Anda di halaman 1dari 12

MENGENAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Jamridafrizal.M.Hum
LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan belajar dan perhatian khusus dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan banuan dari orang lain. Anak luar biasa atau dalam buku ini di sebut sebagai anak berkebutuhan khusus (children with special needs), memang tidak selalu mengalami problem dalam belajar. Namun ketika mereka ini diinterasika bersama-sama dengan anakanak sebaya lainnya dalam system pendidikan reguler. Ada hal-hal tertentu yang harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan sekolah untuk mendapatkan hasil belaja yang optimal, untuk itu dalam bab ini secara lebih rincinya akan dibahas mengenai jenis-jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus. Mengapa tidak disebut sebagai anak dengan problema belajar pada dasarnya adalah suatu keadaan kesulitan pada dii anak untuk melakukan penyesuaian dalalm belajar akibat adanya factor tertentu. Dan factor itu diantaranya adalah karena adanya kondisi kecacatan, kelainan atau keluarbiasaan. Tujuan Pembahasan Dengan mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memiliki gambaran, pengetahuan, dan wawasan yang cukup tentag jenis-jenis dan karakterisitk anak berkebutuhan khusus sehingga pada gilirannya memiliki sikap dan perilaku yang positif dan mampu memberikan perlakuan secara tepat untuk membantu mengembangkan potensi yang dimiliki. A. ANAK BERKESULITAN BELAJAR (Learning Disability) Anak berkesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi empat jenis : (1). Anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi hasil belajarnya rendah karena factor eksternal. Disebut sebagai anak yang mengalami hambatan belajar, (2) anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi mengalami kesulitan dalam bidang akademik tertentu (mislanya membaca, menulis, berhitung) tidak seluruh mata pelajaran, diduga karena factor neurologis, disebut sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik atau spesific learning disability, (3) anak yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah rata-rata disebut anak yang lamban belajar atua slow learner, dan (4) anak yang prestasi belajarnya rendah disertai adanya hambatan-hambatan kmunikasi dan social, sedangkan IQ nya jauh di bawah rata-rata disebut sebagai retardasi mental atau tunagrahita.

Masukan disini tulisan pelajar yang tak biasa santrock


Pengelompokan ini penting karena pada umumnya secara pendidikan kadang-kadang mereka memiliki gejala yang sama, ialah sama-sama mengalami kesulitan belajar atau problema dalam belajar. Jika kita dapat menganalisis dan mencari sumber penyebab seta dapat mengelompokkan secara tepat, maka kita dapat memberikan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Santrock (2008,219) menyebut siswa yang berkesulitan belajar dengan istilah exceptional students pelajar yang tidak biasa adalah anak-anak yang memiliki gangguan atau ketidak mampuan dan anak-anak yang tergolong berbakat. Di Indonesia belum ada definisi yang baku mengenai berkesulitan belajar dan klasifikasi seperti yang dijelaskan di atas. Meskipn demikian dala penerapan di lapangan Balitbang Dikbud (1997) merumuskan anak berkesulitan belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: Anak berkesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami

kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lian sehingga prestasi belajanya rendah dan anak-anak tersebut berisiko tinggi tinggal kelas Anak berkesulitan belajar memungkinkan juga mengalami gangguan fisik, social dan mental yang ringan sehingga cukup mengganggu mereka dalam menangka[ pelajaran jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami kelainan. Tetapi anak berkesulitan belajra sumber utama penyebabnya dalah bukan karena IQ yang rendah atau keterbelakangan intelektual, kecatatan fisik yang lain, ekonomi dan social, melainkan semata-mata karena terkait dengan disfungsi neurologis. Anak yang mengalai ganggung penglihatan jauh akan mengalami kesulitan jika ditempatkan di tempat duduk palign belakang, demikian juga dengan anak yang mengalami ganggunan pendengaran. Anak yang memiliki intelegensi sedikit di bawah rata-rata (slow learner) memerlukan penjelasan dengan menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar mereka dapat memahami pelajaran denga baik. Anak yang mengalami gangguan tingkah laku perlu cukup perhatian terhadap persoalan social yang dihadapinya agar dapat mengkonsentrasikan diri pada pelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Dikbud (1996/1997) diketahui bahwa kesulitan belajar yang dialami anak pada umumnya tidak hanya satu jenis saja. Hal in dapat dijelaskan karena jika anak mengalami kesulitan belajar pada salah satu dari kemampuan akademik utama, yait membaca, menulis atau berhitung dan kesulitan tersebut tidak segera diatasi, maka anak tersebut akan mengalami kesulitan dalam bidang yang lain karena ketiga kemampuan tersebtu merupakan kemampuan utama untuk dapat mempelajari pengetahuan yang lain. Baik anak berkesulitan belajar, lamban belajar, hambatan-hambatan maupun tunagrahita, semuanya mengalami masalah belajar. Umumnya prestasi belaja anak tersebut rendah. Anak yang mempunyai prestasi belajar rendah utuk semua atau hampir semua mata pelajaran disebut sebagai berkesulitan belajar umum. Jadi anak berkesulitan belajar umum ditandai dengan prestasi belajar yang rendah untuk semua/hampir semua mata pelajaran. Mengenai anak berkesulitan belajar spesifik (spesific learning disability), juga dapat dibagi menjadi dua jenis, ialah kesulitan belajar praakademik dan kesulitan belajar akademik. 1. Kesulitan Belajar Praakademik Kesulitan belajar praakademik sering disebut juga sebagai kesulitan belajar developmental. Ada tiga jenis anak dengan kesulitan belajar developmental: 1) Gangguan Motorik dan persepsi Gangguan motorik disebut dispraksia, mencakup gangguan pada motorik kasar, penghayatan tubuh, dan motorik halus. Gangguan persepsi mencakup persepsi penglihatan atau persepsi visual. Persepsi pendengaran atau persepsi auditorik, presepsi heptik (raba dan gerak atau taktil dan kinestik), dan intelegensi system persepsual. Jenis gangguan ini perlu penanganan secara sistematis karena pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif yang pada gilirannya juga dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar akademik. Dispraksia atau sering disebut clumsy adalah keadaan sebagai akibat adanya gangguan dalam intelegensi auditor-motor. Anak tida mampu melaksanakan gerakan bagian dari tubuh dengan benar walaupun tidak ada kelumpuhan anggota tubuh, manifestasinya dapat berupa disfasia verbal (bicara) da non verbal (menulis, bahasa isyarat dan panomim). Ada beberapa jenis dispraksia, yaitu :

1. 2. 3. 4.

Dispraksia ideomotoris Dispraksia ideosional Dispraksia konstruksinal dan Dispraksia oral a) Dispraksia ideomotoris ditandai kurangnya kemampuan dalam melakukan gerakan praktis sederhana, seperti menggunting, menggosok gigi atau menggunakan sendok makan. Gerakannya terkesan canggung dan kurang luwes. Dispraksia ini sering merupakan kendala bagi perkembagan bicara. b) Dispraksia ideosional : anak dapat melakukan gerakan kompleks tetapi tidak mampu menyelesaikan secara keseluruhan terutama dalam kondisi lingkungan yang tidak tenang. Kesulitannya erletak pada urutan gerakan, anak sering bingung mengawali suatu aktivitas, misalna mengikuti irama musik. c) Dispraksia konstruksinal : anak mengalami kesulitan dalam melakukan gerakangerakan kompleks yag berkaitan dengan bentuk, seperti menyusun balok dan menggambar. Kondisi ini dapat mempengaruhi gangguan menulis (disgrafia). Hal ini disebabkan dengna kebutuhan khususan karena kegagalan dalam konsep visio konstruktif. d) Dispraksia oral : sering ditemukan pada anak yang mengalami disfasia perkembangan (gangguan perkembangan bahasa).

Anak mempunyai ganggaun dalam bicara karena adanya gangguan dalam konsep gerakan motorik di dalam mulut. Berbicara dipandang sebagai bentuk gerakan halus dan terampil dalam rongga mulut sehinggga anak kurang mampu kalau diminta menirukan gerak, misalnya menjulurka atau menggerakan lidah, mengembangkan pipi, mencucurkan bibir dan sebagianya. 2) Kesulitan belajar kognitif Pengertian kognitif mencakup berbagai aspek structural intelek yang diprgunakan untuk mengetahui sesuatu. Dengan demikian kognitif merupakan fungsi mental yang mencakup persepsi, pikiran, simbolisasi, penalaran dan pemcahan masalah, perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari kemampuan anak dalama penggunaan bahasa dan penyelesaian soal-soal matematika. Mengingat besarnya peran fungsi kognitif dalam penyelesaian ditangani sejak anak masih berda pada usia prasekolah. 3) Gangguan perkembangan bahasa Disfasia adalah ketidakmampuan atau keterbatasan kemmpuan anak untuk menggunakan simbol linguistik dalam rangka berkomunikasi sear vrbal. Gangguan pada anak yang terjadi pada fase perkembangan ktika anak belajar bebicara disebut sebagai disfasia perkembangan (develompment dysphasia). Bicara adalah bahasa verbal yang memiliki komponen artikulasi, suara dan kelanaran, ekspresi bahasa bicara (ujaran) mencakup enam komponen, yaitu : fonem, morfem, sintaksis, semantic, prosodi (itosasi) dan pragmatik. Kesulitan belajar bicara seyogyanya telah diketahui dan diperbaiki sejak anak berada pada usia prasekolah karena berpengaruh terhadap prestasi akademik sekolah. Defisia ada dua jenis : yaitu defisia reseptif dan defisia eksprsif. Pada defisia reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam penerimaan bahasa. Anak dapat mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi tidak mengerti apa yang diengar karena menglami gangguan dalam memproses stimulus yang masuk. Pada defisia eksprsi anak tidak mengalami didapat gangguan pemahaman bahasa, tetapi ia sulit mengekspresikan kata secara verbal. Anak dengan gangguan perkembangan bahasa akan berdampak pada kemampuan membaca dan menulis. 4) Kesulitan dalam penyesuaian perilaku social Pada anak yang periakunya tidak diterima oleh lingkungan sosialnya, baik oleh seama anak, guru, maupun orang tua. Ia ditolak oleh lingkungan sosialnya karena sering mengganggu, tidak sopan, tidak tahu aturan atau berbagai perilaku neatif lainnya. Jika kesulitan penyesuaian perilaku social

ini tidak secepatnya ditaangani maka tidak hanya menimbulkan kerugian bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi lingkungan. 2. Kesulitan Belajar Akademik Meskipun sekolah mengajarkan berbagai mata pelajaran atau bidang studi, klaisfikasi kesulitan beljar akademik tidak dikaitkan dengan semua mata pelajaran atau bidang studi tersbut. Berbagai literature yang mengkaji kesulitan belajar hanya menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut : 1) Kesulitan belajar membaca (Disleksia) Kesulitan belajar sering disebut Disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat dinamakan aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga unutk meningkatkan keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berprestasi dalam kehidupan masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, membaca permulaan atau membaca lisan dan membaca pemhaman. Mengingat pentingnya kemampuan membaca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendaknya ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia visual. Gejala-gejala disleksia auditoris seabgai berikut : a. Kesulitan dalam diskriminasi auditoris dan prsepsi sehingga mengalami kesulitan dalam analisis fonetik. Contoh : anak tidak dapat membedakan kata Kakak, katak, kapak. b. Kesulitan analisis dan sintesis auditoris. Contoh : ibu tidak dapat diuraikan menjadi I-bu atau problem sintesa p-I-ta menjadi pita. Gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja. c. Kesulitan reauditoris bunyi atau kata. Jika diberi hurup tidak dapat mengingat bunyi hurup atau kata tersebut,

atau kalau melihat kata tidak dapat mengungkapkann ya walaupun mengerti arti kata tersebut; d. Membaca dalam hati lebih baik dari membaca lisan; e. Kadang-kadang disertai gangguan urutan auditoris; f. Anak enderung melakukan aktiutas visual. Gejala-gejala desleksia visual sebagai berikut : a. Tendensi terbalik: misalnya b dibaca d, p menjadi g, u menjadi n, m menjadi w dan sebagainya; b. Kesulitan diskriminasi, mengacaukan hurup atau kata yang mirip; c. Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual. Bila diberi huruf cetak untuk menyusun kata mengalami kesulitan mislanya kata ibu menjadi ubi atau iub; d. Memori visual terganggu; e. Kecepatan persepsi lambat; f. kesulitan analisis dan sintesis visual; g. hasil tes membaca buruk; h. biasanya ebih baik dalam kemampuanaktivias auditorik. 2) Kesulitan belajar menulis (disgrafia) Kesulitan belajar menulis disebut juga disgrafia. Kesulitan belajar menuli yang berat disebut agrafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu (a). menulis permulaan. (b). mengeja atau dikte dan (c). menulis ekspresif. Kegunaan kemampuan menulis bagi seorang anak adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagaian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. 3) Kesulitan belajar berhitung (diskalkulia) Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung yang berat disebut akalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebtu adalah (a) knsep, (b) komputasi dan (c) pemecahan masalah. Seperti halnya bahsa berhitung yang merupakan bagian dari matematika adalah sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mepelajari lain di sekolah. 3. ANAK DENGAN TARAF INTELEGENSI TINGGI Anak dengan taraf intelegensi tinggi atau kemampuan dan kecerdasan tinggi di atas rata-rata sampai jenius bukan berarti tidak ada masalah dalam belajar. Justru karena potensinya yang luar biasa. Jika potensi tersebut tidak diberikan kesempatan untuk dikembangkan secara optimal akan menjadi problema tersebdiri dalam belajar

bagi anak-anak yang bersangkutan. Oleh karena itu, mereka harus diberikan pelayanan khusus. Anak-anak dengan kemampuan intelektual unggul dan bahkan istimewa (istilah lain dari Gifted and Talented) disebut sebagai anak yang memiliki kemampuan da kecrdasan luar biasa (UU No. 2/1989 Ps 8:2). Mereka adalah asset bangsa yang apabila mendapat perhatian dan pelayanan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya akan sangat dibutuhkan untuk pembangunan bangsa dan negara di masa yang akan dating. Anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa sering juga disebut anak berbakat secara sederhana dapat didefinisikan sebagai anak yang memiliki potensi intelektual di atas normal, kreativitas yang tinggai, dan tanggung jawab terhadap tugas. Renzulli dan Hatman (1971) melihat keberbakatan dapat diketahui dari segi karakteristik tingkah lakuyang menonjol pada diri yang mengembangkan skala penelitian karakteristik tingkah laku anak berbakat berdasarkan 4 katagori, yatu karakteristik belajar, karakteristik motivasi, karakteristik kreativitas dan karakteristik kepemimpinan. Masing-masingkatagori mempunyai cirri tingkah laku yang lebih menonjol dibidang anak-anak yang tidak berbakat : b. Karakteristik yang menonjol dalam belajar misalnya : mengusai jumlah kosakata yang luar biasa, memiliki pengetahuan yang luas, cepat memahami hubungan sebab akibat, mudh menangkap isi pelajaran, banyak membaca sendiri dan sebagainya. c. Karakteristik yang menonjol daam motivasi antara lain terlihat serius menghadapi tpik tertentu, mudah bosam denga tugas rutin, tekun, ulet, tahan lama dalam mnghadapi tugas, selalu berusaha mencapai prestasi tinggi. d. Karakteristik kepemimpinan yang menonjol adalah mudah bekerja sama dengan orang lain, rasa tanggung jawb yang besar, dapat mempengaruhi temannya, mudah menyesuaikan diri sehingga dipilih untuk memimpin kegiatan dan sebagainya. e. Karakteristik kreativitas yang menonjol adalah banyak mengemukakan gagasan, mudah menyesuaikan gagasan dengan keadaan yang ada serta sering mempunyai gagasan yang baru dan orisinil. Adan-anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa yang tidak mendapat pelayanan pendidikan yang sesuai, dpat menyebabkan prestasi belajarnya berada di bawah potensinya atau sering disebut under achiever. Untuk menentukan apakah seorang termasuk kedala under achiever atau bukan, dpat dilihat secara professional atau sekedar mengamati ciri-ciri atau gejala yang tamak. Tentu saja yang dilakukan seara profesional (artinya oleh tenaga dan cara yang professional) hasilnya akan lebih baik dari sekedar pengamatan sederhana. Menurut para ahli (Shaw, 1068; Turner, 1977; Achir, 1990), ada tiga pendekatan/model untuk menentukan under achiever secara professional yaitu sebagai beriktu : a. Pendekatan/model discrepancy Pendekatan ini menggunakan perhitungan kesenjangan belajar antara skor yang diperoleh dari tes prestasi belajar dengan skor yang dperoleh melalui tes intelegensi. Jika terjadi kesenjangan antara hasil tes intelegensi dan hasil tes prestasi belajar-hasil tes intelegensi labih tinggi dairpada hasil tes prestasi belajar disebut under achiever. b. Pendekatan/model regression Pendekatan ini menghitung korelasi aintelegensi dan hasil belajar. Disebut under achiever jika terdapat korelasi rendah antara skor prestasi belajar dengan

skor intelegensi. c. Pendekatan/model indeks prestasi. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menetapkan suatu indeks atau batas tertentu untuk dapat disebut under achiever. Cara lain yang sederhana (yang dapat dilakukan oleh guru) adalah dengan mengamati tanda tanda perilaku atau sikap tertentu pada anak dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dicocokkan dengan hasil belajar. Contohnya : ada anak yang menampakkan sikap kritis, cerdas, cepat menangkap isi pelajaran, dlam mengerjakan tugas-tugas juga sering lebih cepat dari pada yang lain tetapi hasil tes prestasi belajar ternyata lebih rendah dari pada yang lain. Dengan mengamati gejala-gejala seperti itu anak yang bersangkutan dapat dikatagorikan sebagai berindikasi under achiever. B. ANAK DENGAN TARAF INTELEGENSI RENDAH Anak dengan intelegensi rendah diketahui melalui tes intelegensi. Seseorang yang memiliki IQ di bawah 70 (untuk skala Wechsler) disebut tunagrahia. Menurut Grossman seperti dikutip Kirk dan Gallagher (1979) berdasarkan hasil tes IQ (Skala Wechsler) tuna grahita atau keterbelakangan mental dapat dibagi menjadi : a. Keterbelakangan mental ringan (IQ = 55-69) b. Keterbelakangan mental sedang (IQ = 40-54) c. Keterbelakangan mental berat (IQ = 25-39) d. Keterbelakangan mental sangat berat (IQ = 24 ke bawah) Disamping itu masih ada anak yang ber-IQ antara 70-90, mereka termasuk katagori border line ( garis batas ) yang secara pendidikan disebut slow learner ( lamban belajar ). Anak-anak yang masuk dalam kelompok lamban belajar dan tunagrahita ringan, banyak juga ditemukan di sekolah umum. Gejala yang tampak antara lain prestasi belajar sebagian besar atau seluruh mata pelajaran umumnya rendah, sering tidak naik kelas, sulit menangkap pelajaran, dan sebagainya. Akibat lebih jauh dari kondisi ini adalah putus sekolah . Guru perlu mengenali mereka agar dapat memberikan bantuan sedini mungkin sehingga anak tidak putus sekolah. 1. ANAK DENGAN GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU Tidak ada definisi yang baku mengenai gangguan emosi dan perilaku, tetapi cirri-ciri umum menggambarkan adanya 4 dimensi ( Hallahan dan Kauffman, 1991 ) sebagai berikut. b. Anak yang mengalami gangguan perilaku, memiliki ciri-ciri antara lain suka berkelahi, memukul, menyerang, bersifat pemarah, tidak penurut/melawan peraturan, suka merusak baik baik milik diri sendiri maupun orang lain, kasar, tidak sopan, tidak mau kerja sama, penentang, kurang perhatian pada orang lain, suka mengganggu, suka ribut, mudah marah, suka mendominasi orang lain, suka mengancam atau menggertak, iri hati, cemburu, suka bertengkar, tidak bertanggung jawab, ceroboh, mencuri, mengacau, menolak kesalahan dan menyalahkan orang lain, murung, cemberut, mementinkan diri sendiri. c. Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri, memiliki ciri-ciri antara lain tegang, rasa takut bersalah, cemas, pemalu, menyendiri, mengasingkan diri, tidak punya teman, perasaan tertekan, sedih, sensitive, mudah merasa disakiti hatinya, merasa rendah diri, merasa tidak berharga, mudah frustasi, kurang keyakinan, pendiam. d. Anak yang agresif sosia ciri-cirinya antara lain adalah memiliki perkumpulan yang tidak baik, berani mencuri, loyal terhadap teman yang suka melanggar hukum, suka begadang sampai larut malam,

melarikan diri dari sekolah, melarikan dari rumah. e. Individu yang tidak pernah dewasa ciri-cirinya antara lain adalah perhatiannya terbatas, kurang konsentrasi, melamun, kaku, canggung, pasif, kurang inisiatif, mudah digerakkan, lamban, ceroboh, mudah bosan, kurang tabah, kurang rapi. Dengan melihat gejala-gejala tersebut, guru dapat melakukan identifikasi dan kemudian memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka sehingga tidak menjadi berkesulitan belajar. 1. ANAK DENGAN GANGGUAN KOMUNIKASI Di Indonesia anak dengan gangguan komunikasi termasuk di dalamnya anak dengan gangguan wicara. Menurut Hallahan dan Kauffman ( 1991 ) gangguan komunikasi terdiri atas gangguan wicara dan gangguan bahasa. Gangguan wicara adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi dan/ atau kelancaran wicara. Jadi gangguan wicara terdiri dari tiga macam yaitu gangguan suara, gangguan artikulasi, dan gangguan kelancaran bicara. Gangguan bahasa adalah gangguan dari pemahaman dan/atau penggunaan bahasa ujaran, bahasa tulis, dan/atau sistem simbol. Kerusakan tersebut mungkin meliputi : bentuk bahasa ( fonologi, morfologi, dan sintaksis ), bahasa atau semantik, dan fungsi bahasa atau fragmatik. Anak yang mengalami gangguan komunikasi biasanya menunjukkan gejala tidak lancar berbicara, pembicaraanya sulit ditangkap,suaranya tidak normal, gagap, dan sebagainya. Penyebabnya dapat bersifat organik dan dapat pula psikologik. 2. ANAK DENGAN GANGGUAN GIZI DAN KESEHATAN Anak-anak yang mempunyai penyakit kronis dan bergizi kurang cenderung mengalami kesulitan belajar. Jenis penyakit kronis dimaksud antara lain epilepsy, diabetes, cyticfibrosis, hemofilia dan luka bakar. Sementara itu gangguan gizi terutama terjadi pad anak-anak yang kekurangan kalori, dan protein dan zat iodium. Penyakit epilepsi dapat menggangu gerak, pengindraan, perilaku dan kesadaran. Ada dua jenin epilepsi, yaitu grand-mal dan petit-mal. Epilepsi jenis grand-mal ditandai oleh hilangnya kesadaran secara tiba-tiba sehingga jatuh, otot menjadi kaku, air liur keluar dari mulut dan kaki kejang-kejang. Epilepsi petit-mal lebih ringan, biasanya pada waktu serangan, penderita tidak sadar hanya beberapa detik, seperti mimpi, pikiran kosong. Setelah beberapa saat akan kembali normal lagi. Diabetes juga merupakan penyakit kronis. Penderitanya biasanya menunjukkan gejala rasa lelah, rasa haus, kulit kering, dan panas. Cyticfibrosis ditandai oleh adanya lendir kental yang dapat menyumbat saluran dan bagian-bagian lain dari sistem pencernaan. Penderitanya sering mengalami kesulitan dalam bernafas, mudah terkena penyakit batuk atau peradangan saluran pernafasan. Hemofillia suatu penyakit yang ditandai oleh adanya darah yang lambat membeku jika luka. Luka kecil pun dapat menjadi masalah besar. Anak harus dihindarkan dari kemungkinan terluka. Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena terkena benda-benda panas dan sering memerlukan perawatan yang lama. Luka bakar dapat menyebabkan gangguan fisik dan juga psikis, terutama yang memerlukan pembedahan berkali-kali. Gangguan gizi nyata-nyata berpengaruh terhadap hasil belajar. Kekurangan kalori dan protein berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan berpikir. Kekurangan iodium berpengaruh terhadap daya dan kegairahan belajar, kemampuan menangkap, menyimpan dan menggunakan pengetahuan yang dipelajari. Anak yang kekurangan gizi umumnya ditandai dan dapat diukur dari berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, serta lingkar lengan. Apabila semuanya di bawah normal dapat dikategorikan sebagai anak dengan gangguan atau kekurangan

gizi. 3. ANAK DENGAN GANGGUAN GERAKAN/ANGGOTA TUBUH Ada dua kategori cacat tubuh, yaitu cacat anggota tubuh karena penyakit polio dan cacat tubuh karena kerusakan otak sehingga mengakibatkan ketidak mampuan gerak ( cerebral palsy ). Pada dasarnya cerebral palsy merupakan gangguan koordinasi otot. Ototnya sendiri sebenarnya normal, tetapi otak mengalami gangguan dalam mengirimkan sinyal-sinyal yang penting untuk memerintah otot-otot untuk memendek atau memanjang atau harus meregang ( Puseschel ,1988 ) Anak-anak semacam ini masih dapat belajar dengan menggunakan semua inderanya. Tingkat intelektualnya umumnya normal bahkan ada yang sedikit diatas kesulitan jika harus melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan koordinasi motorik dan/atau keterampilan fisik, seperti olahraga, bermain, menulis, malakukan mobilitas, dan sebagainya. Ciri-ciri gangguan gerakan karena kerusakan otak ( cerebral palsy ) antara lain sebagai berikut : a. otot keras dan kadang-kadang kaku serta tidak dapat menggerakkan anggota tubuh dengan baik, gerakannya sering tersentak-sentak. b. Sukar mengontrol kaki dan tangan dalam melakukan aktivitas, wajah seram dan kadang dengan mengulurkan lidah; c. Kekakuan dalam gerakan yang memerlukan keseimbangan, orientasi ruang, posisi tubuh mudah jatuh; d. Kakakuan yang ekstrem pada anggota tubuh dan sendi-sendi dan sukar bergerak untuk waktu yang lama. Anak yang mengalami gangguan gerakan pada taraf sedang dan berat, umumnya dimasukkan ke sekolah luar biasa ( SLB ). Yang mengalami gangguan ringan mungkin banyak juga ditemukan di sekolah-sekolah umum. Jika mereka tidak mendapatkan bantuan pelayanan khusus dapat menyebab anak kebutuhan khusus terjadinya kesulitan belajar yang serius. Gejala-gejala gangguan gerakan ringan pada anak seperti berikut: ini mungkin perlu di cermati dan diberi perhatian yang lebih serius a. Salah satu/kedua tangan atau kaki cacat, b. Salah satu/kedua tangan atau kaki tidak berfungsi, c. Sikap/keseimbangan tubuh saat duduk/berdiri, berjalan tidak normal, d. Koordinasi gerakan kaki, tangan, mata tidak normal, e. Banyak gerakan yang tidak terkontrol, menunjukkan tidak terkontrol, menunjukkan ketidaknormalan. 4. ANAK DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN Dengan menggunakan ukuran ketajaman penglihatan, seseorang disebut buta apabila ia memiliki tingkat efisiensi penglihatan 20,0 % atau lebih kecil. Yang tingkat efisiensinya lebih besar dari 20,0 % belum diktegorikan sebagai buta. Tunanetra mengandung arti ketunaan penglihatan mulai dari yang ringan sampai yang buta total. Menurut ukuran Snellen ketajaman penglihatan seseorang dihubungkan dengan tingkat efisiensi yang tersisa, dilukiskan sebagai berikut : No Tingkat Ketajaman Tingkat efisiensi 1. 2. 3 4 5.. 20/20 f 20/35 f 20/70 f 20/100 f 20/200 f Efisiensi = 100 % Efisiensi = 87,5 % Efisiensi = 64,5 % Efisiensi = 48,9 % Efisiensi = 20,0 %

Untuk mengenal apakah anak mengalami gangguan penglihatan, dapat dilihat dari ciri-ciri fisik,perilaku maupun keluhan. a. Ciri fisik, seperti : mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi,gerakan mata takberaturan (goyang), mata selalu beair; b. Ciri perilaku, seperti : membaca terlalu dekat, membaca banyak yang terlewati,cepat lelah ketika membaca/menulis, sering menggerakan kepala ketika membaca, mengeryitkan kepala ketika melihat papan tulis, seing mengusap mata, mendongakkan kepala, berjalan sering menabrak benda di depannya, salah menyalin dalamjarak dekat, dsb. c. Ciri keluhan, seperti : merasa sakit kepala, sulit melihat dengan jelas dari jarak jauh, penglihatan terasa kabur ketika membaca/menulis, benda terlihat seperti dua buah, mata sering terasa gatal. Dampak gangguan penglihatan bermacam-macam. Jika gangguan cukup ringan, mungkin dengan alat Bantu khusus (seperti kaca mata, loop, atau memperbesar huruf, penempatan tempat duduk) dapat sedikit membantu mengatasi masalah belajar anak. Tetapi, untuk gangguan yang sangat serius (sudah samapai tarap buta tentu mereka tidak dapat mengikuti pendidikan biasa tanpa bantuan layanan khusus. Mereka tidak lagi menggunakan huruf biasa di dalam belajar. Mereka sudah harus menggunakan huruf Braille. Guru perlu mengenal mereka agar sejak dini anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat terlayani secara optimal, baik secara medis, sosial, psikologis, maupun pendidikan, sehingga tidak menimbulkan kesulitan belajar pada diri anak dikemudian hari. Dalam hal ini guru perlu kerjasama yang baik dengan orang tua atau ahli lain yang relevan, seperti doketer mata. 1. ANAK DENGAN GANGGUAN PENDENGANRAN Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebutuhan khusus oleh kerusakan fungsi dari sebagian atau seluruh alat atau organ-organ pendengaran, dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur tertentu (audiometer). Organisasi Standar Dunia menetapkan bahwa gangguan pendengaran dapat dikelompokan sebagai berikut : b) Sangat ringan = 27-40 db, c) Ringan = 41-55 db, d) Sedang = 56-70 db, e) Berat = 71-90 db, f) Berat sekali = 91 db ke atas. Dengan menggungakan ciri fisik dan prilaku anak, seorang anak dideteksi apakah mengalami gangguan pendengaran gangguan atau tidak. Ciri-ciri tersebut, antara lain : sering keluar cairan dari liang telinga, bentuk daun telinga tidak normal, sering mengeluh atau gatal di lubang telinga, kalau berbicara selalu melihat gerakan bibir lawan bicara, sering tidak bereaksi jika diajak bicara kurang keras selalu minta diulang dalam pembicaraan, dan sebagainya. a) ANAK DENGAN KELAINAN AUTISTIK Perlunya penanganan khusus bagi anak autis termasuk perkembangan baru dalam bidang pendidikan luar biasa. Mereka umumnya dikatagorikan sebagai anak dengan gangguan tunagrahita dan karenanya penanganannya sering dijadikan satu dengan anak tunagrahita. Namun dalam perkembangan ternyata penyandang autis tidak selalu mengalami anagrahita. Oleh karena itu dipandang perlu untuk dijadikan katagori tersendiri sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar. Ciri-ciri umum anak dengan kelainan autistik antara lain adalah : 2) Sering berkata tanpa arti. 3) Sering menirukan perkataan orang lain secara spontan.

11

4) 5) 6) 7) 8) 9)

Tanpa mengerti apa yang dibaca. Gerakan/aktivitas kaku, menonton dan berulang. Sering memutar, membanting dan membariskan benda. Lebih tertarik pada benda mati daripada orang. Mempunyai gerakan serba cepat (hiperaktif) Sering berprilaku stereotipik (diulang-ulang), aneh tanpa tujuan. 10) Minat terhadap objek tertentu secara luar biasa dan tidak lazim misal detik jam, kipas angin. 11) Kadangkala agresif (menyerang, merusak). 12) Sulit konsentrasi pada aktivitas/objek tertentu. 13) Sering sulit tidur, ngompol atau ngebrok. 14) Tidak senang/mudah marah pada perubahan (letak barang di kamar, urutan kegiatan). 15) Sering berubah emosi mendadak tanpa sebab (dari sedih kegembira, atau sebaliknya). 16) Sering terjadi ledakan tawa atau tangis tanpa sebab. Rangkuman 1. Anak berkebutuhan khusus tidak selamanya mengalami problema dalam belajar, tetapi karena kondisinya tersebut, jika tidak mendapatkan layanan yang sesuai dapat menjadikan yang bersangkutan mengalami problema dalam belajar, sekurangkurangnya hasil belajar yang dicapai tidak akan optimal. 2. Ada beberapa jenis anak berkebutuhan khusus yang perlu difahami oleh guru, khususnya guru-guru di sekolah reguler agar mereka dapat memberikan perhatian dan perlakuan yang sesuai. Beberapa jenis anak berkebutuhan khusus adalah : a) Anak dengan gangguan penglihatan. b) Anak dengan gangguan pendengaran. c) Anak dengan gangguan komunikasi dan wicara. d) Anak dengan gangguan fisik. e) Anak dengan kemampuan intelektual rendah. f) Anak berkesulitan belajar. g) Anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa. h) Anak dengan gangguan emosi dan social. i) Anak autistik.

Anda mungkin juga menyukai