Anda di halaman 1dari 16

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Pneumonia dulu disebut juga pneumonitis. Akan tetapi dewasa ini istilah pneumonitis dipakai untuk peradangan paru yang disebabkan oleh non mikroorganisme, misalnya disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, bahan toksik dll. Saat ini dikenal 2 kelompok utama pneumonia yaitu pneumonia di rumah perawatan (Pneumonia Nosokomial / PN) dan Pneumonia Komunitas (PK). PK adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar RS, sedangkan PN adalah pneumonia yang terjadi >48 jam setelah di rawat di RS, baik di ruang rawat umum atau ICU, tetapi tidak sedang memakai ventilator.

Klasifikasi Klasifikasi pneumonia secara garis besar dapat dibagi : 1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis a. Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia = CAP) b. Pneumonia Nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia) c. Pneumonia Aspirasi d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised

2. Berdasarkan bakteri penyebab a. Pneumonia tipikal : akut, demam tinggi, menggigil, batuk produktif, nyeri dada. Radiologis lobar atau segmental, leukositosis, bakteri Gram positif. Biasanya disebabkan bakteri ekstraseluler, S. pneumonia, S. piogenes dan H. influenza. b. Pneumonia Atipikal : tidak akut, demam tanpa menggigil, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronkhi basah yang difus, leukositosis ringan. Penyebab biasanya; Mycoplasma pneumoniae, Legionella pneumophila, Chlamydia pneumoniae c. Pneumonia Virus d. Jamur 3. Berdasarkan predileksi lokasi / luasnya infeksi : a. Pneumonia Lobaris b. Bronkopneumonia c. Pneumonia Interstitialis Secara garis besar klasifikasi yang banyak dipakai adalah : Pneumonia Komunitas (CAP/ PK) Pneumonia Nosokomial (PN)

Epidemiologi dan Faktor Risiko Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam RS (PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.

Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Pneumonia semakin sering dijumpai pada : orang lanjut usia ( >65 tahun) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) Pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit syaraf kronik, dan penyakit hati kronik. Infeksi saluran nafas bagian atas : + 1/3 pneumonia didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas / infeksi virus Faktor predisposisi lain : pasca infeksi virus, keadaan imunodefisiensi, pemakaian antibiotik, kebiasaan merokok dan keadaan alkoholik (meningkatkan resiko kolonisasi kuman, mengganggu refleks batuk, mengganggu transport mukosiliar dan gangguan terhadap pertahanan sistem seluler) Ada tindakan invasif seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator. Keadaan kemungkinan terjadinya aspirasi misalnya gangguan kesadaran Lingkungan seperti di rumah jompo.

Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (bakteri, virus, jamur). Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Mikroorganisme penyebab tersering adalah bakteri, yaitu : Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, enterobacter. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus. Diketahui bahwa patogen yang cenderung dijumpai pada faktor risiko tertentu, misalnya H. influenzae pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia, gram negatif pada pasien rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopulmonal/jamak, atau

pasca terapi antibiotika spektrum luas, serta Ps. Aeruginosa pada pasien dengan bronkiektasis, terapi steroid >10mg/hari, dan malnutrisi.

Patogenesis Proses patogenesis pneumonia terkait interaksi 3 faktor yaitu keadaan inang (imunitas), mikroorganisme yang menyerang, dan lingkungan. Penyebab terbanyak pneumonia komunitas saat ini adalah streptococcus pneumoniae. Pneumonia terjadi bila kuman masuk parenkim paru, berkembang biak dan menimbulkan peradangan. Masuknya kuman ke jaringan paru dapat melalui : 1. Aspirasi sekret orofaring yang mengandung kuman 2. Inhalasi dari aerosol yang mengandung kuman 3. Penyebaran melalui aliran darah dari tempat lain di luar paru misalnya endokarditis 4. Penyebaran langsung ke dalam paru : Intubasi trakhea Luka tembus yang mengenai paru

Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak dengan cepat masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli - alveoli lain melalui pori interalveolaris dan percabangan bronkus. Selanjutnya pneumonia karena pneumokokkus ini akan mengalami 4 stadium yang overlapping : 1. Stadium engorgment kapiler di dinding alveoli mengalami kongesti dan alveoli berisi cairan, dan bakteri berkembang biak tanpa hambatan. 2. Stadium hepatisasi merah kapiler telah mengalami kongesti disertai dengan diapedesis dari sel - sel eritrosit 3. Stadium hepatisasi kelabu alveoli dipenuhi oleh eksudat, kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan adanya eksudat yang mengandung leukosit ini maka perkembangbiakan kuman menjadi terhalang bahkan kuman kuman pada stadium ini akan di fagositosis. Pada stadium ini akan terbentuk antibodi.
4

4. Stadium resolusi Dicapai bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat dalam alveoli beserta sisa sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal Luasnya jaringan paru yang terkena tergantung kepada jumlah dan virulensi kuman, daya tahan tubuh, serta kemampuan / kecenderungan kuman untuk merangsang timbulnya cairan oedem yang banyak.

Diagnosis Anamnesis Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi : a. Evaluasi faktor pasien / predisposisi. Contoh : PPOK (H. Influenzae) b. Bedakan lokasi infeksi : PK (streptococcus pneumoniae, H. Influenzae, M. Pneumoniae), PN (staphylococcus aureus) c. Usia pasien : muda (M. Pneumoniae), dewasa (S. Pneumoniae) d. Awitan : cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. Pneumoniae). Perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. Pneumoniae) Pemeriksaan Fisik Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan keadaan klinis. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S.pneumoniae, streptococcus spp, staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering dan nonproduktif. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua atau imunitas menurun akibat kuman yang kurang patogen atau oportunistik, misal : klebsiella, pseudomonas, enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan keadaan umum penderita yang tampak sakit berat, demam, sesak nafas, tanda-tanda konsolidasi paru pada pemeriksaan toraks (bagian yang sakit tertinggal dalam pernafasan, fremitus meningkat, perkusi paru yang redup/pekak,

ronki nyaring, suara pernafasan bronkial). Kelainan yang ditemukan tergantung kepada luasnya jaringan paru yang terkena. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan radiologis Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram, misalnya oleh streptococcus pneumoniae. Dapat ditemukan gambaran perselubungan yang relatif homogen pada daerah yang terkena. Setiap lobus bisa terkena sebagian atau seluruhnya, namun yang sering terkena adalah lobus bawah. Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob, gram negatif, atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia sering ditimbulkan oleh S.pneumoniae. Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya infeksi sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.

2. Pemeriksaan laboratorium Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit

normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua, atau lemah. Leukopenia menunjukan depresi imunitas Faal hati mungkin terganggu

3. Pemeriksaan bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. 4. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan titer antibodi terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali.

Analisa gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen

Penatalaksanaan Pasien pada awalnya diberikan terapi empirik yang ditujukan kepada patogen yang paling mungkin menjadi penyebab. Bila telah ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Faktor-faktor yang dipertimbangkan pada pemilihan AB : 1. Faktor pasien Yaitu urgensi/cara pemberian obat berdasarkan tingkat berat sakit infeksi saluran nafas bawah akut dan keadaan umum/kesadaran, mekanisme imunologis, umur, defisiensi organ, kehamilan, alergi. Pasien berobat jalan dapat diberikan obat oral, pasien sakit berat diberikan obat intravena. 2. Faktor antibiotik Tidak mungkin mendapatkan 1 jenis antibiotik yang ampuh untuk semua jenis kuman. Secara praktis dipilih AB yang ampuh dan secara empirik telah terbukti merupakan obat pilihan utama dalam mengatasi kuman penyebab yang paling mungkin dalam pneumonia atau bentuk lain infeksi saluran nafas bawah akut berdasarkan data antibiogram mikrobiologi dalam 6-12 bulan terakhir. Efektivitas AB tergantung kepada kepekaan kuman terhadap AB ini, penetrasinya ke tempat lesi infeksi, toksisitas, interaksi dengan obat lain, dan reaksi pasien misalnya alergi atau intoleransi. 3. Faktor farmakologis Farmakokinetik AB mempertimbangkan proses bakterisidal dan farmakodinamik menilai kemampuan AB untuk melakukan penetrasi ke lokasi infeksi di jaringan dan keampuhannya hingga obat ini ampuh dipakai terhadap patogen penyebab. Pilihan antibiotik dapat berupa : 1. AB tunggal Dipilih yang paling cocok diberikan pada pasien PK yang asalnya sehat dan gambaran klinisnya sugestif disebabkan oleh tipe kuman tertentu yang sensitif. 2. Kombinasi AB Diberikan dengan maksud untuk mencakup spektrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas spektrum, dan pada infeksi jamak.
7

Antibiotik yang diberikan adalah AB dengan spektrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi AB spektrum sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Untuk infeksi M. Pneumoniae dan C. Pneumoniae selama 10-14 hari, sedangkan pada pasien dengan terapi steroid jangka panjang selama 14 hari atau lebih. Pada terapi PK rawat inap, proses perbaikan akan terlihat 3 tahap, yaitu : 1. Tahap 1 Pada saat pemberian AB IV selama 3 hari akan terlihat pasien stabil secara klinis 2. Tahap 2 Terlihat perbaikan keluhan dan tanda fisik serta nilai laboratorium 3. Tahap 3 Terlihat penyembuhan dan resolusi penyakit Keterlambatan perbaikan klinik dapat disebabkan patogen yang resisten atau bakteriemi. Di samping itu, faktor inang berupa usia tua, penyakit penyerta jamak juga dapat menyebabkan keterlambatan perbaikan. Bila keadaan klinik membaik dengan berkurangnya batuk, afebril dalam 2x8 jam, leukositosis menurun dan fungsi saluran cerna membaik, dapat dilakukan alih terapi ke AB per oral yang dianggap cocok dengan patogen penyebabnya. Bila belum ada respon yang baik dalam 72 jam (terjadi pada 10% pasien), lakukan evaluasi terhadap kemungkinan patogen yang resisten, komplikasi atau penyakitnya bukan pneumonia. Reevaluasi ditujukan kepada faktor predisposisi dari terjadinya infeksi. Terapi suportif yang dapat diberikan : 1. Terapi Oksigen untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan pemeriksaan AGD 2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme 3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan nafas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernafasan. 4. Pengaturan cairan

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan syok septik 6. Obat inotropik seperti dopamin atau dobutamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal. 7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia : Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan oksigen 100% dengan masker Gagal nafas yang ditandai peningkatan CO2, didapat asidosis, henti nafas, retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif 8. Drainase empiema bila ada

Komplikasi Pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteriemi berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) Gagal organ multipel Pneumonia nosokomial

Prognosis Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien.

BAB II LAPORAN KASUS

Pasien seorang wanita berusia 80 tahun dirawat di bangsal Penyakit Dalam RSUD Lubuk Basung pada tanggal 9 Oktober 2011 pukul 20.00 wib dengan : Keluhan Utama : Batuk disertai sakit pada tenggorokan sejak 3 hari sebelum masuk RS

Riwayat Penyakit Sekarang : Batuk disertai sakit pada tenggorokan sejak 3 hari sebelum masuk RS, batuk muncul sudah sejak 3 bulan yang lalu, hilang timbul, sedikit berdahak warna kuning, tidak berdarah Demam (+) sejak 3 bulan yang lalu, tidak terlalu tinggi, hilang timbul, keringat malam ada Sesak nafas kadang-kadang dirasakan Nafsu makan menurun penurunan berat badan (+) Badan terasa lemah dan lesu BAB (-) sejak 3 bulan yang lalu BAK biasa :

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya Riwayat hipertensi (+) sudah bertahun-tahun Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini

Pemeriksaan Fisik

10

Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Nafas Suhu Sianosis Ikterik Edema

: sedang : composmentis cooperative : 160/100 mmHg : 98 x/menit : 22 x/menit : 36,5 C : : : -

Mata Leher Thorax Cor

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-) : JVP 5-2 cmH2O : inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : iktus kordis tidak terlihat : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC 5 : batas jantung dalam batas normal : irama teratur, bising (-) : simetris kiri dan kanan : fremitus kanan meningkat : sonor : bronkovesikuler, ronkhi +/-, wheezing -/: tidak tampak membuncit

Pulmo

inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

Abdomen

inspeksi

11

Palpasi Perkusi Auskultasi Genitalia :

: hepar dan lien tidak teraba, NT (-) : timpani : BU (+) N

Rectal Toucher: anus tenang, sfingter menjepit, mukosa licin, ampula terisi feses Handschoen : feses (+), darah (-), lendir (-) Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik edem -/refleks fisiologis +/+ refleks patologis -/-

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Hb Leukosit Eritrosit Hematokrit Trombosit Kimia Klinik Gula darah Ureum Kreatinin Bilirubin total : 67 mg/dl : 31 mg/dl : 0,87 mg/dl : 0,69 mg/dl
12

: 12,1 gr/dl : 8300 /mm : 4310000 /mm : 41% : 272000 /mm

Bilirubin direk

: 0,37 mg/dl

Bilirubin indirek : 0,32 mg/dl SGOT SGPT Urinalisis Warna Albumin Bilirubin Urobilin Sedimen : coklat : positif satu : negatif : normal : Eritrosit Leukosit Silinder Kristal Epitel : 0-1 / LPB : 3-4 /LPB : negatif : negatif : 2-3 /LPK : 71 U/L : 51 U/L

Diagnosis Kerja Diagnosis Banding Terapi

: Community Acquired Pneumonia (CAP) : TB paru dextra

IVFD RL 20 tetes/menit Injeksi cefriaxon 1x2 gr Infus ciprofloxacin 200 mg/12 jam Injeksi ranitidin 1 ampul/8 jam Inpepsa sirup Ambroxol 3x1
13

Rencana Foto Thorax Cek BTA Kultur kuman Cek profil lipid

14

BAB III DISKUSI Seorang pasien wanita umur 80 tahun dirawat di Bangsal Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Basung pada tanggal 9 Oktober 2011 dengan diagnosa kerja community acquired pneumonia (CAP). Dari anamnesis didapatkan keluhan utama yaitu batuk disertai sakit pada tenggorokan sejak 3 hari sebelum masuk RS. Batuk muncul sudah sejak 3 bulan yang lalu, hilang timbul, sedikit berdahak warna kuning, dan tidak berdarah. Pasien kadang-kadang juga mengeluhkan sesak nafas. Pasien merasakan demam sejak 3 bulan yang lalu, tidak terlalu tinggi, hilang timbul, dan disertai keringat malam. Pasien merasakan adanya penurunan nafsu makan sehingga terjadi penurunan berat badan, badan lemah dan lesu. Pasien juga sudah 3 bulan ini tidak buang air besar. Selain itu, pasien memiliki riwayat hipertensi yang diderita sudah lama. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, tekanan darah tinggi yaitu 160/100 mmHg, frekuensi nafas normal yaitu 22 x/menit, dan tidak demam. Dari pemeriksaan paru didapatkan fremitus paru kanan meningkat, suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (+) di lapangan paru kanan. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar leukosit normal. Pada pasien diberikan terapi berupa IVFD RL 20 tetes/menit, injeksi ceftriaxon 1x2 gram, infus ciprofloxacin 200 mg/12 jam, injeksi ranitidin 1 ampul/8 jam, inpepsa sirup, dan ambroxol. Selanjutnya direncanakan pemeriksaan foto thorax dan pemeriksaan BTA dari sputum pasien untuk memastikan diagnosis pasien karena diagnosis bandingnya adalah TB paru dextra.

15

DAFTAR PUSTAKA 1. Dahlan, Zul. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV . Aru W Sudoyo (Editor). Balai Penerbit UI. Jakarta, 2006. 2. Dahlan, Zul. Pneumonia Bentuk Khusus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Aru W Sudoyo (Editor). Balai Penerbit UI. Jakarta, 2006. 3. Rumende, Cleopas Martin. Pemeriksaan Fisis Dada dan Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Aru W Sudoyo (Editor). Balai Penerbit UI. Jakarta, 2006. 4. Acang, Nusirwan dkk. Buku Ajar Diagnosis Fisik edisi Pertama. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Padang, 2008.

16

Anda mungkin juga menyukai