Anda di halaman 1dari 32

BAB I PENDAHULUAN DIABETES MELITUS Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum Masehi.

Pada Papyrus Ebers di'Mesir 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda banyak kencing. 200 tahun kemudian. Aretaeus menamai penyakit itu diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempal lain. Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Sejak itu nama penyakit itu ditambah dengan kata nwllitus (mcllhus - madu) yang dieja menjadi satu huruf. Kemudian akhirnya pada abad 20, pada tahun 1921 dunia dikejutkan dengan penemuan insulin oleh seorang ahli bedah muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best asistennya, untuk penemuan itu pada tahun 1923 hadiah Nobel diserahkan pada mereka. Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Klasifikasi atau jenis diabetes ada bermacam-macam. Tapi di Indonesia yang paling banyak ditentukan adalah DM tipe 2. Jenis diabetes yang lain ialah DM. tipe 1, Diabetes kehamilan/gestasional (DMG) dan diabetes tipe lain. Ada juga kelompok individu lain dengan toleransi glukosa abnormal tetapi kadar glukosanya belum memenuhi syarat masuk ke dalam kelompok DM, disebut toleransi glukosa terganggu (TGT) Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal. Kesulitan diagnosis timbul karena kadang dia datang tenang dan bila dibiarkan akan menghanyutkan pasien dalam komplikasi fatal; Oleh karena itu mengenal landa-tanda awal penyakit ini menjadi sangat penting. Di Indonesia penyandang DM tipe 1 sangat jarang. Ini mungkin karena Indonesia terlelak di katulisliwa atau barangkali faktor genetiknya memang tidak menyokong, tetapi mungkin juga karena diagnosis DM tipe I yang terlambat hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis. Dari angka prevalensi tampak bahwa makin jauh letak suatu negara dari katulistiwa makin tinggi prevalensi DM tipe 1-nya. Kekurangan asam aspartat pada posisi 57 dari rantai HLA-DQ-beta menyebabkan orang itu menjadi rentan (susceptible} terhadap timbulnya DM tipe 1. Diabetes melitus tipe 2 meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes, faktor lingkungan sangat berperan. Di beberapa negara yang mengalami perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya karena memang mereka lebih makmur, kekerapan diabetes bisa mencapai 35%. Hal ini dapat dilihat pada studi Wadena bahwa secara genetik mereka sama-sama kulit putih, tetapi di Eropa prevalensinya lebih rendah. Di sini jelas karena orang-orang di Wadena lebih gemuk dan hidupnya lebih santai. Menurut penelitian epidemiologi yang lelah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan diabetes sekitar 1,5-2,3% kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6%. Berdasarkan pola

pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan lahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8.2 juta pasien diabetes. Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Assosiation (1997) sesuai anjuran perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah : Diabetes tipe 1 (destruksi sel B ), umumnya menjurus ke definisi insulin absolut : Autoimun Idiopatik Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan risestensi insulin disertai definisi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin) Diabetes tipe lain Defek generik fungsi sel B Maturity Onset Diabetes Of The Young (MODY) 1,2,3 DNA mitokondria Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Pankreatitis Tumor / pankreatektomi Pankreatopati fibrokalkulus Endokrinopati : Akromegali, Syndrom Cushing, Feokromositoma dan hipertiroidisme. Karena obat / zat kimia. Vacor, pentamidin, asam nikotinat Glukokortikoid, hormon tiroid Tiazid, dilatin, interferon , dll. Infeksi : Rubela kongenital, sitomegalovirus. Penyebab imunologi yang jarang ; antibodi ; antiinsulin. Syndrom generik lain yang berkaitan dengan DM : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, dll. Diabetes Melitus Gestasional (DM)

BAB II TINJAUAN KASUS 2.1 IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Wagirah Jenis kelamin : Perempuan Umur : 65 tahun Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Alamat : Jl. Raya Ciracas RT 10/RW 02, Kel.Ciracas, Depok Tgl masuk RSSM : 2 Mei 2011 pukul 06.30 ANAMNESIS (Autoanamnesis & Alloanamnesis) a. KeluhanUtama : tidak sadar dan kejang-kejang 7 jam SMRS Sentra Medika b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mulai tidak sadar dan kejang- kejang mulai pukul 23.00 lalu keluarga membawa pasien ke RS Pasar Rebo pukul 00.30. Karena ICU RS Pasar Rebo penuh pasien dibawa ke IGD RS Sentra Medika pukul 06.30 dalam keadaan masih tidak sadar.3 jam sebelum tidak sadar pasien mengeluh ada sedikit rasa mual, tetapi tidak muntah, tidak ada sakit kepala, tidak ada gelisah dan tidak ada rasa sesak nafas. c. Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes 10 thn yang lalu, pasien pertama kali dirinya DM pada waktu mau operasi myelektomi. Pasien mengaku tidak memakai obat dari dokter 1 tahun yang lalu dan memakai obat alternatif, karena jika pakai insulin pasien diare terus. Pasien mengaku tidak pernah ke dokter dan tidak menjaga pola makannya. (+) Cacar (+) Cacar air (-)Disentri (-) Hepatitis (-) Malaria (-)Hipertensi (-) Difteri (+) Campak (-) Tifus (+)Influenza (-) Demam rematik (+)Tonsilitis (-) Kolera (-) Skrofula (-) Alergi (-) Batuk rejan (-) Batu ginjal (-) Asma (+) Kencing manis (-) Gagal ginjal (-) Pneumonia (+) Gastritis (-) ISK (-) Pleuritis (-) Ulkus duodenum (-) Ulkus ventrikuli (-)Tuberkulosis (+) Tumor (-) Jantung (-)Batu empedu
Operasi miomektomi thn 2000

2.2

d. Riwayat Penyakit Keluarga PENYAKIT YA

TIDAK

HUBUNGAN

Alergi Asma Tuberkulosis Hepatitis Hipertensi Jantung Ginjal Diabetes Melitus

+ + + + + + + + Anak ke- 1 Anak ke- 2

d. Anamnesa Sistem e. Kulit (+) Bisul (-) Rambut hitam tidak rontok (-)Keringat malam (-) Kuku (-) Kuning (-)Sianosis Kepala (+) Trauma (-) Sakit kepala (-)Syncope (-) Nyeri pada sinus (+) Migrain Mata (-) Nyeri (+) Gangguan Penglihatan (-) Radang (-) Kuning (+) Ketajaman Penglihatan (-) Sekret (-) Oedem Palpebra Telinga (-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran (-) Tinitus (-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran Hidung (-) Trauma (-) Gejala penyumbatan (-) Nyeri (-) Sekret (-) Gangguan penciuman (-) Pilek (-) Epistaksis Mulut (-) Bibir kering (-) Gusi bengkak dan berdarah (-)Lidah kotor (-) Selaput (-) Gangguan pengecap (-) Stomatitis (-) Kandidiasis Tenggorokan (-) Nyeri (-) Faring hiperemis (-) Perubahan suara Leher (-) Benjolan (-) Nyeri Dada (jantung / paru-paru) (-) Nyeri dada (-) Sesak nafas (-) Berdebar (-) Batuk darah (-) Ortopnoe (-) Batuk berdahak Abdomen (lambung / usus) (-) Rasa kembung (-) Perut membesar (-)Benjolan (-) Mual (-) Wasir (-) Muntah (-) Mencret (-) BAK berwarna teh (-) Tinja darah

(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul (-) Nyeri epigastrium Saluran kemih / Alat kelamin (-) Disuria (-) Kencing nanah (-) Kolik (-) Poliuri (-) Poliakisuria (-) Anuria (-) Retensi urin (-) Kencing batu (-) Kencing menetes Saraf dan Otot (-) Anestesi (-) Sukar mengingat (-) Ataksia (-) Hipo/hiperestesi (+) Kejang (-) Kedutan (tick) (-) Afasia (-) Gangguan bicara (-) Pusing (vertigo) (+) Migrain sering Ekstremitas (-) Bengkak (-) Deformitas (-) Sianosis Berat Badan Rata-rata : 45 kg Tertinggi : 56 kg Sekarang : 41 kg Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan Umum Berat badan : 41 kg Tinggi badan : 135 cm Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 108 x/mnt Suhu : 37,8 C Pernafasan : 20 x/menit Keadaan Gizi : cukup Kesadaran : compos mentis Sianosis : (-) Edema umum : (-) Mobilitas : aktif Cara berjalan : normal Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai Aspek Kejiwaan Tingkah laku : wajar Alam perasaan : sedih Proses pikir : wajar Kulit

(-) Muntah darah

(-)Stranguri (-) Oliguri (-) Hematuria (-) Ngompol

(+) Parestesi (-)Otot lemah (-) Pingsan (-) Amnesia

(-) Nyeri sendi

Warna : sawo matang Jaringan parut (-) Pertumbuhan rambut : menipis Suhu raba : febris Keringat : umum normal Lapisan lemak: kurang Kelenjar Getah Bening Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak

Effloresensi (-) Pigmentasi (-) Pembuluh darah normal Lembab (+) Turgor : normal Edema : (-)

Tidak teraba membesar

Kepala Ekspresi wajah wajar Muka simetris Rambut terdistribusi merata, menipis Pembuluh darah temporal teraba Rambut tidak mudah dicabut dan tidak mudah patah Mata Exophtalmus (-) Kelopak oedem (-) Konjungtiva anemis (-/-) Sklera ikterik (-/-) Lapangan penglihatan normal Deviation conjungtiva (-) Pupil bulat isokor 3 mm Telinga Tuli (-) Lubang telinga lapang Serumen (-) Cairan (-) Leher Trakea letak di tengah Kelenjar limfe tidak teraba membesar

Enophtalmus (-) Lensa tidak keruh Visus normal Gerakan mata normal ke segala arah (+) Tekanan bola mata normal (N) Nistagmus (-) Reflek cahaya (+/+)

Selaput pendengaran (-) Penyumbatan (-) Perdarahan (-)

Kelenjar tiroid tidak membesar JVP 5 + 2 cm H2O

Dada Bentuk normal, tidak tampak pelebaran pembuluh darah Paru-paru

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi

: kedua paru simetris dalam diam dan pergerakan nafas : stem fremitus kanan dan kiri sama kuat : sonor di kedua lapang paru : vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/: tidak tampak pulsasi ictus cordis : teraba pulsasi ictus cordis : Redup, Batas jantung kanan di parasternal line dextra Batas jantung kiri di midclavicular line sinistra Pinggang jantung di ICS III parasternal line sinistra : BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)

Auskultasi Pembuluh Darah Arteri Temporalis Arteri Karotis Arteri Brachialis Arteri Radialis Teraba Arteri Femoralis Arteri Poplitea Arteri Tibialis Posterior Arteri Dorsalis Pedis Abdomen Inspeksi : tampak datar Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (-) Hati : tidak teraba membesar Lien : tidak teraba membesar Ginjal: ballotement (-), nyeri ketok CVA (-) Perkusi : timpani, ascites (-) Auskultasi : BU (+) normal Anggota Gerak Lengan Otot Massa Gerakan Kekuatan Tungkai dan Kaki Luka Varises Otot Gerakan

Kanan Normotoni Eutrofi Normal 5 Kanan (-) (-) Normotoni, eutrofi Normal

Kiri Normotoni Eutrofi Normal 5 Kiri (-) (-) Normotoni,eutrofi Normal

Kekuatan Oedem Refleks Tendon Biceps Triceps Patella Achilles Kremaster Refleks Patologis PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 2 Mei 2011 Hematologi: Hb: 12,4 g/dl Ht: 36 % Fungsi Hati : SGPT : 24 SGOT : 40 Analisa Gas darah : pH : 7,4 pCO2 : 37 mmHg HCO3 : 24 pO2 : 168 mmHg TCO2 : 56 ABE : 0 SBE : 0 SBC : 25 Saturasi : 99%

5 (-) (+) (+) (+) (+) (+) Tidak dilakukan (-)

5 (-) (+) (+) (+) (+) (+) (-)

Trombosit: 302.000 l Leukosit: 8.100 l Fungsi Ginjal : Ureum : 82,5 mg/dl Kreatinin : 1,8 mg/dl Elektrolit: Na : 134 K : 4,5 Cl : 102 GDS cito : pkl 01.30 : 354 Pkl 06.30 : 290

Urinalisa : Warna : kuning Bilirubin : (-) Kejernihan : keruh Darah/Hb : +3 pH : 5,0 Protein : +2 BJ : 1.010 Urobilinogen : (-) Aseton / Keton : +1 Leukosit : +2 Glukosa : +4 X-ray Thorax Cor : CTR > 50% Pulmo : Tampak infiltrat di parahiller & paracardial kanan kiri Hillus (N) Sinus costophrenicus kanan-kiri & diafragma baik

Tulang normal : Cardiomegali dengan kalsifikasi aorta BP duplex 2.3 DIAGNOSA Dyspnoe e.c Ketoasidosis Diabetik 2.4 PENATALAKSANAAN IVFD RL + Actrapid / 12 jam Ranitidin 1x1 ampul Insulin 20 IU Cendantron inj 1 ampul Ceftriaxone 2x1gr inj FOLLOW UP Tanggal 3 Mei 2011: S : lemas (+), Mual (-), ada rasa pegal di pinggang hilang timbul O : TD : 140/80 mmHg N : 72x/menit S: 36,2 C P : 20x/menit A : Ketoasidosis Diabetik P : IVFD RL + Actrapid / 12 jam Ranitidin 2x1 ampul Ceftriaxone 2x1gr inj. Lab : GDS : 15.00 : 306 21.00 : 289 03.00 : 332 09.00 : 291 Tanggal 4 Mei 2011: S : Kaki dan tangan kesemutan, sudah tidak ada keluhan lagi O : TD : 150/80 mmHg N : 70x/menit S : 36 C P : 20x/menit Lab : GDS : 15.00 : 391 03.00 : 292 09.00 : 422 A : Ketoasidosis Diabetik Hipertensi Grade I P : IVFD Insulin 2 U dlm RL/8 jam Ranitidin 2x1 ampul Ceftriaxone 2x1gr inj. Brain Act Sleeding Scale per 6 jam Kesan

Ganti Insulin mulai malam lantus 1x4 Tanggal 5 Mei 2011: S : Lemas (+), Pusing (+), tangan kanan yang ada jarum infus sakit O : TD : 150/80 mmHg N : 70x/menit S : 36,5 C P : 22x/menit A : Ketoasidosis Diabetik Hipertensi Grade I P : Ranitidin 2x1 Bio ATP 3x1 Neuralgin Amlodipin 10 mg 1x1 Brain Act inj 2x1 Sleeding Scale per 6 jam Tanggal 6 Mei 2011: S : lemas (+), tadi malam tidak bisa bicara seperti mau stroke O : TD : 120/70 mmHg N : 70x/menit S : 36,2 C P : 20x/menit A : Ketoasidosis Diabetik Hipertensi Grade I P : Ranitidin 2x1 Bio ATP 3x1 Neuralgin Amlodipin 10 mg 1x1 Brain Act inj 2x1 Sleeding Scale per 6 jam Lab : GDS : 15.00 : 306 21.00 : 289 03.00 : 332 09.00 : 291 Tanggal 7 Mei 2011: S : lemas (+) O : TD : 130/80 mmHg N : 65x/menit S : 36,3 C P : 20x/menit A : Ketoasidosis Diabetik Hipertensi Grade I

P : Ranitidin 2x1 Bio ATP 3x1 Neuralgin Amlodipin 10 mg 1x1 Brain Act inj 2x1 Sleeding Scale per 6 jam

Resume
Telah diperiksa seorang wanita berusia 65 tahun, datang dengan keadaan tidak sadar dan kejang-kejang sejak 7 jam SMRS Sentra Medika. Menurut keluarga, pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 10 tahun yang lalu. 3 jam sebelum tidak sadar pasien mengeluh ada sedikit rasa mual, tetapi tidak muntah, tidak ada sakit kepala, tidak ada gelisah dan tidak ada rasa sesak nafas Di IGD diperiksa GDS pasien = 354 g/dL. Pemeriksaan Fisik ( 1 hari setelah masuk rumah sakit) KU Kesadaran Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan Tinggi badan Berat badan Kepala : Mata : Tampak sakit sedang : compos mentis : 130/80 mmHg : 108 X/menit : 37,80C : 20X/menit : 135 cm : 41 kg : Bentuk normal, rambut hitam, menipis, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak mudah patah :Bentuk normal, kedudukan bola mata simetris, konjunctiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3 mm, refleks cahaya ( +/+ ) :Bentuk normal, nyeri tarik aurikuler (-/-), nyeri :Bentuk normal, sekret ( -/- ) :Bentuk normal, sianosis ( - ), lidah kotor (-), tonsil T1 T1 tenang, laring hiperemis (-), arkus faring simetris, uvula di tengah :Bentuk normal, KGB tidak teraba membesar.

Telinga tekan tragus (-/-) Hidung Mulut

Leher Paru Paru o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi

: simetris dalam keadaan statis dan dinamis : Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat : Sonor pada kedua paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung o Inspeksi

: Tidak tampak pulsasi ictus cordis

o Palpasi o Perkusi

o Auskultasi o Abdomen o Inspeksi o Palpasi

: Teraba ictus cordis pada ICS V MCLS : Redup Batas kanan : parasternal line dextra ICS V Batas kiri : 2 jari lateral midclavicula line sinistra ICS V pinggang jantung : ICS III parasternal line sinistra : Bunyi jantung I II reguler, murmur (-/-), gallop (-/-) : tampak datar, tidak teraba benjolan, tidak ada gambaran vena dan gambaran gerakan usus : soepel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastrium (-), ballotement (-/-), nyeri ketok CVA (-) : tympani : Bising usus (+) normal : Superior et inferior, dextra et sinistra deformitas(-/-), oedem (-/-), akral hangat. : Gibbus (-), skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-) : Warna sawo matang, turgor baik, petechie (-).

o Perkusi o Auskultasi o Ekstremitas o Tulang belakang o Kulit

Pemeriksaan laboratorium Hematologi: Hb: 12,4 g/dl Ht: 36 % Fungsi Hati : SGPT : 24 SGOT : 40 Analisa Gas darah : pH : 7,4 pCO2 : 37 mmHg HCO3 : 24 pO2 : 168 mmHg TCO2 : 56 ABE : 0 SBE : 0 SBC : 25 Urinalisa : Warna : kuning Kejernihan : keruh pH : 5,0 BJ : 1.010

Trombosit: 302.000 l Leukosit: 8.100 l Fungsi Ginjal : Ureum : 82,5 mg/dl Kreatinin : 1,8 mg/dl Elektrolit: Na : 134 K : 4,5 Cl : 102 GDS cito : pkl 01.30 : 354 Pkl 06.30 : 290

Saturasi

99%

Aseton / Keton : +1 Glukosa : +4 Bilirubin : (-) Darah/Hb : +3

Protein : +2 Leukosit : +2 Urobilinogen : (-) X-ray Thorax Cor : CTR > 50% Pulmo : Tampak infiltrat di parahiller & paracardial kanan kiri Hillus (N) Sinus costophrenicus kanan-kiri & diafragma baik Tulang normal Kesan : Cardiomegali dengan kalsifikasi aorta BP duplex Telah diberikan terapi sebagai berikut : 1. IVFD RL + Actrapid / 12 jam 2. Ranitidin 1x1 ampul 3. Insulin 20 IU 4. Cendantron inj 1 ampul 5. Ceftriaxone 2x1gr inj 6. Bio ATP 3x1 7. Neuralgin 3x1 8. Amlodipin 10 mg 1x1 9. Brain Act inj 2x1 10. Sleeding Scale per 6 jam

DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS 1. Diagnosis Kerja Ketoasidosis Diabetik 2. Dasar Diagnosis Klinis :-Hiperglikemia -Dyspnoe Laboratorium : -Ketonuria -AGD : pH= 7,08 HCO3=2 DIAGNOSIS DIFERENSIAL DAN DASAR DIAGNOSIS DIFERENSIAL 1. Diagnosis diferensial : Hiperglikemi Hiperosmoler Non Ketotik 2. Dasar diagnosis : -Hiperglikemia PROGNOSIS Ad vitam : Ad functionam Ad sanationam

dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA KETOASIDOSIS DIABETIKUM I. DEFINISI Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. (ADA 205) Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut, yang disertai dengan respon tubuh untuk membakar asam lemak dan memproduksi badan keton yang dapat memberikan gejala serta komplikasi 1,2 Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut akselerasi puasa dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin. 2 Ketoasidosis diabetikum pertama kali dijelaskan oleh Julius Dreschfeld, seorang ilmuwan asal jerman yang bekerja di Manchester, Inggris. Dalam deskripsi yang diberikannya pada tahun 1886, di Royal College of Physicians London, ia menjelaskan tentang laporan oleh Adolph Kussmaul derta menjelaskan badan keton, acetoasetat dan B-hydroxybutyrate.2 II. EPIDEMIOLOGI Ketoasidosis diabetikum lebih sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus tipe I, namun dapat juga terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe II pada beberapa keadaan.2 Kondisi ini sangat fatal, sampai ditemukannya insulin pada tahun 1020, sehingga sejak tahun 1930 angka kematian yang disebabkannya jauh menurun sampai 29% dan pada tahun 1950 telah berada dibawah 10%. 2 Ketoasidosis diabetikum banyak terjadi pada ras Afrika, Afrika-amerika, dan Hispanik, dengan kondisi yang dinamakan ketosis-prone type II diabetes 2 Ketoasidosis diabetikum merupakan kejadian yang mengancam dan merupakan keadaan darurat, dengan angka mortalitas dibawah 5% pada penderita usia dibawah 40 tahun, namun meningkat 20% pada lansia. 1 The National Data Group di amerika melaporkan insidensi dari ketoasidosis diabetikum adalah 4 8 (4,6 8,0) orang per 1000 penderita Diabetes Mellitus. Tipe I 1,2 Sebanyak 30% anak dengan Diabetes Mellitus type I didiagnosa setelah mereka mengalami suatu episode Ketoasidosis diabetikum. 2

0,7 1,0% anak anak dengan Ketoasidosis Diabetikum beresiko dalam mengalami edema serebral sebagai komplikasinya, namun keadaan ini sangan jarang dilaporkan terjadi pada dewasa, dan memberikan angka kematian yang tinggi (2050%) 2 III. KLASIFIKASI Pada tahun 2006 American Diabetes Association, mengeluarkan pembagian Ketoasidosis Diabetikum berdasarkan ringan beratnya gejala, antara lain :2 Ringan : o pH darah menurun antara 7,25 -7,30 o Serum bikarbonat menurun menjadi 15 18 mmol/l o Pasien sadar Sedang : o pH darah menurun antara 7,00 -7,25 o Serum bikarbonat menurun menjadi 10 - 15mmol/l o Penurunan kesadaran ringan (drowsiness) Berat : o pH darah menurun dibawah 7,00 o Serum bikarbonat menurun dibawah 10 mmol/l o Stupor sampai koma IV. ETIOLOGI Ketoasidosis diabetikum dapat merupakan manifestasi dari diabetes mellitus tipe I atau dapat pula merupakan keadaan kebutuhan insulin yang meningkat pada penderita DM tipe I pada saat infeksi, trauma, miokard infark, atau pembedahan.1 Ketoasidosis Diabetikum biasanya timbul pada mereka yang telah mengalami diabetes sebelumnya, atau dapat juga sebagai manifestasi klinis pertama pada seseorang yang belum diketahui sebagai penderita Diabetes sebelumnya.2 Biasanya terdapat masalah yang mendasari atau mencetuskan terjadi Ketoasidosis Diabetikum yaitu berupa 1,2: Penyakit infeksi (pneumonia, influenza, gastroenteritis, infeksi saluran kemih) Kehamilan Ketidakadekuatan pemberian insuline Miokard infark Stroke Penggunaan kokain Pada usia muda dengan Ketoasidosis yang berulang, dapat dikarenakan oleh kelainan pola makan, atau ketakutan akan berat badan yang meningkat akibat penggunaan insuline.

Tidak diketahui penyebabnya sebanyak 5%

V. PATOFISIOLOGI Ketoasidosis diabetikum timbul karena kekurangan insulin yang absolut dalam tubuh dan peningkatan hormon kontra regulator (glikagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan ini mengakibatkan pelepasan glukosa oleh hati (suatu proses yang biasanya disupresi oleh insulin) dari glikogen melalui proses glukoneogenesis dan utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil hiperglikemia. Kadar glukosa darah biasanya melebihi 250 mg/dl atau 13,8 mmol/l.1,3,4 Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu 1 Akibat hiperglikemia Akibat ketosis Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, system homeostasis tubuh terus teraktivas untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Tinginya kadar glukosa darah, dikeluarkan lewat urin, mengakibatkan air dan solutan lain (Natrium) juga dikeluarkan melalu suatu prises yang dinamakan osmotic diuresis. Hal inilah yang menyebabkan dehidrasi. 1,3 Kombinasi defisiensi insuin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitive pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak bebas secara berlebihan (terlepasnya asam lemak bebas dari jaringan adipose.)1,3,4 Asam lemak ini dikonversi lagi didalam hari menjadi badan keton (Asetoasetat dan B-hydroxybutyrate, yang berpakan benda keton utama). BHydroxybutyrate dapat dipergunakan sebagai sumber energi dari otak pada ketidak adaan insuline dalam mengatur pengiriman glukosa ke otak, dan merupakan suatu mekanisme protektif saat terjadinya starvation. 1,3 Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel sel tubuh masih teta lapar dan terus memproduksi glukosa.1 Badan keton, bagaimanapun memiliki pH yang rendah dan membuat keadaan asam dalam tubuh (asidosis metabolic). Tubuh dapat berusaha menetralisir keadaan ini dengan system buffer bikarbonat, tetapi hal ini tidak bertahan lama. Hal lain untuk mengkompensasi asidosis adalah dengan mekanisme hiperventilasi untuk merendahkan Carbondioksida dalam darah. Mekanisme inilah yang dapat kita lihat sebagai pernafasan Kussmaul.4 Keton juga berpartipasi dalam osmotic diuresis yang mengakibatkan kehilangan elektrolit yang berlebih.3,4

Pada berbagai keadaan seperti infeksi, permintaan terhadap insulin meningkat, tetapi keadaan ini tidak dapat dipenuhi oleh pancreas, sehingga kadar gula darah meningkat, dan dehidrasi timbul3,4 Akibat dari mekanisme diatas, orang dewasa dengan Ketoasidosis diabetikum memiliki kadar air dalam tubuh yang berkurang sebanyak 6 liter, atau sekitar 100ml/kgBB, serta kehilangan natrium, kalium, klorida, fosfat, magnesium dan kalsium.3 Hanya insulin yang dapat menginduksitranspor glukosa kedalam sel, memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukkan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama sel.1 Patogenesis Diabetik Ketoasidosis1 Glukagon Insulin Jaringan lemak Lipolisis Hati Ketogenesis Hati Glukoneogenesis Jaringan tepi Penggunaan Glukosa

Asidosis (Ketosis)

Asidosis (ketosis) Diuresis osmotic Hipovolemia Dehidrasi

Peranan Insulin Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon auto regulasi yang berlabihan (glikagon, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata pada 3 organ, yaitu sel sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkan lemak dan karbohidrat. 1 Peranan Glukagon Diantara hormon kontraregulator, glucagon yang paling berperan dalam patogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan menghambat

pembentukan malonyl CoA yaitu penghambat carnitine acyl transferase yang bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian peningkatan glucagon akan merangsang oksidasi beta sam lemak dan ketogenesis.1 Hormon Kontraregulator insulin lain Kadar epinefrin dan kortisol darah meningkat pada KAD. Hormon pertumbuhan pada awal terapi KAD kadarnya kadang kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian isulin. Keadaan stress sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada akhirnya akan menstimulasi benda keton, glukoneogenesis, dan potensial sebagai pencetus KAD, maka akan teradi stress yang berkepanjangan.1

VI. MANIFESTASI KLINIS


80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah dikenal.1 Muntah, dehidrasi, nafas dalam dan cepat, confusion dan terkadang coma adalah gejala yang dapat terjadi. 4 Gejala dari suatu episode Ketoasidosis diabetikum biasanya berkembang selama periode 24 jam. Gejala yang predominan terjadi antara lain 1,3,4: Biasanya diawali dengan keadaaan : o Adanya riwayat menyuntik insulin o Poliuria o Polidipsia karena rasa haus yang berlebih o Fatigue o Mual dan muntah Nyeri abdomen (dapat berat) pada titik dimana akut abdomen dapat dicurigai Hyperglikemia (bagi mereka yang mengukur kadar gula darah sendiri) Nafas yang cepat dan dalam dengan bau mulut yang khas seperti buah atau aseton, yang biasa disebut pernafasan Kussmaul pada keadaan yang berat Muntah disertai darah yang berwarna coklat kehitaman pada sebagian kecil penderita yang diakibatkan oleh erosi dari esophagus. Penurunan kesadaran dari confusion, letargi, stupor sampai koma pada keadaan yang berat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan 1,3,4 : Tanda tanda dehidrasi berupa : mulut kering, turgor kulit yang menurun, atau jika berat takikardia, tekanan darah yang menurun. Bau mulut yang khas, biasa disebut dengan ketotic odor, berupa bau mulut yang seperti buah, namun kadang tidak mudah tercium. Meningkatnya laju pernafasan (Pernafasan Kussmaul)

Ketoasidosis yang terjadi pada anak anak, lebih sering mengakibatkan edema cerebral, yang memberikan gejala sakit kepala, penurunan kesadaran, hilangnya refleks cahaya, dan kematian Adanya suhu badan yang normal ataupun meningkat dapat mengindikasikan adanya infeksi, karena orang dengan ketoasidosis diabetikum biasanya mengalami keadaan hipotermia jika datang tanpa infeksi. Tabel 2. Manifestasi Klinis dari Ketoasidosis Diabetikum2 Gejala: Penemuan fisik : Nausea/vomitus Takikardia Haus/poliuria Membrana mukosa yang kerig/ Nyeri abdomen turgor kulit yang menurun Kesadaran yang terganggu Dehidrasi / hipotensi Nafas yang cepat Takipneu/ pernafasan kussmaul Nyeri abdomen (dapat Faktor yang mencetuskan Penggunaan insulin yang tidak menyerupai pankreatitis akut) adekuat Demam Infeksi (pneumonia, UTI, Lethargy, edema cerebral, Gastroenteritis, sepsis) mungkin koma. Infark (cerebral, miokard, mesenterika, periferal) Obat (cocaine)

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan lab yang paling pneting dan mudah untuk segera dilakukan setelah anamnesa dan pemeriksaan fisik adalah kadar glukosa darah dengan glucose sticks dan urine dengan urine strip untuk segera melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urine. 1 Ketoasidosis diabetikum dapat didiagnosa dengan 1,2,3: Pemeriksaan darah : o Hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) o Ketonemia o Leukositosis lebih dari 25000 dapat timbul dengan atau tanpa adanya infeksi o C-Reactive Protein o Serum amylase dan lipase dapat meningkat Urinalisis, ditemukan : o Glukosuria (+4) o Ketonuria o Tanda infeksi saluran kemih, sebagai pemicunya terjadinya DKA

Analisa gas darah yang diambil dari sample darah arteri, memberikan hasil asidosis (Dapat juga diambil dari sample darah vena, namun terdapat selisih antara hasil dari darah arteri) yaitu : o pH darah yang rendah o Plasma bikarbonat yang rendah Pemeriksaan fungsi ginjal dapat memberikan gambaran azotemia (Ureum dan creatinin yang meningkat), yang terjadi akibat dehidrasi pada Ketoasidosis diabetikum. Elektrolit darah o Kalium darah biasanya meningkat atau dapat rendah akibat poliuria dan vomitus. Pemeriksaan ECG dapat membantu untuk menentukan status kalium pasien Rontgen thorax untuk mendeteksi infeksi pada paru-paru Jika dicurigai adanya edema serebral, seperti muntah, penurunan kesadaran, dsb CT-Scan dapat dilakukan untuk menentukan derajat keparahan dan untuk menyingkirkan kemungkinan stroke. Tabel 3. Nilai Laboratorium pada Ketoasidosis diabetikum dan Nonketotik Hiperosmolar States (NKHS)2 DKA NKHS a Glukosa (mg/dl) 16,7 33,3 (300 600) 33,3 66,6 (600 1200) Sodium (meq/L) 125 135 135 145 a b Kalium (meg/L) Normal a b Magnesium Normal Normal a Klorida Normal Normal a Fosfat Menurun Normal Kreatinin (mg/dl) Kadang meningkat Meningkat sedang Osmolalitas (mOsm/mL) 300 320 330 380 a Plasma ketones ++++ +/Serum bikarbonat (meq/L) < 15 meq/L Arterial pH 6,8 7,3 >7,3 Arterial PCO2 20 30 Normal Anion Gap (meq/l) Meningkat
a.terdapat perubahan yang nyata pada terapi DKA b.walaupun kadar pada plasma dapat normal, namun kadar dalam tubuh total biasanya mengalami deplesi.

VIII. DIAGNOSA
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia hiperosmolar nonketotik. Beratnya hipergilkemia, ketonemia, dan asidosis dapat dipakai dengan criteria diagnosis KAD.1

Kriteria diagnosa penting KAD 1,3 : Hiperglikemia > 250 mg/dl Asidosis dengan pH <7,3 Serum bikarbonat <15 meq/L Keton serum yang positif (1) Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama patensi jalan nafas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular dan hidrasi. 1

IX. KOMPLIKASI 1,2,3,4


Hiperglikemia Hiperglikemia dapat terjadi akibat peningkatan dari produksi glukosa oleh hati yang diikuti pula dengan berkurangnya uptake glukosa oleh jaringan perifer. Output glukosa pada hepar merupakan konsekuensi dari peningkatan gukoneogenesis yang diakibatkan dari keadaan insulinopenia dan hiperglukagonemia yang menyertainya 1 Ketoasidemia Ketoasidemia merupakan efek dari kekurangan loci enzim multiple pada insulin. Keadaan ini juga disertai dengan peningkatan kadar growth hormone, katekolamin, dan glucagon yang mengakibatkan peningkatan lipolisis dari jaringan adipose dan pada ketogenesis pada hati.1,3 Deplesi cairan dan elektrolit Hiperglikemi mengakibatkan suatu keadaan osmotic diuresis dan dehidrasi dan kehilangan elektrolit sekunder. Ketonuria juga mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit. Pusing dan rasa melayang sering dialami, tetapi coma hanya terdapat pada 10% pasien. Terdapat korelasi antara derajat penurunan sensorium dan osmolaritas ekstraselular. Saat serum hiperosmolar melebihi 320-330 mosm/L, depresi SSP dan coma dapat timbul. Coma pada pasien diabetic dengan osmolalitas rendah harus lebih dicari sebabnya dibandingkan dengan osmolalitas yang tinggi. Edema Serebral Komplikasi yang ditakutkan dari Ketoasidosis Diabetikum adalah edema serebral. Kejadian ini terjadi pada keadaan yang berat, berawal dari keadaan dehidrasi, asidosis, dan rendahnya kadar karbondioksida serta meningkatnya tingkat inflamasi dan koagulasi, yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian dari otak, yang menyebabkan bengkaknya sel otak saat cairan tergantikan.2

Edema serebral ini mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, yang bisa dilihat dengan meningkatnya tekanan darah dan menurunnya heart rate, dan dapat berkembang menjadi herniasi, sebagai hasil dari penekanan struktur vital seperti batang otak yang dapat menyebabkan kematian. 2

X. PENCEGAHAN1,3
Pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses pada system pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektid terutama pada saat penyandang DM mengalami sakit akut (batuk, pilek, diare, demam, luka)1 Edukasi pada penderita diabetes mellitus untuk dapat mengenal tanda awal dari ketoasidosis berguna untuk mencegah asidosis yang berat. Keton dan Bhydroxybutyrate dalam urine harus diukur pada pasien dengan infeksi atau pada pengguna insulin pump saat gula darah kapiler tanpa diduga berada dalam kadar yang tinggi. 3 Saat terjadi ketonuria berat dan glukosuria yang menetap pada beberapa kali pemeriksan, pemberian insuline supplemental harus dibeikan dan makanan cair seperti jus tomat yang diberi garam dapat digunakan untuk mengganti cairan dan elektrolit. Pasien harus diberi penjelasan untuk menghubungi dokter jika ketonuria menetap dan terutama jika terdapat gejala mual dan muntah.3

XI. TATALAKSANA
Begitu masalah diagnosis KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengelolaan KAD tentunya berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan terapi titerasi, sehingga sebaiknya dirawat di ruangan intensif.1 Hal yang paling utama dalam menatalaksana pasien dengan Ketoasidosis diabetikum adalah mengganti cairan dan elektrolit yang hilang, sambil menekan kadar glukosa darah dan produksi dari keton dengan insulin. Perawatan pada ruang ICU (Intensive Care Unit) terkadang juga diperlukan.3 Prinsip prinsip pengelolaan KAD ialah1 : 1. Penggantian cairan dan garam yang hilang 2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin. 3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD 4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. Ada 6 hal yang harus diberikan antara lain : cairan, garam, insulin, kalium, glukosa, dan asuhan keperawatan.1 Therapeutic flow sheet

Salah satu tahap yang paling penting untuk memulai terapi adalah untuk memulai menulis lembaran yang berisi tanda vital dan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan setiap beberapa jam. 1 Penggantian Cairan Pada sebagian besar pasien, defisit cairan yang terjadi adalah 4 5L. Jenis cairan pilihan adalah Normal Saline 0,9% (garam fisiologis) untuk membantu memperlebar kembali vascular yang menyempit dan harus dimulai segera setelah diagnosa ditegakkan. 1,3 Jumlah cairan yang dibutuhkan tergantung dari derajat dehidrasi yang dinilai. Jika dehidrasi yang terjadi sangat berat akibat syok, atau menurunnya kesadaran, penggantian cairan yang cepat dengan NS 0,9% harus diberikan dengan kecepatan 1L/jam pada 1-2 jam pertama, dilanjutkan dengan pemberian 300-400 ml/jam direkomendasikan untuk menggantikan volume sirkulasi. 1,3,4 Rehidrasi yang lebih lambat berdasarkan perhitungan cairan dan natrium yang hilang dapat dilakukan pada keadaan dehidrasi yang sedang, namun normal saline adalah jenis cairan yang direkomendasikan.4 Pemberian NS 0,9% diberikan jika kadar natrium <150 meq/L. jika kadar Natrium >150 meq/L, berikan half normal / Saline 0,45% dapat digunakan.3 Pada ketoasidosis yang sangat ringan tanpa disertai muntah dan dehidrasi sedang dapat hanya diterapi dengan rehidrasi oral dan insulin secara subkutan tanpa harus pemberian secara intravena, dengan pemantauan tanda vital yang baik.4 Pemberian cairan yang berlebihan (lebih dari 5 L dalam 8 jam), dapat mengakibatkan sindroma gagal nafas akut atau edema serebral. 3 Pada keadaan gula darah yang menurun menjadi 250 mg/dL, cairan harus diganti dengan glukosa 5% untuk mempertahankan serum glukosa antara 250 300 mg/L. Pemberian ini dapat mencegah terjadinya hipoglikemia dan mengurangi resiko terjadinya edema serebral akibat penurunan glukosa darah yang terlalu cepat.3 Keuntungan rehidrasi pada KAD antara lain memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin. 1 Insulin Hanya insulin reguler yang dapat diberikan pada keadaan ketoasidosis diabetikum. Pemberian insulin harus diberikan sesegera mungkin setelah diagnosa ditegakkan. 1,3 Pemberian insulin akan menurunkan kadar hormon glucagon, sehingga daoat menekan produksi benda keton di hari, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.1 Regular insulin dapat diberikan dengan loading dose 0,15 unit/kg sebagai bolus intravena untuk merangsang reseptor insulin. 1 Setelah itu pemberian insulin

dilanjutkan dengan dosis 0,1/kgBB/jam secara injeksi intramuscular. (1,2)Pemberian ini dapat menggantikan defisit insulin pada sebagian besar pasien.3 Insulin biasanya diberikan secara kontinu melalui syringe driver pump, sehingga dapat diberikan dalam jumlah yang akurat.1,2 Jika kadar gula darah gagal untuk turun setidaknya 10% pada pemberian insulin 1 jam pertama, loading dose ulangan direkomendasikan. Pada beberapa keadaan, pasien dengan immune insulin resisten, dan memerlukan doubling dse setiap 2-4 jam setelah pemberian loading dose sebanyak 2 kali. 3 Tujuan pemberian insulin disini bukan hanya untuk mencapai glukosa normal, tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu bila kadar glukosa kurang dari 200 mg%, insulin diterukan dan untuk mencegah hipoglikemia diberi cairan mengandung glukosa sampai asupan kalori oral pulih kembali.1 Pemberian ini dapat dilakukan segera setelah kadar kalium diketahui lebih dari 3,3 mmol/l, diakibatkan karena pemberian insulin dapat menurunkan kadar kalium. Pemberian insulin dikurangi saat kadar gula sudah turun mencapai 16,6 mmol/L (300 mg/dl), namun ada yang pula yang merekomendasikan pemberian glukosa bersama dengan saline saat pemberian insulin dengan dosis yang lebih tinggi. 4 Penggantian dari kekurangan insulin ini dapat membantu mengkoreksi keadaan asidosis dalam mengurangi pengeluaran asam lemak dari hati, mengurangi produksi keton dari hari dan juga memperbaiki pembuangan keton dari darah.3 Terapi insulin mengurangi hiperosmolalitas dengan mengurangi keadaan hiperglikemia, dengan cara mengingkatkan pemindahan glukosa untuk memenuhi kebutuhan perifer dan mengurangi produksi glukosa oleh hati.Pemberian ini berefek akhir dalam penghambatan glukoneogenesis dan glikogenolisis, dan juga menurunkan pemindahan asam amino dari otot pada hari dan mengurangi hiperglukagonemia.3 Kalium Kadar kalium yang hilang dari tubuh akibat poliuria dan vomitus dapat mencapai 200 meq. Meskipun demikian, karena perpindahan kalium dari sel menuju ruang ekstraselular sebagai konsekuensi dari asidosis, kadar kalium serum dapat meningkat ringan akibat terapi yang diberikan.3 Saat keadaan asidosis terkoreksi, kalium kembali masuk ke dalam sel sehingga keadaan hipokalemia dapat terjadi, sehingga kadang membutuhkan suplementasi kalium 3 Kadar kalium dapat berfluktuasi berat saat penatalaksanaan Ketoasidosis diabetikum, karena insulin menurunkan kadar kalium darah dengan cara meredistribusinya ke dalam sel. Kadar kalium dalam serum kadang meningkat ringan walaupun total kalium tubuh berkurang. Keadaan hipokalemia ini juga tekadang membutuhkan penatalaksanaan, karena resikonya terhadap kontraktilitas jantung. 4

Karena itu, pada pemberian insulin, observasi dari denyut jantung dan pengukuran kadar kalium berkala sangat direkomendasikan. Jika kadar kalium menurun dibayah 3,3 mmol/l, pemberian insulin dapat dihentikan.4 Jika pasien tidak dalam keadaan uremik dan produksi urine adekuat, kalium klorida dapat diberikan dengan dosis 10 30 meq/jam saat penatalaksanaan telah mencapai 2 atau 3 jam, yaitu saat keadaan asidosis sudah mulai dapat tertangani.1 Pada keadaan diamana pasien dapat makan minum normal, pemberian makanan tinggi kalium dapat diberikan, seperti jus tomat yang memiliki 14 mEq kalium per 240 mL, dan pisang ukuran sedang dengan kadar kalium 10 mEq.3 Pemberian kalium dapat diberikan lebih cepat jika kadar kalium serum sangat rendah dan ditunda jika kadar kalum telah mencapai 5 meq/L, misalnya pada kasus renal insufisiensi. 3 Bikarbonat Natricus Pemberian sodium bikarbonat i.v secara cepat untuk memperbaiki kadar keasaman darah masih controversial dan masih dipertanyakan, karena keuntungan secara klinis tidak dapat dipastikan dan hanya terdapat bukti yang sangat kecil bahwa pemberian ini dapat memperbaiki keasaman, bahkan terkadang dapat memperburuk keasaman di dalam sel dan meningkatkan resiko komplikasi, antara lain 1,3,4 : Menurunkan pH intraseluler akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat. Memicu terjadinya hipokalemia akibat pemindahan yang cepat dari kalium menuju sel saat asidosis terlalu dikoreksi (overcorrected) Anoxia jaringan yang diakibatkan oleh disosiasi oksigen dari hemoglobin saat keadaan asidosis terlalu cepat terkoreksi Asidosis serebral yang diakibatkan oleh penurunan pH cairan otak. Hipertonis dan kelebihan natrium Terjadi alkalinemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto Namun pada keadaan asidosis yang sangat parah (pH <6,9) pemberian Sodium bikarbonat direkomendasikan, namun dengan pemantauan yang sangat ketat untuk mencegah koreksi yang berlebihan. 3,4 Terapi sodium bikarbonat diberikan dengan cara mencampurkan 2 ampul sodium bikarbonat (satu ampulnya mengandung 44 meq/50ml) dengan 1L dari 0,45% saline, dalam satu jam pertama setelah diagnosa ditegakkan. (Catatan : Pemberian sodium bikarbonat dalam 0,9% saline dapat mengakibatkan cairan terlalu hipertonik yang dapat memperburuk keadaan hiperosmolar yang telah terjadi.). Pemberian ini dilanjutkan sampai pH darah mencapai 7,1, dan jangan diberikan pada keadaan pH lebih atau sama dengan 7,1 karena dapat memicu terjadinya rebound alkalosis metabolic saat keton dimetabolisme. Alkalosis juga dapat memindahkan kalium serum ke dalam sel yang dapat mencetukan terjadinya aritmia cardiac yang fatal. 1,3

Fosfat Penggantian fosfat jarang dibutuhkan pada penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Tetapi, jika terjadi hipofosfatemia yang berat yaitu kadar fosfat kurang dari 1 mg/dL (<0,32 mmol/L) saat menjalani terapi insulin, fosfat dalam jumlah yang kecil dapa diberikan bersamaan dengan kalium.3 Koreksi dari keadaan hiperfosfatemia dapat membantu menggantikan kapasitas buffer dari plasma, dengan demikian hal ini akan memfasilitasi ekskresi dari hydrogen oleh ginjal.3 Koreksi ini juga dapat membantu mengkoreksi disosiasi oksigen dari hemoglobin dengan cara memproduksi 2,3-diphosphoglycerate. Namun pada pembelajaran, menyatakan bahwa pemberian fosfat pada pasien dengan ketoasidosis diabetik tidak menunjukan keuntungan yang bermakna. Untuk mencegah terjadinya resoko tetani akibat terlalu cepatnya penggantian fosfat, keadaan kekurangan fosfat 40 50 mmol harus digantikan dengan tidak lebih dari 3-4 mmol/jam secara i.v. pada pasien 60 70 kg.3

Terapi terhadap infeksi penyerta Antibiotik diperlukan jika terdapat indikasi yang jelas. Kolesistitis dan pielonefritis dapat berat pada pasien dengan ketoasidosis diabetikum. 1,3 Resolusi Resolusi dari Ketoasidosis diabetikum didefinisikan sebagai perbaikan general dari tanda dan gejala klinis, seperti kemampuan untuk mentoleransi nutrisi oral dan cairan, normalisasi dari keasaman darah (pH>7,3) dan ketidakadaan keton dalam darah (<1 mmol/l). Ketika keadaan ini dicapai, insulin dapat diberikan sesuai dengan penggunaan biasa (secara subkutan atau oral). 4 Tabel 4. Managemen terhadap Ketoasidosis Diabetikum2 1) Menegakkan diagnosa ( glukosa plasma, serum keton +, asidosis metabolic) 2) Perawatan ke rumah sakit pada ruang intensive diperlukan untuk pengawasan, atau jika pH <7,00 atau jika pasien tidak sadar. 3) Nilai : a. serum elektrolit (Na+, K+, Mg2+, Cl-, bikarbonat, fosfat) b. status asam basa pH. pCO2, HCO3c. fungsi ginjal (creatinine, urine output) 4) Mengganti cairan : 2-3L dengan NaCl 0,9% pada 1-3 jam pertama (5 -10 ml/kgBB/jam) : dengan NaCl 0,45% 150 -300 ml/jam ; diganti dengan glukosa 5% dan saline 0,45% 100-200ml/jam jika glukosa plasma mencapai 14 mmol.L (250 mg/dL) 5) Insulin regular : 10 -20 unit IV atau IM, kemudian 5 10 unit/ jam dengan IV infusion secara kontinu, tingkatkan 2 10 jika tidak respon dalam 2 4 jam.

6) Cari tahu : apakah yang memicu episode KAD (noncompliance, infeksi, trauma, infark, kokain) 7) Ukur glukosa darah kapiler setiap 1-2 jam ; ukur kadar elektrolit (terutama kalium, bikarbonat, fosfat) dan anion gap setiap 4 jam sekali pada 24 jam pertama. 8) Monitor tekanan darah, nadi, pernafasan, status mental, intake cairan dan output setiap 1 -4 jam. 9) Mengganti Kalium : 10 meq/jam pada saat kalium plasma <5,5 meq/L, ECG normal, produkso urin dan kreatinin tercatat normal, berikan 40 80 meq/jam pada saat kalium plasma ,3,5 meq/l atau jika bikarbonat diberikan. 10) Lanjutkan semua langkah diatas sampai pasien stabil, target glukosa adalah 8,3 13,9 mmol/L (150-250 mg/dL) sampai asidosis dapat ditangani. Pemberian insulin dapat diturunkan sampai 1-4 unit / jam 11) Memberikan insulin kerja cepat atau sedang sesaat setelah pasien dapat makan. Pemberian insulin secara infus digabung dengan insulin subkutan diijinkan.

XII. DIFFERENTIAL DIAGNOSA


Ketoasidosis Diabetikum harus dibedakan dari keadaan darurat diabetikum lainnya, dengan adanya kadar keton dalam darah dan urine, dan asidosis metabolic yang nyata.4 Hiperosmolar Hyperglycemic State (HHS) atau yang biasa disebut Hyperosmolar Non-Ketotic State (HONK) lebih sering terjadi pada penderita DM tipe II dengan peningkatan osmolaritas plasma (diatas 320 mosm/kg) yang diakibatkan karena dehidrasi berat, dengan criteria diagnosa : Hiperglikemia >600 mg/dL Serum osmolality >310 mosm/kg Asidosis ringan dan ketonemia dapat timbul namun tidak sebanyak yang terdapat pada Ketoasidosis diabetikum. Ketoasidosis bukan hanya semata mata merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus, namun dapat juga diakibatkan karena konsumsi alcohol berlebih dan kelaparan. Pada keadaan diatas, glukosa darah dapat normal atau rendah. Asidosis metabolic dapat timbul pada penderita DM dengan alasan yang lain, seperti keracunan oleh ethylene glycol atau paraldehida, metformin yang mengakibatkan lactic asidosis sebagai efek sampingnya. Tabel 5. Pemeriksaan laboratorium pada penderita Diabetes Melitus dengan koma3 Glukosa Aseton Glukosa Bikarbonat Aseton urine plasma Berhubungan dengan diabetes Hipoglikemia 01 0 atau + rendah normal 0

KAD Hyperglycemic Hiperosmolar state coma Lactic acidosis

++++ ++++

++++ 0

tinggi tinggi

rendah Normal/ agak rendah rendah

++++ 0

0 atau +

0 atau +

Normal/ rendah/tinggi

0 atau +

Tidak berhubungan dengan diabetes Alcohol/toksin 0 atau + 0 atau + Mungkin rendah Trauma kapitis Uremia + atau 0 0 atau + 0 0 Kadang tinggi Tinggi/normal

Normal atau 0 atau + rendah2 Normal 0 rendah 0 atau +

1. urine dalam buli bulu mungkin dapat mengandung glukosa dari hiperglikemia awal 2. alcohol dapat meningkatkan laktat dalam plasma dan mengakibatkan pH menurun

XIII. PROGNOSA1,2 Frekuensi kematian dari ketoasidosis diabetikum telah mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan perkembangan terapi pada penderita DM usia muda, tetapi tetap tinggi pada keadaan dimana terdapat komplikasi maupun penurunan kesadaran terutama pada pasien dengan usia yang telah lanjut atau dengan terapi yang terlambat. Tanda prognostic yang buruk antara lain jika terdapat gagal ginjal, dan kelainan fungsi ginjal terdahulu dapat memperburuk keadaan, karena peran ginjal yang sangat penting dalam mengkompensasi perubahan asam basa dan abnormalitas elektrolit. Mengatur kadar glukosa darah antara 200 300 mg/dL pada 24 jam pertama setelah koreksi dari hiperglikemia berat dapat mengurangi resiko kematian.

BAB IV KESIMPULAN 1. Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. 2. Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut, yang disertai dengan respon tubuh untuk membakar asam lemak dan memproduksi badan keton yang dapat memberikan gejala serta komplikasi. 3. Klasifikasi ADA : o Ringan : pH darah menurun antara 7,25 -7,30 Serum bikarbonat menurun menjadi 15 18 mmol/l Pasien sadar o Sedang : pH darah menurun antara 7,00 -7,25 Serum bikarbonat menurun menjadi 10 - 15mmol/l Penurunan kesadaran ringan (drowsiness) o Berat : pH darah menurun dibawah 7,00 Serum bikarbonat menurun dibawah 10 mmol/l Stupor sampai koma 4. Manifestasi klinis : Biasanya diawali dengan keadaaan : o Adanya riwayat menyuntik insulin o Poliuria o Polidipsia karena rasa haus yang berlebih o Fatigue o Mual dan muntah Nyeri abdomen (dapat berat) pada titik dimana akut abdomen dapat dicurigai Hyperglikemia (bagi mereka yang mengukur kadar gula darah sendiri) Nafas yang cepat dan dalam dengan bau mulut yang khas seperti buah atau aseton, yang biasa disebut pernafasan Kussmaul pada keadaan yang berat Muntah disertai darah yang berwarna coklat kehitaman pada sebagian kecil penderita yang diakibatkan oleh erosi dari esophagus. Penurunan kesadaran dari confusion, letargi, stupor sampai koma pada keadaan yang berat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Tanda tanda dehidrasi berupa : mulut kering, turgor kulit yang menurun, atau jika berat takikardia, tekanan darah yang menurun. Bau mulut yang khas, biasa disebut dengan ketotic odor, berupa bau mulut yang seperti buah, namun kadang tidak mudah tercium. Meningkatnya laju pernafasan (Pernafasan Kussmaul) Ketoasidosis yang terjadi pada anak anak, lebih sering mengakibatkan edema cerebral, yang memberikan gejala sakit kepala, penurunan kesadaran, hilangnya refleks cahaya, dan kematian Adanya suhu badan yang normal ataupun meningkat dapat mengindikasikan adanya infeksi, karena orang dengan ketoasidosis diabetikum biasanya mengalami keadaan hipotermia jika datang tanpa infeksi. 5. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah Urinalisa AGD Pemeriksaan fungsi ginjal Elektrolit darah EKG Ro thorax CT-Scan

6. Komplikasi : Ketoasidemia Deplesi cairan dan elektrolit Edema cerebral 7. Pencegahan : Edukasi Komunikasi efektif

8. Tatalaksana 1. Penggantian cairan dan garam yang hilang 2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin. 3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD 4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan. 9. Prognosa

Jika terdapat gagal ginjal atau penurunan fungsi ginjal terdahulu maka akan memperburuk prognosa DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Bronkiektasis. 2. 3. 4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006; 251:1045-9. 5. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Bronchiectasis. Harrisons Principles of Internal Medicine Volume 2 15th Edition. United States : The McGraw-Hill Companies; 2003; 256 :1485-7. 6. Ketoacidosis Diabeticum. Medicastore [Online], available at : http://medicastore.com/penyakit/421/ketoacidosis-diabeticum.html 7. Bronkiektasis [Online] 2008 (Cited Mei 2008), available at : http://dualangkahkaki.blogspot.com/2009/05/bronkiektasis.html 8. Bronkiektasis. Medical [ Online ] 2008 (Cited Desember 2008), available at : http://dr-medical.blogspot.com/2008/12/bronkiektasis.html 9. Bronkiektasis. Klinik Blogger [Online] 2009 (Cited Juni 2009), available at : http://klinikblogger.blogspot.com/2009/06/bronkiektasis.html 10. Diabete melitus. eMedicine [Online] 2009 (Cited April 2009), available at : http://emedicine.medscape.com/article/296961-overview

Anda mungkin juga menyukai