Lely Indrawati
Rais Yunarko
Dwi Priyanto
Karlina
PENERBIT PT KANISIUS
Cetakan ke-
Tahun
3
17
2
16
1
15
Editor
: Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH
Dr. Trihono, M.Sc
Dr. Semiarto Aji Purwanto
Atmarita, MPH., Dr.PH
Desainer isi
: Oktavianus
Desainer sampul : Agung Dwi Laksono
ISBN
978-979-21-4377-5
DEWAN EDITOR
Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH guru besar pada
Universitas Diponegoro Semarang, sekaligus Profesor Riset
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Trihono, M.Sc Ketua Komite Pendayagunaan Konsultan
Kesehatan (KPKK), yang juga Ketua Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI), sekaligus konsultan Health Policy Unit
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Semiarto Aji Purwanto antropolog, Ketua Dewan Redaksi
Jurnal Antropologi Universitas Indonesia, sekaligus pengajar
pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia di Jakarta.
Atmarita, MPH., Dr.PH doktor yang expert di bidang gizi.
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya buku ini telah dapat diselesaikan
dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari sembilan buku seri
hasil studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota (Nagan Raya,
Padang Sidempuan, Tojo Una-Una, Gunungkidul, Wakatobi,
Murung Raya, Seram Bagian Barat, Lombok Barat, dan Tolikara)
di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari hasil Indeks Pembagunan
Kesehatan Masyarakat.
Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kota
di Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan
ataupun penuruna nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan
dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan
secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan
dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis
wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan
semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota
lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan
secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat
memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya
dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya.
Penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus kami
sampaikan atas semua dukungan dan keterlibatan yang optimal
kepada tim penulis buku, International Development Research
vi
DAFTAR ISI
15
15
22
26
28
32
32
vii
viii
34
35
38
39
44
49
50
53
56
57
61
67
71
76
78
78
127
127
128
129
130
143
153
ix
5.4 Kesimpulan & Saran.......................................... 156
5.4.1 Kesimpulan............................................ 157
5.4.2 Saran/Rekomendasi............................... 158
Bab 6 Laku Sehat Masyarakat SBB................................... 159
6.1 Perilaku Kesehatan Masyarakat Seram
Bagian Barat...................................................... 160
6.1.1 Peran Dinas Kesehatan Provinsi Maluku 166
6.1.2 Faktor Lain yang Berpengaruh dalam
Perilaku Kesehatan Masyarakat
Kabupaten Seram Bagian Barat.............. 171
6.2 Perilaku Kesehatan di Kecamatan Kairatu Barat 176
6.2.1 Etos Kerja............................................... 181
6.2.2 Masyarakat Kairatu Barat....................... 184
6.2.3 Akses Air di Kairatu Barat....................... 186
6.2.4 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat
dalam Hal Menggosok Gigi
Dengan Benar........................................ 189
6.2.5 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat
dalam Hal Mencuci Tangan Dengan
Sabun..................................................... 191
6.2.6 Perilaku Merokok di Kairatu Barat......... 192
6.2.7 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat
dalam Hal BAB di Jamban...................... 193
6.2.8 Aktivitas Fisik Masyarakat Kairatu Barat. 196
6.3 Perilaku Kesehatan di Kecamatan Taniwel.. 199
6.3.1 Masyarakat Taniwel............................... 200
6.3.2 Akses Air di Taniwel................................ 201
6.3.3 Kebiasaan BAB di Jamban di Taniwel..... 202
6.3.4 Aktivitas Fisik Masyarakat Taniwel......... 202
6.4
6.5
Penutup
Daftar Pustaka
Index
203
203
205
210
212
212
213
............................................................... 215
............................................................... 233
............................................................... 239
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 5.1
Tabel 5.2
xii
88
90
96
100
106
112
128
137
146
DAFTAR GAMBAR
xiii
xiv
xv
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 6.1
Gambar 6.1
Gambar 6.2
Gambar 6.2
Gambar 6.3
Gambar 6.4
Gambar 6.3
Gambar 6.4
Gambar 6.5
xvi
149
156
160
167
174
176
185
187
188
188
199
Pendahuluan
Bab 1
Dasar ketiga yakni variasi selisih nilai IPKM 2007 dan 2013 (delta)
menggunakan penghitungan model 2007.
Status ekonomi PSE tahun 2011 memberikan 2 kategori
untuk setiap kabupaten/kota, yakni kategori miskin dan
non miskin. Disebut kategori miskin, jika dalam satu wilayah
kabupaten/kota memiliki persentase rata-rata jumlah keluarga
berstatus ekonomi miskin lebih dari 13,6%. Sedangkan kategori
non miskin diberikan jika satu kabupaten/kota memiliki jumlah
keluarga berstatus ekonomi miskin kurang dari 13,6%. Kabupaten
SBB berdasarkan PSE 2011 merupakan daerah miskin.
Konsep kemiskinan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) adalah kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar (BPS Kab. SBB, 2011). Artinya kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung
Garis Kemiskinan (GK). Jika dilihat kecenderungannya, garis ke
miskinan Kabupaten SBB pada tahun 2011-2013 mengalami
penurunan, artinya jumlah kemiskinan makin berkurang. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.
10
11
2013 = 0,6033. Setelah nilai IPKM 2013 dikurangi nilai IPKM 2007
didapat selisih nilai positif 0,1704 (nilai delta) untuk Kabupaten
SBB. Artinya terjadi sedikit kenaikan untuk IPKM Kabupaten SBB
secara keseluruhan.
Berdasarkan tiga kriteria di atas, maka Kabupaten SBB
terpilih mewakili keadaan status sosial ekonomi miskin (ber
dasarkan PSE 2011), non DBK di tahun 2007 dengan selisih
kenaikan IPKM hanya sedikit (stagnan). Setiap pertemuan sel
ketiga kriteria tersebut diwakili satu wilayah untuk dilakukan
penggalian studi. Selain Kab. SBB, di bawah ini akan ditampilkan
semua wilayah dalam studi ini berdasarkan kriteria masingmasing.
Status Sosial
Ekonomi
Delta IPKM
2007-2013
Status DBK
DBK
PDBK
Non Miskin
(PSE <rata2
PSE)
< Mean -1
SD
Padang
Sidempuan
Mean -1SD
s/d + 1 SD
Lombok
Barat
> Mean +1
SD
Non DBK
Non PDBK
Murung
Raya
Miskin
< Mean -1
(PSE>= rata- SD
rata PSE)
Mean -1SD
s/d + 1 SD
Tojo Unauna
> Mean +1
SD
Wakatobi
Tolikara
Gunung
Kidul
SBB
Nagan Raya
12
13
Bab 2
15
16
Kawa, Eti, dan Kairatu yang berada di Pulau Seram dan pulaupulau terpisah sebanyak 67 pulau, di mana pulau yang dihuni
sebanyak 11 pulau dan yang tidak dihuni sebanyak 56 pulau
Pada tahun 2010 terjadi pemekaran wilayah, yang semula
4 kecamatan menjadi 11 kecamatan yaitu Huamual Belakang,
Kepulauan Manipa, Seram Barat, Huamual, Kairatu, Kairatu
Barat, Inamosol, Amalatu, Elpaputih, Taniwel dan Taniwel Timur.
Sebelas kecamatan tersebut terbagi menjadi 92 desa dan 109
dusun. Pada tahun 2012 terjadi pemekaran lagi sehingga jumlah
dusun menjadi 110.
17
18
Gambar 2.2 Lapangan Pekerjaan Utama Penduduk SBB 2007 & 2013
Sumber: SBB dalam Angka 2007 & 2013
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
Bab 3
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
Gambar 3.2 Suasana Penimbangan dan Pengisian KMS oleh Tenaga Gizi
dan Kader di Posyandu Waihatu.
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015
64
65
66
67
68
69
70
71
72
Bagi ibu balita, sejak umur 3 bulan bayi sudah bisa diper
kenalkan makanan dan minuman pendamping ASI. Pisang,
kuning, telur rebus, bubur nasi & singkong yang disaring,
hingga makanan bayi pabrikan merupakan makanan yang
biasa diberikan pada bayi.
73
74
75
sejak tahun 2008 yang lalu. Oleh karena itu, kita masih
terus memberikan penyuluhan untuk memanfaatkan lahan
rumah sebagai penyediaan sumber pangan yang sehat bagi
keluarga.
Upaya lain yang dilakukan dalam menyejahterakan
masyarakat yang memiliki penghasilan minim lain yakni
pemberian pendampingan dan bimbingan kepada petani
asli. Dengan bantuan dana dari Negara Amerika Serikat
melalui program IFAD (International Fund Agroculture
Development), petani penduduk lokal, bukan pendatang,
mendapatkan bantuan modal, sekaligus pendampingan
penanaman tanaman pangan. Tanaman yang ditanam dise
suaikan dengan kecocokan lahan dan keinginan masyarakat.
Hingga kini, berdasarkan pengakuan Kepala BKP Kabupaten
SBB, telah ada 22 desa 220 kelompok mandiri dari 3000 KK
miskin yang mendapat bantuan ini. Kegiatan yang memiliki
konsep Bergizi, Beragam, Berimbang masih memiliki ken
dala pemasaran produk tanamnya.
76
77
78
79
80
BAB 4
Polesan Wajah
Pelayanan Kesehatan di SBB
Rais Yunarko
81
82
2013 ada sebanyak 7.169 tenaga kesehatan, yang terdiri dari 584
tenaga medis (dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi); 3.175
perawat; 1.380 bidan; 245 kefarmasian; 394 gizi; 329 puskesmas;
316 sanitarian; 180 teknisi medis; dan 26 fisioterapis (Dinkes
Provinsi Maluku, 2014).
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di wilayah
Provinsi Maluku selama beberapa tahun ini masih mengandalkan
dokter PTT dan Bidan PTT. Untuk pemenuhannya dokter PTT
dan perawat PTT sendiri dikoordinasikan oleh Kementerian
Kesehatan. Kepmenkes No. 1086/ Menkes/SK/XI/2009 dan
Permenkes No. 1231/MENKES PER/XI/2007 (dalam Oktarina
dan Sugiharto, 2011) menyebutkan bahwa kebijakan mengenai
penugasan khusus SDM kesehatan ditetapkan oleh pemerintah
pusat dengan memeperhatikan usulan dari pemerintah daerah.
Dalam mencakup pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi Maluku juga mempunyai kebijakan-kebijakan dan tero
bosan dalam mendekatkan pelayanan kesehatan, di antaranya
adalah Regionalisasi Sistem Rujukan Gugus Pulau, Flying
Health Care (FHC)/Flying Medical Service (FMS), dan Sailing
Medical Service (SMS). Terkait regionalisasi sistem rujukan
gugus pulau dibahas dalam bab tersendiri. FHC/FMS dan SMS
merupakan program dari Dinas Kesehatan Provinsi Maluku untuk
memberikan pelayanan ke daerah yang terpencil, sulit dijangkau
dan berada di pulau-pulau terluar di Provinsi Maluku.
Menurut penuturan Kepala Dinas Kesehatan Tahun 2010,
dr. Basalamah Fatma melaui Republika Online, SMS dimulai
tahun 2006 di RSU Tulehu. Pada awalnya, kegiatan SMS hanya
melakukan kegiatan kuratif dan baru menjangkau wilayah di
sekitar Tulehu. Kemudian, program SMS ini dikembangkan dengan
83
84
85
86
87
88
No.
Regionalisasi Rujukan
1.
Wilayah Utara
2.
Wilayah Timur
RSUD Bula
3.
Wilayah Barat
RSUD Piru
4.
Wilayah Tenggara
5.
6.
7.
Wilayah Selatan
RSU Namrole
8.
9.
Wilayah Gerbang
Tengah Kota Ambon
10.
Wilayah Gerbang
Selatan Kota Ambon
Sumber: Peraturan Gubernur Maluku Nomor: 20 tahun 2013 tentang Regionalisasi Sistem
Rujukan Gugus Pulau Provinsi Maluku
89
Puskesmas Satelit
1.
Puskesmas Piru
2.
Puskesmas Waesala
3.
Puskesmas Kairatu
4.
Puskesmas Taniwel
Sumber: Keputusan Bupati Seram Bagian Barat Tahun 2014 tentang Penetapan Puskesmas
Pusat Gugus Dalam Implementasi Pelayanan Kesehatan Berbasis Gugus Pulau di
Kabupaten Seram Bagian Barat
90
91
92
93
94
95
Kecamatan
Pustu*
Pustu**
Pustu***
Elpaputih
Amalatu
Kairatu
Inamosol
Kairatu Barat
Seram Barat
11
12
12
Huamual Depan
Huamual Belakang
10
Manipa
10
Taniwel
11
Taniwel Timur
53
57
55
Jumlah
Sumber: *Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 2014; **BPS Kabupaten Seram
Bagian Barat, 2014; ***Keputusan Bupati Seram Bagian Barat Nomor 449-70a Tahun 2014
96
97
98
99
Kecamatan
Jumlah
Desa
Jumlah
Dusun
Poskesdes/
Polindes
Elpaputih
Amalatu
Kairatu
Inamosol
Kairatu Barat
Seram Barat
13
Huamual Depan
39
17
Huamual Belakang
25
14
Manipa
13
10
Taniwel
19
11
Taniwel Timur
15
16
92
112
83
Jumlah
100
101
102
Gambar 4.6 Jumlah Dokter Umum PTT, Dokter Gigi PTT dan Bidan
PTT Aktif Menurut Kriteria Wilayah di Provinsi Maluku Tahun 2013
Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Maluku 2013
103
104
105
Jumlah
Penduduk*
11.198
4.726
52.847
26.752
5.405
23.813
13.358
6.466
29.376
13.956
5.941
Jumlah
Dokter **
3
1
2
0
1
8
1
1
2
2
1
106
107
108
109
110
111
Kecamatan
Puskesmas
Jumlah
Dukun
Dukun
Bermitra
1.
Elpaputih
Elpaputih
14
2.
Amalatu
Tomalehu
18
18
3.
Kairatu
Kairatu
23
14
Waimital
17
17
4.
Inamosol
Inamosol
18
13
5.
Kairatu Barat
Kairatu Barat
16
16
6.
Piru
Piru
29
28
7.
8.
112
Huamual
Belakang
11
11
IHA
Luhu
Telaga Kambelu
20
18
Waisala
18
18
Buano Selatan
12
Tahulupu
10
10
9.
Manipa
Tomalehu Timur
15
15
10.
Taniwel
Taniwel
30
30
11.
Taniwel Timur
Uwen Pantai
30
30
285
268
Jumlah
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat, 2013. Laporan KIA Tahun 2013
113
114
115
116
117
118
119
120
berani dan mau, ada juga kriteria lainnya: harus cekatan dan
pernah melahirkan.
Berdasarkan cerita dari salah satu dukun terlatih di
Kecamatan Taniwel, orang tuanya dalam praktik (dukun)
menolong persalinan berbeda dengan sekarang. Misalnya saja
memotong tali pusar menggunakan sembilu/bamboo, kemudian
untuk tali pusar menggunakan abu dari buah pinang yang dibakar
hangus kemudian dihaluskan menggunakan sendok. Ada juga tali
pusar bayi yang disemprot menggunakan air sirih pinang yang
sudah dikunyah.
Penerapan kemitraan antara dukun bayi dan bidan di
beberapa desa di Kecamatan Taniwel dan Kairatu Barat sangat
dipengaruhi kerjasama antara bidan dan dukun bayi.
Penerapan kerjasama dalam menolong proses persalinan ini
sangat tergantung peran aktif bidan sebagai tenaga kesehatan
di desa.
121
122
123
124
Saran
Perlu ada dukungan kebijakan dari pemerintah daerah
terkait dengan pemenuhan pelayanan kesehatan, terkait dengan
pemenuhan tenaga kesehatan, dan pelayanan ibu bersalin di
Kabupaten Seram Bagian Barat.
125
Bab 5
127
posisi ke-2 setelah Kabupaten Buru. Hyal ini terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 5.1 IPKM Indikator Kesehatan Reproduksi Per Kabupaten di
Provinsi Maluku Tahun 2013
NO.
Nama Kabupaten
KB
MKJP
Kunjungan
K4
KEK
WUS
1.
10.36
43.39
32.21
2.
Maluku Tenggara
15.65
38.76
30.05
3.
Maluku Tengah
8.49
38.07
33.78
4.
Buru
9.74
45.61
21.70
5.
Kep. Aru
6.69
26.69
47.60
6.
3.29
16.06
26.86
7.
2.85
6.57
41.87
8.
2.76
23.57
51.74
9.
Buru Selatan
0.70
9.96
13.83
10.
11.
Ambon
Tual
4.43
11.01
45.12
41.53
31.67
41.24
Provinsi Maluku
Nasional
6.7
11.28
35.46
60.93
32.11
20.97
128
129
Gambar 5.1 Pelayanan ANC pada Ibu Hamil di salah satu Posyandu
Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten SBB
Sumber : Dokumen Peneliti, Februari 2015
130
131
132
133
134
Pelaksanaan Program
Bagian KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten SBB mengaku
bahwa pendanaan menjadi salah satu kendala utama dalam
pelaksanaan program-program yang ada selama ini.
Banyak usulan program yang tidak diterima karena terbatasnya
dana yang ada. Seperti telah disebutkan di atas, bahkan pada
tahun 2011, sempat terjadi kevakuman program karena keter
batasan dana.
Kesulitan pelaksanaan program terutama untuk daerahdaerah yang sulit dijangkau, seperti daerah pulau-pulau. Pihak
pengelola program sendiri berharap, jika ada peningkatan
dana ke depan, maka banyak program yang bisa berjalan lebih
maksimal.
Ya kalau untuk pendanaan itu minimal bagi kami itu, lebih baik
banyak kegiatannya jadi lebih banyak minta dananya. Itu saja.
Sebenarnya kita kalau cuma suruh kumpul itu sebetulnya bisa,
tapi transport dan lain-lain itu, Bu, to? untuk kegiatan sosialisasi
atau kegiatan lain-lain [] Dananya kan terbatas, jadi kalau kita
dapat dana itu bagi kami ya cukup bagus. Untuk pengembangan
kegiatanlah. Karena bagi bidan-bidan, mereka bilang kan ini
aduh, kegiatan banyak jadi kalau tidak kumpul kan kita berbagi
pengalaman.
135
Sumber Daya
Jumlah petugas pada program KIA di Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB sebanyak 3 orang, yang kesemuanya berlatar
pendidikan Bidan Pendidik. Dengan jumlah sebanyak itu, mereka
mengaku masih merasa kurang karena seringkali harus melakukan
pencatatan laporan yang cukup banyak (dari 17 Puskesmas).
Selain itu, sarana dan prasarana juga dirasa masih minim, seperti
tidak tersedianya komputer untuk Program. Padahal, komputer
dirasa cukup penting dalam membuat laporan. Secara kapasitas,
mereka juga mengaku masih kurang. Meski sudah sering (selalu
ada program setiap tahunnya) mendapatkan pelatihan-pelatihan
dari tingkat provinsi maupun nasional. Sementara itu, untuk
sumberdaya di puskesmas-puskesmas, menurut pemegang
program KIA di kabupaten, rasio bidan dirasa sudah mencukupi,
hanya saja selama ini distribusinya yang belum merata.
Kalau kita di SBB ini ada 188 bidan, sarjana mudanya ada 98
orang, sisanya itu diploma satu [] Kalau bagi kami itu sudah
cukup. Cuma distribusinya. Kebanyakan lebih banyak di kota,
ikut suami. Kebanyakan begitu. 188 kalau rasio 100 sudah lebih
begitu kan, tapi kalau lihat distribusinya masih kurang. Kalau
di puskesmas itu yang ada kepulauan bidan cuma 3 saja, satu
puskesmas itu. Padahal itu yang banyak karena mereka daerah
kepuluan. Itu di Talaga Kambelo itu dua saja. Padahal itu ibu,
jauhnya. Saya pernah ke sana sampai nangis. Karena jauhnya,
maksudnya, lautannya. Mereka kalau pelayanan dengan kapal
kecil itu, to? Tidak ada jalan daratnya. Jadi singgah-singgah,
baru ke gunung.
136
Nama Puskesmas
J.Bidan
J.Desa
1.
Elpaputih
2.
Tomalehu
11
3.
Kairatu
17
4.
Waimital
12
5.
Kairatu Barat
12
6.
Piru
7.
Tanah Goyang
8.
Iha
9.
Luhu
10.
Talaga Kambelo
11.
Waisala
12.
Tahalupu
13.
Buano Selatan
14.
Tomalehu Timur
15.
Taniwel
14
19
16.
Uwen Pantai
15
17.
Inomosol
137
138
139
140
141
142
143
144
145
MKJP
Non MKJP
Total
2007
9,36 %
47,55%
56,92%
2013
6,55%
23,10%
29,35%
Pelaksanaan Program
KB MKJP merupakan KB yang dianggap paling efektif
dalam mencegah/membatasi kehamilan, karenanya merupakan
indikator dalam Kesehatan Reproduksi IPKM. Namun, pada
prakteknya, persentase partisipasi masyarakat terhadap KB jenis
ini masih rendah. Banyak faktor yang sebenarnya melatar- bela
kangi rendahnya persentase KB jenis ini. Jangka waktunya yang
cenderung lama, dan pemasangannya yang relatif lebih rumit
menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat enggan
menggunakan KB MKJP. Selain itu, karena jangka waktunya yang
lama, ada kekhawatiran dari peserta KB jika tidak cocok dengan
penggunaan KB jenis ini maka akan kesulitan untuk berganti.
Faktor lainnya adalah tidak tersediannya alat dan tenaga
kesehatan. Pemasangan alat kontrasepsi MKJP umumnya
lebih rumit (terutama IUD) dan tidak semua bidan yang ada di
desa atau puskesmas memiliki kemampuan untuk melakukan
pemasangan.
Di Puskesmas Taniwel misalnya, para bidan di sana mengaku
tak ada satu pun yang pernah mendapat pelatihan untuk
melakukan pemasangan alat KB IUD.
146
147
148
Kendala-Kendala
Hal-hal teknis seperti sering terjadinya keterlambatan
distribusi alkon adalah kendala yang cukup serius dalam
pelaksanaan program. Hal ini diakui oleh pelaksana program
di BKKBN, Pak A Kadang-kadang kita obatnya kan dari provinsi
ya, kadang terlambat. Hal senada diungkapkan Ibu N di
Dinkes Kabupaten SBB, Jadi untuk alkesnya, alkonnya itu yang
kurang bagi bidan-bidan itu beli sendiri. Bidannya yang beli.
Ketika dikonfirmasikan ke beberapa bidan di Puskesmas
Taniwel dan Kairatu Barat, mereka memang mengeluhkan hal ini.
Untuk mengatasi kekosongan alkon ini, klinik-klinik KB kemudian
harus menyediakan alkon secara mandiri dengan cara membeli.
149
150
Kesadaran Masyarakat
Hal lain yang juga menjadi kendala pelaksanaan KB di
masyarakat adalah juga kesadaran masyarakat itu sendiri. Seperti
yang dikeluhkan oleh Ibu Y, seorang kader KB di Desa Taniwel,
mengaku seringkali mendapat bantahan masyarakat ketika ia
menyarankan mereka untuk ber-KB. Bapaknya bilang hutan
Seram masih besar, guna apa larang-larang. Itu yang kasih makan
kasih pakaian bukan dong.
Kesadaran yang lain adalah terkait KB Pasca bersalin,
yakni KB yang segera dilakukan setelah persalinan. Bagi para
ibu, KB jenis ini ideal karena kemungkinan segera hamil lagi
bisa dihindarkan. Namun, beberapa bidan menyebutkan,
kadang-kadang sulit menyarankan seorang ibu untuk mau
melakukan KB Pasca bersalin. Menurut Ibu N, alasannya lebih
pada kebiasaan dan kepercayaan yang ada di masyarakat, yang
baru mau melakukan KB setelah masa nifas berakhir (40 hari
pasca melahirkan). Tapi kita di sini ini kebanyakan ndak mau.
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat
151
152
153
154
155
156
5.4.1 Kesimpulan
1. Secara cakupan, untuk K4 di Kabupaten SBB sudah lumayan
(sekitar 70%). Sedangkan untuk program KB, terjadi
penurunan jika dibandingkan tahun 2007. Meskipun
begitu, secara umum sudah ada kesadaran untuk ber-KB di
masyarakat, namun kebanyakan adalah jenis KB Non-MKJP.
KB MKJP yang banyak diminati adalah implan. Sementara
untuk KEK pada WUS, selama ini memang belum ada
program. Program KEK lebih pada KEK ibu hamil.
2. Pembiayaan untuk program kesehatan reproduksi di Seksi
KIA Dinkes Kabupaten SBB selama ini terutama bersumber
dari APBD kabupaten. Kadang-kadang ada juga bantuan dari
APBD Provinsi untuk menunjang kegiatan. Sementara untuk
tingkat Puskesmas, pembiayaan berasal dari dana BOK.
Khusus untuk program KB, secara keseluruhan pembiayaan
dilakukan bersama dengan BKKBN.
3. Dari sisi sumber daya manusia, secara jumlah bidan yang ada
saat ini sudah mencukupi. Namun penempatannya dianggap
belum merata. Beberapa puskesmas memiliki bidan yang
lebih sedikit dari jumlah wilayah kerjanya, sementara
beberapa puskesmas memiliki bidan yang melebihi rasio
cakupan wilayah. Sementara untuk petugas lapangan KB
dirasa masih kurang.
4. Alat-alat kesehatan untuk pelayanan ibu hamil dan me
lahirkan yang dimiliki oleh bidan tidak lengkap. Sementara
untuk program KB, alat-alat kontrasepsi juga sering meng
157
5.4.2 Saran/Rekomendasi
1. Adanya prioritas anggaran untuk program Kesehatan Repro
duksi, sehingga pelaksanaan program bisa lebih maksimal
dan menjangkau seluruh wilayah di Kabupaten SBB.
2. Adanya program dan penganggaran untuk KEK pada WUS.
3. Pemerataan tenaga bidan sesuai dengan kebutuhan wila
yah dan memaksimalkan pelayanan di wilayah-wilayah yang
selama ini dianggap sulit (daerah kepulauan atau pegu
nungan).
4. Penyediaan alat-alat kesehatan yang memadai di puskesmas
dan pustu-pustu.
5. Distribusi alat kontrasepsi yang tepat waktu, peningkatan
kapasitas bidan/nakes dalam pemasangan alat KB (MKJP),
dan penyuluhan serta sosialisasi tentang KB MKJP secara
lebih intensif.
6. Pelibatan tokoh-tokoh masyarakat secara lebih intensif dalam
sosialisasi dan pelaksanaan program.
158
Bab 6
Dwi Priyanto
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
terdapat sarana air bersih. Dalam hal ini, ketersediaan air bersih
adalah faktor pemungkin dalam perilaku sehat.
Dunia pendidikan juga ikut berkontribusi dalam pening
katan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Seperti
disebutkan di awal, bahwa sektor pendidikan mendapatkan
alokasi anggaran yang paling besar dari APBD Kabupaten, me
nunjukkan Pemerintah Daerah mempunyai komitmen kuat
untuk mencerdaskan generasi mudanya. Masyarakat yang lebih
terdidik akan lebih mudah mencerna informasi yang didapatnya.
Berkaitan dengan perilaku kesehatan, daya tangkap dan tingkat
pemahaman tentang kesehatan juga akan lebih banyak dimiliki
golongan masyarakat ini.
Di era informasi dan komunikasi sekarang ini, arus
informasi bisa didapat dari banyak media, tidak terkecuali di
Kabupaten SBB. Informasi tentang kesehatan banyak dimuat baik
lewat media cetak maupun elektronik. Dari observasi selama
di lokasi penelitian, televisi adalah media yang paling dominan
dapat diakses oleh masyarakat SBB, sementara internet dan
media cetak belum banyak bisa diakses. Baik langsung maupun
tidak, informasi tentang perilaku sehat banyak diperoleh dari
program-program televisi sehingga cepat atau lambat akan
berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat.
Dari segi tradisi, penulis tidak menemukan adanya adat
atau nilai lokal yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan
baik positif maupun negatif. Hanya sedikit saja, itupun bukan
milik asli penduduk pribumi, adanya kepercayaan dari masyarakat
Buton yang tinggal di Desa Kamal bahwa bayi yang belum
berumur 40 hari tidak diperbolehkan keluar dari rumah.
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
Gambar 6.3 Instalasi Sumur Tenaga Surya dan Bak Penampung Air di
Desa Lohiatala
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015
188
189
190
191
192
193
194
dari salah satu kepala raja (kepala desa), beberapa kali wilayah
desanya mendapat dana bantuan untuk pembangunan jamban
umum. Namun setiap kali selesai dibangun, sarana ini tidak
bisa dipergunakan dalam jangka waktu yang lama. Rendahnya
partisipasi warga pengguna untuk ikut merawat jamban umum
ini menjadi pokok permasalahan. Seringkali warga yang selesai
buang air besar tidak mau membersihkan jamban tersebut
sehingga menyebabkan orang lain yang akan menggunakan jam
ban tersebut harus membersihkannya terlebih dahulu. Hal ini
juga tidak berlangsung terus-menerus karena akhirnya orang
tidak mau lagi membersihkan jamban tersebut dari kotoran
orang lain. Akhirnya jamban tersebut menjadi tidak terurus dan
rusak. Warga kembali melakukan aktivitas buang air besar secara
sembarangan.
Beberapa kendala yang terkait dengan kebiasaan masya
rakat yang sulit berubah menyebabkan masih tingginya angka
BABS. Meskipun sudah mendapat penyuluhan dari petugas
puskesmas dan sudah tersedia jamban keluarga maupun jamban
umum, sebagian masyarakat masih enggan untuk memakai
jamban dalam perilaku BAB. Beberapa warga mengaku tidak
nyaman saat melakukan aktivitas buang air besar di jamban,
bahkan ada juga yang bilang kalau tinja tidak mau keluar saat
buang hajat di jamban. Kebiasaan yang sudah berlangsung lama
ini sepertinya sulit untuk diubah meskipun mereka tahu dampak
buruk dari perbuatan tersebut.
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
bisa dari pihak gereja maupun dari instansi kesehatan, dalam hal
ini Puskesmas Kairatu Barat.
Biasanya, saat gereja merencanakan kegiatan sosialisasi
atau penyuluhan kesehatan dengan sasaran kelompok tertentu
(ada kelompok remaja, kelompok perempuan, dan lainnya),
pengurus mengumpulkan kelompok ini di gereja dan mengundang
petugas kesehatan untuk memberikan materi sosialisasi sesuai
tema yang diinginkan. Begitu pula sebaliknya, jika pihak Puskes
mas bermaksud mengadakan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi
dengan tema yang sudah ditentukan, mereka akan meminta
pihak gereja untuk mengumpulkan kelompok jemaat tertentu
sesuai tema penyuluhan yang akan diberikan.
Selain pendidikan kesehatan yang diberikan melalui
petugas kesehatan, gereja juga secara aktif melakukan edukasi
kesehatan secara mandiri. Gereja mempunyai kegiatan rutin
berupa sekolah minggu. Di dalam pengajarannya terdapat materi
tentang kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih. Ajaran
ini disampaikan sendiri oleh pengasuh sekolah minggu.
Kesehatan mempunyai tempat tersendiri dalam pela
yanan Gereja Kristen Protestan. Kesehatan merupakan kebutuhan
yang langsung dapat dirasakan bagi kehidupan, dan secara
historis seringkali digunakan sebagai media pengabaran Injil
bersama dengan pendidikan. Pelayanan kesehatan ke masyarakat
yang dilakukan gereja merupakan bagian dari pelayanan kepada
umat.
Di Kecamatan Kairatu Barat juga terdapat Gereja Advent.
Dalam pandangan Gereja Advent, kesehatan adalah bagian dari
peribadatan. Mereka mempunyai pandangan bahwa tubuh adalah
Bait Roh Kudus yang diperoleh dari Allah, sehingga melakukan
207
208
209
210
211
6.5.1 Kesimpulan
1. Di Kabupaten Seram Bagian Barat, Promosi Kesehatan
sebagai program promotif dan preventif yang berfokus
membangun perilaku sehat di masyarakat lebih banyak
dilakukan oleh Puskesmas dengan dukungan yang minim
dari Pemerintah Daerah. Program berjalan dengan hanya
dukungan dari bantuan Dana BOK. Peran Dinas Kesehatan
Daerah sebagai SKPD yang mewakili Pemerintah Daerah
masih dirasa kurang.
2. Peningkatan angka indikator perilaku kesehatan lebih banyak
terkontribusikan dari sektor penunjang non kesehatan,
yaitu meningkatnya perekonomian, pembangunan sarana
fisik, terutama penyediaan sarana air bersih dan sektor
pendidikan.
3. Potensi pemberdayaan masyarakat yang paling menonjol
di Kabupaten SBB yakni peran dari tokoh agama dalam
mempromosikan kesehatan. Dalam praktik promosi kesehat
an, potensi ini masih belum tergali optimal.
4. Belum banyak kebijakan Pemerintah Daerah yang dihasilkan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui upaya promotif dan preventif. Pelaksana Program
Promosi Kesehatan di tingkat kabupaten maupun puskesmas
hanya mengacu pada kebijakan pusat dalam pelaksanaan
kegiatannya.
212
6.5.2 Saran
1. Perlu bantuan advokasi dari Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Provinsi untuk memperkuat komitmen dari
pengambil kebijakan di Kabupaten Seram Bagian Barat dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya melalui
upaya promotif dan preventif.
2. Perlu peningkatan kerjasama dalam menjalankan program
promosi kesehatan dengan sektor nonformal terutama
gereja, mengingat potensi dan motivasi yang dimiliki gereja
cukup besar dalam mempromosikan kesehatan, yang pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas perilaku
sehat masyarakat Seram Bagian Barat.
213
Penutup
Studi kasus penggalian permasalahan kesehatan di Kabu
paten SBB Provinsi Maluku dengan menggunakan pendekatan
kualitatif salah satunya bertujuan melengkapi laporan Buku IPKM
jilid 2 yang telah terbit di akhir Tahun 2014. Ada 9 kabupaten/kota
selain Kabupaten SBB diharapkan mampu mewakili gambaran
penjelasan perkembangan sebagian indikator kesehatan di
Indonesia. Walaupun begitu, gambaran kesehatan masyarakat kali
ini belum bisa mendetail dan menyeluruh, karena keterbatasan
hari penggalian data selama di lapangan. Penggambaran data
sebatas deskriptif.
Berdasarkan kecenderungan IPKM 2007-2013, ada 4
sub indikator yang mencolok dibedah dalam buku ini. Indi
kator tersebut yakni kesehatan balita, pelayanan kesehatan,
kesehatan reproduksi, dan perilaku kesehatan masyarakat. Dari
4 sub indikator itu, hanya perilaku kesehatan yang memiliki
kecenderungan meningkat (positif). Berdasarkan penggalian
data secara langsung, indikator perilaku kesehatan positif secara
umum disebabkan dominasi kontribusi lintas sektor. Sektor
perekonomian, pendidikan, dan sarana prasarana lingkungan
(air bersih) mengalami peningkatan besar. Hal inilah yang kami
yakini mampu mendongkrak peningkatan perilaku kesehatan
masyarakat Kabupaten SBB secara umum.
Indikator kesehatan gizi balita dan kesehatan reproduksi
secara umum memang mengalami stagnasi, bahkan dimungkin
kan menurun di lokasi geografis terpencil dan sulit terjangkau
(kepulauan dan pegunungan). Sarana dan prasarana yang minim
215
216
217
218
Output (3)
Pembangunan kesehatan di
kabupaten SBB masih sangat
tertinggal, dinas kesehatan sebagai
pelaksana pembangunan kesehatan
seringkali tidak mampu menjalankan
program-programnya.
Pelaksanaan kebijakan gugus pulau
dalam prosesnya berjalan belum
optimal.
Jumlah desa siaga yang terbentuk di
kabupaten SBB masih belum sesuai
dengan yang diinginkan.
Pelaksanaan KTR masih sebatas di
Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten
SBB dan dalam praktek sehari-hari
masih sering dilanggar baik oleh
internal maupun eksternal personil
kantor.
219
Output (3)
Beberapa laporan kegiatan tidak
ada dikarenakan pegawainya tidak
melaksanakan tupoksinya.
Pelayanan kesehatan di Kabupaten
SBB masih jauh dari harapan,
meskipun pemerataan fasilitas
kesehatan sudah hampir merata
namun cakupan tenaga kesehatan
masih kurang, demikian pula dengan
pemerataan tenaga kesehatan di
daerah.
Beberapa tenaga kesehatan tertentu
masih kurang dalam hal jumlah
maupun kualifikasinya.
220
a) Dana Pemda
(otonom)
b) Dana Bantuan
Provinsi
3. Pembiayaan
Output (3)
Proses (2)
221
a) Peralatan
Kesehatan
b) Obat-obatan
c) Sarana
4. Logistik
Proses (2)
Pembiayaan untuk program kesehatan
reproduksi di Seksi KIA Dinkes
Kabupaten SBB selama ini terutama
bersumber dari APBD kabupaten.
Kadang-kadang, ada juga bantuan
dari APBD Provinsi untuk menunjang
kegiatan. Sementara untuk tingkat
Puskesmas, pembiayaan berasal dari
dana BOK. Khusus untuk program
KB, secara keseluruhan pembiayaan
dilakukan bersama dengan BKKBN.
Alat-alat yang digunakan untuk
posyandu hanya alat timbang BB kain
(dachin), sebagian timbang badan
injak secara swadaya. Tidak ada alat
pengukuran tinggi/panjang badan.
Alat-alat kontrasepsi sering mengalami
keterlambatan distribusi, sehingga
sebagian besar masyarakat yang ingin
ber-KB harus melakukan KB Mandiri. Di
sisi lain, beberapa bidan memiliki
Secara cakupan, untuk K4 di
Kabupaten SBB sudah lumayan
(sekitar 70%). Sedangkan untuk
program KB, terjadi penurunan
jika dibandingkan tahun 2007.
Meskipun begitu, secara umum
sudah ada kesadaran untuk ber-KB
di masyarakat, kebanyakan jenis KB
Non-MKJP. KB MKJP yang banyak
diminati adalah implan. Sementara
Output (3)
yang minim dari Pemerintah
Daerah. Program berjalan dengan
hanya dukungan dari bantuan
Dana BOK. Peran Dinas Kesehatan
Daerah sebagai SKPD yang mewakili
Pemerintah Daerah masih dirasa
kurang.
222
5. Monitoring Evaluasi
a) Monitoring
Evaluasi dari
Dinas Kesehatan
Kabupaten
terhadap
Puskesmas
sebagai SKPD di
bawahnya.
b) Monitoring
Evaluasi dari
Proses (2)
Output (3)
pengetahuan yang terbatas dalam
untuk KEK pada WUS, belum ada
pemasangan alat KB MKJP.
program. Program KEK lebih pada
Peningkatan indikator perilaku
KEK ibu hamil.
kesehatan lebih banyak terkontribusikan Rasio Posyandu per desa di
dari sektor penunjang non kesehatan
Kabupaten SBB sebesar 2,42. Ini
yaitu meningkatnya perekonomian,
artinya, masih belum memenuhi
pembangunan sarana fisik terutama
kecukupan jumlah posyandu di
penyediaan sarana air bersih, dan
semua desa.
sektor pendidikan.
223
Proses (2)
tiap bidang untuk berkumpul di
kabupaten tidak bisa dilakukan secara
reguler mengingat keterbatasan
anggaran yang dimiliki.
6. Lintas Sektor
Kerjasama lintas sektor masih terbatas
a) Ada beberapa
di kalangan pemerintah. Belum
peraturan tingkat
ada pelibatan sektor swasta dalam
provinsi dalam
menangani masalah gizi balita.
menangani kegiatan Tokoh masyarakat dan agama belum
secara lintas sektor,
banyak dilibatkan dalam memahami
seperti Keputusan
dan memecahkan masalah kesehatan
Gubernur Maluku
gizi balita.
No. 159 Tahun
Pelayanan ibu bersalin oleh tenaga
2002 tentang
kesehatan di fasilitas kesehatan masih
Pembentukan
menemui banyak kendala dan belum
Tim Pangan & Gizi
mendapatkan dukungan kebijakan baik
(TPG).
dari pemerintah kabupaten maupun
b) Instansi Pemerintah
pemerintah desa. Kemitraan dukun
c) Instansi Swasta
bayi dan bidan juga belum berjalan
d) Tokoh masyarakat dan
maksimal dan belum didukung oleh
Tokoh agama
kebijakan dari pemerintah daerah.
Output (3)
224
Kesenjangan (4)
Peraturan undang-undang mengenai
pembiayaan kesehatan 10% dari APBD
di luar gaji pegawai masih belum
bisa diterapkan di Kabupaten SBB.
Komitmen dari pemerintah daerah untuk
mengentaskan masalah kesehatan dalam
bentuk dukungan anggaran APBD belum
secara penuh dan masih perlu mendapat
dukungan dana dari pusat dalam bentuk
BOK, JKN maupun sokongan anggaran
lainnya.
Pelaksanaan kebijakkan Gugus Pulau
dalam pelayanan kesehatan di Kabupaten
SBB oleh tenaga kesehatan di kabupaten
tidak dapat dijalankan karena tidak ada
dukungan peraturan setempat beserta
ketersediaan anggarannya.
Kendala Dinas Kesehatan SBB yang
terbesar dalam membentuk Desa Siaga
adalah pendanaan. Petugas program
kesulitan untuk turun ke
1. Regulasi
a. Peraturan tentang
Pembiayaan
Kesehatan
b. Regulasi tentang
Gugus Pulau
(Peraturan
Gubernur Maluku
No. 20 Tahun
2013)
c. Peraturan Derah
tentang Desa
Siaga
225
d. Peraturan Daerah
tentang KTR
Kesenjangan (4)
lokasi untuk melakukan advokasi dalam
pembentukannya. Ada beberapa kepala
puskesmas yang mau menggunakan dana
operasional BOK untuk menyiapkan Desa
Siaga di wilayahnya, namun tidak semua
puskesmas berkomitmen yang sama dalam
mewujudkan program ini.
Kebijakan KTR belum didukung oleh
peraturan yang resmi. Kebijakan internal
pimpinan juga belum sepenuhnya ditaati
oleh personal instansi kesehatan setempat.
226
Kesenjangan (4)
Anggaran kegiatan untuk Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB yang bersumber dari APBD
cenderung turun dari tahun ke tahun.
Dinas kesehatan sebagai pengelola,
penyedia, sekaligus pembina atas
pengadaan dan pengaturan SDM seakanakan tidak berdaya menyediakan tenaga
kesehatan dan non kesehatan sesuai
kebutuhan institusi (dinas, puskesmas,
dan jaringannya), bahkan di dinas banyak
formasi jabatan struktural yang kosong,
tambal sulam.
Penempatan SDM sangat bergantung pada
personal (bupati) bukan sistem, sehingga
secara tidak langsung kinerja pegawai
diperuntukkan melayani atasan bukan
melayani masyarakat.
2. SDM
a) Peraturan Daerah
Provinsi Maluku
No. 2 Tahun 2014
tentang Sistem
Kesehatan Daerah
Bab VI Sub Sistem
SDM Kesehatan.
b) Tidak ada SDM
yang memiliki
keterampilan
Perencana &
Bendahara
secara khusus di
Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB.
c) Jumlah Tenaga
Pelaksana Gizi
(TPG) baik di
kabupaten
maupun di
227
a) Dana Pemda
(otonom)
b) Dana Bantuan
Provinsi
c) Dana Bantuan
Pusat
3. Pembiayaan
puskesmas secara
umum sudah
cukup. Dengan
lulusan pendidikan
D3 gizi dan seba
gian masih D1 gizi.
d) Dari segi jumlah,
tenaga Bidan di
Kabupaten SBB
sudah mencukupi.
e) Tenaga Promkes
f) Kader Kesehatan
di masyarakat
Kesenjangan (4)
228
a) Peralatan
Kesehatan
b) Obat-obatan
c) Sarana
4. Logistik
Kesenjangan (4)
229
5. Monitoring Evaluasi
(Monev)
a) Monitoring
Evaluasi dari
Dinas Kesehatan
Kabupaten
terhadap
Puskesmas
sebagai SKPD di
bawahnya.
b) Monitoring
Evaluasi dari
Dinas Kesehatan
Provinsi
Kesenjangan (4)
230
6. Lintas Sektor
a) Ada beberapa
peraturan tingkat
provinsi dalam
menangani
kegiatan secara
lintas sektor,
seperti SK
Gubernur
Kesenjangan (4)
Data-data yang terkumpul dari hasil kerja
para pemegang program di lapangan
hanya menjadi pajangan dan belum
menjadi dasar acuan untuk membuat
kebijakan lanjutan. Hal ini membuat para
pemegang program menurun semangatnya
untuk membuat laporan yang valid.
Dalam pikirannya sudah tercetus bahwa
data tersebut tak lebih sebatas laporan
administrasi saja sehingga proses yang
dilaksanakan juga sekedarnya saja.
231
Maluku
159/2002
tentang
Pembentukan
Tim Pandan &
Gizi (TPG).
b) Instansi
Pemerintah
c) Instansi Swasta
d) Tokoh
masyarakat dan
Tokoh agama
Kesenjangan (4)
Daftar Pustaka
233
234
235
236
237
Index
advokasi - 31, 78, 80, 166-167,
213, 224-225
AIDS - 26, 180
akses - 4, 6, 8, 22, 32-33, 52, 62,
82, 87, 95, 97-99, 117, 119,
137-139, 143, 173, 186, 201
Amalatu -
17, 94, 96, 100,
106, 108, 112
analisis - 79, 194
anggaran - 24, 28-32, 34-35,
53-55, 77-80, 91-92, 94,
115, 127, 129, 132-134, 145,
158, 161-164, 168-169, 175,
178, 203, 216, 218, 223-224,
226-228
APBD - 28-31, 54, 58, 77, 79,
92, 115, 123, 133, 157, 162,
175, 177, 184, 196, 216-217,
220-221, 224, 226-227
APBN - 29, 227
ASI - 66, 73, 179
askeskin - 47, 122
BAB - 44, 48, 81, 159, 161, 174,
193-195, 202
bantuan - 29, 59, 65, 75-77, 114,
122, 133-134, 157, 161, 168,
170, 177, 187-189, 195, 202,
212-213, 220-221, 227, 236
BGM - 6, 25
Bidan - 83, 85, 103, 108, 118,
133, 136-138, 140-141, 147148, 150, 227
BKD - 9, 76, 151
239
240
inovasi - 84
IPKM - 1-3, 7, 10-12, 15, 25-26,
38-48, 50, 102, 107, 109,
127-129, 146, 153, 159, 215,
227-228
IPM - 1
ISPA - 5, 38
IUD - 6, 143-144, 146-148
jamban - 42, 48, 159, 161, 173174, 179, 181, 187, 193-195,
202
JKN - 32, 122-124, 134-135, 177,
224
K4 - 5, 25, 39, 41, 46, 127-132,
141, 157, 221
kader - 9, 34, 56-60, 64-65, 7072, 74-75, 80, 101, 118, 140,
145, 151, 166, 168, 170-171,
201, 219-220, 227
Kairatu - 9, 17-18, 61-62, 65-67,
73-74, 86, 90, 94-97, 100,
106-108, 112, 117-119, 121,
130, 134, 137, 139-140, 145,
149, 154, 176-182, 184-186,
189-193, 196-198, 203-207,
209-210, 236-237
Kairatu Barat - 9, 17, 61-62, 6567, 73-74, 90, 95-97, 100,
106, 108, 112, 117-119, 121,
130, 134, 137, 139-140, 145,
149, 154, 176-182, 184-186,
189-193, 196-198, 203-207,
209-210, 236-237
KB - 5-6, 25, 34, 84, 122, 128129, 133, 135, 139, 143-152,
157-158, 178, 219, 221-222
Kecamatan - 4, 9, 16, 18, 33,
35-36, 61, 65, 68-70, 72-73,
241
242
243
244
surveilen - 99
SUSENAS - 10
susu formula - 73
swasta - 24, 80, 82, 110, 121,
223, 231
Tahalupu - 90, 137
Talaga Kambelo - 90, 136-137
Tanah Goyang - 90, 112, 117,
137
Taniwel - 9, 16-17, 33, 35-36,
59, 68-71, 86, 90, 94, 96-97,
100, 106, 108, 113-115, 117121, 137-138, 146, 149, 151,
154-155, 199-203, 237
Taniwel Timur - 17, 68, 96, 100,
106, 108, 113, 199
target - 23, 25, 57, 165
teknologi - 80, 163, 209, 222
tenaga kesehatan - 4, 15, 21-22,
25, 32-33, 35-36, 41, 47, 51,
56, 58, 74-75, 82-85, 92,
96, 99, 102-105, 107-111,
117-119, 121, 125, 146, 177,
179, 201, 216, 219, 223-224,
226, 228, 234
Tomalehu - 90, 94, 112-113,
117, 137
TP - 29
UKBM- 4, 56, 91, 99, 166, 178,
228
UKL - 178
UKP - 178
UKS - 179-180, 189-191, 201
umur harapan hidup - 1, 23
Uwen Pantai - 68, 90, 113, 117,
137
245