Anda di halaman 1dari 263

Status Kesehatan

Kabupaten Seram Bagian Barat:


Benarkah Indikator Kesehatan Tidak Berubah
karena Terbatasnya Alokasi APBD Kesehatan
Semata?

Lely Indrawati
Rais Yunarko
Dwi Priyanto
Karlina

PENERBIT PT KANISIUS

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat:


Benarkah Indikator Kesehatan Tidak Berubah karena Terbatasnya
Alokasi APBD Kesehatan Semata?
1015003042
2015 - PT Kanisius

Penerbit PT Kanisius (Anggota IKAPI)


Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIA
Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIA
Telepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349
E-mail : office@kanisiusmedia.com
Website : www.kanisiusmedia.com

Cetakan ke-
Tahun

3
17

2
16

1
15

Editor
: Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH

Dr. Trihono, M.Sc
Dr. Semiarto Aji Purwanto
Atmarita, MPH., Dr.PH
Desainer isi
: Oktavianus
Desainer sampul : Agung Dwi Laksono

ISBN

978-979-21-4377-5

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

DEWAN EDITOR
Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH guru besar pada
Universitas Diponegoro Semarang, sekaligus Profesor Riset
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Trihono, M.Sc Ketua Komite Pendayagunaan Konsultan
Kesehatan (KPKK), yang juga Ketua Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI), sekaligus konsultan Health Policy Unit
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Semiarto Aji Purwanto antropolog, Ketua Dewan Redaksi
Jurnal Antropologi Universitas Indonesia, sekaligus pengajar
pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Indonesia di Jakarta.
Atmarita, MPH., Dr.PH doktor yang expert di bidang gizi.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

iii

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada International
Development Research Centre, Ottawa, Canada, atas dukungan
finansial yang diberikan untuk kegiatan pengembangan Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2013 dan studi
kasus kualitatif gambaran peningkatan dan penurunan IPKM di
Sembilan Kabupaten/Kota di Indonesia.
This work was carried out with the aid of a grant from the
International Development Research Centre, Ottawa, Canada.

iv

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya buku ini telah dapat diselesaikan
dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari sembilan buku seri
hasil studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota (Nagan Raya,
Padang Sidempuan, Tojo Una-Una, Gunungkidul, Wakatobi,
Murung Raya, Seram Bagian Barat, Lombok Barat, dan Tolikara)
di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari hasil Indeks Pembagunan
Kesehatan Masyarakat.
Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kota
di Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan
ataupun penuruna nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan
dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan
secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan
dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis
wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan
semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota
lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan
secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat
memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya
dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya.
Penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus kami
sampaikan atas semua dukungan dan keterlibatan yang optimal
kepada tim penulis buku, International Development Research

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Center (IDRC) Ottawa, Canada, peneliti Badan Litbangkes,


para pakar di bidang kesehatan, serta semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam studi kualitatif dan penulisan buku ini. Kami
sampaikan juga penghargaan yang tinggi kepada semua pihak di
daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Desa
baik di sektor kesehatan maupun non-kesehatan serta anggota
masyarakat, yang telah berpartisipasi aktif dalam studi kualitatif
di sembilan Kabupaten/Kota.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan
dari penyusunan buku ini, untuk itu akan menerima secara
terbuka masukan dan saran yang dapat menjadikan buku ini
lebih baik. Kami berharap buku ini selanjutnya dapat bermanfaat
bagi upaya peningkatan pembangunan kesehatan masyarakat di
Indonesia.
Billahittaufiqwalhidayah, Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, Juli 2015
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama


SpP (K)., MARS., DTM&H., DTCE.

vi

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................... iv


KATA PENGANTAR ...............................................................
v
DAFTAR ISI
............................................................... vii
DAFTAR TABEL
............................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xiii
Pendahuluan
............................................................... 1
Bab 1 Ada Apa dengan SBB............................................. 3

1.1 Gambaran Status Kesehatan Kabupaten SBB... 4

1.2 Tujuan Studi...................................................... 7

1.3 Metode Studi.................................................... 8
Bab 2 Saka Mese Nusa SBB..............................................

2.1 Kondisi Wilayah Kabupaten
Seram Bagian Barat...........................................

2.2 Rencana & Strategi (Renstra) Pembangunan
Kesehatan Provinsi Maluku &
Kabupaten Seram Bagian Barat........................

2.3. Mekanisme Penentuan Prioritas Masalah
dalam Rencana & Strategi Pembangunan
Kesehatan Kabupaten SBB................................

2.4 Alokasi Anggaran Kesehatan.............................

2.4 Situasi Masalah Kesehatan di Kabupaten SBB..
2.4.1 Situasi Masalah Menurut Pemegang

Program.................................................

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

15
15

22

26
28
32
32

vii

2.4.2 Masalah Kesehatan & Kerjasama



Lintas Sektor...........................................
2.4.3 Masalah Kesehatan di Masyarakat.........

2.5 Komparasi Indeks Pembangunan Kesehatan
Manusia (IPKM) & Data Rutin di
Tahun 2007-2013..............................................
2.5.1 Komparasi IPKM Kabupaten SBB

tahun 2007 dan 2013.............................
2.5.2 Komparasi Data Rutin Kabupaten SBB

tahun 2007- 2013...................................
Bab 3 Potensi Pertanian Di Tengah-Tengah Belitan

Persoalan Gizi Balita................................................

3.1 Sumber Daya (Organisasi ,Tenaga, Sarana &
Prasarana).........................................................

3.2 Perencanaan & Pembiayaan.............................

3.3. Prioritas Kebijakan............................................

3.4 Pelaksanaan dan Pencatatan Pelaporan...........
3.4.1 Pelaksanaan Kegiatan Gizi Balita

di Puskesmas Kairatu Barat....................
3.4.2 Pelaksanaan Kegiatan Gizi

di Puskesmas Taniwel.............................

3.5 Peran Serta Masyarakat & Lintas Sektor...........

3.6 Dukungan Pendampingan & Monitoring
Evaluasi Perencanaan & Anggaran yang
Dibutuhkan.......................................................

3.7 Kesimpulan dan Saran......................................
3.7.1 Kesimpulan............................................
3.7.2 Saran dan Rekomendasi..................... 80

viii

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

34
35

38
39
44

49
50
53
56
57
61
67
71

76
78
78

BAB 4 Polesan Wajah Pelayanan Kesehatan di SBB.......... 81



4.1 Pelayanan Kesehatan di Provinsi Maluku.......... 82

4.2 Pembangunan Kesehatan dengan
Pendekatan Gugus Pulau.................................. 85

4.3 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Seram
Bagian Barat...................................................... 91
4.3.1 Rumah Sakit Umum............................... 91
4.3.2 Pusat Kesehatan Masyarakat................. 93
4.3.3 Upaya Kesehatan Bersumber

Masyarakat (UKBM)............................... 99

4.4 Rasio Tenaga Kesehatan.................................... 102

4.5 Persalinan oleh Tenaga Kesehatan.................... 109

4.6 Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan
di Kecamatan Taniwel dan Kecamatan
Kairatu Barat..................................................... 118

4.7 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)........... 121

4.8 Kesimpulan & Saran.................................... 124
Bab 5 Keterlambatan Alkon Hingga Minimnya Anggaran

Program ...............................................................

5.I. Capaian Kesehatan Reproduksi
di Provinsi Maluku............................................

5.2. Kesehatan Reproduksi dan Indikatornya..........

5.3. Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Seram
Bagian Barat......................................................
5.3.1. Kunjungan K4 pada ibu hamil................
5.3.2. Kontrasepsi dengan MKJP pada PUS......
5.3.3. KEK pada WUS.......................................

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

127
127
128
129
130
143
153

ix


5.4 Kesimpulan & Saran.......................................... 156
5.4.1 Kesimpulan............................................ 157
5.4.2 Saran/Rekomendasi............................... 158
Bab 6 Laku Sehat Masyarakat SBB................................... 159

6.1 Perilaku Kesehatan Masyarakat Seram
Bagian Barat...................................................... 160
6.1.1 Peran Dinas Kesehatan Provinsi Maluku 166
6.1.2 Faktor Lain yang Berpengaruh dalam

Perilaku Kesehatan Masyarakat

Kabupaten Seram Bagian Barat.............. 171

6.2 Perilaku Kesehatan di Kecamatan Kairatu Barat 176
6.2.1 Etos Kerja............................................... 181
6.2.2 Masyarakat Kairatu Barat....................... 184
6.2.3 Akses Air di Kairatu Barat....................... 186
6.2.4 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat

dalam Hal Menggosok Gigi

Dengan Benar........................................ 189
6.2.5 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat

dalam Hal Mencuci Tangan Dengan

Sabun..................................................... 191
6.2.6 Perilaku Merokok di Kairatu Barat......... 192
6.2.7 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat

dalam Hal BAB di Jamban...................... 193
6.2.8 Aktivitas Fisik Masyarakat Kairatu Barat. 196

6.3 Perilaku Kesehatan di Kecamatan Taniwel.. 199
6.3.1 Masyarakat Taniwel............................... 200
6.3.2 Akses Air di Taniwel................................ 201
6.3.3 Kebiasaan BAB di Jamban di Taniwel..... 202
6.3.4 Aktivitas Fisik Masyarakat Taniwel......... 202

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat



6.4




6.5

6.3.5 PHBS Masyarakat Taniwel......................


Peran Agama dalam Promosi Kesehatan di
Kabupaten Seram Bagian Barat........................
6.4.1 Peran Gereja..........................................
6.4.2 Peran Tokoh Islam..................................
Kesimpulan & Saran..........................................
6.5.1 Kesimpulan..............................................
6.5.2 Saran........................................................

Penutup
Daftar Pustaka
Index

203
203
205
210
212
212
213

............................................................... 215
............................................................... 233
............................................................... 239

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 5.1

Tabel 5.2

RS Rujukan dalam Sistem Regionalisasi


Rujukan Pulau....................................................
Penetapan Puskesmas Pusat Gugus dan
Puskesmas Satelit di Kabupaten SBB..................
Jumlah Puskesmas Pembantu di Kabupaten
SBB Menurut Kecamatan...................................
Jumlah Desa dan Poskesdes/Polindes
di Kabupaten SBB Menurut Kecamatan.............
Rasio Dokter per Penduduk Kecamatan
di Kabupaten SBB Tahun 2013...........................
Tenaga Dukun Bayi yang Tercata di Dinas
Kesehatan Kabupaten SBB.................................
IPKM Indikator Kesehatan Reproduksi Per
Kabupaten di Provinsi Maluku Tahun 2013........
Jumlah Bidan di Setiap Desa & Puskesmas di
Kabupaten SBB Tahun 2013...............................
Tabel 5.3 Kecenderungan Perbandingan Cakupan

Penggunaan Teknik KB MKJP & Non MKJP di
Kabupaten SBB...................................................

xii

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

88
90
96
100
106
112
128
137

146

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kecenderungan Persentase Penduduk



Miskin Kab. SBB...........................................
10
Gambar 2.1 Wilayah administratif Kabupaten SBB.........
17
Gambar 2.2 Lapangan Pekerjaan Utama Penduduk SBB

2007 & 2013................................................
19
Gambar 2.3 (atas) & 2.4 (bawah), Kecenderungan Luas

Lahan Pertanian Berdasarkan Jenis

Tanamannya di Tahun 2007 & 2013............
20
Gambar 2.5 Alur Perencanaan & Penganggaran.............
28
Gambar 2.6 Kecenderungan Prevalensi gizi balita balita

berdasarkan IPKM 2007-2013.....................
40
Gambar 2.7 Kecenderungan Cakupan Kesehatan Balita .

Berdsarkan IPKM 2007 dibandingkan IPKM

2013............................................................
40
Gambar 2.8 Perbandingan Cakupan & Prevalalensi

Kesehatan Reproduksi di Kabupaten SBB &

Provinsi Maluku...........................................
41
Gambar 2.9 Cakupan Sub Indeks Yankes Berdasarkan

IPKM 2007 di Kabupaten SBB Terhadap

IPKM Provinsi Maluku.................................
42
Gambar 2.10 Cakupan Sub Indeks Yankes Berdasarkan

IPKM 2013 di Kabupaten SBB terhadap

Provinsi Maluku...........................................
43
Gambar 2.11 Kecenderungan Perilaku Kesehatan

berdasarkan IPKM 2007-2013.....................
44

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

xiii

Gambar 2.12 Kecenderungan Sub Indeks Kesehatan



Balita Tahun 2007 & 2013...........................
45
Gambar2.13 Cakupan Penggunaan MKJP & Pemeriksaan

Ibu Hamil (K4) Tahun 2007 & 2013..............
46
Gambar 2.14 Kecenderungan Cakupan Linakes &

Penggunaan Askeskin di Kabupaten

SBB 2007 & 2013.........................................
47
Gambar 2.15 Kecenderungan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS) di Kabupaten SBB

Tahun 2007 & 2013.....................................
48
Gambar 3.1 Bagan struktur Organisasi Dinas Kesehatan

Pemerintah Kabupaten SBB.........................
51
Gambar 3.1 Penimbangan Balita di Salah Salah Satu

Posyandu oleh Kader. Terlihat Anak

Ditimbang Menggunakan Timbangan Bayi

(Dacin).........................................................
59
Gambar 3.2 Suasana Penimbangan dan Pengisian KMS

oleh Tenaga Gizi dan Kader di Posyandu

Waihatu.......................................................
64
Gambar 3.3 Pemeriksaan Ibu Hamil di Posyandu Waihatu. 64
Gambar 3.4 Jalan Utama Dari Piru Menuju Kecamatan

Taniwel........................................................
68
Gambar 3.5 Salah Satu Rumah Penduduk di Kecamatan

Taniwel dengan Bukit Pegunungan di Bagian

Belakangnya................................................
68
Gambar 3.7 Rumah Tinggal Ibu Balita di Salah satu

Kecamatan Kabupaten SBB.........................
71
Gambar 4.1 Peta Gugus Pulau di Provinsi Maluku.........
87

xiv

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 4.4 Perkembangan Fasilitas Kesehatan



di Kab SBB Tahun 2007-2013.......................
95
Gambar 4.3 Pemanfaatan Ruang Rawat Inap

di Puskesmas Taniwel..................................
97
Gambar 4.5 Perbandingan Jumlah Posyandu dan Jumlah

Kader Pada Tahun 2007 & 2013.................. 101
Gambar 4.6 Jumlah Dokter Umum PTT, Dokter Gigi PTT

dan Bidan PTT Aktif Menurut Kriteria Wilayah

di Provinsi Maluku Tahun 2013................... 103
Gambar 4.7 Perbandingan Jumlah Tenaga Kesehatan

Tahun 2007 dan 2013 di Kabupaten Seram

Bagian Barat................................................ 104
Gambar 4.8 Perbandingan Rasio Jumlah Bidan Per-Desa

& Dukun yang Bermitra Per-Desa Berdasarkan

Wilayah Kecamatan..................................... 108
Gambar 4.9 Persentase Balita Menurut Penolong

Kelahiran Tahun 2005-2013......................... 111
Gambar 4.1 Alat yang Digunakan oleh Dukun Terlatih

di Desa Taniwel............................................ 115
Gambar 4.10 Perbandingan Tempat Persalinan Fasekes

& Non Faskes di beberapa wilayah

Puskesmas................................................... 116
Gambar 5.1 Pelayanan ANC pada Ibu Hamil di salah

satu Posyandu Kecamatan Kairatu Barat, ...

Kabupaten SBB............................................ 130
Gambar 5.1 Presentase cakupan K4 di Kabupaten SBB

Tahun 2007-2013......................................... 132
Gambar 5.2 Beberapa Alat Kontrasepsi.......................... 144

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

xv

Gambar 5.2

Gambar 5.3

Gambar 6.1

Gambar 6.1

Gambar 6.2

Gambar 6.2
Gambar 6.3


Gambar 6.4
Gambar 6.3

Gambar 6.4

Gambar 6.5

xvi

Persentase Peserta KB Tahun 2013 di


Kabupaten SBB Menurut Jenis Kontrasepsi.
Pohon Sagu yang Merupakan Salah Satu
Makanan Pokok Masyarakat di SBB.............
Hubungan Promosi Kesehatan dengan
Faktor Determinan Perilaku........................
Poster Sosialisasi Aturan Kawasan
Tanpa Rokok................................................
Instalasi Pengolah Air Asin Menjadi
Air Tawar di Pulau Osi..................................
Peta Kairatu Barat . .....................................
Persentase Indikator Perilaku Hidup Sehat
di Kecamatan Kairatu Barat
Tahun 2011 & 2012.....................................
Posisi Desa Lohiatala dari Garis Pantai .......
Instalasi Sumur Tenaga Surya dan Bak
Penampung Air di Desa Lohiatala................
Warga Desa Lohiatala, Mandi dan Mencuci
di Sungai Nala .............................................
Peta Wilayah Kecamatan Taniwel................

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

149
156
160
167
174
176

185
187
188
188
199

Pendahuluan

Human Development Index (HDI) atau Indeks Pem


bangunan Manusia (IPM), merupakan salah satu alat ukur
yang dianggap dapat merefleksikan status pembangunan
manusia. IPM merupakan komposit yang mengukur pen
capaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi, yakni
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Dimensi kesehatan diukur melalui Umur Harapan
Hidup (UHH). Namun muncul pertanyaan, apakah cukup
hanya umur harapan hidup yang panjang dapat mendukung
pembangunan manusia? Kebutuhan akan penjabaran lebih
detil dari IPM sektor kesehatan memunculkan terbentuknya
Indeks Pembangunan Kesehatan Manusia (IPKM).
IPKM jilid pertama muncul pada tahun 2010, meng
gambarkan status kesehatan di 440 kabupaten/kota di
Indonesia dalam kurun waktu 2002-2007. Kemudian IPKM
jilid 2 muncul di akhir tahun 2014 yang menggambarkan
status kesehatan di 497 kabupaten/kota di Indonesia dalam
kurun waktu 2008-2013. Dengan kemunculan itu maka
440 kabupaten/kota dapat menilai kecenderungan status
kesehatan masyarakatnya dalam kurun waktu tahun 2007
s/d 2013.
Setelah kecenderungan itu bisa dilihat, pertanyaan
berikutnya, mengapa dalam satu kabupaten/kota tertentu
mampu meningkatkan nilai skor indikator kesehatan di
satu sisi dan mengapa kabupaten/kota tertentu lainnya

mengalami penurunan. Dalam buku seri IPKM kualitatif


inilah, diambil 9 studi kasus kota/kabupaten di Indonesia
yang mampu memberi keterwakilan gambaran yang men
jelaskan kenaikan dan atau turunnya, bahkan stagnan dari
beberapa indikator dalam IPKM. Kabupaten Seram Bagian Barat
(SBB) menjadi salah satu studi kasusnya.
Kabupaten SBB mendapat ranking 352 di antara kabupaten/
kota secara nasional, dengan nilai skor IPKM-nya sebesar 0,4328.
Kemudian di tahun 2013, peringkatnya menjadi 416 dengan skor
IPKM sebesar 0,6033. Artinya, jika dilihat kecenderungan ranking
Kabupaten SBB dalam kurun waktu 2007 hingga 2013 mengalami
penurunan dalam urutan nasional.
Dalam buku ini akan digali beberapa indikator mutlak atau
berbobot besar, dengan asumsi mempengaruhi sebagian besar
indikator yang ada di kabupaten. Bagaimana keterkaitan dengan
data rutin yang dimiliki daerah, termasuk bagaimana tanggapan
dan permasalahan kesehatan yang dihadapi dari beberapa sudut
pandang, yakni pemegang/pelaksana program, lintas sektor yang
berhubungan dan masyarakat sebagai pelaku program kesehatan.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Bab 1

Ada Apa dengan SBB


Karlina & Lely Indrawati

Kemunculan Indikator Pembangunan Kesehatan Masyarakat


(IPKM) jilid 2 di akhir tahun 2014 menyentak kalangan kesehatan
di daerah. Beberapa kota/kabupaten senang, beberapa daerah
lain tak percaya (sedih) melihat peringkat kota/kabupatennya
turun dibandingkan dengan angkanya di tahun 2007. Beberapa
kepala dinas, seperti yang diduga sebelumnya, masih tak
mempercayai keabsahan hitungan IPKM tersebut. Mereka
yang tak percaya jika potret kesehatan daerahnya berada di
nomor besar (buruk). Sikapnya akan berbalik seratus delapan
puluh derajat, jika ternyata peringkatnya semakin mengecil
(baik). Manusiawi, meski terkesan subjektif, tergantung apakah
menguntungkan atau merugikan. Tidak dipandang menjadi suatu
kritikan menuju perbaikan dimasa mendatang.
Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), sepertinya menjadi
contoh yang tidak berada dalam dua kutub sikap di atas.
Kabupaten yang terletak di daerah kepulauan bagian timur,
menyambut biasa saja kecenderungan gambaran IPKM daerah
nya. Entah apa yang mendasari sambutan biasa mereka, bebe
rapa petugas kesehatan bahkan baru mendengar secara lebih
detail apa dan bagaimana IPKM mampu menggambarkan
kesehatan masyarakat di daerahnya.

1.1 Gambaran Status Kesehatan Kabupaten SBB


Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang harus
mendapatkan prioritas pembangunan suatu daerah. Tingginya
kualitas kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator
utama dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam
pembangunan sektor kesehatan, mencakup bukan hanya penye
diaan sarana dan prasarana, namun juga adanya sumber daya
manusia yang mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kuali
tas.
Terkait dengan sarana kesehatan, di Kabupaten SBB saat
ini terdapat 1 unit Rumah Sakit Umum, 17 Puskesmas dan 55
Pustu yang tersebar di 11 Kecamatan. Sedangkan untuk sarana
kesehatan kategori Unit Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM),
terdapat 200 Posyandu aktif, 50 Poskesdes dan 33 Polindes yang
menjangkau 135 desa. Untuk ketersediaan tenaga kesehatan,
terdapat 26 dokter umum, 6 dokter gigi, 120 bidan, 294 perawat,
2 perawat gigi, 11 tenaga kesehatan masyarakat, 22 tenaga
kesehatan lingkungan, dan 25 tenaga gizi.
Prasarana yang mendukung antara lain dibangunnya jalan
raya trans-kabupaten yang menghubungkan antarkecamatan
dalam kabupaten yang saat ini dalam kondisi relatif bagus. Hal
ini tentunya akan memudahkan masyarakat untuk mengakses
sarana kesehatan yang ada. Namun begitu, beberapa wilayah
terutama daerah pegunungan dan pulau-pulau, masih memiliki
akses jalan dan transportasi yang minim. Bentang alam
Kabupaten SBB beragam, mulai dari daerah pesisir, dataran
rendah, hingga pegunungan serta pulau-pulau. Hal ini tentulah
menjadi masalah tersendiri dalam penyediaan akses dan layanan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

kesehatan. Karenanya, diperlukan upaya yang serius dalam upaya


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Masalah kesehatan yang menjadi fokus perhatian saat
ini masih mengenai kesehatan dasar. Masalah tersebut seperti
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Imuni
sasi, Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular & Tidak Menular,
serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Terkait dengan KIA, prioritas utama yakni angka kematian
ibu dan bayi yang masih cukup tinggi. Pada tahun 2007, tercatat
ada 28 bayi yang lahir mati dan sebanyak 14 bayi/balita yang
mati. Tahun 2013, kasus kematian relaif menurun sedikit, yakni
sebanyak 20 bayi dan 19 balita. Kematian antara lain disebabkan
oleh BBLR, asfeksia, pneumonia dan ISPA.
Selain itu, jumlah kematian ibu maternal juga masih terjadi.
Tahun 2007, terjadi 15 kasus kematian pada ibu hamil dan ibu
bersalin, dan pada tahun 2013, angka kematian ibu menurun,
menjadi hanya berjumah 6 orang yang terdiri dari 2 orang ibu
hamil dan 4 orang ibu bersalin. Penyebab kematian ibu sebagian
besar dikarenakan pendarahan, partus lama, hipertensi, serta
penyakit bawaan seperti asma.
Sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi
tersebut, layanan KIA selama ini difokuskan pada peningkatan
cakupan pelayanan kesehatan pada ibu hamil (K4), pelayanan
kesehatan Ibu bersalin (persalinan oleh nakes di faskes),
pelayanan kesehatan ibu nifas (KN), serta pelayananan kesehatan
pada bayi dan balita seperti penimbangan dan imunisasi yang
dilaksanakan di Posyandu pada tiap-tiap desa.
Cakupan-cakupan upaya prioritas di atas telah mengalami
peningkatan. Data tahun 2007 kunjungan K4 sebesar 67%, dan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

meningkat pada tahun 2013 menjadi 89,7%. Demikian halnya


dengan persalinan yang ditolong oleh nakes. Tahun 2007,
persalinan oleh nakes sebanyak 48,76% dan pada tahun 2013
menjadi 72,1%. Sedangkan untuk ibu nifas yang mendapat
layanan kesehatan sebanyak 60% pada tahun 2007, dan
meningkat menjadi 71,4% pada tahun 2013.
Pada proses persalinan, peran biyang kampung (dukun
bayi), relatif masih tinggi. Dukun bayi umumnya memiliki kede
katan dengan masyarakat dan dipercaya untuk menolong per
salinan. Di sisi lain, hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi layanan
kesehatan yang masih belum tersedia secara maksimal di
beberapa wilayah. Seperti tenaga bidan yang tidak merata
(beberapa desa tidak memiliki bidan desa/ada bidan desa tapi
tidak tinggal di desa), akses yang jauh dari fasilitas kesehatan
(terutama untuk daerah pulau-pulau dan pegunungan), serta
sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan yang belum memadai.
Masih terkait dengan kesehatan bayi dan balita, pada tahun
2007 terdapat 209 di Bawah Garis Merah (BGM) dan 635 bayi
balita Gizi Buruk. Sementara ditahun 2013, jumlah ini menurun
menjadi 186 BGM dan 17 kasus gizi buruk.
Cakupan pelayanan Keluarga Berencana (KB) ditahun 2013
sebesar 32,8%. Jumlah ini menurun jika dibandingkan dengan
angka cakupan tahun 2007 yang mencapai 57%. Jenis KB yang
terbanyak diminati masyarakat yakni KB Non-Metode Kontrasepsi
Jangka Pendek (Non-MKJP) yakni 90,7% dari peserta KB aktif
pada tahun 2013. KB suntik yang menempati proporsi terbesar
(51,2%) dan pil (35,8%). Sedangkan untuk KB MKJP adalah
implan, IUD dan MOP/MOW.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Pemberantasan penyakit menular dan tidak menular juga


diupayakan. Penyakit menular yang cukup menonjol di kabupaten
ini adalah malaria. Dilihat dari tahun 2007 & 2013, jumlah
penderita malaria belum mengalami penurunan yang signifikan.
Tercatat sebanyak 7.522 penderita malaria pada tahun 2007
dan tahun 2013, jumlahnya menjadi 8.478 penderita. Meskipun
dilaporkan tidak ada kematian akibat penyakit ini, berbagai
upaya sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini, seperti
penyemprotan dan pembagian kelambu. Penyakit menular lain
adalah kusta (terdapat 32 kasus pada tahun 2013) dan diare
(4.458 kasus pada tahun 2013).
Telah dilakukan juga berbagai upaya pelayanan kesehatan
yang bersifat umum seperti upaya promotif dan preventif,
melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta
program Sanitasi Berbasis Masyarakat (STBM). Pelayanan kuratif
dan rehabilitatif disediakan melalui fasilitas kesehatan yang bisa
dijangkau masyarakat, terutama puskesmas rawat inap maupun
rawat jalan. Juga puskesmas pembantu (pustu) dan polindes/
poskesdes.

1.2 Tujuan Studi


Tujuan umum dari studi ini adalah penggalian permasalahan
di Kabupaten SBB berdasarkan delta IPKM 2007 dan 2013 pada
indikator tertentu, dengan menyandingkan permasalahan
kesehatan di lokasi dari sudut pandang sektor kesehatan, lintas
sector, dan masyarakatnya. Sedangkan tujuan khusus studi ini
mencakup, (1) Menggali informasi terkait program kesehatan
yang sudah ada (strength and weakness) dari perspektif
kesehatan, non-kesehatan, dan masyarakat, (2) Mempelajari

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

lebih lanjut kontribusi lintas sektor, (3) Menggali informasi peran


serta masyarakat, (4) Menggali informasi terkait isu kesehatan di
wilayah Kabupaten SBB, dan (5) Menggali kebutuhan dan arah ke
depan untuk program kesehatan di daerah.

1.3 Metode Studi


Metode primer pengumpulan data ini mencakup wawan
cara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan pengamatan.
Pengumpulan data sekunder berupa profil kesehatan kabupaten
dan institusi kesehatan di tingkat kabupaten lainnya yang
menggambarkan kesehatan di tahun 2007 dan 2013 serta profil
kabupaten digunakan untuk melengkapi analisa buku ini.
Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih 20 hari
sejak akhir bulan Januari hingga pertengahan bulan Februari
2015. Tim peneliti terdiri dari 4 orang dengan latar belakang ilmu
yakni kesehatan masyarakat, antropologi, biologi, dan kedokteran
hewan. Peneliti tinggal di lokasi selama penelitian.
Tema spesifik (tematik) kesehatan di Kabupaten SBB yakni
Kesehatan Balita, Kesehatan Reproduksi, Pelayanan Kesehat
an, dan Perilaku Kesehatan. Topik pengumpulan data yang
digali mencakup 4 aspek besar. Empat aspek tersebut yakni
(1) Dukungan kebijakan dan strategi intervensi (perencanaan,
pelaksanaan, dan monitoring evaluasi), (2) Peran lintas sektor
(koordinasi/komunikasi, kerjasama dan kebijakan berwawasan
kesehatan), (3) Peran serta masyarakat (upaya kesehatan berbasis
masyarakat, sumber daya kesehatan, kualitas/akses, nilai dan
pemahaman tentang kesehatan, PHBS, penyakit, dan pelayanan
kesehatan yang ada pada anggota masyarakat, dan (4) Peran dan
kebutuhan pendampingan.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Informan yang digali lebih banyak dari pemegang program


kesehatan di Kabupaten SBB dan Provinsi Maluku, khususnya
pemegang program di 4 tematik di tingkat kabupaten dan
puskesmas studi kasus yakni puskesmas Kairatu Barat dan
Taniwel. Dasar terpilihnya Puskesmas Kairatu Barat sebagai
keterwakilan gambaran pelayanan kesehatan dasar yang baik,
sedangkan Puskesmas Taniwel mewakili pelayanan kesehatan
dasar yang kurang baik. Informan diutamakan yang mengetahui
kebijakan program dan pelaksana program, termasuk di antara
nya kepala dinas kesehatan kabupaten. Informan dari lintas
program terdiri dari Badan Perencana Pembangunan Daerah
(Bappeda), Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), Badan Ketahanan Pangan (BKD), Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa, dan Badan Pembangunan Desa. Informan dari
masyarakat terdiri kader, ibu balita, ibu hamil dan keluarganya di
2 Puskesmas Taniwel dan Kairatu Barat.
Jumlah informan dari pemegang program sektor kesehatan
dan non kesehatan sejumlah 30 orang, kesemuanya ada di
Kabupaten SBB. Sedangkan informan dari masyarakat semuanya
sejumlah 32 orang, yang berada di Kecamatan Kairatu Barat
sebanyak 22 orang dan di Kecamatan taniwel sebanyak 10
orang, sehingga total informan yang kami libatkan sekabupaten
sebanyak 62 orang.
Secara keseluruhan wilayah-wilayah yang terpilih merupa
kan representasi nasional kemudian dipilih beberapa wilayah
berdasarkan variasi 3 hal, yakni pertama berdasarkan status
ekonomi kabupaten (miskin atau non miskin) berdasarkan data
Pendataan Sosial Eknomi (PSE) tahun 2011. Kedua, berdasarkan
variasi status daerah bermasalah kesehatan (DBK atau non DBK).

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Dasar ketiga yakni variasi selisih nilai IPKM 2007 dan 2013 (delta)
menggunakan penghitungan model 2007.
Status ekonomi PSE tahun 2011 memberikan 2 kategori
untuk setiap kabupaten/kota, yakni kategori miskin dan
non miskin. Disebut kategori miskin, jika dalam satu wilayah
kabupaten/kota memiliki persentase rata-rata jumlah keluarga
berstatus ekonomi miskin lebih dari 13,6%. Sedangkan kategori
non miskin diberikan jika satu kabupaten/kota memiliki jumlah
keluarga berstatus ekonomi miskin kurang dari 13,6%. Kabupaten
SBB berdasarkan PSE 2011 merupakan daerah miskin.
Konsep kemiskinan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) adalah kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar (BPS Kab. SBB, 2011). Artinya kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung
Garis Kemiskinan (GK). Jika dilihat kecenderungannya, garis ke
miskinan Kabupaten SBB pada tahun 2011-2013 mengalami
penurunan, artinya jumlah kemiskinan makin berkurang. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1 Kecenderungan Persentase Penduduk Miskin Kab. SBB


Sumber: Kabupaten SBB dalam Angka 2014, Tahun 2015

10

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Kategori Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) atau non


DBK diputuskan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 027 Tahun 2012. Disebutkan dalam peraturan tersebut
berdasarkan IPKM, PSE-BPS telah menetapkan 130 kabupaten/
kota DBK. Dalam kriteria ini, wilayah yang merupakan DBK dipilah
menjadi dua katagori, yakni yang mendapat pendampingan
atau dikenal dengan PDBK dan yang tidak diberi pendampingan
(Non PDBK). Di Provinsi Maluku sendiri terdapat 7 kabupaten/
kota yang merupakan DBK, yakni Maluku Tenggara Barat, Seram
Bagian Barat, Buru, Kepualauan Aru, Seram Bagian Timur, Maluku
Barat Daya, dan Buru Selatan.
Kriteria ketiga yakni berdasarkan delta IPKM 2007 terhadap
skor IPKM 2013. Awalnya setiap nilai IPKM tahun 2007 dikurangi
dengan nilai IPKM tahun 2013 pada masing-masing kabupaten/
kota. Kemudian didapat nilai rerata delta tersebut dan diketahui
nilai Standar Deviasi (SD) dari distribusi tersebut. Dari distribusi
rerata delta ini dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama
adalah kabupaten/kota memiliki nilai delta IPKM kurang dari -1
SD, artinya terjadi penurunan nilai IPKM yang cukup signifikan
di tahun 2013 dibanding IPKM tahun 2007 (menurun tajam).
Kelompok kedua adalah kabupaten/kota yang memiliki nilai
delta IPKM dalam rentang nilai rerata 1 SD, artinya kenaikan
atau turunnya skor hanya 1 SD (sedikit/stagnan). Kelompok
ketiga adalah kabupaten/kota yang nilai delta IPKM lebih dari +1
SD, artinya terjadi kenaikan IPKM yang cukup banyak (kenaikan
tajam).
Kabupaten SBB berdasarkan nilai delta IPKM 2013 diban
dingkan 2007 berada dalam kelompok kedua. Berdasarkan buku
laporan IPKM 2013, nilai IPKM 2007 = 0,4328 dan nilai IPKM

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

11

2013 = 0,6033. Setelah nilai IPKM 2013 dikurangi nilai IPKM 2007
didapat selisih nilai positif 0,1704 (nilai delta) untuk Kabupaten
SBB. Artinya terjadi sedikit kenaikan untuk IPKM Kabupaten SBB
secara keseluruhan.
Berdasarkan tiga kriteria di atas, maka Kabupaten SBB
terpilih mewakili keadaan status sosial ekonomi miskin (ber
dasarkan PSE 2011), non DBK di tahun 2007 dengan selisih
kenaikan IPKM hanya sedikit (stagnan). Setiap pertemuan sel
ketiga kriteria tersebut diwakili satu wilayah untuk dilakukan
penggalian studi. Selain Kab. SBB, di bawah ini akan ditampilkan
semua wilayah dalam studi ini berdasarkan kriteria masingmasing.
Status Sosial
Ekonomi

Delta IPKM
2007-2013

Status DBK
DBK
PDBK

Non Miskin
(PSE <rata2
PSE)

< Mean -1
SD

Padang
Sidempuan

Mean -1SD
s/d + 1 SD

Lombok
Barat

> Mean +1
SD

Non DBK
Non PDBK

Murung
Raya

Miskin
< Mean -1
(PSE>= rata- SD
rata PSE)
Mean -1SD
s/d + 1 SD

Tojo Unauna

> Mean +1
SD

Wakatobi

Tolikara

Gunung
Kidul

SBB
Nagan Raya

Ada keterbatasan studi, khususnya dalam pengumpulan


data yakni data profil kesehatan Kabupaten SBB 2007 tidak

12

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

didapatkan hingga hari akhir peneliti di lapangan dikarenakan


bagian bendahara sebagai pembuat profil setiap tahun berganti.
Ketika terjadi pergantian pelaksana tidak diikuti dengan perpin
dahan hasil kegiatan baik berupa buku (hard copy) maupun soft
copy profil kesehatan. Beruntung, kami bisa mendapatkan data
profil kesehatan Provinsi Maluku 2007.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

13

Bab 2

Saka Mese Nusa SBB


Dwi P, Rais, Karlina & Lely I

Slogan dalam lambang Daerah Tingkat II Kabupaten SBB
yakni Saka Mese Nusa SBB yang berarti Jaga dan Pertahankan
Pulau-pulau. Pengertian lengkap dari lambang tersebut terdapat
dalam Keputusan Bupati Nomor: 001-32-56 Tahun 2005 tanggal
21 April 2005.
Pada bagian ini akan diulas mengenai kondisi wilayah
kabupaten secara potensi, fiscal, dan tingkat kemiskinan yang
ada. Bagian ini juga menjelaskan rencana strategis kabupaten
dan mekanisme pembuatannya berdasarkan data primer dan
sekunder. Situasi masalah kesehatan secara umum dari sisi
tenaga kesehatan, lintas sektor dan masyarakat. Kecenderungan
perkembangan IPKM tahun 2007 dan 2013 di Kabupaten
SBB berdasarkan 4 sub indeks indikator IPKM juga akan kami
paparkan. Termasuk perbandingan data rutin kabupaten terhadap
indikator IPKM di masing-masing indikator.

2.1 Kondisi Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat


Seram Bagian Barat merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Maluku. Provinsi Maluku memiliki 9 kabupaten dan 2
kotamadya. Kota Ambon merupakan ibukota Provinsi Maluku.
Maluku terletak di Indonesia bagian timur, berbatasan langsung
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

15

dengan Maluku Utara dan Papua


Barat di sebelah
utara, Laut
Maluku, Sulawesi Tengah, dan
Sulawesi Tenggara di sebelah barat.
Sementara di sebelah selatan ber
batasan langsung dengan Laut
Banda, Timor Leste dan Nusa
Tenggara Timur dan Laut Aru dan
Papua di sebelah timur.
Kabupaten SBB lahir pada
tanggal 18 Desember 2003 ber
dasarkan UU No. 40 Tahun 2003,
sebelumnya
menjadi
bagian
Kabupaten Maluku Tengah. Berdasarkan UU tersebut, ibu kota
Kabupaten SBB berada di Dataran Hunipopu (de jure), namun
kenyataannya ibu kota kabupaten SBB berada di Piru (de facto).
Kabupaten SBB sebagian besar terletak di wilayah Pulau
Seram. Kabupaten ini berdiri sejak tahun 2003 hasil dari
pemekaran Kabupaten Maluku Tengah. Letaknya secara geografis
adalah antara 119-716 Lintang Selatan dan 12720-1291
Bujur Timur. Kabupaten Seram Bagian Barat dibatasi oleh Laut
Seram di bagian utara, Laut Banda di sebelah selatan, Laut
Buru di sebelah barat dan Kabupaten Maluku Tengah di sebelah
timur. Luas daratan sebesar 6.948,40 km2 yang terbagi menjadi
11 kecamatan. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan
Taniwel, yang memiliki luas sebesar 1.181,32 km2, atau sebesar
17% dari keseluruhan luas Kabupaten SBB.
Kabupaten SBB merupakan kabupaten bahari dengan luas
laut mencapai 79.005 km2. Wilayah daratan terdiri dari dataran

16

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Kawa, Eti, dan Kairatu yang berada di Pulau Seram dan pulaupulau terpisah sebanyak 67 pulau, di mana pulau yang dihuni
sebanyak 11 pulau dan yang tidak dihuni sebanyak 56 pulau
Pada tahun 2010 terjadi pemekaran wilayah, yang semula
4 kecamatan menjadi 11 kecamatan yaitu Huamual Belakang,
Kepulauan Manipa, Seram Barat, Huamual, Kairatu, Kairatu
Barat, Inamosol, Amalatu, Elpaputih, Taniwel dan Taniwel Timur.
Sebelas kecamatan tersebut terbagi menjadi 92 desa dan 109
dusun. Pada tahun 2012 terjadi pemekaran lagi sehingga jumlah
dusun menjadi 110.

Gambar 2.1 Wilayah administratif Kabupaten SBB


Sumber : SBB dalam Angka Tahun 2014

Iklim & Penduduk


Kabupaten SBB memiliki iklim laut tropis dan musim,
karena letaknya yang berada di dekat katulistiwa dan dikelilingi
oleh laut luas. Oleh karena itu iklim sangat dipengaruhi oleh

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

17

lautan dan langsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu


musim barat atau utara dan musim timur atau tenggara.
Pergantian musim selalu diselingi dengan iklim pancaroba yang
merupakan iklim transisi. Musim barat umumnya berlangsung
pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan
pada bulan April merupakan masa transisi ke musim timur.
Musim timur berlangsung pada bulan Mei sampai dengan bulan
Oktober disusul oleh masa pancaroba pada bulan Nopember
yang merupakan transisi ke musim barat.
Jumlah penduduk Kabupaten SBB berdasarkan hasil sensus
penduduk tahun 2011 adalah 178.020 jiwa dan meningkat
menjadi 180.398 jiwa pada 2012, dan terakhir ditahun 2013
mencapai 179.781 jiwa. Jumlah penduduk yang terus bertambah
setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran
penduduk. Data tahun 2013 menunjukkan sekitar 14,66 persen
penduduk tinggal di Kecamatan Kairatu. Sementara, luas Keca
matan Kairatu secara keseluruhan hanya sekitar 4,74 persen
dari seluruh wilayah daratan Seram Bagian Barat. Sementara itu,
Kecamatan Elpaputih yang memiliki luas sekitar 16,78 persen dari
luas total hanya dihuni sekitar 2,83 persen penduduk.
Sejak tahun 2007 sampai 2013, rasio jenis kelamin
penduduk Seram Bagian Barat selalu di atas 100. Ini berarti
bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah
penduduk perempuan. Namun demikian, bila dilihat pola rasio
jenis kelamin sejak tahun 2007 di Seram Bagian Barat memang
mendekati angka 100. Pada tahun 2007-2013 nilai rasio jenis
kelamin berkisar antara 103 sampai 105, nilai tersebut dapat
diartikan bahwa selisih jumlah penduduk laki-laki dengan
perempuan tidak terlalu signifikan.

18

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Kabupaten SBB hingga saat ini masih bercirikan pereko


nomian agraris. Sebagian besar penduduk SBB masih bekerja di
sektor pertanian. Data tahun 2013 menunjukkan bahwa lapangan
usaha pertanian masih menyerap tenaga kerja terbesar, yakni
sebesar 59,84%, diikuti sektor jasa, manufaktur (BPS, 2014).
Kecenderungan lapangan kerja utama penduduk SBB dapat
dilihat pada gambar 2 berikut.

Gambar 2.2 Lapangan Pekerjaan Utama Penduduk SBB 2007 & 2013
Sumber: SBB dalam Angka 2007 & 2013

Berdasarkan jenis tanaman yang ditanam, mayoritas ter


diri dari padi, ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan beberapa kacangkacangan (kedelai, kacang tanah, kacang ijo). Jika kita lihat
berdasarkan luas lahan pertanian yang ditanam penduduk
kecenderungannya agak sedikit berubah di tahun 2007
dibandingkan tahun 2013. Pada tahun 2007, jenis tanaman
terbesar yang ditanam adalah padi sawah dan ladang. Sedangkan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

19

di tahun 2013, didominasi oleh ubi kayu. Perbandingan seleng


kapnya ada dalam gambar 3 dan 4 berikut ini.

Gambar 2.3 (atas) & 2.4 (bawah), Kecenderungan Luas Lahan


Pertanian Berdasarkan Jenis Tanamannya di Tahun 2007 & 2013
Sumber: SBB dalam Angka 2007 & 2013

20

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Fasilitas Kesehatan, Fiskal, & Kemiskinan


Sarana kesehatan dasar yang ada di Kabupaten SBB terdiri
dari 1 rumah sakit, 17 puskesmas (5 rawat inap dan 15 non
rawat inap) dan 57 puskesmas pembantu. Tenaga kesehatan yang
dimiliki terdiri dari 1 dokter spesialis, 27 dokter umum, 13 dokter
gigi, 255 perawat, 114 bidan, 4 tenaga farmasi, 4 ahli gizi, 26
sanitarian, dan 21 tenaga kesehatan masyarakat.
Penerimaan keuangan Kabupaten SBB pada tahun 2011
adalah 481 milyar rupiah (Rp 481.782.500.815,35), angka
ini meningkat di tahun 2012 menjadi 505 milyar rupiah (Rp
505.241.196.717,45). Penerimaan pembiayaan tahun 2011 se
besar 10 milyar (Rp 10.746.504.632,19) kemudian turun di tahun
2012 menjadi 4 milyar rupiah (Rp 4.357.796.818,00).
Struktur ekonomi masyarakat SBB sebagian besar berada
di sektor pertanian yaitu 31,66% di tahun 2013 diikuti sektor
perdagangan, restoran, hotel sekitar 27,55%. Laju pertumbuhan
ekonomi di tahun 2013 sekitar 5,13% sedangkan di tahun 2012
sekitar 6,28%. Nilai ini didapat berdasarkan perhitungan Produk
Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000.
Pendapatan perkapita yang merupakan indikator makro untuk
mengukur tingkat kesejahteraan penduduk di Seram Bagian Barat
di tahun 2013 mengalami peningkatan. Pendapatan perkapita
atas harga dasar berlaku meningkat dari 4,150 juta rupiah di
tahun 2012 menjadi 5,070 juta rupiah di tahun 2013.
Persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten SBB
pada bulan Juli 2013 sebesar 23,93%. Jika dibandingkan dengan
persentase penduduk miskin pada Juli 2012 yang berjumlah
25,33%, berarti jumlah penduduk miskin turun 1,40%. Jika
dibandingkan lebih jauh ke belakang, kecenderungan kemiskinan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

21

terus mengalami penurunan sejak tahun 2009. Angka kemiskinan


di tahun 2009 masih sebesar 33,11%.

2.2 Rencana & Strategi (Renstra) Pembangunan


Kesehatan Provinsi Maluku & Kabupaten Seram
Bagian Barat
Wilayah Provinsi Maluku sebagian besar merupakan wila
yah kepulauan, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peme
rintah daerah provinsi dalam merencanakan pembangunan
kesehatan. Keadaan geografis di Kabupaten SBB pun hampir
sama. Dokumen Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Tahun
2008-2013 dituntut untuk menjawab visi dan misi Gubernur
serta Wakil Gubernur Maluku. Visi dan Misi yang tercantum yakni
memberikan pelayanan kesehatan dasar gratis di semua unit
pelayanan, Rumah Sakit Umum (RSU), Puskesmas, dan Puskesmas
Pembantu (Pustu) kepada masyarakat miskin secara bermakna
tanpa kecuali (Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2009).
Untuk mewujudkan pembangunan kesehatan di Provinsi
Maluku yang sebagian besar wilayahnya termasuk kategori
Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) menemui
banyak kendala. Beberapa kendala tersebut adalah: (1) Keter
batasan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan yang profesional
dan berkualitas di wilayah Provinsi Maluku, (2) rasio tenaga
kesehatan dibandingkan dengan jumlah penduduk yang belum
menjangkau seluruh wilayah di daerah terpencil, dan (3) kondisi
geografis dan keterbatasan akses jalan termasuk alat transportasi
untuk menjangkau fasilitas kesehatan masih terbatas.
Upaya pembangunan kesehatan di Provinsi Maluku pada
Tahun 2008-2013 mengedepankan visi Masyarakat Maluku yang

22

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Mandiri untuk Hidup Sehat dengan Pola Pendekatan Kepulauan.


Sesuai dengan Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Tahun
2008-2013, ada tiga target utama yang harus terealisasi tahun
2013 yaitu: (1) pemenuhan sumber daya kesehatan dalam
hal ini adalah pemenuhan rasio dokter umum 40:100.000
penduduk, rasio dokter spesialis 6:100.000 penduduk, rasio bidan
100:100.000 penduduk dan rasio perawat 117:100.000 penduduk;
(2) Pemenuhan sarana fasilitas dan pelayanan kesehatan yang
meliputi pemenuhan rasio rumah sakit, puskesmas, puskesmas
pembantu, dan jumlah desa yang memiliki pos kesehatan desa;
(3) peningkatan derajat kesehatan dengan menekan AKI menjadi
320/100.000 kelahiran hidup, menekan AKB menjadi 42/1.000
kelahiran hidup, prevalensi gizi kurang pada balita kurang dari
20%, dan meningkatkan umur harapan hidup menjadi 70 (Dinas
Kesehatan Provinsi Maluku, 2009).
Untuk mewujudkan visi dan terpenuhi target sampai
dengan akhir Renstra pada tahun 2013, maka disusunlah be
berapa strategi pembangunan. Strategi pembangunan kesehatan
tersebut antara lain: menggerakkan dan memberdayakan masya
rakat untuk hidup sehat; meningkatkan upaya pengendalian dan
pemutusan mata rantai penyakit; meningkatakan kesadaran
masyarakat terhadap penggunaan obat generik; mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan menggunakan
sistem gugus pulau; meningkatkan sistem surveilans, monitoring,
dan informasi kesehatan; dan meningkatkan pembiayaan kese
hatan (Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2009).
Pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan inves
tasi terhadap sumber daya manusia bagi kepentingan bangsa
masa depan. Untuk menjalankan urusan wajib kesehatan di

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

23

Kabupaten SBB, dinas kesehatan merupakan SKPD utama yang


ditunjuk bertanggungjawab memegang urusan kesehatan.
Sedangkan RSU Piru, merupakan SKPD tersendiri yang berperan
sebagai mitra utama dalam urusan kesehatan dan diharapkan
dapat bersinergi dengan dinas kesehatan.
Visi yang tercantum dalam Renstra Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB tahun 2006-2011 adalah Meningkatnya Peran
Serta Masyarakat Menuju Kabupaten Sehat dalam Lingkungan
Aman. Untuk mewujudkan visi tersebut maka disusunlah misi
dari dinas kesehatan. Misi yang pertama yakni memantapkan
manajemen kesehatan dengan menyelenggarakan fungsi admi
nistrasi kesehatan yang efektif dan efisien. Harapan dari misi
ini adalah perencanaan pembangunan yang bagus, mulai
dari penerapan dan pengawasannya. Kedua, meningkatkan
kinerja dan mutu pelayanan kesehatan, diharapkan pelayanan
kesehatan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Ketiga,
memberdayakan masyarakat tanpa dukungan dari masyarakat
termasuk swasta, keberhasilan pembangunan kesehatan tidak
dapat dicapai (Dinas Kesehatan Kabupaten SBB, 2007).
Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten SBB tahun 20062011 disusun dengan memperhatikan Renstra dari Departemen
Kesehatan dan indikator Indonesia Sehat 2010. Selain itu,
disinkronkan juga dengan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati
periode 2006-2011 yang tidak lepas dari penerapan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten SBB. Renstra ini
nantinya menjadi komitmen setiap tahunnya dalam menyusun
rencana kerja dan anggaran pembangunan kesehatan.
Menurut Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten SBB tahun
2006-2011, dalam penyusunan renstra masih didasarkan pada

24

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

beberapa masalah kesehatan di antaranya penyakit malaria,


tuberculosis, kurang gizi, serta masih kurangnya kesadaran dalam
hidup sehat. Dalam memenuhi pelayanan kesehatan di SBB, dinas
kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
prima. Namun, kendala yang dihadapi adalah terbatasnya tenaga
kesehatan, sarana dan prasarana yang belum memadai, dan
keterbatasan dana.
Ada beberapa target yang harus diselesaikan pada akhir
tahun 2011, adapun yang terkait dengan nilai mutlak nilai
indikator IPKM antara lain: cakupan kunjungan ibu hamil K4
80%, cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan sebanyak 83%,
cakupan bayi BBLR yang ditangani 88%, cakupan peserta aktif
KB 62%, cakupan desa/kelurahan UCI 100%, persentase balita
BGM kurang dari 10%, persentase balita gizi buruk mendapatkan
perawatan 100%. (Dinas Kesehatan Kabupaten SBB, 2007).
Pada RPJMD Tahun 2012-2016, Pemerintah Daerah Kabu
paten SBB memprioritaskan pembangunan dengan memper
hatikan beberapa prioritas dalam RPJMN Tahun 2010-2014
dan RPJMD Provinsi maluku Tahun 2008-2013. Strategi dalam
penigkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan
yaitu, (1) Meningkatkan jumlah Puskesmas pelayanan Obstetric
Neonatal Emergensi Dasar (PONED); (2) Meningkatkan kuantitas,
kualitas dan fungsi sarana prasarana pelayanan kesehatan di
puskesmas dan jaringannya; (3) Meningkatkan kualitas sarana
prasarana pelayanan kesehatan rumah sakit; (4) Meningkatkan
kecukupan obat dan perbekalan kesehatan; (5) Menurunkan
angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup; (6) Menurunkan
angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup; (7)

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

25

Menurunkan jumlah balita dengan gizi kurang; (8) Meningkatkan


Keluarga Sadar Gizi; (9) Menyusun berbagai kebijakan, standar
pelayanan kesehatan kabupaten, SPM bidang kesehatan
kabupaten, pedoman dan regulasi kesehatan; (10) Mewujudkan
sistem informasi dan surveilans epidemiologi kesehatan yang
evidence base, akurat di seluruh kabupaten, dan on line dengan
nasional; (11) Mewujudkan sistem pembiayaan kesehatan
masyarakat skala kabupaten; (12) Menjamin tersedianya tenaga
dan fasilitas kesehatan yang merata, terjangkau, dan berkualitas;
(13) Meningkatkan kualifikasi rumah sakit menjadi pusat rujukan
berbasis masalah kesehatan; (14) Mengembangkan sistem
rujukan pelayanan kesehatan dan penunjangnya (laboratorium
diagnostik kesehatan); (15) Meningkatkan kualitas budaya
program hidup bersih dan sehat. (Pemerintah Kabupaten SBB,
2012)
Terkait dengan tuntutan program Millenium Development
Goals (MDGs ), pemerintah Kabupaten SBB dalam RPJMD
kabupaten tahun 2012-2016 juga meresponnya dengan menye
lenggarakan beberapa program. Kaitannya dengan indikator
IPKM, ada tiga program yang direspon oleh pemerintah daerah
Kabupaten SBB, yaitu: penurunan angka kematian anak,
penurunan angka kematian ibu, dan pengendalian penyakit HIV
dan AIDS, malaria dan tuberculosis.

2.3. Mekanisme Penentuan Prioritas Masalah dalam


Rencana & Strategi Pembangunan Kesehatan
Kabupaten SBB
Setelah terjadi pemekaran kabupaten pada tahun 2004 dari
kabupaten induknya Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten SBB

26

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

mulai berbenah dalam membangun wilayahnya. Sejak tahun 2004


sampai sekarang telah terjadi dua kali masa kepemimpinan di
tingkat kabupaten. Periode 2006-2011 kepemimpinan kabupaten
dipimpin oleh Jacobus F. Puttileihalat dan wakilnya H. La Kadir
dan periode 2011-2015 dipimpin oleh Jacobus F. Puttileihalat dan
wakilnya M. Husni. Dalam masa kepemimpinan itu Kabupaten
SBB sudah menghasilkan dua RPJMD, yaitu RPJMD tahun 20062011 dan RPJMD 2012-2016.
Penerapan desentralisasi dan otonomi daerah memberikan
kewenangan secara penuh kepada pemerintah daerah Kabu
paten SBB dalam mengatur dan menyelenggarakan jalannya
pemerintahan tingkat kabupaten. Kebijakan otonomi daerah
tentu saja mempengaruhi kebijakan pembangunan di sektor
kesehatan. Dalam penetapan strategi dan arah kebijakan di setiap
kabupaten/kota disesuaikan dengan permasalahan dan peluang
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
RPJMD merupakan pedoman dan manajemen pembangun
an selama 5 tahun di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten
SBB. RPJMD Kabupaten SBB merupakan penjabaran visi, misi, dan
program Bupati/Wakil yang terpilih. Penyusunan RPJMD tidak
bisa keluar dari dokumen RPJPD kabupaten. RPJMD Kabupaten
SBB harus memuat visi dari Kabupaten SBB, Terwujudnya
Kabupaten SBB yang aman-sejahtera, maju-berkualitas, dan
adil-demokratis melalui penguatan dan pengembangan potensi
lokal. RPJMD Kabupaten SBB juga tidak bisa dipisahkan dari
sistem perencanaan pembangunan nasional, dan hal ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mengenai sistem
perencanaan pembangunan nasional dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemerinatah
Kabupaten SBB, 2012).
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

27

Dalam penyusunan RPJMD dilakukan oleh seluruh elemen


pemerintahan daerah di Kabupaten, mulai dari Bupati hingga
SKPD terkait. RPJMD Kabupaten nantinya akan menjadi acuan
setiap SKPD dalam menyusun Renstra SKPD. Renstra SKPD
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan
kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing SKPD
selama lima tahun. Dalam penyusunan Rencana Kerja SKPD
setiap tahunnya berpedoman kepada Renstra SKPD. Penyusunan
Renstra SKPD dilakukan oleh SKPD terkait dan berada di bawah
koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten SBB (Pemerinatah Kabupaten SBB, 2012).

Gambar 2.5 Alur Perencanaan & Penganggaran


Sumber: SBB 2012-2016

2.4 Alokasi Anggaran Kesehatan


Untuk mewujudkan program prioritas yang tertuang dalam
RPJMD kabupaten, dinas kesehatan tidak hanya bergantung
kepada APBD kabupaten. Pemerintah pusat dan provinsi juga

28

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

memberikan porsi anggaran untuk dinas kabupaten. Ada bebe


rapa sumber dana yang diperoleh oleh dinas kesehatan untuk
menjalankan programnya. Selama ini sumber dana diperoleh
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Bantuan
Operasioan Khusus (BOK), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana
Tugas Perbantuan (TP) dan lain-lain.
Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kese
hatan mengamanatkan bahwa pemerintah daerah harus meng
alokasikan anggaran urusan kesehatan minimal 10% dari total
belanja APBD di luar gaji pegawai. Namun menurut data tahun
2012 menunjukkan fakta bahwa baru ada 11 provinsi yang
mampu mengakomodir dan mengalokasikan APBD di atas 10%
untuk kesehatan, 11 provinisi itu yakni Aceh, Bangka Belitung,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur,
Gorontalo, Sulawesi Selatan, Bali, dan DKI Jakarta (Anonim,
2013).
UU RI No. 36 Tahun 2009 belum mampu diterapkan oleh
Pemerintah Kabupaten SBB. Alokasi anggaran dalam RPJMD
Kabupaten SBB Tahun 2012-2016, dilihat dari persentase
alokasi penganggaran untuk dinas kesehatan dalam memenuhi
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah 3,95% dari total
APBD. Jika melihat dari peringkat berdasarkan persentase, maka
pembiayaan kesehatan berada pada peringkat ke tujuh. Alokasi
anggaran paling banyak berada di Dinas Pendidikan dan Olahraga
sebanyak 23%, kemudian Sekretaris Daerah sebanyak 14%,
Dinas Pekerjaan Umum (8,91%), sekretariat DPRD (6,76%), Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan aset daerah (4,56%),
Badan Kepegawaian Daerah (4,26%), dan peringkat ketujuh Dinas

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

29

Kesehatan sebesar 3,95% (Pemerintah Daerah Kabupaten SBB,


2012).
Penjelasan dari Bappeda oleh bagian yang mengkoor
dinasikan setiap SKPD di Kabupaten SBB mengenai sedikitnya
alokasi anggaran untuk dinas kesehatan mengatakan:
Kalau dulu mulai tahun 2005 itu tidak sampai 5%, tapi setiap
tahun dia naik sedikit, naik sedikit sampai dia memenuhi 10%,
tapi sampai sekarang belum memenuhi syarat undang-undang.
Kami tetap mengupayakan seperti itu, kita masih melihat
SKPD lain, kita masih lihat dinas kesehatan, dinas pendidikan,
sektor ada hampir 22 sektor tambah kecamatan ada 30 lebih.
Sehingga itulah kami dari Bappeda kami koordinasikan dengan
mereka untuk kita bisa tetap tidak keluar dari RPJMD.

Proses dalam mengalokasikan anggaran setiap SKPD


dalam bentuk RKPD setiap tahunnya tidak bisa lepas dari RPJMD
kabupaten. Bahan penyusunan RKPD adalah Renja dari masingmasing SKPD. Dalam RKPD akan memuat kegiatan dan besaran
anggarannya berdasarkan program yang diajukan oeh setiap
SKPD. Selanjutnya dilakukan penetapan Ketentuan Umum
Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS)
yang menjadi arah kebijakan anggaran dan prioritas program/
kegiatan. KUA-PPAS ini yang nantinya disepakati oleh Bupati
dengan DPRD. KUA-PPAS ini nantinya akan dijadikan dasar
penganggaran dalam APBD.
Tahapan dalam penyusunan RAPBD setiap tahunnya dida
sarkan pada penyusunan RKA-SKPD yang akan dibahas oleh
komisi DPRD dengan pemerintah daerah termasuk dengan
masing-masing SKPD. Pada pembahasan RAPBD, seluruh SKPD
dalam lingkup pemerintah daerah termasuk dinas kesehatan
harus mampu meyakinkan dan mempertahankan argumennya
kepada DPRD untuk menyediakan anggaran yang cukup untuk

30

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

melaksanakan program-program kesehatan yang mendukung


pencapaian pembangunan kesehatan.
Ada beberapa faktor yang menentukan perencanaan dan
penganggaran kesehatan yang bersumber APBD, yaitu faktor
sumber daya dan peran dari lembaga eksekutif dan legislatif.
Pengalokasian anggaran APBD terhadap kesehatan belum bisa
lepas dari intervensi dan komitmen politik di antara eksekutif
dan legislatif yang dapat mempengaruhi persepsi dan cara
untuk masalah kesehatan. Sementara di sebagian besar wilayah
terpencil untuk dukungan advokasi kesehatan masih kurang.
Kendala yang sering dikeluhkan oleh pemegang program di
Dinas Kesehatan Kabupaten SBB khususnya mengenai kendala
anggaran. Banyak program yang tidak berjalan rutin setiap tahun,
sehingga selama ini untuk menjalankan program/kegiatan lebih
mengandalkan sumber dana dari luar APBD.
Dinas Kesehatan Kabupaten SBB seharusnya dalam menyu
sun program perlu didasarkan pada data yang menunjukkan
fakta di lapangan, sehingga program yang disusun merupakan
program prioritas yang penting untuk pembangunan kesehatan di
masyarakat. Data dukung untuk sebuah proses perencanaan yang
jauh dari realitas di lapangan menyebabkan kesalahan dalam
penentuan prioritas program/kegiatan.
SDM dan dukungan pemimpin yang berkompeten dibu
tuhkan untuk pengenalan masalah dan peluang pemecahan
masalah kesehatan. Selain itu dukungan dari etos dan semangat
kerja dari seluruh SDM yang ada dalam pembangunan kesehatan
juga menjadi kunci keberhasilan pembangunan kesehatan. Karena
perencanaan yang berkualitas tanpa disertai penerapan dan
sistem monitoring dan evaluasi yang bagus jutru akan menjadi
hambatan dalam pembangunan kesehatan.
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

31

2.4 Situasi Masalah Kesehatan di Kabupaten SBB


Masalah kesehatan yang pernah dan sedang dirasakan
saat ini akan dipaparkan secara objektif dari berbagai
sudut pandang. Sekurang-kurangnya ada tiga subjek sudut
pandang, yakni dari pemegang program kesehatan, lintas
sektor (non kesehatan) dan dari masyarakat secara umum.
2.4.1 Situasi Masalah Menurut Pemegang Program
Minimnya dana merupakan keluhan sebagian besar
pengelola program di Dinas Kesehatan Kabupaten SBB. Ibu H,
petugas kesehatan Program KIA di Dinkes Kabupaten SBB menga
takan, bahwa seringkali beberapa usulan program tidak bisa dila
kukan karena terbatasnya anggaran yang ada. Hal senada juga
diungkapkan Pak A, seorang petugas kesehatan, bahwa karena
minimnya anggaran mengakibatkan beberapa daerah yang cukup
sulit secara akses tidak terlayani dengan maksimal.
Untuk tingkat yang lebih ke akar rumput, yakni di pus
kesmas-puskesmas yang bertugas memberikan pelayanan
langsung ke masyarakat, masalah pendanaan juga masih menjadi
kendala. Selama ini, puskesmas di Kabupaten SBB mengandalkan
pembiayaan program-programnya dari dana BOK dan Jaminan
Keseshatan Nasional (JKN). Pengelolaan BOK dan JKN ini
tergantung pada puskesmas masing-masing dan kebijakannya ada
di kepala puskesmas masing-masing. Ada kasus di mana kepala
puskesmas dianggap kurang bijak sehingga beberapa program
terkendala dalam pelaksanaannya karena dana operasional
belum turun, sehingga beberapa petugas mengaku harus sering
mengeluarkan uang pribadi untuk biaya operasional pelayanan.
Hal lain yang juga menjadi masalah dalam pelayanan
kesehatan di Kabupaten SBB, tidak meratanya persebaran tenaga

32

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

kesehatan yang ada. Untuk jumlah perawat dan bidan misalnya,


secara jumlah sudah mencukupi (data tahun 2013 ada 120 bidan
dan 294 perawat), tapi penempatannya tidak disesuaikan dengan
kebutuhan wilayah. Ada satu dua puskesmas yang memiliki
jumlah tenaga kesehatan melebihi rasio cakupan wilayah kerja,
namun ada juga puskesmas yang justru kekurangan tenaga
kesehatan. Kekurangan ini terjadi terutama pada daerah-daerah
sulit, seperti daerah pulau maupun pegunungan. Hingga saat ini
akses transportasi ke daerah tersebut umumnya masih minim.
Ketidakmerataan tenaga kesehatan di daerah-daerah
sulit menjadi salah satu kendala dalam pelayanan. Sebagai contoh
di Kecamatan Taniwel, yang merupakan salah satu kecamatan ter
jauh di Kabupaten SBB. Puskesmas di Kecamatan Taniwel harus
melayani 19 desa dan 2 dusun yang menjadi wilayah kerjanya.
Namun, saat ini hanya memilimi 18 bidan, 3 di antaranya bidan
yang bertugas di puskesmas. Desa-desa yang tidak memiliki bidan
desa justru desa yang sulit aksesnya karena berada di daerah
pegunungan dengan kondisi jalan yang belum memadai.
Masalah yang juga menjadi keluhan beberapa tenaga
kesehatan di Kabupaten SBB adalah minimnya sarana dan pra
sarana. Kondisi di fasilitas kesehatan yang kurang memadai, ter
utama di pustu-pustu. Di Kecamatan Taniwel misalnya, bebe
rapa pustu sudah berusia puluhan tahun dan tidak pernah ada
pemeliharaan sehingga sudah mulai rusak di sana-sini. Ditambah
lagi dengan perlengkapan yang ada juga sangat minim, seperti
ketiadaan listrik, tempat tidur, alat-alat kesehatan, hingga
ketersediaan air bersih. Hal ini, tentu saja menjadi kendala yang
cukup serius dalam memberikan pelayanan ke masyarakat,
terutama ketika harus membantu persalinan di fasilitas

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

33

kesehatan. Demikian juga dengan perlengkapan posyandu seperti


timbangan atau ketiadaan alat ukur tinggi badan yang layak.

2.4.2 Masalah Kesehatan & Kerjasama Lintas Sektor


Bisa dikatakan, tanggung jawab pembangunan kese
hatan di Kabupaten SBB selama ini berada di pundak dinas
kesehatan. Meskipun begitu, juga dilakukan kerjasama dengan
lintas sektor, misalnya dengan BKKBN untuk pelayanan KB dan
Kesehatan Reproduksi, dengan Badan Ketahanan Pangan untuk
Program Gizi, Badan Pemberdayaan Desa dan Dinas Pekerjaan
Umum. Kerjasama tersebut umumnya sudah berjalan baik dan
saling mendukung, meskipun dengan beberapa lintas sektor
belum maksimal. Dengan Dinas PU misalnya, yang diharapkan
bisa mendukung dalam hal penyediaan sarana dan prasarana
kesehatan, namun sejauh ini belum ada.
Kerjasama lintas sektor juga dilakukan pada tataran
yang lebih operasional, yakni puskesmas dengan tokoh-tokoh
masyarakat, utamanya adalah dengan pemerintah desa, terkait
sosialisasi program-program yang ada. Kerjasama yang lebih
teknis misalnya pelaksanaan posyandu yang diadakan di masingmasing desa. Pihak desa menyediakan tenaga kader untuk
membantu kegiatan posyandu atau poskesdes dan penganggaran
untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT), meskipun tidak
semua desa memiliki anggaran untuk itu. Kerjasama dalam
bentuk anggaran, khusus kesehatan, dengan pihak desa umum
nya belum ada, karena pihak desa juga mengaku bahwa dana
mereka saat ini juga sangat terbatas.
Tokoh masyarakat lain yang juga memiliki peran dalam
pembangunan kesehatan di desa-desa yakni tokoh atau organisasi
agama. Hal ini terutama pada organisasi agama di gereja yang

34

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

secara struktur memang lebih rapi. Beberapa organisasi gereja


justru memiliki anggaran pelayanan kesehatan. Di beberapa desa
di Kecamatan Taniwel misalnya, organisasi gereja mengadakan
Posyandu Lansia dengan pembiyaan oleh mereka tapi secara
tenaga kesehatan, bekerja sama dengan puskesmas setempat.
Salah satu sosok penting yang terlibat langsung dalam
pelayanan kesehatan di masyarakat adalah dukun bayi (mama
biyang). Di Kabupaten SBB, rata-rata setiap desa memilki minimal
1 orang dukun bayi. Keberadaan dukun bayi tak lepas dari
masih percayanya masyarakat terhadap pelayanan yang mereka
berikan, terutama dalam menolong persalinan. Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB memberikan pelatihan kepada para dukun bayi
ini. Selain itu, juga dilakukan kemitraan antara bidan dengan
dukun bayi. Kemitraan biasanya dalam bentuk kerjasama ketika
menolong persalinan. Beberapa kemitraan berjalan dengan
baik, namun pada beberapa kasus masih terjadi pertolongan
persalinan yang sepenuhnya dilakukan oleh dukun bayi.

2.4.3 Masalah Kesehatan di Masyarakat


Masih belum baiklah. Pelayanan belum baik, belum
maksimal. Ujar Pak L, seorang tokoh masyarakat di Keca

matan Taniwel, ketika ditanya tentang pelayanan kese


hatan yang ada saat ini. Menurut Pak L, meski jarak dari
desanya ke puskesmas relatif dekat (sekitar 1 km), namun
masih sedikit masyarakat yang memanfaatkan layanan
kesehatan di puskesmas. Dulu-dulu itu kan istilahnya
tidak ada obat, kekurangan obat, tapi sampai sekarang masih
kekurangan. tambah Pak L. Selain itu, masih menurut Pak

L, ada kecenderungan di masyarakat untuk pergi ke fasilitas


kesehatan ketika sakit sudah parah. Meskipun berobat ke
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

35

puskesmas diakui murah atau bahkan gratis, namun kualitas


obatnya seringkali dianggap tidak cukup manjur sehingga
banyak masyarakat yang memilih membeli obat-obat
generik sendiri atau jika memungkinkan, memanggil tenaga
kesehatan ke rumah daripada datang ke fasilitas kesehatan.
Kepemilikan jaminan kesehatan juga belum diakses
semua masyarakat. Hal ini terkait sosialisasi yang masih rendah,
sehingga banyak masyarakat yang belum paham akan cara pem
buatan dan manfaat kepemilikannya. Pendataan yang seringkali
tidak akurat juga menjadi masalah. Seringkali terjadi kasus
misalnya seorang penduduk yang sudah meninggal bahkan
memperoleh kartu jaminan kesehatan. Ada juga kasus di mana
penduduk yang dianggap mampu secara ekonomi memperoleh
jaminan kesehatan dan sebaliknya, penduduk yang kurang mam
pu justru tidak mendapatkan.
Dari segi tenaga kesehatan, beberapa masyarakat juga
menyebutkan bahwa selama ini masih kurang. Di Puskesmas
Kecamatan Taniwel misalnya, saat ini tidak ada tenaga dokter dan
menurut Pak L, ketiadaan tenaga dokter ini juga mempengaruhi
tingkat kepercayaan masyarakat untuk memeriksakan diri ke
Puskesmas.
Pak N, salah seorang tokoh masyarakat yang lain, menye
butkan bahwa tidak adanya bidan di desanya dianggap sebagai
salah satu faktor utama kenapa masyarakat masih menggunakan
jasa mama biyang ketika melahirkan. Beberapa masyarakat
yang menggunakan jasa mama biyang menyebutkan bahwa
seringkali ketika mereka ingin memanggil bidan, bidan sedang
tidak ada di tempat sehingga kemudian pilihan jatuh pada dukun
bayi. Selain itu pertimbangan ia akan melahirkan normal juga

36

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

menjadi pertimbangan untuk menggunakan jasa dukun bayi. Ada


semacam asumsi di masyarakat bahwa menggunakan jasa bidan
lebih mahal dibandingkan menggunakan jasa dukun bayi. Di sisi
lain, faktor-faktor kedekatan secara sosial juga mempengaruhi
pilihan. Dukun bayi umumnya penduduk setempat, yang sudah
dikenal di lingkungan sekitar dengan baik sehingga sudah terjalin
hubungan sedemikian rupa dengan pasien. Hal ini berbeda
dengan bidan yang mungkin saja pendatang dan karenanya,
hubungan yang dibangun sedikit berjarak.

Minimnya sosialisasi dan penyuluhan kesehatan


juga dikeluhkan beberapa tokoh masyarakat dan diyakini
mereka sebagai salah satu sebab rendahnya kesadaran
masyarakat terkait kesehatan. Seperti yang diungkapkan
Pak N, misalnya yang mengaku selama ini sosialisasi hanya
diberikan dalam bentuk tertulis dan dianggap tidak cukup
efektif. Ini nggak tahu ini bagaimana dari tiap dinas, aturan
tahun-tahun ini cuma dikasih foto kopi saja, dibaca saja. Ha, kita
ini bingung. Kalau disertai pendamping kasih arahan kesehatan
nggak bingung to? ungkap Pak N.

Hal senada juga diungkapkan Pak D, tokoh desa yang


yang lain, Penyuluhan kepada masyarakat. Jadi, barang-barang
ini harusnya diberikan kejelasan. Masyarakat ini bodoh, tapi kalau
terus menerus, dia juga ingat.
Masalah kesehatan yang cukup menonjol di masyarakat
saat ini adalah masih tingginya penderita malaria. Kabupaten SBB
sendiri memang dikategorikan sebagai daerah endemis malaria.
Upaya-upaya sudah dilakukan seperti penyemprotan atau
pembagian kelambu, namun kasus-kasus malaria di masyarakat
masih cenderung tinggi. Penyakit lain yang muncul seperti

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

37

TB Paru, Kusta, namun secara jumlah tidak terlalu menonjol.


Sementara penyakit seperti muntaber, diare, dan ISPA banyak
dialami terutama oleh balita dan anak-anak.
Kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat juga masih cukup rendah, seperti kebiasaan buang air
di tempat terbuka (di pantai bagi yang tinggal di daerah pesisir)
dan pembuangan sampah sembarangan. Sampah biasa dibuang
di laut, di pinggir jalan, atau di pekarangan saja. Sementara
untuk ketersediaan air bersih, umumnya masyarakat di SBB tidak
kesulitaan memperoleh air bersih karena sumber-sumber air
mudah didapat, baik itu dari mata air maupun sumur galian.

2.5 Komparasi Indeks Pembangunan Kesehatan


Manusia (IPKM) & Data Rutin di Tahun 20072013
Seperti yang kita ketahui, IPKM pada tahun 2007 meru
pakan agregat yang terdiri dari 24 indikator. Sedangkan IPKM
2013 yang merupakan penyempurnaan dari IPKM 2007, meru
pakan agregat yang terdiri dari 30 indikator. Perubahan jumlah
agregat indikator dari 24 menjadi 30 menjadi salah satu pembeda
pengembangan IPKM 2007 dibandingkan IPKM 2013. Perbedaan
lainnya yakni metode penghitungan indeks tersebut.
Komparasi IPKM Kabupaten SBB di tahun 2007 dengan 2013
dilakukan pada 4 sub indeks yakni kesehatan balita, kesehatan
reproduksi, pelayanan kesehatan, dan perilaku kesehatan. Data
IPKM diperbandingkan dengan menggunakan data sekunder buku
IPKM 2007 dan 2013 dengan metode perhitungan IPKM 2007.
Agar komparasi selaras antara IPKM dan data rutin, maka
data rutin yang disejajarkan merupakan data rutin dari program

38

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

kesehatan balita, kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan,


dan perilaku kesehatan. Sumber data rutin diambil dari data
laporan profil kesehatan Kabupaten SBB tahun 2007 dan 2013
dan atau laporan profil kesehatan Provinsi Maluku tahun 2007
dan 2013. Data profil SBB dalam Angka yang dipublikasi oleh
Badan Pusat Statistik turut melengkapi perbandingan data rutin.

2.5.1 Komparasi IPKM Kabupaten SBB tahun 2007 dan


2013
Penghitungan IPKM di tahun 2013 yang terdiri dari 30
indikator dapat dihitung per sub indeksnya juga. Ada 7 sub indeks
(kelompok indikator) yang dihasilkan dari 30 indikator yang
ada, yakni sub indeks kesehatan balita, kesehatan reproduksi,
pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan, penyakit tidak menular,
penyakit menular, dan kesehatan lingkungan. Sub indeks pertama
hingga ke empat menjadi fokus penggalian data Kabupaten SBB.
Sub indeks Kesehatan Balita terdiri dari 6 indikator, yakni
indikator balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan
pendek, balita gemuk, penimbangan balita, kunjungan neonatal
dan imunisasi lengkap. Sub indeks Kesehatan Reproduksi terdiri
dari 3 indikator, yakni indikator penggunaan alat kontrasepsi
(MKJP), pemeriksaan kehamilan (K4), dan indikator Kurang Energi
Kronik (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS).
Ada 3 prevalensi dan 1 cakupan indikator dalam sub
indeks kesehatan balita yang mengalami peningkatan pada tahun
2013 dibandingkan tahun 2007. Ada 1 cakupan indikator yang
menurun yakni cakupan imunisasi lengkap. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam gambar 2.6 untuk kecenderungan prevalensi
dan gambar 2.7 untuk kecenderungan cakupan.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

39

Berdasarkan gambar 2.6, terjadi penurunan prevalensi


untuk indikator gizi buruk, pendek, dan gemuk. Artinya terjadi
penurunan kasus masalah gizi dalam 3 indikator tersebut. Pada
gambar 2.7 terlihat, terjadi peningkatan upaya penimbangan
balita meski belum terlalu besar peningkatannya. Namun upaya
imunisasi lengkap menurun tajam.

Gambar 2.6 Kecenderungan Prevalensi gizi balita balita berdasarkan


IPKM 2007-2013
Sumber : Laporan IPKM 2007 & 2013

Gambar 2.7 Kecenderungan Cakupan Kesehatan Balita Berdsarkan


IPKM 2007 dibandingkan IPKM 2013
Sumber : Laporan IPKM 2007 & 2013

40

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Kecenderungan data indikator kesehatan reproduksi


berdasarkan data IPKM 2007-2013 tidak dapat dilihat karena
indikator cakupan MKJP, K4, dan prevalensi KEK pada WUS
merupakan indikator pengembangan pada tahun 2013, pada
IPKM 2007 belum terakomodasi. Perbandingan data kabu
paten bisa dilakukan terhadap data provinsi di tahun 2013.
Cakupan MKJP dan K4 di Kabupaten SBB terlihat lebih rendah
dibandingkan cakupan di Provinsi Maluku. Begitu juga dengan
cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan (K4). Sedangkan
untuk prevalensi KEK pada WUS kabupaten SBB lebih rendah
dibandingkan dengan Provinsi Maluku di tahun yang sama. Untuk
lebih jelasnya terdapat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.8 Perbandingan Cakupan & Prevalalensi Kesehatan


Reproduksi di Kabupaten SBB & Provinsi Maluku
Sumber : Laporan IPKM 2007 & 2013

Kelompok indikator atau sub indeks Pelayanan kesehatan


terdiri dari 5 indikator, yakni indikator persalinan oleh tenaga
kesehatan (nakes) di fasilitas kesehatan (faskes), proporsi keca
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

41

matan dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk, proporsi


desa dengan kecukupan jumlah posyandu per desa, proporsi desa
dengan kecukupan jumlah bidan per penduduk, dan indikator
kepemilikan jaminan pelayanan kesehatan. Sementara sub indeks
perilaku kesehatan juga memiliki 5 indikator, yakni indikator
perilaku merokok, cuci tangan dengan benar, buang air besar
di jamban, aktivitas fisik cukup, dan indikator menggosok gigi
dengan benar.
Proporsi kecukupan jumlah dokter dan bidan pada IPKM
2007 memiliki definisi yang agak berbeda dengan IPKM 2013,
sehingga perbandingan hanya dapat dilakukan dengan keadaan
provinsi di tahun yang sama. Proporsi jumlah dokter dan bidan
di Kabupaten SBB lebih besar sedikit dibandingkan di Provinsi
Maluku. Cakupan penolong persalinan oleh nakes di Kabupaten
SBB sedikit lebih rendah dibandingkan di Provinsi Maluku. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.9 Cakupan Sub Indeks Yankes Berdasarkan IPKM 2007 di


Kabupaten SBB Terhadap IPKM Provinsi Maluku
Sumber: Laporan IPKM 2007 & 2013

42

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Indikator persalinan ditolong oleh nakes di faskes meru


pakan indikator pengembangan di tahun 2013, sehingga tidak
bisa dibandingkan dengan data tahun 2007. Namun jika di tahun
2013 akan dibandingkan dengan provinsi ternyata Kabupaten
SBB memiliki cakupan jauh lebih rendah dibandingkan provinsi
Maluku. Indikator desa yang memiliki kecukupan posyandu ber
dasarkan data IPKM 2013 memiliki proporsi yang lebih besar
dibandingkan proporsi di Provinsi Maluku. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.10 Cakupan Sub Indeks Yankes Berdasarkan IPKM 2013 di


Kabupaten SBB terhadap Provinsi Maluku
Sumber: Laporan IPKM 2007 & 2013

Proporsi dokter di Kabupaten SBB terlihat hampir sama


jumlahnya dibandingkan di Provinsi Maluku berdasarkan IPKM
2013. Sedangkan proporsi bidan di Kabupaten SBB lebih besar
dibandingkan di Provinsi Maluku. Jika dilihat pola pada gambar
2.9 & 2.10, Kabupaten SBB berhasil menambah jumlah tenaga
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

43

dokter dan bidan secara cukup signifikan dibandingkan kabupaten


lain di Provinsi Maluku.
Kecenderungan IPKM 2007-2013 hanya ada 3 indikator
yang bisa diperbandingkan dari 5 indikator dalam sub indeks
Perilaku Kesehatan, yakni indikator proporsi cuci tangan, perilaku
BAB, dan aktivitas fisik. Ketiga indikator tersebut sedikit meng
alami kenaikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut ini.

Gambar 2.11 Kecenderungan Perilaku Kesehatan berdasarkan IPKM


2007-2013
Sumber : Laporan IPKM 2007 & 2013

2.5.2 Komparasi Data Rutin Kabupaten SBB tahun 20072013


Data rutin kesehatan Kabupaten SBB yang bisa diperoleh
selama di lokasi penelitian berasal dari 2 instansi, yakni dinas
kesehatan dan Badan Pusat Statistik. Data rutin tersebut berupa
laporan profil kesehatan di kabupaten dan provinsi, dan profil
kabupaten dalam angka jika dibutuhkan untuk melengkapi.

44

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Dari laporan profil kesehatan, pada sub indeks kesehatan


balita hanya ada dua indikator yang bisa dibandingkan yakni
cakupan penimbangan balita (D/S) dan kejadian gizi kurang.
Kecenderungan kedua indikator dapat dilihat pada gambar beri
kut ini.

Gambar 2.12 Kecenderungan Sub Indeks Kesehatan Balita Tahun


2007 & 2013
Sumber : Laporan Profil Kesehatan Kabupaten SBB & Provinsi Maluku

Berdasarkan gambar 2.12 terlihat cakupan penimbangan


balita mengalami sedikit kenaikkan dari 2007 hingga 2013.
Sementara kasus gizi kurang terjadi sedikit penurunan, meskipun
tidak banyak. Kecenderungan kasus gizi kurang ini memiliki
pola yang hampir sama dengan data kecenderungan IPKM yang
ada, yakni kasusnya sedikit berkurang. Jika dilihat besaran pre
valensi data rutin cenderung sedikit dibandingkan data survai
dikarenakan data rutin hanya menghitung kejadian gizi kurang
saja, sedangkan pada IPKM, kasus gizi kurang ditambah kasus

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

45

gizi buruk. Sementara cakupan penimbangan polanya berbeda,


di mana berdasarkan data IPKM, cakupannya cenderung sedikit
meningkat.
Berdasarkan data rutin, apa maknanya? Jika dilihat
pola cakupan penimbangan balita sedikit menurun atau terjadi
stagnasi dalam upaya itu. Artinya upaya yang dilakukan masih
minimalis atau sedikit sekali. Jika pun kasus gizi kurang terlihat
berkurang, karena jumlah yang tidak terlaporkan (tidak datang ke
posyandu) semakin banyak secara agregat.
Data rutin yang bisa menggambarkan sub indeks kese
hatan reproduksi hanya memiliki 2 indikator, yakni cakupan peng
gunaan MKJP dan cakupan pelayanan K4. Pada gambar 2.13
terlihat kecenderungan cakupan penggunaan MKJP menurun,
artinya upaya yang dilakukan pengelola dalam mempromosikan
dan membantu pelayanan MKJP sedikit sekali. Sementara upaya
meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan cukup meningkat
jika dibandingkan tahun 2007, seperti yang terlihat pada gambar
2.13.

Gambar2.13 Cakupan Penggunaan MKJP & Pemeriksaan Ibu Hamil


(K4) Tahun 2007 & 2013
Sumber: Laporan Profil Kesehatan Kab SBB & Provinsi Maluku

46

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Bagaimana dengan kecenderungan data pelayanan


kesehatan berdasarkan laporan rutin di Kabupaten SBB?
Hanya ada 2 indikator yang bisa diperbandingkan termasuk
dengan data IPKM, yakni cakupan persalinan ditolong oleh
nakes dan cakupan jaminan pelayanan kesehatan warga
miskin (askeskin). Indikator cakupan persalinan ditolong
oleh nakes meningkat tajam berdasarkan laporan rutin.
Sementara cakupan askeskin meningkat sedikit, ini bisa
dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.14 Kecenderungan Cakupan Linakes & Penggunaan


Askeskin di Kabupaten SBB 2007 & 2013
Sumber : Laporan Profil Kesehatan Kab SBB & Provinsi Maluku

Indikator Linakes pada IPKM 2013 telah disempurnakan


menjadi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan. Jika hal ini diterapkan di Kabupaten SBB, maka angka
indikator ini akan sangat kecil sekali. Hal ini terjadi dikarenakan
berbagai kendala yang mengakibatkan persalinan ditolong tidak
di fasilitas kesehatan yang telah ada. Mengapa hal ini bisa terjadi
akan dijelaskan khusus pada bab tematik mengenai pelayanan
kesehatan.
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

47

Data kecenderungan sub indeks perilaku kesehatan ber


dasarkan data rutin yang ada terlihat pada gambar 2.15 berikut.
Sayangnya, data rutin yang ada hanya memiliki 1 indikator yang
bisa menggambarkan data perilaku kesehatan yakni PHBS. Tidak
dijelaskan juga bagaimana indikator PHBS ini diukur dalam
laporan profil kesehatan. Dari profil, terlihat kecenderungan
upaya PHBS meningkat cukup besar.

Gambar 2.15 Kecenderungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


(PHBS) di Kabupaten SBB Tahun 2007 & 2013
Sumber: Profil Kesehatan Kab SBB & Provinsi Maluku

Jika kita bandingkan data perilaku kesehatan yang ada


antara data IPKM dan data rutin, ternyata ada pola yang sejalan.
Jika diasumsikan PHBS data rutin di atas meliputi indikator antara
lain kecukupan aktivitas fisik dan kepemilikan jamban atau
perilaku BAB di jamban, kedua polanya ada peningkatan. Artinya
ada upaya peningkatan menuju perilaku yang sehat. Mengapa
dan bagaimana hal ini bisa terjadi bisa dilihat pada bab tematik
mengenai Perilaku Kesehatan.

48

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Bab 3

Potensi Pertanian Di Tengah-Tengah


Belitan Persoalan Gizi Balita
Lely Indrawati

Sebagian besar penduduk Kabupaten SBB memiliki la


pangan pekerjaan di sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor
pertanian merupakan penyumbang terbesar pendapatan asli
daerah Kabupaten SBB (BPS, 2014). Pada tahun 2013, sumbangan
tertinggi dari Produk Dosmetik Regional Bruto (PDRB) dihasilkan
oleh sektor pertanian sekitar 31,66%, diikuti perdagangan,
restoran, hotel, dan jasa.
Hal di atas tidak mengherankan, karena sejak dahulu Pulau
Seram terkenal akan potensi sumber daya alamnya. Pulau Seram
memiliki tanah yang subur, sangat cocok untuk pertanian. Dengan
adanya tanah yang subur, kemampuan penduduk sebagai petani
atau pengolah tanah, seharusnya menjadikan penduduk tercukupi
ketersedian kebutuhan pangan sehari-harinya, termasuk gizi
balita. Namun jika kita cermati terdapat beberapa pergeseran
jenis tanaman yang ditanam penduduk yang berdampak negatif
khususnya bagi ketersediaan konsumsi pangan bergizi bagi balita.
Pada bab 2, terlihat ada kecenderungan tanaman kacang hijau
makin sedikit ditanam, di mana tahun 2007 jumlah panen masih
sebesar 54 hektar, namun di tahun 2013 hanya tinggal 3 hektar.

49

Sementara kacang kedelai di tahun 2007 masih ada seluas 17,5


hektar namun di tahun 2013 sudah tidak ada lagi.
Berdasarkan IPKM, kejadian angka gizi buruk pada balita di
Kabupaten SBB mencapai 31% di tahun 2007, kemudian sedikit
menurun menjadi 23% di tahun 2013. Bahkan pada permasalahan
gizi kronis antara lain kejadian angka balita gizi pendek dan sangat
pendek mencapai hampir 60% di tahun 2007, yang kemudian
berkurang menjadi 30% di tahun 2013. Bagaimana hal ini bisa
terjadi? Penggambaran per sub sistem yang terjadi pada program
Kesehatan Gizi Balita akan memberi sedikit penjelasan ironi ini.

3.1 Sumber Daya (Organisasi ,Tenaga, Sarana &


Prasarana)
erdasarkan laporan profil Kesehatan Kabupaten SBB
Tahun 2013, Seksi Gizi merupakan sub bagian Bidang Kese
hatan Keluarga. Ada delapan seksi termasuk Gizi dalam
struktur organisasi Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten
SBB. Agar lebih jelas mengenai struktur organisasi bisa
dilihat gambar 3.1 berikut.

50

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 3.1 Bagan struktur Organisasi Dinas Kesehatan Pemerintah


Kabupaten SBB
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten SBB Tahun 2013

Otonomi daerah dan rotasi jabatan menjadi salah satu masalah


dalam tenaga kerja kesehatan di Kabupaten SBB. Dari 4 kepala
bidang program yang ada, ada 2 yang kosong alias belum ada
yang menjabat, yakni kepala bidang pelayanan kesehatan
masyarakat dan kesehatan keluarga. Sementara dari 8 kepala
seksi yang ada, 3 di antaranya juga belum ada yang menjabat,
yakni kepala seksi pengamatan P2M, jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat & pendidikan, penyuluhan dan
pelatihan tenaga kesehatan. Sebagai informasi, kepala dinas
yang menjabat hingga saat ini masih berstatus pejabat
pelaksana tugas atau belum definitif. Kekosongan jabatan yang
cukup banyak dalam struktur dinas kesehatan sedikit banyak
menjadi hambatan dalam pelaksanaan program kesehatan di
kabupaten.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

51

Tenaga gizi yang bertugas di Kabupaten SBB umumnya


memiliki pendidikan D3 Gizi. Berdasarkan catatan data dinas
kesehatan terakhir, tercatat terdapat 35 tenaga gizi, 31 orang
tersebar di 17 puskesmas, sisanya bertugas di kantor Dinas
Kesehatan Kabupaten SBB. Jika dibandingkan di tahun 2010, di
mana jumlah tenaga gizi hanya berjumlah 15 orang, maka secara
kuantitatif jumlahnya telah meningkat.
Berdasarkan pengakuan petugas gizi, untuk di kabupaten
maupun puskesmas, jumlah tenaga telah mencukupi, hanya
ada beberapa distribusi yang kurang merata. Sebagian besar
puskesmas memiliki 1-2 tenaga gizi, namun ada beberapa yang
berlebih dan beberapa puskesmas sama sekali tidak memilikinya.
Puskesmas yang memiliki letak strategis, tidak jauh dari pusat
ibukota kabupaten, memiliki 4-6 orang tenaga. Ada 2 puskesmas
yakni Puskesmas Elpaputih & Inamosol yang sama sekali tidak
memiliki tenaga gizi.

Jumlah posyandu aktif keseluruhan yang tersebar di


17 puskesmas sejumlah 200, jumlah ini meningkat tajam
jika dibandingkan tahun 2010 yang berjumlah 46 buah. Ini
artinya, semakin bertambah jumlah posyandu aktif, semakin
dekat akses ibu hamil dan balita yang mendapat pelayanan
kesehatan.
Sebagai kabupaten baru hasil pemekaran sejak tahun
2004, berbagai masalah dan tantangan harus dihadapi,
termasuk kemampuan tenaga gizi. Pada awal terbentuknya
kabupaten, berbagai macam pelatihan selalu diberikan
yang menekankan pada Pemantauan Pertumbuhan Balita.
Namun karena dana terbatas, pelatihan dilakukan secara
bergilir setiap tahunnya. Bahkan sejak tahun 2010 hingga

52

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

2012 kegiatan pelatihan mandek, seiring tidak adanya


anggaran bagi program Gizi di Kabupaten SBB, seperti
yang dituturkan Bapak S, Tidak ada alokasi dana kegiatan
gizi di tahun 2010-2012. Entah di program lain, kalaupun ada
alokasi dana dari pusat maupun provinsi tidak melewati kita,

ungkap informan yang pernah menjabat di Dinas Kesehatan


Kabupaten SBB. Alhasil, kemampuan tenaga gizi yang ada
menjadi sangat bervariasi. Hal ini sangat diakui menjadi
keterbatasan dari segi tenaga/sumber daya manusia.
Alat ukur lingkar lengan atas (LILA) pada wanita usia subur &
panjang badan balita tidak ada, sehingga status balita pendek
dan sangat pendek tidak ada dalam pencatatan dan pelaporan
puskesmas. Pengukuran LILA dilakukan oleh beberapa bidan
pada ibu hamil menggunakan alat meteran kain ketika
datang di pelayanan polindes dan puskesmas, namun hanya
digunakan untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak, tidak
menjadi laporan kegiatan.

Kegiatan pengukuran antropometri ibu-ibu hamil dan balita


ketika di posyandu sangat terbatas. Pengukuran yang dilakukan
pada balita menggunakan alat timbang berat badan kain (dacin).
Keterbatasan alat ini diakui oleh pelaksana program gizi di dinas
kesehatan kabupaten. Pengadaan timbangan Dacin dilakukan
oleh dinas kesehatan kabupaten pada tahun 2007. Penambahan
alat yang sama dilakukan oleh dinas kesehatan provinsi pada
tahun 2012.

3.2 Perencanaan & Pembiayaan


Proses perencanaan program gizi balita pada awal ter
bentuk kabupaten berjalan dengan baik di tingkat pelaksana
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

53

program. Di setiap akhir tahun, bagian perencanaan mem


bagikan formulir kepada setiap bagian/sie untuk diisikan
prioritas kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan berdasar
rekapan laporan permasalahan dan cakupan yang ada di
semua puskesmas, termasuk besaran dan alokasi per kegiat
an.
Setelah terkumpul semuanya dan direkap, maka bagian pe
rencanaan membuat satu dokumen rencana kegiatan kesehatan
kabupaten yang nantinya dibahas bersama SKPD lain, Bappeda,
dan DPRD. Proses ini berlangsung hingga ditentukan alokasi dana
dan kegiatan yang disetujui. Sebelum final, bagian perencanaan
menanyakan kembali prioritas mana yang didahulukan sesuai
alokasi yang disetujui.
Namun proses di atas setelah tahun 2010 tidak berjalan
lagi. Setiap bagian seakan-akan berjalan masing-masing. Kerja
sama antarprogram terasa sangat berkurang, termasuk dalam
penyusunan perencanaan program dan anggaran. Bahkan infor
man kami menceritakan bahwa akhir-akhir ini perencanaan
anggaran yang ada sudah tidak berbasis kebutuhan program,
melainkan kebijakan politis.
Berdasarkan draft RKPD 2013-2014, khususnya bab lampir
an anggaran pagu indikatif, dijabarkan persentase rencana
kegiatan yang ada. Untuk program gizi, dalam draft tersebut
mendapatkan bagian sekitar 5-6 persen dari total keseluruhan
APBD kesehatan kabupaten setiap tahunnya. Itupun dalam
pelaksanaannya, bisa lebih kecil dari rencana pagu indikatifnya.
Proses tarik ulur dalam perencanaan dan anggaran ber
jalan dinamis dan diakui pemegang program di luar kuasa
sektor kesehatan, realisasinya. Sebagai contoh, dalam lembaran

54

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

pengajuan RKPD Kabupaten SBB di tahun 2013 total pagu


indikatif yang diajukan sebesar Rp 14.396.600.000,- di mana total
kegiatan program gizi mengajukan sembilan kegiatan dengan
total anggaran sebesar Rp 818.800.000,-. Setelah diajukan
ternyata yang disetujui dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA)
total anggaran hanya sebesar Rp 11.228.732.956,- di mana total
program gizi hanya disetujui sebesar Rp 125.037.650,- yang
mencakup 2 kegiatan saja.
Jika dilihat proporsi realisasi pada tahun 2013 secara total
anggaran keseluruhan sebesar 78%-nya dari total perencanaan.
Sementara untuk setiap program, misalnya program gizi
terealisasi sebesar 15% saja dibanding total perencanaan. Ini
artinya terjadi perubahan anggaran yang cukup besar dari proses
perencanaan menjadi realisasi. Bahkan gap ini semakin besar di
tahun 2014 dan 2015. Pada tahun 2014, proporsi realisasi total
anggaran hanya sekitar 50%-nya saja dari total awal pengajuan
perencanaan. Salah satu informan kami, seorang pemegang
program menjelaskan, bahwa banyak faktor di luar wewenang
sektor dalam pengajuan perencanaan dan anggaran kegiatan
setiap tahunnya.
Beberapa tahun belakangan kita mengalami kegagalan dalam
merealisasikan perencanaan dan anggaran kegiatan. Banyak
faktor yang menentukan, faktor terbesar penentuan anggaran
dari legislatif, jelasnya.

Ketidaksesuaian antara pengajuan perencanaan kegiatan


dengan realisasi yang disetujui juga diakui oleh salah satu pelak
sana program gizi Bapak J semenjak sekitar tahun 2010 hingga
sekarang. Menurut beta, kekurangan kami dalam kegiatan yang

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

55

kita adakan tidak berdasarkan perencanaan. Akibatnya program


kurang pas sasaran. Karena antara apa yang kami ajukan dan yang
direalisasi berbeda, ungkap laki-laki yang biasa disapa Bu Eli oleh
rekan-rekannya (Bu dalam Bahasa Ambon artinya bapak).

3.3. Prioritas Kebijakan


Kebijakan kesehatan gizi balita sebelum tahun 2007 lebih
menekankan pada bagaimana posyandu bisa menjadi milik
masyarakat, bukan sekedar kegiatan pekerjaan tenaga kesehatan.
Posyandu seharusnya merupakan salah satu perwujudan dari
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Oleh karena itu,
tokoh masyarakat, tokoh agama, menjadi salah satu kunci dalam
mengembangkan posyandu, termasuk keterlibatan kader.
Awalnya, di setiap desa dibutuhkan sekitar 10 orang
kader guna membantu jalannya kegiatan posyandu. Umumnya
seseorang menjadi kader kesehatan karena ditunjuk atau
diminta oleh raja. Kepala raja adalah sebutan bagi seseorang
yang memimpin suatu desa yang didiami oleh penduduk asli
Pulau Seram. Ada juga sebagian yang menjadi kader karena
sejak dahulu merupakan anggota PKK kelompok kerja bidang
kesehatan.
Kader merupakan tenaga sukarela masyarakat yang me
miliki tugas membantu tenaga kesehatan khususnya pada
saat posyandu. Dahulu, untuk memacu tugas seorang kader,
dikeluarkan kebijakan dari dinas kesehatan, yakni kader dan
keluarganya jika berobat di fasilitas kesehatan pemerintah tidak
dikenakan biaya alias gratis. Namun, kebijakan saat ini sudah
tidak berlaku lagi, hanya jika posyandu mengadakan pelayanan

56

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

pengobatan, biasanya tenaga medis tetap memberikan pelayanan


gratis bagi kader.
Sejak awal berdirinya Kabupaten SBB, telah disadari perma
salahan gizi kurang pada balita merupakan masalah yang terjadi
di masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari laporan-laporan kegiatan
di puskesmas setiap tahunnya. Sehingga sejak tahun 2010 hingga
saat ini, dalam program gizi balita menekankan prioritas kegiatan
pada permasalahan gizi buruk, selain penekanan penimbangan
balita (cakupan D/S).
Tidak ada kebijakan spesifik lainnya dalam kegiatan
program gizi masyarakat. Umumnya kabupaten akan mengacu
kebijakan program milik Kementrian Kesehatan di tingkat pusat,
yang ditunjang oleh kebijakan tingkat provinsi. Contohnya,
untuk acuan, target kebijakan yang dijadikan pegangan
kabupaten antara lain buku Petunjuk Pelaksanaan Survailans
Gizi yang dibuat oleh Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak. Kemudian diikuti oleh setiap pusat kesehatan masyarakat
(puskesmas).

3.4 Pelaksanaan dan Pencatatan Pelaporan


Seperti yang diutarakan dalam bab sebelumnya,
Kabupaten SBB mulai mandiri sebagai kabupaten sekitar
tahun 2004, sehingga pelaksanaan program sebelum tahun
2007 masih dalam proses pembelajaran dan coba-coba.
Termasuk dalam program gizi, jika dilihat pelaksanaan kegia
tannya masih sebagian-sebagian, belum terstruktur antara
kabupaten dengan puskesmas-puskesmas di bawahnya.
Pemekaran wilayah kecamatan membawa konsekuensi pada
kebutuhan penambahan fasilitas kesehatan berbasis masyarakat,

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

57

salah satu di antaranya posyandu. Berdasarkan laporan profil SBB


dalam Angka di Tahun 2007, tercatat ada sekitar 30-60 posyandu
per kecamatan. Pembuatan posyandu diikuti perekrutan tenaga
sukarela (kader kesehatan) di setiap desa oleh tenaga kesehatan
di puskesmas dibantu oleh tenaga kesehatan dari kabupaten.
Keterlibatan kader dan tokoh masyarakat menjadi kunci berhasil
atau tidaknya program kegiatan gizi masyarakat termasuk gizi
bayi dan balita.

Dengan keterbatasan dana, pelatihan bagi tenaga gizi


dan kader selalu diadakan sejak awal hingga terakhir tahun
2008. Materi pelatihan berupa bagaimana pelaksanaan
surveilans dan penghitungan status gizi pada balita. Dana
terkadang bersumber dari APBD kabupaten, ada kalanya
dari provinsi. Tapi harus kita akui kemampuan tenaga gizi kita
masih belum merata. Jadi masih 50% mahir dan sisanya belum
mahir. Hal ini karena memang dana program kita sangat terbatas
sekali sejak dulu, jelas salah satu wasor atau supervisor

tenaga gizi di tingkat kabupaten. Alhasil pelaksanaan


kegiatan di sebagian besar posyandu umumnya hanya
pengukuran penimbangan dan imunisasi, dan penimbangan
pun hanya menggunakan timbangan kain Dacin. Jika
anak sudah berumur lebih dari 1 tahun, maka kegiatan di
posyandu tinggal penimbangan saja. Hal ini yang menjadi
keluhan sebagian ibu-ibu pemilik balita untuk datang ke
posyandu.
Ibu balita belum bisa merasakan pentingnya penimbangan
balita untuk perkembangan gizi anak. Mereka akan berbon
dong-bondong datang ke balai desa jika ada pemberian
makanan tambahan (PMT) di posyandu.

58

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 3.1 Penimbangan Balita di Salah Salah Satu Posyandu oleh


Kader. Terlihat Anak Ditimbang Menggunakan Timbangan Bayi
(Dacin)
Sumber: Dokumen Peneliti, Februari 2015

Tidak antusiasnya ibu balita untuk datang ke posyan


du juga dirasakan kader di berbagai posyandu. Seperti
ungkapan salah satu kader di Puskesmas Taniwel, salah satu
puskesmas yang memiliki wilayah luas dan jauh: Katong
sering panggil-panggil ibu untuk timbang ke posyandu, tapi
mereka bilang ah timbang-timbang seng kasih makan. Kalau
sudah begitu katong sebagai kader sudah tidak bisa kasih paksa
lagi to, ungkap kader.
Mengandalkan dana kabupaten untuk bantuan PMT penyu
luhan di semua posyandu tentu saja tidak memungkinkan. Dana
yang terbatas hanya bisa diberikan bagi penderita gizi buruk dan
kurang, yakni berupa PMT pemulihan, itupun hanya untuk 1-2

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

59

puskesmas. Berdasarkan catatan laporan kegiatan dinas, cakupan


penimbangan balita (D/S) pada tahun 2007 masih rendah, yakni
sekitar 50%.
Kurang antusiasnya ibu balita pergi ke posyandu khususnya
balita berumur di atas 12 bulan masih terjadi hingga sekarang.
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan cakupan timbang
balita ini, namun lagi-lagi dari pihak kabupaten terkendala dana.
Kendala dana di puskesmas cukup terbantu dengan hadirnya BOK
yang diluncurkan Kementrian Kesehatan secara nasional sejak
tahun 2010. Sesuai petunjuk teknis pelaksanaan BOK ditujukan
pada kegiatan yang menunjang program Millenium Development
Goals, salah satunya program gizi. Dana BOK yang ditujukan
sebagai dana tambahan kegiatan pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif-preventif.
Namun di Kabupaten SBB, justru dana BOK mau tidak mau
dijadikan tumpuan utama kegiatan pelayanan kesehatan di
puskesmas, termasuk untuk program gizi balita.

Berbagai kegiatan gizi di posyandu dan di masyarakat


telah dicatat oleh tenaga gizi dibantu kader. Bentuk catatan
masih berupa formulir yang direkomendasikan Dirjen Bina
Gizi Kementerian Kesehatan RI yang diberikan melalui dinas
kesehatan kabupaten. Formulir tersebut biasanya akan diper
banyak (foto copy) untuk sejumlah kegiatan, kemudian petugas
akan mengisinya. Setiap bulan, petugas gizi di puskesmas akan
menerima catatan formulir dari kader dan tenaga gizi di pustu,
kemudian dikompilasi menjadi formulir kegiatan bulanan.
Sebagian besar catatan kegiatan puskesmas di Kabupaten SBB
masih diisi langsung dengan pena di formulirnya. Untuk laporan

60

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

bulanan yang rutin, beberapa puskesmas yang memiliki sumber


daya untuk mengoperasikan komputer, menggabungkan bebe
rapa formulir menjadi satu file menggunakan program komputer.
Namun beberapa puskesmas yang tidak memiliki sarana
komputer dan atau tenaga yang tidak memiliki ketrampilan
mengoperasikan komputer, memberikan beberapa formulir
kegiatan apa adanya menjadi laporan bulanan puskesmas ke
dinas kesehatan kabupaten.
Pencatatan dan pelaporan kegiatan di tingkat puskesmas
hingga kabupaten belum dilakukan dengan baik dan teratur. Baik
laporan rutin bulanan, triwulan maupun tahunan. Demikian juga
laporan tahunan untuk kegiatan BOK. Berdasarkan tim sekretariat
BOK di kabupaten tahun ini, laporan BOK tahunan 2010-2013
masih belum direkapitulasi, masih per puskesmas per bulan.
Untuk tahun 2014, ketika kami meminta di pertengahan bulan
Februari 2015, yang tersedia baru ada 7 dari 17 puskesmas di
seluruh Kabupaten SBB.
Kendala letak geografis yang jauh dan terpisah kepulauan
membuat keterlambatan pelaporan di beberapa puskesmas.
Biasanya mereka akan datang untuk sekalian antar laporan di
semua program, ambil obat dan vaksin, sistemnya nebeng.

Jelas salah satu staf di Dinas Kabupaten SBB.


3.4.1 Pelaksanaan Kegiatan Gizi Balita di Puskesmas
Kairatu Barat
Puskesmas Kairatu Barat mulai ada sejak tahun
2010, terletak di Kecamatan Kairatu Barat. Sebelumnya,
merupakan puskesmas pembantu yang tergabung dalam
Kecamatan Kairatu. Puskesmas ini membawahi 6 desa,

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

61

yakni Desa Kamal, Waisamu, Waisarisa, Nuruwe, Waihatu


dan Lohiatala.
Puskesmas Kairatu Barat merupakan salah satu
puskesmas yang dianggap memiliki kinerja baik oleh
dinas kabupaten, sehingga sering dijadikan rujukan dan
kunjungan pejabat dari pusat maupun provinsi. Mungkin
karena posisi gedung kami yang berada di pinggir jalan dan
cenderung dekat ya, jelas kepala puskesmas kala menyambut

kedatangan kami. Berdasarkan pengamatan dan data yang


kami dapatkan, terbukti catatan dan pelaporan puskesmas
ini cenderung baik. Data laporan tahunan berbentuk
file komputer sejak tahun 2011 hingga 2014 bisa kami
dapatkan.
Jumlah tenaga gizi ada 4 orang. Dua orang bertugas
di puskesmas, 2 orang bertugas di pustu. Pada awal ter
bentuk, tugas rutin kegiatan gizi masih dilakukan oleh
bidan. Namun sejak 2011, dilaksanakan penuh oleh tenaga
gizi. Dari 6 desa wilayah binaannya, hanya ada 1 desa yang
sangat padat penduduknya. Lima desa lainnya cenderung
tidak terlalu padat sehingga hanya ada 1 posyandu setiap
desanya. Ketika posyandu berlangsung, tenaga gizi, juru
imunisasi, bidan, dan dokter datang secara bersamaan.
Kekompakan dan dedikasi kuat petugas dalam memberi pela
yanan kesehatan kepada masyarakat bisa kita rasakan ketika
kami mengikuti beberapa pelayanan posyandu yang ada.

Satu desa di Kairatu Barat yang sangat padat yakni


Desa Kamal. Untuk mendekatkan akses penduduk, maka diben
tuk 3 posyandu dalam desa tersebut. Ketiga posyandu itu dina

62

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

makan posyandu Kamal 1 yang menjadi posyandu induk, di sini


kesadaran penduduk untuk datang timbang cukup tinggi. Semen
tara posyandu kedua, disebut Kamal 2, berada di dekat pinggir
pantai. Karena masih terlalu luas, di posyandu ini dibuat menjadi
2 tempat penimbangan, yakni di dekat gereja, di mana umumnya
penduduk pendatang dan penimbangan dekat pasar, umumnya
ibu-ibu yang bekerja di pasar ikan. Dari berbagai tempat
posyandu, sebagian besar tempatnya merupakan balai desa. Jika
lebih dari satu posyandu dalam satu desa, tempatnya berada di
salah satu rumah penduduk. Tidak ada satu pun posyandu yang
memiliki gedung sendiri (khusus) seperti yang ada di Pulau Jawa.
Berdasarkan pengamatan dan wawancara pelaksanaan
posyandu di 6 desa yang ada, hanya ada 2 desa yang ramai
dikunjungi dengan kesadaran penduduk sendiri, yakni Desa
Waihatu dan Kamal (induk). Tidak seperti umumnya posyandu
yang hanya ada 2 kegiatan yakni penimbangan dan pemberian
imunisasi, di 2 desa ini lebih banyak kegiatannya. Seperti di
posyandu Waihatu, penduduk di sini sebagian besar didiami
oleh transmigran asal Pulau Jawa. Jikapun ada penduduk lokal,
biasanya telah akulturasi (menikah) dengan transmigran. Di
posyandu ini terdapat lima meja kegiatan, yakni pendaftaran,
penimbangan, pemberian imunisasi, penyuluhan bagi ibu hamil
dan pengobatan, serta posyandu lansia.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

63

Gambar 3.2 Suasana Penimbangan dan Pengisian KMS oleh Tenaga Gizi
dan Kader di Posyandu Waihatu.
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Gambar 3.3 Pemeriksaan Ibu Hamil di Posyandu Waihatu.


Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

64

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Sekitar awal tahun 2010, cakupan penimbangan


balita di 6 desa cenderung merata, yakni sekitar 23-25
persen. Memang tidak terlalu tinggi, namun berbagai upaya
telah dilakukan untuk meningkatkan cakupan penimbangan,
salah satunya dilakukan sweeping, yakni mendatangi rumah
balita ketika pada hari penimbangan tidak hadir. Rendahnya
cakupan penimbangan saat ini terkonsentrasi di 2 desa saja,
yakni Kamal yang berpenduduk musiman nan padat, dan
Desa Nuruwe yakni desa dengan penduduk asli. Sementara
4 desa lainnya saat ini cenderung stabil cakupannya.
Berdasarkan catatan laporan dan berita media
masa lokal, Kabupaten SBB memiliki kasus gizi buruk yang
selalu ada di tiap tahunnya, termasuk di Kecamatan Kairatu
Barat. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun belakangan
pihak puskesmas melakukan kegiatan pelacakan balita
dari rumah ke rumah yang memiliki status gizi kurang dan
buruk. Kegiatan ini sekaligus untuk mendapatkan cakupan
penimbangan yang jumlahnya mendekati jumlah sasaran.
Semua kegiatan gizi di puskesmas ini juga sama seperti
puskesmas lainnya, bergantung pada sumber BOK. Hasil dari
pelacakan, jika terdapat balita gizi kurang akan diberikan
PMT pemulihan selama 1 bulan, di mana petugas gizi atau
kader memberikan bantuan makanan pendamping berupa
makanan lokal, seperti bubur nasi atau ubi kayu (singkong)
yang dicampur dengan sayur atau buah-buahan. Jika
terdapat balita gizi buruk dari keluarga tidak mampu, maka
akan diberi PMT pemulihan selama 3 bulan. Sayangnya,
ketika balita sudah tidak dalam pengawasan, beberapa

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

65

orang tua kembali tidak memperhatikan asupan gizi sang


anak.
Rendahnya pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif pada
bayi ikut memberi sumbangan terjadinya kasus gizi kurang
dan buruk di SBB. Begitu pula dengan pemberian makanan
pendamping bagi bayi yang terlalu dini. Alhasil asupan ASI
belum maksimal didapat bayi. Umumnya, bagi orang tua balita
makanan bergizi itu mahal. Jika bayi setelah diberi ASI tetap
menangis, pertanda dia lapar, dan tidak cukup hanya diberi air
susu. Tidak ada aturan dan pantangan tertentu, kapan seorang
anak bisa diberi makanan pendamping. Jika umur 3-4 bulan
dicoba diberikan bubur nasi atau bubur ubi kayu yang disaring,
sang anak mau dan lahap, maka dimulailah waktu pemberian
makanan pendamping. Selain bubur, biasanya pengenalan buah
yang disaring seperti pisang menjadi awal permulaan pemberian
makanan pada bayi. Seperti dijelaskan oleh Ibu Ace, yang
memiliki anak balita dan keduanya kini berumur hampir 1,5
tahun, menceritakan kapan anaknya diberi makanan pendamping
air susu.
Dicoba-coba saja, lihat pertumbuhan anak. Tiap anak bedabeda kapan mau makannya. Ada juga pertama kasih makan
telur direbus, dikasih makan kuningnya saja. Sudah habis,
dikasih pisang, lama-lama dong bosan, dikasih bubur dicampur
sayur. Nanti makin besar dikasih makan nasi tim to

Jika ditelisik sejak tahun 2007-2010, jumlah kasus gizi


kurang dan buruk sudah cukup banyak. Namun lagi-lagi dengan
pagu dana yang sangat terbatas, penanganan kasus baru bisa
diberikan pada kasus gizi buruk. Hal ini juga terjadi di wilayah
kerja Puskesmas Kairatu Barat, yang tercatat secara geografis,
penduduknya masih mudah dijangkau pelayanan kesehatan.

66

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Berdasarkan laporan bulanan puskesmas dari bulan Januari s/d


Juni 2011, jumlah kasus yang ditemukan gizi buruk dan kurang
rata-rata 30 balita, bahkan pada bulan Februari 2011 jumlahnya
mencapai 63 balita. Sementara jumlah balita gizi kurang dan
buruk yang mendapat perawatan tidak terlaporkan.
Intensnya kegiatan pelacakan kasus gizi balita buruk dan ku
rang disertai penanganan pemberian makanan tambahan
meski baru pada kasus gizi buruk sejak tahun 2012 hingga saat
ini, membawa hasil. Berdasarkan catatan bulanan, kasusnya
sedikit berkurang. Kisaran jumlah yang ditemukan setiap
bulannya hanya mencapai paling tinggi 18 balita untuk satu
kecamatan Kairatu Barat.

3.4.2 Pelaksanaan Kegiatan Gizi di Puskesmas Taniwel


Puskesmas Taniwel telah ada sejak awal mekar Kabu
paten SBB. Kecamatan Taniwel merupakan wilayah induk,
di mana setelah tahun 2007 sebagian wilayahnya menjadi
Kecamatan Taniwel Timur, di mana Puskesmas Uwen Pantai
menjadi puksemas satelit dari Puskesmas Taniwel.
Wilayah geografis Kecamatan Taniwel memiliki
kontur ketinggian yang sangat bervariasi. Sebagian meru
pakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian dataran
rendah pantai. Kepadatan huniannya pun masih rendah.
Jarak antara rumah satu dengan yang lain masih berjauhan.
Sebagian masih dibatasi hutan rakyat. Namun sebagian
besar jalan utama antardesa cukup bagus, telah diaspal.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

67

Gambar 3.4 Jalan Utama Dari Piru Menuju Kecamatan Taniwel


Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Gambar 3.5 Salah Satu Rumah Penduduk di Kecamatan Taniwel


dengan Bukit Pegunungan di Bagian Belakangnya
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

68

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Puskesmas Taniwel memiliki wilayah kerja sebanyak 19


desa. Jumlah posyandu yang ada sejak tahun 2007 dibandingkan
tahun 2013 tidak terlalu banyak bertambah. Ada penambahan
3 posyandu saja saat ini, sehingga jumlahnya sekarang 23 buah.
Umumnya setiap desa hanya mempunyai satu posyandu, hanya
ada 1-2 desa yang memiliki dua posyandu dalam satu desa.
Pencatatan dan dokumentasi laporan kegiatan sangat sulit di
dapat. Selama peneliti tinggal dalam kurun waktu lebih kurang
2 minggu, tak banyak laporan kegiatan pelayanan kesehatan
yang didapat, termasuk kegiatan gizi. Catatan kegiatan yang
berupa lembaran-lembaran isian formulir ditumpuk terpisahpisah. Penyimpanannya pun kurang diperhatikan, sehingga jika
dibutuhkan kesulitan mendapatkannya.
Berdasarkan informasi pengelola program gizi di tingkat
kabupaten, cakupan penimbangan balita di Taniwel sebelum
tahun 2007 cukup baik, yakni D/S sebesar 83%. Namun jika kita
lihat per kelompok umur, jumlah S (sasaran) balita sangat sedikit
(under reported). Seperti pada kelompok bayi umur 0-12 bulan,
jumlah balita yang ditimbang sejumlah 305 orang, dengan jumlah
sasaran semua bayi 0-12 hanya 314 balita untuk satu Kecamatan
Taniwel. Sementara sasaran balita 1-3 tahun hanya 1.076, dan
balita 3-5 tahun sebesar 303 balita. Sehingga total sasaran balita
keseluruhan 1.693 balita. Seperti yang telah kami paparkan,
wilayah kecamatan ini sangat luas. Jika jumlah desa semua ada
19, perkiraan kami 1 desa paling sedikit 100 balita ada, maka
estimasi total sasaran balita ada lebih dari 2000 balita.
Berdasarkan pengakuan beberapa kader yang aktif di
Puskesmas Taniwel, sejak tahun 2007 hingga sekarang tidak
pernah ada kegiatan penyegaran bagi kader kesehatan. Kebera
daan kader sangat ditentukan oleh Bapak Raja dan Ibu Raja
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

69

(kepala desa). Ibu Raja otomatis menjadi pembimbing kader, ter


masuk dia yang mengangkat dan memberhentikan seorang kader,
sehingga umumnya ibu-ibu yang menjadi kader atas permintaan
Ibu Raja.
Ketika diminta data kegiatan terbaru dan terakhir di
tahun 2014 atau 2013 pada program gizi, petugas kebingungan
dalam mencari lembaran format kegiatannya. Formulir bulanan
tidak dikumpulkan dalam manajemen waktu, melainkan dibiarkan
tumpukkan bercampur baur. Alhasil, gambaran setahun terakhir
atau triwulan terakhir tidak didapatkan data laporan sama sekali.
Faktor-faktor teknis, terutama terkait pendanaan umumnya
memang masih menjadi kendala dalam pelaksanaan programprogram yang ada. Kebijakan dari pemerintah tentu tak
bisa selalu diharapkan. Meski begitu, selalu ada upaya dari
bawah untuk terkait kesehatan agar program tetap berjalan.
Terkait dengan gizi balita misalnya, di desa-desa yang menjadi
wilayah kerja Puskesmas Taniwel, sebagian besar tidak ada
penganggaran untuk program PMT posyandu dari puskesmas
maupun desa. Karenanya muncul inisiatif dari masyarakat
untuk menyediakan PMT sendiri dengan iuran sebesar
Rp 1000 - Rp 2000 untuk setiap mereka yang melakukan
kunjungan ke posyandu. Sehingga setidak-tidaknya PMT
bisa diberikan tiga bulan sekali. Dalam praktiknya, seringkali
jumlah iuran tidak mencukupi karena kadang-kadang tidak
semua mau memberi iuran. Namun ketika hari H PMT, peserta
posyandu banyak, maka kader atau petugas kesehatan
seringkali harus mengeluarkan sejumlah uang pribadi agar
cukup untuk menyediakan PMT. PMT sendiri diakui oleh para
petugas sebagai salah satu pemicu yang efektif agar ibu-ibu
yang memiliki bayi dan balita mau datang ke posyandu untuk
melakukan penimbangan.

70

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 3. Ibu dan Balita (umur 2 tahun, BB 6 kg)


Mengalami Gizi Buruk
Sumber : Dokumen Peneliti, Februari 2015

Gambar 3.7 Rumah Tinggal Ibu Balita di Salah satu Kecamatan


Kabupaten SBB
Sumber : Dokumen Peneliti, Februari 2015

3.5 Peran Serta Masyarakat & Lintas Sektor


Masalah gizi buruk tidak akan bisa diselesaikan sendiri
oleh sektor kesehatan. Peran serta masyarakat secara luas
dan sektor di luar kesehatan sangat diperlukan. Peran serta
masyarakat di sini yakni peran ibu-ibu pemilik balita, tokoh
masyarakat, dan kader kesehatan di desa. Sedangkan peran
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

71

lintas sektor yang dimaksud di sini adalah Badan Ketahanan


Pangan.
Dalam kegiatan kesehatan gizi masyarakat, peran serta
masyarakat belum banyak terlihat. Bagi masyarakat, kebutuhan
makan anak dan anggota keluarga bertujuan kenyang di perut.
Kebutuhan gizi yang lengkap, seperti kebutuhan karbohidrat,
protein, sayuran, buah, dan susu belum menjadi prioritas bagi
keluarga.
Kesadaran menyediakan makanan/asupan yang cukup
dan bergizi dari ibu-ibu balita yang mengalami gizi kurang
dan buruk rata-rata masih rendah. Faktor ekonomi yang sulit
turut mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Seperti yang
dialami Ibu S dan Ibu A yang anaknya pernah memiliki status
gizi buruk pada tahun 2014. Suami ibu S hanya buruh tani
harian yang berpenghasilan tidak menentu. Begitupun dengan
suami Ibu A yang tinggal di Kecamatan Kairatu Barat. Untuk
membantu ekonomi keluarga, sang istri terkadang jualan
makanan. Penghasilan keluarga yang kurang membuat ibu-ibu
sulit menyediakan makanan yang cukup dan bergizi bagi anakanaknya.
Penyediaan makanan pendamping air susu ibu pada bayi
umumnya diberikan pada umur sangat dini. Hal ini dilakukan ibu
balita dikarenakan ASI tidak terlalu banyak dihasilkan. Anak terus
menangis. Bagi ibu, anak menangis setelah diberi ASI artinya sang
anak masih merasa lapar dan perlu asupan makanan.

72

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Bagi ibu balita, sejak umur 3 bulan bayi sudah bisa diper
kenalkan makanan dan minuman pendamping ASI. Pisang,
kuning, telur rebus, bubur nasi & singkong yang disaring,
hingga makanan bayi pabrikan merupakan makanan yang
biasa diberikan pada bayi.

Setelah mengenal makanan pendamping dan ASI semakin


sulit berproduksi, susu formula yang menjadi minuman utama
bayi. Kebiasaan ini adalah hal biasa dan wajar bagi ibu balita di
sana.
Peran tokoh masyarakat seperti kepala desa atau kepala
raja, tokoh agama, terlibat dalam penyuluhan-penyuluhan
kesehatan, termasuk penyuluhan tentang pentingya bayi
balita dipantau pertumbuhannya di posyandu. Begitu juga
dengan pentingnya imunisasi bagi bayi. Beberapa kepala desa
telah menyadari hal itu, tetapi ada juga kepala raja yang masih
beranggapan, jika bayi diberi imunisasi menyebabkan sakit.
Hal itu berdasarkan pengalaman yang ia lihat, bahwa seorang
bayi pulang dari imunisasi, malamnya malah panas. Tenaga
kesehatan telah menerangkan bahwa panas setelah imunisasi
adalah hal biasa, setelahnya ia akan memiliki kekebalan. Namun
keterbatasan pengetahuan dan kesadaran membuat masih ada
beberapa pemimpin masyarakat yang melarang keluarganya
diimunisasi.
Penyediaan tempat ruangan milik desa seperti balai desa
sebagai tempat kegiatan posyandu menjadi salah satu tanda
kepala raja atau desa telah setuju dan mendukung kegiatan
pemantauan kesehatan balita. Jika posyandu lebih dari satu
tempat dalam satu desa, maka fasilitas kesehatan seperti
poskesdes atau rumah penduduk yang digunakan.
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

73

Tokoh agama pun dilibatkan ketika ada penyuluhan.


Medianya melalui peran gereja atau pengajian di kalangan
muslim. Umumnya masyarakat masih menghormati dan percaya
kepada tokoh agama. Hanya saja, peran mereka masih sangat
sedikit untuk dilibatkan dalam kegiatan atau permasalahan
kesehatan. Termasuk jika ada masalah gizi buruk dan kurang,
penanggulangan baru melibatkan kader dan tenaga gizi setempat
saja.
Peran kader kesehatan menjadi sangat dominan dan dibu
tuhkan dalam pemantauan kesehatan balita. Perannya dibutuhkan
tidak hanya saat posyandu, sebelum dan paska posyandu juga
telah diupayakan para kader. Kunjungan rumah ke rumah keluarga
balita menjadi salah satu upaya kader dalam meningkatkan
jumlah sasaran balita. Salah satu desa di Kairatu Barat, ada suami
dan keluarga kader yang selalu dilibatkan untuk menjemput balita
yang akan ditimbang di posyandu. Semangat dan kerelaan hati
untuk mengabdikan dan menyehatkan masyarakat, khususnya
balita dan ibu-ibu sekitarnya, adalah tekad mereka. Waktu,
materi, bahkan hidup menjadi pengorbanan yang tak tergantikan
atas pengabdian mereka. Ada salah satu kader di salah satu desa
yang telah mengabdikan dirinya menjadi kader kesehatan sejak ia
belum menikah hingga kini telah berumur lebih dari 70 tahun.
Peran serta dari sektor non kesehatan sudah mulai ada,
yang paling menonjol dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP)
di kabupaten. Kerjasama yang dilakukan berupa penanganan
dalam menanggulangi kasus gizi buruk pada keluarga yang
memiliki balita gizi buruk. Salah satu bentuk kerjasamnya dengan
memberikan dana untuk PMT di posyandu-posyandu bagi balita
gizi buruk. Pemberian bantuan PMT biasanya dikoordinasikan

74

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

dengan tenaga kesehatan setempat. Pemberian dilakukan secara


bergantian, berpindah-pindah desa sejak tahun 2006-2008.
Namun karena dana terbatas, setiap tahun hanya dipilih 1-2
desa dalam satu kecamatan. Bantuan diberikan selama 6 bulan
berturut-turut.
Jika pada tahun 2006-2008 kegiatan hanya bersifat ban
tuan makanan di keluarga, maka pada tahun 2011, BKP mem
berikan bantuan usaha pada kelompok-kelompok di beberapa
desa. Bantuan usaha berupa bibit tanaman pangan yang
memiliki gizi tinggi sekaligus nilai ekonomi cukup tinggi. Nama
kegiatannya P2KP atau Percepatan Penganekaragaman Kawasan
Pangan. Kegiatan ini diciptakan karena ada beberapa kawasan
yang memiliki potensi rawan pangan, ditandai dengan adanya
beberapa kasus gizi buruk balita dalam satu atau dua desa.
Dengan menanam bibit pangan diharapkan hasilnya dapat
dikonsumsi anak-anak keluarga tersebut, sisanya dijual guna
memenuhi kebutuhan keluarga.

Bantuan kelompok lainnya berupa pemberian modal


berkelompok untuk beternak ayam, termasuk pendam
pingan pemeliharaan hingga hasilnya. Bantuan juga dibe
rikan kepada keluarga miskin yang memiliki balita gizi buruk.
Mereka membentuk kelompok usaha. Ketika ayam sudah
bertelur dan memiliki anak ayam, nantinya telor tersebut
dikonsumsi oleh anak balita, sisanya bisa dijual sebagai
penghasilan tambahan keluarga.
Meskipun beberapa bantuan telah diberikan, tidak
berarti menyelesaikan masalah persoalan ekonomi dan
gizi keluarga gizi buruk tersebut. Kepala BKD Kabupaten
SBB menyadari proses itu tidak mudah dan memerlukan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

75

waktu. Kendala terbesar kita adalah mengubah pola pikir


masyarakat yang masih menganggap bahwa makanan sehat
itu mahal, ungkap Bapak Adjait yang menjadi kepala BKP

sejak tahun 2008 yang lalu. Oleh karena itu, kita masih
terus memberikan penyuluhan untuk memanfaatkan lahan
rumah sebagai penyediaan sumber pangan yang sehat bagi
keluarga.
Upaya lain yang dilakukan dalam menyejahterakan
masyarakat yang memiliki penghasilan minim lain yakni
pemberian pendampingan dan bimbingan kepada petani
asli. Dengan bantuan dana dari Negara Amerika Serikat
melalui program IFAD (International Fund Agroculture
Development), petani penduduk lokal, bukan pendatang,
mendapatkan bantuan modal, sekaligus pendampingan
penanaman tanaman pangan. Tanaman yang ditanam dise
suaikan dengan kecocokan lahan dan keinginan masyarakat.
Hingga kini, berdasarkan pengakuan Kepala BKP Kabupaten
SBB, telah ada 22 desa 220 kelompok mandiri dari 3000 KK
miskin yang mendapat bantuan ini. Kegiatan yang memiliki
konsep Bergizi, Beragam, Berimbang masih memiliki ken
dala pemasaran produk tanamnya.

3.6 Dukungan Pendampingan & Monitoring Evaluasi


Perencanaan & Anggaran yang Dibutuhkan
Telah dipaparkan sebelumnya, mulai sumber daya,

kebijakan, prioritas, perencanaan dan kegiatan di pro


gram gizi balita yang terjadi di Kabupaten SBB. Sumber
permasalahan terbesar yang dirasakan pelaksana pro
gram sejak tahun 2011 hingga saat ini adalah mengenai

76

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

perencanaan dan anggaran, khususnya yang seharusnya


diberikan dari sumber APBD. Permasalahan perencanaan
dan anggaran tidak hanya terjadi di program gizi balita,
tetapi juga di semua program kesehatan di Kabupaten SBB.
Berdasarkan pengakuan dan konfirmasi yang diberikan
dari pelaksana program di kabupaten dan provinsi, proses
monitoring dan evaluasi kegiatan maupun anggaran selalu
diadakan setiap tahunnya. Pertemuan dengan bantuan dana
provinsi baiasanya dilakukan bukan hanya mengundang
pelaksana program, tetapi pembuat kebijakan dari lintas
sektor tingkat provinsi dan kabupaten, hingga pihak legislatif
turut diundang.
Kegiatan pendampingan diakui belum pernah ada di
Dinas Kesehatan Kabupaten SBB. Pendampingan yang dibu
tuhkan sejak persiapan perencanaan program, penyusunan
materi pelaksanaan, hingga disetujui anggaran dan kegiatan.
Kami sangat membutuhkan proses itu jika diadakan di daerah
kami, jelas informan yang pernah menjadi kepala seksi

perencanaan. Proses pendampingan akan lebih baik jika


bisa dimulai sejak akhir tahun, setelah laporan kegiatan dari
semua puskesmas masuk, sehingga bisa dipetakan masalah
kesehatan yang ada untuk menjadi data dukung proses
perencanaan. Bagian perencanaan dan penanggungjawab
program tertentu yang patut mendapatkan pendampingan.
Pendampingan saat proses pengajuan kegiatan dan
anggaran hingga mempertahankan di legislatif juga menjadi
hal penting, sehingga advokasi kebijakan dan anggaran
menjadi tujuan utama pendampingan ini.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

77

Berbagai masalah dipaparkan setiap tahunnya, namun tidak


ada satu pun jalan keluar yang bisa memberikan dukungan
nyata dalam perbaikkan proses perencanaan dan pengang
garan yang berbasis kebutuhan kegiatan. Entah ya katong
rasa juga bingung, jika hanya evaluasi paparan masalah, seng
ada solusi dukungan di perencanaan setelahnya, katong selalu
mentok di proses itu, jelas salah satu pelaksana program di
kabupaten.

3.7 Kesimpulan dan Saran


Dari semua gambaran semua aspek yang berkaitan
dengan program Kesehatan Gizi, khususnya gizi balita,maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai
berkut.
3.7.1 Kesimpulan
Simpulan ini dibuat setelah melakukan analisis isi
semua subsistem kesehatan gizi balita di Kabupaten SBB
yang dihubungkan dengan teori sistem kesehatan nasional,
yakni:
1. Jumlah Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) baik di kabupaten mau
pun di puskesmas secara umum sudah cukup. Dengan
lulusan pendidikan D3 gizi dan sebagian masih D1 gizi.
2. Alat yang digunakan untuk posyandu umumnya hanya alat
timbang berat badan kain (dacin), sebagian ada timbang
badan injak secara swadaya. Tidak ada alat pengukuran
tinggi/panjang badan.
3. Perencanaan dan anggaran masih belum berbasis kebutuhan.
Sektor kesehatan belum mempunyai bargaining power

78

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

dalam mengupayakan dan mempertahankan kegiatan dan


anggaran.
4. Pembiayaan kegiatan yang rutin untuk program gizi bersum
ber dari BOK sejak tahun 2010 hingga saat ini. Pembiayaan
bersumber APBD sangat minim, bahkan pada tahun 20102012 tidak ada sama sekali.
5. Belum ada kegiatan dan upaya untuk melakukan promosi dan
pencegahan kasus balita gizi kurang dan buruk. Penanganan
kasus baru dilakukan pada balita gizi buruk dan miskin,
dengan pemberian PMT pemulihan.
6. Masih banyak anggapan makanan bergizi itu mahal.
7. Ada semangat yang tinggi dalam menjalankan kegiatan pada
kader kesehatan di posyandu, meski tidak ada insentif.
8. Pencatatan dan pelaporan di puskesmas masih berorientasi
sekedar pelaporan ke kabupaten. Pencatatan belum diman
faatkan sebagai bahan evaluasi kegiatan puskesmas selan
jutnya. Beberapa puskesmas yang berada di kepulauan
memiliki kendala geografis dan dana dalam membawa lapor
an. Teknologi komputer belum banyak dimanfaatkan pada
pencatatan di tingkat puskesmas.
9. Tokoh masyarakat dan agama belum banyak dilibatkan dalam
memahami dan memecahkan masalah kesehatan gizi balita.
10. Monitoring dan evaluasi dari tingkat provinsi masih bersifat
sekedar pengumpulan dan penjabaran masalah, namun
belum bisa memberi solusi pada akar masalah di kabupaten
11. Kerjasama lintas sektor masih terbatas di kalangan peme
rintah. Belum ada pelibatan sektor swasta dalam menangani
masalah gizi balita.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

79

3.7.2 Saran dan Rekomendasi


Program pendampingan sangat dibutuhkan di ting
kat kabupaten, khususnya pendampingan dan advoka
si dalam pemaparan masalah, pembuatan perencanaan
dan anggaran yang menyeluruh, konsisten dan berke
sinambungan, serta pelaporan dan pemanfaatan data rutin.

80

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

BAB 4

Polesan Wajah
Pelayanan Kesehatan di SBB
Rais Yunarko

Salah satu kewajiban dan upaya pemerintah daerah untuk


meningkatkan mutu kesehatan adalah dengan menyediakan
fasilitas kesehatan dan pemenuhan standar pelayanan minimal
yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapai
taraf kesehatan yang layak, amandemen kedua UUD 1945, Pasal
34 ayat 3, menetapkan bahwa negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum
yang layak (Depkes RI, 2008).
Bentuk pelayanan kesehatan dikatakan baik jika semua
persyarataan pelayanan dapat memberikan kepuasan bagi pasien.
Menurut Azwar (dalam Rukmini dkk., 2012), penilaian kepuasan
pasien terhadap pelayanan kesehatan dinilai dari: ketersediaan
pelayanan kesehatan (available), kewajaran pelayanan kesehatan
(appropriate), kesinambungan pelayanan kesehatan (continue),
penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable), ketercapaian
pelayanan kesehatan (accesibblle), keterjangkauan pelayanan
kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan kesehatan (eficient),
dan mutu pelayanan kesehatan (quality).
Kabupaten SBB yang merupakan bagian dari Provinsi
Maluku yang merupakan wilayah DTPK, dihadapkan pada

81

tantangan pemenuhan pelayanan kesehatan kepada daerah


terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Pelayanan kesehatan yang
merupakan hak dasar bagi masyarakat harus dapat dipenuhi
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dan tidak bisa lepas dari sistem
kesehatan Provinsi Maluku. Jika dibandingkan dengan wilayah
daratan, akses dalam pemenuhan pelayanan kesehatan dasar
di wilayah kepulauan lebih sulit. Bukan suatu hal yang aneh jika
masyarakat yang kurang mendapat akses pelayanan kesehatan
akan mencari alternatif lain untuk mengupayakan kesehatannya.

4.1 Pelayanan Kesehatan di Provinsi Maluku


Provinsi Maluku yang terdiri dari 1.412 pulau, dengan
luas wilayah 581.376 km di mana 90,7% adalah luas lautan
dan 9,3% adalah luas daratan. Menurut data estimasi BPS
Provinsi Maluku dalam profil kesehatan Provinsi Maluku,
jumlah penduduk Provinsi sebanyak 1.628.413 jiwa, yang
tinggal di 1.135 desa dalam 34 kelurahan (Dinkes Provinsi
Maluku, 2014). Provinsi Maluku yang sebagian wilayahnya
adalah kepulauan dan merupakan kategori Daerah
Terpencil, Perbatasan, dan Kepulaun (DTPK) dituntut untuk
menjangkau seluruh wilayah kepulauan tersebut.
Untuk memenuhi urusan kesehatan sampai dengan tahun
2013 jumlah sarana kesehatan menurut profil kesehatan Provinsi
Maluku mempunyai 189 puskesmas, rasio puskesmas untuk
Provinsi Maluku sebesar 3,48 per 300.000 penduduk. Sedangkan
untuk rumah sakit sampai tahun 2013 memiliki 27 rumah sakit
yang terdiri dari 16 rumah sakit milik Kementerian Kesehatan
dan Pemerintah Daerah, 4 rumah sakit milik TNI/Polri dan 7
rumah sakit swasta. Pemenuhan tenaga kesehatan sampai tahun

82

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

2013 ada sebanyak 7.169 tenaga kesehatan, yang terdiri dari 584
tenaga medis (dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi); 3.175
perawat; 1.380 bidan; 245 kefarmasian; 394 gizi; 329 puskesmas;
316 sanitarian; 180 teknisi medis; dan 26 fisioterapis (Dinkes
Provinsi Maluku, 2014).
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di wilayah
Provinsi Maluku selama beberapa tahun ini masih mengandalkan
dokter PTT dan Bidan PTT. Untuk pemenuhannya dokter PTT
dan perawat PTT sendiri dikoordinasikan oleh Kementerian
Kesehatan. Kepmenkes No. 1086/ Menkes/SK/XI/2009 dan
Permenkes No. 1231/MENKES PER/XI/2007 (dalam Oktarina
dan Sugiharto, 2011) menyebutkan bahwa kebijakan mengenai
penugasan khusus SDM kesehatan ditetapkan oleh pemerintah
pusat dengan memeperhatikan usulan dari pemerintah daerah.
Dalam mencakup pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi Maluku juga mempunyai kebijakan-kebijakan dan tero
bosan dalam mendekatkan pelayanan kesehatan, di antaranya
adalah Regionalisasi Sistem Rujukan Gugus Pulau, Flying
Health Care (FHC)/Flying Medical Service (FMS), dan Sailing
Medical Service (SMS). Terkait regionalisasi sistem rujukan
gugus pulau dibahas dalam bab tersendiri. FHC/FMS dan SMS
merupakan program dari Dinas Kesehatan Provinsi Maluku untuk
memberikan pelayanan ke daerah yang terpencil, sulit dijangkau
dan berada di pulau-pulau terluar di Provinsi Maluku.
Menurut penuturan Kepala Dinas Kesehatan Tahun 2010,
dr. Basalamah Fatma melaui Republika Online, SMS dimulai
tahun 2006 di RSU Tulehu. Pada awalnya, kegiatan SMS hanya
melakukan kegiatan kuratif dan baru menjangkau wilayah di
sekitar Tulehu. Kemudian, program SMS ini dikembangkan dengan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

83

melakukan pelayanan imunisasi, gizi, khitanan, juga kegiatan


promosi kesehatan. Wilayahnya pun mulai dikembangkan untuk
mencakup seluruh wilayah di kepulauan Maluku. Sampai dengan
tahun 2010, kegiatan SMS sudah mencakup wilayah Pulau Buru,
Pulau Saparua di Kabupaten Maluku Tengah, dan Pulau Manipa di
Kabupaten SBB (Republika Online, 2010).
Program FHC/FMS dan SMS ini juga berkerjasama dengan
beberapa lintas sektor, misalnya saja dengan Pangkalan Utama
TNI AL IX dalam sebuah kegiatan bakti sosial. Lingkup pelayanan
dalam program ini adalah pengobatan umum, pengobatan gigi,
pelayanan kebidanan dan KB, penyuluhan, pelayanan dokter
spesialis, dan pelayanan operasi terbatas. Laporan kegiatan
yang diinformasikan melaui situs Dispen Lantamal IX, sampai
dengan tahun 2012 kerjasama ini sudah mecakup di RSUD Dobo
di Kabupaten Kepulauan Aru, Puskesmas Letuwurung, dan
Puskesmas Tepa di Kabupaten Maluku Barat Daya, Puskesmas
Waplau di Kabupaten Buru, Puskesmas Bioro di Kabupaten
Buru Selatan, RSUD Mangartti di Kabupaten Maluku Tenggara
Barat (Dispen Lantamal IX, 2012). Seperti yang dituturkan oleh
pemegang program pelayanan kesehatan di dinas kesehatan
provinsi Tahun 2013, bahwa untuk melaksanakan program FHC/
FMS dan SMS tim kesehatan terdiri dari dokter spesialis datang
ke pusat rujukan di beberapa gugus pulau.
Selain melakukan beberapa terobosan dan inovasi dalam
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi Maluku juga berupaya meningkatkan jumlah dan peme
rataan fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Untuk mengatasi
kekurangan tenaga kesehatan, dilakukan peningkatan jumlah
dan pemerataan cakupan tenaga kesehatan di lokasi terpencil

84

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

yang minim peminatan, melalui penempatan dokter PNS/


PTT, Bidan PNS/PTT dan tenaga kesehatan yang lain. Untuk
menjamin kesehatan pada masyarakat miskin, diberlakukan
jaminan pemeliharaan kesehatan. Sebagai provinsi kepulauan,
pengembangan wilayah Provinsi Maluku didasarkan pada pen
dekatan sistem gugus pulau.

4.2 Pembangunan Kesehatan dengan Pendekatan


Gugus Pulau
Provinsi Maluku yang terdiri dari pulau-pulau, mem
berikan tantangan tersendiri bagi pemerintah provinsi
untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dinas
Kesehatan Provinsi Maluku sebagai penyelenggra di
bidang kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Maluku
yang Mandiri untuk Hidup Sehat dengan Pola Pendekatan
Kepulauan. Dari visi itu dijelaskan bahwa pola pendekatan
kepulauan merupakan sistem pelayanan kesehatan dengan
mengelompokkan gugus pulau terdekat dengan satu pusat
rujukan pada pusat pertumbuhan (Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku, 2009). Dijelaskan dalam Peraturan Gubernur
Maluku Nomor 20 Tahun 2013, yang dimaksud dengan
gugus pulau merupakan pendekatan yang dipraktikan
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, dan pelayanan bidang kesehatan kepada
masyarakat di Provinsi Maluku sebagai suatu provinsi kepu
lauan (Peraturan Gubernur Maluku No. 20 tahun 2013).
Dalam peta wilayah pengembangan gugus pulau ber
dasarkan rencana tata ruang wilayah Provinsi Maluku Tahun
2007-2027, ada 12 gugus pulau, yaitu: (1) Gugus Pulau

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

85

Buru yang terdiri dari Kabupaten Buru (meliputi wilayah


kecamatan: Namlea, Waepau, Air Buaya, Waplau, Batabual) dan
Kabupaten Buru Selatan (Leksula, Namrole, Waisama, Ambalau,
Kapalamadang); (2) Gugus Seram Barat mencakup Kabupaten
SBB (Kairatu, Seram Barat, Waisala, Taniwel); (3) Gugus Seram
Utara mencakup Kabupaten Maluku Tengah (Seram Utara, Seram
Utara Barat); (4) Gugus Seram Timur mencakup Kabupaten Seram
Bagian Timur (Bula, Geser, PP Gorom, Werinama, Totoktolu);
(5) Gugus Seram Selatan mencakup Kabupaten Maluku Tengah
(Amahi, Kota Masohi, Tehoru, Teon Nila Serua, Elpaputih); (6)
Gugus Kepulauan Banda mencakup Kabupaten Maluku Tengah
(Kecamatan Banda); (7) Gugus Pulau Ambon dan PP Lease yang
terdiri dari Kabupaten Maluku Tengah (Saparua, Nusa Laut,
Haruku, Leihitu, Laeihitu Barat, Salahutu) dan Kota Ambon
(Nusaniwe, Sairimau, Leitimur Selatan, Baguala, Teluk Ambon)
; (8) Gugus Kepulauan Kei yang terdiri dari Kabupaten Maluku
Tengah (Kei Kecil, Kei Kecil Barat, Kei Kecil Timur, Kei Besar, Kei
Besar Selatan, Kei Besar Utara Timur) dan Kota Tual (Dulah
Utara, Dulah Selatan, Tam Tayando, Pulau-Pulau Kur); (9) Gugus
Kepulauan Aru mencakup Kabupaten Kepulauan Aru (Aru Utara,
Aru Tengah, Aru Tengah Timur, Aru Tengah Selatan, Aru Selatan,
Aru Selatan Barat, Benjina); (10) Gugus Kepulauan Tanimbar
mencakup Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Tanimbar Selatan,
Wermakatin, Wertamrian, Selaru, Tanimbar Utara, Yaru, Wuar
Labobar, Nirunmas, Kormamolin); (11) Gugus Kepulauan Babat
mencakup Kabupaten Maluku Barat Daya (PP babar, Mdona
Hyera, Babar Timur, Mola, Leti, Damer); (12) Gugus Kepulauan PP
Terselatan meliputi Kabupaten Maluku Barat Daya (PP Terselatan,
Wetar).

86

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Peraturan Gubernur Maluku No. 20 Tahun 2013 men


jelaskan bahwa regionalisasi rujukan merupakan regiona
lisasi sistem rujukan rumah sakit di Provinsi Maluku. Sistem
ini dikembangkan berdasarkan letak geografis, wilayah,
topografi dan akses menuju pelayanan kesehatan rujukan
yang ada di pusat gugus provinsi dan kabupaten/kota.
Sistem ini diharapkan mampu memberikan pelayanan
rujukan yang bermutu, merata, dan terjangkau bagi pen
duduk di seluruh Provinsi Maluku (Peraturan Gubernur
Maluku No. 20 tahun 2013).

Gambar 4.1 Peta Gugus Pulau di Provinsi Maluku


Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku, Rencana
Pembangunan Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Tahun 2007-2027

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

87

Sasaran dari penerapan regionalisasi rujukan adalah


Rumas Sakit (RS) pemerintah baik Rumah Sakit Umum
(RSU), Rumah Sakit Khusus (RSK) maupun Rumas Sakit
Pratama yang berada di provinsi maupun di kabupaten/kota.
Alur sistem rujukan yang disusun sesuai dengan peraturan
gubernur tersebut mencakup pelayanan kesehatan rujukan
yang dimulai dari Puskesmas, RS Pratama, kemudian RS
tipe D, selanjutnya ke RS tipe C, dan akhirnya ke RS tipe B.
Adapun rujukan tersebut dapat berupa rujukan rawat jalan
maupun rujukan rawat inap yang didasarkan pada indikasi
medis dari dokter dan disertai surat rujukan (Peraturan
Gubernur Maluku No. 20 tahun 2013). Meskipun dalam peta
pembagian gugus pulau terdapat 12 pusat gugus, namun
untuk regionalisasi rujukan rumah sakit dibagi ke dalam 10
wilayah, yang melibatkan 21 rumah sakit. Tujuan sistem
gugus pulau adalah mewujudkan pelayanan kesehatan yang
adil, merata, terjangkau dan berkualitas.
Tabel 4.1 RS Rujukan dalam Sistem Regionalisasi Rujukan Pulau

88

No.

Regionalisasi Rujukan

Rumah Sakit Rujukan

1.

Wilayah Utara

RS Saparua, RS Tulehu, RSUD


Masohi, RSU. Namlea

2.

Wilayah Timur

RSUD Bula

3.

Wilayah Barat

RSUD Piru

4.

Wilayah Tenggara

RSU Karel Sadsuitubun

5.

Wilayah Tenggara Barat

RSUD PP Margretti, RSUD.


Cendrawasih

6.

Wilayah Barat Daya

RSU Bergerak Tiakur MBD

7.

Wilayah Selatan

RSU Namrole

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

8.

Wilayah Gerbang Utara


Kota Ambon

RS AURI Laha, RS Hative Kecil Otto


Quiyk, RSKD

9.

Wilayah Gerbang
Tengah Kota Ambon

RS AL Halong, RS Bhayangkara POLRI

10.

Wilayah Gerbang
Selatan Kota Ambon

RS Sumber Hidup, RS Bhakti Rahayu,


RS Al Fatah, RS Dr Laumeten Tk. II
Ambon, RSUD Dr. M. Haulussy

Sumber: Peraturan Gubernur Maluku Nomor: 20 tahun 2013 tentang Regionalisasi Sistem
Rujukan Gugus Pulau Provinsi Maluku

Penerapan gugus pulau yang diselenggarakan oleh Provinsi


Maluku tersebut tidak akan berjalan jika tidak didukung oleh
Kabupaten/Kota. Dengan pertimbangan untuk mendekatkan
rentang kendali pelayanan kesehatan yang ada di daerah terl
uar, kepulauan, dan terpencil. Pemerintah Kabupaten SBB
dalam memberlakukan pelayanan kesehatan berbasis gugus
pulau menetapkan pusat gugus pelayanan kesehatan di empat
wilayah besar puskesmas di Kabupaten SBB. Hal ini diatur dalam
Keputusan Bupati SBB Tahun 2014 tentang Penetapan Puskesmas
Gugus dalam Implementasi Pelayanan Kesehatan Berbasis Gugus
Pulau di Kabupaten SBB.
Puskesmas yang ditunjuk sebagai pusat gugus yakni
puskesmas perawatan yang nantinya akan menjadi pusat rujukan
bagi puskesmas terluar, kepulauan, dan terpencil. Puskesmas
pusat gugus adalah puskesmas yang mampu menerapkan
PONED, sehingga dapat menjadi puskesmas rujukan untuk kasuskasus emergensi dasar yang berhubungan dengan obstetri dan
neonatal. Penetapan puskesmas gugus dan puskesmas satelit

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

89

ditetapkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dilihat dari segi


geografis dan jarak tempuh.
Di Kabupaten SBB terdapat dua kecamatan yang wilayah
kerjanya berupa pulau, yang pertama adalah Kecamatan Huamual
Belakang yang wilayahnya ada di sebagian Pulau Seram, Pulau
Buano, Pulau Babi, dan Pulau Kelang; yang kedua, Kecamatan
Manipa yang berada di Pulau Manipa. Untuk penerapan Puskes
mas pusat gugus yang harus menjangkau kepulauan berada di
Puskesmas Waesala yang wilayah kerja puskesmas satelitnya
berada di Pulau Manipa, Pulau Buano, Pulau Babi, dan Pulau
Kelang.
Tabel 4.2 Penetapan Puskesmas Pusat Gugus dan Puskesmas
Satelit di Kabupaten SBB
No

Puskesmas Pusat Gugus

Puskesmas Satelit

1.

Puskesmas Piru

Puskesmas Talaga Kambelo


Puskesmas Luhu
Puskesmas Iha
Puskesmas Tanah Goyang

2.

Puskesmas Waesala

Puskesmas Buano Selatan


Puskesmas Tahalupu
Puskesmas Tomalehu Timur

3.

Puskesmas Kairatu

Puskesmas Kairatu Barat


Puskesmas Inamosol
Puskesmas Tomalehu
Puskesmas Elpaputih

4.

Puskesmas Taniwel

Puskesmas Uwen Pantai

Sumber: Keputusan Bupati Seram Bagian Barat Tahun 2014 tentang Penetapan Puskesmas
Pusat Gugus Dalam Implementasi Pelayanan Kesehatan Berbasis Gugus Pulau di
Kabupaten Seram Bagian Barat

90

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Penerapan Puskesmas pusat gugus dan Puskesmas satelit


di Kabupaten SBB masih menemui banyak kendala, baik itu
karena faktor sumber daya kesehatan, sarana dan prasarana
puskesmas rujukan, anggaran, dan juga kurangnya koordinasi
antara puskesmas satelit dengan puskesmas pusat gugus.
Sistem puskesmas pusat gugus di Kabupaten SBB memang
baru berjalan sejak penetapannya pada awal tahun 2014,
sehingga masih belum berjalan maksimal.

4.3 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Seram Bagian


Barat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, dijelaskan yang
dimaksud fasilitas kesehatan merupakan tempat yang diper
gunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Adapun pelak
sanaannya dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerah, dan
masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Kabupaten
SBB sampai dengan tahun 2013 yakni Rumah Sakit Umum,
Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), dan Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).

4.3.1 Rumah Sakit Umum


Kabupaten SBB memiliki satu Rumah Sakit Umum (RSU)
yakni RSU Piru yang letaknya di ibukota kabupaten, berdiri sejak
tahun 2006 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun
2006. RSU Piru merupakan satu-satunya rumah sakit rujukan di
Kabupaten SBB. RSU Piru merupakan rumah sakit yang ditunjuk
sebagai rumah sakit rujukan untuk mendukung penerapan sistem
gugus pulau yang berada di wilayah Gugus Pulau Seram Barat.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

91

Dalam struktur SKPD Pemerintah Daerah Kabupaten SBB,


RSU Piru merupakan SKPD tersendiri yang bertanggungjawab
langsung kepada bupati dan dalam pengalokasian anggaran APBD
terpisah dari Dinas Kesehatan Kabupaten SBB. Namun RSU Piru
tidak bisa lepas dari dinas kesehatan, karena dalam pemenuhan
tuntutan strategi yang termuat dalam RPJMD Kabupaten SBB,
RSU Piru merupakan mitra utama dari dinas kesehatan kabupaten
sebagai penanggung jawab urusan kesehatan di Kabuapten SBB.
Kapasitas RSU Piru sampai dengan tahun 2012 adalah
50 tempat tidur yang terbagi: (a) Ruang UGD: 2 Tempat Tidur;
(b) Ruang OK: 2 Tempat Tidur; (c) Intern Wanita: 8 Tempat Tidur;
(d) Interen Lelaki: 8 Tempat Tidur; (e) Ruang Anak: 11 Tempat
Tidur; (f) Ruang Kebidanan: 13 Tempat Tidur; (g) Post Operasi: 6
Tempat Tidur. Jumlah tenaga medis dan tenaga paramedis yang
ada berjumlah 143 orang, yang terdiri dari PNS, PTT, dan tenaga
kontrak. Tenaga Medis terdiri dari dokter ahli sebanyak 2 orang
yang statusnya masih honor/PTT, dokter gigi sebanyak 1 orang
yang statusnya masih honor/PTT, dokter umum dengan status
PNS sebanyak 7 orang, dan dokter umum non PNS sebanyak 3
orang (RSU Piru, 2012).
Sebagai rumah sakit rujukan ketersediaan tenaga kese
hatan harus siap menghadapi kasus-kasus berat. Dilihat dari
SDM yang ada di RSU Piru untuk dokter spesialis memang masih
belum mencukupi, sedangkan tuntuan pelayanan kesehatan
masyarakat akan rumah sakit cukup tinggi, seperti yang dikatakan
oleh direktur RSU Piru:
Masyarakat ini sangat paham tentang keperluan jasa rumah
sakit, cuma yang jadi masalah dokter spesialisnya. Karena
sampai tahun 2014 yang lalu kita belum ada dokter spesialis
yang definitif (PNS, penulis).

92

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Sehingga untuk kasus-kasus yang membutuhkan dokter


spesialis perlu mendatangkan dari tempat lain untuk melakukan
operasi atau penanganan. RSU Piru yang menerima pasien
rujukan dari puskesmas sering menerima kasus kesulitan dalam
melahirkan, hal ini dituturkan oleh direktur RSU Piru:
Kesulitan dalam melahirkan itu yang juga sering. Tapi ini kan
sudah memang menjadi rumah sakit, jadi dari puskesmas

sering merujuk ke kita. Cuman, karena dokter spesialis tidak
ada, misalnya harus bedah dan dokter spesialisnya belum
bersedia datang dari Ambon maka pasiennya yang dikirim.

Sementara jika dilihat dari jarak tempuh ke Ambon


cukup jauh dan merupakan pulau yang berbeda, sehingga meng
andalkan kapal feri sebagai penghubung antarpulau. Hal ini tentu
saja menjadi kendala untuk kasus-kasus gawat darurat.

4.3.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan yang bersen
tuhan langsung dengan masyarakat, fungsi utamanya untuk
mengupayakan kesehatan masyarakat dan kesehatan per
seorangan sesuai yang diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 75 Tahun 2014, dituntut untuk lebih meng
utamakan upaya kesehatan promotif dan preventif. Sam
pai dengan tahun 2013 Kabupaten SBB memiliki 17
Puskesmas yang tersebar di 11 kecamatan, yang terdiri dari
5 Puskesmas perawatan dan 12 Puskesmas nonperawatan.
Untuk menjalankan tugasnya puskesmas dibantu pustu,
pada tahun 2013 tercatat ada 53 Pustu (Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB, 2014); Namun menurut sumber data
lain dari Dinas Kesehatan Kabupaten SBB (BPS, 2014)
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

93

ada 57 Pustu; data yang berbeda juga terdapat 55 Pustu


(Keputusan Bupati SBB Nomor 449-70a Tahun 2014).
Hampir seluruh kecamatan sudah mempunyai puskes
mas, namun belum semua puskesmas memiliki ruang rawat
inap. Puskesmas yang ditunjuk sebagai rumah sakit pusat gugus
yakni puskesmas yang sudah memiliki fasilitas rawat inap. Ada 5
Puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap yaitu: Puskesmas
Tomalehu di Kecamatan Amalatu, Kairatu di Kecamatan Kairatu,
Piru di Kecamatan Seram Barat, Waesala di Kecamatan Huamual
Belakang, dan Taniwel di Kecamatan Taniwel (Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB, 2014b).
Pemenuhan jumlah sarana dan fasilitas kesehatan di
Kabupaten SBB sepertinya menjadi prioritas, jika dilihat dari
alokasi anggaran dalam Rencana Kerja Anggaran SKPD Dinas
Kesehatan Kabupaten tahun 2013 dan 2014, pembangunan dan
pemenuhan fasilitas kesehatan baik itu dalam renovasi atau
pembangunan gedung selalu mendapat alokasi lebih dibanding
dengan program-program kesehatan yang lain. Dilihat dari
peningkatan jumlah, sejak Tahun 2007 sampai dengan Tahun
2013 ada penambahan 4 Puskesmas, yang awalnya 13 Puskesmas
menjadi 17 Puskesmas. Seiring peningkatan jumlah Puskesmas
juga perlu ada penambahan 6 Puskesmas Pembantu.

94

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 4.4 Perkembangan Fasilitas Kesehatan di Kab SBB Tahun


2007-2013
Sumber: BPS Kabupaten Seram Bagian Barat, 2008 dan 2014

Pelayanan di puskesmas juga perlu didukung penerangan


dan akses air bersih. Terkait kebutuhan air bersih belum semua
puskesmas terpenuhi. Misalnya saja di Puskesmas Kairatu Barat
kerbutuhan air bersihnya belum terfasilitasi sehingga untuk
memenuhi kebutuhan air di Puskesmas Kairatu Barat pasien
harus membawa dari rumah. Air yang tersedia di puskesmas
bewarna kuning dan keruh. Sebenarnya hal ini bisa diatasi jika
sumur dibor atau dibuat lebih dalam.
Berkait dengan penerangan dalam hal ini ketersediaan
listrik masih belum terpenuhi. Mayoritas puskesmas di Kabupaten
SBB tidak terjangkau oleh fasilitas listrik selama 24 jam yakni
puskesmas yang letaknya jauh dari ibukota kabupaten. Akibatnyta
listrik hanya untuk penerangan pada malam hari, sedangkan
untuk siang hari tidak ada suplai listrik.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

95

Tabel 4.3 Jumlah Puskesmas Pembantu di Kabupaten SBB Menurut


Kecamatan
No

Kecamatan

Pustu*

Pustu**

Pustu***

Elpaputih

Amalatu

Kairatu

Inamosol

Kairatu Barat

Seram Barat

11

12

12

Huamual Depan

Huamual Belakang

10

Manipa

10

Taniwel

11

Taniwel Timur

53

57

55

Jumlah

Sumber: *Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 2014; **BPS Kabupaten Seram
Bagian Barat, 2014; ***Keputusan Bupati Seram Bagian Barat Nomor 449-70a Tahun 2014

Hampir seluruh fasilitas kesehatan di Kabupaten


SBB terletak di daerah yang sangat terpencil bahkan kurang
diminati oleh beberapa tenaga kesehatan. Keadaan ini
kemudian ditegaskan dalam Keputusan Bupati SBB No.
449-70.a tahun 2014 tentang Penetapan Sarana Pelayanan
Kesehatan (Saryankes) yang Termasuk dalam Kriteria
Daerah Terpencil, Sangat Terpencil dan Kurang Diminati
di Kabupaten SBB. Meskipun sarana fasilitas kesehatan
sudah hampir menjangkau seluruh kecamatan, namun
masih terkendala dalam keterbatasan sarana transportasi,
penerangan, kondisi geografis, dan topografi yang cukup
sulit.

96

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 4.3 Pemanfaatan Ruang Rawat Inap di Puskesmas Taniwel


Sumber : Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Fungsi dari beberapa puskesmas di Kabupaten SBB


juga belum maksimal. Kondisi wilayah desa yang menyebar
dan letaknya berjauhan, topografi di wilayah kepulauan
yang berbukit serta akses jalan yang belum ada, menjadi
kendala di beberapa puskesmas yang terletak di daratan
Pulau Seram. Permasalahan di daerah DTPK antara lain
wilayah kerja puskesmas yang luas, dan jumlah penduduk
yang tersebar dalam kelompok-kelompok kecil yang letaknya
cukup berjauhan (Suharmiati dkk., 2013). Puskesmas yang
memiliki wilayah kerja daratan paling luas adalah Puskesmas
Taniwel (1.181,32 km) dan Puskesmas Elpaputih (1.165.74
km). Sedangkan Puskesmas yang wilayahnya kecil yakni
Puskesmas Waimital (129,65 km), Puskesmas Kairatu Barat
(132,25 km) dan Puskesmas Telaga Kambelu (95 km).
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

97

Dalam akses pelayanan kesehatan di puskesmas

tergantung pada wilayah topografi wilayah kerjanya. Ada


puskesmas yang memiliki akses yang mudah, artinya ada
akses jalan yang menghubungkan antara puskesmas dan
desa. Namun ada juga puskesmas yang wilayah kerjanya
cukup sulit untuk menjangkau desa-desa yang terpencil.
Belum lagi puskesmas yang wilayah kerjanya mencakup
kepulauan, sehingga dalam mendekatkan pelayanan puskes
mas perlu dibantu oleh pustu maupun polindes/poskesdes
yang lokasinya di desa.
Puskesmas Talaga Kambelu, Waesala, dan Buano
Selatan yang wilayah kerjanya ada di kepulauan, dalam
pelayanannya didukung oleh Puskesmas Keliling (Pusling)
laut untuk menjangkau wilayah-wilayah kepulauan. Namun
dalam operasionalnya juga sering terkendala oleh cuaca dan
kondisi gelombang laut. Pada bulan-bulan tertentu, ketika
cuaca dan gelombang tidak mendukung, tidak disarankan
untuk berlayar.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, maka hampir semua puskesmas di Kabupaten
SBB bisa dikatakan puskesmas terpencil dan sangat terpencil.
Maka untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
oleh puskesmas di daerah tersebut, baik upaya kesehatan
masyarakat maupun upaya kesehatan perseorangan, perlu
ada penambahan kompetensi. Dalam hal pendekatan pada
kesehatan masyarakat juga perlu memperhatikan kearifan
lokal dengan menyesuaikan pola kehidupan masyarakat
di kawasan terpencil dan sangat terpencil. Puskesmas juga

98

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

harus lebih aktif untuk meningkatkan akses pelayanan. Hal


ini dapat dilaksanakan dengan pendekatan gugus pulau dan
pelayanan kesehatan bergerak.
Untuk mengisi tenaga kesehatan yang ada di pustu
maupun polindes/poskesdes memang hanya sebatas bidan
ataupun perawat. Dengan tenaga minimal bidan desa
yang ditempatkan di desa dan harus bertempat tinggal di
desa, diharapkan mampu memberikan pelayanan kese
hatan kepada masyarakat desa. Penempatan bidan desa
di beberapa pustu dan polindes/poskesdes diatur oleh
puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten maupun
provinsi.
4.3.3 Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM)
Bentuk UKBM di Kabupaten SBB yakni poskesdes/
polindes dan Posyandu Balita. Dengan penerapan UKBM
diharapkan masyarakat berperan aktif dalam bidang kese
hatan. Fungsi dari UKBM tentu saja agar dapat mendukung
puskesmas untuk memberikan pelayanan kesehatan
dasar dan mampu mendukung kegiatan surveilen terkait
kesehatan ibu dan anak. Dari 11 kecamatan pada tahun
2013 di Kabupaten SBB terdapat total 83 poskesdes/
polindes, dan 229 posyandu (Dinas Kesehatan Kabupaten
SBB, 2014); namun menurut data dari Laporan Gizi Dinas
Kesehatan Kabupaten SBB tercatat ada 223 posyandu dan
200 posyandu yang aktif (Laporan Cakupan Program Gizi
Kabupaten SBB, 2013).

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

99

Tabel 4.4 Jumlah Desa dan Poskesdes/Polindes di Kabupaten SBB


Menurut Kecamatan
No

Kecamatan

Jumlah
Desa

Jumlah
Dusun

Poskesdes/
Polindes

Elpaputih

Amalatu

Kairatu

Inamosol

Kairatu Barat

Seram Barat

13

Huamual Depan

39

17

Huamual Belakang

25

14

Manipa

13

10

Taniwel

19

11

Taniwel Timur

15

16

92

112

83

Jumlah

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat, 2014

Peran serta masyarakat desa dalam membangun


kesehatan desa dapat dilihat dari jumah desa yang memiliki
poskesdes/polindes. Sekurang-kurangnya dalam satu desa
terdapat satu poskesdes. Peran dari poskesdes/polindes
untuk mendekatkan pelayanan kesehatan di tingkat desa
khususnya desa yang memiliki topografi yang sulit. Desa
yang terpencil dan jauh dari puskesmas maupun pustu akan
sedikit terbantu dengan keberadaan poskesdes/polindes.
Untuk bisa memenuhi poskesdes dan polindes dibutuhkan
komitmen bersama dari pemerintah desa, pemerintah
kecamatan, dan pemerintah kabupaten.

100

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Dilihat dari rasio posyandu per desa maka rasio posyandu di


Kabupaten SBB belum mencukupi. Menurut profil kesehatan
Provinsi Maluku tahun 2013, rata-rata rasio poyandu per desa
di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah 2,42 posyandu per
desa, meskipun dari rasio posyandu per desa untuk Provinsi
Maluku lebih tinggi.

Kecukupan jumlah posyandu di desa dikatakan cukup


jika dalam satu desa mempunyai 4 posyandu (Badan Litbang
Kesehatan, 2014). Jika dihitung per desa maka hanya beberapa
desa saja yang mampu mencukupi kebutuhan posyandu.

Gambar 4.5 Perbandingan Jumlah Posyandu dan Jumlah Kader Pada


Tahun 2007 & 2013
Sumber: Laporan Cakupan Program Gizi Kabupaten Seram Bagian Barat, 2013

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

101

4.4 Rasio Tenaga Kesehatan


Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang meng

abdikan diri kedalam bidang kesehatan yang memiliki


pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh melalui
pendidikan di bidang kesehatan. Tenaga kesehatan memiliki
kualifikasi minimum, mempunyai kode etik dan standar
profesi serta memiliki izin dari pemerintah setempat,
mempunyai kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan dapat dikelompokkan antara lain: tenaga
medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga
kesehatan masyarakat dan lingkungan, tenaga gizi, tenaga
keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga
kesehatan lainnya (UU RI No. 36 Tahun 2009).
Dalam kebijakan pembangunan kesehatan, pening
katan kualitas, kuantitas, dan sebaran tenaga kesehatan
menjadi prioritas, khususnya di daerah DTPK. Dalam
IPKM 2013 indikator pelayanan kesehatan terkait dengan
tenaga kesehatan ada dua sub indikator yaitu, proporsi
kecamatan dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk
dan proporsi desa dengan kecukupan jumlah bidan per
penduduk (Badan Litbang Kesehatan, 2014). Pemenuhan
pelayanan kesehatan tidak hanya dalam pemenuhan sarana
dan fasilitas kesehatan saja, karena tenaga kesehatan
merupakan sumber daya manusia dalam bidang kesehatan
yang merupakan faktor penting untuk meningkatkan derajat
kesehatan.
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Maluku Tahun 2013,
untuk Kabupaten Seram Bagian Barat, setiap puskesmas sudah
mempunyai minimal satu dokter. Sedangkan untuk rasio bidan

102

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah 84 bidan per 100.000


penduduk. Untuk tenaga PTT yang sampai dengan tahun 2013
masih aktif di Provinsi Maluku sebanyak 512 tenaga PTT yang
bertugas di daerah sangat terpencil, dengan rincian 162 dokter
umum, 64 dokter gigi, dan 286 Bidan PTT. Tenaga PTT yang
bertugas di daerah terpencil sebanyak 12 orang, dengan rincian
11 dokter umum, dan 1 dokter gigi.

Gambar 4.6 Jumlah Dokter Umum PTT, Dokter Gigi PTT dan Bidan
PTT Aktif Menurut Kriteria Wilayah di Provinsi Maluku Tahun 2013
Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Maluku 2013

Kabupaten SBB merupakan wilayah DTPK dan hampir


seluruh sarana fasilitasnya berlokasi di daerah terpencil, bah
kan ada beberapa lokasi yang kurang diminati oleh tenaga
kesehatan. Sampai dengan tahun 2013, dokter PNS yang berada
di puskesmas hanya 4 orang. Untuk dokter di Rumah Sakit Umum
Piru sampai dengan tahun 2012 mempunyai 7 dokter umum
dengan status PNS dan belum mempunyai dokter spesialis

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

103

(Dinas Kesehatan Kabupaten SBB, 2014 dan RSU Piru, 2012).


Permasalahan mengenai tenaga kesehatan di daerah terpencil
dan sangat terpencil adalah kurang meratanya sebaran tenaga
kesehatan. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya rasio sebaran
dokter/bidan dengan jumlah penduduk. Pada umumnya tena
ga kesehatan lebih banyak terpusat di kota kabupaten atau
kecamatan yang tidak jauh dari kota kabupaten dibandingkan
dengan kecamatan atau pulau yang jauh dari kota kabupaten
(Oktarina dan Sugiharto, 2011).

Gambar 4.7 Perbandingan Jumlah Tenaga Kesehatan Tahun 2007


dan 2013 di Kabupaten Seram Bagian Barat
Sumber: BPS Kabupaten Seram Bagian Barat 2008 dan 2014

Untuk memenuhi kebutuhan dokter di beberapa pus


kesmas, Kabupaten Seram Bagian Barat sampai saat ini
mengandalkan dokter PTT. Pemenuhan tenaga kesehatan PTT
sepertinya menjadi solusi sementara yang tepat untuk memenuhi

104

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

tenaga kesehatan di Kabupaten Seram Bagian Barat. Untuk bidan


PTT ataupun dokter PTT, dalam pemenuhannya diselenggarakan
dari pemerintah pusat yang diatur oleh pemerintah provinsi dan
berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Ada beberapa bidan
PTT yang sudah lama bertugas di wilayah kerja Kabupaten Seram
Bagian Barat dan pada akhirnya diangkat menjadi PNS.
Banyak tenaga PTT yang asal/tanah kelahirannya bukan
atau jauh dari lokasi penempatan, ini juga menjadi kendala
karena mereka tentu tidak akan betah untuk bertugas di lokasi
penempatan. Dalam menjalankan masa kontraknya, jarang
dari dokter PTT di Kabupaten Seram Bagian Barat yang mem
perpanjang masa tugasnya, sehingga masa tugas dokter PTT
di puskesmas cukup singkat. Ketika ada dokter PTT yang selesai
masa tugasnya terkadang terkendala dengan masa transisi juga
cukup lama, sehingga ketika menunggu dokter PTT yang baru
terjadi kekosongan.
Pada dasarnya masyarakat di Kabupaten Seram Bagian
Barat untuk penanganan masalah kesehatan perseorangan sudah
sadar akan fungsi tenaga kesehatan, khususnya dokter. Hal ini
juga yang menjadi salah satu faktor pendorong bagi masyarakat
untuk datang ke fasilitas kesehatan ketika sakit. Masyarakat akan
lebih senang dan percaya ketika ditangani oleh seorang dokter
daripada oleh perawat. Meskipun dalam penanganan dokter
pada kasus-kasus yang ringan bisa digantikan oleh tenaga medis
yang lain, namun persepsi dari pasien akan berbeda. Selain
dituntut menyembuhan pasien dari suatu penyakit, tenaga medis
juga dituntut menyembuhan beban psikologis pasien.
Perbandingan jumlah tenaga medis pada tahun 2007
dengan 2013 memang ada peningkatan jumlah. Pada tahun

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

105

2007 belum ada dokter spesialis, namun pada tahun 2013 di


Kabupaten Seram Bagian Barat sudah ada dokter spesialis yang
berada di RSU Piru. Dokter umum memang tidak mengalami
peningkatan jumlah yang signifikan. Pada tahun 2007 Kabupaten
Seram Bagian Barat memiliki 19 dokter umum, yang pada saat itu
tersebar di 4 kecamatan. Pada tahun 2013, dengan 11 kecamatan
ada 27 dokter umum, 19 dokter berada di puskesmas, dan 8
dokter di rumah sakit. Jika dilihat distribusi dokter PNS, maka
rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan rujukan lebih banyak
memiliki dokter daripada di puskesmas yang hanya sebagai
fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Jumlah bidan juga mengalami
peningkatan jumlah, demikian juga dengan jumlah perawat.
Tabel 4.5 Rasio Dokter per Penduduk Kecamatan di Kabupaten SBB
Tahun 2013
Kecamatan
Amalatu
Elpaputih
Huamual Depan
Huamual Belakang
Inamosol
Kairatu
Kairatu Barat
Kepulauan Manipa
Seram Barat
Taniwel
Taniwel Timur

Jumlah
Penduduk*
11.198
4.726
52.847
26.752
5.405
23.813
13.358
6.466
29.376
13.956
5.941

Jumlah
Dokter **
3
1
2
0
1
8
1
1
2
2
1

Rasio Dokter Per


Penduduk Kecamatan
1 : 3.733
1 : 4.726
1 : 26.424
Tidak ada dokter
1 : 5.405
1 : 2.977
1 : 13.358
1 : 6.466
1 : 14.688
1 : 6.978
1 : 5.941

Ket: *Data Podes 2011, **Jumlah dokter 2013


Sumber: Laporan KIA Tahun 2013

106

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Sub indikator IPKM 2013 menilai cakupan rasio dokter per


jumlah penduduk kecamatan. Rasio dokter dikatakan cukup jika
dalam 1 kecamatan minimal ada 1 dokter per 2.500 penduduk
(Badan Litbang Kesehatan, 2014). Jika dilihat dari kriteria
tersebut maka dapat dikatakan pada tahun 2013 rasio dokter di
Kabupaten Seram Bagian Barat cukup jauh dari harapan. Dalam
penghitungan Tabel 4.5 digunakan data jumlah penduduk dari
Podes 2011, sedangkan jumlah dokter menggunakan data
Laporan KIA dari Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat
Tahun 2013. Rasio dokter yang paling mendekati ketercukupan
pada tahun 2013 adalah Kecamatan Kairatu yaitu 1 dokter
melayani 2.977 penduduk kecamatan, sedangkan rasio paling
tinggi di Kecamatan Huamual Depan dimana 1 dokter melayani
26.424 penduduk. Bahkan di Kecamatan Huamual Belakang tidak
ada dokter sama sekali pada tahun 2013.
Ini artinya, tidak ada satupun kecamatan di Kabupaten SBB
yang memiliki ketercukupan minimal 1 dokter melayani 2.500
orang penduduk dalam satu kecamatan.

Untuk meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga ke


sehatan di fasilitas kesehatan, tentu saja perlu didukung oleh
tenaga kesehatan yang mudah dijangkau oleh warga yang akan
bersalin. Rasio bidan dikatakan cukup jika dalam 1 desa memiliki
minimal 1 bidan per 1.000 penduduk. Jika dibandingkan antara
jumlah seluruh bidan yang berada di kecamatan berdasarkan
Laporan KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat
Tahun 2013, maka belum semua desa terisi oleh bidan. Masih
ada bidan yang tanggung jawab wilayahnya 2 atau 3 desa.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

107

Jumlah bidan pada tahun 2013 mengalami peningkatan jika


dibandingkan dengan tahun 2007. Dilihat dari grafik pada gambar
4.8 beberapa kecamatan yang di desanya sudah ada minimal satu
bidan yaitu Kecamatan Kairatu, Huamual Depan, Seram Barat,
Kairatu Barat, Huamual Belakang, dan Amalatu. Sedangkan untuk
Kecamatan Taniwel, Inamosol, Elpaputih, Manipa, dan Taniwel
Timur belum bisa memenuhi satu desa minimal satu bidan.
Meskipun terjadi peningkatan jumlah bidan, namun pemeretaan
tenaga kesehatan khususnya bidan desa di Kabupaten SBB
belum merata dan menjangkau daerah pelosok pedesaan.
Mayoritas bidan desa banyak ditemui di kecamatan yang letaknya
berdekatan dengan Kecamatan Seram Barat yang merupakan
pusat administrasi kabupaten.

Gambar 4.8 Perbandingan Rasio Jumlah Bidan Per-Desa & Dukun


yang Bermitra Per-Desa Berdasarkan Wilayah Kecamatan
Sumber: Jumlah dukun bayi dan bidan (Laporan KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Seram
Bagian Barat Tahun 2013), Jumlah Desa (Podes, 2011)

108

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

4.5 Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


Indikator IPKM tahun 2007 dan 2013 mengenai

persalinan terdapat perbedaan, pada tahun 2007 indikator


yang digunakan adalah persalinan oleh tenaga kesehatan,
sedangkan pada tahun 2013 disempurnakan menjadi
persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
Tujuan penyempurnaan ini, indikator menjadi lebih ideal
dan terarah dan juga sesuai kebijakan program (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2014).
Peningkatan indikator persalinan oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan ini menjadi pekerjaan yang berat untuk
Dinas Kabupaten Seram Bagian Barat, mengingat hampir
seluruh persalinan di kabupaten tersebut dilakukan bukan
di fasilitas kesehatan.
Dalam Indikator IPKM tahun 2013, angka persalinan oleh
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan di Kabuapaten SBB
sangat rendah. Jika dibandingkan antara indikator linakes di
faskes IPKM 2013, cakupan linakes di faskes di Kabupaten SBB
hanya 0,16 berbeda jauh dengan cakupan linakes di faskes di
Provinsi Maluku yang mencapai 24,35.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan, semua kelahiran
normal yang dibantu oleh tenaga kesehatan dilakukan
di rumah penduduk masing-masing. Jika ada masalah
kegawatdaruratan, baru dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
ada. Tempat kelahiran normal di rumah penduduk dikarenakan
tempat fasilitas kesehatan yang ada seperti puskesmas
maupun polindes tidak menyediakan biaya pemeliharaan
prasarana seperti air bersih dan listrik. Kecuali itu, menurut
masyarakat, kelahiran merupakan proses kegembiraan
sehingga akan lebih baik jika dilakukan di rumah mereka.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

109

Persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan yang memiliki


kompetensi kebidanan akan menurunkan risiko kematian ibu.
Selain itu jika ditemui permasalahan gawat darurat akan segera
mudah ditangani atau dirujuk ke rumah sakit. Dalam proses
persalinan yang dilakukan bukan oleh tenaga kesehatan risiko
infeksi lebih tinggi karena tindakan yang kurang aseptik.
Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan program
untuk menekan angka risiko kematian ibu yakni semua persalinan
harus ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter kandungan,
dokter umum, dan bidan) dan dilakukan di fasilitas kesehatan.
Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah RS pemerintah, RS
Swasta, rumah bersalin, klinik, praktek nakes, puskesmas, pustu,
dan polindes/poskesdes (Badan Litbang Kesehatan, 2014).
Pemenuhan indikator tersebut ditentukan oleh ketersediaan
tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, dan tentu saja pemilihan
ibu hamil dalam mencari penolong kelahiran.
Ada lima penolong kelahiran bayi yang digunakan oleh
masyarakat Kabupaten SBB, menurut data dari BPS Tahun 2014,
yaitu: dokter, bidan, tenaga medis lain, dukun, dan keluarga.
Berdasarkan data BPS mulai tahun 2005-2013, selama tahun
tersebut, cakupan penolong kelahiran bayi oleh tenaga medis
tidak lebih dari 50%. Dilihat dari kecenderungan penolong
persalinan mulai tahun 2005 s/d 2013 (tahun 2007 dan 2008
tidak ada data), pada tahun 2009 merupakan puncak di mana
65,29% persalinan ditolong oleh dukun dan 29,93% ditolong
oleh bidan, kemudian setiap tahunnya mulai tahun 2009 terjadi
penurunan kelahiran bayi yang ditolong oleh dukun dan terjadi
kenaikan kelahiran bayi ditolong oleh bidan. Sampai pada tahun
2013, penolong kelahiran bayi oleh dukun sebanyak 54,24% dan
42,35% penolong kelahiran bayi oleh bidan.

110

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Data dari BPS tersebut berbeda dengan data di Profil


Kesehatan Maluku Tahun 2013, yang mencatat cakupan per
tolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten SBB
tahun 2013 sebanyak 72,13%. Sementara menurut laporan
KIA Tahun 2013 memang cakupan persalinan cukup baik dari
total ibu hamil yang tercatat, 72% persalinan ditolong oleh
tenaga kesehatan dan 1% di tolong oleh dukun. Namun, dari
selisih jumlah ibu bersalin dengan ibu hamil yang ditolong
persalinannya, 28% ibu yang bersalin tidak diketahui siapa
penolong kelahirannya, dimungkinkan bahwa penolong persa
linannya adalah dukun (Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian
Barat, 2013).

Gambar 4.9 Persentase Balita Menurut Penolong Kelahiran Tahun


2005-2013
Sumber: BPS Kabupaten Seram Bagian Barat, 2008 & 2014

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, masih banyak


ditemui dukun bayi di desa-desa terpencil. Biyang kampong

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

111

(mama biyang) demikian panggilan untuk dukun bayi, masih


banyak ditemui membantu proses persalinan bayi di Kabupaten
SBB. Sampai dengan tahun 2013, tercatat ada 285 orang dukun
bayi di seluruh kabupaten, dan 268 dukun bayi tersebut sudah
bermitra dengan bidan-bidan yang ada di desa-desa.
Kemitraan antara dukun bayi dan bidan desa sudah dimulai
sejak sekitar tahun 2006. Pada awalnya dilakukan pelatihan
kepada dukun dan sosialisasi mengenai kemitraan antara dukun
dan bidan. Dalam sosialisasi tersebut dijelaskan tugas dukun
yang boleh dikerjakan dan tidak boleh dikerjakan. Namun, belum
semua dukun bayi yang bermitra/dilatih dengan bidan.
Tabel 4.6 Tenaga Dukun Bayi yang Tercata di Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB
Tenaga Dukun Bayi
No.

Kecamatan

Puskesmas

Jumlah
Dukun

Dukun
Bermitra

1.

Elpaputih

Elpaputih

14

2.

Amalatu

Tomalehu

18

18

3.

Kairatu

Kairatu

23

14

Waimital

17

17

4.

Inamosol

Inamosol

18

13

5.

Kairatu Barat

Kairatu Barat

16

16

6.

Piru

Piru

29

28

7.

Huamual Depan Tanah Goyang

8.

112

Huamual
Belakang

11

11

IHA

Luhu

Telaga Kambelu

20

18

Waisala

18

18

Buano Selatan

12

Tahulupu

10

10

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

9.

Manipa

Tomalehu Timur

15

15

10.

Taniwel

Taniwel

30

30

11.

Taniwel Timur

Uwen Pantai

30

30

285

268

Jumlah

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat, 2013. Laporan KIA Tahun 2013

Menghentikan kecenderunfgan masyarakat untuk meng


gunakan dukun bayi dalam proses persalinan memang tidak
mudah. Menurut penuturan dari pemegang program pelayanan
kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, yang bisa dilakukan
hanyalah melakukan kemitraan, seperti yang disebutkan berikut
ini.
Untuk Provinsi Maluku masih ada dukun, dan itu kita tidak bisa
stop-kan mereka, karena mereka punya makanan di situ. Dan
memang masih tetap dipercaya sih untuk daerah setempat,
adat istiadat mereka lebih ini percaya. Tapi kita tetap bermitra
sama mereka, bidan bermitra sama dukun, diarahkan dukunnya
itu perannya cuman merawat tali pusat, memandikan bayi, tapi
untuk persalinannya sudah ada beberapa kabupaten sudah
komitmen, kalau ibu mau melahirkan tolong ibu ke bidan,
dia komitmen membawa, kita kasih uang transport, begitu
komitmen itu.

Jika dibandingkan antara jumlah bidan per desa dengan


jumlah dukun bayi per desa, maka akan lebih banyak jumlah
dukun bayinya. Akan menjadi hal yang aneh jika melarang ibu
hamil untuk bersalin ke dukun bayi, sementara pemenuhan
tenaga bidan di desa-desa masih belum dapat memenuhi criteria.
Sudah untung ibu yang bersalin ada yang menolong. Namun
keadaan ini tidak boleh didiamkan begitu saja, oleh karena itu
pemerintah daerah dan pemerintah pusat berusaha untuk pelan-

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

113

pelan mengubah kebiasaan tersebut, salah satunya dengan


merangkul mereka dalam wadah kemitraan.
Berdasarkan pengamatan, di Desa Taniwel memang ada
komitmen kerjasama antara bidan dan dukun bayi. Pada umum
nya masyarakat lebih dulu menghubungi dukun bayi, kemudian
dukun bayi tersebut akan menghubungi bidan di desa itu, atau
dukun bayi akan memerintahkan salah satu keluarga ibu yang
mau bersalin atau warga untuk memanggil bidan. Namun, ada
juga beberapa dukun bayi yang menangani proses persalinannya
sendiri, tanpa bantuan bidan.
Alat yang digunakan beberapa dukun terlatih pun sudah
ada yang memenuhi standar medis, misalnya gunting operasi,
mereka tidak lagi menggunakan bambu untuk memotong tali
pusar. Untuk memenuhi beberapa alat yang sesuai standar medis
ada beberapa biyang kampung yang mengusahakan sendiri,
ada juga yang disubsidi oleh bidan desa. Untuk sterilisasi tali
pusar pun sudah ada dukun yang menggunakan prosedur medis,
namun masih ada juga dukun bayi yang tidak terlatih yang tidak
menggunakan standar medis. Misalnya saja, agar tali pusar cepat
kering ada dukun bayi yang menggunakan abu sisa pembakaran,
ada juga yang menggunakan batok kelapa yang dipanaskan dan
dioles dengan minyak kelapa.

114

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 4.1 Alat yang Digunakan oleh Dukun Terlatih di Desa


Taniwel
Sumber : Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Program kemitraan antara dukun dan bidan seharusnya


mendapat dukungan dari pemerintah daerah maupun pemer
intah desa, sehingga program ini berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan. Kebijakan dari pemerintah daerah atau pemerintah
desa yang lebih lanjut untuk mendukung program kemitraan
ini sepertinya belum mendapat dukungan secara penuh.
Pembagian tugas antara dukun dan bidan belum maksimal,
selain itu alokasi anggaran APBD kabupaten secara khusus
untuk program kemitraan dukun dan bidan belum tentu setiap
tahun ada. Berdasarkan wawancara beberapa biyang kampung
pada dasarnya mereka senang jika mendapat perhatian dari
pemerintah untuk diikutkan semacam pelatihan.
Menurut laporan KIA Kabupaten SBB pada tahun 2013,
hanya 37% persalinan yang dilakukan di fasilitas kesehatan
dari jumlah total tempat persalinan yang tercatat. Jika dibuat

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

115

persentase perbandingan tempat persalinan di faskes dan non


faskes berdasarkan jumlah tempat persalinan yang teridentifikasi
menurut wilayah puskesmas, maka tidak sampai separuh dari
jumlah Puskesmas yang mampu menerapkan program persalinan
di fasilitas kesehatan.

Gambar 4.10 Perbandingan Tempat Persalinan Fasekes & Non Faskes


di beberapa wilayah Puskesmas
Sumber: Laporan KIA Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2013, Dinas Kesehatan
Kabupaten Seram Bagian Barat

Jika melihat laporan tersebut, terkait dengan tempat per


salinan masih jauh dari harapan. Harapan yang diinginkan adalah
agar proses persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan. Hanya
lima puskesmas dari 17 puskesmas yang persentase proses
persalinannya lebih banyak dilakukan di fasilitas kesehatan

116

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

dibandingkan dengan proses persalinan bukan di fasilitas kese


hatan. Lima puskesmas itu yaitu Uwen Pantai, Tanah Goyang,
Kairatu Barat, Kairatu, dan Tomalehu. Peran aktif Dinas Kese
hatan dan tenaga kesehatan di setiap puskemas sepertinya
belum maksimal untuk mendorong agar ibu bersedia dan mampu
bersalin di fasilitas kesehatan.
Faktor ketersediaan dan akses ke fasilitas kesehatan juga
menjadi faktor pemilihan ibu hamil untuk bersalin dibantu
oleh tenaga kesehatan dan tentu saja bersalin di fasilitas
kesehatan. Biaya proses melahirkan juga menjadi salah satu
pemicu pemilihan ibu hamil dalam menentukan siapakah yang
membantu proses persalinannya dan di mana tempat ibu akan
bersalin. Masyarakat masih ada yang beranggapan bahwa
melahirkan di fasilitas kesehatan dengan ditolong oleh bidan
akan membutuhkan biaya yang banyak. Seperti yang dikatakan
salah seorang pegawai di Puskesmas Taniwel:
Informasi-informasi yang biasa di dengar itukan rata-rata
di puskesmas dilayani, keluar langsung harus bayar. Yang tidak
punya jaminan harus bayar, kalo di rumah kan biar tidak punya
jaminan besok atau lusa baru dibayar kan seng masalah .

Jaminan Persalinan (Jampersal) memang sudah disosia


lisasikan oleh bidan desa di beberapa puskesmas, namun seperti
nya penggunaannya masih belum maksimal. Adanya Jampersal
diharapkan mampu membantu keluarga yang kurang mampu
memanfaatkan tenaga kesehatan untuk membantu proses per
salinan di fasilitas kesehatan, namun pada kenyataannya, di
lapangan hal ini belum berjalan maksimal dan belum mampu
merangsang ibu yang bersalin untuk melahirkan di rumah sakit
dengan ditolong oleh tenaga kesehatan.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

117

Persalinan di rumah memang tidak terlalu repot bagi si ibu,


tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan, bidan atau dukun bayi
yang datang ke rumah. Tetapi dari segi keamanan, si ibu maupun
bayi akan menjadi masalah jika terjadi kondisi persalinan yang
abnormal. Persepsi mengenai proses persalinan dianggap proses
yang alamiah, pada kondisi tertentu kadang-kadang mengalami
hambatan. Dalam kasus persalinan yang tidak normal seringkali
pasien harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki
peralatan lebih lengkap dan tenaga kesehatan yang berkompeten
menangani kasus kebidanan (Handayani dkk., 2013). Menurut
Alisyahbana, 1994 (dalam Senewe dan Sulistiyowati, 2004), ada
tiga terlambat yang mempengaruhi kematian ibu atau bayi saat
persalinan yaitu: (1) terlambat mengenali bahaya dan mengambil
keputusan merujuk, (2) terlambat mencapai fasilitas pelayanan
rujukan, dan (3) terlambat memperoleh pelayanan adekuat di
fasilitas kesehatan.

4.6 Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan di Kecamatan


Taniwel dan Kecamatan Kairatu Barat
Kemitraan dukun bayi dan bidan menjadi salah satu
alternatif pemecahan masalah untuk menurunkan kematian
ibu dan bayi di beberapa daerah tertinggal dan terpencil. Di
Kabupaten SBB kemitraan antara dukun bayi dan bidan sudah
lama berlangsung. Berdasarkan informasi dari beberapa dukun
bayi, kader, dan tenaga kesehatan kemitraan ini sudah berjalan
lebih dari 10 tahun. Harapan dari kemitraan ini adalah agar ibu
bersalin dapat ditolong oleh tenaga kesehatan.
Biyang kampung/mama biyang sebutan untuk dukun bayi
di Kabupaten SBB, di beberapa desa masih mendapat keper

118

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

cayaan untuk menolong persalinan. Banyak faktor yang men


dukung kenapa ibu bersalin lebih memilih ditolong dukun bayi
daripada bidan. Kurangnya pelayanan tenaga kesehatan, dalam
hal ini bidan di desa-desa menjadi salah satu faktor. Mahalnya
biaya melahirkan di bidan dan akses ke fasilitas kesehatan juga
menjadi faktor penyebab ibu hamil lebih memilih melahirkan di
dukun bayi.
Persepsi ibu hamil terhadap dukun bayi dan bidan di
beberapa desa berbeda-beda. Ada ibu hamil yang beranggapan
lebih baik ditolong oleh dukun bayi, karena mereka sudah lama
tinggal di desa dan sudah dianggap keluarga sendiri. Namun, ada
juga yang memilih melahirkan di bidan karena trauma dengan
tetangganya yang mengalami pendarahan atau sakit tetanus
ketika melahirkan di dukun bayi.
Biaya persalinan juga menjadi factor penyebab ibu hamil
dalam memilih penolong persalinan. Hampir sebagian besar
masyarakat belum pernah mendengar dan memanfaatkan
jaminan persalinan. Rata-rata ibu bersalin yang ditolong oleh
bidan dan dukun bayi di Kecamatan Taniwel mengeluarkan biaya
Rp 200 ribu 300 ribu rupiah. Biaya itu nantinya dibagi dua,
untuk bidan dan dukun bayi.
Di salah satu desa di Kecamatan Kairatu Barat, ibu bersalin
lebih memilih ke dukun bayi karena biaya yang dikeluarkan
lebih sedikit. Biaya persalinan di dukun bayi hanya kurang lebih
Rp 300 ribu. Tapi jika persalinan ditolong oleh bidan, biaya yang
dikeluarkan bisa lebih mahal, antara Rp 300 ribu sampai dengan
500 ribu. Meskipun selisih biaya persalinan tidak banyak, namun
pelayanan dukun memiliki nilai tambah di mata masyarakat
tersebut. Dengan membayar Rp 300 ribu ke dukun bayi, dukun

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

119

bayi mau memandikan bayi atau bahkan mencuci kain kotor


bekas persalinan.
Tidak semua dukun bayi sudah terlatih. Kalaupun sudah
dilatih peran kemitraan belum tentu berjalan. Dalam kemitraan ini
diharapkan bahwa penolong persalinan adalah bidan, sedangkan
dukun hanya menemani. Berdasarkan pengakuan dukun bayi di
Desa Taniwel yang sudah dilatih empat kali, dulu ketika pelatihan
mereka diajar cara membantu menangani proses persalinan bayi,
dan tidak boleh meraba, hanya melihat pembukaan saja. Selain
itu, tangan harus bersih, peralatan cukup, dan yang paling penting
adalah harus ditemani bidan. Dalam penerapannya, terkadang
bidan datang terlambat, ketika bayi sudah lahir, sehingga bidan
hanya suntik kekuatan dan memberikan infus. Untuk penanganan
tali pusar, dukun terlatih menggunakan betadine. Namun ada
beberapa dukun yang menggunakan minyak kelapa dan diikat
dengan kayu panggal.
Obat tradisional dalam bentuk jamu yang diminum juga
diberikan oleh dukun di salah satu desa di Kecamatan Taniwel.
Jamu itu dibuat menggunakan kunyit, lada, jahe, asam jawa,
dan dimasak dicampur gula merah. Diminum setelah selesai
melahirkan sampai dengan satu minggu. Manfaat dari ramuan itu
menurut si dukun bayi agar badan terasa enak, bau badan juga
enak (wangi). Ada juga dukun di salah satu desa di Kecamatan
Taniwel yang menggunakan air putih yang diberikan doa-doa,
kemudian diminum pada saat proses persalinan.
Profesi dukun bayi di Kecamatan Taniwel merupakan
profesi yang turun menurun. Umumnya ilmu ini didapatkan dari
ibunya yang juga berprofesi sebagai dukun bayi. Tidak semua
anak perempuan yang bisa menjadi dukun bayi, hanya yang

120

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

berani dan mau, ada juga kriteria lainnya: harus cekatan dan
pernah melahirkan.
Berdasarkan cerita dari salah satu dukun terlatih di
Kecamatan Taniwel, orang tuanya dalam praktik (dukun)
menolong persalinan berbeda dengan sekarang. Misalnya saja
memotong tali pusar menggunakan sembilu/bamboo, kemudian
untuk tali pusar menggunakan abu dari buah pinang yang dibakar
hangus kemudian dihaluskan menggunakan sendok. Ada juga tali
pusar bayi yang disemprot menggunakan air sirih pinang yang
sudah dikunyah.
Penerapan kemitraan antara dukun bayi dan bidan di
beberapa desa di Kecamatan Taniwel dan Kairatu Barat sangat
dipengaruhi kerjasama antara bidan dan dukun bayi.
Penerapan kerjasama dalam menolong proses persalinan ini
sangat tergantung peran aktif bidan sebagai tenaga kesehatan
di desa.

Meskipun begitu, peran bidan koordinator dan puskesmas


juga tidak bisa dilepaskan begitu saja. Harapan dari kemitraan
ini adalah mampu menggeser perlahan-lahan peran dukun bayi,
yang nantinya digantikan dengan bidan atau tenaga kesehatan
yang memiliki ilmu kebidanan.

4.7 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)


Pemerintah dalam mengupayakan kesehatan kepada
seluruh lapisan masyarakat selain dengan pemenuhan fasilitas
dan tenaga kesehatan juga mengupayakan jaminan kesehatan.
Jaminan kesehatan bisa diselenggarakan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, ataupun swasta.
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

121

Jaminan kesehatan di Kabupaten SBB sebelum ada


JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang dilaksanakan oleh
BPJS, bernama Jamkesmas dan Jampersal. Selain itu menurut
penuturan dari pengelola JKN di Dinas Kesehatan Kabupaten SBB,
ada juga Jamkesda dari provinsi, itupun penggunaannya untuk
kesehatan lanjutan yang berada di rumah sakit. Jampersal mulai
digulirkan di Provinsi Maluku sejak tahun 2011 sampai dengan
tahun 2013. Jampersal mengakomodir biaya ibu hamil dimulai
sejak pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan
nifas termasuk bayi baru lahir hingga pemasangan KB paska
bersalin (Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2014).
Pemerintah Daerah Kabupaten SBB juga sudah menge
luarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 03 Tahun 2011 mengenai
Pembebasan Biaya Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit
Umum, Puskesmas, dan Jaringannya. Perda ini diharapkan dapat
memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat
miskin yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Namun, jika
dicermati Perda ini sepertinya masih sebatas kepada pengobatan
kuratif dalam bentuk pelayanan dasar dan rujukan.
JPK di Kabupaten SBB tahun 2013 menurut Profil Dinas
Kesehatan Provinsi Maluku Tahun 2014, ada sebanyak
61.260 peserta dari 168.134 penduduk, dengan rincian
18% dari peserta Askes, 81% dari Jamkesmas/Askeskin,
dan 1% bersumber dari JPK lainnya. Peserta JKN dari BPJS
menurut data 2014 lebih banyak menampung peserta jika
dibandingkan JPK tahun 2013, ada sebanyak 106.921 peserta
JKN, dengan rincian 90% merupakan Penerima Bantuan Iuran
(PBI) dan 10% Non PBI.

122

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Penetapan peserta JKN dari BPJS ini nantinya akan mem


pengaruhi alokasi dana kapitasi. Alokasi dana kapitasi di
Kabupaten SBB diatur dalam Keputusan Bupati Nomor 440.1-166
Tahun 2014 tentang Alokasi Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional pada Puskesmas. Alokasi dana kapitasi untuk pem
bayaran jasa pelayanan kesehatan ditetapkan sebesar 60%
dan untuk dukungan biaya operasional 15% untuk obat, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai; sedangkan 25% untuk
kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya.

Dana kapitasi ini di beberapa puskesmas di Kabupaten


SBB menjadi sumber dana dan pemicu dalam menjalankan
beberapa program yang terkait kegiatan promotif dan
preventif. Alokasi dana kapitasi ini sepenuhnya diserahkan
kepada puskesmas untuk mengaturnya. Sebelumnya
beberapa puskesmas mengeluhkan kekurangan dana untuk
melakukan kegiatan promotif dan preventif. Beberapa
program di puskesmas tidak bisa berjalan karena kurangnya
sokongan dana dari Dinas Kesehatan Kabupaten melalaui
APBD.
JKN melalui BPJS yang baru saja berjalan dan masih berusia
satu tahun, dalam proses pengelolaannya masih dikeluhkan oleh
pengelolanya baik di tingkat puskesmas maupun tim monitoring
dan evaluasi yang berada di kabupaten. Kurangnya SDM yang
berkompeten dan minimnya pelatihan serta sosialisasi menjadi
kendala pada tahun awal berjalan. Untuk melakukan monitoring,
evaluasi, sosialisasi, dan penanganan keluhan terkait dengan JKN
di tingkat kabupaten berdasarkan SK Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB Nomor 440/255/V/2014, maka dibentuk tim yang

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

123

terdiri dari 9 orang. Tim ini nantinya akan mengoordinasi dan


mengawasai tim JKN yang ada di tingkat puskesmas.
SDM yang kompeten dalam menangani JKN, khususnya
untuk jabatan fungsional bendahara, sangat kurang. Pada
setiap program nasional yang berkelanjutan baik itu JKN, BOK,
Jampersal, dan lain-lain, posisi dan peran bendahara merupakan
posisi penting dan menentukan proses berjalannya kegiatan.
Namun, karena tidak tersedia SDM tersebut, posisi itu selalu
bergantian dan digilir. Penggiliran jabatan dan wewenang ini
mengakibatkan kurangnya tanggung jawab pegawai pada posisi
itu di akhir jabatan (akhir tahun). Akibatnya, laporan berantakan,
kemudian saling lempar tanggung jawab. Sekurang-kurangnya
itulah yang terjadi dalam 3 tahun ini di Kabupaten SBB.

4.8 Kesimpulan & Saran


Berdasarkan paparan dan gambaran upaya serta keadaan
pelayanan kesehatan di Kabupaten SBB, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Regulasi strategi Gugus Pulau untuk mendekatkan pelayanan
kesehatan, termasuk regionalisasi rujukan, dibuat oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Maluku sejak tahun 2013 berdasarkan
Peraturan Gubernur Maluku. Di Kabupaten SBB mulai
dilaksanakan tahun 2014 berdasarkan Peraturan Bupati
SBB, sehingga masih banyak kendala dan hambatan dalam
pelaksanaannya.
2. Rasio posyandu perdesa di Kabupaten SBB sebesar 2,42.
Ini artinya, di Kabupaten SBB masih belum memenuhi
kecukupan jumlah posyandu di semua desa yang ada.

124

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

3. Pelayanan kesehatan di Kabupaten SBB masih jauh dari


harapan, meskipun pemerataan fasilitas kesehatan sudah
hampir merata namun cakupan tenaga kesehatan masih
kurang.
4. Pelayanan ibu bersalin oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan masih menemui banyak kendala dan belum men
dapatkan dukungan kebijakan dari pemerintah kabupaten
maupun pemerintah desa. Kemitraan dukun bayi dan bidan
juga belum berjalan maksimal dan belum didukung oleh
kebijakan dari pemerintah daerah.

Saran
Perlu ada dukungan kebijakan dari pemerintah daerah
terkait dengan pemenuhan pelayanan kesehatan, terkait dengan
pemenuhan tenaga kesehatan, dan pelayanan ibu bersalin di
Kabupaten Seram Bagian Barat.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

125

Bab 5

Keterlambatan Alkon Hingga


Minimnya Anggaran Program
Karlina

Pada bab ini akan dipaparkan bagaimana keadaan


kesehatan reproduksi khususnya pada perempuan di kabu
paten, sekaligus di tingkat provinsi. Termasuk gambaran per
indikatornya selama kurun waktu 2007 hingga tahun 2013.

5.I. Capaian Kesehatan Reproduksi di Provinsi


Maluku
Kesehatan Reproduksi merupakan salah satu indikator
kesehatan yang memiliki skor mutlak pada IPKM (5 untuk masingmasing sub-indikator). Dari laporan IPKM tahun 2013, diketahui
bahwa Kabupaten SBB memiliki nilai indikator Kesehatan Repro
duksi yang masih rendah. Indikator ini sendiri baru muncul pada
IPKM 2013, oleh karena itu memang tidak ada data pembanding
dari IPKM 2007.
Namun, jika dikomparasikan dengan kabupaten lain di
Provinsi Maluku, persentase indikator kesehatan reproduksi di
Kabupaten SBB memang masih rendah. Dari 11 kabupaten di
Provinsi Maluku, Kabupaten SBB berada pada peringkat 8 (untuk
cakupan pengguna MKJP) dan 9 (untuk cakupan K4) sedangkan
untuk prevalensi KEK pada WUS cukup baik, yakni menempati

127

posisi ke-2 setelah Kabupaten Buru. Hyal ini terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 5.1 IPKM Indikator Kesehatan Reproduksi Per Kabupaten di
Provinsi Maluku Tahun 2013
NO.

Nama Kabupaten

KB
MKJP

Kunjungan
K4

KEK
WUS

1.

Maluku Tenggara Barat

10.36

43.39

32.21

2.

Maluku Tenggara

15.65

38.76

30.05

3.

Maluku Tengah

8.49

38.07

33.78

4.

Buru

9.74

45.61

21.70

5.

Kep. Aru

6.69

26.69

47.60

6.

Seram Bagian Barat

3.29

16.06

26.86

7.

Seram Bagian Timur

2.85

6.57

41.87

8.

Maluku Barat Daya

2.76

23.57

51.74

9.

Buru Selatan

0.70

9.96

13.83

10.
11.

Ambon
Tual

4.43
11.01

45.12
41.53

31.67
41.24

Provinsi Maluku
Nasional

6.7
11.28

35.46
60.93

32.11
20.97

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,2014

5.2. Kesehatan Reproduksi dan Indikatornya


Reproduksi yang dimaksudkan di sini tentulah reproduksi
dalam artian biologis. Istilah reproduksi sendiri sebenarnya
meliputi proses-proses fisiologis yang cukup luas. Proses-proses
tersebut mulai dari menstruasi, hubungan seksual, kehamilan,
kelahiran, infertilitas, aborsi, hingga menopause. Meskipun
merupakan aktivitas biologis, namun reproduksi seringkali tak
bisa dilepaskan dengan nilai-nilai sosial-budaya yang ada di
masyarakat. Seperti diungkapkan Browner dan Sargent (1996:

128

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

219), bahwa: human reproduction is never entirely a biological


affair; all societies shape their members reproductive behavior.
Bermacam-macam praktek budaya muncul terkait aktivitas
reproduksi manusia seperti ritual budaya pada menstruasi per
tama yang menandai masa akil balik seorang perempuan; ritual
selama masa kehamilan dan kelahiran, berikut bermacam-macam
tabu dan pantangan-pantangan. Praktik-praktik budaya, seringkali
mempengaruhi keputusan-keputusan terkait aktivitas reproduksi
dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan IPKM 2013, kesehatan reproduksi merupakan
salah satu indikator utama dalam pembangunan kesehatan.
Meskipun dalam ilmu medis kesehatan reproduksi memiliki
cakupan yang luas, namun dalam IPKM, Kesehatan Reproduksi
dibagi ke dalam 3 sub-indikator utama, yakni:
1. Kunjungan K4 pada Ibu hamil
2. KB dengan MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) pada
PUS (Pasangan Usia Subur)
3. KEK (Kekurangan Energi Kronis) pada WUS (Wanita Usia
Subur).

5.3. Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Seram


Bagian Barat
Secara umum, Program Kesehatan Reproduksi di Dinas
Kesehatan Kabupaten SBB berada di bawah tanggung jawab
Seksi KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), baik secara program maupun
pengelolaan anggaran, terutama terkait kesehatan ibu hamil.
Sementara untuk program KB, dilakukan kerjasama lintas sektor
dengan BKKBN kabupaten. Sedangkan untuk KEK, pelaporan dan
program diserahkan ke Bagian Gizi.
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

129

5.3.1. Kunjungan K4 pada ibu hamil


Berdasarkan program kesehatan, setiap ibu hamil, sela
ma masa kehamilannya diharapkan memeriksakan diri pada
petugas kesehatan terdekat (bidan), minimal 4 kali selama masa
kehamilan. Perinciannya adalah, 1-1-2, yakni satu kali (K1) pada
trimester pertama, satu kali pada trimester ke-2 (K2) dan dua
kali pada trimester ketiga (K4). Dengan rutin memeriksakan diri,
diharapkan ibu hamil bisa mengetahui sejak dini faktor-faktor
risiko dalam kehamilan sehingga jika ada kemungkinan komplikasi
bisa diantisipasikan sejak awal.

Gambar 5.1 Pelayanan ANC pada Ibu Hamil di salah satu Posyandu
Kecamatan Kairatu Barat, Kabupaten SBB
Sumber : Dokumen Peneliti, Februari 2015

Antisipasi-anstisipasi tersebut bisa dilakukan karena


ketika memeriksakan kehamilannya. Seorang ibu hamil idealnya
mendapatkan pelayanan ANC (antenatal care) yang lengkap
(Depkes, 2010) yakni:

130

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

1. Timbang berat badan, Lingkar Lengan Atas (LILA) dan ukur


tinggi badan
2. Ukur tekanan darah;
3. Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri);
4. Penentuan status imunisasi tetanus & pemberian tetanus
toksoid sesuai status imunisasi;
5. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan;
6. Temu wicara (komunikasi interpersonal),;
7. Tes laboratorium, meliputi tes kehamilan, Hb, golongan
darah, gula darah, protein urin;
8. Pelayanan terpadu pemulihan pada bumil dengan gizi
kurang.
Di Kabupaten SBB, berdasarkan data profil kesehatan,
cakupan kunjungan K4 pada ibu hamil sudah cukup tinggi. Jika
dibandingkan dengan data tahun 2007, cakupan pada tahun
2013 mengalami peningkatan. Jumlah cakupan pada tahun 2007
adalah sebesar 55,99% (Dinkes Provinsi Maluku,2007), meningkat
menjadi 77,6% pada tahun 2013 (Dinkes Kabupaten SBB, 2013)
atau naik sekitar 21%. Meski kalau dilihat tidak ada peningkatan
yang terlalu signifikan dari sejak tahun 2010 (76%) dan 75,85%
pada tahun 2011 (Dinkes Kabupaten SBB 2010 & 2011).

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

131

Gambar 5.1 Presentase cakupan K4 di Kabupaten SBB Tahun 20072013


Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Maluku Tahun 2007 & 2013, Laporan Program KIA
Kabupaten SBB Tahun 2010, 2011, & 2013

Perencanaan & Pembiayaan


Selama ini, di Kabupaten SBB, pelayanan pada ibu hamil
merupakan program utama Bagian KIA di Dinas Kesehatan.
Dalam RKPD tahun 2013, sejumlah Rp 422.000.000,- dianggarkan
untuk Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan
Anak atau sekitar 2,93% dari total anggaran kesehatan yang ada.
Sementara itu, untuk penganggaran dan program pada tahun
2007 tidak diperoleh datanya, karena petugas yang bersangkutan
sudah pensiun dan juga tidak ada rekam data yang bisa diakses.
Namun, jika dibandingkan dengan penganggaran pada
tahun 2014, penganggaran tahun 2013 secara jumlah tidak
berubah, tetapi secara persentase justru lebih kecil (2,7%) karena
terjadinya peningkatan anggaran di dinas kesehatan. Informan
di Kabupaten SBB menjelaskan, sumber pendanaan berasal dari

132

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

APBD Kabupaten, namun kadang-kadang mendapatkan bantuan


dari APBD provinsi. Seperti pada tahun 2014 lalu, program KIA
mendapat bantuan Dana Bantuan Khusus dari provinsi sebesar Rp
74.882.000,- yang kemudian digunakan untuk program Pelatihan
Reporting & Recording KIA/KB. Adapun program-program yang
tercakup dalam penganggaran tahun 2013 adalah:
Penjaringan Bumil Risti (14,92%)
Pelatihan SDITK (Simulasi Dini Intervensi Deteksi Tumbuh
Kembang) (13,03%;)
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (16,58%)
Sosialisasi Kelas Ibu hamil dan Anak Balita (13,03%)
Sosialisasi Kemitraan Bidan & Dukun Beranak (13,03%)
Pelatihan Manajemen BBLR (16,58%)
Monitoring dan Evaluasi Program KIA (12,79%)
Atas penganggaran sebelum tahun 2013, tidak diperoleh
data yang memadai. Namun berdasarkan wawancara dengan
pengelola program, disebutkan bahwa pada tahun 2010 ada
anggaran sebesar Rp 19.975.250,- untuk program Penjaringan
Bumil Risti, dan tahun 2012 sebesar RP 48.431.800,- untuk
Pelatihan SDITK. Sementara untuk tahun 2011, tidak ada program
karena ketiadaan dana. Jika dilihat dari persentase penganggaran,
anggaran untuk program KIA di Dinkes Kabupaten SBB memang
cukup kecil. Hal ini disebabkan program-program yang diusulkan
biasanya tidak bisa seluruhnya diterima.
Dalam perencanaan program, pengelola program biasanya
diminta untuk membuat usulan program. Usulan program dibuat
berdasarkan kebutuhan yang ada di lapangan dan juga acuan dari
provinsi. Seperti yang diungkapkan Ibu N, pengelola Program KIA
di Dinkes Kabupaten SBB:
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

133

Kalau kita itu kan biasa lihat situasi yang dibutuhkan di


kabupaten, di lapangan. Terus itu ada data-data, maksudnya
acuan itu kami dapat dari bimbingan dari provinsi. Ya, untuk
kegiatan-kegiatan apa yang harus diprioritaskan begitu.

Meskipun begitu, keputusan akhir mengenai program mana


yang akan dilaksanakan, diputuskan oleh Bagian Perencanaan.
Bagian Perencanaanlah yang selama ini memiliki kewenangan
dalam menentukan besarnya anggaran untuk masing-masing
program, sehingga kadang-kadang prioritas program tidak bisa
terlaksana.

Pendanaan di Masing-Masing Puskesmas


Meskipun secara penganggaran Program KIA Kabupaten
relatif minim, dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan sendiri
tetap bisa berjalan karena ujung tombak dari pelayanan ini pada
puskesmas-puskesmas. Saat ini, di Kabupaten SBB terdapat 17
puskesmas yang tersebar di 11 kecamatan. Puskesmas memiliki
penganggaran sendiri yang berasal dari dana BOK (Bantuan
Operasional Khusus) dan JKN yang besarannya pada masingmasing puskesmas disesuaikan dengan besarnya cakupan masingmasing puskesmas.
Terkait dengan dana BOK ini, tiap-tiap puskesmas diha
ruskan membuat POA (Plan of Action) atau RPK (Rencana Pelak
sanaan Kegiatan) terlebih dahulu sebagai pedoman penggunaan
anggaran. Program KIA umumnya merupakan salah satu program
yang mendapat proporsi alokasi dana BOK terbesar. Sebagai
contoh di Puskesmas Kairatu Barat, pada pengganggaran BOK
tahun 2014, program KIA mendapat proporsi sebesar 15,70%.
Jumlah ini menduduki proporsi kedua terbesar setelah Program

134

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gizi (17,96%), disusul kemudian dengan Imunisasi (14,20%),


Manajemen Puskesmas (14,11%) dan KB (9,63%).

Pelaksanaan Program
Bagian KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten SBB mengaku
bahwa pendanaan menjadi salah satu kendala utama dalam
pelaksanaan program-program yang ada selama ini.
Banyak usulan program yang tidak diterima karena terbatasnya
dana yang ada. Seperti telah disebutkan di atas, bahkan pada
tahun 2011, sempat terjadi kevakuman program karena keter
batasan dana.

Kesulitan pelaksanaan program terutama untuk daerahdaerah yang sulit dijangkau, seperti daerah pulau-pulau. Pihak
pengelola program sendiri berharap, jika ada peningkatan
dana ke depan, maka banyak program yang bisa berjalan lebih
maksimal.
Ya kalau untuk pendanaan itu minimal bagi kami itu, lebih baik
banyak kegiatannya jadi lebih banyak minta dananya. Itu saja.
Sebenarnya kita kalau cuma suruh kumpul itu sebetulnya bisa,
tapi transport dan lain-lain itu, Bu, to? untuk kegiatan sosialisasi
atau kegiatan lain-lain [] Dananya kan terbatas, jadi kalau kita
dapat dana itu bagi kami ya cukup bagus. Untuk pengembangan
kegiatanlah. Karena bagi bidan-bidan, mereka bilang kan ini
aduh, kegiatan banyak jadi kalau tidak kumpul kan kita berbagi
pengalaman.

Sementara untuk tingkat puskesmas, umumnya secara pen


danaan relatif cukup dari dana BOK dan JKN. Setiap puskesmas
mendapat kewenangan dalam pengelolaan BOK. Di satu sisi,
hal tersebut positif karena pukesmaslah yang memahami betul
kebutuhan masing-masing wilayah kerjanya. Namun di sisi lain,

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

135

keberhasilan program juga sangat ditentukan oleh kebijakan


masing-masing pimpinan puskesmas sehingga meskipun secara
proporsi mendapat kecukupan yang sama, dalam praktiknya
hasilnya seringkali berbeda-beda.

Sumber Daya
Jumlah petugas pada program KIA di Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB sebanyak 3 orang, yang kesemuanya berlatar
pendidikan Bidan Pendidik. Dengan jumlah sebanyak itu, mereka
mengaku masih merasa kurang karena seringkali harus melakukan
pencatatan laporan yang cukup banyak (dari 17 Puskesmas).
Selain itu, sarana dan prasarana juga dirasa masih minim, seperti
tidak tersedianya komputer untuk Program. Padahal, komputer
dirasa cukup penting dalam membuat laporan. Secara kapasitas,
mereka juga mengaku masih kurang. Meski sudah sering (selalu
ada program setiap tahunnya) mendapatkan pelatihan-pelatihan
dari tingkat provinsi maupun nasional. Sementara itu, untuk
sumberdaya di puskesmas-puskesmas, menurut pemegang
program KIA di kabupaten, rasio bidan dirasa sudah mencukupi,
hanya saja selama ini distribusinya yang belum merata.
Kalau kita di SBB ini ada 188 bidan, sarjana mudanya ada 98
orang, sisanya itu diploma satu [] Kalau bagi kami itu sudah
cukup. Cuma distribusinya. Kebanyakan lebih banyak di kota,
ikut suami. Kebanyakan begitu. 188 kalau rasio 100 sudah lebih
begitu kan, tapi kalau lihat distribusinya masih kurang. Kalau
di puskesmas itu yang ada kepulauan bidan cuma 3 saja, satu
puskesmas itu. Padahal itu yang banyak karena mereka daerah
kepuluan. Itu di Talaga Kambelo itu dua saja. Padahal itu ibu,
jauhnya. Saya pernah ke sana sampai nangis. Karena jauhnya,
maksudnya, lautannya. Mereka kalau pelayanan dengan kapal
kecil itu, to? Tidak ada jalan daratnya. Jadi singgah-singgah,
baru ke gunung.

136

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Tabel 5.2 Jumlah Bidan di Setiap Desa & Puskesmas di Kabupaten


SBB Tahun 2013
No.

Nama Puskesmas

J.Bidan

J.Desa

1.

Elpaputih

2.

Tomalehu

11

3.

Kairatu

17

4.

Waimital

12

5.

Kairatu Barat

12

6.

Piru

7.

Tanah Goyang

8.

Iha

9.

Luhu

10.

Talaga Kambelo

11.

Waisala

12.

Tahalupu

13.

Buano Selatan

14.

Tomalehu Timur

15.

Taniwel

14

19

16.

Uwen Pantai

15

17.

Inomosol

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten SBB 2013

Sebagai gambaran, Puskesmas Taniwel yang merupakan


salah satu kecamatan terjauh dari kota kabupaten ( 76 km).
Wilayah kerja puskesmas ini meliputi 19 desa dan 2 dusun. Secara
bentang alam, 14 desa dan 2 dusun merupakan desa pesisir yang
jarak antara satu desa dengan desa lainnya berdekatan dan akses
jalannya relatif mudah. Sisanya, 5 desa adalah desa pegunungan
dengan akses jalan yang masih sulit. Saat ini, puskesmas memiliki
18 tenaga bidan dengan perincian 4 bidan puskesmas dan 14
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

137

bidan desa. Secara jumlah, memang tidak mencukupi. Satu


bidan kadang-kadang harus memegang dua desa sekaligus.
Untuk desa-desa pesisir yang secara jarak berdekatan dan akses
relatif mudah, hal itu tidak terlalu menjadi masalah, ditambah
lagi jumlah penduduk masing-masing desa umumnya juga
tidak terlalu banyak. Namun, bagi masyarakat di desa-desa
pegunungan tentu saja untuk mengakses layanan kesehatan
menjadi masalah serius.
Salah satu desa yang cukup sulit secara akses di Kecamatan
Taniwel adalah Desa Niniari. Desa ini berjarak sekitar 36 km
dari kota kecamatan dan berlokasi di pegunungan. Akses jalan
ke desa ini cukup sulit. Sebagian perjalanan harus ditempuh
dengan berjalan kaki. Hingga saat ini, tidak ada bidan desa
yang ditempatkan di Niniari. Juga tidak ada tenaga kesahatan
yang lain. Layanan kesehatan terdekat ada di Desa Riring
(sekitar 10 km).
Pihak puskesmas sendiri mengaku cukup kesulitan dalam
memberikan layanan, sehingga layanan dilakukan 3 bulan
sekali. Belum lagi jika musim penghujan yang membuat akses
jalan semakin sulit. Hal ini tentu saja menjadi kendala bagi
masyarakat untuk memperoleh layanan. Terutama untuk
proses persalinan, dukun bayilah yang kemudian diandalkan
masyarakat. Masalah serius muncul ketika terjadi kasus-kasus
seperti komplikasi, seperti cerita Bidan M yang mengisalkan
kejadian sekitar akhir tahun lalu. Ada seorang ibu dari gunung
yang mengalami proses persalinan komplikasi. Si Ibu yang
sudah dalam keadaan sakit harus dipikul turun gunung dan
menempuh perjalanan panjang untuk sampai ke puskesmas.
Meski sang Ibu bisa diselamatkan, namun tidak dengan
bayinya.

138

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Masalah lain juga muncul terkait KB, yakni keterlambatan alat


kontrasepsi (alkon). Meski keterlambatan ini juga jamak terjadi
bahkan pada desa-desa pesisir, namun karena akses yang
relatif mudah, biasanya masyarakat masih bisa mengakses
KB mandiri. Sementara untuk di daerah pegunungan tidak
demikian karena layanan KB mandiri pun tidak ada.

Berkebalikan dengan puskesmas yang memiliki wilayah


kerja yang relatif mudah. Di Puskesmas Kairatu Barat misalnya,
yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah semi urban.
Jumlah desa yang menjadi cakupan kerja puskesmas ini sebanyak
6 desa, dan saat ini mereka memiliki 12 bidan yang terdiri dari
bidan desa dan sebagian lagi bidan puskesmas.
Kadang-kadang didapati juga kasus, meski secara penem
patan di desa tersebut memiliki bidan desa, namun bidan
tidak tinggal menetap di desa tersebut atau sering tidak ada di
tempat (biasanya karena keluarganya tinggal di tempat lain).
Hal ini menyebabkan bidan tidak bisa dihubungi jika sewaktuwaktu dibutuhkan masyarakat. Di sinilah kemudian tenagatenaga tradisional seperti dukun bayi mendapat tempat di
masyarakat. Wajar jika banyak masyarakat yang kemudian lebih
mempercayakan pemeriksaan kehamilan atau pertolongan
persalinan pada dukun-dukun bayi. Disamping karena faktor
kepercayaan dan kebiasaan yang sudah ada sejak zaman
dulu, faktor kedekatan dan ketersediaan juga mempengaruhi
keputusan kenapa seorang ibu hamil lebih memilih pergi ke
dukun bayi dibandingkan ke bidan.
Sementara itu, terkait dengan peningkatan kapasitas
sumber daya, selama ini sudah ada pelatihan-pelatihan terutama
dari provinsi yang dilaksanakan hampir setiap tahun, baik
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

139

itu dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, maupun peningkatan


kapasitas.
Namun menurut Ibu N, pelatihan-pelatihan selama ini
dirasa belum mencukupi. Masalahnya, tidak semua perwakilan
puskesmas bisa diikutsertakan. Dari 17 puskesmas yang ada,
biasanya hanya perwakilan 2-3 puskesmas yang bisa diikut
sertakan. Pada waktu tertentu, kadang-kadangt memang me
mungkinkan mengundang perwakilan dari masing-masing
puskesmas, tapi jumlahnya terbatas. Perwakilan ini memang
diharapkan mendistribusikan hasil pelatihan kepada rekannya
di puskesmas asal, tapi kadang kala terjadi petugas yang ber
sangkutan dipindah tugaskan sebelum terjadinya distribusi.

Kerjasama Lintas Sektor


Untuk proram KIA terkait ibu hamil di Dinkes Kabupaten
SBB, selama ini tidak ada kerjasama lintas sektor. Kerjasama
biasa hanya lintas program seperti dengan Bagian Gizi (terkait
KEK) dan Bagian Promkes untuk sosialisasi. Walaupun begitu,
kerjasama dengan sektor lain dilakukan oleh pelaksana program
di puskesmas-puskesmas yang biasanya melibatkan tokoh
masyarakat, seperti Raja/Kepala Desa, tokoh agama dan kader
posyandu. Kerjasama ini terutama dalam hal sosialisasi ke
masyarakat. Tokoh lain yang juga cukup penting di masyarakat
adalah mama biyang atau dukun bayi. Oleh karena itu, kemudian
dilakukan kerjasama bidan dengan dukun bayi dalam bentuk
kemitraan.
Selama ini dukun bayi memang masih memegang pera
nan yang cukup signifikan terkait kehamilan dan kelahiran.
Seperti diungkapkan Bidan E di Puskesmas Kairatu Barat, bahwa

140

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

di wilayah kerjanya, ibu hamil memiliki kecenderungan memerik


sakan kehamilannya ke dukun bayi terlebih dahulu daripada ke
bidan.
Mereka itu, Ibu Bidan, belum dapat umur hamil yang masih 4
minggu. Bu Bidan belum tahu lai, Ma Biyangsu tahu. Jadi Ma
Byiang itu lebih dekat pada ibu-ibu hamil. Ibu hamil pi di Ma
Biyang dulu, raba saja. Di sini istilahnya bauruk porok. Angkat
porok.

Untuk menyiasati hal itu, Bidan E kemudian berusaha mem


bangun kedekatan dengan dukun bayi dengan harapan, dukun
bayi akan melapor ke bidan jika ada ibu hamil yang memeriksakan
diri ke tempatnya.
Sekarang kemitraan dukun-bidan, jadi katong ambil kebijakan
ketika ibu hamil itu kontak pertama dengan Ma Biyang, mereka
harus lapor ke Ibu Bidan supaya Ibu Bidan pendekatan dengan
mereka. Jadi lewat Posyandu Ma Biyang arahkan.

Monitoring, Evaluasi, & Pelaporan


Berdasarkan data dari dua puskesmas yang dikunjungi,
monitoring kegiatan KIA di beberapa puskesmas dilakukan dari
tingkat yang paling bawah. Biasanya program KIA puskesmas
akan melakukan kegiatan sweeping atau kunjungan door to door
jika ada permasalahan terkait pelaksanaan program, seperti
menurunnya angka cakupan K1/K4.
Monitoring dan evaluasi (monev) kegiatan juga dilakukan
oleh Program KIA Kabupaten dengan melakukan kunjungan ke
puskesmas-puskesmas 1-2 kali dalam setahun. Kegiatan monev
ini biasanya untuk mengecek pelaksanaan program di tingkat
puskesmas. Sementara untuk tingkat kabupaten, juga dilakukan
monev oleh Program KIA di Dinas Provinsi. Seperti diungkapkan
oleh Ibu R, pengelola Program KIA di Dinkes Provinsi Maluku:

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

141

Kadang-kadang kita turun ke puskesmas sama-sama dengan


orang dinas, sama-sama orang di kabupaten lihat di puskesmas
bagaimana pelayanannya. KIA-nya bagaimana, cakupancakupannya bagaimana. Apakah ada program yang mereka
tidak mengerti kita berikan bimbingan, arahan di puskesmaspuskesmas. Kita arahkan petugas puskesmasnya, kita laporkan
ke kepala dinas ini masalah-masalahnya, kita buatkan
surat feedback hasil monev provinsi itu kita sampaikan ke
kabupaten.

Monev dari provinsi biasanya juga dalam bentuk per


temuan tahunan, berupa pertemuan bersama dari masingmasing program KIA di setiap kabupaten. Dari pertemuan ini,
akan ditampilkan hasil capaian KIA tiap kabupaten dan jika ada
masalah, akan didiskusikan bersama pemecahannya. Jika suatu
kabupaten memiliki angka merah pada capaian programnya, maka
Dinkes Provinsi akan memberikan saran perbaikan. Meskipun
begitu, mereka tak memiliki banyak kewenangan karena sudah
adanya otonomi daerah. Dan pada akhirnya, kebijakan ada pada
masing-masing kabupaten. Seperti yang diungkapkan R, bahwa:
Kadang-kadang ke kabupaten kita bilang ini alkesnya kurang,
ininya kurang, obatnya kurang, tapi respon kabupaten lambat.
Kan provinsi tidak punya kewenangan, kan sudah Otonomi
Daerah ..... Alkes itu biasanya kabupaten usul dari DAK
kabupaten/kota. Provinsi juga susah, seng punya kewenangan
untuk pengadaan alkes. Ada DAK-nya. Mereka dana itu sudah
ada. Tidak seperti dulu, itu alkesnya dari Pusat. Kabupaten kota
birokrasinya macam-macam. Kabupaten kurang respon, itu
kendala....

Sementara itu, untuk pelaporan, sistem pelaporan di


Program KIA dimulai dari bidan desa yang melaporkan capaian
program di wilayah kerjanya ke Bagian KIA di Puskesmas Induk.
Selanjutnya, Puskesmas Induk melaporkannya ke Bagian KIA
Kabupaten, lalu ke Provinsi.

142

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Keterbatasan dana, ternyata tidak hanya menjadi kendala


dalam pelaksanaan program, tapi juga dalam hal pelaporan
ke Kabupaten. Lagi-lagi, masalah terjadi terutama di daerah
kepulauan karena secara akses cukup sulit. Hal ini menyebabkan
pelaporan yang seringkali mengalami keterlambatan.
Kalau di sini ada 17 puskesmas, mungkin 10 puskesmas saja
yang bisa datanya cepat, yang 7 puskesmas datanya lambat,
ibu. Di SMS ndak masuk-masuk jaringannya, ibu. Jadi, nanti
mereka datang kan ada kegiatan dana BOK itu, jadi kadangkadang kepala puskesmasnya yang bawa. Ada dua bulan sekali,
tiga bulan sekali. Kalau datang itu tidak bisa tiap bulan datang.
Karena kepulauan itu. [] Ndak ada transport regular. Jadi kalau
mereka nanti mau sewa itu, eh, banyak pun uangnya.

5.3.2. Kontrasepsi dengan MKJP pada PUS


Keluarga Berencana merupakan salah satu dari empat
pilar safe motherhood, yakni upaya untuk mengurangi angka
kematian Ibu (Saifudin, 2009). Keluarga Berencana dimaksudkan
untuk mencegah/membatasi/mengatur kehamilan sehingga ke
matian Ibu bisa dihindarkan. Berdasarkan metodenya, dikenal dua
jenis metode kontrasepsi, yakni KB MKJP (Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang) dan KB Non-MKJP. Jenis KB MKJP yang dikenal
di masyarakat adalah implan/susuk; IUD, MOP (Metode Operasi
Pria) & MOW (Metode Operasi Wanita). Sedangkan jenis KB NonMKJP adalah kondom, pil dan suntik.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

143

Gambar 5.2 Beberapa Alat Kontrasepsi


Sumber : Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Sesuai dengan namanya, KB MKJP adalah jenis KB dengan


jangka waktu yang lama (3-5 tahun untuk implant dan IUD dan
seumur hidup untuk MOP/MOW). Sementara untuk KB Non-MKJP,
jangka waktunya lebih pendek. Setiap hari untuk pil/kondom dan
3 bulan untuk suntik. Meski dari segi efektivitas KB MKJP jauh
lebih efektif dalam membatasi atau mencegah kehamilan, namun
KB Non-MKJP lebih banyak diminati dibandingkan KB MKJP. Hal
ini karena KB non-MKJP umumnya lebih praktis serta metodenya
lebih sederhana dan untuk biaya pemasangannya relatif lebih
murah.

Perencanaan & Pembiayaan


Meskipun berada di bawah naungan Program KIA di Dinas
Kesehatan, namun selama ini belum ada program dan pengang
garan yang khusus terkait KB. Penganggaran dan program biasa
nya langsung di bawah puskesmas. Dan dalam hal ini, dinas

144

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

kesehatan tidak bekerja sendirian, melainkan bekerjasama


dengan BKKBN yang ada di masing-masing kabupaten. BKKBN
bertindak sebagai penyedia alat-alat kontrasepsi (alkon), mela
kukan penyuluhan dan juga menyelenggarakan pelatihan-pelatih
an pemasangan alat kontrasepsi untuk para bidan.
Untuk tahun 2013, tercatat sekitar 6% dari anggaran
di BKKBN yang digunakan untuk penyediaan alat kontrasepsi.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu pemegang program
di BKKBN, program lainnya yang masih berhubungan dengan
kesehatan reproduksi yakni Program Kesehatan Reproduksi
Remaja dengan melakukan pembinaan kelompok remaja di
sekolah-sekolah menengah (anggaran sekitar 0,5%).
Dalam hal ini, dinas kesehatan lebih berperan sebagai
pelaksana KB melalui klinik-klinik KB yang diselenggarakan oleh
puskesmas, pustu, atau poskesdes. BKKBN memiliki petugas
lapangan yang bertugas mendistribusikan alat-alat kontrasepsi
dan juga kader KB di desa-desa. Dalam pelaksanaan tugasnya,
petugas lapangan dan kader ini akan bekerja sama dengan para
bidan di masing-masing lokasi.
Penganggaran dan program terkait KB biasanya juga
dilakukan oleh puskesmas-puskesmas yang tercantum dalam
RPK dana BOK. Pada tahun 2014 di Puskesmas Kairatu Barat
(Puskemas Kairatu Barat, 2014) tercatat sebanyak 9% dari
anggaran BOK dialokasikan untuk program ini dengan program
utamanya yakni: Penjaringan Peserta KB; Pelayanan KB Aktif; dan
Penyuluhan.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

145

Tabel 5.3 Kecenderungan Perbandingan Cakupan Penggunaan


Teknik KB MKJP & Non MKJP di Kabupaten SBB
Tahun

MKJP

Non MKJP

Total

2007

9,36 %

47,55%

56,92%

2013

6,55%

23,10%

29,35%

Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Maluku Tahun 2007 & 2013

Pelaksanaan Program
KB MKJP merupakan KB yang dianggap paling efektif
dalam mencegah/membatasi kehamilan, karenanya merupakan
indikator dalam Kesehatan Reproduksi IPKM. Namun, pada
prakteknya, persentase partisipasi masyarakat terhadap KB jenis
ini masih rendah. Banyak faktor yang sebenarnya melatar- bela
kangi rendahnya persentase KB jenis ini. Jangka waktunya yang
cenderung lama, dan pemasangannya yang relatif lebih rumit
menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat enggan
menggunakan KB MKJP. Selain itu, karena jangka waktunya yang
lama, ada kekhawatiran dari peserta KB jika tidak cocok dengan
penggunaan KB jenis ini maka akan kesulitan untuk berganti.
Faktor lainnya adalah tidak tersediannya alat dan tenaga
kesehatan. Pemasangan alat kontrasepsi MKJP umumnya
lebih rumit (terutama IUD) dan tidak semua bidan yang ada di
desa atau puskesmas memiliki kemampuan untuk melakukan
pemasangan.
Di Puskesmas Taniwel misalnya, para bidan di sana mengaku
tak ada satu pun yang pernah mendapat pelatihan untuk
melakukan pemasangan alat KB IUD.

146

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Seperti diungkapkan Bidan M berikut ini:


Kalau IUD, sebenarnya kan katong musti dilatih untuk
pemasangan IUD lai. Tapi kan seng, tidak ada pelatihan untuk
IUD. Jadi jujur saja katong memang tidak ada pemasangan IUD.
Di sini juga belum ada alat untuk memasangnya.

Sementara untuk KB MOP/MOW, bahkan diperlukan tenaga


dokter yang keterjangakauannya di Kabupaten SBB sangat ter
batas. Seperti diketahui, jumlah dokter di SBB hanya sekitar 6
orang dan sebagian besar bertugas di rumah sakit. Sebagian
besar puskesmas, tidak memiliki tenaga dokter.
Pihak BKKBN dan dinas kesehatan mengaku sudah mela
kukan sosialisasi terkait penggunaan KB MKJP ini, namun memang
sejauh ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Di sisi lain,
mereka juga mengakui memiliki kendala pendanaan, terutama
untuk daerah-daerah sulit. Sehingga BKKBN seringkali menunggu
adanya kerjasama dengan BKKBN provinsi atau juga lintas sektor
seperti kegiatan manunggal ABRI yang kadang membuat program
pelayanan KB ke daerah-daerah.
Dari KB Non-MKJP, jenis KB suntik umumnya yang paling
diminati masyarakat. Jangka waktunya yang tidak terlalu pendek
(3 bulan), dirasa tidak terlalu merepotkan. Tapi juga tidak terlalu
panjang, sehingga jika sewaktu-waktu dirasa tidak cocok, peserta
bisa segera beralih ke KB jenis lainnya. Selanjutnya disusul KB
jenis pil yang memang relatif paling mudah.
Ibu R, seorang peserta KB lebih memilih KB suntik daripada
KB lainnya. KB suntik dianggap lebih praktis dibanding KB pil
yang harus diminum setiap hari. Sementara itu, KB implan
jangka waktunya terlalu lama. Ibu R merasa khawatir jika terjadi
ketidakcocokan dengan jenis KB yang digunakan, akan kesulitan
untuk berganti dengan jenis KB yang lain.
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

147

Hal senada juga diungkapkan Bidan M, bahwa masyarakat


lebih banyak memilih KB suntik karena dirasa lebih praktis.
Ya dong bilang kan 3 bulan sekali baru suntik, tapi kalau pil kan
setiap malam. Ada kalanya lupa. Jadi dong lebih memilih suntik.
Kalau implan dong kurang suka. Satu lai karena implan kan
musti kaya operasi kecil, musti katong belah, musti katong kasih
alat masuk lai, jadi ada yang takut. Dong bilang karena di sini
kan dong kerja banyak, jadi dong takut itu saja. Padahal kalau
mau punya implan itu kan pantang pekerjaan harus kurang,
karena digeser-geser. Jadi dong alasannya takut.

Meski begitu, sebenarnya cukup banyak juga masyarakat


yang menggunakan KB MKJP, terutama implan. Di Kabupaten
SBB, jumlah peserta KB dengan implan secara persentase men
duduki posisi ke-3 setelah pil dan suntik. Jangka waktunya
yang tidak terlalu panjang (3-5 tahun) dirasa ideal. Terutama
bagi mereka yang ber-KB lebih untuk menjarangkan kehamilan
daripada membatasi kelahiran. Bagi peserta KB mandiri, harga
pemasangan KB jenis ini harganya juga relatif murah (biaya
pemasangan berkisar Rp 100.000,- Rp 150.000,-). Di sisi lain, KB
ini juga relatif mudah pemasangannnya jika dibandingkan dengan
pemasangan KB MKJP jenis lain (IUD/ MOW/MOP).
Akan tetapi, bukan berarti KB MKJP jenis lain tidak diminati
sama sekali. Dari wawancara dengan beberapa bidan, disebutkan
bahwa kebanyakan mereka yang tertarik dengan KB MKJP seperti
MOP/MOW adalah mereka yang sudah memiliki anak dalam
jumlah banyak, sehingga ingin menghentikan kehamilan. Apalagi,
KB jenis MOP/MOW adalah gratis.
Dari data tahun 2013 dapat dilihat dari total peserta KB
sebanyak 10.315 yang terdiri dari peserta KB aktif dan KB baru,
pengguna KB MKJP IUD (2,55%), MOP (1,67%), MOW (4,6%)

148

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Implan (12,42%), sedangkan yang non MKJP suntik (26,03%), pil


27,53% dan, kondom (9,59%).

Gambar 5.2 Persentase Peserta KB Tahun 2013 di Kabupaten SBB


Menurut Jenis Kontrasepsi
Sumber: Profil Kesehatan Provinsi Maluku 2013

Kendala-Kendala
Hal-hal teknis seperti sering terjadinya keterlambatan
distribusi alkon adalah kendala yang cukup serius dalam
pelaksanaan program. Hal ini diakui oleh pelaksana program
di BKKBN, Pak A Kadang-kadang kita obatnya kan dari provinsi
ya, kadang terlambat. Hal senada diungkapkan Ibu N di
Dinkes Kabupaten SBB, Jadi untuk alkesnya, alkonnya itu yang
kurang bagi bidan-bidan itu beli sendiri. Bidannya yang beli.
Ketika dikonfirmasikan ke beberapa bidan di Puskesmas
Taniwel dan Kairatu Barat, mereka memang mengeluhkan hal ini.
Untuk mengatasi kekosongan alkon ini, klinik-klinik KB kemudian
harus menyediakan alkon secara mandiri dengan cara membeli.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

149

Oleh karena itu, masyarakat yang akan melakukan KB kemudian


diminta biaya tertentu, seperti yang diungkapkan Bidan M,
sebagai berikut.
Otomatis kalau katong punya dari dinas habis, BKKBN habis,
otomatis kan katong punya pribadi masuk sini, kan seng
mungkin kosong. Katong dapat obat kan seng banyak, terbatas.
Biasanya 2-3 bulan baru dapat. Seng cukup. Pasien KB banyak,
untuk KB suntik. Kalau pil masih bisa. Tapi kalau suntik ibu
peserta KB yang paling banyak suntik.

Kondisi tersebut tak urung mempengaruhi partisipasi KB


di masyarakat. Sebagai contoh, di Desa Kasie Kecamatan Taniwe.
Menurut Ibu L, salah seorang petugas kesehatan di desa tersebut,
meski peserta KB di sana sudah cukup bagus, namun seringkali
beberapa peserta KB berhenti di tengah jalan karena ketiadaan
biaya. Seperti penjelasannya sebagai berikut:
Di sini itu KB anggap sudah mendingan, tapi yah begitu,
sering-sering DO, mungkin dari keuangan. Di sini sudah tidak
dapat obat gratis. Satu kali suntik 30 ribu. Habis petugas bayar,
petugas beli satu dos itu sudah hampir Rp 200 ribu, hanya isi
berapa, ada yang dia sendiri beli obat. Makanya ada yang DO
ini dari keuangan, to? Kalau waktunya suntik tidak punya uang.
Makanya dari sini bilang, Ibu bilang, datang dulu to, suntik
dulu, nanti kalau ada uang baru bayar. Tapi begitulah sifatnya
masyarakat itu malu hati. Daripada begitu-begitu akhirnya
harus DO.

Selain itu, jumlah petugas lapangan KB belakangan ini juga


mengalami kekurangan, sehingga pelayanan masyarakat tidak
maksimal. Seperti yang diungkapkan Bapak A dari BKKBN.
Kalau di kantor ini, hanya empat kepala seksi, seharusnya
8 ya? Kalau kepala bidangnya baru tiga. Harusnya lima. Jadi
masih kurang. Itu kalau di lapangan petugas itu lebih minim
lagi .... Minimal satu orang kan mendampingi 2-3 desa, tapi
ini tidak. Satu orang untuk satu kecamatan. Jadi untuk tenaga

150

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

belum terpenuhi, rasionya kecil .... Kemarin, awal-awal


memang banyak ya, cuma karena pada saat pemekaran itu
mereka banyak ditarik ke dinas-dinas lain .... Mereka dipakai
ke dinas-dinas lain .... Kemarin ada dari kita di sini sudah
usul untuk mengisi kekosongan, kita usul ke BKD tapi sampai
sekarang belum terealisasi. Biasanya satu orang itu 2-3 desa,
tapi sekarang satu orang untuk satu kecamatan, jadi lebih dari
5 desa.

Hal senada diakui Bapak D, salah satu mantan Kepala Desa


Limbata, Kecamatan Taniwel. Menurutnya, sejak tahun-tahun
belakangan, petugas KB semakin jarang turun ke desa-desa
untuk memberikan penyuluhan. Hal tersebut ia yakini menjadi
penyebab menurunnya partisipasi KB di masyarakat.

Kesadaran Masyarakat
Hal lain yang juga menjadi kendala pelaksanaan KB di
masyarakat adalah juga kesadaran masyarakat itu sendiri. Seperti
yang dikeluhkan oleh Ibu Y, seorang kader KB di Desa Taniwel,
mengaku seringkali mendapat bantahan masyarakat ketika ia
menyarankan mereka untuk ber-KB. Bapaknya bilang hutan
Seram masih besar, guna apa larang-larang. Itu yang kasih makan
kasih pakaian bukan dong.
Kesadaran yang lain adalah terkait KB Pasca bersalin,
yakni KB yang segera dilakukan setelah persalinan. Bagi para
ibu, KB jenis ini ideal karena kemungkinan segera hamil lagi
bisa dihindarkan. Namun, beberapa bidan menyebutkan,
kadang-kadang sulit menyarankan seorang ibu untuk mau
melakukan KB Pasca bersalin. Menurut Ibu N, alasannya lebih
pada kebiasaan dan kepercayaan yang ada di masyarakat, yang
baru mau melakukan KB setelah masa nifas berakhir (40 hari
pasca melahirkan). Tapi kita di sini ini kebanyakan ndak mau.
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

151

Masyarakatnya ndak mau. Ditanya, belum bersih, masa nifas,


setelah 40 hari baru mau. Jadi kalau 40 hari, kebanyakan juga
bisa hamil.
Sistem kekerabatan yang patrilineal juga sepertinya mem
pengaruhi pilihan masyarakat untuk ber-KB. Masyarakat di
Maluku (termasuk di SBB) memiliki sistem pewarisan marga
dari pihak ayah yang kemudian diturunkan kepada anak lakilaki. Meskipun sudah berkembang di masyarakat bahwa hampir
tidak ada perbedaan nilai antara anak laki-laki dan perempuan,
tapi bagi sebagian masyarakat, memiliki anak laki-laki masih
merupakan sesuatu yang penting. Hal ini seperti yang dijelaskan
Bapak A, salah satu pemegang program di BKKBN Kabupaten SBB,
sebagai berikut.
... Kalau untuk Maluku, Ambon, itu kan marga, jadi kalau belum
ada anak laki-laki pasti dicari itu karena pelanjut marga. Karena
anak-anak perempuan nanti kawin dengan anak laki-laki lain
dengan keluarga di sana. Nanti hilang marganya. Jadi gitu, kalau
sudah laki-laki sudah senang, mau laki-laki atau perempuan tak
masalah. Itu prinsip orang, pelanjut marga tadi.

Sumber Daya , Kerjasama Lintas Sektor, Pelaporan &


Monev
Kerjasama lintas sektor untuk Program KB bisa dibilang
solid karena melibatkan dua instansi yang saling mengisi satu
sama lain, yakni BKKBN daerah dan Dinkes Kabupaten SBB.
BKKBN berperan dalam penyediaan dan pendistribusian alat-alat
KB dan dinas kesehatan melalui para bidan merupakan pelaksana
KB di masyarakat. Demikian juga halnya dalam sosialisasi dan
penyuluhan. Untuk pelaporan, BKKBN akan menerima laporan
dari klinik-klinik KB yang dilaksanakan oleh para bidan, termasuk
dalam hal kontrol jumlah alkon yang didistribusikan ke klinik-

152

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

klinik. Sedangkan untuk monitoring dan evaluasi, juga dilakukan


oleh kedua belah pihak.

5.3.3. KEK pada WUS


KEK atau Kekurangan Energi Kronis pada WUS adalah
salah satu indikator penting kesehatan reproduksi. WUS atau
Wanita Usia Subur adalah mereka yang berusia antara 15-45
tahun, sedangkan kriteria KEK biasanya didasarkan pada peng
ukuran LILA (Lingkar Lengan Atas). Seorang perempuan dika
tegorikan mengalami KEK jika LILA-nya < 23 cm.
Dalam IPKM 2013, tercatat angka prevalensi KEK pada
WUS di Kabupaten SBB adalah sebesar 26,86%, cukup rendah jika
dibandingkan dengan provinsi yakni 32,11%, namun lebih tinggi
jika dibandingkan dengan angka nasional (20,97%). Meskipun
begitu, tidak ada data yang akurat terkait prevalensi KEK pada
WUS di tingkat program KIA maupun gizi. Prevalensi KEK yang
tercatat hanyalah KEK pada ibu hamil, itu pun tidak ada data rutin
yang memadai sehingga cukup sulit diketahui prevalensi KEK pada
WUS yang ada di Kabupaten SBB. Dari Laporan Triwulan ke-3
(periode Januari hingga September 2014), pencapaian Indikator
Program KIA Kabupaten SBB yang ada dari tahun 2010-2014,
pelaporan KEK hanya ada pada laporan tahun 2014, di mana
tercatat dari 2575 yang diperiksa LILA, tercatat sebanyak 27 KEK
atau sekitar 1,04% saja.
Dilihat dari penganggaran program, juga memang belum
ada penganggaran atau program khusus terkait KEK pada WUS
di Dinkes Kabupaten SBB. Ketika dikonfirmasikan ke Bagian KIA,
disebutkan bahwa program untuk KEK berada di bawah Program
Gizi. Namun, Program Gizi selama ini ternyata lebih pada gizi
balita. Ketika dilakukan pengecekan kembali ke lapangan pada

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

153

dua puskesmas yang diteliti, yakni Puskesmas Taniwel dan Kairatu


Barat, memang tidak ada pendataan khusus tentang KEK pada
WUS.
Di Puskesmas Taniwel misalnya, ada data KEK pada
ibu hamil yang biasa dimiliki masing-masing bidan, tapi tidak
ada rekapan pelaporan di Puskesmas Induk sehingga cukup
sulit untuk mengetahui angka pastinya. Di puskesmas sendiri,
hanya diperoleh data pencatatan KEK pada tahun 2013 karena
ada program sweeping untuk ibu hamil resiko tinggi. Dari hasil
sweeping tersebut diperoleh jumlah sebanyak 39 bumil KEK dari
total 140 ibu hamil yang diperiksa atau sekitar 27,85%.
Penanganan pada KEK selama ini biasanya melalui pem
berian vitamin dan anjuran-anjuran pola makan untuk perbaikan
gizi ibu hamil. Jika kasus sudah cukup parah dan diperlukan
pemberian makanan tambahan, maka penanganannya akan
diserahkan pada Program Gizi.
Kesehatan Reproduksi untuk WUS secara umum memang
belum mendapat perhatian dan program khusus. Padahal,
kecukupan gizi pada wanita usia subur sangatlah penting karena
akan menentukan mata rantai kesehatan secara lebih luas.
Seorang perempuan pada usia subur kemungkinan besar adalah
calon ibu. Jika ia memiliki gizi yang buruk maka tentu akan
berimplikasi pada bayi yang dilahirkan.
Faktor ketidakcukupan gizi memang cukup kompleks.
Meskipun faktor ekonomi seringkali menjadi faktor utama yang
menyebabkan seseorang kekurangan makanan dengan nutrisi
yang cukup, namun itu bukanlah faktor mutlak. Seringkali
didapati seorang yang secara ekonomi cukup, namun masih saja

154

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

mengalami status gizi yang buruk. Seperti diungkapkan oleh


Burges & Dean (Foster, 1986), bahwa:
Meskipun terdapat suatu kecenderungan umum bahwa
makanan menjadi lebih baik dengan bertambahnya peng
hasilan, kebalikannya, makanan juga bisa lebih buruk, terutama
dalam perubahan dari ekonomi subsisten menjadi ekonomi
uang.

Selain itu, pemahaman seseorang tentang jenis


makanan apa yang bernutrisi dan tidak bernutrisi menjadi
penting di sini. Atau, kadang-kadang terjadi juga di suatu
tempat di lingkungannya sebenarnya memiliki makanan
yang berlimpah, namun kasus-kasus kekurangan gizi masih
saja terjadi. Menyitir tulisan Forster & Gallatin (1986:322),
bahwa:
Susunan makanan yang cukup cenderung ditafsirkan dalam
rangka kuantitas, bukan kualitasnya. Mengenal makanan
pokok yang cukup, bukan pula dari kesimbangannya dalam hal
berbagai makanan. Oleh karena itu gizi buruk bisa terjadi di
tempat-tempat yang sebenarnya cukup makanan.

Di sisi lain, pilihan jenis makanan juga bisa menjadi faktor


kekurangan nutrisi. Di Kecamatan Taniwel misalnya, jika dilihat
secara umum, bentang alamnya merupakan tanah pertanian yang
subur yang menyediakan banyak sumber karbohidrat seperti
sagu dan ubi kayu. Selain itu, umumnya desa-desa di sana adalah
daerah pesisir yang menyediakan sumber protein dari ikan.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

155

Gambar 5.3 Pohon Sagu yang Merupakan Salah Satu Makanan


Pokok Masyarakat di SBB
Sumber : Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Akan tetapi, meskipun sagu masih menjadi salah satu


makanan pokok penduduk dan ubi kayu, namun agaknya nasi
juga merupakan makanan yang populer. Padahal di Kabupaten
SBB hampir tidak dijumpai pertanian padi. Tentulah hal ini turut
berperan dalam memenuhi kecukupan makanan di Kabupaten
SBB. Selain itu, faktor-faktor genetik (kecenderungan bertubuh
kurus) dan kebiasaan-kebiasaan terkait pola makan masingmasing individu juga menentukan kecukupan gizi seseorang.

5.4 Kesimpulan & Saran


Berdasarkan paparan dan gambaran upaya dan keadaan
yang berkaitan dengan pelaksanaan kesehatan reproduksi, di
tingkat Provinsi Maluku umumnya, khususnya di Kabupaten SBB,

156

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran, sebagai


berikut.

5.4.1 Kesimpulan
1. Secara cakupan, untuk K4 di Kabupaten SBB sudah lumayan
(sekitar 70%). Sedangkan untuk program KB, terjadi
penurunan jika dibandingkan tahun 2007. Meskipun
begitu, secara umum sudah ada kesadaran untuk ber-KB di
masyarakat, namun kebanyakan adalah jenis KB Non-MKJP.
KB MKJP yang banyak diminati adalah implan. Sementara
untuk KEK pada WUS, selama ini memang belum ada
program. Program KEK lebih pada KEK ibu hamil.
2. Pembiayaan untuk program kesehatan reproduksi di Seksi
KIA Dinkes Kabupaten SBB selama ini terutama bersumber
dari APBD kabupaten. Kadang-kadang ada juga bantuan dari
APBD Provinsi untuk menunjang kegiatan. Sementara untuk
tingkat Puskesmas, pembiayaan berasal dari dana BOK.
Khusus untuk program KB, secara keseluruhan pembiayaan
dilakukan bersama dengan BKKBN.
3. Dari sisi sumber daya manusia, secara jumlah bidan yang ada
saat ini sudah mencukupi. Namun penempatannya dianggap
belum merata. Beberapa puskesmas memiliki bidan yang
lebih sedikit dari jumlah wilayah kerjanya, sementara
beberapa puskesmas memiliki bidan yang melebihi rasio
cakupan wilayah. Sementara untuk petugas lapangan KB
dirasa masih kurang.
4. Alat-alat kesehatan untuk pelayanan ibu hamil dan me
lahirkan yang dimiliki oleh bidan tidak lengkap. Sementara
untuk program KB, alat-alat kontrasepsi juga sering meng

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

157

alami keterlambatan distribusi, sehingga sebagian besar


masyarakat yang ingin ber-KB harus melakukan KB Mandiri.
Di sisi lain, beberapa bidan memiliki pengetahuan yang
terbatas dalam pemasangan alat KB MKJP.

5.4.2 Saran/Rekomendasi
1. Adanya prioritas anggaran untuk program Kesehatan Repro
duksi, sehingga pelaksanaan program bisa lebih maksimal
dan menjangkau seluruh wilayah di Kabupaten SBB.
2. Adanya program dan penganggaran untuk KEK pada WUS.
3. Pemerataan tenaga bidan sesuai dengan kebutuhan wila
yah dan memaksimalkan pelayanan di wilayah-wilayah yang
selama ini dianggap sulit (daerah kepulauan atau pegu
nungan).
4. Penyediaan alat-alat kesehatan yang memadai di puskesmas
dan pustu-pustu.
5. Distribusi alat kontrasepsi yang tepat waktu, peningkatan
kapasitas bidan/nakes dalam pemasangan alat KB (MKJP),
dan penyuluhan serta sosialisasi tentang KB MKJP secara
lebih intensif.
6. Pelibatan tokoh-tokoh masyarakat secara lebih intensif dalam
sosialisasi dan pelaksanaan program.

158

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Bab 6

Laku Sehat Masyarakat SBB

Dwi Priyanto

Perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari ber


pengaruh pada derajat kesehatannya. Kebiasaan hidup terbentuk
alami pada diri seseorang dan merupakan hasil dari pengetahuan
dan sistem nilai yang berlaku di lingkungannya (Notoatmodjo,
2010). Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
menggunakan aspek perilaku sebagai salah satu indikatornya.
Indikator ini dihimpun dari lima sub indikator yaitu prevalensi
merokok, cakupan kebiasaan menggosok gigi dengan benar,
cakupan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, kebiasaan
Buang Air Besar (BAB) di jamban dan cakupan aktivitas fisik
cukup.
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo, perilaku
dipengaruhi oleh tiga faktor. Yang pertama adalah faktor
predisposisi, yaitu faktor yang dapat mempermudah munculnya
perilaku individu atau masyarakat. Faktor ini adalah pengetahuan
dan sikap individu atau masyarakat terhadap perbuatan
tertentu. Dalam hal ini, pengetahuan dan sikap seseorang dalam
memandang suatu perbuatan tertentu apakah akan berakibat
baik atau buruk terhadap kesehatannya. Faktor lain yang bisa
berlaku sebagai predisposisi adalah nilai, kepercayaan dan tradisi
di lingkungannya.

159

Kedua, faktor pemungkin atau pendukung perilaku, be


rupa sarana prasarana dan fasilitas yang mendukung atau me
mungkinkan individu atau masyarakat mampu mengekspresikan
pengetahuan dan sikapnya sehingga termanifestasi menjadi
perilaku.
Ketiga, faktor penguat, yaitu faktor yang memperkuat
individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.
Faktor ini bisa berupa dukungan pihak lain terhadap individu
dalam berperilaku, misalnya figur tokoh yang menjadi teladan
atau panutan.

Gambar 6.1 Hubungan Promosi Kesehatan dengan Faktor


Determinan Perilaku
Sumber: Notoatmodjo, 2010

6.1 Perilaku Kesehatan Masyarakat Seram Bagian


Barat
Uraian berikut berusaha mendeskripsikan situasi perilaku
masyarakat dalam bidang kesehatan di Kabupaten Seram Bagian
Barat (SBB). Penulis mencoba mengurai hal-hal apa saja yang ada
di wilayah ini yang berpengaruh terhadap perilaku hidup sehat.

160

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Unsur perilaku yang diamati terbatas pada 5 indikator perilaku


kesehatan sebagai penyusun Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat yaitu perilaku merokok, perilaku BAB di jamban,
kebiasaan cuci tangan dengan sabun, kebiasaan gosok gigi
dengan benar dan aktivitas fisik.
Perilaku kesehatan masyarakat di Kabupaten Seram Bagian
Barat tidak bisa lepas dari program-program kesehatan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan
dan Puskesmas sebagai ujung tombaknya. Program-program yang
bersifat promotif dan preventif dirancang untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui kebijakan yang disusun
oleh Pemerintah Pusat dan dijabarkan oleh Pemerintah Daerah.
Pemerintah Pusat memberikan program bantuan ke Kabupaten
SBB berupa dana BOK. Dana ini digunakan untuk membiayai
program promotif dan preventif yang salah satunya adalah
penyuluhan dan sosialisasi ke masyarakat untuk meningkatkan
derajat kesehatannya.
Program Pemerintah Pusat bertujuan membantu kegiatan
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yaitu provinsi dan
kabupaten. Desentralisasi menuntut Pemerintah Daerah mem
bangun daerahnya secara otonom termasuk pembangunan bidang
kesehatan. Pemerintah Daerah diharapkan mampu membuat
kebijakan untuk membangun kesehatan di daerah sesuai dengan
permasalahan spesifik daerah sekaligus menyiapkan anggaran
untuk membiayai pelaksanaan kebijakan tersebut. Komitmen
para pemegang kebijakan sangat menentukan arah dan kualitas
pembangunan kesehatan di daerah.
Perilaku kesehatan termasuk domain dari program Promosi
Kesehatan dalam struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

161

Seram Bagian Barat. Secara organisatoris di sana, Kepala Bidang


Promosi Kesehatan membawahi satu Kepala Seksi Promosi
Kesehatan dan 2 orang staf berperan sebagai motor penggerak
program. Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB, alokasi anggaran untuk program Promosi
Kesehatan berkisar 3%-4% dari total alokasi dana APBD untuk
dinas kesehatan kabupaten per tahun anggaran. Dana ini dipakai
untuk membiayai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui promosi kesehatan.
Dalam menjalankan program promosi, pemegang program
berkoordinasi dengan bagian perencanaan untuk menyusun
dokumen perencanaan. Penentuan prioritas kegiatan yang akan
dilakukan menjadi tugas dari masing-masing pemegang program.
Di tahun-tahun awal berdirinya kabupaten ini, sistem seperti
ini masih bisa berjalan. Namun sistem ini mulai berubah sejak
pemegang program perencanaan mengalami pergantian. Para
pemegang program termasuk Promosi Kesehatan merasa tidak
pernah dilibatkan lagi dalam membuat perencanaan ini. Prinsip
kerjasama dan keterbukaan dalam menjalankan organisasi
dirasa berkurang di Dinas Kesehatan Kabupaten SBB. Situasi ini
juga berpengaruh pada pemilihan prioritas kegiatan yang akan
dijalankan oleh pemegang program. Beberapa kegiatan yang
dianggap lebih prioritas tidak terakomodir dalam perencanaan,
sementara ada kegiatan lain yang prioritasnya kecil justru
mendapat alokasi anggaran.
Di tengah-tengah kondisi anggaran yang dirasa kurang
mencukupi, Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat
terus berupaya membangun derajat kesehatan masyarakatnya.
Kerjasama dengan lintas sektor di lingkungan SKPD (Satuan

162

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Kerja Perangkat Daerah) Pemerintah Kabupaten masih dilakukan


di antaranya dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa. Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan
seringkali dilakukan bersama-sama untuk mensiasati anggaran
yang terbatas. Akan tetapi, langkah ini pun masih dirasa kurang
efektif karena tidak bisa dilakukan dengan intensitas yang cukup.
Hubungan kerja dengan lintas sektor ini masih berjalan
kurang optimal. Ketika ditelusuri informasi ke Kantor Badan
Pemberdayan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD),
didapati fakta bahwa selama ini kerjasama dengan Dinas
Kesehatan berjalan berat sebelah. BPMPD juga mengalami
permasalahan yang sama dalam hal pengalokasian anggaran.
Kebijakan anggaran dari Pemerintah Daerah belum berpihak pada
SKPD ini. Alhasil, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh kantor
ini dalam kontribusi pembangunan di Kabupaten Seram Bagian
Barat.
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Kabupaten Seram Barat secara organisasi memiliki empat bidang
yaitu Bidang Usaha Ekonomi Masyarakat, Bidang Teknologi Tepat
Guna, Bidang Pemerintahan Desa dan Bidang Sosial Budaya.
Bidang Sosial Budaya merupakan bidang yang lebih banyak
bersentuhan dengan sektor kesehatan. Beberapa kali pegawai
bidang ini bersama-sama dengan petugas dari dinas kesehatan
melakukan sosialisasi di lapangan. Namun kegiatan bersama
ini belum rutin pelaksanaannya. Keterbatasan anggaran yang
dimiliki BPMPD menyebabkan petugasnya tidak bisa rutin turun
ke lapangan.
Yang lebih ironis, dalam pembuatan laporan akhir tahun,
staf BPMPD seringkali tidak mempunyai data. Database yang

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

163

berasal dari data primer lapangan masih sangat kurang karena


memang jarang turun ke lapangan. Mereka mengakalinya dengan
meminta data dari instansi lain untuk menyusun laporannya.
Sewaktu penulis mendatangi kantor ini untuk melakukan
wawancara, banyak pegawai kantor ini yang duduk santai
berkumpul di teras kantor, sepertinya memang tidak banyak
aktivitas kerja di sini.
Geografis wilayah juga menjadi kendala tersendiri. Kabu
paten SBB terdiri dari beberapa pulau yang berpenghuni maupun
tidak berpenghuni. Tentu saja, biaya operasional yang tinggi
dibutuhkan untuk menjangkau masyarakat di daerah-daerah
kepulauan luar. Hal ini menyulitkan para pemegang program
dari dinas kesehatan kabupaten untuk memberikan penyuluhan
dan pendampingan secara langsung ke daerah-daerah tersebut.
Sementara untuk mengundang para pemegang program dari
puskesmas juga tidak bisa dilakukan secara rutin mengingat
terbatasnya anggaran tadi.
Belum banyak kebijakan yang dihasilkan untuk mendukung
kegiatan promosi kesehatan. Data yang berhasil dihimpun
sampai dengan tahun 2014, hanya dua aturan yang berhasil
dituangkan dalam Peraturan Daerah yakni mengenai kawasan
tanpa rokok dan desa siaga.

Salah satu kebijakan dari Dinas Kesehatan Kabupaten SBB


adalah dibuatnya peraturan Kepala Dinas tentang Kawasan Tanpa
Rokok (KTR). Penerapan aturan KTR masih terbatas di lingkungan
kantor dinas kesehatan dan puskesmas. Dalam pelaksanaan juga
masih banyak dijumpai pelanggaran, bahkan di dinas kesehatan
yang notabene pembuat kebijakan ini, masih banyak ditemui

164

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

pegawai yang merokok di lingkungan kantor. Kepatuhan terhadap


aturan internal masih menjadi masalah di tempat ini, ditambah
beberapa dari perokok ini merupakan pejabat struktural yang
sikap dan perilakunya dijadikan acuan oleh pegawai di bawahnya.
Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten SBB adalah dengan
membentuk Desa Siaga. Hal ini dimulai tahun 2010 dengan
diterbitkannya SK Bupati Seram Bagian Barat No. 140-592 tahun
2010 tentang pembentukan desa/dusun siaga. Semula target
jumlah desa siaga yang dibentuk adalah 72 desa dari total 92 desa
yang ada di kabupaten ini, akan tetapi dalam pelaksanaannya
sampai 2014 baru terbentuk 24 desa siaga.
Pemerintah Provinsi Maluku melalui dinas kesehatan
provinsi juga berperan dalam mengupayakan terbentuknya Desa
Siaga ini. Desa Neniari yang terletak di dekat Kota Piru disiapkan
sebagai percontohan untuk mengembangkan Desa Siaga dalam
hal PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) masyarakat. Program
ini dimulai tahun 2013 dan terus dipantau perkembangannya
melalui dinas kesehatan kabupaten. Petugas dari provinsi
memberikan motivasi dan pendampingan secara aktif kepada
pemerintah kabupaten dan pemerintah desa untuk menyiapkan
diri sehingga terwujud tujuan untuk menjadi Desa Siaga yang
lebih mandiri.
Pembentukan Desa Siaga bertujuan menyiapkan warga
agar mandiri dalam mencegah dan mengatasi permasalahan
kesehatan di desa tersebut. Petugas memberikan pendampingan
dalam proses pembentukan Desa Siaga ini. Pada tahap awal,
pemerintah membangun poskesdes sebagai sarana atau fasilitas
pelayanan kesehatan dasar dengan tenaga dan sistem rujukannya.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

165

Pembentukan UKBM posyandu dan penyediaan Kader Kesehatan


untuk membantu sistem pengamatan berbasis masyarakat.
Kader kesehatan yang direkrut dari masyarakat setempat diberi
pelatihan sehingga mampu berperan sebagai promotor kesehatan
desa. Dari sistem ini diharapkan masyarakat mampu menjadi
subjek yang berperan serta dalam pembangunan kesehatan di
daerahnya masing-masing.
Kader berperan dalam membantu proses sosialisasi
program-program kesehatan dari pemerintah. Berbagai penyu
luhan untuk memberikan pengertian kepada warga tentang
upaya preventif kesehatan yang menekankan pada perilaku hidup
sehat selalu melibatkan kader sebagai sosok yang aktif. Mereka
adalah contoh bagi warga lain, dengan adanya mereka di tengahtengah masyarakat diharapkan akan ada perubahan positif dari
masyarakat tersebut dalam berperilaku hidup sehat.

6.1.1 Peran Dinas Kesehatan Provinsi Maluku


Pemerintah Provinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku berusaha memberi dukungan kepada Dinas di bawahnya.
Sebagai institusi yang berada di tingkat yang lebih atas, Dinas
Kesehatan Provinsi Maluku dalam memberikan support ke dinas
kesehatan kabupaten menerapkan prinsip advokasi, mediasi,
dan memampukan. Misalnya dalam Program Desa Siaga,
Dinas Kesehatan Provinsi Maluku mengirim petugasnya untuk
memberikan advokasi ke daerah-daerah untuk meyakinkan para
pembuat kebijakan di daerah mengenai pentingnya program
tersebut bagi daerah, sehingga perlu mendapat dukungan
kebijakan dari para pejabat tersebut.

166

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 6.1 Poster Sosialisasi Aturan Kawasan Tanpa Rokok


Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Advokasi yang dilakukan di level pemerintahan provinsi


sudah mulai tampak hasilnya. Pemerintah provinsi telah mem
buat aturan yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi
Maluku No. 3 Tahun 2014 pasal 5 tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR). Aturan ini sudah mulai disosialisasikan dan diterapkan
di institusi pemerintahan provinsi. Untuk internal kantor dinas
kesehatan provinsi, sepertinya aturan ini efektif penerapannya.
Penulis tidak menemukan adanya aktivitas merokok di lingkungan
kantor selama observasi dilakukan.
Dalam menjalankan fungsi mediasi, Dinas Kesehatan
Provinsi Maluku berusaha menjembatani antara Dinas Kesehatan
dengan lintas sektor. Bidang Pemberdayaan dan Promosi
Kesehatan mempunyai agenda rutin tiap tahun berupa kegiatan
Penggalangan Mitra dan Sosialisasi Program kepada Mitra
Potensial. Tahun 2014 kemarin, mereka berhasil mendapatkan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

167

bantuan untuk program kesehatan dari BNI Pusat yang


dialokasikan ke salah satu kabupaten di Provinsi Maluku. Sukses
ini memicu mereka untuk bisa melakukan hal serupa dengan
pihak lainnya.
Strategi pemberdayaan yang dilakukan tidak bisa lang
sung menyentuh masyarakat. Pemberdayaan dilakukan melalui
pelatihan dan pembinaan petugas kesehatan dan pihak lain yang
terkait. Petugas kesehatan yang diberi materi pelatihan promosi
kesehatan di antaranya para petugas Program Promosi Kesehatan
dari dinas kesehatan kabupaten, petugas Program Promosi
Kesehatan di Gugus Pulau, bidan/perawat poskesdes dan kader
kesehatan di masyarakat. Salah satunya adalah pelatihan dan
pembinaan kader kesehatan dari kabupaten.
Dinas kesehatan di tiap kabupaten diminta untuk mengi
rim beberapa kader kesehatan untuk diberi pelatihan dan
pembinaan di provinsi, tujuannya adalah kader yang telah dilatih
ini mampu melaksanakan promosi kesehatan kepada masyarakat
di wilayahnya serta menularkan keterampilan yang diperolehnya
kepada kader lain di kabupaten masing-masing. Pola serupa
juga diterapkan untuk pembinaan dan pelatihan yang diberikan
kepada petugas kesehatan dari sebelas kabupaten di Provinsi
Maluku.
Dinas kesehatan kabupaten selalu mengirimkan wakilnya
setiap kali mendapat undangan dari provinsi. Beberapa staf
dari Bidang Promosi Kesehatan (Promkes) berangkat ke provinsi
untuk mengikuti pelatihan. Akan tetapi, mereka kesulitan untuk
meneruskan informasi yang di peroleh dari pelatihan dan
pambinaan tadi ke level di bawahnya yaitu petugas promkes
yang berada di puskesmas-puskesmas. Terkait dengan anggaran

168

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

yang terbatas, Bidang Promkes di Dinas Kesehatan Kabupaten


SBB sangat terbatas kemampuannya dalam menyelenggarakan
kegiatan. Akibatnya, banyak informasi dan keterampilan yang
berasal dari provinsi tidak bisa sampai ke institusi di bawahnya
atau masyarakat. Arus informasi ini terputus di level Dinas
Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat.
Dalam Promosi Kesehatan, kemampuan dan keterampilan
Petugas Kesehatan dalam menjual kesehatan menjadi
faktor yang menentukan kesuksesan kampanye kesehatan.
Kemampuan dan keterampilan petugas perlu untuk terus
diasah dan ditingkatkan sesuai perkembangan yang terjadi di
masyarakat. Strategi marketing kesehatan ini juga harus terus
di update mengikuti perkembangan zaman.
Dalam hal ini, Dinas Kesehatan Provinsi Maluku berupaya
membekali Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian
Barat dengan strategi dan keterampilan terbaru dalam
mempromosikan kesehatan. Namun, Dinas Kesehatan
Kabupaten Seram Bagian Barat kesulitan untuk meneruskan ke
ujung tombaknya, petugas promosi kesehatan di puskesmaspuskesmas. Kesulitan Anggaran menjadi alasan dari situasi
ini. Terdengar klasik memang..., tapi itu yang terjadi di Seram
Bagian Barat.

Media pendukung promosi kesehatan dibuat untuk


mempermudah petugas dalam melakukan tugas sosialisasi. Buku
saku, pamflet, leaflet, spanduk, brosur dan banyak lagi media
promosi diproduksi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Maluku.
Beberapa media dibuat menggunakan bahasa lokal agar lebih
bisa sampai ke masyarakat. Provinsi juga membantu dinas di
bawahnya dalam penyediaan media promosi, berupa pembuatan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

169

desain media untuk dicetak masing-masing kabupaten maupun


bantuan langsung berupa media yang sudah jadi.
Dinas Kesehatan Provinsi Maluku juga membuat program
Lomba Desa Promosi Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diikuti
masing-masing kabupaten di Maluku. Pemerintah kabupaten
menentukan satu desa yang akan diikutkan dalam program
lomba ini. Program ini dirancang untuk merangsang pemerintah
daerah melalui Dinas Kesehatan dan SKPD lain yang terkait
untuk menyiapkan satu desa yang benar-benar bisa bersaing
dengan desa lain. Mereka akan fokus menyiapkan masyarakat
di desa tersebut untuk bersaing dengan masyarakat desa lain
dalam hal PHBS. Program ini dilanjutkan dengan program desa
percontohan PHBS. Tiap kabupaten yang sudah mengikuti lomba
desa PHBS minimal telah mempunyai satu desa unggulan dalam
PHBS, kekurangan yang terlihat selama penilaian akan dievaluasi
dan dicarikan cara memperbaikinya. Desa ini kemudian akan
diarahkan untuk menjadi desa percontohan PHBS di Kabupaten
tersebut. Program desa percontohan ini dikerjakan secara
bertahap, tiap tahun ditargetkan terbentuk dua desa percontohan
di dua kabupaten.
Selain membekali petugas kesehatan dengan berbagai
keterampilan supaya bisa menjadi pelaku promosi kesehatan,
dinas kesehatan provinsi juga memberi pengetahuan dan kete
rampilan serupa kepada perwakilan masyarakat. Program
pelatihan dan penyegaran dokter kecil merupakan upaya
menempatkan siswa berprestasi sebagai salah satu triger
dalam usaha pemeliharaan dan peningkatan kesehatan terhadap
diri sendiri, teman, keluarga dan lingkungan. Kader Posyandu
juga mendapatkan pelatihan dan peningkatan pengetahuan agar

170

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

dapat membantu petugas kesehatan mempromosikan PHBS


saat dilaksanakannya kegiatan posyandu di wilayahnya. Selain
itu, supaya kader posyandu juga bisa menjadi contoh dalam
mempraktekkan PHBS di lingkungannya.

6.1.2 Faktor Lain yang Berpengaruh dalam Perilaku


Kesehatan Masyarakat Kabupaten Seram Bagian
Barat.
Intervensi ke masyarakat untuk berperilaku hidup
sehat yang dilakukan pemerintah melalui dinas kesehatan dan
jajarannya lebih banyak bersifat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang pentingnya perilaku seharihari dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Promosi kesehatan
ini ditujukan untuk memperkuat faktor predisposisi masyarakat
dalam berperilaku. Dua faktor yang lain yakni faktor pemungkin
dan faktor penguat tidak banyak tergarap oleh Institusi Kesehatan
yang ada di kabupaten ini.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 tahun
2004, disebutkan bahwa puskesmas mempunyai tiga fungsi pokok.
Pertama, sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan
memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor ter
masuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya,
sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kese
hatan. Disamping itu Puskesmas aktif memantau dan mela
porkan dampak kesehatan dari penyelengaraan setiap
program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk
pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas
adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

171

penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemu


lihan kesehatan.
Kedua, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Pus
kesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha
memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam
memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan, dan
memantau pelaksanaan program kesehatan.
Ketiga, sebagai pusat pelayanan kesehatan strata per
tama. Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayan
an kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu,
dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Dari ketiga fungsi pokok yang disebutkan di atas, saat
dikonfirmasikan dengan salah satu pimpinan puskesmas di
Kabupaten Seram Bagian Barat, hanya ada satu fungsi saja yaitu fungsi ketiga - yang selama ini dapat dijalankan puskesmas
yang dipimpinnya. Tidak menutup kemungkinan ada banyak
puskesmas lain di Seram Bagian Barat ini yang mempunyai
jawaban yang sama.
Dinas Kesehatan Kabupaten dan Puskesmas di bawahnya
masih sangat minim dalam melakukan upaya pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan memampukan masyarakat untuk
memfasilitasi dirinya sendiri untuk berperilaku sehat. Dalam
hal ini, tidak ada faktor pemungkin (reinforcing factors) dalam
berperilaku yang diberikan oleh instansi kesehatan kepada
masyarakatnya.

172

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Untungnya masyarakat Seram Bagian Barat masih bisa mem


peroleh input faktor ini dari sektor lain. Salah satunya adalah
dari PNPM Mandiri, program nasional ini diakui banyak
memberi manfaat langsung kepada masyarakat. Dari situs
resmi PNPM Mandiri, Kabupaten SBB termasuk salah satu
penerima program ini dan mendapatkan alokasi dana yang
cukup besar untuk melaksanakan pembangunan di daerahdaerah miskin, di mana daerah miskin merupakan daerah
prioritas.

Berbagai sarana dibangun menurut skala prioritas


lokal spesifik daerahnya. Pembangunan jalan, pembangunan
instalasi air bersih dan pembangunan sarana umum seperti
jamban umum adalah sedikit dari program yang dimulai
tahun 2007 ini. Hasilnya, status ekonomi dan kesejahteraan
penduduk miskin perlahan-lahan mulai bergerak naik.
Ekonomi yang meningkat ini tentu berpengaruh juga ter
hadap kemampuan masyarakat untuk mengadakan atau
menyediakan sarana dan prasarana kesehatan sebagai pen
dukung perilaku sehat mereka.
Jika dilihat dari perbandingan data Riskesdas 2007
dengan 2013, cakupan akses air di SBB mengalami peningkatan
yang cukup tinggi. Cakupan akses air baik di tahun 2007 sebesar
19,07%, sedangkan cakupan akses dan sumber air bersih tahun
2013 sebesar 49,74% dan cakupan air bersih di 2013 sebesar
91,46%. Artinya, terjadi peningkatan penggunaan air bersih di
Kabupaten SBB yang cukup signifikan selama kurun waktu 2007
sampai 2013. Salah satu penyebab meningkatnya angka ini
adalah ketersediaan air bersih itu sendiri yang semakin banyak
sebagai hasil dari pembangunan sarana air bersih yang dilakukan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

173

di SBB. Salah satu pelaku pembangunan sarana air bersih ini,


terutama di daerah pedesaan, adalah Program PNPM Mandiri.
Salah satu yang terlihat waktu obsevasi adalah dibangunnya
instalasi pengolah air asin menjadi air tawar di Pulau Osi, salah
satu destinasi wisata potensial yang ada di Pulau Seram.

Gambar 6.2 Instalasi Pengolah Air Asin Menjadi Air Tawar


di Pulau Osi
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Implikasinya terhadap perilaku kesehatan adalah positif,


masyarakat semakin mudah mendapat air bersih yang digunakan
untuk gosok gigi dan cuci tangan, sekaligus juga dalam perilaku
BAB di jamban. Warga yang telah berpengetahuan benar
mengenai kebiasaan gosok gigi, cuci tangan, dan BAB di jamban
bisa mempraktekkan pengetahuan ini menjadi perilaku saat

174

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

terdapat sarana air bersih. Dalam hal ini, ketersediaan air bersih
adalah faktor pemungkin dalam perilaku sehat.
Dunia pendidikan juga ikut berkontribusi dalam pening
katan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Seperti
disebutkan di awal, bahwa sektor pendidikan mendapatkan
alokasi anggaran yang paling besar dari APBD Kabupaten, me
nunjukkan Pemerintah Daerah mempunyai komitmen kuat
untuk mencerdaskan generasi mudanya. Masyarakat yang lebih
terdidik akan lebih mudah mencerna informasi yang didapatnya.
Berkaitan dengan perilaku kesehatan, daya tangkap dan tingkat
pemahaman tentang kesehatan juga akan lebih banyak dimiliki
golongan masyarakat ini.
Di era informasi dan komunikasi sekarang ini, arus
informasi bisa didapat dari banyak media, tidak terkecuali di
Kabupaten SBB. Informasi tentang kesehatan banyak dimuat baik
lewat media cetak maupun elektronik. Dari observasi selama
di lokasi penelitian, televisi adalah media yang paling dominan
dapat diakses oleh masyarakat SBB, sementara internet dan
media cetak belum banyak bisa diakses. Baik langsung maupun
tidak, informasi tentang perilaku sehat banyak diperoleh dari
program-program televisi sehingga cepat atau lambat akan
berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat.
Dari segi tradisi, penulis tidak menemukan adanya adat
atau nilai lokal yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan
baik positif maupun negatif. Hanya sedikit saja, itupun bukan
milik asli penduduk pribumi, adanya kepercayaan dari masyarakat
Buton yang tinggal di Desa Kamal bahwa bayi yang belum
berumur 40 hari tidak diperbolehkan keluar dari rumah.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

175

6.2 Perilaku Kesehatan di Kecamatan Kairatu Barat

Gambar 6.2Peta Kairatu Barat


Sumber: Kairatu Barat Dalam Angka, BPS SBB

Kecamatan Kairatu Barat terbentuk pada tahun 2010 hasil


dari pemekaran kecamatan di Kabupaten SBB dari 4 kecamatan
menjadi 11 kecamatan. Kecamatan Kairatu Barat merupakan hasil
pemekaran dari Kecamatan Kairatu. Pemerintahan Kecamatan ini
membawahi 6 desa yang terbagi dalam 4 dusun, 12 RW dan 71
RT. Desa yang masuk dalam wilayah administratif Kairatu Barat
adalah Desa Waisarisa, Kamal, Nurue, Waihatu, Waisamu dan
Lohiatala (Kairatu Barat dalam Angka 2014).
Pada tahun 2013, jumlah penduduk di Kecamatan
Kairatu barat sebanyak 13.581 jiwa. Desa Kamal mempunyai
jumlah penduduk terbesar yakni 5.904 jiwa dan Desa Lohiatala
mempunyai jumlah penduduk terkecil yaitu 997 jiwa. Kepadatan
penduduk di Kecamatan Kairatu Barat adalah 103 jiwa/km2. Desa

176

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Kamal mempunyai kepadatan penduduk tertinggi yakni 229 jiwa/


km2 dan kepadatan terendah ada di Desa Waisarisa yakni 43 jiwa/
km2.
Semua desa di wilayah Kairatu Barat merupakan Desa
Siaga, kecuali Desa Kamal yang tidak termasuk kategori desa siaga
karena sudah terdapat puskesmas. Terdapat 5 buah polindes di
masing-masing desa disertai tenaga kesehatan yakni bidan dan
perawat yang berdomisili di desa tersebut. Puskesmas Pembantu
juga terdapat pada tiap desa kecuali Desa Kamal dan Desa
Waihatu. Jumlah tenaga kesehatan di Kecamatan Kairatu Barat
ada 31 orang yang terdiri dari 2 orang dokter umum, 1 orang
apoteker dan 28 orang perawat/bidan. Rasio jumlah penduduk
dibanding tenaga kesehatan adalah 375, artinya satu orang
tenaga kesehatan mempunyai beban tanggung jawab kesehatan
dari 375 penduduk di Kairatu Barat.
Pembiayaan operasional Puskesmas Kairatu Barat selama
ini berasal dari dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), belum ada dana
APBD Kabupaten Seram Bagian Barat yang dialokasikan untuk
program dan operasional Puskesmas. Praktis Puskesmas hanya
bertumpu pada pembiayaan dari Pemerintah Pusat saja. Sesuai
dengan juknis penggunaan dana JKN dan BOK, peruntukan dana
JKN adalah untuk membiayai pelayanan kesehatan rutin (kuratif
dan rehabilitatif) sedangkan dana BOK dialokasikan untuk
kegiatan yang bersifat promotif dan preventif.
Pelaksanaan kegiatan Promosi Kesehatan termasuk program
yang dibiayai dari dana BOK. Dalam Petunjuk Teknis BOK Tahun
2014, disebutkan bahwa Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
adalah bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

177

untuk percepatan pencapaian MDGs bidang kesehatan tahun


2015, melalui peningkatan kinerja Puskesmas dan jaringannya
serta Poskesdes/Polindes, Posyandu dan UKBM lainnya dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif
dan preventif. Pemanfaatan dana BOK diprioritaskan pada
kegiatan yang berdaya ungkit tinggi untuk pencapaian indikator
MDGs bidang kesehatan. Proporsi penggunaan dana BOK diatur
sesuai petunjuk teknis yaitu minimal 60% dari total alokasi dana
BOK puskesmas digunakan untuk Upaya Kesehatan Prioritas
(UKP) dan sisanya digunakan untuk Upaya Kesehatan Lainnya
(UKL) dan Manajemen Puskesmas.
Promosi kesehatan termasuk dalam wilayah UKL, artinya
alokasi dana untuk kegiatan promosi kesehatan dianggarkan
dari besaran 40% dari total alokasi dana BOK puskesmas.
Untuk penerapan di Puskesmas Kairatu Barat, besaran 40%
dana BOK ini dalam pengalokasiannya dibagi dalam beberapa
kegiatan di antaranya Manajemen Puskesmas, Penyehatan
Lingkungan, Promosi Kesehatan, Kesehatan Ibu dan Anak
Serta KB, Kesehatan Sekolah, PKPR, Kesehatan Lanjut Usia,
Kesehatan Kerja, dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Menurut salah satu petugas Puskesmas Kairatu Barat, promosi
kesehatan mendapat jatah anggaran yang relatif kecil dari
alokasi BOK karena memang program ini tidak termasuk
program prioritas.

Penggunaan operasional BOK dimulai dengan proses peren


canaan kegiatan melalui Lokakarya Mini di tingkat puskesmas.
Kepala Puskesmas bersama para pemegang program menyusun
Rencana Usulan Kegiatan (RUK), Rencana Pelaksanaan Kegiatan
(RPK) atau Plan of Action (POA) Tahunan dan POA Bulanan. Setiap

178

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

bulan dilakukan pertemuan rutin untuk mengevaluasi kegiatan


yang telah dilakukan dan merencanakan tindak lanjut kegiatan
yang akan dilaksanakan bulan berikutnya. POA bulanan dapat
berubah dan berbeda dengan POA tahunan karena disesuaikan
dengan kondisi atau permasalahan terbaru yang ditemukan di
lapangan.
Intervensi perilaku kesehatan masyarakat di Puskesmas
Kairatu Barat dilaksanakan oleh Pemegang Program Promosi
Kesehatan, UKS, PKPR dan Kesehatan Lingkungan. Program beru
pa kegiatan penyuluhan dan sosialisasi perilaku hidup bersih dan
sehat. Sasaran kegiatan meliputi seluruh masyarakat di Kairatu
Barat dengan prioritas materi sesuai dengan jenjang sosial yang
berbeda-beda. Materi yang diberikan juga sesuai dengan tingkat
umur peserta sosialisasi. Belum ada prioritas atau penekanan
materi perilaku kesehatan tertentu yang diutamakan. Sepuluh
indikator dalam PHBS merupakan materi yang semuanya
diberikan dalam kegiatan promosi kesehatan. Sepuluh indikator
tersebut adalah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
memberi bayi ASI eksklusif, menimbang bayi dan balita setiap
bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih
dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di
rumah, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas
fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah.
Pemegang program lain di Puskesmas Kairatu Barat yang
terkait dengan pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan adalah
program Kesehatan Lingkungan, PKPR (Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja) dan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Salah satu
kegiatan yang dilaksanakan oleh program Kesehatan Lingkungan
adalah pemicuan jamban sehat.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

179

PKPR merupakan salah satu program di Puskesmas Kairatu


Barat. Sasaran program ini mencakup semua remaja yang ada
di wilayah kerja puskesmas. Kegiatan yang dilakukan meliputi
pendataan remaja yang dilakukan melalui sekolah-sekolah,
sosialisasi, promosi, konseling, dan pelayanan kesehatan pada
remaja. Materi promosi dan penyuluhan yang disampaikan ten
tang kesehatan remaja di antaranya HIV AIDS, narkoba, kesehatan
reproduksi, termasuk juga bahaya merokok. Penyadaran remaja
tentang sisi negatif merokok ditonjolkan dalam kegiatan ini
sehingga diharapkan mampu menekan jumlah perokok baru dari
kalangan remaja. Begitu juga dengan materi PHBS, diharapkan
mampu menekan munculnya penyakit yang berhubungan dengan
higienitas masyarakat.
Program Upaya Kesehatan Sekolah merupakan salah satu
program yang terdapat di Puskesmas Kairatu Barat. Program ini
banyak berperan dalam melakukan promosi kesehatan melalui
sekolah. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Seram Bagian
Barat tahun 2014, terdapat 10 buah Sekolah Dasar (SD), 3 buah
Sekolah Menengah Pertama (SMP), 1 buah Madrasah Tsanawiyah
(MTs) dan 3 buah Sekolah Menengah Umum/Kejuruan. Data
Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat menyebutkan
semua sekolah di Kecamatan Kairatu Barat telah mempunyai
UKS, namun tidak semua sekolah tersebut telah mempromosikan
kesehatan.
Sekolah yang mempromosikan kesehatan adalah sekolah
yang melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dengan tujuan
memandirikan peserta didik untuk hidup sehat. Sebanyak 4
SD, 2 SMP, dan 2 SMU di Kairatu Barat sudah mempromosikan
kesehatan, meskipun masih berada dalam strata minimal

180

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

yang berarti sekolah tersebut melaksanakan kegiatan aktivitas


fisik/olah raga setiap hari, melakukan penyuluhan kesehatan,
menyediakan buku pedoman penyelenggaraan pendidikan kese
hatan, dan menyediakan sarana pendukung terjadinya perubahan
perilaku berupa air bersih, tempat cuci tangan, jamban sehat,
tempat sampah, dan kegiatan promosi kesehatan.
Sejak mulai berdiri tahun 2010 hingga tahun 2014,
Puskesmas Kairatu Barat hanya mempunyai 1 orang pegawai yang
bertanggung jawab menjalankan program promosi kesehatan.
Namun dilihat dari segi latar pendidikan, petugas yang dimiliki
tersebut berlatar belakang perawat. Karena masih belum
mempunyai tenaga dengan latar belakang kesehatan masyarakat,
Puskesmas memanfaatkan tenaga yang ada untuk menjalankan
program. Paling tidak, Pegawai ini sudah dilatih dari Dinas
Kabupaten sehingga diharapkan sudah mempunyai keterampilan
minimal untuk menjalankan program Promosi Kesehatan.
Mulai tahun 2015 Puskesmas Kairatu Barat sudah mempunyai
tenaga Promosi Kesehatan dengan latar belakang D3 Kesehatan
Masyarakat. Kepala Puskesmas mengharapkan program Promosi
Kesehatan yang dilakukan puskesmas ini dapat berjalan lebih
baik.

6.2.1 Etos Kerja


Ada hal yang menarik di Puskesmas Kairatu Barat, aura
positif sangat terasa dalam keseharian mereka bekerja. Seminggu
lamanya penulis mengikuti kegiatan yang dilakukan di puskesmas
maupun di luar saat kegiatan posyandu dilaksanakan, sangat
terasa bagaimana para petugas berusaha melaksanakan tugas
mereka masing-masing dengan sebaik-baiknya. Semoga ini bukan
karena kehadiran penulis yang dalam hal ini adalah pegawai dari

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

181

pusat, dan tampaknya memang bukan. Semua pekerjaan yang


dilakukan tampak spontan dan alami, sepertinya mereka sangat
terbiasa bekerja dengan cara seperti itu.
Puskesmas mulai beraktivitas pukul 09.00 WIT dan tutup
pukul 13.00 WIT. Ini merupakan kebijakan dari kepala puskesmas.
Menurutnya, hal ini disesuaikan dengan kondisi pegawai dan
kebiasaan masyarakat setempat dalam beraktivitas. Selama ber
ada di lokasi penelitian, memang terlihat lalu lintas jalan mulai
ramai dan aktivitas kerja di banyak instansi dimulai pada waktu
tersebut. Begitu juga di Puskesmas Kairatu Barat, pasien biasanya
mulai datang jam 09.00 lebih sedikit. Pelayanan puskesmas ke
pasien yang berkunjung biasanya selesai jam 11.00 WIT. Tidak
banyak pasien yang datang setiap harinya sehingga petugas bisa
memberikan pelayanan dengan baik tanpa terburu-buru.
Selepas pelayanan ke pasien, para petugas meman
faatkan waktu untuk membuat laporan harian dan berbagai
tugas administrasi lainnya yang tampaknya hal ini pun tidak
terlalu menyita waktu. Beberapa petugas kadang-kadang tampak
mengobrol santai sambil menunggu jam pulang kerja. Waktuwaktu inilah yang dipakai oleh pimpinan puskesmas untuk
berbaur dengan stafnya. Dalam obrolan santai kadang-kadang
diselipkan pesan-pesan motivasi, kadang-kadang juga dilakukan
sambil saling bercanda. Suasana begitu cair, tampak para staf
juga tidak canggung berkomunikasi dengan pimpinannya.
Jam kerja selesai jam 13.00 WIT, kebijakan ini dilatar
belakangi banyaknya pegawai yang rumahnya agak jauh dan
menggunakan angkutan umum dalam aktivitas pulang pergi
ke puskesmas. Angkutan umum di sini sangat jarang dan
hanya beroperasi pada jam-jam tertentu yaitu saat pagi anak

182

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

sekolah berangkat sampai di siang hari saat pegawai kantor


dan anak sekolah pulang. Oleh karena itu, jam kerja puskesmas
menyesuaikan ritme yang ada di wilayah ini. Dalam kondisi
tertentu, jika harus ada yang dikerjakan di puskesmas selepas
jam tersebut maka biasanya akan didelegasikan kepada pegawai
yang domisilinya dekat dengan puskesmas atau pegawai yang
menggunakan kendaraan pribadi.
Peran pimpinan sangat besar dalam membangun
sebuah organisasi kerja, dan hal ini juga terlihat di puskesmas
ini. Saat dikonfirmasikan ke salah satu pimpinan puskesmas, dia
menjawab,
... Kita di sini bekerja hanya mengandalkan kepercayaan saja.
Kita menganggap semua sama di sini, semua adalah tim, tidak
ada perbedaan bahwa ini adalah kepala puskesmas, KTU ...
semua sama dalam kedudukannya sebagai tim. Masing-masing
bertanggungjawab dengan tugasnya ....

Menurutnya, kepercayaan adalah dasar dari efektivitas


bekerja. Jika atmosfir saling percaya ini berhasil diciptakan maka
organisasi akan bekerja dengan lancar. Sikap positif pimpinan
dalam memberi motivasi dan teladan ke para stafnya men
ciptakan suasana kerja yang kondusif. Saat organisasi menghadapi
situasi sulit, mereka relatif tetap bisa bertahan dengan pola kerja
yang sudah terbentuk. Satu pimpinan lain menyatakan,
Semua relatif lancar untuk Puskesmas ini. Pada dasarnya kita
cuma mentok di pendanaan. Kalau misalnya semua dibayarkan
sesuai kita punya POA atau RKA maka itu ya jalan, tapi kadang
juga tidak sesuai maka kita harus menyesuaikan. Untuk program
yang bersifat rutin, ada dana atau tidak kita tetap harus jalan
karena kita tidak berpatokan nanti uangnya ada atau tidak. Kita
tidak pernah menunggu, kita kerjakan dulu, nanti kalau dibayar
ya dibayar tapi kalau tidak ya tidak apa-apa.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

183

Aku seringkali sampaikan ke teman-teman, kita kan dikasih


talenta sama Tuhan, kalau kita menunggu uangnya ada baru
kita kerja, itu kan berdosa ya ... Kita kan sudah mendapat
gaji, walaupun gaji doing ... kalaupun ada bonusnya nanti di
belakang, tapi kalau tidak ada bonusnya di dunia nanti pasti
akan dapat di akhirat. Aku selalu sampaikan begitu ke semua
staf.

Seperti yang sudah disampaikan, puskesmas ini memang


dalam keadaan yang relatif sulit soal pendanaan. Mereka tidak
mendapat dukungan dari APBD. Untuk memperbaiki kondisi air,
yang menurut mereka hanya tinggal memperdalam sumur, tidak
mampu mereka lakukan karena tidak ada anggarannya. Praktis
untuk keperluan penting seperti mencuci peralatan medis dan
sterilisasi alat, mereka harus membawa air dari rumah masingmasing. Namun di tengah-tengah kesulitan itu mereka tetap
berkarya. Paling tidak masih ada semangat yang membuat
mereka tetap berusaha meningkatkan derajat kesehatan
masyarakatnya.
Komunikasi yang konstruktif juga menjadi salah satu
strategi dalam menjaga keharmonisan organisasi puskesmas.
Sebulan sekali mereka duduk bersama membahas segala hal
tentang puskesmas. Kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan
dipaparkan dan dievaluasi bersama. Kesulitan teknis disampaikan
dan dicari alternatif pemecahannya bersama sehingga kegiatan
yang akan datang bisa dilakukan dengan lebih baik.

6.2.2 Masyarakat Kairatu Barat


Berdasar pendataan PHBS yang dilakukan petugas
Puskesmas Kairatu barat tahun 2011 dan 2012, kecenderungan
perilaku kesehatan di Kecamatan Kairatu Barat mengalami
perbaikan.

184

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Gambar 6.3 Persentase Indikator Perilaku Hidup Sehat di Kecamatan


Kairatu Barat Tahun 2011 & 2012
Sumber: Puskesmas Kairatu Barat, 2011 & 2012

Masyarakat di wilayah Kecamatan Kairatu Barat terdiri


dari penduduk asli dan penduduk transmigrasi. Sekitar tahun
1982, di daerah ini berdiri pabrik pengolahan kayu lapis PT
Djayanti. Konon, pabrik ini merupakan pabrik plywood terbesar
se Asia Tenggara waktu itu. Keberadaan pabrik ini berpengaruh
besar dalam kondisi sosial budaya setempat. Banyaknya karyawan
pabrik yang berasal dari luar daerah membuat kawasan ini lebih
beragam dalam hal budaya dan kebiasaan hidupnya.
Perubahan lingkungan sebagai akibat dari interaksi
masyarakat pendatang dengan penduduk lokal juga ikut mem
pengaruhi perubahan perilaku kesehatan masyarakat di
Kecamatan Kairatu Barat. Proses pembauran yang terjadi menye
babkan perubahan di mana masyarakat asli meniru sisi positif
dari budaya luar yang dirasa cocok untuk mereka terapkan.
Menurut salah satu staf Puskesmas Kairatu Barat, per
ubahan secara tidak langsung tampak pada cara penduduk
lokal membangun rumah. Warga pendatang memperhatikan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

185

aspek pencahayaan dan sanitasi rumah yang lebih baik dalam


merancang tempat tinggalnya. Suasana rumah yang terang dan
bersih membuat rumah menjadi tempat yang nyaman untuk
ditinggali. Pembuatan rumah dari bahan tembok membuat
suhu di dalam rumah lebih stabil. Rumah menjadi tempat yang
melindungi penghuninya dari panas atau dingin cuaca di luar.
Kondisi rumah yang lebih baik ini ditiru oleh warga asli saat
membuat tempat tinggal. Seiring dengan kondisi ekonomi yang
membaik, warga lokal mengadopsi cara warga pendatang dalam
membangun tempat tinggalnya. Kondisi ini secara tidak langsung
berpengaruh pada derajat kesehatan masyarakat yang semakin
membaik.

6.2.3 Akses Air di Kairatu Barat


Dari enam desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas
Kairatu Barat, hanya Desa Lohiatala yang terletak di daerah yang
agak tinggi sementara lima desa lain berada di sepanjang pesisir
pantai Teluk Piru. Desa yang berada di pesisir pantai ini relatif
mudah untuk mendapatkan air bersih karena tanahnya bisa digali
untuk membuat sumur dengan jarak yang tidak terlalu dalam.
Untuk daerah yang lebih tinggi permukaan tanahnya,
seperti Desa Lohiatala, air bersih sulit didapat dari sumur. Sumur
hanya bisa dibuat di daerah pinggir Sungai Nala yang jaraknya
sekitar 50 meter dari batas pemukiman warga. Sungai Nala
menjadi pusat aktivitas sehari-hari dalam hal mandi, mencuci,
dan buang air. Untuk mengambil air yang digunakan untuk
memasak, warga mengeruk tumpukan batu pasir yang ada di
tengah sungai. Setelah air keluar dari bekas pasir yang dikeruk
tadi, mereka mendiamkannya beberapa saat sehingga air tampak

186

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

jernih untuk kemudian diambil dengan ember atau jerigen dan


dibawa pulang.

Gambar 6.4 Posisi Desa Lohiatala dari Garis Pantai


Sumber: Google Maps

Pada tahun 2014, desa ini mendapat bantuan dari


Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) berupa
sumur bor dengan pompa mesin tenaga surya. Sarana yang
diresmikan langsung oleh Menteri PDT, H.A. Helmy Faishal
Zaini, berada di pinggir Sungai Nala. Sumur ini menyedot air
dan mendistribusikannya untuk keperluan seluruh warga desa.
Semenjak adanya bantuan itu, warga lebih mudah dalam
mendapatkan air bersih untuk keperluan memasak maupun
untuk MCK. Jamban-jamban umum bisa digunakan kembali.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

187

Gambar 6.3 Instalasi Sumur Tenaga Surya dan Bak Penampung Air di
Desa Lohiatala
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

Akan tetapi kondisi ini hanya berlangsung kurang lebih


satu tahun. Pada saat studi ini dilakukan, warga melaporkan
bahwa sarana air bersih ini sudah tidak berfungsi selama 2
bulan. Warga terpaksa harus kembali turun ke sungai untuk
mendapatkan air bersih. Begitu juga dengan keperluan mandi,
mencuci, dan buang air, mereka kembali melakukannya di sungai
Nala sebagaimana sebelum mereka mendapat bantuan sumur.

Gambar 6.4 Warga Desa Lohiatala, Mandi dan Mencuci


di Sungai Nala
Sumber: Dokumentasi Peneliti, Februari 2015

188

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Belum diketahui secara pasti penyebab kerusakan sumur


pompa bertenaga surya ini. Warga desa yang diwawancarai
menjawab tidak tahu mengenai kerusakan sarana ini, begitu
juga dengan petugas kesehatan yang bertugas di Desa Lohiatala
ini. Sepengetahuan mereka, tidak ada upaya perbaikan yang
dilakukan semenjak sumur rusak. Mereka pasrah dengan
keadaan. Jika ada sumur mereka akan menggunakannya, namun
jika tidak ada, mereka akan kembali ke sungai.
Mungkin benar adanya, bahwa perubahan harus berasal dari
dalam. Selama ini masyarakat Lohiatala merasa cukup dengan
keberadaan Sungai Nala untuk memenuhi kebutuhan air.
Mereka tidak perlu susah-susah membuat upaya yang lebih
keras karena alam sudah menyediakannya. Bantuan sebesar
apa pun tidak akan berguna jika si penerima bantuan tersebut
tidak mau dan atau tidak mampu memeliharanya. Pada
waktunya, bantuan itu akan habis.

6.2.4 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat dalam Hal


Menggosok Gigi Dengan Benar
Kebiasaan menggosok gigi dengan benar berguna
untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut serta untuk mencegah
terjadinya karies gigi. Dalam laporan Riset Kesehatan Dasar 2013,
definisi berperilaku benar dalam menyikat gigi adalah kebiasaan
menyikat gigi setiap hari sesudah makan pagi dan sebelum tidur
malam.
Salah satu program yang terdapat di Puskesmas
Kairatu Barat adalah program Upaya Kesehatan Sekolah (UKS).
Menurut Depkes RI, UKS adalah usaha kesehatan masyarakat
yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik beserta

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

189

lingkungan hidupnya sebagai sasaran utama. Program ini


bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan
selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat, yang pada
gilirannya menghasilkan derajat kesehatan yang optimal.
Pendidikan kesehatan gigi diberikan oleh petugas
Puskesmas Kairatu Barat melalui program UKS (Usaha Kese
hatan Sekolah) kepada siswa sekolah dasar yang ada di wilayah
Kecamatan Kairatu Barat. Simulasi cara menggosok gigi
yang benar dipraktikkan murid-murid di bawah bimbingan
guru dan petugas puskesmas. Selain melatih para siswa cara
menggosok gigi yang benar, petugas juga mengadakan pemerik
saan berkala kepada seluruh siswa. Kegiatan yang dilakukan
berupa penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
pemeriksaan ketajaman penglihatan serta pemeriksaan kese
hatan.
Sayangnya, pendataan tentang perilaku menggosok
gigi secara benar di masyarakat Kairatu Barat tidak dilakukan.
Saat wawancara dilakukan, petugas puskesmas mengutarakan
pendapat seperti berikut ini.
Kalau yang dimaksud hanya kebiasaan menggosok gigi setiap
hari, warga sini sebagian besar sudah melakukannya. Tapi
jika yang dimaksud benar di sini adalah benar caranya dan
benar waktunya, sesudah makan pagi dan sebelum tidur,
maka kemungkinan besar angkanya sangat kecil. Kebanyakan
masyarakat di sini menggosok gigi dua kali sehari, saat mandi
pagi dan mandi sore saja.

Petugas juga mengakui bahwa sosialisasi tentang gosok


gigi penekanannya memang baru sampai tahap menggosok
gigi secara rutin setiap hari. Kebiasaan waktu yang benar dalam
menggosok gigi yaitu saat sesudah makan pagi dan malam

190

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

sebelum tidur belum pernah dilakukan. Saat dilakukan konfirmasi


ke salah satu warga, dia mengaku mengetahui bahwa menggosok
gigi yang benar adalah sesudah makan pagi dan sebelum tidur,
meskipun dia sendiri jarang melakukannya. Menurutnya, dia tahu
tentang hal tersebut dari acara TV yang pernah dia tonton.

6.2.5 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat dalam Hal


Mencuci Tangan Dengan Sabun
Kebiasaan mencuci tangan dengan benar didefinisikan
sebagai kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, setelah
beraktivitas (bekerja) dan setelah memegang binatang ternak.
Kebiasaan mencuci tangan dipandang sebagai tindakan sanitasi
yang berhubungan dengan pencegahan penyakit. Tangan
merupakan organ tubuh yang sangat sering berhubungan
langsung dengan mulut dan hidung di mana organ ini rawan
menjadi pintu masuk kuman penyebab penyakit. Membunuh
kuman yang menempel pada tangan merupakan upaya
pencegahan masuknya kuman penyebab penyakit ke dalam
tubuh.
Kebiasaan mencuci tangan di Kecamatan Kairatu Barat
disosialisasikan oleh petugas promosi kesehatan. Sasaran
dari program ini adalah anak usia sekolah dasar. Penanaman
kebiasaan sejak dini tentang mencuci tangan dengan sabun di
lakukan di sekolah-sekolah dasar, biasanya bersamaan dengan
kegiatan program UKS yang ada di wilayah tersebut. Petugas
kesehatan bersama guru membuat tempat air yang dilengkapi
dengan keran untuk digunakan para murid. Petugas menerangkan
kepada murid tentang cara mencuci tangan dengan gambargambar peraga dan diawali dengan memberikan contoh terlebih

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

191

dahulu, selanjutnya satu persatu murid mempraktekkan teknik


mencuci tangan tersebut.

6.2.6 Perilaku Merokok di Kairatu Barat


Penyuluhan tentang perilaku merokok jarang dilakukan
oleh petugas promkes dari puskesmas Kairatu Barat. Para petugas
merasa pesimis bahwa penyuluhan tentang perilaku merokok
akan berhasil, hal ini membuat mereka enggan menyinggung
masalah merokok saat penyuluhan tentang kesehatan. Para
perokok cenderung tidak memedulikan bahkan kadang
membalas ajakan untuk tidak merokok dengan kata-kata yang
tidak mengenakkan petugas. Seperti yang diungkapkan salah
satu petugas dari Puskesmas Kairatu Barat, ... wong aku ngrokok
nganggo duit yo duitku dewe, sak karepku to. (Petugas promkes
berasal dari Jawa yang awalnya bekerja di PT Djayanti kemudian
masuk sebagai PNS di Puskesmas Kairatu Barat.)
Seringkali petugas kehilangan akal untuk mengajak orang
supaya berhenti merokok. Penyuluhan tentang bahaya merokok
tidak efektif jika sasaran penyuluhan itu adalah orang-orang yang
sudah terlanjur menjadi perokok aktif. Bagi mereka, merokok
adalah suatu kebutuhan pribadi sehingga sangat sulit untuk
menghentikan kebiasaan ini.
Kesulitan dari petugas dalam melakukan penyuluhan
tentang bahaya rokok juga datang dari internal organisasi. Dari
hasil pengamatan di Puskesmas Kairatu Barat selama periode
penelitian, beberapa petugas puskesmas tampak merokok di area
puskesmas pada saat jam kerja, meskipun aktivitas ini dilakukan
saat puskesmas sudah sepi dari pasien atau pengunjung.
Fenomena ini berpengaruh pada psikologis petugas promosi
kesehatan. Petugas promosi kesehatan tidak bisa mencegah rekan

192

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

sejawat di internal organisasinya sendiri untuk tidak merokok.


Hal ini berpengaruh pada rasa percaya diri petugas tersebut saat
memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok.
Kegiatan penyuluhan tentang bahaya merokok hanya
difokuskan untuk menekan jumlah perokok baru. Petugas
Puskesmas Kairatu Barat memberikan materi tentang bahaya
merokok hanya pada anak sekolah di SMP dan SMA di kecamatan
tersebut. Menurut pengakuan petugas yang memberikan
penyuluhan, kegiatan ini pun dirasa belum cukup efektif.
Pemberian informasi yang kurang intensif merupakan salah
satu penyebab. Siswa yang diberi penyuluhan juga mendapat
pengaruh dari lingkungan yang cukup kuat. Keberadaan orangorang di sekitarnya yang merupakan perokok, ditambah
pengertian yang berlaku di masyarakat bahwa merokok adalah
urusan pribadi dan bukan aktivitas yang merugikan diri sendiri
maupun orang lain menyebabkan bertambahnya jumlah perokok
di Kairatu Barat.

6.2.7 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat dalam Hal BAB


di Jamban
Kebiasaan buang air besar (BAB) mendapat perhatian
yang cukup serius dalam ilmu perilaku dan kesehatan masyarakat.
Kebiasaan buang air besar sembarangan berkaitan dengan
penyakit berbasis lingkungan seperti diare. Kebiasaan masyarakat
dalam BAB sembarangan di Kecamatan Kairatu Barat juga menjadi
salah satu perhatian puskesmas. Pendataan yang dilakukan oleh
petugas puskesmas mendapatkan persentase keluarga di Kairatu
Barat yang menggunakan jamban sehat sebanyak 64,7 % di tahun
2011 dan 67,2% di tahun 2012. Upaya untuk meningkatkan angka
BAB di jamban dilakukan antara lain dengan kegiatan pemicuan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

193

jamban sehat. Kegiatan ini dilaksanakan oleh pemegang Program


Kesehatan Lingkungan bekerja sama dengan pemegang Program
Promosi Kesehatandengan alokasi dana BOK.
Pemicuan dilakukan dengan cara menerapkan lang
kah-langkah yang mengacu pada program STBM (Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat). Masyarakat dalam lingkup desa
dikumpulkan dalam tempat terbuka dan diajak secara inte
raktif melakukan analisis kesehatan di wilayahnya secara seder
hana. Peserta kegiatan diminta membuat outline desa seper
ti batas wilayah, jalan, sungai, dan tempat umum lainnya
kemudian menentukan titik mana saja yang selama ini dipakai
masyarakat untuk BAB. Jumlah masyarakat yang melakukan BAB
Sembarangan (BABS) dan volume tinja di wilayah tersebut dalam
kurun waktu tertentu dihitung bersama-sama. Peserta diajak
berlogika tentang bagaimana nasib tinja tadi selanjutnya dan
apa saja dampak tidak menyenangkan yang timbul dari BABS.
Dengan alur pikir yang menyesuaikan dengan logika peserta,
petugas menjelaskan mekanisme alur kontaminasi tinja sehingga
bisa menyebarkan penyakit. Simulasi alur kontaminasi juga
dilakukan untuk memperkuat efek pemahaman pada peserta.
Dengan melakukan analisis partisipatif seperti ini diharapkan
peserta kegiatan menjadi sadar tentang akibat dari perilaku
BAB sembarangan dan bersedia untuk beralih ke perilaku BAB di
jamban.
Menurut pengakuan petugas, kegiatan pemicuan jamban
sehat belum menampakkan hasil yang optimal. Beberapa daerah
terkendala dengan keberadaan jamban. Seperti penuturan

194

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

dari salah satu kepala raja (kepala desa), beberapa kali wilayah
desanya mendapat dana bantuan untuk pembangunan jamban
umum. Namun setiap kali selesai dibangun, sarana ini tidak
bisa dipergunakan dalam jangka waktu yang lama. Rendahnya
partisipasi warga pengguna untuk ikut merawat jamban umum
ini menjadi pokok permasalahan. Seringkali warga yang selesai
buang air besar tidak mau membersihkan jamban tersebut
sehingga menyebabkan orang lain yang akan menggunakan jam
ban tersebut harus membersihkannya terlebih dahulu. Hal ini
juga tidak berlangsung terus-menerus karena akhirnya orang
tidak mau lagi membersihkan jamban tersebut dari kotoran
orang lain. Akhirnya jamban tersebut menjadi tidak terurus dan
rusak. Warga kembali melakukan aktivitas buang air besar secara
sembarangan.
Beberapa kendala yang terkait dengan kebiasaan masya
rakat yang sulit berubah menyebabkan masih tingginya angka
BABS. Meskipun sudah mendapat penyuluhan dari petugas
puskesmas dan sudah tersedia jamban keluarga maupun jamban
umum, sebagian masyarakat masih enggan untuk memakai
jamban dalam perilaku BAB. Beberapa warga mengaku tidak
nyaman saat melakukan aktivitas buang air besar di jamban,
bahkan ada juga yang bilang kalau tinja tidak mau keluar saat
buang hajat di jamban. Kebiasaan yang sudah berlangsung lama
ini sepertinya sulit untuk diubah meskipun mereka tahu dampak
buruk dari perbuatan tersebut.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

195

Meskipun minim dukungan dari APBD, Promosi Kesehatan di


Kabupaten Seram Bagian Barat masih bisa berjalan. Puskesmas
sebagai ujung tombak pemerintah dalam melayani masyarakat
di bidang kesehatan merasa sangat terbantu dengan adanya
dana BOK. Di Puskesmas Kairatu Barat, BOK menjadi satusatunya sumber pendanaan kegiatan Promosi Kesehatan. Hal
ini terungkap ketika wawancara dengan Kepala Puskesmas,
... seandainya program BOK ini dihentikan, maka kami di
Puskesmas juga selesai.

6.2.8 Aktivitas Fisik Masyarakat Kairatu Barat


Perilaku aktivitas fisik berhubungan dengan risiko
penyakit kardiovaskuler. Aktivitas fisik yang teratur dan ber
kualitas bermanfaat untuk memperlancar kerja sistem jantung
dan pembuluh darah. Menurut Pusat Promosi Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, aktivitas fisik yang teratur akan meng
hindarkan manusia dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis,
kanker, tekanan darah tinggi, dan kencing manis. Dalam laporan
Riset Kesehatan Dasar 2013, disebutkan bahwa kegiatan aktivitas
fisik dikategorikan cukup apabila kegiatan dilakukan terusmenerus sekurang-kurangnya 10 menit dalam satu kegiatan
tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari
dalam satu minggu.
Dari pendataan yang dilakukan Petugas Puskesmas,
persentase penduduk Kecamatan Kairatu Barat yang melakukan
aktivitas fisik setiap hari di wilayahnya adalah 75,5% di tahun
2011 dan meningkat menjadi 81,6% di tahun 2012. Angka ini
menunjukkan mayoritas penduduk Kecamatan Kairatu Barat
mempunyai aktivitas fisik yang cukup.

196

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Cukupnya aktivitas fisik penduduk Kairatu Barat tampak


nya bukan didapatkan dari kegiatan olahraga. Observasi selama
penelitian menunjukkan tidak banyak kegiatan olahraga di
Kecamatan Kairatu Barat. Hanya kantor Puskesmas Kairatu
Barat saja yang mengadakan kegiatan senam dan dilakukan
karyawannya setiap hari jumat. Kegiatan senam ini juga tidak
bisa rutin. Jika ada kegiatan lain yang dirasa lebih penting maka
kegiatan senam tidak dilakukan. Peneliti juga tidak menjumpai
adanya lapangan atau stadion yang bisa dipakai sebagai sarana
olahraga warga. Olahraga lebih banyak dilakukan oleh anakanak sekolah karena memang terdapat mata pelajaran ini dalam
kurikulum sekolah.
Data BPS tahun 2014 menyebutkan sebanyak 59,54%
penduduk bekerja di bidang pertanian dari total penduduk
Kabupaten Seram Bagian Barat yang bekerja. Jenis pekerjaan
sektor pertanian membutuhkan tenaga yang cukup besar.
Aktivitas berkebun dan sawah tergolong sebagai aktivitas fisik
berat. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian
memperbesar angka kecukupan aktivitas fisik di Kabupaten SBB.
Penduduk di Kecamatan Kairatu Barat mayoritas juga
bekerja di bidang pertanian. Desa Waihatu merupakan daerah
transmigran di mana warganya merupakan pendatang dari
program transmigrasi. Sebagian besar mereka didatangkan
dari Pulau Jawa. Di kawasan baru ini mereka membuka lahan
pertanian dengan menggarap sawah. Para penduduk asli
mayoritas bekerja di kebun dengan menanam kelapa, ubi kayu,
pala, dan cengkeh. Letak kebun sendiri biasanya berada di tengah
hutan yang jaraknya bisa mencapai puluhan kilometer dari
pemukiman dan ditempuh dengan cara berjalan kaki. Sebagian

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

197

besar mereka tinggal di desa Lohiatala, Waisamu, Nuruwe,


dan Waisarissa. Desa Kamal merupakan tempat para nelayan.
Di daerah ini terdapat TPI sebagai tempat untuk memasarkan
ikan hasil tangkapan. Warga laki-laki di Desa Kamal kebanyakan
berprofesi sebagai nelayan dan banyak warga perempuan yang
bekerja sebagai pedagang ikan.
Hanya sebagian kecil warga Kairatu Barat yang bekerja
di sektor non pertanian: sebanyak 10,62% bekerja sektor
manufaktur dan 33, 93% bekerja di sektor jasa. Ini pun bukan
berarti orang yang bekerja di sektor ini tidak mempunyai aktivitas
fisik yang cukup. Warga Kairatu Barat hidup di daerah pemukiman
yang relatif kurang padat. Meskipun pekerjaan pokoknya bukan
di sektor pertanian, mereka juga mempunyai lahan sendiri yang
dikelola sebagai pekerjaan sampingan. Selain itu, aktivitas rumah
tangga sehari-hari juga membutuhkan tenaga yang cukup.
Kegiatan mencuci dan mengambil air juga masih dilakukan secara
manual (tanpa mesin).

198

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

6.3 Perilaku Kesehatan di Kecamatan Taniwel

Gambar 6.5Peta Wilayah Kecamatan Taniwel


Sumber: BPS, 2014

Kecamatan Taniwel terletak di bagian barat laut dari Pulau


Seram. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Seram, sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatan Inamosol, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Taniwel Timur dan sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Seram Barat.
Menurut data BPS Kabupaten Seram Bagian Barat,
Kecamatan Taniwel meliputi 19 desa yang terbagi menjadi 3
dusun dan 31 RT. Sembilan belas desa tersebut adalah Desa
Rumahsoal, Lohia Sapalewa, Laturake, Buria, Riring, Niniari,
Murnaten, Nikulukan, Niwelehu, Nuniali, Lisabata Barat, Wakolo,

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

199

Patahuwe, Taniwel, Uweth, Hulung, Kasieh, Nukuhai dan Pasinalu.


Desa dengan luas wilayah terbesar adalah Desa Taniwel 150,77
km2 dan yang terkecil adalah Desa Lohia Sapalewa 19,08 km2.
Topografi meliputi daerah pantai hingga pegunungan, 6 desa
terletak di pegunungan dengan hingga ketinggian 1.700 mdpl
yaitu desa Niniari dan Lohia Sapalewa.

6.3.1 Masyarakat Taniwel


Jumlah penduduk di Kecamatan Taniwel pada tahun 2013
sebanyak 12.601 jiwa yang menempati wilayah seluas 1915,12
km2. Agama dominan di Taniwel adalah Kristen Protestan dengan
jumlah pemeluk sebanyak 83,11%, agama Islam sebanyak 5,68%,
dan sisanya beragama Katholik 1,21%.
Pertanian di Kecamatan Taniwel semuanya berasal dari
lahan kering. Komoditas berdasarkan urutan paling banyak diha
silkan adalah ubi kayu, ubi jalar, jagung, padi ladang, kacang
tanah, dan kacang hijau. Hasil buah-buahan lebih banyak dari
tanaman musiman yaitu durian, langsat, salak, dan pisang.
Perkebunan juga menyumbang hasil dari kelapa, cengkeh, pala,
coklat, kopi, dan jambu mete.
Berdasarkan data laporan Pemegang Program Promosi
Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten SBB tahun 2013, desadesa di Kecamatan Taniwel belum semuanya merupakan Desa
Siaga, hanya 6 dari 19 desa yang merupakan desa siaga aktif,
itupun masih taraf pratama. Desa yang sudah masuk kategori
Desa Siaga yaitu Desa Buria, Riring, Murnaten, Lisabata, Uweth
dan Kasieh. Sarana Kesehatan yang terdapat di Kecamatan ini
meliputi 1 puskesmas, 6 puskesmas pembantu, 14 poskesdes, 2
polindes, dan 22 posyandu.

200

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Dari 19 desa yang ada di Taniwel, belum semuanya


mempunyai kader kesehatan, baru terdapat 12 kader di wilayah
ini. Potensi besar sebenarnya ada di tokoh masyarakat dan tokoh
agama, terdapat 95 tokoh masyarakat dan 19 tokoh agama di
Kecamatan Taniwel. Namun baru ada 6 tokoh masyarakat dan 6
tokoh agama yang sudah mendapatkan pelatihan kesehatan.
Kecamatan Taniwel memiliki 21 Sekolah Dasar, 6
Sekolah Menengah Pertama dan 2 Sekolah Menengah Atas.
Sayangnya, semua lembaga pendidikan itu belum satupun yang
mempromosikan kesehatan. Hanya ada 4 Sekolah Dasar dan 2
Sekolah Menengah Atas yang sudah mempunyai UKS. Angka
capaian jumlah rumah tangga yang ber-PHBS baru berada di
26,3% dari total 2046 rumah tangga.
Tenaga kesehatan yang ada di Kecamatan Taniwel tahun
2013 adalah 1 dokter umum, 1 apoteker, dan 31 perawat. Kondisi
ini tidak mengalami perubahan yang signifikan, di mana hanya
terjadi pengurangan 1 tenaga dokter gigi dan penambahan 1
perawat kesehatan dibanding tahun 2011.

6.3.2 Akses Air di Taniwel


Sebagaimana wilayah lain di Kabupaten Seram Bagian
Barat, Kecamatan Taniwel juga mengalami banyak kemajuan
dalam hal ketersediaan air bersih. Kepala Desa Taniwel menye
butkan bahwa saat penelitian dilakukan, kondisi air di desanya
sudah mencukupi kebutuhan warga, baik untuk keperluan dapur
maupun untuk keperluan MCK.
Salah satu prioritas pembangunan di daerah adalah
penyediaan sarana air bersih. PNPM Mandiri yang merupakan
program dari pemerintah pusat banyak dipakai untuk
membangun sarana ini guna mencukupi kebutuhan warga akan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

201

air bersih. Data yang diperoleh dari PNPM menyebutkan tahun


2011 Kecamatan Taniwel merupakan satu dari sebelas kecamatan
di Kabupaten Seram Bagian Barat yang mendapatkan bantuan
dari PNPM Mandiri.

6.3.3 Kebiasaan BAB di Jamban di Taniwel


Menurut keterangan dari Kepala Desa Taniwel, sebagian
besar masyarakat Taniwel sudah mempunyai jamban sendiri,
hanya sedikit saja yang masih berperilaku BAB sembarangan.
Misalnya, terdapat beberapa rumah yang ditempati anak-anak
SMA yang berasal dari daerah pegunungan (rumah transit). Ba
ngunan semacam asrama ini dibangun dengan seadanya, tanpa
dilengkapi dengan jamban. Tentu saja para penghuni rumah ini
mempunyai kebiasaan buang air sembarangan.
Pemerintah daerah pernah membangun jamban umum
di desa ini, namun keberadaannya sekarang sudah rusak dan
tidak bisa digunakan lagi. Sebetulnya ada peluang untuk bisa
membangun kembali jamban umum ini melalui program bantuan
PNPM namun sampai saat ini belum dilakukan. Pembangunan
yang dibiayai PNPM melibatkan warga untuk mengusulkan apa
saja yang menjadi prioritas di desa tersebut. Namun saat acara
Rembug Desa dilakukan, tidak ada usulan untuk membuat
jamban umum ini.

6.3.4 Aktivitas Fisik Masyarakat Taniwel


Dari observasi yang dilakukan di beberapa lokasi di
Kecamatan Taniwel, sepintas menunjukkan warga Taniwel mem
punyai aktivitas fisik yang cukup. Hal ini juga sejalan dengan data
BPS yang menyebutkan bahwa mata pencaharian sebagian besar
masyarakat Taniwel adalah petani. Sebagaimana telah dijelaskan

202

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

pada aktivitas fisik masyarakat di Kecamatan Kairatu Barat, petani


di Taniwel juga berada dalam kondisi yang relatif sama. Pekerjaan
sebagai petani lazim menggunakan aktivitas fisik yang besar,
sehingga sangat wajar saat survei tentang kecukupan aktivitas
fisik penduduk Taniwel mendapatkan angka yang cukup besar.

6.3.5 PHBS Masyarakat Taniwel


Seperti halnya puskesmas lain di Kabupaten SBB, pro
mosi kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas Taniwel hanya
mendapat pembiayaan dari dana BOK. Meskipun pendidikan
kesehatan ini juga mendapat porsi yang relatif kecil dari alokasi
anggaran BOK, sekurang-kurangnya program peningkatan penge
tahuan masyarakat Taniwel tentang pentingnya perilaku hidup
sehat masih bisa berjalan. Pemegang Program Promkes di
Puskesmas Taniwel ada 1 orang dengan latar belakang pendidikan
keperawatan. Jadi, jika dilihat dari latar pendidikan memang
masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten SBB tahun
2012 menyebutkan 47,54% keluarga yang disurvei di Taniwel
merupakan keluarga ber-PHBS. Angka ini sedikit di atas angka
kabupaten yaitu 45,62% namun masih di bawah angka keluarga
ber-PHBS di Kecamatan Kairatu Barat sebesar 51,48%.

6.4 Peran Agama dalam Promosi Kesehatan di


Kabupaten Seram Bagian Barat
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk,
dan bersama masyarakat. Agar masyarakat dapat menolong
diri sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat, dan didukung
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

203

kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Keputusan Menkes


No. 1114/MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Daerah).
Masyarakat SBB mayoritas memeluk agama Kristen Pro
testan. Agama lain yang dianut yakni Islam dan Katolik. Dalam
pelaksanaan program promosi kesehatan, semua aspek yang ber
potensi mampu menyumbang peningkatan derajat kesehatan
masyarakat perlu dilibatkan, tidak terkecuali tokoh agama yang
mempunyai pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten SBB seringkali terlibat
secara aktif maupun pasif dengan tokoh agama yang ada di
wilayahnya dalam program pendidikan kesehatan ini. Memang
dalam penerapannya belum sampai tahap kemitraan karena
lebih sering bersifat insidental, hanya berlangsung pada
momen tertentu saja.

Masyarakat Kairatu Barat menganut agama Islam dan


Kristen Protestan. Data BPS SBB menyebutkan terdapat 5
masjid, 5 musholla dan 12 gereja di kecamatan ini. Tokoh agama
merupakan figur penting yang berpengaruh dalam kehidupan
sosial masyarakat Kairatu Barat. Isu agama masih menjadi hal yang
sensitif selepas konflik antar agama yang terjadi beberapa tahun
lalu. Penulis menangkap kesan ada kekhawatiran dari puskesmas
saat penulis mengungkapkan niat hendak melakukan wawancara
dengan tokoh agama yang ada di Kairatu Barat. Namun akhirnya
penggalian informasi tentang peran agama dalam pembangunan
kesahatan di Kairatu Barat berhasil dilakukan melalui salah satu
tokoh agama yang bersedia diwawancara.

204

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

6.4.1 Peran Gereja


Gereja mempunyai peran vital dalam kehidupan ma
syarakat Kristen Protestan. Selain sebagai pusat kehidupan
spiritual, tokoh-tokoh gereja berusaha melayani jemaat untuk
mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Salah satu tokoh gereja
yang berhasil ditemui menyebutkan bahwa gereja mempunyai
5 bidang pelayanan, salah satunya adalah Bidang Pelayanan dan
Pendidikan Masyarakat. Aspek kesehatan jemaat merupakan
salah satu isu yang menjadi fokus pelayanan dari bidang ini.
Gereja-gereja yang ada di wilayah Kairatu Barat termasuk
dalam Klasis Kairatu. Tidak seperti pemekaran kecamatan,
struktur kepengurusan gereja tetap dipertahankan seperti saat
sebelum Kecamatan Kairatu Barat berpisah dengan Kecamatan
Kairatu. Secara berkala, gereja mengadakan forum pertemuan
yang disebut Sidang Jemaat. Dalam Sidang Jemaat ini dibahas
program dan kegiatan yang akan dan telah dilakukan dalam
pelayanan jemaat. Isu-isu kesehatan yang ada di lingkungan
gereja dibahas bersama dan dicarikan alternatif pemecahannya.
Salah satu isu yang menjadi perhatian gereja adalah
masalah sampah. Gereja memandang masyarakat kurang peduli
dengan masalah sampah ini. Perilaku warga menggunakan
barang-barang dari bahan yang sulit terurai seperti plastik men
jadikan alam semakin kotor. Gereja mengambil inisiatif untuk
mengajak jemaat mengurangi tindakan mencemari alam ini. Pada
tahun 2010 pernah diadakan program Satu Hari Tanpa Kresek,
dalam rangka memperingati hari ulang tahun perempuan gereja,
pengurus gereja mengajak jemaat untuk tidak menggunakan tas
kresek dalam satu hari itu.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

205

Dalam pelaksanaan program Satu Hari Tanpa Kresek


ini, pihak gereja merasa masih belum optimal. Masih banyak
jemaat yang kurang berpartisipasi dalam kegiatan, selain ada juga
yang bahkan tidak memedulikan ajakan ini. Kurangnya sosialisasi
sebelum kegiatan menyebabkan jemaat belum memahami
maksud diadakannya kegiatan ini. Saat itu, koordinasi dengan
bidang lain juga masih minim sehingga dukungan yang didapat
juga dirasa masih kurang. Sampai saat ini, program satu hari
tanpa kresek belum diulang kembali. Beberapa pengurus merasa
kegiatan itu kurang efektif untuk memberikan pemahaman
kepada jemaat tentang perilaku membuang sampah non organik.
Kegiatan lomba kebersihan lingkungan juga pernah
diadakan oleh pengurus gereja. Penilaian terhadap rumah
warga dan lingkungannya meliputi kebersihan rumah, ventilasi,
pencahayaan ruangan, letak sampah, dan selokan. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk merangsang warga agar senantiasa merawat
rumahnya sehingga menjadi tempat tinggal yang sehat, baik
untuk keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Namun hasil dari
kegiatan ini sampai sekarang masih belum bisa terlihat. Pihak
gereja merasa bahwa masyarakat masih belum merasa penting
mempunyai lingkungan yang bersih.
Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, pihak gereja
seringkali bekerjasama dengan instansi kesehatan di wilayah
Kecamatan Kairatu Barat. Namun kerjasama ini masih terkesan
insidental karena belum ada kesepakatan yang jelas mengenai
bentuk dan komitmen masing-masing pihak. Kerjasama yang
dilakukan berdasarkan rasa saling percaya antara pengurus gereja
dengan petugas kesehatan, masih bersifat antar personil. Inisiatif

206

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

bisa dari pihak gereja maupun dari instansi kesehatan, dalam hal
ini Puskesmas Kairatu Barat.
Biasanya, saat gereja merencanakan kegiatan sosialisasi
atau penyuluhan kesehatan dengan sasaran kelompok tertentu
(ada kelompok remaja, kelompok perempuan, dan lainnya),
pengurus mengumpulkan kelompok ini di gereja dan mengundang
petugas kesehatan untuk memberikan materi sosialisasi sesuai
tema yang diinginkan. Begitu pula sebaliknya, jika pihak Puskes
mas bermaksud mengadakan kegiatan penyuluhan atau sosialisasi
dengan tema yang sudah ditentukan, mereka akan meminta
pihak gereja untuk mengumpulkan kelompok jemaat tertentu
sesuai tema penyuluhan yang akan diberikan.
Selain pendidikan kesehatan yang diberikan melalui
petugas kesehatan, gereja juga secara aktif melakukan edukasi
kesehatan secara mandiri. Gereja mempunyai kegiatan rutin
berupa sekolah minggu. Di dalam pengajarannya terdapat materi
tentang kesehatan lingkungan dan perilaku hidup bersih. Ajaran
ini disampaikan sendiri oleh pengasuh sekolah minggu.
Kesehatan mempunyai tempat tersendiri dalam pela
yanan Gereja Kristen Protestan. Kesehatan merupakan kebutuhan
yang langsung dapat dirasakan bagi kehidupan, dan secara
historis seringkali digunakan sebagai media pengabaran Injil
bersama dengan pendidikan. Pelayanan kesehatan ke masyarakat
yang dilakukan gereja merupakan bagian dari pelayanan kepada
umat.
Di Kecamatan Kairatu Barat juga terdapat Gereja Advent.
Dalam pandangan Gereja Advent, kesehatan adalah bagian dari
peribadatan. Mereka mempunyai pandangan bahwa tubuh adalah
Bait Roh Kudus yang diperoleh dari Allah, sehingga melakukan

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

207

perbuatan yang merusak tubuh berarti melakukan perbuatan


dosa. Warga Gereja Advent tidak diperbolehkan mengkonsumsi
alkohol, tembakau, dan obat-obat terlarang. Mereka dikenalkan
dengan pesan kesehatan yang menganjurkan vegetarianisme
dan kepatuhan terhadap hukum halal-haram dalam imamat.
Motivasi pengurus gereja dalam pelayanan maupun
promosi kesehatan patut diapresiasi. Promosi tentang kesehatan
dilakukan oleh sebagian besar pengurus gereja. Pengurus yang
membidangi atau terkait langsung dengan program kesehatan
melakukan promosi dengan cara pengajaran langsung ke warga
gereja. Pengurus lain yang tidak terkait langsung memberikan
dukungan dengan cara menjadi contoh atau teladan dalam
mempraktekkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan seharihari.
Dalam banyak hal, tokoh gereja mampu menjadi panutan
bagi masyarakat dalam kehidupan sosial maupun spiritual, namun
beberapa hal juga masih menampilkan perilaku yang kurang
patut dicontoh, misalnya dalam hal merokok. Beberapa pengurus
laki-laki masih ada yang mempunyai kebiasaan merokok. Hal ini
semakin menyulitkan upaya untuk menekan kebiasaan merokok di
masyarakat. Kondisi ini hampir serupa dengan fenomena petugas
kesehatan yang merokok, sementara petugas lain menganjurkan
orang lain untuk berhenti merokok. Masyarakat yang diajak untuk
berhenti merokok pasti akan mempertanyakan kebenaran dalil
yang digunakan petugas kesehatan, karena pada kenyataannya
banyak juga orang kesehatan yang masih juga merokok. Demikian
juga yang terjadi pada tokoh agama. Mereka enggan melakukan
kampanye anti rokok karena menyadari kondisi internal mereka
sendiri masih banyak tokoh yang merokok. Meskipun mengerti

208

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

bahwa kebiasaan merokok adalah sesuatu yang tidak sesuai


dengan nilai-nilai agama, mereka merasa belum bisa menjadi
figur yang patut dicontoh dalam hal ini.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan arus
informasi yang masuk, ada banyak nilai yang berubah dalam
kehidupan bermasyarakat. Masyarakat cenderung menjadi lebih
individualis dan kurang peduli dengan isu-isu lingkungan. Hal ini
juga sempat ditemui di Kairatu Barat, seperti yang diungkapkan
oleh salah satu petugas Puskesmas, Kayanya sekarang ini
zaman sudah berubah mas, orang kalo disuruh kumpul kalo gak
ada iming-imingnya mereka juga malas. Kita sosialisasi ada tiga
puluhan orang aja itu udah bagus.
Dalam melakukan aktivitas, masyarakat lebih banyak
menggunakan motif ekonomi. Mereka berharap mendapat
keuntungan dari setiap tindakan yang dilakukan.
Dalam kehidupan masyarakat Kristen, tokoh agama
adalah figur yang menjadi pemimpin spiritual sekaligus teladan
dalam menerapkan nilai-nilai agama. Motivasi mereka jauh dari
hal-hal yang berbau ekonomi, mungkin ini yang menjadikan
mereka mampu menjadi figur yang dipercaya dan dihargai
masyarakat. Sikap dan tindakan dari tokoh agama cenderung
akan mempengaruhi perilaku warga gereja. Demikian juga dalam
perilaku kesehatan, sikap dan perbuatan pemimpin spiritual
sedikit banyak berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
Dilihat dari berbagai hal yang diuraikan di atas, Gereja
dengan tokoh Kristen mempunyai potensi untuk membantu
mempromosikan kesehatan di Kecamatan Kairatu Barat. Sinergi
dengan pemimpin nonformal ini perlu terus dipupuk dan
dikembangkan untuk mewujudkan cita-cita meningkatkan derajat

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

209

kesehatan masyarakat Kairatu Barat. Mungkin perlu lebih banyak


dicari opsi strategi promosi kesehatan yang melibatkan gereja
dan tokoh-tokoh di dalamnya.

6.4.2 Peran Tokoh Islam


Tidak banyak yang penulis bisa ceritakan tentang peran
Islam dalam kegiatan promosi kesehatan di Kecamatan Kairatu
Barat. Penulis tidak berhasil menemui tokoh Agama Islam
untuk penggalian informasi mendalam. Namun, berdasarkan
keterangan dari petugas Promkes Puskesmas Kairatu Barat yang
diperkuat dengan keterangan dari beberapa petugas lain, kami
berusaha menggambarkan beberapa hal terkait peran muslim
dalam perilaku kesehatan di Kairatu Barat.
Warga muslim di kecamatan ini mayoritas hidup secara
berkelompok. Mereka mayoritas berada di Desa Waihatu, Desa
Kamal, di Desa Waisarisa, dan sebagian di Desa Waisamu. Desa
Waihatu merupakan desa yang terbentuk dari hasil program
transmigrasi pemerintah pada tahun 1973. Warga transmigran
ini berasal dari beberapa kabupaten di Jawa Tengah, di antaranya
Kabupaten Blora, Wonogiri, Wonosobo, Kebumen, Pati,
Banyumas, dan Grobogan. Sebagaimana masyarakat yang berasal
dari daerah Islam, warga transmigran inipun mayoritas beragama
Islam.
Warga muslim yang berada di Desa Waisarisa dan
Waisamu kebanyakan merupakan mantan karyawan pabrik
plywood PT Djayanti. Mereka juga warga pendatang yang
menetap di daerah tersebut meskipun pabrik tempatnya bekerja
sudah gulung tikar. Untuk Desa Kamal, penduduk Muslim di
tempat ini merupakan nelayan yang mayoritas berasal dari Buton.

210

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Di desa ini, warga muslim berbaur dengan warga Kristen dengan


rukun.
Suasana keislaman di Desa Kamal mungkin yang
paling terasa dibanding desa lain. Terdapat sekolah Madrasah
Tsanawiyah (MTs/setingkat sekolah menengah) yang berada
satu komplek dengan masjid. Terdapat pula kelompok pengajian
Al Hilal di mana puskesmas beberapa kali bekerjasama dengan
majelis taklim ini dalam melakukan sosialisasi kesehatan.
Komunikasi dengan penduduk muslim relatif tidak menjadi
masalah. Beberapa pegawai puskesmas memeluk agama Islam,
sehingga mereka bisa menjadi jembatan yang menghubungkan
puskesmas dengan komunitas muslim.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

211

6.5 Kesimpulan & Saran


Berdasarkan paparan dan gambaran beberapa perilaku
kesehatan yang terjadi di Kabupaten SBB, maka dapat diberikan
kesimpulan dan saran berikut ini.

6.5.1 Kesimpulan
1. Di Kabupaten Seram Bagian Barat, Promosi Kesehatan
sebagai program promotif dan preventif yang berfokus
membangun perilaku sehat di masyarakat lebih banyak
dilakukan oleh Puskesmas dengan dukungan yang minim
dari Pemerintah Daerah. Program berjalan dengan hanya
dukungan dari bantuan Dana BOK. Peran Dinas Kesehatan
Daerah sebagai SKPD yang mewakili Pemerintah Daerah
masih dirasa kurang.
2. Peningkatan angka indikator perilaku kesehatan lebih banyak
terkontribusikan dari sektor penunjang non kesehatan,
yaitu meningkatnya perekonomian, pembangunan sarana
fisik, terutama penyediaan sarana air bersih dan sektor
pendidikan.
3. Potensi pemberdayaan masyarakat yang paling menonjol
di Kabupaten SBB yakni peran dari tokoh agama dalam
mempromosikan kesehatan. Dalam praktik promosi kesehat
an, potensi ini masih belum tergali optimal.
4. Belum banyak kebijakan Pemerintah Daerah yang dihasilkan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
melalui upaya promotif dan preventif. Pelaksana Program
Promosi Kesehatan di tingkat kabupaten maupun puskesmas
hanya mengacu pada kebijakan pusat dalam pelaksanaan
kegiatannya.

212

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

6.5.2 Saran
1. Perlu bantuan advokasi dari Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Provinsi untuk memperkuat komitmen dari
pengambil kebijakan di Kabupaten Seram Bagian Barat dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya melalui
upaya promotif dan preventif.
2. Perlu peningkatan kerjasama dalam menjalankan program
promosi kesehatan dengan sektor nonformal terutama
gereja, mengingat potensi dan motivasi yang dimiliki gereja
cukup besar dalam mempromosikan kesehatan, yang pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas perilaku
sehat masyarakat Seram Bagian Barat.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

213

Penutup
Studi kasus penggalian permasalahan kesehatan di Kabu
paten SBB Provinsi Maluku dengan menggunakan pendekatan
kualitatif salah satunya bertujuan melengkapi laporan Buku IPKM
jilid 2 yang telah terbit di akhir Tahun 2014. Ada 9 kabupaten/kota
selain Kabupaten SBB diharapkan mampu mewakili gambaran
penjelasan perkembangan sebagian indikator kesehatan di
Indonesia. Walaupun begitu, gambaran kesehatan masyarakat kali
ini belum bisa mendetail dan menyeluruh, karena keterbatasan
hari penggalian data selama di lapangan. Penggambaran data
sebatas deskriptif.
Berdasarkan kecenderungan IPKM 2007-2013, ada 4
sub indikator yang mencolok dibedah dalam buku ini. Indi
kator tersebut yakni kesehatan balita, pelayanan kesehatan,
kesehatan reproduksi, dan perilaku kesehatan masyarakat. Dari
4 sub indikator itu, hanya perilaku kesehatan yang memiliki
kecenderungan meningkat (positif). Berdasarkan penggalian
data secara langsung, indikator perilaku kesehatan positif secara
umum disebabkan dominasi kontribusi lintas sektor. Sektor
perekonomian, pendidikan, dan sarana prasarana lingkungan
(air bersih) mengalami peningkatan besar. Hal inilah yang kami
yakini mampu mendongkrak peningkatan perilaku kesehatan
masyarakat Kabupaten SBB secara umum.
Indikator kesehatan gizi balita dan kesehatan reproduksi
secara umum memang mengalami stagnasi, bahkan dimungkin
kan menurun di lokasi geografis terpencil dan sulit terjangkau
(kepulauan dan pegunungan). Sarana dan prasarana yang minim

215

dalam pelayanan, seperti tidak adanya alat ukur panjang badan


bayi, merupakan salah satu faktor penyebabnya. Meskipun
begitu, tenaga gizi dan bidan sebagian besar jumlahnya telah
cukup. Hanya penyebarannya masih belum merata, khususnya di
daerah kepulauan dan daerah sulit.
Faktor lain yang memungkinkan indikator ini tidak meng
alami peningkatan adalah minimnya alokasi anggaran yang
bersumber dari APBD untuk program-program gizi balita dan
kesehatan reproduksi, khususnya sejak tahun 2008/2009. Berun
tung, ada dana dari pusat sejak tahun 2011 melalui program BOK
yang menitikberatkan pada program MDGs termasuk program
gizi balita dan kesehatan reproduksi.
Berkaitan dengan indikator pelayanan kesehatan di Kabu
paten SBB masih berfokus pada ketersediaan sarana kesehatan
(gedung). Penyediaan prasarana dan pemeliharaan sarana masih
terabaikan. Akibatnya, pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan
terbatas di waktu jam kerja. Di luar waktu jam kerja, para tenaga
kesehatan melayani di rumah mereka atau rumah masyarakat,
karena tidak tersedia prasarana (air, listrik) di sarana kesehatan
yang ada.
Ketiadaan prasana ini membuat persalinan sebagian besar
terjadi di rumah penduduk. Persalinan gawat darurat saja yang
dilakukan di sarana kesehatan (puskesmas, RS, dan polindes),
sehingga indikator persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan untuk Kabupaten SBB akan sangat rendah angkanya.
Sementara itu ketersediaan tenaga dokter masih dirasa
sangat kurang khususnya di daerah kepulauan dan sulit. Tidak
ada stimulasi insentif khusus bagi tenaga dokter di daerah sulit
dari alokasi APBD, sehingga tenaga medis masih terkumpul dan

216

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

belum merata. Untuk tenaga bidan, jumlahnya dirasa sudah


mencukupi, hanya penyebarannya yang belum merata untuk
daerah kepulauan dan sulit (remote area).
Rangkuman hasil studi IKPKM dengan metode kualitatif di
Kabupaten SBB kami sajikan dalam matriks berikut ini. Matriks
ini kami buat menggunakan kerangka berpikir Sistem Kesehatan
Nasional, di mana studi diawali dan didasarkan permasalahan
(input), bagaimana proses permasalahan itu hingga menghasilkan
output kesehatan yang terjadi.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

217

218

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Komponen Input (1)


Proses (2)
1. Regulasi
Politik anggaran Pemerintah Daerah
a) Peraturan tentang
Kabupaten SBB belum berpihak pada
pembiayaan
sektor kesehatan. Dinas Kesehatan
kesehatan
juga belum mampu memperjuangkan
b) Regulasi tentang
kepentingan kesehatan sebagai sektor
gugus pulau dari
yang vital dalam pembangunan
Dinas Provinsi
masyarakat SBB.
c) Perda tentang Desa Implementasi kebijakan gugus pulau
Siaga
masih pada tahap awal, aturand) Perda KTR
aturan turunan yang mengatur teknis
pelaksanaan kebijakan ini belum
terbentuk.
Pelaksanaan Perda belum optimal,
jumlah desa siaga yang terbentuk
belum sesuai dengan yang diperdakan.
Desa siaga yang sudah terbentuk pun
masih dalam tahap desa siaga pratama.
Aturan tentang KTR masih berupa
keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten, aturan untuk level
kabupaten masih dalam tahap wacana.

Output (3)
Pembangunan kesehatan di
kabupaten SBB masih sangat
tertinggal, dinas kesehatan sebagai
pelaksana pembangunan kesehatan
seringkali tidak mampu menjalankan
program-programnya.
Pelaksanaan kebijakan gugus pulau
dalam prosesnya berjalan belum
optimal.
Jumlah desa siaga yang terbentuk di
kabupaten SBB masih belum sesuai
dengan yang diinginkan.
Pelaksanaan KTR masih sebatas di
Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten
SBB dan dalam praktek sehari-hari
masih sering dilanggar baik oleh
internal maupun eksternal personil
kantor.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

219

Komponen Input (1)


Proses (2)
2. SDM
Tenaga Perencana dan bendahara
a) Peraturan Daerah
digilir secara bergantian setiap
Provinsi Maluku
tahunnya, jika kebetulan ada pegawai
No. 2 Tahun 2014
yang memiliki potensi dan passion
tentang Sistem
menjadi tenaga perencana atau
Kesehatan Daerah
bendahara akan baik, sebaliknya
Bab VI Sub Sistem
jika tidak tepat akan berantakan dan
SDM Kesehatan.
menghambat kegiatan lainnya.
b) Tidak ada SDM
Penempatan tenaga bidan dianggap
yang memiliki
belum merata. Beberapa puskesmas
ketreampilan
memiliki bidan yang lebih sedikit dari
Perencana &
jumlah wilayah kerjanya, sementara
Bendahara
beberapa puskesmas memiliki bidan
secara khusus di
yang melebihi rasio cakupan wilayah.
Dinas Kesehatan
Sementara untuk petugas lapangan KB
Kabupaten SBB.
dirasa masih kurang.
c) Jumlah Tenaga
Pelaksana Gizi
Semangat yang tinggi dalam
(TPG) baik di
menjalankan kegiatan pada kader
kabupaten maupun
kesehatan di posyandu, meski tidak
di puskesmas
ada insentif.

Output (3)
Beberapa laporan kegiatan tidak
ada dikarenakan pegawainya tidak
melaksanakan tupoksinya.
Pelayanan kesehatan di Kabupaten
SBB masih jauh dari harapan,
meskipun pemerataan fasilitas
kesehatan sudah hampir merata
namun cakupan tenaga kesehatan
masih kurang, demikian pula dengan
pemerataan tenaga kesehatan di
daerah.
Beberapa tenaga kesehatan tertentu
masih kurang dalam hal jumlah
maupun kualifikasinya.

220

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

a) Dana Pemda
(otonom)
b) Dana Bantuan
Provinsi

3. Pembiayaan

Komponen Input (1)


d) secara umum
sudah cukup.
Dengan lulusan
pendidikan D3
gizi dan sebagian
masih D1 gizi.
e) Dari segi jumlah,
tenaga bidan di
Kabupaten SBB
sudah mencukupi.
f) Tenaga Promosi
Kesehatan.
g) Kader Kesehatan di
Masyarakat .

Output (3)

Pembiayaan kegiatan yang rutin untuk Di Kabupaten Seram Bagian Barat,


program gizi bersumber dari BOK sejak
Promosi Kesehatan sebagai program
tahun 2010 hingga saat ini. Pembiayaan
promotif dan preventif yang berfokus
bersumber APBD sangat minim, bahkan
membangun perilaku sehat di
tahun 2010-2012 tidak ada sama sekali.
masyarakat lebih banyak dilakukan
oleh Puskesmas dengan dukungan

Proses (2)

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

221

a) Peralatan
Kesehatan
b) Obat-obatan
c) Sarana

4. Logistik

Komponen Input (1)


c) Dana Bantuan
Pusat

Proses (2)
Pembiayaan untuk program kesehatan
reproduksi di Seksi KIA Dinkes
Kabupaten SBB selama ini terutama
bersumber dari APBD kabupaten.
Kadang-kadang, ada juga bantuan
dari APBD Provinsi untuk menunjang
kegiatan. Sementara untuk tingkat
Puskesmas, pembiayaan berasal dari
dana BOK. Khusus untuk program
KB, secara keseluruhan pembiayaan
dilakukan bersama dengan BKKBN.
Alat-alat yang digunakan untuk
posyandu hanya alat timbang BB kain
(dachin), sebagian timbang badan
injak secara swadaya. Tidak ada alat
pengukuran tinggi/panjang badan.
Alat-alat kontrasepsi sering mengalami
keterlambatan distribusi, sehingga
sebagian besar masyarakat yang ingin
ber-KB harus melakukan KB Mandiri. Di
sisi lain, beberapa bidan memiliki
Secara cakupan, untuk K4 di
Kabupaten SBB sudah lumayan
(sekitar 70%). Sedangkan untuk
program KB, terjadi penurunan
jika dibandingkan tahun 2007.
Meskipun begitu, secara umum
sudah ada kesadaran untuk ber-KB
di masyarakat, kebanyakan jenis KB
Non-MKJP. KB MKJP yang banyak
diminati adalah implan. Sementara

Output (3)
yang minim dari Pemerintah
Daerah. Program berjalan dengan
hanya dukungan dari bantuan
Dana BOK. Peran Dinas Kesehatan
Daerah sebagai SKPD yang mewakili
Pemerintah Daerah masih dirasa
kurang.

222

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

5. Monitoring Evaluasi
a) Monitoring
Evaluasi dari
Dinas Kesehatan
Kabupaten
terhadap
Puskesmas
sebagai SKPD di
bawahnya.
b) Monitoring
Evaluasi dari

Komponen Input (1)

Petugas dari Dinas Kesehatan


Kabupaten sangat jarang melakukan
supervisi ke puskesmas-puskesmas.
Demikian juga kegiatan monev yang
mengundang pihak puskesmas dari

Monitoring dan evaluasi dari tingkat


provinsi masih bersifat sekedar
pengumpulan dan penjabaran
masalah, namun belum bisa memberi
solusi pada akar masalah di kabupaten.

Pencatatan dan pelaporan di puskesmas


masih berorientasi sekedar pelaporan
ke kabupaten. Pencatatan belum
dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi
kegiatan
puskesmas
selanjutnya.
Beberapa puskesmas yang berada di
kepulauan memiliki kendala geografis
dan dana dalam membawa laporan.
Teknologi komputer belum banyak
dimanfaatkan pada pencatatan di tingkat
puskesmas.

Proses (2)
Output (3)
pengetahuan yang terbatas dalam
untuk KEK pada WUS, belum ada
pemasangan alat KB MKJP.
program. Program KEK lebih pada
Peningkatan indikator perilaku
KEK ibu hamil.
kesehatan lebih banyak terkontribusikan Rasio Posyandu per desa di
dari sektor penunjang non kesehatan
Kabupaten SBB sebesar 2,42. Ini
yaitu meningkatnya perekonomian,
artinya, masih belum memenuhi
pembangunan sarana fisik terutama
kecukupan jumlah posyandu di
penyediaan sarana air bersih, dan
semua desa.
sektor pendidikan.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

223

Proses (2)
tiap bidang untuk berkumpul di
kabupaten tidak bisa dilakukan secara
reguler mengingat keterbatasan
anggaran yang dimiliki.

6. Lintas Sektor
Kerjasama lintas sektor masih terbatas
a) Ada beberapa
di kalangan pemerintah. Belum
peraturan tingkat
ada pelibatan sektor swasta dalam
provinsi dalam
menangani masalah gizi balita.
menangani kegiatan Tokoh masyarakat dan agama belum
secara lintas sektor,
banyak dilibatkan dalam memahami
seperti Keputusan
dan memecahkan masalah kesehatan
Gubernur Maluku
gizi balita.
No. 159 Tahun
Pelayanan ibu bersalin oleh tenaga
2002 tentang
kesehatan di fasilitas kesehatan masih
Pembentukan
menemui banyak kendala dan belum
Tim Pangan & Gizi
mendapatkan dukungan kebijakan baik
(TPG).
dari pemerintah kabupaten maupun
b) Instansi Pemerintah
pemerintah desa. Kemitraan dukun
c) Instansi Swasta
bayi dan bidan juga belum berjalan
d) Tokoh masyarakat dan
maksimal dan belum didukung oleh
Tokoh agama
kebijakan dari pemerintah daerah.

Komponen Input (1)


Dinas Kesehatan
Provinsi.

Belum ada peraturan legalitas yang


dikeluarkan baik oleh bupati
maupun kepala dinas kesehatan
yang mengatur diperlukannya kerja
lintas sektor.
Potensi pemberdayaan masyarakat
yang paling menonjol di Kabupaten
SBB yakni peran dari tokoh agama
dalam mempromosikan kesehatan.
Dalam praktik promosi kesehatan,
potensi ini masih belum tergali
optimal.
Belum ada kegiatan dan upaya untuk
melakukan promosi dan pencegahan
kasus balita gizi kurang dan buruk.
Penanganan kasus baru dilakukan
pada balita gizi buruk dan miskin,
dengan pemberian PMT pemulihan.

Output (3)

224

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Kesenjangan (4)
Peraturan undang-undang mengenai
pembiayaan kesehatan 10% dari APBD
di luar gaji pegawai masih belum
bisa diterapkan di Kabupaten SBB.
Komitmen dari pemerintah daerah untuk
mengentaskan masalah kesehatan dalam
bentuk dukungan anggaran APBD belum
secara penuh dan masih perlu mendapat
dukungan dana dari pusat dalam bentuk
BOK, JKN maupun sokongan anggaran
lainnya.
Pelaksanaan kebijakkan Gugus Pulau
dalam pelayanan kesehatan di Kabupaten
SBB oleh tenaga kesehatan di kabupaten
tidak dapat dijalankan karena tidak ada
dukungan peraturan setempat beserta
ketersediaan anggarannya.
Kendala Dinas Kesehatan SBB yang
terbesar dalam membentuk Desa Siaga
adalah pendanaan. Petugas program
kesulitan untuk turun ke

Komponen Input (1)

1. Regulasi
a. Peraturan tentang
Pembiayaan
Kesehatan
b. Regulasi tentang
Gugus Pulau
(Peraturan
Gubernur Maluku
No. 20 Tahun
2013)
c. Peraturan Derah
tentang Desa
Siaga

Usulan Mengatasi Kesenjangan (5)


Perbaikkan manajemen program
perencanaan anggaran di Dinas
Kesehatan Kabupaten SBB.
Perlunya tim advokasi anggaran
kesehatan yang akan mengawal
pembiayaan kesehatan di kabupaten
mulai dari perencanaan, pengusulan,
realisasi hingga pelaporan.
Pelaksanaan Desa Siaga dilaksanakan
secara bertahap sesuai kemampuan
dana. Berbekal peraturan daerah yang
sudah terbentuk sejak 2008, dinas
seharusnya mampu menggunakannya
sebagai dasar untuk memperjuangkan
anggaran dari level bagian perencanaan
sampai pembahasan di DPRD.
Dinas Kesehatan Kabupaten SBB perlu
memperjuangkan legalisasi aturan
KTR. Dalam prosesnya, instansi ini juga
perlu menjadi contoh bagi instansi lain
maupun instansi binaannya

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

225

d. Peraturan Daerah
tentang KTR

Komponen Input (1)

Usulan Mengatasi Kesenjangan (5)


dalam melaksanakan aturan KTR ini.
Perlu dibuat kebijakan internal yang
lebih kuat untuk melaksanakannya.
Diperlukan pendekatan yang tepat
untuk mengatur perilaku perokok tanpa
menyinggung hak perokok. Kebijakan
KTR perlu diterapkan secara bertahap,
dimulai dengan tetap menyediakan
area tertentu khusus untuk merokok.
Penekanan aturan diberlakukan
bagi para pemimpim instansi yang
mempunyai kebiasaan merokok. Mereka
diharapkan menjadi role model bagi
bawahannya dan para kolega perokok
lainnya dalam mengendalikan aktivitas
merokok saat bekerja.

Kesenjangan (4)
lokasi untuk melakukan advokasi dalam
pembentukannya. Ada beberapa kepala
puskesmas yang mau menggunakan dana
operasional BOK untuk menyiapkan Desa
Siaga di wilayahnya, namun tidak semua
puskesmas berkomitmen yang sama dalam
mewujudkan program ini.
Kebijakan KTR belum didukung oleh
peraturan yang resmi. Kebijakan internal
pimpinan juga belum sepenuhnya ditaati
oleh personal instansi kesehatan setempat.

226

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Kesenjangan (4)
Anggaran kegiatan untuk Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB yang bersumber dari APBD
cenderung turun dari tahun ke tahun.
Dinas kesehatan sebagai pengelola,
penyedia, sekaligus pembina atas
pengadaan dan pengaturan SDM seakanakan tidak berdaya menyediakan tenaga
kesehatan dan non kesehatan sesuai
kebutuhan institusi (dinas, puskesmas,
dan jaringannya), bahkan di dinas banyak
formasi jabatan struktural yang kosong,
tambal sulam.
Penempatan SDM sangat bergantung pada
personal (bupati) bukan sistem, sehingga
secara tidak langsung kinerja pegawai
diperuntukkan melayani atasan bukan
melayani masyarakat.

Komponen Input (1)

2. SDM
a) Peraturan Daerah
Provinsi Maluku
No. 2 Tahun 2014
tentang Sistem
Kesehatan Daerah
Bab VI Sub Sistem
SDM Kesehatan.
b) Tidak ada SDM
yang memiliki
keterampilan
Perencana &
Bendahara
secara khusus di
Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB.
c) Jumlah Tenaga
Pelaksana Gizi
(TPG) baik di
kabupaten
maupun di

Diperlukan pelatihan khusus tenaga


perencana & bendahara yang diikuti
kegiatan pendampingan secara
komprehensif mengenai perencanaan &
penganggaran.
Perlu dibentuk tim daerah yang
melibatkan dinas kesehatan untuk
mengatur, menyediakan & membina
SDM di tingkat kabupaten. Selama
ini Badan Kepegawaian Daerah yang
memiliki wewenang penuh dalam
pengaturan SDM di tingkat kabupaten,
sehingga kurang terjadi kesesuaian
antara yang disediakan dengan yang
dibutuhkan.
Perlu dibuat peraturan secara legal
yang dikeluarkan bupati untuk
mengakomodasi pengaturan tenaga
SDM di bidang kesehatan.

Usulan Mengatasi Kesenjangan (5)

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

227

a) Dana Pemda
(otonom)
b) Dana Bantuan
Provinsi
c) Dana Bantuan
Pusat

3. Pembiayaan

puskesmas secara
umum sudah
cukup. Dengan
lulusan pendidikan
D3 gizi dan seba
gian masih D1 gizi.
d) Dari segi jumlah,
tenaga Bidan di
Kabupaten SBB
sudah mencukupi.
e) Tenaga Promkes
f) Kader Kesehatan
di masyarakat

Komponen Input (1)

Alokasi pembiayaan kesehatan bersumber


dari APBD kabupaten yang tidak sampai
4% dan berada di peringkat tujuh
dibandingkan dengan alokasi anggaran
SKPD yang lain menunjukkan bahwa
bidang kesehatan kurang mendapat
perhatian dari Pemda Kabupaten SBB.

Kesenjangan (4)

Perlunya dukungan anggaran


pembiayaan di bidang kesehatan baik
bersumber APBD kabupaten, APBD
provinsi, maupun APBN.
Memaksimalkan peran Musrenbang
dalam mengadvokasi program
kesehatan yang mendukung indikator
IPKM.

Usulan Mengatasi Kesenjangan (5)

228

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

a) Peralatan
Kesehatan
b) Obat-obatan
c) Sarana

4. Logistik

Komponen Input (1)

Kesenjangan (4)

Penyediaan alat-alat kesehatan dan obatobatan di masyarakat sering kurang.


Pemenuhan kebutuhan logistik belum
terencana sesuai prioritas kebutuhan
masyarakat .

Dinas kesehatan kabupaten dalam


mengalokasikan anggaran masih
menitikberatkan kepada pembangunan
fisik dan belum berprioritas kepada
program-program indikator IPKM yang
dapat meningkatkan pencapaian MDGs di
bidang kesehatan.
Setiap pemegang dan pelaksana
program dituntut untuk menganalisis
masalah kesehatan di tingkat kabupaten
sehingga program, alokasi anggaran,
dan distribusi logistik tepat sasaran.
Distribusi logistik dilakukan dengan
pemahaman situasi lapangan dilihat dari
masukan dan laporan pelaksana tenaga
kesehatan di tingkat desa.
Peningkatan kualitas dan kuantitas
Desa Siaga dengan mengkoordinasikan
aparatur desa sehingga kegiatan UKBM
dapat berjalan.

Usulan Mengatasi Kesenjangan (5)

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

229

Proses kerja yang dilakukan belum


sistematis dalam sebuah desain kerja yang
rapi. Sistem kerja masih bersifat individual,
tergantung pada siapa pelaksana fungsi
organisasi tersebut.

5. Monitoring Evaluasi
(Monev)
a) Monitoring
Evaluasi dari
Dinas Kesehatan
Kabupaten
terhadap
Puskesmas
sebagai SKPD di
bawahnya.
b) Monitoring
Evaluasi dari
Dinas Kesehatan
Provinsi

Sistem kerja yang berkesinambungan


dari para pelaksana program di lapangan
sampai dengan para pembuat kebijakan
di level vertikal perlu diperkuat.

Usulan Mengatasi Kesenjangan (5)

Kondisi internal organisasi kesehatan


Kapasitas personal dalam sumber daya di tingkat kabupaten sebagai daerah
individu yang kurang merata membuat otonom memerlukan kepemimpinan
organisasi juga bekerja kurang optimal.
yang kuat sehingga mempunyai visi dan
misi yang jelas sekaligus langkah-langkah
Proses Monev berjalan tidak optimal, yang sistematis dalam mewujudkan visi
tidak bersifat timbal balik dalam hubungan misi tersebut.
vertikal organisasi. Kegiatan pencatatan
dan pelaporan hanya dilakukan sebatas Monev memerlukan proses pengawalan
menyelesaikan proses administrasi, itu oleh supervisor kepada pelaksana
pun belum bisa berjalan dengan rutin. Di program dalam mengeksekusi kebijakan
satu sisi, data-data yang dilaporkan kurang di tingkat masyarakat. Arus informasi
lengkap sehingga riskan untuk dipakai bolak balik dari atas ke bawah maupun
sebagai dasar menentukan kebijakan sebaliknya sangat penting sehingga
evaluatif. Di sisi lain, penerima laporan program yang dilaksanakan berjalan dan
tidak bisa membuat tindak lanjut berupa mendapat feedback yang berguna untuk
pembuatan kebijakan yang berbasis data.
melakukan perbaikan-perbaikan dalam

Kesenjangan (4)

Komponen Input (1)

230

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

6. Lintas Sektor
a) Ada beberapa
peraturan tingkat
provinsi dalam
menangani
kegiatan secara
lintas sektor,
seperti SK
Gubernur

Komponen Input (1)

Permasalahan gizi makro dan mikro


semakin banyak, hanya kasus gizi buruk
yang berada di permukaan terangkat oleh
media local.

Bidang kesehatan berjalan sendiri, di


luar kesehatan yang berhubungan secara
tidak langsung seperti bidang Pertanian,
Perkebunan, Sanitasi, dan lainnya berjalan
sendiri-sendiri.

Melakukan diskusi/pertemuan langsung


lintas sektor di tingkat kabupaten,
bukan hanya jika ada kasus, sejak
dalam perencanaan kegiatan hingga
monev, guna memperkuat kerjasama
lintas sektor di berbagai bidang yang
berhubungan dengan kesehatan, seperti
perilaku kesehatan masyarakat, gizi ibu
& balita, promosi kesehatan.

Usulan Mengatasi Kesenjangan (5)


pelaksanaan program selanjutnya. Peran
supervisor sangat krusial karena harus
mampu memotivasi para pelaksana
program di lapangan untuk bekerja
optimal. Mereka juga dituntut untuk
mampu memberikan arahan-arahan yang
solutif untuk memastikan pelaksanaan
program bisa dilakukan dengan baik oleh
para pelaksana lapangan. Dalam hal ini,
kuncinya adalah penempatan personil
dengan kualifikasi lebih yang diberi
peran sebagai supervisor.

Kesenjangan (4)
Data-data yang terkumpul dari hasil kerja
para pemegang program di lapangan
hanya menjadi pajangan dan belum
menjadi dasar acuan untuk membuat
kebijakan lanjutan. Hal ini membuat para
pemegang program menurun semangatnya
untuk membuat laporan yang valid.
Dalam pikirannya sudah tercetus bahwa
data tersebut tak lebih sebatas laporan
administrasi saja sehingga proses yang
dilaksanakan juga sekedarnya saja.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

231

Maluku
159/2002
tentang
Pembentukan
Tim Pandan &
Gizi (TPG).
b) Instansi
Pemerintah
c) Instansi Swasta
d) Tokoh
masyarakat dan
Tokoh agama

Komponen Input (1)

Kesenjangan (4)

Menjabarkan peran dan tugas masingmasing lintas sektor sesuai kemampuan


sektor dan perlunya legalitas peraturan
untuk menguatkan kerjasama tersebut.

Usulan Mengatasi Kesenjangan (5)

Daftar Pustaka

Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Rencana Strategis Dinas


Kesehatan Provinsi Maluku Tahun 2008-2013, Ambon,
2009.
Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat, Rencana
Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat
Tahun 2006-2011, Piru, 2007.
Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat, Rencana Pem
bangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Seram
Bagian Barat Tahun 2012-2016, Piru, 2013.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Anonim. 2013. Peran Pemerintah Daerah dalam Implementasi
Sistem Jaminan Sosial Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Diakses
melalui:
(http://www.kemendagri.go.id/
article/2013/12/03/peran-pemerintah-daerah-dalamimplementasi-sistem-jaminan-sosial-jaminan-sosialnasional-sjsn). Tanggal 09 Maret 2015.
Dispen Lantamal IX, 2012. Bakti Sosial Tim Kesehatan Lantamal
IX Bersama Diskes Provinsi Maluku di Pulau-Pulau Terluar.
Diakses melalui: (http://lantamal9.koarmatim.tnial.mil.id/
BERITA/tabid/63/articleType/ArticleView/articleId/275/
Default.aspx), Tanggal: 13 Maret 2014.
Peraturan Gubernur Maluku Nomor 20 tahun 2013 tentang Regio
nalisasi Sistem Rujukan Gugus Pulau Provinsi Maluku.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

233

Oktarina, Sugiharto M. 2011. Pemenuhan Kebutuhan Tenaga


Kesehatan Penugasan Khusus dan Tenaga PTT di Daerah
Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) Tahun 2010.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 14 No.3, Hal:
282-289. Juli 2011
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku, Peta
Wilayah Pengembangan (Gugus Pulau) Provinsi Maluku.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Maluku Tahun 20072027.
Depkes RI, 2008a. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/
Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Jakarta.
Rumah Sakit Umum Piru, 2012. Profil Rumah Sakit Umum Piru
Tahun 2012. Piru, 2012.
Rukmini, Rosihermiatie B, Nantabah Z, 2012. Ketersediaan dan
Kelayakan Ruangan Pelayanan Puskesmas Berdasarakan
Topografi, Demografi dan Geografi di Indonesia. Buletin
Penelitian Sisitem Kesehatan, Vol. 15, No. 4, Hal. 408-417.
Oktober 2012
Suharmiati, Laksono AD, Astuti WD. 2013. Review Kebijakan
Tentang Pelayanan Kesehatan Puskesmas di Daerah
Terpencil Perbatasan. Buletin Peneltian Sistem Kesehatan,
Vol. 16, No. 2, Hal: 109-116. April 2013
Saifuddin, Abdul Bari, 2009, Kematian Ibu dan Perinatal dalam
Ilmu Kebidanan, Sarwono Prawirohardjo (ed.) Jakarta: PT
Bina Pustaka, 2009

234

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2014. Indeks


Pembangunan Kesehatan Masyarakat 2013. Tim Penyu
sun, Jakarta, 2014
Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2014, Profil Kesehatan Provinsi
Maluku tahun 2013
Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 2011, Laporan
Program KIA Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2010
Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 2012, Laporan
Program KIA Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2011
Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 2013, Laporan
Program KIA Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2012
Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 2014, Laporan
Program KIA Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2013
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Pedoman
Pelayanan Antenatal Terpadu, Terdapat di http://www.
kesehatanibu.depkes.go.id
Carole H. Browner & Carolyn F. Sargent, Anthropology and
Studies of Human Reproduction, dalam Medical
Anthropology, Contemporary Theory & Method (Revised
Edition), Caroyln F Sargent & Thomas M. Johson (ed.),
London : Preager Publisher, 1996.
George M. Foster & Barbara Gallatin Anderson, Antropologi
Kesehatan, Jakarta: UI Press Jakarta, 1986
Notoatmodjo, Soekidjo, Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasi.
Jakarta, PT Rineka Cipta, 2010.
Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Laporan Bidang Pemberdayaan
dan Promosi Kesehatan tahun 2014.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

235

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/


Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat.
Kelompok Kerja Pengendali Program Penanggulangan Kemiskinan
Berbasis Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri, Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K),
2011. Daftar Lokasi dan Alokasi Bantuan Langsung
Masyarakat PNPM Mandiri TA 2011. Dapat diakses dari:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&sour
ce=web&cd=2&ved=0CCEQFjAB&url=http%3A%2F%2Fpsfl
ibrary.org%2Fcatalog%2Frepository%2FDAFLOKPNPM201
1.pdf&ei=CzkRVfOzKMO7mQXQ8YHYBg&usg=AFQjCNE7g
mcsIqI_WYxzZvepe8-jPEA6xQ&sig2=4AqT7a31YkLROxoNw
gy1GA&bvm=bv.89184060,d.c2E
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008,
Laporan Nasional Riskesdas 2007.
BPS Kabupaten Seram Bagian Barat, 2014, Kecamatan Kairatu
Barat Dalam Angka 2014
Kementerian Kesehatan RI, 2014, Petunjuk Teknis Bantuan
Operasional Kesehatan 2014.
Laporan Kegiatan Tahunan Puskesmas Kairatu Barat tahun 2014
Kementerian Kesehatan RI, 2011, Promosi Kesehatan di Daerah
Bermasalah Kesehatan Panduan bagi Petugas Kesehatan
di Puskesmas.
Laporan Program Promosi Kesehatan Puskesmas Kairatu Barat
tahun 2011 dan 2012
Keputusan Menkes No 1114/MENKES/SK/VII/2005 tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah

236

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

Google Maps, Peta Lohiatala, diakses melalui: https://www.


google.com/maps/place/Lohiatala,+West+Kairatu,+W
est+Seram+Bagian+Regency,+Maluku,+Indonesia/@3.2391904,128.3813984,13z/data=!3m1!4b1!4m2!3m1!1s
0x2d6c6b9514244be9:0xb30ec07ff8013a
Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat, 2014,
Kabupaten Seram Bagian Barat dalam Angka Dalam
Angka 2014 Seram Bagian Barat in Figures 2014.
Anonim, 2013, Profil Desa Waihatu Kecamatan Kairatu Barat
Kabupaten Seram Bagian Barat, diakses melalui: Desa
Waihatu.blogspot.com/2013/10/profil_desa.html
Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat, 2014,
Kecamatan Taniwel Dalam Angka 2014
Anonim, 2007, Makna Misi Gereja dalam Kesehatan, e-JEMMI
No. 41 Vol. 10/2007, Diakses melalui: http://misi.sabda.
org/edisi-e-jemmi/e-jemmi-no41-vol102007.

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

237

Index
advokasi - 31, 78, 80, 166-167,
213, 224-225
AIDS - 26, 180
akses - 4, 6, 8, 22, 32-33, 52, 62,
82, 87, 95, 97-99, 117, 119,
137-139, 143, 173, 186, 201
Amalatu -
17, 94, 96, 100,
106, 108, 112
analisis - 79, 194
anggaran - 24, 28-32, 34-35,
53-55, 77-80, 91-92, 94,
115, 127, 129, 132-134, 145,
158, 161-164, 168-169, 175,
178, 203, 216, 218, 223-224,
226-228
APBD - 28-31, 54, 58, 77, 79,
92, 115, 123, 133, 157, 162,
175, 177, 184, 196, 216-217,
220-221, 224, 226-227
APBN - 29, 227
ASI - 66, 73, 179
askeskin - 47, 122
BAB - 44, 48, 81, 159, 161, 174,
193-195, 202
bantuan - 29, 59, 65, 75-77, 114,
122, 133-134, 157, 161, 168,
170, 177, 187-189, 195, 202,
212-213, 220-221, 227, 236
BGM - 6, 25
Bidan - 83, 85, 103, 108, 118,
133, 136-138, 140-141, 147148, 150, 227
BKD - 9, 76, 151

BKKBN - 9, 34, 129, 145, 147,


149-150, 152, 157, 221
BOK - 29, 32, 60-61, 65, 79, 124,
134-135, 143, 145, 157, 161,
177-178, 194, 196, 203, 212,
216, 220-221, 224-225
BPS - 10-11, 19, 49, 82, 93, 9596, 104, 110-111, 176, 180,
197, 199, 202, 204, 236
Buang Air Besar - 159
Buano Selatan - 90, 98, 112, 137
DAK - 29, 142
DBK - 9, 11-12
Desa - 9, 33-34, 62-63, 65, 100,
108, 114-115, 120, 137-138,
140, 150-151, 163, 165-166,
170, 175-177, 186-189, 197202, 210-211, 218, 224-225,
228, 237
Desa Siaga - 165-166, 177, 200,
218, 224-225, 228
Dinkes - 32, 82-83, 131, 133,
140-142, 149, 152-153, 157,
221
Distribusi - 158, 228
Dokter 103, 106
Dukun bayi - 6, 37
Ekonomi - 10, 12, 163, 173
Elpaputih - 17-18, 52, 86, 90, 9697, 100, 106, 108, 112, 137
Evaluasi - 77, 133, 141, 222, 229

239

faskes - 5, 41, 43, 109, 116


FHC - 83-84
FMS - 83-84
Gizi - 5-6, 26, 34, 49-50, 52-53,
57, 60-61, 64, 68, 71, 78-79,
99, 101, 129, 135, 140, 153154, 219, 223, 226, 231
GK - 10
HDI - 1
HIV AIDS - 180
Huamual - 17, 90, 94, 96, 100,
106-108, 112
Huamual Belakang - 17, 90, 94,
96, 100, 106-108, 112
Huamual Depan - 96, 100, 106108, 112
ibu hamil - 5, 46, 129
ideal - 109, 148, 151
IFAD - 76
Iha - 90, 137
imunisasi - 5, 39-40, 58, 62-63,
73-74, 84, 131, 135
Inamosol - 17, 52, 90, 96, 100,
106, 108, 112, 199
indeks - 1, 15, 38-39, 41-46, 48,
159, 161, 235
indikator - 1-4, 7, 15, 21, 24-26,
38-48, 102, 107, 109-110,
127-129, 146, 153, 159, 161,
178-179, 185, 212, 215-216,
222, 227-228
individu - 156, 159-160, 229
informan - 9, 53-55, 78, 132
informasi - 7-8, 23, 26, 51, 70,
117-118, 163, 168-169, 175,
193, 204, 209-210, 229

240

inovasi - 84
IPKM - 1-3, 7, 10-12, 15, 25-26,
38-48, 50, 102, 107, 109,
127-129, 146, 153, 159, 215,
227-228
IPM - 1
ISPA - 5, 38
IUD - 6, 143-144, 146-148
jamban - 42, 48, 159, 161, 173174, 179, 181, 187, 193-195,
202
JKN - 32, 122-124, 134-135, 177,
224
K4 - 5, 25, 39, 41, 46, 127-132,
141, 157, 221
kader - 9, 34, 56-60, 64-65, 7072, 74-75, 80, 101, 118, 140,
145, 151, 166, 168, 170-171,
201, 219-220, 227
Kairatu - 9, 17-18, 61-62, 65-67,
73-74, 86, 90, 94-97, 100,
106-108, 112, 117-119, 121,
130, 134, 137, 139-140, 145,
149, 154, 176-182, 184-186,
189-193, 196-198, 203-207,
209-210, 236-237
Kairatu Barat - 9, 17, 61-62, 6567, 73-74, 90, 95-97, 100,
106, 108, 112, 117-119, 121,
130, 134, 137, 139-140, 145,
149, 154, 176-182, 184-186,
189-193, 196-198, 203-207,
209-210, 236-237
KB - 5-6, 25, 34, 84, 122, 128129, 133, 135, 139, 143-152,
157-158, 178, 219, 221-222
Kecamatan - 4, 9, 16, 18, 33,
35-36, 61, 65, 68-70, 72-73,

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

86, 90, 94, 96, 100, 106-108,


112, 118-121, 130, 138,
150-151, 155, 176-177, 180,
184-185, 190-191, 193, 196197, 199-203, 205-207, 210,
236-237
kegiatan - 178
KEK - 39, 41, 127-129, 140, 153154, 157-158, 222
kematian - 5, 7, 25-26, 110, 118,
143, 234
kepulauan - 3, 17, 22-23, 61, 80,
82, 84-86, 89-90, 97-98, 106,
136, 143, 158, 164, 216-217,
222, 234
Kepulauan Manipa - 17, 106
kesehatan - 6, 9, 11, 23, 34, 41,
81, 96, 110, 121, 168, 177,
204, 216
Kesehatan Reproduksi - 8, 34,
39, 41, 127-129, 145-146,
154, 158
kesimpulan - 124, 156, 212
keterampilan - 226
KIA 5, 32, 106-108, 111, 113,
115-116, 129, 132-136, 140142, 144, 153, 157, 221, 235
kinerja - 62
KN - 5
kondisi - 184
KTR - 164, 167, 218, 224-225
LILA - 53, 131, 153
linakes - 47
Luhu - 90, 112, 137
Manipa - 17, 84, 90, 96, 100,
106, 108, 113
manual - 198

masyarakat - 3-4, 7-8, 51, 56-57,


72, 91, 93, 99, 159, 220, 228
matriks - 217
MCK - 187, 201
menggosok gigi - 42, 159, 189191
merokok - 42, 159, 161, 165,
167, 179-180, 192-193, 208209, 225
miskin - 12, 47
MKJP - 6, 39, 41, 46, 127-129,
143-144, 146-149, 157-158,
221-222
monev - 141-142, 152, 222,
229-230
MOP - 6, 143-144, 147-148
MOW - 6, 143-144, 147-148
Musrenbang - 227
nakes - 5-6, 41-43, 47, 110, 158
narkoba - 180
nasional - 2, 9-10, 26-27, 32,
60, 79, 122-124, 128, 136,
153, 173, 177, 217, 233, 236
observasi - 167, 175, 197, 202
online - 83-84
P2KP - 75
pantangan - 66, 129
partisipasi - 146, 150-151, 195
PDBK - 11-12
PDT - 187
pelaporan - 53, 57, 61-62, 80,
129, 141-143, 152-154, 222,
224, 229
pembangunan - 1, 3-4, 9, 22-28,
31, 34, 38, 85, 87, 94, 102,
129, 159, 161, 163, 166,
171, 173-174, 187, 195,

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

241

201-202, 204, 212, 218, 222,


228, 233-235
pembiayaan - 21, 23, 26, 29, 32,
53, 79, 132, 144, 157, 177,
203, 218, 220-221, 224, 227
Pemda - 220, 227
pemicuan - 179, 194-195
pemukiman - 186, 197-198
pencatatan - 53, 57, 61, 69, 80,
136, 154, 222, 229
pendamping - 37, 65-66, 73
pendataan - 9, 36, 154, 180,
184, 190, 193, 196
pendekatan - 23, 85, 98-99, 141,
215, 225
pendidikan - 1, 29-30, 51-52,
79, 102, 136, 175, 181, 190,
201, 203-205, 207, 212, 215,
220, 222, 227
penduduk - 10, 17-19, 21-23,
36-37, 42, 49, 56, 62-63, 65,
69, 74, 76, 82, 87, 97, 102104, 106-107, 109, 122, 138,
156, 173, 175-177, 185, 196197, 200, 203, 211, 216
penduduk miskin - 10, 21, 173
peneliti - 8, 13, 59, 64, 68-69,
71-72, 97, 115, 130, 144,
156, 167, 174, 188, 197
penelitian - 8, 44, 109, 128, 175,
182, 192, 197, 201, 234-236
pengamatan - 8, 51, 62-63, 109,
111, 114, 166, 192
pengembangan - 27, 38, 41, 43,
85, 109, 128, 135, 234-236
pengetahuan - 74, 102, 158-160,
170-171, 174-175, 203, 222
Penggalangan Mitra - 167
penimbangan - 5, 39-40, 45-46,

242

57-60, 63-65, 70-71, 190


penyakit - 5, 7-8, 23, 25-26, 3739, 105, 172, 178, 180, 191,
193-194, 196
penyakit menular - 5, 7, 39
penyakit tidak menular - 39, 178
peraturan - 11, 85, 87-89, 91,
93, 98, 122, 124, 164, 167,
218-219, 223-226, 230-231,
233
perawat 4, 21, 23, 33, 83, 99,
105-106, 168, 177, 181, 201
perawatan - 25, 67, 89, 93
perempuan - 18, 120, 127, 129,
152-154, 198, 205, 207
perilaku - 5, 7-8, 38-39, 42, 44,
48, 73, 159-161, 165-166,
171, 173-176, 179, 181, 184185, 190, 192-196, 199, 203,
205-210, 212-213, 215, 220,
222, 225, 230
peringkat - 3, 29, 127, 227
persalinan- 5-6, 25, 33, 35,
41-43, 47, 107, 109-113,
115-122, 133, 138-139, 151,
179, 216
perspektif - 7
perubahan - 38, 55, 155, 166,
181, 185, 189, 201
PHBS - 5, 7-8, 48, 165, 170-171,
179-180, 184, 201, 203
Piru - 16, 24, 68, 88, 90-94,
103-104, 106, 112, 137, 165,
186, 233-234
PKPR - 178-180
PMT - 34, 58-59, 65, 71, 75, 79,
223
PNPM - 173-174, 201-202, 236

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

PNPM Mandiri - 173-174, 201202, 236


POA - 134, 178-179, 183
Polindes - 4, 100, 178
polindes - 4, 7, 53, 98-100, 109110, 177-178, 200, 216
PONED - 25, 89
positif - 12, 135, 166, 174-175,
181, 183, 185, 215
poskesdes - 4, 7, 34, 74, 98-100,
110, 145, 165, 168, 178, 200
posyandu - 4-5, 34-35, 42-43,
46, 52-53, 56, 58-60, 62-64,
69, 71, 73-75, 79-80, 99,
101, 124, 130, 140-141, 166,
170-171, 178, 181, 200, 219,
221-222
potensi - 15, 27, 49, 75, 201,
210, 212-213, 219, 223
prasarana - 4, 6, 25, 33-34, 50,
91, 109, 136, 160, 173, 215216
prevalensi - 23, 39-41, 45, 127,
153, 159
preventif - 7, 60, 91, 93, 123,
161, 166, 177-178, 212-213,
220
program - 2, 7-9, 26-28, 30-32,
34, 38, 50-51, 53-58, 60-61,
70-71, 76-80, 83-84, 94, 99,
101, 109-110, 113, 115-116,
123-124, 127, 129-130, 132136, 140-147, 149, 152-154,
157-158, 161-162, 164-168,
170-175, 177-181, 183, 189191, 194, 196-197, 200-206,
208, 210, 212-213, 216, 218,
220-222, 224-225, 227-230,
235-236

Promkes - 140, 168-169, 203,


210, 227
promotor - 166
proporsi - 6, 41-44, 55, 102, 134,
136, 178
PSE - 9-12
Puskesmas - 4, 9, 22, 25, 33, 36,
52, 59, 61-62, 66, 68-71, 84,
88-91, 93-98, 112, 116-117,
122-123, 134-137, 139-140,
142, 145-146, 149, 154, 157,
161, 171-172, 177-186, 189190, 192-193, 196-197, 203,
207, 209-210, 212, 220-222,
229, 234, 236
Pustu - 4, 22, 91, 93-94, 96
rasio - 18, 22-23, 33, 82, 101102, 104, 106-108, 124, 136,
157, 177, 219, 222
rehabilitatif - 7, 91, 177
Rekomendasi - 80, 158
rencana strategis - 15, 233
risiko - 110, 130, 196
Riskesdas - 173, 236
RPJMD - 25-30, 92
RPK - 134, 145, 178
rujukan - 26, 62, 83-85, 87-89,
91-93, 106, 118, 122, 124,
233
Rumah Sakit - 4, 22, 88, 91, 103,
122, 234
sanitasi - 7, 186, 191, 194, 230
sarana - 4, 6, 21, 23, 25, 33-34,
50, 61, 82, 91, 94, 96, 102103, 136, 160, 165, 173-175,
181, 187-189, 195, 197, 200-

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

243

201, 212, 215-216, 221-222,


228
Saryankes - 96
SBB - 2-4, 7-12, 15-22, 24-35,
37-39, 41-53, 55, 57-58,
60-61, 65-66, 68, 72, 76-79,
81, 84, 86, 89-101, 103-104,
106-112, 115, 118, 122-125,
127, 129-137, 140, 146-149,
152-153, 156-162, 164-165,
169, 173-176, 197, 200, 203204, 212, 215-224, 226-227
SDITK - 133
sekolah - 145, 178-181, 183,
189-191, 193, 197, 201, 207,
211
Seram Barat - 17, 86, 91, 94, 96,
100, 106, 108, 163, 199
sikap - 3, 73, 159, 165, 175, 183,
209-210
sinergi - 210
sistem - 23, 26-27, 31, 50, 79,
82-83, 85, 87-89, 91, 142,
152, 159, 162, 165-166, 196,
217, 219, 226, 229, 233-234
SMS - 83-84, 143
Sosial Ekonomi - 10, 12
sosial - 9-10, 12, 37, 84, 128,
163, 179, 185, 203-204, 208,
233
standar - 11, 26, 29, 81, 102,
114, 234
status gizi - 58, 65, 73, 155
STBM - 7, 194
sumber air - 38, 173
sumber daya - 4, 8, 22-23, 25,
31, 49-50, 53, 61, 77, 91,
102, 136, 139, 152, 157, 229
survei - 10, 203

244

surveilen - 99
SUSENAS - 10
susu formula - 73
swasta - 24, 80, 82, 110, 121,
223, 231
Tahalupu - 90, 137
Talaga Kambelo - 90, 136-137
Tanah Goyang - 90, 112, 117,
137
Taniwel - 9, 16-17, 33, 35-36,
59, 68-71, 86, 90, 94, 96-97,
100, 106, 108, 113-115, 117121, 137-138, 146, 149, 151,
154-155, 199-203, 237
Taniwel Timur - 17, 68, 96, 100,
106, 108, 113, 199
target - 23, 25, 57, 165
teknologi - 80, 163, 209, 222
tenaga kesehatan - 4, 15, 21-22,
25, 32-33, 35-36, 41, 47, 51,
56, 58, 74-75, 82-85, 92,
96, 99, 102-105, 107-111,
117-119, 121, 125, 146, 177,
179, 201, 216, 219, 223-224,
226, 228, 234
Tomalehu - 90, 94, 112-113,
117, 137
TP - 29
UKBM- 4, 56, 91, 99, 166, 178,
228
UKL - 178
UKP - 178
UKS - 179-180, 189-191, 201
umur harapan hidup - 1, 23
Uwen Pantai - 68, 90, 113, 117,
137

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

wilayah - 4, 6, 8-12, 15-18, 22,


31, 33, 57, 59, 62, 66, 68-71,
81-91, 97-98, 103, 105, 108,
116, 135, 137, 139, 141-142,
157-158, 160, 164, 171,
176-178, 180, 183, 185-186,
190-191, 194-195, 199-201,
205-206, 219, 234
WUS - 39, 41, 127-129, 153-154,
157-158, 222

Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat

245

Anda mungkin juga menyukai