2013 Meiresty Evasari 07120041 Raras Hayati R. 07923041
Preseptor : dr. Yahya Marpaung, Sp.B
2
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
FARINGITIS Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A streptokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah (droplet infection).
1. Faringitis Akut a. Faringitis viral Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis.
Gejala dan tanda Demam disertai rinorea, mual , nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjugtivitis terutama pada anak. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. 3
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat. Limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.
Terapi Istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan tablet isap. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
b. Faringitis bakterial Infeksi grup A streptokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Gejala dan tanda Nyeri kepala yang hebat, muntah , kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.
Terapi a. Antibiotik diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A streptokokus hemolitikus. Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4 x 500 mg/hari. b. Kortikosteroid deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB, IM, 1 kali. 4
c. Analgetika d. Kumur dengan air hangat atau antiseptik.
c. Faringitis fungal Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. Gejala dan tanda Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofarig dan mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Sabouroud dextrosa.
d. Faringitis gonorea Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital. Terapi Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250 mg, IM.
2. Faringitis Kronik Terdapat 2 bentuk, yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidung tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.
5
Gejala Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang berdahak.
Terapi Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (elcetro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.
b. Faringitis kronik atrofi Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
Gejala dan tanda Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Terapi Pengobatan yang ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.
3. Faringitis spesifik a. Faringtis luetika Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tertier.
6
Stadium primer Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan .
Stadium sekunder Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.
Stadium tertier Pada stasium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum. Jarang pada dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bila sembuh akan terbentuk jaringan parut yang dapat menimbulkan gangguan fungsi palatum secara permanen. Diagnosis ditegakkan pemeriksaan serologik. Terapi penisilin dalam dosis tinggi merupakan obat pilihan utama.
b. Faringitis tuberkulosis Faringitis tuberkulosis merupakan proses sekunder dari tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis faring primer. Cara infeksi eksogen, yaitu kontak dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberkulosis miliaris. Bila imfeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak. Saat ini penyebaran juga secara limfogen.
7
Gejala Keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia. Pasien mengeluh nyeri yang hebat di tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran kelenjar limfa servikal.
Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru dan biopsi jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman basil tahan asam di jaringan.
Terapi Sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.
TONSILITIS Tonsilitis adalah peradangan pada tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (latereal band dinding faring / Gerlachs tonsil).
JENIS Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis.
1. TONSILITIS AKUT ETIOLOGI Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virus terkadang juga menjadi penyebab penyakit ini.Penyebab paling sering adalah Epstein Barr, selain itu juga Hemofilus influenzae dan Coxschakie virus. 8
PATOFISIOLOGI Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk semacam membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil.
MANIFESTASI KLINIK Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna akan tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
KOMPLIKASI Otitis media akut (pada anak-anak), sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, toksemia, septicemia, bronchitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis. Akibat hipertrofi tonsil akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguam tidur karena terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).
9
PEMERIKSAAN - Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A. - Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
PENGOBATAN Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan sendiri dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasi hanya dilakukan jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri. Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita banyak istirahat, minum minuman hangat juga mengkonsumsi cairan menyejukkan. Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotik yang akan berperan dalam proses penyembuhan. Selain itu juga diberikan obat-obatan dengan menggunakan antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
2. TONSILITIS MEMBRANOSA Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa beberapa diantaranya yaitu Tonsilitis difteri, Tonsilitis septik, serta Angina Plaut Vincent.
TONSILITIS DIFTERI ETIOLOGI Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram positif pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yang dapat menimbulkan abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi bakteriofag.
PATOFISIOLOGI Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang 10
merembes kesekeliling lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalu pembuluh darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein yang mempunyai 2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan fragmen B, carboxyterminal yang disatukan melalui ikatan disulfide. Tidak semua orang yang terinfeksi kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer antitoksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.
MANIFESTASI KLINIS Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun. Penularan melalui udara, benda atau makanan yang terkontaminasai dengan masa inkubasi 2-7 hari. Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu, gejala umum, gejala lokal dan gejala akibat eksotoksin. - Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebril, nyeri tenggorok, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi lambat. - Gejala lokal berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran semu. Membran ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul pendarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila menghebat akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa leher akan membengkak menyerupai leher sapi. - Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.
11
KOMPLIKASI Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan, dan albuminuria.
DIAGNOSIS Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis karena penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody technique yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C, diphteriae dengan pembiakan pada media Loffler dilanjutkan tes toksinogenesitas secara vivo dan vitro. Cara PCR (Polymerase Chain Reaction) juga dapat membantu menegakkan diagnosis.
PEMERIKSAAN 1. Tes Laboratorium Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman (dari permukaan bawah membran semu). Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Mac Conkey atau Loffler. 2. Tes Schick (tes kerentanan terhadap difteri)
PENGOBATAN Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C.diphteria untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secara umum dapat dilakukan dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu serta pemberian cairan. Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian : 1. Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS) Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit itu. 2. Anti mikrobial 12
Untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin prokain 50.000- 100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi diberikan eritromisin 25-50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari. 3. Kortikosteroid Diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik. Dosis 1,2 mg per kg berat badan per hari. 4. Antipiretik, untuk simtomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.
3. TONSILITIS KRONIS Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.
Etiologi Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut : 1. Streptokokus hemolitikus Grup A 2. Hemofilus influenza 3. Streptokokus pneumonia 4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika) 5. Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).
Faktor Predisposisi Adapun beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu : 1. Rangsangan kronis (rokok, makanan) 2. Higiene mulut yang buruk 13
3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah) 4. Alergi (iritasi kronis dari alergen) 5. Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik) 6. Pengobatan Tonsilitis Akut yang tidak adekuat.
Patologi Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning- kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.
Manifestasi Klinis Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin tampak, yakni : 1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju. 2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Ukuran tonsil dibagi menjadi : T 0 : Post tonsilektomi 14
T 1 : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris T 2 : Sudah melewati pilar anterior, belum melewati garis paramedian (pillar posterior) T 3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median T 4 : Sudah melewati garis median
Diagnosis Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut : 1. Anamnesis Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher. 2. Pemeriksaan Fisik Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. 3. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.
15
Diagnosis Banding Terdapat beberapa diagnosis banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut : 1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa) a. Tonsilitis Difteri b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa) c. Mononukleosis Infeksiosa 2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus a. Faringitis Tuberkulosa b. Faringitis Luetika c. Lepra (Lues) d. Aktinomikosis Faring 3. Tumor tonsil
Komplikasi Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut : 1. Komplikasi sekitar tonsil a. Peritonsilitis b. Abses Peritonsilar (Quinsy) c. Abses Parafaringeal d. Abses Retrofaring e. Krista Tonsil f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil) 2. Komplikasi Organ jauh a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik b. Glomerulonefritis, Artritis dan fibrositis. c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
Penatalaksanaan Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil (Adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana 16
penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian antibiotika penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang-ulang. Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757). Indikasi Tonsilektomi berdasarkan The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995: 1. Serangan Tonsilitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat 2. Tonsil hipertropi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor- pulmonale. 4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan. 5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan. 6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptokokus beta hemolitikus. 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis media efusa/otitis media supratif. 17
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, dkk. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2007. 2. Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997. 3. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2000.
18
BAB II LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama/Kelamin/Umur : Fidiyah / Perempuan / 5 tahun 3 bulan b. Pekerjaan/pendidikan : - c. Alamat : Sungai Bangek 2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status Perkawinan : Belum Menikah b. Jumlah Anak : Anak ke-3 dari 3 bersaudara c. Status Ekonomi Keluarga : Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang saudara kandung dengan pendapatan ayah pasien Rp2.500.000/bulan yang bekerja sebagai PNS. d. KB : Suntik 3 bulan. e. Kondisi Rumah : Rumah permanen, 3 kamar tidur , WC dalam rumah. Ventilasi udara dan sirkulasi udara baik Pekarangan cukup luas Listrik ada, sumber air dari PDAM dan sumber air minum : air galon Sampah di angkut petugas Jumlah penghuni 5 orang, pasien, ayah,ibu serta 2 orang saudara kandung Kesan : higiene dan sanitasi baik
f. Kondisi Lingkungan Keluarga Pasien tinggal di daerah yang tidak padat penduduk 19
3. Aspek Psikologis di keluarga Hubungan dengan keluarga baik 4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga Pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. 5. Keluhan Utama Nyeri menelan sejak 2 hari yang lalu 6. Riwayat Penyakit Sekarang Nyeri menelan sejak 2 hari yang lalu, nyeri dirasakan tidak terlalu berat, tidak disertai kesulitan menelan, pasien masih bisa makan dan minum seperti biasa. Batuk sejak 2 hari yang lalu, batuk disertai dahak dan sulit dikeluarkan. Demam sejak 2 hari yang lalu, demam terus menerus, tidak tinggi, tidak menggigil dan tidak disertai berkeringat. Pilek sejak 2 hari yang lalu. Keluhan sulit bernafas terutama ketika tidur tidak ada Tidur ngorok tidak ada Nafas berbau tidak ada Suara serak tidak ada Keluhan sakit gigi tidak ada Keluhan sekret yang terasa mengalir dari hidung turun ke tenggorok tidak ada. Nyeri disekitar dahi, pelipis, mata atau pangkal hidung tidak ada. Nyeri telinga tidak ada, pendengaran berkurang tidak ada, telinga berair tidak ada, telinga berdenging tidak ada. Bengkak di leher tidak ada. Keluhan berkurangnya pendengaran dan keluar sekret dari telinga tidak ada. Pasien mempunyai kebiasaan makan permen, coklat dan minum es.
20
7. Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum : Baik Kesadaran : CMC Nadi : 88x/ menit Nafas : 20x/menit TD : tidak diukur Suhu : 37,9 0 C BB : 17 Kg TB : 110 cm Status Gizi : Gizi baik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik Kulit : Turgor kulit baik. Telinga : Tidak ditemukan kelainan Hidung : Tidak ditemukan kelainan Gigi dan Mulut : Status lokalis Dada : Paru : Inspeksi : simetris ki=ka Palpasi : fremitus ki=ka Perkusi : sonor Auskultasi : vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-) Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V Perkusi : batas jantung normal Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-) Abdomen : Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan(-) Perkusi : Timpani 21
Auskultasi : BU (+) N
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/- Oedem tungkai -/-
STATUS LOKALIS Orofaring dan Mulut Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra Palatum mole + Arkus faring Simetris/tidak Simetris Simetris Warna Hiperemis Hiperemis Edema Tidak Ada Tidak Ada Bercak/eksudat Tidak Ada Tidak Ada Dinding Faring Warna Hiperemis Permukaan Rata Tonsil Ukuran T2 T2 Warna Hiperemis Permukaan Rata Muara kripti Tidak melebar Detritus Tidak Ada Tidak Ada Eksudat Tidak Ada Tidak Ada Perlengketan dg pilar Tidak Ada Tidak Ada Gigi Karies/radiks Caries (+) Caries (+) Kesan Hygiene mulut kurang
Lidah Warna Merah muda Merah muda Bentuk Simetris Simertis Deviasi Tidak Ada Tidak Ada Masa Tidak Ada Tidak Ada
8. Laboratorium Anjuran : Tidak dilakukan 9. Diagnosis Kerja : Tonsilofaringitis akut 22
10. Diagnosis Banding : Tonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut 11. Manajemen a. Preventif : Menghindari makan makanan es/dingin dan makanan serta minuman yang bersifat merangsang tenggorokan (makanan pedas dan berbumbu) Tingkatkan higienitas mulut dengan menggosok gigi minimal 2x sehari terutama setelah makan permen, coklat serta makanan manis lain sebelum tidur. Asupan nutrisi sehat dan gizi seimbang untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Memisahkan peralatan makan pasien dengan kakaknya. b. Promotif : Menjelaskan kepada pasien dengan bahasa yang dipahaminya tentang penyakitnya dan pencegahannya. Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang penyakit pasien, faktor risiko, pengobatan dan pencegahannya. c. Kuratif : a. Non-medikamentosa - Istirahat cukup - Minum air putih yang banyak - Kumur dengan air hangat b. Medikamentosa - Parasetamol tab 500 mg (3 x tab) - Gliceril Guaiacolat tab 100 mg (3 x tab) - CTM tab 4 mg (3 x tab) - Vitamin C tab 50 mg (3 x 1 tab) d. Rehabilitatif : - Kontrol kembali ke puskesmas setelah 3 hari.
23
Dinas Kesehatan Kodya Padang Puskesmas Air Dingin
Dokter : Raras Meiresty Tanggal : 4 Februari 2013
R/ Parasetamol tab 500 mg No. V p r n tab
R/ Gliseril Guaiacolat tab 100 mg No. V 3 dd tab
R/ CTM tab 4 mg No. V 3 dd tab
R/ Vitamin C tab No. X 3 dd tab I
Pro : Fidiyah Umur : 5 tahun 3 bulan Alamat : Sungai Bangek