Anda di halaman 1dari 10

Kliping Berita Raskin Online http://www.tempo.

co/read/news/2012/03/06/092388222/400-Ribu-Ton-BerasMurah-Tak-Sampai-ke-Rakyat Selasa, 06 Maret 2012 | 06:45 WIB

400 Ribu Ton Beras Murah Tak Sampai ke Rakyat


TEMPO.CO, Jakarta -- Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) menyatakan, pada 2010, sekitar 400 ribu ton beras murah untuk rakyat miskin yang telah dianggarkan pemerintah tidak sampai kepada masyarakat. "Trennya terus naik sejak 2004 hingga 2010," kata Koordinator advokasi Pattiro, Iskandar Saharudin, Senin 5 Maret 2012. Angka itu merupakan kesenjangan realisasi beras murah dengan pagu beras yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Berdasarkan data yang ia peroleh, pada 2004 angka kesenjangan realisasi beras sekitar 4.000 ton tidak sampai ke masyarakat dan terus melonjak hingga 100 kali lipat hanya dalam waktu enam tahun. Perbedaan antara pagu beras murah dan realisasi itu disebabkan oleh dua hal, yaitu lambannya penyaluran beras oleh Bulog dan bocornya beras di alur distribusi akibat pelaksanaan distribusi yang tidak transparan dan rawan penyimpangan. Pattiro juga menemukan hampir seluruh aparat desa tidak mengetahui berapa jatah beras untuk daerahnya. Sedangkan satuan kerja yang bertugas mendistribusikan beras ke titik distribusi juga tidak menunjukkan daftar jumlah jatah beras kepada pelaksana distribusi. Selain itu, Pattiro menemukan jarang ada pengumuman soal jumlah beras yang didistribusikan kepada keluarga miskin. Dari 10 provinsi yang diteliti, Provinsi Banten menjadi daerah dengan realisasi beras murah paling rendah, disusul Papua dan Aceh. Di Kota Cilegon, Banten, realisasinya mencapai 93,9 persen atau 2,3 ribu ton. Namun di Kota Tangerang, realisasi berasnya hanya 24 persen dari pagu 4,85 ribu ton. Pattiro juga menemukan praktek penggelembungan harga beras murah. Sebelumnya, pemerintah menjatahkan beras bagi masyarakat sebesar 15 kilogram per bulan dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram. Namun di lapangan, angka itu berubah menjadi 5-10 kilogram per bulan dengan harga tebus Rp 1.800-2.000 per kilogram. Sementara itu, harga beras di pasar tradisional di Surakarta mulai berangsur turun setelah beberapa daerah penghasil beras mulai panen raya. Penurunan harga beras bukan hanya terjadi pada beras premium atau beras super, tapi juga beras medium. Salah seorang pedagang beras di Pasar Legi, Ali Wiyono, mengatakan saat ini harga beras super turun dari Rp 9.000 menjadi Rp 8.800 per kilogram. Kemudian beras medium turun menjadi Rp 7.000 dari awalnya Rp 7.500 per kilogram. Penurunan harga beras sudah terjadi sejak tiga hari yang lalu.

Penurunan harga juga terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Harga beras kelas premium turun dari Rp. 8.700 menjadi RP.7.900 per kilogram. Harga beras kelas medium turun dari Rp.7.500 menjadi Rp.6.700 per kilogram. Hal ini dipicu, salah satunya, oleh masa panen padi di DIY yang sudah dimulai pada akhir Februari lalu. Pelaksana tugas Kepala Seksi Pengadaan dan Penyaluran Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil-Menengah DIY, Sugiyono, menyatakan padi jenis Ciherang, Inpari 13, serta IR 1 dan IR 2 sudah dipanen. RAFIKA | ROSALINA | UKKY PRIMARTANTYO | MUH SYAIFULLAH | RR ARIYANI http://id.berita.yahoo.com/ada-31-persen-rtm-tidak-memperoleh-raskin160804728.html

Ada 31 Persen RTM Tidak Memperoleh Raskin


Antara Sen, 5 Mar 2012 Jakarta (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pattiro (Pusat Telaah dan Informasi Regional), dalam studinya menemukan selisih 31 persen Rumah Tangga Miskin (RTM) tidak memperoleh program raskin (beras untuk rumah tangga miskin). "Pada tahun 2012, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah RTM ada 25,2 juta sedangkan jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) ada 17,4 juta, artinya ada sekitar 7.752 atau 31 persen selisih RTM yang tidak memperoleh program raskin," kata Advocacy Coordinator Pattiro, Iskandar Saharudin di Jakarta, Senin. Selain menemukan sejumlah RTM yang belum mendapat jatah raskin, studi yang dilakukan oleh Pattiro juga menilai program raskin dengan memberi skor terhadap regulasi dan praktek yang dilakukan. "Skor indeks program raskin untuk regulasi adalah 87, artinya regulasi yang ditetapkan pemerintah sudah lengkap dan ideal tapi dalam implementasi praktek, indeksnya bersifat moderat, atau rata-rata yakni bernilai 54," kata Iskandar. Menurut Iskandar, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan pemerintah dalam pelaksanaan program raskin mendatang yakni masalah distribusi dan kualitas beras. "Kualitas beras yang rendah menunjukkan sikap diskriminatif pemerintah terhadap warga miskin, selain itu harus ada sanksi khusus dalam distribusi dan transfer raskin, agar merata," kata Iskandar. Lebih lanjut, Iskandar menjelaskan bahwa dari penelitian yang dilakukan di 10 kabupaten di delapan provinsi di Indonesia tersebut, daerah yang memiliki serapan raskin rendah adalah Banten, Aceh dan Papua.

Pattiro adalah organisasi non-pemerintah yang didirikan pada 17 April 1999. Saat ini, Pattiro sedang melakukan program pengembangan sistem integritas dan proses akuntabilitas dari penggunaan anggaran pemerintah di sektor pendidikan, pertanian dan kesejahteraan sosial. Dengan dukungan dari USAid/Indonesia, Pattiro bergerak pada riset dan pengawasan di tiga isu, yaitu Biaya Operasional Sekolah (BOS), Pupuk Bersubsidi dan Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin).

http://www.bisnis.com/articles/penyaluran-raskin-mestinya-pemerintah-ikuttanggung-ongkos-distribusi

PENYALURAN RASKIN: Mestinya pemerintah ikut tanggung ongkos distribusi


Oleh Surya Mahendra Saputra Senin, 05 Maret 2012 | 18:42 WIB

JAKARTA: Pemerintah perlu menyiapkan anggaran Rp210 miliar guna mereduksi ongkos distribusi beras miskin (raskin) yang disalurkan langsung ke setiap rumah tangga. Koordinator Advokasi Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Iskandar Saharudin mengungkapkan selama ini pembengkakan ongkos penyaluran raskin dari titik distribusi tidak pernah menjadi perhatian pemerintah. Dia mencatat kealpaan pemerintah tersebut membuat masyarakat harus menanggung beban transportasi sebesar Rp 1000Rp 2000. Raskin yang seharusnya bisa dibeli Rp 1.600 per kilogram, justru membengkak hingga Rp 2.500Rp 3.000 per kilogram, ujarnya Senin 5 Maret 2012.

Iskandar menilai minimnya dukungan distribusi membuat program raskin tidak dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat yang membutuhkan. Dia mencatat sepanjang tahun lalu pemerintah hanya memasok 17, 5 juta, atau 69,4% dari total pendataan masyarakat miskin yang dirilis oleh BPS. Dengan begitu, menurutnya, program raskin tidak memberikan jawaban terhadap seluruh persoalan pangan yang dibutuhkan masyarakat miskin. Dia juga menilai banyak penyimpangan pengelolaan yang melibatkan rantai pasokan raskin. Iskandar menduga praktik mafia beras banyak terjadi di daerah. Sejumlah pedagang dan oknum pemerintah daerah cenderung memanfaatkan situasi sebagai spekulan harga. Bahkan, Dia menduga ada pedagang yang mengantongi stok beras melebihi Bulog. Ada pertanyaan mengapa BLT bisa dicabut sementara kebijakan raskin dipertahankan. Indikasi ini jelas adanya desakan kepentingan, katanya. (ra)

http://www.bisnis-kti.com/index.php/2012/03/raskin-pemerintah-siapkan-danarp210-miliar/

RASKIN: Tekan Ongkos Distribusi, Pemerintah Siapkan Dana Rp210 Miliar


Oleh JIBI on Tuesday, 6 March 2012

JAKARTA: Pemerintah perlu menyiapkan anggaran sebesar Rp210 miliar guna mereduksi ongkos distribusi beras miskin (raskin) yang disalurkan langsung ke setiap rumah tangga. Koordinator Advokasi Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Iskandar Saharudin mengungkapkan selama ini pembengkakan ongkos penyaluran raskin dari titik distribusi tidak pernah menjadi perhatian pemerintah. Dia mencatat kealpaan pemerintah tersebut membuat masyarakat harus menanggung beban transportasi sebesar Rp 1000Rp 2000. Raskin yang seharusnya bisa dibeli Rp 1.600 per kilogram, justru membengkak hingga Rp 2.500Rp 3.000 per kilogram, ungkapnya pada jumpa pers hari ini. Iskandar menilai minimnya dukungan distribusi membuat program raskin tidak dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat yang membutuhkan. Dia mencatat sepanjang tahun lalu pemerintah hanya memasok 17, 5 juta, atau 69,4% dari total pendataan masyarakat miskin yang dirilis oleh BPS.

Dengan begitu, serunya, program raskin tidak memberikan jawaban terhadap seluruh persoalan pangan yang dibutuhkan masyarakat miskin. Dia juga menilai banyak penyimpangan pengelolaan yang melibatkan rantai pasokan raskin. Iskandar menduga praktik mafia beras banyak terjadi di daerah. Sejumlah pedagang dan oknum pemerintah daerah cenderung memanfaatkan situasi sebagai spekulan harga. Bahkan, Dia menduga ada pedagang yang mengantongi stok beras melebihi Bulog. Ada pertanyaan mengapa BLT bisa dicabut sementara kebijakan raskin dipertahankan. Indikasi ini jelas adanya desakan kepentingan, katanya. Selain itu, Iskandar menilai kualitas raskin perlu menjadi perhatian primer yang harus diperhatikan pemerintah. Masyarakat justru tidak memeroleh akses untuk menyampaikan keluhan akibat minimnya sosialisasi dari pemerintah. Kami banyak mendapatkan raskin yang disebar berbau apek dan berwarna kuning, serta banyak pecahan rontok. Intinya, raskin itu tidak layak makan, jelasnya. Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan pemerintah berencana menganggarkan penambahan subsidi raskin pada tahun ini sebesar Rp 5,2 triliun. Dia menjamin harga raskin tidak naik dari banderol Rp 1.600 per kg dengan alokasi 15 kg per bulan selama 13 bulan. Namun subsidi tersebut diasumsikan kalau harga pembelian pemerintah naik 28%, sedangkan kondisi lainnya seperti harga raskin, jumlah RTS, volume masih tetap, maka dibutuhkan tambahan subsidi Rp5,2 triliun, ujarnya. Dia menjelaskan asumsi tersebut merupakan satu dari sekian alternatif yang disiapkan pemerintah. Alternatif lainnya, katanya, jika jumlah penerima raskin, volume, dan durasi masih tetap, tetapi harga raskin dinaikkan dari Rp1.600 per kg menjadi Rp2.000 per kg mulai April sampai dengan Desember 2012, maka subsidi tambahan sekitar Rp 4,2 triliun. Sutarto mengungkapkan kecukupan stok beras di gudang Bulog bergantung pada penyerapan beras di dalam negeri, sedangkan pengadaan beras itu akan bergantung pada produksi gabah. Bulog sedikitnya harus memiliki stok beras 1,5 juta ton. Hal itu, katanya, membuat Bulog terus mengimpor beras pada 2010 sebanyak 1,8 juta ton dan pada tahun lalu 1,8 juta ton. [Surya Mahendra Saputra/roy]

http://pedomannews.com/sosial-budaya/11307-distribusi-raskin-pemerintah-perlusiapkan-anggaran-rp210-m%27

Distribusi Raskin, Pemerintah Perlu Rp210 M


Selasa, 06 Maret 2012 12:51 WIB

Dibaca: 339 kali JAKARTA, PedomanNEWS - Pemerintah perlu menyiapkan anggaran Rp210 miliar guna mereduksi ongkos distribusi beras miskin (raskin) yang disalurkan langsung ke setiap rumah tangga. Koordinator Advokasi Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Iskandar Saharudin mengatakan, selama ini pembengkakan ongkos penyaluran raskin dari titik distribusi tidak pernah menjadi perhatian pemerintah. Dia mencatat kealpaan pemerintah tersebut membuat masyarakat harus menanggung beban transportasi sebesar Rp 1000Rp 2000. Raskin yang seharusnya bisa dibeli Rp 1.600 per kilogram, justru membengkak hingga Rp 2.500Rp 3.000 per kilogram, ujarnya di Jakarta, Senin (5/3). Ia menilai, minimnya dukungan distribusi membuat program raskin tidak dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat yang membutuhkan. Sepanjang 2011, lanjut Iskandar, pemerintah hanya memasok 17, 5 juta, atau 69,4% dari total pendataan masyarakat miskin yang dirilis oleh BPS. Persoalan integritas pemerintah ini harus menjadi perhatian dan fokus bersama seluruh stakeholder bangsa. Rendahnya kualitas mutu dari beras raskindan tingginya indikator administrasi menyebabkan berbagai keluhan mengenai mutu dan kualitas dari beras yang di distribusikan ke sepuluh daerah. Dengan begitu, imbuh Iskandar, program raskin tidak memberikan jawaban terhadap seluruh persoalan pangan yang dibutuhkan masyarakat miskin. Banyak penyimpangan pengelolaan yang melibatkan rantai pasokan raskin. Ia menduga, praktik mafia beras banyak terjadi di daerah. Sejumlah pedagang dan oknum pemerintah daerah cenderung memanfaatkan situasi sebagai spekulan harga. Ada pertanyaan mengapa BLT bisa dicabut sementara kebijakan raskin dipertahankan. Indikasi ini jelas adanya desakan kepentingan, pungkasnya. CR/2/R http://kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=128130 Selasa, 06 Maret 2012 , 06:49:00

Program Raskin Diganggu Mafia Beras


JAKARTA - Program bantuan beras untuk rakyat miskin yang sudah berjalan 10 tahun penuh masalah. Selain distribusi dan pungutan liar, program ini juga direcoki oleh tengkulak beras.

Kami mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa memang ada mafia yang membeli beras dulu dari Bulog sebelum dibagikan ke warga, ujar koordinator program monitoring raskin Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Rohidin Sudarno dalam diskusi di Bakoel Kopi, Jakarta kemarin (5/3). Mafia itu disebut-sebut mempunyai kemampuan menimbun beras setara dengan Bulog. Seharusnya informasi ini diselidiki lagi oleh pihak berwenang, sebab kami tak punya hak (investigasi), kata Rohidin. Pattiro telah melakukan monitoring program raskin selama 12 bulan bekerjasama dengan USAID, dari Amerika Serikat. Mereka memantau 10 kota yakni Aceh Besar, Bandung, Gresik, Pekalongan, Serang, Semarang, Solo, Jeneponto, Lombok Barat dan Jayapura. Problemnya karena beras yang dari Bulog itu harus dibeli atau ditebus dulu oleh warga, karena belum ada uang maka dibayar dulu oleh tengkulak, kata Rohidin yang akrab disapa Roi ini. Ujungnya, beras raskin yang seharusnya harganya Rp 1.600 per kilogram dijual Rp 2.100 per kilogram. Memang kesannya hanya selisih 500 per kilo tapi ini dikalikan dengan ratusan ton, kata Rohidin. Selain itu, kutipan liar juga sering dilakukan oleh oknum pejabat lokal seperti lurah atau pegawai kecamatan. Setiap rumah tangga sasaran seharusnya dapat 15 kg per bulan, tapi praktiknya sangat kurang, disunat dulu, ujar aktivis asal Brebes ini. Problem lainnya adalah kualitas beras yang sangat jelek. Kami temukan di Solo, beras raskin berbau apek, banyak kutu, dan warnanya sangat kusam. Tidak layak dimakan, tambahnya. Koordinator Advokasi Kebijakan Pattiro Iskandar Saharudin mengatakan Pattiro akan segera menemui Wakil Presiden Boediono untuk membahas temuan riset ini. Sebab, beliau juga ketua tim penanggulangan kemiskinan pemerintah, katanya. Alumni Fakultas Hukum Undip ini menyebut data warga miskin yang digunakan sebagai rujukan pemerintah masih menggunakan data lama. Seharusnya ada 25 juta rumah tangga miskin atau rumah tangga sasaran namun beras hanya disediakan untuk 17 juta rumah tangga sasaran, katanya. Itu berarti ada 8 juta rumah tangga miskin yang tak dapat jatah. Jika diasumsikan satu rumah tangga terdiri dari empat orang (ayah ibu, dua anak) maka setidaknya ada 32 juta jiwa yang tidak terbantu oleh program ini. Selain itu, jika warga dirugikan, pemerintah juga tak menyediakan ruang untuk komplain. Mereka bingung mau mengeluh kemana? Ke Bulog atau ke kecamatan, tidak jelas, lanjutnya. Program raskin, menurut Iskandar tidak perlu dihentikan. Sebab, sangat dinantikan oleh jutaan warga, hanya penyelewengannya harus dibenahi,katanya. (rdl/jpnn/obi)

http://kaltengpos.web.id/?menu=detail_atas&idm=6711

Selasa, 06 Maret 2012 11:15:36 WIB

Program Raskin Diganggu Mafia


JAKARTA - Program bantuan beras untuk rakyat miskin yang sudah berjalan 10 tahun penuh masalah. Selain distribusi dan pungutan liar, program ini juga direcoki oleh tengkulak beras. "Kami mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa memang ada mafia yang membeli beras dulu dari Bulog sebelum dibagikan ke warga," ujar koordinator program monitoring raskin Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Rohidin Sudarno dalam diskusi di Bakoel Kopi, Jakarta kemarin (5/03). Mafia itu disebut-sebut mempunyai kemampuan menimbun beras setara dengan Bulog. "Seharusnya informasi ini diselidiki lagi oleh pihak berwenang, sebab kami tak punya hak (investigasi)," kata Rohidin. Pattiro telah melakukan monitoring program raskin selama 12 bulan bekerjasama dengan USAID, dari Amerika Serikat. Mereka memantau 10 kota yakni Aceh Besar, Bandung, Gresik, Pekalongan, Serang, Semarang, Solo, Jeneponto, Lombok Barat dan Jayapura. "Problemnya karena beras yang dari Bulog itu harus dibeli atau ditebus dulu oleh warga, karena belum ada uang maka dibayar dulu oleh tengkulak," kata Rohidin yang akrab disapa Roi ini. Ujungnya, beras raskin yang seharusnya harganya Rp 1.600 per kilogram dijual Rp 2.100 per kilogram. "Memang kesannya hanya selisih 500 per kilo tapi ini dikalikan dengan ratusan ton," kata Rohidin. Selain itu, kutipan liar juga sering dilakukan oleh oknum pejabat lokal seperti lurah atau pegawai kecamatan. "Setiap rumah tangga sasaran seharusnya dapat 15 kg per bulan, tapi praktiknya sangat kurang, disunat dulu," ujar aktivis asal Brebes ini. Problem lainnya adalah kualitas beras yang sangat jelek. "Kami temukan di Solo, beras raskin berbau apek, banyak kutu, dan warnanya sangat kusam. Tidak layak dimakan," tambahnya. Koordinator Advokasi Kebijakan Pattiro Iskandar Saharudin mengatakan Pattiro akan segera menemui Wakil Presiden Boediono untuk membahas temuan riset ini. "Sebab, beliau juga ketua tim penanggulangan kemiskinan pemerintah," katanya. Alumni Fakultas Hukum Undip ini menyebut data warga miskin yang digunakan sebagai rujukan pemerintah masih menggunakan data lama. "Seharusnya ada 25 juta rumah tangga miskin atau rumah tangga ssasaran namun beras hanya disediakan untuk 17 juta rts," katanya. Itu berarti ada 8 juta rumah tangga miskin yang tak dapat jatah. Jika diasumsikan satu rumah tangga terdiri dari empat orang (ayah ibu, dua anak) maka setidaknya ada 32 juta jiwa yang tidak terbantu oleh program ini. Selain itu, jika warga dirugikan,

pemerintah juga tak menyediakan ruang untuk komplain. "Mereka bingung mau mengeluh kemana?. Ke Bulog atau ke kecamatan, tidak jelas," katanya. Program raskin, menurut Iskandar tidak perlu dihentikan. "Sebab, sangat dinantikan oleh jutaan warga, hanya penyelewengannya harus dibenahi," katanya.(rdl/jpnn)

http://m.koran-jakarta.com/?id=85203&mode_beritadetail=1

Distribusi Beras Miskin Belum Optimal


Selasa, 06 Maret 2012 JAKARTA - Program Beras Miskin (Raskin) yang dijalankan pemerintah sejak 2004 dengan subsidi triliunan rupiah belum tepat sasaran. Masih banyak rumah tangga miskin (RTM) tidak menerima beras bantuan seperti yang diprogramkan. Hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) dengan melibatkan berbagai responden dari pemangku kepentingan menyebutkan raskin belum memberikan jawaban terhadap semua warga miskin karena masih banyak yang belum menerima bantuan. Dari indeks 100 regulasi soal raskin, indeksnya hanya 87 persen, artinya kebijakan sudah lumayan baik. Dari segi praktik atau implementasi, indeksnya hanya 54 persen atau terjadi 13 gap antara regulasi dan praktik. "Dengan kata lain, pelaksanaan regulasi raskin masih penuh tantangan," kata Koordinator Advokasi Pattiro, Iskandar Saharudin, saat presentasi "Indeks Integritas Program Raskin" di Jakarta, Senin (5/3). Penelitian ini, kata dia, sejalan dengan data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) BPS 2011. Dari 25,2 juta rumah tangga miskin (RTM) hanya 17,4 yang menjadi RTS atau 31 persen RTM belum mendapatkan bantuan beras raskin. Iskandar mengatakan kemampuan regulasi sudah cukup baik. Namun, kemampuan implementasi raskin masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kelengkapan kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Masalah dalam implementasi menurut Iskandar terletak pada kinerja distribusi dan mutu raskin yang indeksnya tergolong sedang dan moderat. Kualitas beras hanya memiliki indeks 47 dari angka 100. Kinerja harga dari titik distribusi (TD) ke RTS juga masih rendah atau indeksnya hanya 38. Rohidin, staf peneliti Pattiro, menambahkan setelah 14 tahun (dari 2004) pelaksanaan, distribusi raskin masih mengalami masalah dan butuh perbaikan. Kondisi ini menurutnya disebabkan minimnya mekanisme komplain. "Permasalahan yang ada jarang di-follow up ke depannya," katanya. Hasil penelitian tentang mekanisme komplain jika terjadi kecurangan sampai dalam indeks penelitian ini angkanya hanya 56 dari 100. Masyarakat tidak tahu ke mana harus menyampaikan keluhannya sehingga tidak heran jika masalah di bawah tidak pernah sampai ke atas. Iskandar mengatakan mengacu

pada penelitian Pattiro sebaiknya pelaksanaan program Raskin untuk tahun mendatang harus ada perbaikan, terutama pada sisi distribusi dan kualitas beras. Kualitas beras yang rendah meski dibeli dengan harga subsidi tinggi menunjukkan sikap diskriminasi pemerintah pada warga miskin. Pada 2011, harga pembelian beras oleh pemerintah sebesar 6.450 rupiah per kg dengan harga tebusan masyarakat 1600 per kg atau subsidi harganya mencapai 4.850 rupiah per kg. "Tapi, dari harga sebesar ini, masyarakat hanya mendapatkan mutu rendah," ujar Iskandar. hay/E-3 wartanews.com

http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=90702 Selasa, 06 Maret 2012 , 09:43:00

Program Raskin Diganggu Mafia Beras


JAKARTA-Program bantuan beras untuk rakyat miskin yang sudah berjalan sepuluh tahun penuh masalah. Selain distribusi dan pungutan liar, program ini juga direcoki oleh tengkulak beras. Kami mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa memang ada mafia yang membeli beras dulu dari Bulog sebelum dibagikan ke warga, ujar koordinator program monitoring raskin Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Rohidin Sudarno dalam diskusi di Bakoel Kopi, Jakarta, kemarin. Mafia itu disebut-sebut mempunyai kemampuan menimbun beras setara dengan Bulog. Seharusnya informasi ini diselidiki lagi oleh pihak berwenang, sebab kami tak punya hak (investigasi), kata Rohidin. Pattiro telah melakukan monitoring program raskin selama 12 bulan bekerjasama dengan USAID, lsm dari Amerika Serikat. Mereka memantau 10 kota yakni Aceh Besar, Bandung, Gresik, Pekalongan, Serang, Semarang, Solo, Jeneponto, Lombok Barat dan Jayapura. Problemnya karena beras yang dari Bulog itu harus dibeli atau ditebus dulu oleh warga, karena belum ada uang maka dibayar dulu oleh tengkulak, kata Rohidin yang akrab disapa Roi ini. Ujungnya, beras raskin yang seharusnya harganya Rp1.600 per kilogram dijual Rp2.100 per kilogram. Memang kesannya hanya selisih 500 per kilo tapi ini dikalikan dengan ratusan ton, kata Rohidin. Selain itu, kutipan liar juga sering dilakukan oleh oknum pejabat lokal seperti lurah atau pegawai kecamatan. Setiap rumah tangga sasaran seharusnya dapat 15 kg per bulan, tapi praktiknya sangat kurang, disunat dulu, ujar aktivis asal Brebes ini. Problem lainnya adalah kualitas beras yang sangat jelek. Kami temukan di Solo, beras raskin berbau apek, banyak kutu, dan warnanya sangat kusam. Tidak layak dimakan, tambahnya.(rdl)

Anda mungkin juga menyukai