Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN FARMAKOLOGI

PERBANDINGAN KEKUATAN DIURESIS BERBAGAI DIURETIK

Disusun Oleh: Dwi Nurani D Frans Herrin Olivia Ekaputri Yopi Edya Pranaka Septriani Bukang Betreda Lexda Benu 102009069 102009071 102009077 102009080 102009086 102009090

Kelompok 4

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Dalam mempelajari efek obat yang bekerja pada system urogenital, salah satunya adalah efek obat diuretic, yang dipakai untuk mengeluarkan cairan tubuh yang berlebihan pada keadaan berbagai macam edema, seperti pada penyakit payah jantung, edema akibat penyakit ginjal, hepar atau adanya penimbunan cairan bola mata seperti pada glaucoma, dan edema serebri. Beberapa diuretic juga diindikasikan sebagai obat untuk menanggulangi tekanan darah tinggi. II.Tujuan 1. Dapat menjelaskan berbagai macam obat diuretic dan indikasinya 2. Dapat mengamati perbandingan kekuatan dieresis dari berbagai diuretic 3. Dapat memahami dan melaksanakan uji tersamar ganda 4. Dapat mencatat hasil pengamatan dengan teliti

BAB II ISI Alat dan Bahan 1. Tensimeter dan stetoskop 2. Gelas beaker ukuran 500 cc 3. Gelas ukur ukuran 100 cc Obat-obat 1. Hidroklorotiazid (HCT) 25 mg 2. Furosemid 40 mg 3. Spironolakton 4. Plasebo Cara Kerja 1. Orang percobaan yang telah puasa 4 jam sebelumnya, berbaring dengan tenang. 2. Lakukan pengukuran tekanan darah dan frekuensi nadi. 3. Kosongkan kandung kemih dengan seksama. 4. Segera minum obat diuretik dengan segelas air (200mL), setelah kandung kemih kosong dan catat kodenya. Selama percobaan orang percobaan tidak boleh minum lagi cairan dalam bentuk air, air teh, juice, dll. 5. Tampung urin yang keluar pada 30, 60, 90 dan 120 dalam gelas beaker 500 cc dan ukur jumlahnya dengan menggunakan gelas ukur, serta catat waktu pertama kali berkemih. 6. Ukurlah tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit sampai percobaan selesai. 7. Catat waktu volume urin yang dokeluarkan selama 1 jam. 8. Bandingkan jumlah urin yang dihasilkan selama 1 jam dari berbagai jenis diuretik.

HASIL PERCOBAAN Pada percobaan ini kelompok kami mendapat obat dengan kode bernomor 37. Berikut merupakan keadaan basal OP sebelum meminum obat yang diuji, diukur pada pukul 08.15 pagi: Tekanan Darah Suhu 110/60 mmHg 72 x/menit

Setelah OP meminum obat yang diuji, tekanan darah dan nadi pasien diukur setiap 15 menit sekali dan urin OP ditampung setiap 30 menit sekali. Hasil OP I setelah meminum obat dengan kode nomor 37:
Waktu TD Nadi Vol. urin 08.30 AM 110/70 mmHG 67 x/menit 37 ml 08.45 AM 120/60 mmHg 74 x/menit 09.00 AM 110/70 mmHg 63 x/menit 166 ml 09.15 AM 110/70 mmHg 70 x/menit 09.30 AM 110/70 mmHg 64 x/menit 200 ml 09.45 AM 110/75 mmHg 65 x/menit

Tebakan kelompok kami mengenai obat yang diberikan pada OP dengan kode nomor 37 adalah spironolakton. Sementara itu, obat dengan kode nomor 37 adalah berisi HCT. Dalam hal ini hasil percobaan yang kami lakukan kurang sesuai dengan tebakan obat yang benar. Mungkin dikarenakan faktor OP yang memiliki berat badan yang kurus atau pengaruh efek obat tersebut tidak dapat dilihat hanya dari waktu yang singkat dalam melakukan praktikum.
Hasil Kelompok Praktikum OP II
Parameter Sebelum minum obat Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali per menit) Volume Urin (ml) 120/80 64 110/70 62 20 ml 110/70 62 150 ml 110/90 64 160 ml 30 menit 60 menit 90 menit

Keterangan : OP = Frans , kode obat = 36, Tebakan obat = Plasebo, Obat Sebenarnya = HCT

PEMBAHASAN Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretic adalah untuk memobilisasi keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal.

1. TIAZID Benzotiadiazid atau tiazid disintesis dalam rangka penelitian zat penghambat enzim karbonik anhidrase. Komposisi yang terbentuk setelah pemberian obat ini ternyata mengandung banyak ion klorida. Prototype golongan benzotiadiazid ialah klorotiazid, yang merupakan obat tandingan pertama golongan Hg-organik, yang telah mendominasi diuretic selama lebih dari 30 tahun. FARMAKODINAMIK Diuretic tiazid bekerja menghambat simporter Na+, Cl- di hulu tubulus distal. System transport ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+ dan Cl- dari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan keluar tubulus dan ditukarkan dengan K+, sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. Efek farmakodinamik tiazid yang utama ialah meningkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Pada pasien hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga terjadi vasodilatasi. Pada pasien diabetes insipidus, tiazid justru mengurangi dieresis. Efek ini kira jumpai baik pada diabetes insipidus nefrogen, maupun yang disebabkan oleh kerusakan hipofisis posterior. Efek yang tampaknya paradox ini duduga berdasarkan pengurangan volume plasma yang diikuti oleh penurunan laju filtrasi glomerolus sehingga meningkatkan reabsorpso Na+ dan air di tubulus proksimal. Akibatnya jumlah air dan Na+ yang melewati segmen distal berkurang sehingga volume maksimum urin yang encer juga berkurang. Hasil akhirnya addalah pengurangan poliuria secara signifikan. Tiazid mengurangi kecepatan filtrasi glomerolus, terutama bila diberikan secara intravena. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah ginjal. Efek

kalsiuresis disebabkan oleh bertambahnya natriuresis dan pertukaran anatara Na+ dan K+ yang menjadi lebih aktif pada tubuli distal. Tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat darah dengan 2 mekanisme yang memungkinkan yaitu tiazid meninggikan reabsorpsi asam urat di tubuli proksimal, tiazid mungkin menurunkan ekskresi asam urat oleh tubuli. Tiazid menurunkan ekskresi kalsium sampai 40% karena tiazid tidak dapat menghambat reabsorpsi kalsium oleh sel tubuli distal. Hal ini dapat meningkatkan kadar kalsium darah dan terbukti dapat menurunkan insiden fraktur pada osteoporosis. FARMAKOKINETIK Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah satu jam. Dengan suatu proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubbuli. Jadi klirens ginjal ibat ini besar sekali, biasanya dalam 3-6 jam sudah di ekskresi dari badan. EFEK SAMPING Efek samping tiazid berkaitan dengan kadar plasma. Gangguan elektrolit meliputi hipokalemia, hipovolemia, hiponatremia, hipokloremia, hipomagnesemia. Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsung mengurangi aliran darah ginjal. Menurunkan toleransi glukosa dengan 3 faktor yaitu kurangnya sekresi insulin terhadap peninggian kadar glukosa plasma, meningkatnya glikogenolisis, dan berkurangnya glikogenesis. Hiperkalsemia, hiperurisemia, gangguan fungsi seksual, penigkatan kadar kolesterol dan trigliserida. INDIKASI Hipertensi, gagal jantung, pengobatan jangka panjang edema kronik, diabetes insipidus, hiperkalsiuria.
2. FUROSEMIDE Furosemid merupakan salah satu obat diuretik yang termasuk kelompok diuretik kuat. Diuretik kuat (high-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretics.Furosemid, atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat masih tergolong derivat sulfonamid. Obat ini merupakan salah satu obat standar untuk pengobatan gagal jantung dan edema paru. Farmakodinamik Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2Cl- di ansa Henle asendens bagian tebal; tempat kerjanya di permukaan sel epitel

bagian luminal (yang menghadap ke lumen tubuli). Pada pemberian secara intravena, obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek faal diuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal Henle asendens, dengan demikian akan mengurangi diuresis. Masih dipertentangkan apakah diuretik kuat juga bekerja di tubuli proksimal. Furosemid dan bumetanid mempunyai daya hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya merupakan derivat sulfonamid, seperti juga tiazid dan asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk menyebabkan diuresis di tubuli proksimal. Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca++ dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan peningkatan ekskresi Na+. Berbeda dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan reabsorpsi Ca++ di tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria ini, golongan diuretik kuat digunakan untuk pengobatab simptomatik hiperkalsemia. Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi (titrable acid) dan amonia. Fenomena yang diduga terjadi karena efeknya di nefron distal ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolik. Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat penyusutan volume cairan ekstrasel. Sebaliknya pada penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H+ dan K+. Alkalosis ini seringkali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan oleh mekanisme yang berbeda. Farmakokinetik Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang aga berbedabeda. Bioavailabilitas furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir 100%. Obat golongan ini terikat pada protein plasma ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transpor asam organik di tubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali di tempat kerja di daerah yang lebih distal lagi. Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid, dan interaksi antara keduanya ini hanya terbatas pada tingkat sekresi tubuli, dan tidak pada tempat kerja diuretik. Efek Samping dan Perhatian 1. Gangguan cairan dan elektrolit. Sebagian efek samping berkaitan dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia, hipokalsemia dan hipomagnesemia.

2. Ototoksisitas. Asam etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap, dan hal ini merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini. 3. Hipotensi dapat terjadi akibat depelsi volume sirkulasi. 4. Efek metabolik. Seperti diuretik tiazid, diuretik kuat juga dapat menimbulkan efek samping metabolik berupa hiperurisemia, hiperglikemia, peningkatan kolesterol LDL dan trigliserida, serta penurunan HDL. 5. Reaksi alergi. Reaksi alergi umumnya berkaitan dengan struktur molekul yang menyerupai sulfonamid. Diuretik kuat dan diuretik tiazid dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi sulfonamid. Asam etakrinat merupakan satu-satunya diuretik kuat yang tidak termasuk golongan sulfonamid, dan digunakan khususnya untuk pasien yang alergi terhadap sulfonamid. 6. Nefritis interstisialis alergik. Furosemid dan tiazid diduga dapat menyebabkan nefritis interstisialis alergik yang menyebabkan gagal ginjal reversibel. Berdasarkan efeknya pada janin hewan coba, maka diuretik kuat ini tidak dianjurkan pada wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan. Indikasi Gagal jantung. Furosemid merupakan obat standar untuk gagal jantung yang disertai edema dan tanda-tanda bendungan sirkulasi seperti peninggian tekanan vena juguler, edema paru, edema tungkai dan asites. Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responsnya yang curam. Untuk edema paru akut diperlukan pemberian secara intravena. Pada keadaan ini perbaikan klinik dicapai karena terjadi perubahan hemodinamik dan penurunan volume cairan ekstrasel dengan cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kanan berkurang. Edema refrakter. Untuk mengatasi edema refrakter, diuretik kuat biasanya diberikan bersama diuretik lain, misalnya tiazid atau diuretik hemat K+. Pemakaian dua macam obat diuretik kuat secara bersamaan merupakan tindakan yang tidak rasional. Diuretik kuat juga merupakan obat yang efektif untuk mengatasi asites akibat penyakit sirosis hepatis dan edema akibat gagal ginjal. Sebaliknya diberikan secara oral, kecuali bila diperlukan diuresis segera, maka dapat diberikan secara intravena atau intramuskular. Bila ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh lebih besar daripada dosis biasa. Diduga hal ini disebabkan oleh banyaknya protein dalam cairan tubuli yang akan mengikat furosemid sehingga menghambat diuresis. Selain itu, ada pasien dengan uremia, sekresi furosemud melalui tubuli menurun.

Diuretik kuat juga digunakan pada pasien gagal ginjal akut yang masih awal, namun hasilnya tidak konsisten. Diuretik kuat dikontraindikasikan pada keadaan gagal ginjal yang disertai anuria. Diuretik kuat dapat menurunkan kadar kalsium plasma pada pasien hiperkalsemia simptomatik dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin. Bila digunakan untuk tujuan ini, maka perlu pula diberikan suplemen Na+ dan Cl- untuk menggantikan kehilangan Na+ dan Cl- melalui urin

3. SPIRONOLAKTON Spironolakton merupakan diuretic lemah. Penggunaanya terutama dalam kombinasi dengan terutama dalam kombinasi dengan diuretic lain untuk mencegah hipokalemia. Diuretic dapat menimbulkan hiperkalsemia bila di berikan pada pasien dengan gagal ginjal, atau biala di kombinasi dengan penhambat ACE, ARB, bloker, AINS, atau dengan suplemen kalium. Penggunaan harus di hindarkan bila kreatininserum lebih dari 2,3mg/dl. Spironolakton merupakan antagonis aldosteron sehingga merupakan obat yang pad apasien

terpilih pada hiperaldosteronisme primer. Obat ini sangat berguna

dengan hiperurisemia, hipokalemia san dengan intoleransi glukosa. Berbeda dengan golongan tiasid, spironolakton tidak mempengaruhi kadar Ca++ dan gula darah. Spironolakton merupakan obat antagonis aldosteron yang merupakan obat diuretic hemat kalium. Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif tehadap aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini hanya efektif bila terdapat aldosteron baik endogen ataupun eksogen dalam tubuh dan efeknya dapat dihilangkan dengan meninggikan kadar aldosteron. Jadi dengan pemberian antagonis aldosteron, reabsorpsi natrium dan kalium dihilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikan ekskresi kalium juga berkurang. Efek samping spironolakton antara lain ginekomastia, mastodinia, gangguan menstruasi dan penurunan libido pada pria, agangguan pada saluran pencernaan, ngantuk, letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali), bercak-bercak merah pada kulit, sakit kepala, kekacauan mental, ataksia (gangguan koordinasi gerakan), Interaksi : efek hipokalemia dan hipomagnesemia akibat tiazid dan diuretic kuat mempermudah terjadinya aritmia oleh digitalis. Pemberian kortikosteroid, agonis -2

dan amfoterisin B memperkuat efek hipokalemia diuretic.

Penggunaan diuretic

bersamaan dengan kuinidin dan obat lain yang dapat menyebabkan arritmia ventrikel polimorfik akan meningkatkan resiko efek samping ini. Semua diuretic mengurangai klirens litium sehingga meningkatkan resiko toksisitas litium. AINS menguranggi efek antihipertensi diuretic karena menghambat sisntesis prostaglandin di ginjal. AINS, penghambat ACE dan -bloker dapat meningkatkan risiko hiperkalsemia bila di berikan bersama diuretic hemat kalium. Indikasi : Gangguan edematosa, gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, edema idiopatik, diagnosis & pengobatan aldosteronisme primer, hipertensi, hirsutisme (pertumbuhan rambut berlebihan pada wanita menurut pola pertumbuhan pertum kontra indikasi : Isufisiensi ginjal akut, anuria, hiperkalemia, kehamilan.buhan rambut laki-laki).

PEMBAHASAN KELOMPOK

Analisa Kelompok A
Kel Tebakan Obat
Furosemid Spironolakton HCT Furosemid Furosemid Spironolakton Spironolakton Placebo HCT Spironolakton Placebo HCT HCT Spironolakton Placebo Furosemid Furosemid Placebo HCT Furosemid Placebo Furosemid Placebo Furosemid

Obat yang Diberikan


Furosemid HCT Spironolakton HCT Furosemid HCT HCT HCT Spironolakton Placebo Spironolakton Placebo Placebo Placebo Spironolakton Furosemid Spironolakton Furosemid HCT Furosemid HCT HCT Placebo Furosemid

Tek. Darah (mmHg)


110/70 120/90 100/70 90/70 110/82 102/64 110/75 110/90 110/60 120/80 120/70 120/80 110/80 130/90 110/70 110/70 110/65 130/90 120/65 98/66 110/70 120/70 110/70 118/82

Vol. Total Urine


325 296 493 646 750 347 404 330 625 143 200 604 671 363 85 874 652 550 420 890 424 620 137 394

Keterangan

1A 1B 2A 2B 3A 3B 4A 4B 5A 5B 6A 6B 7A 7B 8A 8B 9A 9B 10A 10B 11A 11B 12A 12B

Tidak puasa

Tidak puasa Tidak puasa

Kelompok 1. OP1 tebakannya benar dilihat dari kenaikan UO yang signifikan dan terdapat tekanan darah yang menurun, sedangkan pada OP2 terjadi kesalahan karena UO yang dikeluarkan OP tidak banyak berubah sehingga menganggap bahwa obat yang diberikan adalah spironolakton sebuah diuretic yang onset nya lama. 2. Kelompok salah menebak obat pada kedua OP, pada OP1 diberikan spironolakton yang onsetnya lama tapi karena UO yang besar sehingga diangap furosemid, hal ini terjadi bila OP1 banyak minum. OP2 diberi HCT kelompok menganggap furosemid hal ini terjadi karena UO OP cukup besar.

3. OP1 benar, ditandai dengan UO besar. Sedangkan OP2 diberi HCT tapi kelompok menebak spironolakton, hal ini terjadi akibat UO yang kecil. Kejadian ini dapat terjadi karena pengaruh fisik OP2. 4. Kelompok kami, kedua OP kami diberi HCT, akan tetapi dilihat dari tekanan darah dan UO yang cukup stabil, maka kelompok kami menebak spironolakton untuk OP1 dan placebo untuk OP2. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh fisik (berat badan, tinggi badan OP) 5. OP1 diberi spironolakton tapi dari UO besar sehingga kelompok salah, hal ini terjadi apabila OP banyak minum sebelum percobaan. Serupa dengan OP1, OP2 juga menebak spironolakton akan tetapi sebenarnya OP diberi Placebo, hal ini terjadi karena sebelum percobaan OP tidak puasa. 6. Terjadi kesalahan pada OP1 karena OP1 tidak puasa. Pada OP2 dilihat dari UO yang besar tapi tekanan darah yang tetap tinggi ini, kelompok hanya memperhatikan volum urine, padahal tekanan darah OP tetap tinggi. 7. Kedua OP diberi placebo, kesalahan menebak obat terjadi dipengaruhi keadaan OP yang tidak puasa. 8. OP1 diberi spironolakton tapi menebak placebo, karena dari data percobaan tidak ada perubahan, hal ini bisa terjadi karena sifat spironolakton yang onset kerjanya lambat. OP 2 benar. 9. OP1 terlalu sensitive, hal hal lain seperti asupan cairan yang berlebih sebelum percobaan dapat mempengaruhi percobaan. 10. Tidak ada kesalahan menebak obat. Kelompok benar dalam menganalisis data percobaan OP. 11. Berat badan, intake cairan yang kurang dapat menyebabkan pemberin HCT tidak begitu beraksi pada OP1. Sedangkan pada OP2 munculnya UO yang besar menyebabkan kelompok salah menebak, OP yang sensitive bisa menyebabkan pemberian tiazid seolah tampak seperti furosemid yang merupakan diuretic kuat. 12. Kelompok benar menganalisis data percobaan.

Grafik ANOVA (Analysis of Variance)


4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 UO 1 UO 2 UO 3 UO Total Furosemid (6 OP) HCT (8 OP) Spironolakton (5 OP) Placebo (5 OP)

Keterangan UO = urine output

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Pada praktikum kali ini mahasiswa sudah mengenal bagaimana melakukan dan apa artinya uji tersamar ganda dengan pembanding placebo. Dalam uji/praktikum kali ini mahasiswa melakukan sendiri uji efek perbandingan efek diuresis berbagai obat diuretic dan dapat memahami juga efek penurunan tekanan darah dari beberapa diuretic yang diindikasikan untuk hipertensi. Dari hasil praktikum ini, dapat dilihat bahwa obat diuretic kuat dan tiazid memberikan efek hiperurisemia yang hebat. Sedangkan untuk diuretic hemat kalium memperlihatkan normal untuk BAK. Dan placebo tidak mempunyai efek apa-apa. Kedua orang percobaan pada kelompok kami mendapat obat no 36 dan 37 yaitu hidroklorotiazid, namum kelompok kami menebak salah yaitu no 36 plasebo dan 37 spironolakton, kesalahan ini di sebabkan oleh karena pada pemeriksaan fisik yaitu nadi dan tekanan darah tidak ada perubahan dari 30 menit pertama sampai 90 menit, dan juga jumlah urin dari kedua OP tidak menunjukan peningkatan yang signifikan sehingga kelompok kami menebak obat seperti di atas.

Anda mungkin juga menyukai