Anda di halaman 1dari 12

DEFISIT

Ika Putri Syawaliani


R.Irnu Suryohadi Rakhmah Marisna

Rizky Amalia
M.Achbar Indah Islami Permatasari XE

Pengertian Defisit

Defisit secara harfiah berarti kekurangan dalam kas keuangan. Defisit biasa terjadi ketika suatu organisasi (biasanya pemerintah) memiliki pengeluaran lebih banyak daripada penghasilan. Lawan dari defisit adalah surplus. Defisit keuangan adalah suatu kondisi dimana pendapatan kita tidak mencukupi untuk menutup semua pengeluaran kita dalam suatu periode tertentu. Defisit anggaran negara adalah selisih antara penerimaan negara dan pengeluarannya yang cenderung negatif, artinya bahwa pengeluaran negara lebih besar dari penerimaannya. Dalam buku pengetahuan ekonomi, defisit adalah istilah dalam neraca perdagangan dimana nilai ekspor suatu negara lebih kecil dari nilai impor suatu negara. Defisit artinya ketidakseimbangan yang diakibatkan kekurangan atau status yang negatif.

Sebab terjadinyaDefisit

1. Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi : untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang dibebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. Beban ini meliputi pembangunan program-program, seperti : a. Program yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, jembatan, listrik, pelabuhan, dll. b. Program yang berkaitan dengan Hankam (pertahanan & keamanan) c. Pembangunan yang meliputi bidang hukum, seperti proyekproyek pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dll.

d. Program bidang sosial, pendidikan dan kesehatan, seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan. e. Program yang berkaitan dengan pemerataan pendapatan, seperti program transmigrasi, pembangunan daerah, dll. f. Program yang menangani masalah kemiskinan, seperti PPK, P3DT, dsb.

2. Rendahnya Daya Beli Beli Masyarakat


Masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai pendapatan perkapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak mampu membeli barang dan jasa tersebut. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati.

3. Pemerataan Pendapatan Masyarakat Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran kapal Perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya. 4. Melemahnya Nilai Tukar Indonesia yang sejak tahun 1969 melakukan pinjaman luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap mata uang dollar AS, maka yang akan dibayarkan juga membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000, disusun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp. 7.100,-, dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai angka Rp. 11.000,- lebih per US$ 1.00.

5. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi Krisis ekonomi Indonesia yang terjadi tahun 1997 mengakibatkan meningkatnya pengangguran dari 34,5 juta orang pada tahun 1996, menjadi 47,9 juta orang pada tahun 1999. Padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu.

6. Realisasi yang Menyimpang dari Rencana Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan, proyek, atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula.

7. Pengeluaran Karena Inflasi


Harga standar yang telah ditetapkan dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Untuk melaksanakan pembangunan proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan, negara terpaksa akan mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka menambah standar harga itu.

Dampak dari adanya defisit


(1). Dampak Terhadap Tingkat Bunga (2). Dampak Terhadap Neraca Pembayaran (3). Dampak Terhadap Tingkat Inflasi

(4). Dampak Terhadap Konsumsi dan Tabungan


(5). Dampak Terhadap Penggangguran

(6). Dampak Terhadap Tingkat Pertumbuhan

Dasar Hukum Pembiayaan Defisit Anggaran


Dasar hukum dalam pembiayaan defisit anggaran adalah : Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 (dan Undang-Undang APBN yang diterbitkan setiap tahun) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Daerah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit APBD Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.07/2009 Tentang Batas maksimal Kumulatif Deficit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Batas Maksimal Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Masing-masing Daerah, dan Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2010

Kebijakan Pemerintah menutup Defisit Anggaran


A. Kebijakan dalam pembiayaan dalam negeri

Melakukan pengelolaan portofolio surat utang negara (SUN) Melanjutkan kebijakan privatisasi Menggunakan sebagian dana simpanan pemerintah Memberikan dukungan dana bagi percepatan pembangunan infrastruktur

B. Kebijakan dalam pembiayaan luar negeri

Mengamankan pinjaman luar negeri yang telah disepakati dan rencana penyerapan pinjaman luar negeri, baik pinjaman program maupun pinjaman proyek, dan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang sudah jatuh tempo. Pembangunan infrastruktur dalam rangka kemitraanPemerintahSwasta.

C. Kebijakan dari Sisi Pengeluaran

Mengurangi subsidi: Pada prinsipnya negara memberikan subsidi terhadap suatu barang, karena barang itu dianggap harganya terlalu tinggi dibanding dengan kemampuan daya beli masyarakat. Agar tidak terjadi gejolak di masyarakat, maka negara mengeluarkan dana untuk mensubsidi barang tersebut. Penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan: Penghematan pada pengeluaran rutin dilakukan oleh departemen teknis, misalnya untuk pengeluaran listrik, telepon, alat tulis, dan sebagainya tanpa mengurangi kinerja dari departemen teknis yang bersangkutan.

Menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan: pengeluaran pembangunan yang berupa proyek-proyek pembangunan diseleksi menurut prioritasnya, misalnya proyekproyek yang cepat menghasilkan. Proyek-proyek yang menyerap biaya besar dan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang lama, sementara ditunda pelaksanaannya.
Mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien : program-program semacam itu adalah programprogram yang tidak mendukung pertumbuhan sektor riil, tidak mendukung kenaikan penerimaan pajak, dan tidak mendukung kenaikan penerimaan devisa.

Anda mungkin juga menyukai