sentral dari lumen intususeptum dan lingkaran tipis barium yang terlihat melingkar sekeliling invaginasi usus dibawah lapisan mukosa intussupien. - Bentuk cupping appereance (menisscuss sign); gambaran barium yang memperlihatkan Iilling deIek atau cupping pada tempat obstruksi dari intususeptum. (10,11) Prosedur diagnostic: Foto polos abdomen: - Foto abdomen tegak didapatkan tanda-tanda obstruksi saluran cerna, distribusi udara yang tidak merata perselubungan daerah kanan bawah, tengah dan atas, udara hanya menempati perut kiri atas. Pada keadaan lanjut telah terlihat tanda-tanda obstruksi usus berupa multiplr air Iluid level, dilatasi loop usus atau minimal Ieses pada kolon. Tetapi 30 pemeriksaan Ioto abdomen adalah normal. Massa intususeptum kelihatan pada setengah pasien yang dilakukan pemeriksaan Ioto polos abdomen. Diagnostic dan terapi enema : o Sekali diagnose intususepsi ditegakan, pasien harus dilakukan pemasangan inIuse dan pipa nasogastrik. Dan ahli bedah harus berada diruang radiologi pada saat dilakukan pemeriksaan dengan kontras enema. (surgical perspective) o Diagnostic dengan enema merupakan terapi pada 80-90 pasien. Dan penanganan seringkali dilakukan diruangan radiologi. Keberhasilan terapi reduksi harus memperlihatkan aliran bebas dari kontras (udara atau barium) proksimal ke valvula ileocaecal. Pasien yang tidak berhasil dilakukan reduksi enema sesegera mungkin dibawa ke ruangan operasi untuk dilakukan laparotomi dan reduksi manual. Pasien dalam keadaan stabil reduksi pneumatic dan hidrostatik terbukti eIektiI. o Pengetahuan tentang teknik dasar dan komplikasi potensial dari kontras enema pada intususepsi adalah hal penting untuk dokter untuk menangani pasien ini. o Untuk persiapan untuk studi kontras, dilakukan akses inIuse. Sedasi mungkin dapat membantu sambil dilakukannya pemeriksaan. o Manometer dan pengukur tekanan darah disambungkan ke kateter, dan udara dimasukkan dengan tekanan 70 80 mmHg (maksimum 120 mmHg). o Setelah selesainya prosedur,post reduksi harus dikonIirmasi dengan tidak ditemukannya udara bebas pada posisi supine dan dekubitus. Hence, the authors concluded that ultrasonographically guided hydrostatic reduction Ior childhood ileocolic intussusception is preIerred because it is saIe, accurate, has a higher success rate, and can avoid radiation exposure risk. UltrasonograIi o Burke 1977 pertama kali melaporkan penggunaan ultrasonograIi sebagai alat diagnostic pada intususepsi, dan dipergunakan secara luas dengan sensitivitas dan spesiIitas 100. o Penemuan bermakna termasuk target sign terlihat pada potongan tranversal dan pseudo- kidney sign pada potongan longitudinal. Computed tomography (CT) scan juga dianjurkan dan dapat berguna untuk menegakkan diagnose dari intususepsi. (4,6,9,10) DIAGNOSA BANDING : Sulit mendiagnosa invaginasi pada anak yang sementara gastroenteritis. Perlangsungan penyakit, karakter nyeri, muntah atau perdarahan rectum harus dicermati oleh dokter. Berak darah dan kejang perut yang menyertai enterokolitis biasanya dapat dibedakan dengan invaginasi karena pada diare nyeri tidak hebat dan teratur. Dan anak tetap merasa sakit diantara 2 serangan nyeri. Pada Henoch-Schonlein Purpura tidak selalu disertai perdarahan intestinal. Oleh karena invaginasi mungkin disebabkan komplikasi dari gangguan tersebut, ultrasonograIi diperlukan untuk membedakan kondisi tersebut.(6) TERAPI : Dasar pengobatan pada invaginasi adalah reposisi usus yang telah masuk ke lumen usus lainnya reposisi pada akut invaginasi merupakan prosedur emergensi dan dilakukan segera setelah diagnose ditegakkan. Reposisi dapat dicapai secara konservatiI atau pembedahan. PENANGANANAN KONSERVATIF: - Pada saat terdiagnosa suatu intususepsi, pipa nasogastrik mungkin diperlukan untuk dekompressi lambung. Pemasangan inIuse dimulai. Pemeriksaan darah lengkap dan serum elektrolit dilakukan. Pneumatic atau dengan kontras enema tetap digunakan untuk diagnose dan merupakan penanganan awal pada beberapa tempat. - Pneumatic atau reduksi enema harus dilakukan pada keadaan yang terkontrol. Kejadian peritonitis, perIorasi, sepsis, dan kemungkinan gangrene usus. Reduksi Hidrostatik : Reduksi hidrostatik pertama kali dilakukan oleh Hirschsprung pada tahun 1876 untuk penatalaksanaan intususepsi. Pemeriksaan kontras dapat sebagai diagnostik dan terapi. Penggunaan kontas enema kaan memperlihatkan visualisasi reduksi dengan kontrol Iloroskopi dan dilaporkan sukses pada 65-70 kasus. Bila dilakukan oleh ahli radiologi pediatrik, tingkat keberhasilan reduksi sekitar 85. Rectal tube yang tidak memompa dimasukkan dalam rektum dan lubang anus diplester untuk mencegah penurunan tekanan distended. Kontras memasuki rektosigmoid dengan gaya gravitasi dengan panduan Iloroskopi. Pada kasus yang biasa, aliran kontras akan bertemu dengan Iilling deIek yang cekung pada kolon transversum yang mana dapat direduksi pada retrograde ke caecum. Pemeriksaan radiologi aturan 3 diaplikasikan pada reduksi hidrostatik dengan intususepsi untuk meminimalkan resiko perIorasi; 1. aliran barium kontras tidak boleh lebih dari 3 kaki dari meja (100 cm) (2) tiap percobaan pemeriksaan yang dilakukan harus dilakukan sampai reduksi intususepsi menurun pada 3-5 menit dan maksimal 3 kali pemeriksaan dilakukan. Aturan tiga dapat mencegah reduksi pada nekrotik usus, disamping mengoptimalisasi perawatan pada bayi. Pada eksperimen aliran hidrostatik yang kurang dari 3,5 kaki tidak dapat mereduksi gangren usus. Pada ketinggian ini, volume suspensi barium 60 dari berat badan akan menimnbulkan tekanan intraluminal sampai 120 mmHg. Campuran larutan yang larut dalam air akan memberikan ketinggian yang lebih besar dan menimbulkan tekanan intrakolon yang sama. Larutan meglumine sodium diatrizoate sebanyak 20berat badan (GastrograIin) atau larutan iothalamate meglumine (cysto-conroy II) 17, berat badan akan menciptakan tekanan intraluminal 120 mmHg pada ketingian 150 cm (5 kaki). Oleh karena kebanyakan intususepsi menurun pada 2 percobaan pertama, reduksi hidrostatk berhasil setelah 3 kali percobaan. Percobaan reduksi harus dihentikan bila reduksi progresiI pada intususeptum tak tercapai setelah 3-5 menit dengan tekanan konstan karena intususepsi tersebut tidak mungkin mengalami reduksi. Pada prakteknya bila 2 kali percobaan reduksi radiograIi tidak berhasil, maka dibenarkan untuk dilakukan operasi. Penemuan radiograIi kadang berkaitan dengan intususepsi yang iredusibel bila ada tanda terputus, yang mana nampak pada barium ihtercalat antara intususeptum dan intususipiens . Walaupun reduksi intususepsi berhasil memberi gambaran radiorIi pada kasus yang dialporkan . Hal ini memberi gambaran disertai dengan riwayat klinis lebih 48 jam atau temuan radiograIi obstruksi usus komplit, biasanya berkaitan dengan gangren intestinal. Pembedahan, diindikasikan pada kondisi tersebut. Pada saat intususepsi tereduksi melalui katup ileocaecal, kontras harus dengan bebas reIluks ke usus halus, penemuan radiograIi penting dicatat sebagai reduksi yang berhasil. Gambaran radiograIi yang samar dapat mengindikasikan suatu reduksi inkomplit yaitu evakuasi komplit barium tanpa kontras residual pada usus halus dan meteorismus usus halus yang persisten. Sebagai contoh, ketidak mampuan reIluks ke ileum terminal dianggap disebabkan kerapuhan atau edema katup ileocaecal. Beberapa penulis menganjurkan observasi untuk dilakukan laparotomi bila kontras tidak melewati ileum terminal, namun pada bayi dapat asimptomatik. 7-20 intususepsi ditemukan pada saat laparotomi. Dengan evaluasi, anak yang stabil setelah observasi periode pendek, morbiditas akibat pembedahan dapat dicegah. Bila gambarannya tidak pasti sementara pemeriksaan tidak dilakukan maka dianurkan untuk pembedahan. Sekitar 10-15 tingkat reduksi ditemukan pada laparotomi hal ini sesuai untuk dilakukan apendektomi negatiI dan potensi sekuel pada suatu intususepsi yang tidak diketahui. Pada umumnya, reduksi inkomplit dilakukan intervensi pembedahan. Reduksi dengan panduan USG Reduksi hidrostatik dengan panduan USG pada intususepsi dapat dilakukan. Diagnosis intususepsi dapat ditegakkan dengan gambaran USG target sign pada pengambilan transversal dan pseudokidney sign pada pengambilan longitudinal pada intususeptum. Enema mengandung saline dan konrras yang larut air (perbandingan 9:1) digunakan untuk intususepsi dan kontras diharapkan reIluks ke ileum terminal pada radiograIi abdominal supine. Keberhasilan sesuaidengan reduksi pneumatik dan dapat lebih tinggi dari itu untuk reduksi barium enema. Paparan radiograIi lebih rendah pada reduksi dengan panduan USG dan berdasarkan pengalaman USG, metode ini dapat lebih diterima pada reduksi dengan panduan Iluoroskopi. Teknik ini terbatas pada bayi dengan obstruksi usus halus karena gambaran air Iluid multipel dapat disamarkandengan pemerksaan reduksi yang akurat. Reduksi pneumatik. Reduksi pneumatik pada intususepsi telah digunakan secara ekstensiI di Cina dan telah diterima di amerika utara dan eropa barat. Kontraindikasi reduksi hidrostatik adalah sama penerapannya dengan evaluasi reduksi pneumatik pada anak. Bila digunakan balon yang tidak dikembangkan pada reduksi pneumatik, anus diplester untuk mempertahankan tekanan intrakolon untuk reduksi intususepsi. Dengan tekanan awal 80mmHg, udara dialirkan ke dalam kolon dengan panduan Iluoroskopi. Tekanan ini dapat ditingkatkan sampai maksimal 120mmHg,sebanding dengan 1-u aliran udara larutan barium atau 1,5 m dengan 20 BB tiap volume larutan meglumine sodium diatrizoate. ReIluks udara ke ileum terminal menandakan reduksi komplit intususepsi. Tingkat lebih tinggi telah dilaporkan menimbulkan insuIlasi udara (87) daripada dengan reduksi hidrostatik d(55-70). Pada saat tekanan intraluminal termonitor secara akurat, tekanan rata-rata intrakolon yang lebiheIektiI dapat dicapai dan ha ini dapat menjelaskan keberhasilan yang lebih baik dengan metode ini. Secara teknis, penggunaan udara sebagai medium kontras bisa mengalami hambatan bila ada obstruksi usus halus. Dan masalah tambahan reduksi dengan udara yaitu Ienomena reduksi palsu, dimana udara masuk ke usus halus sebelum reduksi komplit intususeptum. Keberhasilan lebih baik yaitu dengan reduksi hidrostatik atau pneumatik ditemukan pada intususepsi ileocolica daripada intususepi yanglebih proksimal dengan usus halus. Reduksi operatiI Pada anak yang mengalami gejala klinis peritonitis atau gejala radiograIi perIorasi dan pada penderita yang tidak berhasil direduksi tekanannya merupakan indikasi dilaikukan pembedahan setelaah resusitasi cairan dan terapi antibiotik broadspectrum. Insisi transversa inIraumbilikal kanan dilakukan dan menembus lapisan muskuler, mengekspos kuadran kanan bawah. Bila diperlukan, insisi dapat diperluas tegak lurus dengan midline unuk evaluasi komplit abdomen. Intususepsi direduksi intraabdomen bila memungkinkan. Bila reduksi sulit dilakukan, kolon kanan menuju parenkim hati dapat mengalami luka. Kantong saline hangat ditempatkan disekitar intususepsi dan kompresi dieprtahankan 1-2 menit, menurunkan edema jaringan dan memIasilitasi reduksi. Intususeptum dapat jelas terlihat dari intususipiens dengan menempatkan dengan lembut tekanan pada apeks lesi. Intususeptum tidak boleh terdorong dari intususepsi Traksi dapat merusak bentuk usus dan pembedahan reseksi dengan anastomosis. Setelah usus tereduksi, usus diinspeksi viabilitasnya bila vaskuler terjamin, observasi 10-15 menit dalam ruang operasi dianjurkan sebelum dilakukan reseksi. Pada anak dan bayi, plak peyer besar atau katup ileocaecal dapat menjadi massa intramural atau intraluminal. Palpasidengan hait-hati usus dan cermat untuk mencegah enterotomi yang tidak perlu. Apendektomi insidental dapat dilakukan bila tidak ada edema yang signiIikan dan ekimosis pada caecum. Reduksi manual yang berhasil diharapkan pada sekitar 90 pasien anak walaupun pembedahan lebih baik bila dapat terindikasi dan harus direseksi. Intususepsi yang tidak dapat direduksi menandakan adanya gangren usus walaupun reseksi primer dan anastomosis lebih baik dilakukan namun pada anak merupakan kondisi yang sangat serius dimana reseksi dan ekteriorasi secara klinis merupakan indikasi pendekatan resiko anestesi yang minimal dan cepat.Tindakan laparoskopi sebagai terapi operatiI intususepsi merupakan pilihan yang cukup beralasan. Ileocaecopeksi, jahit beberapa sentimeter ileum terminal ke colon ascendens untuk mencegah intususepsi rekuren tidak menunjukkan keuntungan dan tidak lagi dianjurkan. Tidak ada keuntungan yang terbukti pada manipulasi operatiI tambahan dan itususepsi dapat dialami setelah ileocaecopeksi. (11) KOMPLIKASI PerIorasi akibat tekanan reduksi Pada survey internasional luas, insidens kumulatiI reduksi hidrostatik menimbulkan komplikasi perIorasi 0,18.Namun masih kontroversi apakan reduksi pneumatik lebih aman daripada reduksi hidrostatik. Insidens perIorasi meningkat dengan reduksi pneumatik dan bervariasi antara 1 dan 2,8. Dengan peningkatan pemeriksaan reduksi pneumatik, insidens perIorasi menjadi menurun. Reaksi inIlamasi yang lebih intens dialami dengan komplikasi peritonitis menjadi perIorasi dengan barium daripada dengan kontras yang larut air atau kontras enema. Campuran barium dan Ieses dapat menimbulkan septik yang memanjang. Bayi yang kurang dari 6 bulan dan anak dengan gejala lebih 36 jam, atau dengan obstruksi usus,merupakan resiko yang lebih besar mengalami perIorasi. Bila tekanan reduksi dicapai pada pasien tersebut, media yang lebih baik yaitu larutan larut air atau kontras udara enema. (11) PROGNOSIS Tanpa pengobatan invaginasi pada anak selalu berakibat Iatal; kesempatan penyembuhan berhubungan langsung lamanya perlangsungan invaginasi sebelum dilakukan reduksi. Kesembuhan yan baik jika invaginasi direduksi sebelum 24 jam pertama, tetapi angka mortalitas meningkat setelah waktu ini,khususnya setelah 2 hari. (5,6) DAFTAR PUSTAKA 1. Doody DP, FoIlia RP. Intussusception. Principles and Practice oI Pediatric Surgery. Volume 2 Chicago. 2000. P1297-1304. 2. Young DG. Intussusception. Pediatric Surgery. FiIth Edition. Mosby. 1998. P. 1185-98 3. Leape LL, etc. Intussusception. Patient Care in Pediatric Surgery. Toronto. P.313-5. 4. RaIIensperger JG. Intussusception. Sweonson`s Pediatric Surgery. FiIth Edition, Appleton & Lange USA, 1990. P.221-9. 5. Behrman RE,etc. Intussusception. Textbook oI Pediatrics. 17th Ed.Saunders. 2004. P1242- 3 6. Fallau MB. Intussusception. Pediatric Surgery. 4th ed. Elsevier Saunders,Kansas City,Missouri.P-533-542. 7. Hay, WW, etc. Intussusception. Current Pediatrics Diagnosis & Treatment. 16th ed. Mc.graw Hill. 2003. p.626 8. Yamada T, etc. Intussusception. Gastroenterology. 4th ed. Volume 1.Lippncott Williams & Wilkins. 2000. P.1479-80. 9. Townsend CM, etc. Intussusception. Sabiston Textbook oI Surgery. The Biological Basis oI Modern Surgical Practice. 17th ed. Elsevier Saunders. 1998.P.2112-3. 10. Ein SH, Daneman A. Intussusception. Operative Pediatric Surgery. Mc Graw-Hill ProIessional. 2003. P.647-55. 11. Ravitch MM. Intussusception. Pediatric Surgery. 4th ed. Volume 2, Year Book Medical Publisher,Inc. Chicago.2000.P.868-80. 12. King L. Intussusception. Pediatric. eMedicine.com 13. Strange GR,erc. Intussusception. Pediatric Emergency Medicine. McGraw-Hill. 2004. p.242-3
Invaginasi {Intususepsi] osLed by ff on 2311 PEN0AHULUAN nvagInasI atau IntususepsI serIng dItemukan pada anak dan agak jarang pada orang dewasa. nvagInasI pada anak bIasanya bersIfat IdIopatIk karena tIdak dIketahuI penyebabnya. Kebanyakan dItemukan pada kelompok umur 2 - 12 bulan, dan lebIh banyak pada anak lakI - lakI. nvagInasI Ialah suatu keadaan, sebagIan usus masuk ke dalam usus berIkutnya. 8Iasanya bagIan proksImal masuk ke dIstal, jarang terjadI sebalIknya. 8agIan usus yang masuk dIsebut Intussusceptum dan bagIan yang menerIma Intussuscepturn dInamakan IntussuscIpIens . Dleh karena Itu, InvagInasI dIsebut juga IntussusceptIon. PemberIan nama InvagInasI bergantung hubungan antara Intussusceptum dan IntussuscIpIens, mIsalnya IleoIleal menunjukkan InvagInasI hanya melIbatkan Ileum saja. leocolIca berartI Ileum sebagaI Intussusceptum dan colon sebagaI IntussuscIpIens. KombInasI laIn dapat terjadI sepertI IleoIleo colIca, colocolIca dan appendIcal colIca. leocolIca yang palIng banyak dItemukan (75), Ileo Ileo colIca 15, laInlaIn 10, palIng jarang tIpe appendIcal ColIca. nvagInasI serIng dIjumpaI pada umur J bulan - 2 tahun, palIng banyak 5 9 bulan, PrevalensI penyakIt dIperkIrakan 12 penderIta dI antara 1000 kelahIran hIdup. Anak lelakI lebIh banyak darIpada perempuan, J : 1. Pada umur 59 bulan sebagIan besar belum dIketahuI penyebabnya. PenderIta bIasanya bayI sehat, menetek, gIzI baIk dan dalam pertumbuhan optImal. Ada yang menghubungkan terjadInya InvagInasI karena gangguan perIstaltIk, 10 dIdahuluI oleh pemberIan makanan padat dan dIare. 0Iare dan InvagInasI dIhubungkan dengan InfeksI vIrus, karena pada pemerIksaan tInja dan kelenjar lImfa mesenterIum, terdapat adenovIrus bersamasama InvagInasI. nvagInasI pada umur 2 tahun ke atas, bIasanya bersamasama dIvertIkel |eckel, polIp, hemangIoma dan lImfosarkoma. nfeksI parasIt serIng juga menyertaI InvagInasI anak besar.
CEJALA |anIfestasI penyakIt mulaI tampak dalam waktu J-24 jam setelah terjadI InvagInasI. Cejalagejala sebagaI tandatanda obstruksI usus yaItu nyerI perut, muntah dan perdarahan. NyerI perut bersIfat serangan setIap 15J0 menIt, lamanya 12 menIt.. 0I antara 2 serangan, bayI kelIhatan sehat. Perut berbentuk ScaphoId Serangan nyerI sudah dapat dItemukan pada anak kurang 1 tahun (60,7), 81,8 pada umur 12 tahun dan 91 pada umur lebIh 2 tahun. Pada anak besar lebIh 2 tahun, nyerI perut merupakan gejala yang menyolok. bIasanya nyerI dIsusul oleh muntah. Pada bayI kecIl muntah malahan dapat sebagaI gejala pertama. |untah mulamula terdIrI atas sIsasIsa makanan yang ada dalam lambung, kemudIan berIsI empedu. Sebanyak 95,5 gejala muntah terjadI pada anak berumur kurang darI 2 tahun. TImbulnya muntah dapat tejadI J jam pertama setelah berlangsungnya penyakIt, masIngmasIng 7J pada umur kurang 2 tahun dan 52 pada umur lebIh 2 tahun. Cejala muntah lebIh serIng pada InvagInasI usus halus bagIan atas jejunum dan Ileum darIpada IleocolIca.
Setelah serangan kolIk yang petama, tInja masIh normal, kemudIan dIsusul oleh defekasI darah bercampur lendIr (currant jelly stool). Yang berasal darI Intususeptum yang terbendung, tertekan atau seudah mengalamI strangulasI. 8Ila InvagInasI dIsertaI strangulasI harus dI Ingat kemungkInan terjadInya perItonItIs setelah perforasI. Pada 59 penderIta, perdarahan terjadI dalam waktu 12 jam
0arah lendIr berwarna segar pada awal penyakIt, kemudIan berangsurangsur bercampur jarIngan nekrosIs, dIsebut terry stool oleh karena terjadI kerusakan jarIngan dan pembuluh darah.
0ACNDSS 0AN PE|EFKSAAN 0IagnosIs InvagInasI dapat dIduga atas pemerIksaan fIsIk dan dIpastIkan dengan pemerIksaan rontgen dengan enema barIum.
Pada pemerIksaan perut dapat teraba sausage shape pada 24 penderIta. Suatu massa dengan lekukan dan posIsInya mengIkutI garIs usus colon ascendens sampaI ke sIgmoId dan rektum. |assa tumor sukar dIraba bIla berada dI belakang hatI atau pada dIndIng yang tegang.
PerkusI pada tempat InvagInasI terkesan suatu rongga kosong. 8IsIng usus terdengar menInggI selama serangan kolIk, menjadI normal kembalI dI luar serangan. Colok dubur memperlIhatkan darah lendIr dan kadangkadang teraba pseudoportIo bIla InvagInasI sudah mencapaI rectosIgmoId.
PE|EFKSAAN FA0DLDCK Foto polos perut dIbuat dalam 2 arah, posIsI supIne dan lateral dekubItus kIrI. PosIsI lateral dekubItus kIrI Ialah posIsI penderIta yang dIbarIngkan dengan bagIan kIrI dI atas meja dan sInar darI arah mendatar. 0engan posIsI InI, selaIn untuk mengetahuI InvagInasI juga dapat mendeteksI adanya perforasI.
Cambaran Xray pada InvagInasI Ileocoecal memperlIhatkan daerah bebas udara yang fossa IlIaca kanan karena terIsI massa. Pada InvagInasI tIngkat lanjut kelIhatan aIr fluId level.
PENCELDLAAN |asukan oral dIhentIkan, penderIta dIberI caIran Intravena dan selanjutkan dIlakukan reposIsI usus. 8ergantung pada keadaan penderIta, reposIsI dIlakukan dengan operasI atau barIum enema. Pada operasI, reposIsI secara manual dan hasIlnya langsung dIketahuI. FeposIsI barIum dIIkutI oleh Xray. |ulamula tampak bayangan barIum bergerak berbentuk cuppIng pada tempat InvagInasI. 0engan tekanan hIdrostatIk sebesar 1 meter aIr, barIum dIdorong ke arah.proksImal. tekanan hIdrostatIk tIdak boleh melewatI 1 meter aIr dan tIdak boleh dIlakukan pengurutan atau penekanan manual dI perut sewaktu dIlakukan reposIsIs hIdrostatIk. Pengobatan dIanggap berhasIl bIla barIum sudah mencapaI Ileum termInalIs. Pada saat Itu, pasase usus kembalI normal, norIt yang dIberIkan per os akan keluar melaluI dubur. SeIrIng dengan pemerIksaan zat kontras kembalI dapat terlIhat coIled sprIng appearance. Cambaran tersebut dIsebabkan oleh sIsasIsa barIum pada haustra sepanjang bekas tempat InvagInasI.
Sejak 1876, barIum enema sudah dIpergunakan untuk pengobatan InvagInasI dan hasIlnya memuaskan. Hanya sedIkIt kemungkInan terjadI perforasI walaupun usus telah mengalamI gangren, asal tekanan hIdrostatIk tIdak melebIhI 1 meter. 0emIkIan pula lamanya perawatan pada reposIsI barIum lebIh pendek darIpada operasI. SebalIknya dengan reduksI manual pada operasI ternyata lebIh bersIfat traumatIk, sehIngga lebIh mudah terjadI ruptur usus. dengan kelebIhan yang dIsebut tadI, dI SkandInavIa reposIsI barIum lebIh banyak dIgunakan. SurvIval rate 55, masIngmasIng 81 pada umur kurang 1 tahun dan 15 pada usIa kurang J bulan Kadangkadang reposIsI barIum tIdak berhasIl, mIsalnya pada umur kurang J bulan dan InvagInasI IleoIleal. 8ayangan kontras dalam bentuk cuppIng tIdak mencapaI Ileum termInalIs sehIngga memerlukan operasI. JIka reposIsIs konservatIf InI tIdak berhasIl, terpaksa dIadakan reposIsI operatIf. Sewaktu oprasI akan dIcoba reposIsI manual dengan mendorong InvagInatum darI oral kea rah sudut Ileosaecal. 0orongan dIlakukan dengan hatI0hatI tanpa tarIkan darI bagIan proksImal
DperasI dInI tanpa terapI barIum dIkerjakan bIla terjadI perforasI, perItonItIs dan tandatanda obstruksI. Keadaan InI bIasanya pada InvagInasI yang sudah berlangsung 48 jam. 0emIkIan pula pada kasuskasus relapse. nvagInasI berulang 11 setelah reposIsI barIum dan J pada operasI tanpa reseksI usus. 8Isanya reseksI dIlakukan jIka alIran darah tIdak pulIh kembalI setelah dIhangatkan dengan larutan fIsIologIk. Usus yang mengalamI InvagInasI nampak kebIruan. Pada perawatan ke2x, dIkerjakan operasI tanpa barIum enema.
natomi usus halus Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang duodenum 26 cm, sedangkan yejunum ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia dewasa adalah 5-6 m. Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum treits. Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari : 1. Lekukan lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis. 2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih permanen yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak ada. 3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta. 4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua aarkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade. 5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus. 6. Kelompokan jaringan limIoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik. Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah : Perbedaan eksterna 1. Usus halus (kecuali duodenum) bersiIat mobil, sedang kan colon asenden dan colon desenden terIiksasi tidak mudah bergerak. 2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar yang terisi. 3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke bawah menyilang garis tengah, menuju Iosa iliaka kanan. 4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli. 5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya. Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae. 6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular. Perbedaan interna 1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada. 2. Mukosa usus halus mempunyai Iili, sedangkan mukosa usus besar tidak mempunyai. 3. Kelompokan jaringan limIoid (agmen Ieyer) ditemukan pada mukosa usus halus , jaringan limIoid ini tidak ditemukan pada usus besar. Intususepsi Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus DeIinisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anak-anak 95 penyebabnya tidak diketahui, hanya 5 yang mempunyai kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma (Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai (Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum. Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70 kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering dijumpai pada ileosekal. Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta tidak banyak tulisan yang membahas hal ini secara rinci. Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anak-anak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead poinnya dapat ditemukan Kalsifikasi Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe : 1. Enterik a usus halus ke usus halus 2. Ileosekal a valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi. 3. Kolokolika a kolon ke kolon. 4. Ileokoloika a ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon. Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39 ileosekal, 31,5 ileokolika, 6,7 enterik, 4,7 kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas (Tumen 1964). Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa ditemukan 5kasus obstruksi usus disebabkan karena invaginasi (Ellis,90). Biasanya terdapat tumor pada apex intussuception, pada usus halus biasnya tumor jinak dan tumor ganas pada usus besar. (Ellis 90). Tumor usus halus banyak ditemukan diduodenum, yejunum bagian proksimal dan terminal ileum. Distal yejunum dan proksimal ileum relatiI jarang (Leaper 89) dan terbanyak di temukan di terminal ileum (Schrok,88). Tumor usus halus merupakan 1-5 tumor di dalam saluran pencernaan makanan, hanya 10 yang akan menimbulkan gejala-gejala antara lain perdarahan, penyumbatan atau invaginasi. Perbandingan tumor jinak dan tumor ganas adalah 10 : 1 (Schrock,88). Tumor jinak usus halus biasanya adenoma, leyomiomalipoma, hemangioma, ployposis. Sedangkan tumor ganas biasanya carcinoma, carcinoid tumor, sarcoma, tumor metastase (Leaper,89). Epidemiologi
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka yang pernah dilaporkan adalah 0,08 dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3 dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1 dari semua kasus obstruksi usus, 5 dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang telibat yang pernah dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan . Desai pada 667 pasien menggambarkan 53 pada duodenum,jejunum atau ileum, 14 lead pointnya pada ileoseccal, 16 kolon dan 5 termasuk appendik veriIormis. Hampir 70 kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Bisset et all, 1988) sedangkan OrloII mendapatkan 69 dari 1814 kasus pada bayi dan anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988 mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada anak-anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 2:1 (Kartono, 1986; Cohn 1976; Chairul Ismail !988). Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990). OrlooI mendapatkan 69 dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira-kira 80-90 dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5 dari kasus obstruksi (Ellis, 1990) Patofisiologi Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terIiksir/atau kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964). Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi paralitik (Meingot`s 90 ; Bailey 90). Menurut etiologinya ada 3 keadaan : 1. sebab didalam lumen usus 2. sebab pada dinding usus 3. sebab diluar dinding usus (Meingot`s 90) Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus letak rendah dan obstruksi usus besar. Berdasarkan waktunya dibagi : 1. Acuta intestinal obstruksi 2. Cronik intestinal obstruksi 3. Acut super exposed on cronik Sekitar 85 dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 terjadi di usus besar (Schrock, 82). Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah : 1. Adhesion 2. Hernia 3. Neoplasma 4. Intussusception 5. volvulus 6. benda asing 7. batu empedu 8. imIlamasi 9. strictura 10.cystic Iibrosis 11.hematoma Etiologi
Menurut kepustakaan 90-95 terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat idiopatik. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrophi jaringan limIoid (plaque payer) akibat inIeksi virus (limIadenitis) yang mengkuti suatu gastroenteritis atau inIeksi saluran naIas. Keadaan ini menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi aliran vena a obstruksi intestinal a perdarahan. Penebalan ini merupakan titik permulaan invaginasi. Pada anak dengan umur ~ 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip, hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik pada diare non spesiIik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab invaginasi Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic intususeption. Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada usus sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al, 1985; Ellis 1990), seta tidak banyak tulisan yang membahas tentang invaginasi pada orangtua secar rinci. Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada timbulnya invaginasi. InIeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 9 bulan, hampir 70 terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh- pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool). Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya insidensi disentri dan amubiasis. Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias invaginasi. Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan pada 75 pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa usus yang iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengalami inIeksi sistemik dan sepsis. Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersiIat jinak dan atau ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersiIat jinak (diverticle meckel`s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersiIat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang Irequensiny labih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, inIlamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik . Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang terjadi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-kira 95 kasus. Sebaliknya 80 dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab organik, dan 65 dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna. Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya mengenai kolon saja (Cohn 1976). ambaran Klinis Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dnegan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala. Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan. Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh OrlooI, rasa sakit ditemukan pada 90, muntah pada 84, keluarnya darah perektum pada 80dan adanya masa abdomen pada 73 kasus (Cohn, 1976). Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan- pemeriksaan lain (Cohn, 1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis sering tidak berhasil mengkonIirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak memberikan hasil yang positiI. Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang- kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964). iagnosis
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai dengan Ilexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada 40, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada 40 dan pemeriksaan Guaiac negatiI dan hanya ditemukan mucus pada 20 kasus. Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan Iaali saluran pencernaan ataupun oleh karena inIeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi, didapatkan pada 85 kasus. Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan Muntah reIlektiI sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai pada 75 pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reIlektiI terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada reIluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90. Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dance`s Sign dan Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perIorasi. Dance`s Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada 60 kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance`s Sign. Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, Ieces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik. Pemeriksaan Ioto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik. %#I$ INVIN$I : 1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain), bila lanjut sakitnya kontinyu 2. Muntah warna hijau (cairan lambung) 3. DeIekasi Ieses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) a currant jelly stool Obstruksi usus ada 2 : 1. Mekanis a kaliber usus tertutup 2. Fungsional a kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang
Pemeriksaan Fisik : Obstruksi mekanis ditandai darm steiIung dan darm counter. Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan Nyeri tekan () Dancen sign () a Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden RT : pseudoportio(), lender darah () a Sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang lama #adiologis : 1 Foto abdomen 3 posisi Tanda obstruksi () : Distensi, Air Iluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus) a DAH Colon In loop berfungsi sebagai : Diagnosis a cupping sign, letak invaginasi Terapi a Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan kejadian 24 jam Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama Ieses dan udara Pada orang dewasa diagnosis preoperatiI keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatiInya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan Iisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan Iisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin dapat memberi konIirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di tempat ini. Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda- tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976). Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu bertahun tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan suatu kelainanlokal pada usus namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu demikian lama. Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan istilah intususepsi khronis. Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat, hal yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan penderita yang relatiI baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi diperlukan. Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu melalui : Anamnesis , pemeriksaan Iisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti diatas). Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed Tomography) Penatalaksanaan Dasar pengobatan adalah : 1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit. 2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik. 3. Antibiotika. 4. Laparotomi eksplorasi. Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik. Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu mencakup dua tindakan : 1 #eduksi hidrostatik Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976. #eduksi manual (milking) dan reseksi usus Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, Ieces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose 'end to end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi. Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan. 1. Pre-operatif Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi deIisit elektrolit . urante Operatif Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersiIat jinak maupun yang ganas. Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko: 1. Ruptur dinding usus selama manipulasi 2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi 3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi 4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas 5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side. Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose . 3. Pasca Operasi Hindari Dehidrasi Pertahankan stabilitas elektrolit Pengawasan akan inIlamasi dan inIeksi Pemberian analgetika yang tidak mempunyai eIek menggangu motilitas usus Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalh besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perIorasi, oedema, reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya short bowel syndrom. Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah: adanya reseksi usus yang etensiI diarhea steatorhe malnutrisi Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau kurang Iungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989)
Sebuah Barium enema adalah pemeriksaan radiograIi dari usus besar menggunakan suspensi barium sulIat sebagai media kontras. Pemeriksaan sangat tergantung dari persiapan usus yang tepat. Banyak rejimen ada, sebagian besar mengandalkan pada kombinasi diet, pembatasan dan overhydration penyucian. Pencahar digunakan biasanya bertindak dengan meningkatkan ekskresi Iekal air dan / atau dengan merangsang peristaltik kolon. Pembersihan air enema kurang umum digunakan karena eIek buruk dari air dipertahankan pada lapisan mukosa dari media kontras. Suspensi barium sulIat sebaiknya diperkenalkan melalui sistem sekali pakai tertutup. Sebagai lawan dari pemberian barium terbuka dapat, sistem tertutup mengecualikan kemungkinan inIeksi silang dan memungkinkan drainase dubur bila diperlukan. Hal ini juga memungkinkan penggunaan sebuah ujung enema dengan sisi-lengan untuk insuIlasi udara. Kontraindikasi umum untuk semua studi barium enema adalah peritonitis, udara bebas intraperitoneal, alergi terhadap suspensi barium dan resiko perIorasi. Dua teknik pemeriksaan utama adalah tunggal dan double kontras enema barium kontras. $ingle-kontras barium enema. Ini adalah metode yang kurang disukai, biasanya disediakan untuk indikasi berikut: tidak kooperatiI, pasien bergerak, obstruksi mekanis akut, pengurangan intususepsi, pengecualian berat patologi, dan evaluasi dari konIigurasi anatomi usus besar. Sebuah densitas rendah (0,1 0,2 g / ml) suspensi barium digunakan untuk "melihat-melalui" eIek. Suspensi dijalankan secara perlahan-lahan di bawah bimbingan Iluoroscopic, dan Iilm spot diambil dalam pandangan beberapa radiograIi, sering dikombinasikan dengan kompresi manual dari usus besar. ouble-kontras barium enema. Ini adalah metode yang disukai. Enema barium dikombinasikan dengan insuIlasi udara (atau alternatiI karbon dioksida) untuk lebih baik "melihat-melalui" eIek daripada metode tunggal- kontras. Suspensi barium seharusnya hanya mantel mukosa pada lapisan tipis. Untuk mengaktiIkan visualisasi detail anatomi halus en wajah, ini membutuhkan kerapatan yang lebih tinggi dari suspensi (biasanya 0,6-1,1 g / ml). Sebuah relaksan otot polos (20 mg hiosin butylbromide, Buscopan atau 0,5 1,0 mg glukagon) sering disuntikkan intravena pada awal prosedur untuk meredakan kejang usus mungkin. Sebuah kateter balon dapat digunakan untuk mencegah kebocoran dari rektum. Suspensi barium biasanya dijalankan dengan pasien dalam posisi miring rawan atau kiri. InIus dihentikan ketika kolom barium mencapai usus melintang. Udara ini kemudian insuIIlated, rektum dikeringkan, dan sisa dari usus besar diisi dengan barium dan udara dengan insuIlasi udara dikombinasikan dengan perubahan posisi pasien untuk mempromosikan mengisi oleh gravitasi. Pemeriksaan ini mencakup beberapa pandangan radiograIi standar. Unit remote control dengan angulasi tabung overcoach memungkinkan tabung lebih disukai. Film Spot diambil dari setiap lesi dilihat Iluoroscopically ( Gambar 1 ). Variasi dari teknik utama. Flush sigmoid adalah teknik yang digunakan pada pasien dengan penyakit divertikular parah di kolon sigmoid. Pada akhir enema kontras barium ganda standar, kolon sigmoid diisi dengan suspensi barium encer. Hal ini meningkatkan deteksi penyakit intraluminal di bagian usus besar. The barium enema instan adalah "lembut" variasi dari barium enema kontras ganda digunakan pada pasien dengan kolitis yang dikenal di mana kolonoskopi telah gagal untuk menunjukkan tingkat proksimal dari penyakit. Pemeriksaan dimulai dengan sebuah radiograI polos untuk mengecualikan megakolon toksik atau perIorasi. Tidak ada persiapan usus diperlukan (atau dianjurkan) pada kolitis aktiI. Setelah injeksi intravena relaksan otot polos, usus besar diisi dengan suspensi barium untuk kolon transversus. Rektum dan udara dikeringkan dengan hati-hati insuIIlated, mengubah pasien seperti yang diperlukan. Seringkali, satu radiograI rawan adalah semua yang diperlukan untuk menunjukkan tingkat kolitis. Lihat juga larut dalam air enema kontras. encitraan