Anda di halaman 1dari 34

Jalan PEDEBEKA

AGUNG DWI LAKSONO

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2012

Page |1

Jalan PEDEBEKA

AGUNG DWI LAKSONO

2012 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Cetakan Pertama Januari 2012 Penata Letak ADL Desain Sampul ADL Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

Page |2

PENGANTAR
Dear all, Buku Jalan PEDEBEKA ini terlahir berkat interaksi dan keterlibatan penulis bersama para penggiat PDBK (Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan). Sebuah proses berdarah-darah yang sungguh penulis sangat menikmati setiap proses dan perjalanannya. Buku ini lebih merupakan pemaknaan penulis atas satu ataupun serentetan peristiwa yang dialami penulis sendiri maupun dialami oleh penggiat PDBK lain yang sempat terekam oleh penulis. Peristiwaperistiwa yang meninggalkan kesan mendalam, setidaknya dalam kacamata penulis. Masih banyak intisari ataupun filosofi dalam gerakan ini yang luput dari pengamatan penulis, yang lebih dikarenakan kelemahan penulis sendiri. Butuh kepekaan lebih untuk memahami, mendalami, dan pada akhirnya butuh keikhlasan lebih untuk berani menerima kesadaran baru.

Page |3

Kesadaran yang mewujud dalam keyakinan baru, tetaplah saja hanya sebuah keyakinan! Bila tidak mengaktual sebagai sebuah tindakan... Surabaya, Medio Desember 2012

-ADL-

Page |4

DAFTAR ISI
Halaman Judul Pengantar Daftar isi #1 #2 #3 #4 #5 #6 #7 #8 #9 #10 #11 Memberi Kail Bertumbuh Musuh Bersama Ciptakan Ke-Khasan: Gerakan Non-material Bukan Supermen Belajar dari Pertanyaan Kerja Keras? Keluarlah Jadilah yang pertama Belajar dari Kegagalan Kehilangan moment? 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 23 25 28 31

Page |5

Ini tugas berat, tentu saja! but thats why we are all here to help initiating those dialogs! -Husni MuadzMuadz-

Page |6

Jalan PEDEBEKA#1 Memberi Kail


Keberadaan kita sebagai orang pusat seringkali lebih berperan sebagai dewa penolong yang lebih mirip sinterklas yang bagi-bagi kue. Meski juga tak terlepas dari peran daerah yang menganggap di pusatlah semua bongkahan emas berada. Sehingga stereotype ini jugalah yang mengakar di setiap benak kita. PDBK menawarkan cara ketidakbiasaan, yang saya lebih senang menyebutnya sebagai Jalan PDBK. Cara ini mirip, kalo tidak boleh dibilang identik, dengan kegemaran Pak PUR, mancing! Dengan cara pandang lain, penggiat PDBK hanya diperkenankan membagikan banyak kail, bukannya ikan. Memberikan banyak cara belajar, kiat bekerja, tehnik menggerakkan, dan dengan apapun jalan itu disebut. Penggiat PDBK dimakruhkan untuk bicara materi, meski juga kita tak menampik pernah benar-benar lepas dari yang namanya bondo ndonya (harta dunia).
Page |7

Mari belajar untuk tidak keseringan memberi ikan, mari belajar memberi pancing, mari belajar mengajar tehnik memancing. Meski saya tak pernah menampik kenyataan bahwa ikan patin bakar kecap yang masih hangat itu sungguh nikmat!

-ADL-

Page |8

Jalan PEDEBEKA#2 Bertumbuh


Kesempurnaan sebagai seorang mahluk adalah keinginan hampir setiap manusia, siapapun dia. Pencapaian kesempurnaan mungkin bisa dilihat dari perangai yang jauh lebih santun, lebih wise, lebih nerimo, lebih matang. Ibarat buah durian, aromanya dari jauh sudah mengundang selera. Penilaian matang seharusnya datang dari yang melihat, bukan yang merasa. Atribut pengakuan dari dia, dia, dan dia... mereka! Bukan dari saya, saya, dan saya... kita! Jalan PDBK mengajarkan, kita bukanlah salah satu dari yang matang itu. Ibarat mangga kita ini masih kemampo, masih mengkal. Kita adalah pribadi-pribadi yang masih bertumbuh, masih terus mencari, masih terus memupuk harapan, masih sangat haus belajar, masih sangat bernafsu menjadi matang. Yak... kita adalah pribadi yang sepenuhnya masih bertumbuh.

Page |9

Ehh jangan salah sangka dulu... Ibu hamil muda itu seneng lho dengan mangga mengkal!

-ADL-

P a g e | 10

Jalan PEDEBEKA#3 Musuh Bersama


Dalam sebuah kalakarya PDBK di tingkat kabupaten, suasana begitu memanas, masing-masing komponen pengikut kalakarya saling hujat, saling serang, mencari pembenaran untuk dirinya sendiri. Jebloknya status kesehatan yang dipaparkan narasumber dengan senjata IPKMnya mampu menimbulkan chaos, yang kalo saya melihat lebih seru ketimbang tawuran anak SMA. Sungguh sayang, sampeyan semua ga ikut menikmati tontonan seru dan gratis ini. Suasananya memanas dan terus memanas, sang nara sumber tetap saja berapi-api menjungkir-balikkan kenyataan buah kerja keras yang sudah dilakoni para ponggawa lapangan ini. Setiap ponggawa yang pada awalnya saling serang, berangsur saling membenarkan, saling dukung, bahu membahu, mengutuk sang nara sumber tak tahu diri itu. Yak... terfokus pada satu titik!
P a g e | 11

Mahluk bertanduk yang berdiri di depan dengan pongah membuka satu persatu aib buah cucuran keringat dan darah mereka. Pada akhirnya mereka bertekad, menyatukan semuanya... niat, harkat dan martabat! Demi membuktikan bahwa nara sumber pongah itu tidak benar! Semua yang dipaparkan salah! Jalan PDBK mengajarkan lagi satu cara, ciptakan musuh bersama!

-ADL-

P a g e | 12

Jalan PEDEBEKA#4 Ciptakan Ke-Khasan: Gerakan Non-Material


Bila si OM, Triono Soendoro, bicara tentang angka ato olahan IPKM, maka otomatis bibirnya akan menyebut duo nonik, Parmi dan Rofi. Bila para penggiat PDBK membaca sebuah hikmah cerita dari milis maka yang terbersit adalah pak DB, Didik Budijanto. Bila yang terbaca adalah kalimat pancingan yang mampu membangkit motivasi, maka yang terngiang adalah nama pak Sawi. Pun bila yang terbaca di milis adalah sederetan kalimat protes dan kata boseeeeen, maka yang teringat adalah ADL. Huehehehe... Pun PDBK, dengan alami menumbuhkan kekhasan bagi para penggiatnya, dan bahkan pada dirinya sendiri. Suatu saat berdiskusi tentang intervensi dalam sebuah penelitian community development, hampir semua peserta diskusi mengedepankan masalah materi sebagai sebuah kendala, yang lebih mirip batu sebesar rumah di tengah jalan, susah ditembus.
P a g e | 13

Tawaran alternatif solusi untuk mengedepankan aspek non material dengan pemberdayaan community, dimentahkan dengan celoteh ringan.. ini bukan PDBK mas, tidak bisa hanya non material... Hahaha... Jalan PDBK telah menumbuhkan kekhasannya sendiri! Cara-cara PDBK telah menumbuhkembangkan stereotype PDBK sebagai sebuah gerakan non material.

-ADL-

P a g e | 14

Jalan PEDEBEKA#5 Bukan Supermen


Rasa-rasanya KLU (Kabupaten Lombok Utara) mau meledak! Resonansinya begitu menggelegar dalam ranah PDBK. pak Benny menjadi menjadi buah bibir, demikian masyur di mata penggiat PDBK. Siapakah dia??? Benny, seorang kepala dinas kesehatan, yang tersulut emosinya saat berlangsung kalakarya PDBK di kabupatennya. Dia tidak sendirian, emosi berjamaah, kemarahan kolektif, yang pada akhirnya energi kemarahan itu menjadi pembuktian atas setiap tantangan, yang bagi semua jamah kalakarya lebih mirip dakwaan. Apakah dia, Benny, begitu hebat hingga bisa memanaj amarah kolektif menjadi sesuatu yang positif? Bisa jadi seorang Benny adalah Kadinkes yang hebat, bisa jadi dia seorang manajer, seorang pemimpin, yang mampu memanfaatkan setiap sumber daya, yang tidak bisa diam melihat peluang! Tapi tetap saja... Seorang Benny bukanlah Supermen!

P a g e | 15

Yang dikembangkan sebagai Jalan PDBK bukanlah seorang lonely rider, bukan one man show. Yang sedang dipersiapkan dan dibangun adalah sebuah kondisi, sebuah sistem, yang bisa mapan dan berkelanjutan. Suatu kondisi, dimana pada saatnya nanti, saat orang-orang hebat semacam Benny tidak lagi ada di tempatnya, sistem tetap berjalan, sistem tetap bisa survive. Jalan PDBK sedang membangun sesuatu yang besar, sebuah sistem! Munculnya tokoh besar adalah side effect saat sistem mulai berjalan.

-ADL-

P a g e | 16

Jalan PEDEBEKA#6 Belajar dari Pertanyaan


Seringkali kita terkagum dengan banyak para guru PDBK, yang kerapkali disebut sebagai suhu, mengungkap begitu banyak pemikiran amazing (kata tukul). Tapi jarang sekali kita menyadari, bagaimana banyak cerita dari para guru itu bisa keluar? Dalam sebuah kalakarya pun demikian... Seringkali kita terpaku pada kata-kata para guru PDBK yang mendoktrinkan dialog, tanpa menyadari bagaimana seringkali dialog berawal. Sebagai narasumber pusat pun kita seringkali berusaha menjadi narasumber yang selalu menjadi seorang penjawab yang sempurna. Bagaimana bila tidak ada junior macam saya ato faatih yang bertanya? *umur kita baru 18 taon* Bagaimana bila hanya para guru itu yang memberi dan memberi saja? Bertanya, adalah sebuah pernyataan eksplisit, bahwa... kita siap belajar!
P a g e | 17

Menganalogi dengan pernyataan pak husni, bahwa bertanya itu proses kreatif, proses mencipta. Dialog yang sangat gayeng bisa terjadi hanya dengan sebuah pancingan pertanyaan kecil. Dengan mendengar sebuah pertanyaan, kita bisa tahu banyak hal tentang seseorang. Dengan sebuah pertanyaan kita bisa mengawali sebuah interaksi aktif. Dengan sebuah pertanyaan yang naif sekalipun, kita bisa memancing derasnya ilmu yang turun dari para guru. Sudah siap bertanya???

-ADL-

P a g e | 18

Jalan PEDEBEKA#7 Kerja Keras?


Dalam banyak kesempatan kalakarya dan atau dialog dengan daerah, pada saat sesi paparan hasil survey Riskesdas yang menunjukkan output kinerja yang jauh dari harapan, seringkali terlontar sanggahan defensif dengan kemarahan luar biasa; Kami telah bekerja keras pak... Kami ini sudah terlalu sering lembur pak... Kami sudah kejar sasaran sampai ke rumahnya pak... Bapak ini bicara seolah kami ini tidak berkerja... Sudah semua cara kami lakukan pak! Kami sudah maksimal... Bapak enak cuman ngomong doang, kami ini yang di lapangan sudah bekerja sangat keras! Bapak ini tidak tahu situasi lapangan, hanya bicara angka-angka saja... Begitu banyak yang terlontar, begitu banyak yang terucap, dan hampir semuanya tersampaikan dengan emosi yang tersulut, meski kadang disampaikan dengan nada lirih yang tertahan.

P a g e | 19

Meski sebenarnya pengennya misuh-misuh*... (*mengumpat,red) Apakah mereka tidak bekerja keras? Heiii! Mereka bekerja keras! Sangat keras bahkan... Pekerja kesehatan banyak kali merupakan pekerja keras. Tak jarang mereka benar telah melakukan banyak hal melebihi gaji yang mereka terima. Kemarahan yang ditunjukkan dengan kalimat defensif massif benar-benar mewakili pernyataan bahwa mereka telah bekerja keras, bahwa mereka telah bersama-sama melakukan banyak hal untuk kesehatan di wilayahnya, untuk masyarakat yang diampunya. Saya ulang pertanyaannya, Apakah mereka telah bekerja keras? Dan berdasarkan amatan lapangan, tidak bisa kita pungkiri mereka memang benar telah bekerja keras! Sangat keras!!! Mereka, yang tergabung dalam wadah Dinas Kesehatan telah bekerja bersama-sama dengan sangat, untuk berusaha membangun kesehatan yang lebih baik di wilayahnya.
P a g e | 20

Dan lalu apa yang kurang? Kerja sama! Yup, kerja sama! Mereka telah BEKERJA KERAS BERSAMA-SAMA, tapi seringkali belum BEKERJA SAMA. Maksud??? Dalam sebuah kerja sama, yang dibutuhkan bukan hanya kerja keras, tapi ada koordinasi di dalamnya, ada dialog di antara para pelakunya. Dialog??? Yaa... dialog! Yang seringkali kita bawa dan dengungkan dimana-mana. Dialog bukan hanya sekedar media koordinasi. Dialog juga merupakan media saling memahami dengan visi bersama. Dialog adalah media melebur struktur internal menjadi sebuah struktur kolektif. Dialog merupakan sebuah therapi wicara, yang kadang kita terlupa, bahwa banyak para rekan kita di lapangan butuh didengar keluhannya, kadang bukan untuk dicarikan sebuah solusi, kadang mereka benar-benar hanya ingin didengar, mereka sudah memiliki solusi ampuh atas masalah di lapangan itu.

P a g e | 21

Bukankah justru mereka yang paling tahu masalah yang mereka hadapi? Bekerja sama! Dan bukan hanya bekerja keras bersama-sama... Piye jal?

-ADL-

P a g e | 22

Jalan PEDEBEKA#8 Keluarlah


Seperti katak dalam tempurung, siapa yang tak kenal peribahasa ini, jargon jadul yang masih up to date dalam ranah kekinian. Dalam serial diskusi dengan topik dialog konteks PDBK seringkali kita diingatkan untuk menanggalkan baju kita. Menetralkan status kita, yang dalam bahasa versi pak Husni Muadz disebut dengan menanggalkan struktur internal kita. Menanggalkan lebih banyak apapun itu yang menjadi latar belakang kita, dan lebih sering membaur dengan peserta dialog. Kita maknai lebih jauh lagi, ini tidak lagi tentang dialog, ini tentang yang para arif menyebutnya sebagai membumi! Kita terlalu sering berdiri, bersikap, berpandangan versi kita. Analog pak TS, jempol kita cuman mau melihat ujung dalam sepatu kita, bukan sepatu orang lain. Dalam ranah aplikatif, bisa menjadi begini...

P a g e | 23

Keluarlah... dari tempurung orang pusatmu, berusahalah menjadi orang daerah, yang lebih mengenal karakteristik kearifan lokal. Keluarlah... dari kotak orang dinas kesehatanmu, berusahalan menjadi orang puskesmas yang benarbenar ngerti sebagai pelaksana lapangan. Keluarlah... dari baju orang puskesmasmu, dan berusahalah menjadi kader atau masyarakat yang kamu layani, yang memang betul kita berkerja untuk sebaik-baik kesehatan mereka. Sesekali, atau seringkali, kita harus berdiri di luar diri kita, untuk melihat lebih luas, untuk lebih melihat apa yang tidak biasa kita lihat. Lebih jauh lagi... untuk melihat apa yang diharapkan oleh yang kita layani terhadap diri kita.

-ADL-

P a g e | 24

Jalan PEDEBEKA#9 Jadilah yang pertama


Dalam banyak hal dimensi kehidupan kita seringkali mengingat segala sesuatu dengan stereotypenya. Menyebut segala sesuatu dengan yang paling mudah teringat. Yang seringkali adalah pionir di sesuatu yang kita sebut itu. Sampeyan pasti mengenal jargon dalam iklan parfum AXE, Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda... Yup! Kesan pertama selalu meninggalkan kesan mendalam. Meski maintenance selanjutnya tetap diperlukan untuk memperlambat pergeseran atau perluasan makna meninggalkan kesan pertama. Seringkali kita tidak sadar saat kita meminta air mineral kemasan dengan mengucap... Boleh minta AQUAnya buuk...?

P a g e | 25

Meski sebenarnya banyak merek air mineral lain, tetapi lidah kita tetap saja melafalkan AQUA saat meminta air mineral kemasan. Atau contoh satu lagi saat kita menyebut pompa air dengan SANYO! Apapun mereknya... SANYO adalah pompa air. PDBK mengajarkan banyak hal pada kita. PDBK mengenalkan begitu banyak 'masalah' yang bertahuntahun ada di depan kita. Gizi kurang, gizi buruk, balita kurus, balita pendek, imunisasi lengkap yang rendah, penimbangan bayi, kunjungan neonatal, atau persalinan ke tenaga kesehatan yang jauh dari target. Jadilah yang berinisiatif mengatasinya. Jadilah yang pertama memikirkan 'how?'nya. Pola dasar PDBK yang mengajarkan kita untuk tidak berhenti untuk melakukan proses kreatif. Jadilah yang terdepan memeranginya. Bahwa setiap kita adalah pemimpin. Pemimpin atas setiap proses kreatif kita sendiri.

P a g e | 26

Jadilah yang punya ghirah melakukannya. Menjadikannya sebagai jalan hidup, menjadikannya sebagai dharma. aaahh.. pagi-pagi menjadi terlalu idealis yang penting... JADILAH YANG PERTAMA!

-ADL-

P a g e | 27

Jalan PEDEBEKA#10 Belajar dari Kegagalan


Kabupaten/kota Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) menempatkan kabupaten/kota dalam posisi kurang mengenakkan dalam peringkat Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Peringkat IPKM yang rendah menjadikan stereotype tentang pembangunan kesehatan kabupaten/kota yang gagal. Rasa malu menjadi demikian dominan di hadapan kabupaten/kota lain di luar DBK. Mau hanya berhenti pada rasa malu saja? Mau marah dan bersikap defensif atas data nasional? Saya yakin emosi begitu tersulut saat mengetahui data IPKM. Kerja keras selama ini serasa tidak lagi dihargai! Kerja keras selama ini serasa cuman rutinitas kosong! *** Sayang sekali jika energi hanya diluapkan dalam emosi defensif ketidakberterimaan atas data nasional.

P a g e | 28

Sayang sekali jika emosi diarahkan hanya untuk mendamprat orang pusat. Bagaimana bila semua energi diarahkan untuk belajar dari kegagalan tersebut? Bagaimana bila semua emosi diluapkan untuk membantah orang pusat dengan benar? Membantahnya dengan mencari tahu data yang benar dengan melakukan penjaringan sendiri secara total populasi. Menggalang kekuatan sesiapa saja yang merasa disepelekan untuk menggempur kebenaran data orang pusat. Bidan yang marah, pak lurah yang emosi, kepala puskesmas yang tersinggung, atau kader yang merasa tidak dihargai... Bagaimana bila kita menyatukan emosi mencari kebenaran itu? *** Pada akhirnya kita bisa benar-benar belajar pada sebuah kegagalan...

P a g e | 29

Bersatu, bahu membahu, berdialog, bekerja sama... dalam semangat yang sama! dalam ghirah yang satu arah! Sebuah sesuatu yang istimewa yang jarang menjadi benar-benar kita lakukan dalam kenyataan.

-ADL-

P a g e | 30

Jalan PEDEBEKA#11 Kehilangan moment?


Seringkali dalam banyak kalakarya PDBK kita dijejali dengan jargon kekinian... Disini, saat ini! Apa maksud??? Dalam banyak kesempatan, setiap kesempatan adalah peluang yang istimewa. Tak akan terulang dengan peluang yang sama. Setiap peluang melekat pada momentnya masingmasing, dengan keistimewaan yang bisa jadi hanya ada pada moment yang telah lalu. Dalam sebuah kalakarya PDBK... saat emosi begitu tersulut... Pendamping punya peluang mengolah moment tersebut menjadi sesuatu yang sangat istimewa. Menjadikannya moment untuk mengarahkan emosi menjadi energi pencarian kebenaran. Pada saat moment emosi tersulut... emosi berjamaah bisa diolah pelaku lapangan untuk
P a g e | 31

menyatukan visi, menyamakan keinginan dan cita-cita, menyatukan gerak dan langkah. Setiap moment adalah peluang. Saat bertemu hanya dengan satu kader pun adalah peluang Jangan sampai kehilangan moment! Membiarkan peluang lewat begitu saja... ...dan demi waktu! Demikian Dia Sang Maha seringkali bersumpah.

-ADL-

P a g e | 32

Anda mungkin juga menyukai