Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat ter utama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga membe rikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disampi ng itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkai tan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degene ratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal. Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan y ang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian ya ng komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evalu asi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistemati s. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan dengan cost e ffectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan p roduk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat ditun tut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemil ihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan ( comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada sa at ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai d imensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial. B. TUJUAN 1. Agar mahasiswa keperawatan mengetahui perkembangan perawatan khususnya d alam perawatan luka. 2. Agar mahasiswa lebih mahir dan berpengetahuan dibidang perawatan luka de ngan model modern dressing. BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI 1. Luka Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh ka rena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan s truktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasa rkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, punct ure, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit melip uti: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang mel ibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epiderm is, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang. 2. Penyembuhan Luka Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemu lihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi s ecara terus menerus.(Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel seca ra bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Ideal nya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampil an. Prinsip Dasar Penyembuhan Luka Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan perubahan lingkun gan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka yang nor mal adalah melalui fase hemostasis, inflamasi, granulasi dan maturasi yang merup akan suatu kerangka untuk memahami prinsip dasar perawatan luka. Melalui pemaham an ini profesional keperawatan dapat mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan u

ntuk merawat luka dan dapat membantu perbaikan jaringan. Luka kronik mendorong p ara profesional keperawatan untuk mencari cara mengatasi masalah ini. Penyembuha n luka kronik membutuhkan perawatan yang berpusat pada pasien patient centered, ho listik, interdisiplin, cost efektif dan eviden based yang kuat. 3. Mengganti Balutan Melakukan perawatan pada luka dengan cara mamantau keadaan luka, melakukan pengg atian balutan (ganti verban) dan mencegah terjadinya infeksi. 4. Etiologi / Penyebab Luka Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan sebelum me mulai perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab dan faktor-fak tor yang mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka : a. Trauma b. Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia c. Gigitan binatang atau serangga d. Tekanan e. Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena f. Immunodefisiensi g. Malignansi h. Kerusakan jaringan ikat i. Penyakit metabolik, seperti diabetes j. Defisiensi nutrisi k. Kerusakan psikososial l. Efek obat-obatan Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi penyembuhan lu ka dengan multifaktor. B. CARA PERAWATAN LUKA DENGAN MODERN DRESSING Perkembangan perawatan luka (wound care ) berkembang dengan sangat pesat di duni a kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah perawatan luk a dengan menggunakan prinsip moisture balance, dimana disebutkan dalam beberapa literature lebih efektif untuk proses penyembuhan luka bila dibandingkan dengan metode konvensional. Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai m etode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode ter sebut belum begitu familiar bagi perawat di Indonesia Biasanya, tidak banyak yang dilakukan untuk merawat luka. Apalagi jika hanya luk a ringan. Langkah pertama yang diambil adalah membersihkannya kemudian langsung diberi obat luka atau yang lebih dikenal dengan obat merah. Sementara pada luka berat, setidaknya langkah yang diambil tidak jauh dari membersihkannya dahulu, s etelah itu diberi obat. Sering orang tidak memperhatikan perlukah luka tersebut dibalut atau tidak. Sementara itu, menurut Anik Enikmawati SKep NS dari Akper Muhammadiyah Surakarta , kepada Joglosemar beberapa waktu lalu mengungkapkan perawatan luka berbeda-bed a tergantung pada tingkat keparahan luka tersebut. Perawatan luka paling sulit te rgantung pada derajat luka. Jika luka mendalam sampai ke lapisan kulit paling da lam, proses sembuhnya tentu saja juga paling lama. ungkapnya. Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka tersebut telah mengering. Namun faktanya, lingkungan luka yang seimbang kelemba bannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen di dalam matriks no nselular yang sehat. Pada luka akut, moisture balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan, cytokines dan chemokines yang mempromosi pertumbuhan sel dan mensta bilkan matriks jaringan luka. Jadi, luka harus dijaga kelembabannya. Dikatakan Widasari, terlalu lembab di lingkungan luka dapat merusak proses penye mbuhan luka dan merusak sekitar luka, menyebabkan maserasi tepi luka. Sementara itu, kurangnya kondisi kelembaban pada luka menyebabkan kematian sel, dan tidak terjadi perpindahan epitel dan jaringan matriks. Untuk menciptakan suasana lembab, pada cara perawatan luka konvensional memerluk an kasa sebagai balutan dan Na Cl untuk membasahi. Kemudian luka dikompres kasa lembab dan diganti sebelum kasa mengering, dalam hal ini, memerlukan penggantian

kasa yang sering. Sementara untuk metode perawatan modern, dalam menciptakan su asana lembab menggunakan modern dressing, misalnya dengan ca alginat atau hydrok oloid. Dikatakan Widasari, pada perawatan luka secara modern ini harus tetap diperhatik an pada tiga tahapnya yakni mencuci luka, membuang jaringan mati dan memilih bal utan. Mencuci luka bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan dar i sisa balutan lama, serta debrimen jaringan nekrotik atau membuang jaringan dar i sel yang mati dari permukaan luka. Dalam hal ini harus diperhatikan pada pemil ihan cairan pencuci yang tepat, hati-hati terhadap pemakaian antiseptik. Sedangk an teknik pencucian dapat dengan cara perendaman atau irigasi, tuturnya. Di sisi lain, pemilihan balutan merupakan tahap penting untuk mempercepat proses penyembuhan pada luka. Tujuan dari pemilihan balutan luka ini adalah untuk memb uang jaringan mati, benda asing atau partikel dari luka. Balutan juga dapat meng ontrol kejadian infeksi atau melindungi luka dari trauma dan invasi bakteri. Pem ilihan balutan harus mampu mempertahankan kelembaban luka, selain juga berfungsi sebagai penyerap cairan luka. Balutan juga harus nyaman digunakan dan steril se rta cost effective. Sebagai pengganti perawatan luka secara konvensional yang harus sering mengganti kain kasa dengan Na Cl sebagai pembalut luka, sekarang telah ada metode perawat an luka secara modern yang memiliki prinsip menjaga kelembaban luka. Dalam hal i ni, jenis balutan yang digunakan adalah kasa. Metode yang dikenal dengan modern dressing ini beberapa contoh di antaranya yakni dengan penggunaan bahan seperti hydrogel. Hydrogel berfungsi untuk menciptakan lingkungan luka tetap lembab. Selain itu ju ga melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat y ang akan terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama pembalut. Hydrogel juga dapat meningkatkan autolityk debrimen secara alami. Menurut Widasari SG SKP RN WOC (ET)N WCS, Direktur Wocare Klinik, debrimen berarti proses pembuangan ja ringan nekrosis atau kematian sel yang disebabkan oleh penurunan proses enzimati c tubuh dari permukaan luka. Modern Dressing dengan hydrogel tidak menimbulkan tr auma dan sakit pada saat penggantian balutan dan dapat diaplikasikan selama tiga hari sampai lima hari, tuturnya. Jenis modern dressing lainnya yakni Ca Alginat dimana kandungan Ca dapat membant u menghentikan perdarahan. Kemudian hydroselulosa dengan fungsi mampu menyerap c airan dua kali lipat dari Ca Alginat. Selanjutnya adalah hydrokoloid yang mampu menjaga dari kontaminasi air dan bakteri serta dapat digunakan untuk balutan pri mer dan balutan sekunder. Penggunaan jenis modern dressing tentunya disesuaikan dengan jenis indikasi luka. Di sisi lain, Widasari menyarankan untuk penggunaan kasa serta metcovazin dalam perawatan luka dengan kondisi luka yang memiliki warna dasar merah, kuning dan h itam. Metcovazin memiliki fungsi untuk mendukung autolytik debrimen, menghindari trauma saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap yang ditimbulkan luka s erta mempertahankan suasana lembab. Bentuknya salep dalam kemasan. 1. Pengkajian Luka a. Kondisi luka Warna dasar luka : Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (ye llow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red ), epithelialising (pink). Lokasi ukuran dan kedalaman luka Eksudat dan bau Tanda-tanda infeksi Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung b. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin c. Status vascular : Hb, TcO2 d. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan y ang lain e. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya 2. Perencanaan

Pemilihan Balutan Luka Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang s angat pesat selama hampir dua dekade ini. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana l embab ini antara lain: a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat d ihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab. b. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka ter tutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat. c. Menurunkan resiko infeksi d. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering. e. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan pada prose s penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana prod uksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab. f. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invas i netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfu ngsi lebih dini. Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini: a. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing) b. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resi ko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal) c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration) d. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan e. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian an tibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999). 3. Jenis-jenis balutan Luka a. Natural Fibre Dry Dressing Pembalut luka ini terbuat dari kapas, kasa, atau kombinasi keduanya. Kas a sudah lama dikenal oleh semua tenaga kesehatan sebagai balutan sejak lama. eko nomis membuat kasa menjadi primadona, namun akhir-akhir ini ratingnya mulai menu run tergantikan oleh modern dressing. b. Semipermeable Film Dressing Dilapisi dengan bahan perekat, tipis, tranparan, menngandung polyurethan e film. Permeabel terhadap gas, tapi impermeabel terhadap cairan dan bakteri, me ndukung kelembaban termasuk pada nerve endings sehingga mengurangi nyeri, dan yang paling penting adalah memudahkan inspeksi pada luka. c. Foam Dressing Mengandung Polyurethane foam, tersedia dalam kemasan sheets (lembaran) a tau cavity filling. Dressing ini sangat cocok digunakan pada luka dengan severe hing ga high eksudat. d. Hydrocolloids Balutan ini mengandung partikel hydroactive (hydrophilic) yang terikat d alam polymer hydrophobic. Partikel hydrophilic-nya mengabsorbsi kelebihan kelemb aban pada luka dan menkonversikannya ke dalam bentuk gel. Hydrogel dapat bertaha n 5-7 hari bergantung karakter eksudat. e. Hydrogels Salah satu contoh colloid yang berbahan dasar gliserin atau air mengemba ng dalam air (exudat luka). Mirip dengan hydrocolloid tapi dalam bentuk gel. f. Calcium Alginate Terbuat dari polysakarida rumput laut (seawed polysacharida), dapat meng hentikan perdarahan minor pada luka, tidak lengket, menyerap eksudat dan berubah menjadi gel bila kontak dengan cairan tubuh. g. Hidrofobik Terbuat dari katun yang mengandung bahan aktif dialcylcarbamoil chloride yang bersifat hidrofobik kuat. Sifat ini sama dengan karakteristik bakteri sehi ngga diharapkan dapat terjadi ikatan secara fisika dan dengan pergantian dressin

g, bakteri yang ada di permukaan luka juga terangkat. h. Hydrofiber Terbuat dari serat carboxymethylcellulose (CMC) yang mampu menyerap bany ak eksudat dan berubah menjadi gel sehingga tidak menimbulkan trauma jaringan sa at pergantian balutan. i. Silver Dressing Silver dressing cocok digunakan untuk luka kronis yang tak kunjung sembu h. Memiliki kemampuan dalam mengendalikan kolonisasi bakteri pada permukaan luka sehingga mempercepat reephitelisasi hingga 40 % dibanding penggunaan cairan ant ibiotik. 4. Balutan Luka yang Ideal Keryln Carville dalam bukunya Wound Care Manual menetapkan 15 kriteria Bal utan luka yang ideal, yaitu: a. Mengeluarkan kelebihan eksudat. b. Mempertahankan kelembaban dalam penyembuhan luka. c. Memungkinkan pertukaran gas. d. Mendukung isolasi thermal dari luka. e. Sebagai barrier terhadap kuman patogen. f. Mencegah infeksi. g. Tidak meninggalkan serat atau substansi toksis bagi penyembuhan luka. h. Tidak menimbulkan sensitifitas atau reaksi alergi. i. Pelindung dari trauma mekanik seperti tekanan, tarikan atau gesekan. j. Mudah dilepaskan tapi tidak menimbulkan trauma jaringan. k. Mudah di aplikasikan. l. Nyaman digunakan. m. Mengikuti contour tubuh. n. Tidak mengganggu fungsi tubuh. o. Cost effective. 5. Implementasi a. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound) Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue) Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat Untuk merangsang granulasi Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrof ibre dressings b. Luka Nekrotik Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar) Berikan lingkungan yg kondusif u/autolysis Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat Hydrogels, hydrocolloid dressing c. Luka terinfeksi Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka Wound culture systemic antibiotics Kontrol eksudat dan bau Ganti balutan tiap hari Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, sil ver dressings d. Luka Granulasi Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, ja ga kelembaban luka Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat Moist wound surface non-adherent dressing Treatment overgranulasi Hydrocolloids, foams, alginates e. Luka epitelisasi Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk re-surfacing Transparent films, hydrocolloids Balutan tidak terlalu sering diganti

f. Balutan kombinasi Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra absorb ent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus foam C. KONSEP SKIN GRAFT 1. Pengertian Graft adalah jaringan hidup yang dicangkokkan, misalnya kulit, tulang, s umsum tulang, kornea dan organ-organ lain seperti ginjal, jantung, paru-paru, pa nkreas serta hepar (Brooker, 2001:184). Menurut Heriady (2005), skin graft adalah menanam kulit dengan ketebalan tertentu baik sebagian maupun seluruh kulit yang diambil atau dilepaskan dari s atu bagian tubuh yang sehat (disebut daerah donor) kemudian dipindahkan atau dit anamkan ke daerah tubuh lain yang membutuhkannya (disebut daerah resipien). Skin graft adalah penempatan lapisan kulit baru yang sehat pada daerah l uka (Blanchard, 2006:1). Diantara donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pe mbuluh darah lagi sehingga memerlukan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut (Heriady, 2001:1). Skin graft merupakan pencangkokan lapisan epidermis kulit yang dapat dip indahkan secara bebas. Kulit yang digunakan dapat berasal dari bagian mana saja dari tubuh, namun lazimnya berasal dari daerah paha, pantat, punggung atau perut (yudini,2007). 2. Indikasi Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang seh at sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka b akar yang hebat, ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang luas. Penempatan graft pada luka bertujuan untuk me ncegah infeksi, melindungi jaringan yang ada di bawahnya serta mempercepat prose s penyembuhan. Dokter akan mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin graft berd asarkan pada beberapa faktor yaitu: ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat yang ada pada tubuh (Blanchard, 2006:2). Daerah resipien diantaranya adal ah luka-luka bekas operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara langsun g dengan kulit yang ada disekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar daerah b ekas operasi dapat tertutup sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal (Heriady, 2005:2). 3. Tujuan Skin Graft Tujuan dilakukan skin graft adalah : a. Tujuan umum : Untuk memperbaiki kecacatan atau kelainan yang timbul akib at kecelakaan. b. Tujuan khusus : Mempercepat penyembuhan luka Mencegah kontraktur Mengurangi lamanya perawatan Memperbaiki defek yang terjadi akibat eksisi tumor kulit Menutup daerah kulit yang terkelupas dan menutup luka dimana kulit sekitarnya ti dak cukup menutupinya 4. Klasifikasi Skin Graft a. Berdasarkan Letak 1) Meshed skin graft : skin graft pada daerah mata dan lubang 2) Sheet skin graft : skin graft pada daerah wajah, leher, tangan dan kaki. b. Berdasarkan donornya 1) Autograft : Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada orang yang sama. 2) Allograft : Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti ( spesies yang sama). 3) Xenograft atau heterograft : Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang at au pencangkokkan antara dua spesies yang berbeda. Biasanya yang digunakan adalah kulit babi. c. Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi m

enjadi 2, yaitu ( Heriady, 2005:2 ) : 1) Split Thicknes Skin Graft ( STSG ) STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis berdasarkan ketebalan kulit yang di potong, Revis (2006) membagi STSG sendiri menjadi 3 kategori yaitu : Tipis (0,005 - 0,012 inci) Menengah (0,012 - 0,018 inci) Tebal (0,018 - 0,030 inci) 2) Full Thickness Skin Graft ( FTSG ) yaitu tergantung dari banyaknya dermis yang ikut dalam specimen. FTSG le bih sesuai pada area yang tampak pada wajah bila flap (potongan kulit yang disay at dan dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau bila flap dari daerah setempat tidak dianjurkan. FTSG lebih menjaga karakteristik dari kulit normal te rmasuk dari segi warna, tekstur/ susunan, dan ketebalan bila dibandingkan dengan STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit pengerutan selama penyembuhan. Ini adal ah sama pentingnya pada wajah serta tangan dan juga daerah pergerakan tulang sen di. FTSG pada anak umumnya lebih disukai karena dapat tubuh dengan sendirinya. P rosedur FTSG memiliki beberapa keuntungan antara lain : relatif sederhan, tidak terkontaminasi / bersih, pada daerah luka memiliki vaskularisasi yang baik dan t idak mempunyai tingkat aplikasi yang luas seperti STSG. 5. Daerah Donor Skin Graft Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang diinginka n pada daerah resipien. Hal ini lebih penting pada FTSG karena karakteristik kul it pada daerah donor akan lebih terpelihara oleh bahan yang dipindahkan pada tem pat yang baru. Ketebalan, tekstur, pigmentasi, ada atau tidaknya rambut harus sa ngat diperhatikan (Revis, 2006:4). Menurut Heriady (2005), daerah donor untuk FT SG dapat diambil dari kulit dibelakang telinga, dibawah atau diatas tulang selan gka (klavikula), kelopak mata, perut, lipat paha dan lipat siku. Sebagian besar daerah donor ini sering dipakai untuk menutup luka pada daerah wajah atau leher. Pemotongan yang dilakukan pada daerah wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk mempertahankan kesimetrisan wajah dari segi estetik. Bagian kulit yang tidak dit umbuhi oleh rambut dan berfungsi untuk melapisi tangan dapat diambil dari batas tulang hasta dan telapak kaki dengan penyesuaian warna, tekstur dan ketebalan ya ng tepat. Graft dengan pigmen yang lebih gelap diperoleh dari preposium (kulup), scrotum, dan labia minora (Rives, 2006:5).Daerah donor untuk STSG dapat diambil dari daerah mana saja di tubuh seperti perut, dada, punggung, pantat, anggota g erak lainnya. Namun, umumnya yang sering dilakukan diambil dari kulit daerah pah a (Heriady, 2005:2). Daerah donor dari paha lebih disukai karena daerah ini lebi h lebar dan lebih mudah sembuh (Bakar, 2003:1). Daerah pantat juga dapat digunak an sebagai daerah donor, tetapi biasanya pasien akan mengeluh nyeri setelah oper asi dan akan memerlukan bantuan untuk merawat luka. Menurut Rives(2006), kulit k epala dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi daerah wajah yang luas d an terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan ketersediaan daerah donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan, daerah lengan atas bagian dalam dapat di pertimbangkan untuk dijadikan daerah donor. 6. Daerah Resipien Skin Graft Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah persiapan pad a daerah resipien. Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta memelihara graft itu sendiri. Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup p ada jaringan yang tidak dialiri darah. Skin graft akan dapat bertahan hidup pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia, otot, dan jaringan granulasi. Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena) atau ket idakcukupan arteri perlu untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan peminda han kulit. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan graft dapat bertahan hidup (Rives, 2006:5). Luka juga harus bebas dari jaringan yang mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang berjumlah lebih dari 100.000/cm akan berkumpul sehing ga dapat menyebabkan graft gagal. 7. Prosedur Operasi Teknik operasi yang hati-hati adalah syarat penting agar graft dapat hid up. Setelah melakukan prosedur anestesi dengan tepat baik menggunakan lokal, reg

ional atau general anestesi, tindakan selanjutnya adalah mempersiapkan luka untu k pemindahan kulit. Ini termasuk membersihkan luka dengan larutan garam atau bet adine yang diencerkan, kemudian membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan yang rusak atau yang terinfeksi atau biasa disebut debrid ement serta mencapai hemostasis dengan cermat (Brooker, 2001:122). Kontrol hemos tatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan, tekanan yang lembut, pemberia n substansi topikal sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat bedah p embakar dengan tenaga listrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus dimini malkan karena dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin yang disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayak an kelangsungan hidup graft (Rives, 2006:6). Teknik operasi yang dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan berbeda-beda, tergantung pada jenis yang aka n digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang dilakukan antara lain seb agai berikut: a. Full Thickness Skin Graft (FTSG) FTSG dipotong menggunakan pisau bedah. Pada awalnya dilakukan pengukuran pada luka, pembuatan pola serta pola garis yang dibuat lebih besar pada daerah donor. Pola sebaiknya diperluas atau diperbesar kurang lebih 3-5 % untuk menggan ti kerusakan dengan segera terutama terjadinya penyusutan atau pengerutan akibat kandungan serat elastik yang terdapat pada graft dermis. Kemudian daerah donor mungkin akan diinfiltrasi menggunakan anestesi lokal dengan atau tanpa epinefrin . Infiltrasi sebaiknya dilakukan setelah sketsa graft dilukis pada kulit untuk m encegah terjadinya penyimpangan. Setelah pola di insisi, kulit diangkat pada sis i epidermis dengan tangan yang tidak dominan menggunakan penjepit kulit. Tindaka n ini akan memberikan ketegangan dan rasa pada ketebalan graft ketika tangan mem otong graft hingga ke dasar lemak subcutan (Rives, 2006:7). Beberapa sisa jaring an lemak harus dipotong dari sisi bawah graft, karena lemak ini tidak mengandung pembuluh darah dan akan mencegah hubungan langsung antara dermis graft dan dasa r luka. Pemotongan sisa lemak subcutan secara profesional menggunakan alat yang runcing, gunting bengkok, dan sisa-sisa dermis yang berkilau pada bagian dalam. b. Split Thickness Skin Graft (STSG) Ada beberapa tahap pelaksanaan prosedur skin graft dengan jenis STSG, an tara lain: proses pemotongan, pemasukan graft, dan proses pembalutan. 1) Pemotongan Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada graft tentunya harus ditu njang dengan teknik pemotongan yang benar. Pemotongan pada STSG dapat ditempuh d engan beberapa cara yaitu (Rives, 2006:7): a) Mata pisau dermatom Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau dermatom, yang mampu memotong pada graft yang luas dengan ketebalan yang sama. Dermatom dapat dioperasikan de ngan tenaga udara atau manual. Dermatom yang biasa digunakan termasuk Castroviej o, Reese, Padgett-Hood, Brown, Davol-Simon, dan Zimmer. Tanpa memperhatikan alat yang digunakan, anestesi yang cukup harus segera ditentukan karena pemotongan p ada skin graft merupakan prosedur yang dapat menyebabkan nyeri. Lidocain dengan epinefrin disuntikkan ke daerah donor untuk mengurangi hilangnya darah dan membe rikan turgor kulit yang bagus sehingga dapat membantu dalam pemotongan. b) Drum Dermatom Drum dermatom ( Reese, Padgett-Hood ) akhir-akhir ini jarang digunakan t etapi masih tersedia untuk keperluan pemindahan kulit tertentu. Alat ini memilik i mata pisau yang bergerak dengan tenaga manual seperti drum yang berputar diata s permukaan kulit. Alat ini dapat digunakan lembaran kulit yang luas dengan kete balan yang tidak teratur. Ini sangat berguna pada daerah donor dengan kecembunga n, kecekungan atau keadaan tulang yang menonjol (leher, panggul, pantat), karena potongan kulit yang pertama menempel pada drum dengan menggunakan lem khusus at au plester pelekat. Alat ini juga dapat mengikuti pola yang tidak teratur dengan tepat untuk dipotong dengan perubahan pola yang diinginkan dengan direkatkan pa da kulit dan drum. Kerugian dari penggunaan alat ini adalah kemungkinan terjadin ya cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata pisau, penggunaan agen yang m udah terbakar seperti eter atau aseton untuk membersihkan daerah donor dan memin dahkan permukaan minyak untuk memastikan terjaminnya perlekatan yang kuat antara

kulit dan drum dermatom serta diperlukannya teknik keahlian yang tinggi agar da pat menggunakan peralatan operasi dengan aman dan efektif (River, 2006:8). c) Free-Hand Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah free hand dengan pisau. M eskipun ini metode ini dapat dilakukan dengan pisau bedah, alat yang lain sepert i pisau Humby, mata pisau Weck dan pisau Blair. Kelemahan dari metode ini adalah tepi graft menjadi tidak rata dan perubahan ketebalan. Sama seperti drum dermat om, keahlian teknik sangat diperlukan dan perawatan kualitas graft lebih bergant ung pada operator daripada menggunakan dermatom yang menggunakan tenaga listrik atau udara. d) Dermatom dengan tenaga udara dan listrik Bila menggunakan dermatom jenis ini, ahli bedah harus terbiasa dengan pe masangan mata pisau dan bagaimana mengatur ketebalan graft serta memeriksa peral atan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua pemahaman yang tepat dan kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini akan membingungkan bagi anggota ruang operasi yang kurang berpengalaman. Penempatan mata pisau bedah nomor 15 digunakan pada keteb alan 0,015 inci dan dapat digunakan untuk memeriksa penempatan ketebalan yang sa ma dan tepat. Langkah awal pada proses pemotongan adalah dengan mensterilisasi daerah donor menggunakan betadine atau larutan garam yang lain. Kemudian daerah donor d iberi minyak mineral untuk melicinkan kulit dan dermatom sehingga dermatom akan mudah bergerak diatas kulit. Dermatom dipegang dengan tangan dominan dengan memb entuk sudut 30-45 dari permukaan daerah donor. Tangan yang tidak dominan berfungs i sebagai penahan dan diletakkan di belakang dermatom. Asisten operasi bertugas sebagai penahan pada bagian depan dermatom, memajukan dan mengaktifkan dermatom dengan lembut serta melanjutkan gerakan pada seluruh permukaan kulit dengan teka nan yang menurun dengan lembut. Setelah ukuran yang sesuai dipotong, dermatom di miringkan menjauhi kulit dan diangkat dari kulit untuk memotong tepi distal graf t dan tahap pemotongan selesai. Bila pada proses pemotongan terjadi pembukaan pa da lapisan lemak, ini mengindikasikan bahwa insisi yang dilakukan terlalu ke dal am atau mungkin karena teknik yang salah dalam pemasangan dermatom. 2) Pelubangan Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area graft hingga 9 kali p ermukaan area donor. Teknik ini juga sangat berguna jika kulit donor tida cukup untuk menutup area luka yang luas, misalnya pada luka bakar mayor atau ketika da erah resipien memiliki garis yang tidak teratur. Bagian graft dilubangi agar cai ran pada luka dapat keluar melalui graft daripada berakumulasi dibawah graft. Pe rluasan bagian graft ini tidak akan dapat mengatasi adanya hematom pada dasar gr aft. Bila telah mengalami proses penyembuhan, graft akan tampak seperti kulit bu aya. Karena teknik ini kurang baik dari segi estetika dan terjadinya pengerutan yang lebih lanjut, maka penggunaan teknik ini harus dihindari pada daerah perger akan dan wajah, tangan dan area lain yang terlihat. 3) Pemasukan graft Setelah graft dipotong, tindakan selanjutnya adalah mengamati hemostasis . Setelah semuanya sempurna, kemudian graft ditempatkan pada dasar luka. Pada ta hap ini perhatian harus difokuskan pada sisi bawah kulit. Meskipun terlihat sede rhana dan nyata, dermis dan epidermis kadang tampak serupa bila tidak dilakukan inspeksi dengan sangat dekat dan teliti pada kulit individu yang berwarna terang . Perawatan juga harus dilakukan untuk mencegah pengkerutan atau peregangan yang berlebihan pada graft. Graft harus benar-benar diletakkan dengan benar pada dae rah resipien untuk menjamin perlekatan dasar serta proses penyembuhan. Tahap ini diakhiri dengan penjahitan atau penggunaan staples untuk menjaga agar graft men empel kuat pada kulit disekitar dasar luka. Staples sangat berguna untuk luka ya ng lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya. Efek dari penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat mengganggu perlekatan graft pada luka ke tika dilakukan pengambilan kira-kira 7 10 hari setelah operasi.Kemampuan penyera pan benang juga perlu diperhatikan. Biasanya benang dengan empat sudut digunakan untuk menahan graft dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan dilakukan disekitar perifer. Ini membantu sebagai jalan keluar pertama jarum melewati gra ft kemudian melalui margin disekitar luka untuk mencegah pengangkatan graft dari

dasar luka. 4) Pembalutan Pembalutan dilakukan untuk memberikan tekanan yang sama pada seluruh are a graft tanpa adanya perlekatan. Pembalutan juga bertujuan untuk mengimobilisasi kan area graft dan mencegah pembentukan hematom pada bagian bawah graft. Menurut Blanchard (2006), pembalutan awal dilakukan pada daerah resipien segera setelah pemindahan kulit dilakukan dan baru diganti setelah 3 hingga 7 hari berikutnya. Pembalutan yang baru dapat dilakukan pada seluruh daerah graft hingga skin graf t benar-benar sembuh. Biasanya pada lokasi donor ditempatkan langsung lembaran k asa yang halus dan tidak melekat. Kemudian diatasnya dipasang kasa absorben untu k menyerap darah atau serum dari luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digu nakan untuk memberikan manfaat tertentu, yaitu kasa ini bersifat transparan dan memungkinkan pemeriksa untuk melihat luka tanpa menggangu kasa pembalutnya seman tara pasien tidak perlu khawatir ketika mandi karena kasa pembalut tersebut tida k menyerap air (Smeltzer & Bare, 2002:1899). Setelah skin graft dilakukan, prose s yang terjadi selanjutnya adalah regenerasi termasuk pertumbuhan kembali rambut , kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Pada prosedur STSG, kelenjar keringat tidak akan dapat sembuh secara total sehingga akan berdampak pada masalah pengat uran panas. Tidak adanya kelenjar sebasea pada kulit dapat menyebabkan kulit men jadi kering, gatal dan bersisik. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya dilakukan pemberian lotion dengan frekuensi sering. 8. Proses Penyembuhan Menurut Rives (2006), masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terd iri dari beberapa tahap yaitu: a. Perlekatan dasar Setelah graft ditempatkan, perlekatan dasar luka melalui jaringan fibrin yang tipis merupakan proses sementara hingga sikulasi dan hubungan antar jaring an telah benar-benar terjadi. b. Penyerapan Plasma Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi pada graft merupakan fase penyerapan plasma. Graft akan menyerap eksudat pada luka dengan a ksi kapiler melalui struktur seperti spon pada graft dermis dan melalui pembuluh darah dermis.Ini berfungsi untuk mencegah pengeringan terutama pada pembuluh da rah graft dan menyediakan makanan bagi graft. Keseluruhan proses ini merupakan r espon terhadap kelangsungan hidup graft selama 23 hari hingga sirkulasi benar-ben ar adekuat. Selama tahap ini berlangsung, graft akan mengalami edema dan beratny a akan meningkat hingga 30-50%. c. Revaskularisasi Revaskularisasi pada graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin graft deng an mekanisme yang belum diketahui. Tanpa memperhatikan mekanisme, sirkulasi pada graft akan benar-benar diperbaiki pada hari ke 6 7 setelah operasi. Tanpa adany a perlekatan dasar, imbibisi plasma dan revaskularisasi, graft tidak akan mampu bertahan hidup. d. Pengerutan luka Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius dan merupakan masalah yan g berhubungan dengan segi kosmetik tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan pada luka. Pengerutan pada wajah mungkin dapat menyebabkan terjadinya ektropion, serta retraksi pada hidung. Kemampuan skin graft untuk melawan terjadinya penge rutan berhubungan dengan komponen ketebalan kulit yang digunakan sebagai graft. e. Regenerasi Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah proses pencangkokkan kulit berlangsung. Pada STSG, rambut akan tumbuh lebih jarang atau lebih sedikit pada daerah graft yang sangat tipis. Graft mungkin akan kering dan sangat gatal pada tahap ini. Pasien sering mengeluhkan kulit yang tampak kemerahan. Salep yang le mbut mungkin akan diberikan pada pasien untuk membantu dalam menjaga kelembaban pada daerah graft dan mengurangi gatal. f. Reinnervasi Reinnervasi pada graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang perifer . Kembalinya sensibilitas pada graft juga merupakan proses sentral. Proses ini b

iasanya akan dimulai pada satu bulan pertama tetapi belum akan sempurna hingga b eberapa tahun. g. Pigmentasi Pigmentasi pada FTSG akan berlangsung lebih cepat dengan pigmentasi yang hampir serupa dengan daerah donor. Pigmentasi pada STSG akan terlihat lebih puc at atau putih dan akan terjadi hiperpigmentasi dengan kulit tampak bercahaya ata u mengkilat. Untuk mengatasi hal ini biasanya akan dianjurkan untuk melindungi d aerah graft dari sinar matahari secara langsung selama 6 bulan atau lebih. 9. Komplikasi Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang beragam t ergantung dari jenis luka dan tempat skin graft pada tubuh. Komplikasi yang mung kin terjadi antara lain (Blanchard, 2006:2): a. Kegagalan graft Menurut Revis (2006), skin graft dapat mengalami kegagalan karena sejumlah alasa n. Alasan yang paling sering terjadi adalah adanya hubungan yang kurang baik pad a graft atau kurangnya perlekatan pada dasar daerah resipien. Timbulnya hematom dan seroma dibawah graft akan mencegah hubungan dan perlekatan pada graft dengan lapisan dasar luka. Pergerakan pada graft atau pemberian suhu yang tinggi pada graft juga dapat menjadi penyebab kegagalan graft. Sumber kegagalan yang lain di antaranya adalah daerah resipien yang buruk. Luka dengan vaskularisasi yang kura ng atau permukaan luka yang terkontaminasi merupakan alasan terbesar bagi kegaga lan graft. Bakteri dan respon terhadap bakteri akan merangsang dikeluarkannya en zim proteolitik dan terjadinya proses inflamasi pada luka sehingga akan mengacau kan perlekatan fibrin pada graft. Teknik yang salah juga dapat menyebabkan kegag alan graft. Memberikan penekanan yang terlalu kuat, peregangan yang terlalu keta t atau trauma pada saat melakukan penanganan dapat menyebabkan graft gagal baik sebagian ataupun seluruhnya. b. Reaksi penolakan terhadap skin graft c. Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien. d. Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft. e. Munculnya jaringan parut f. Hiperpigmentasi g. Nyeri Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses perlekatan gra ft atau juga karena adanya torehan, tarikan atau manipulasi jaringan atau organ (Long, 1996:60). Hal ini diduga bahwa ujung-ujung saraf normal yang tidak menstr ansmisikan sensasi nyeri menjadi mampu menstransmisikan sensasi nyeri (Smeltzer, 2002:214). Reseptor nyeri yang merupakan serabut saraf mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel mast, folikel rambut, kelenjar keringat dan melepaska n histamin, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang tergolong stimul i kimiawi terhadap nyeri. Nosiseptor berespon mengantar impuls ke batang otak un tuk merespon rasa nyeri. h. Hematom Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati. Hematom bias anya dapat diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini terjadi maka kulit donor harus diambil dan diganti dengan yang baru (Perdanakusuma, 2006:1). Hemato m juga menjadi komplikasi tersering dari pemasangan graft. i. Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft. 10. Kriteria pemilihan lokasi donor yaitu harus dipertimbangkan : a. Mencapai kecocokan warna sedekat mungkin dengan memperhatikan jumlah can gkokan kulit yang diperlukan. b. Mencocokkan tekstur dan kualitas kulit untuk membawa rambut. c. Mendapatkan cangkokan kulit yang setebal mungkin tanpa mengganggu kesemb uhan luka pada lokasi donor. d. Mempertimbangkan efek kosmetik pada lokasi donor setelah kesembuhan terj adi sehingga lokasi ini sebaiknya dipilih dari tempat yang tersembunyi. 11. Agar cangkokan kulit dapat hidup dan efektif,beberapa persayaratannya : a. Lokasi resipien harus memiliki pasokan darah yang adekuat sehingga fungs i fisiologi yang normal dapat berlangsung kembali. b. Cangkokan harus melekat rapat dengan dasar (bed) lokasi resipien (untuk

menghindari penumpukan darah atau cairan). c. Cangkokan harus terfiksasi kuat (terimmobilisasi) sehingga posisinya dip ertahankan pada lokasi resipien. d. Daerah pencangkokan harus bebas dari infeksi. D. MANAJEMEN NYERI PADA LUKA 1. Pengertian Nyeri Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, yang si fatnya sangat subjektif karena persaan nyeri berbada pada setiap responden dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya responden tersebut yang dapat menjelaska n dan mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz, 2008). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan ak ibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Suzanne, 2002). N yeri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenang kan dalam berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, 2001) 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri Usia Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri khususnya a nak-anak dan lansia. Pada kognitif tidak mampu mengingat penjelasan tentang nyer i atau mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi di berbagai s ituasi. Nyeri bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihind ari, karena lansia telah hidup lebih lama mereka kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi patologis yang menyertai nyeri. Kemampuan klien lansia untuk m enginterpretasikan nyeri dapat mengalami komplikasi dengan keadaan berbagai peny akit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Jenis Kelamin Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjaadi subjek penelitian yan g melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi o leh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tan pa memperhatikan jenis kelamin. Kebudayaan Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi ny eri. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri dikaitkan dengan nyeri diberbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan unt uk klien yang mengalami nyeri. Makna nyeri Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyer i dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan n yeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan mempe rsepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya. Perhatian Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangk an upaya pengalihan atau distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing dan ma ssage. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lai n, maka perawaat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Ansietas Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapa t menimbulkan perasaaan ansietas. Individu yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang memili ki status emosional yang kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau menderi ta penyakit kritis, sering kali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan dan pe rawatan diri dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak ku njung hilang sering kali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian. Keletihan Keletihan meningkatkan persepsi nyeri rasa kelelahan menyebabkan sensasi

nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan diser tai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebh berat. Nyeri s eringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tiddur yang l elap dibanding pada akhir hari yang melelahkan Pengalaman Sebelumnya Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila seor ang klien tidak pernah mengalami nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat menggan ggu koping terhadap nyeri. Gaya koping Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa kese pian. Apabila klien mengalami nyeri di keadaan perawatan kesehatan, seperti di r umah sakit klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering terj adi adalah klien merasa kehilangan kontrol terhadap lingkungan atau kehilangan k ontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Nyeri dapat m enyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan/total. Dukungan keluarga dan sosial Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran ora ng-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individuu dar i kelompok sosial budaya yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang oran g tempat mereka menumpahkan keluhan tentang nyeri. 3. Manajemen nyeri Manajemen Nyeri merupakan isu yang penting selama tindakan. Nyeri pasien bisa be rat atau yang mengejutkan bisa ringan, namun tingkat keparahan nyeri jarang yan g dicatat. Persepsi nyeri pada pasien juga dapat dipengaruhi oleh alkohol, pengg unaan obat-obatan, atau penyebab lainnya seperti perubahan tingkat kesadaran, (b isa akibat inhalasi asap, hipoksia, atau hipotensi). Manajemen nyeri luka bakar sulit di laksanakankan, sebelum dilakukan pemeriksaan formal dan stabilisasi pada pasien. Oleh karena itu rekomendasi berdasarkan pen gamatan dan pengalaman klinis. Langkah-langkah sederhana, seperti cooling, menut upi permukaan luka bakar dan immobilisasi pasien, mungkin sudah cukup memadai. P enutupan luka bakar sangat perlu sebab dengan adanya aliran udara di atas permuk aan luka bakar akan memperberat nyeri. Untuk mengatasi nyeri bisa di lakukan dengan pemberian : Opioid Opioid intravena tetap menjadi metode yang paling populer dalam mengurangi nyeri pada luka bakar. Salah satu jenis opioid yaitu morfin. Morfin telah banyak dite liti dan digunakan dalam hal ini. Secara farmakokinetik, metabolit aktif dari m orfin pada prinsipnya tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan dan tampa luka bakar, sehingga dapat digunakan dosis yang sama. Pada umumnya, dibandingkan dengan opioid lain, morfin memiliki sifat sedatif dan antitusif, hal ini tergantung pada metode pemberian, morfin memiliki durasi yan g relatif panjang. Metabolit morfin, terutama morfin-6-glukuronat, memainkan per an aktif dalam analgesia, terutama ketika morfin digunakan untuk periode lama. M orfin biasanya digunakan dengan PCA untuk penanganan nyeri luka bakar. Kelemahan nya PCA sangat bergantung pada kemampuan pasien dalam menggunakan peralatan. Inf us dengan kecepatan tetap telah digunakan pasca operasi pada pasien dengan luka bakar tetapi kelihatannya ketika timbulnya rasa sakit yang hebat, metode ini han ya dapat memberikan tingkat analgesia yang rendah. Nonopioid Analgesia Berbagai obat nonopioid telah diteliti untuk menangani nyeri pada luka bakar. Pa da salah satu pusat studi luka bakar telah dilakukan pengamatan dimana opioid ti dak digunakan, kemudian didapatkan bahwa pengurangan nyeri diperoleh dengan men ggunakan nonopioids adalah serupa dengan yang diperoleh dengan menggunakan opioi ds. Di samping itu, ada keengganan untuk memberikan opioid kepada pasien usia la njut dengan luka bakar karena berakibat pada peningkatan risiko efek samping. Non Steroid anti-inflamatory Drugs (NSAIDs) telah berhasil digunakan untuk menan gani nyeri atau mengurangi penggunaan opioid dalam berbagai kondisi nyeri akut. Penggunaan secara parenteral obat NSAIDs, seperti ketorolac, seperti yang telah dijelaskan dapat diberikan untuk menangani luka bakar. Penggunaan ketorolac dal

am hubungannya dengan manfaat lainnya berupa efek anti-inflamasi yang diperlukan pada luka bakar perlu diperhatikan. Pasien luka bakar biasanya selalu berhadapa n dengan hipovolemia atau gangguan ginjal sehingga penggunaan NSAID pada pasien luka bakar telah dikaitkan dengan memburuk fungsi ginjal. Kecemasan juga dapat m enyebabkan atau memperburuk ulserasi gastrointestinal sehingga penggunaan NSAID pada pasien luka bakar harus dibatasi. Meskipun potensi risiko gastrointestinal lebih rendah dibandingkan dengan obat siklooksigenase-2-selektif inhibitor, teta pi obat-obatan ini memiliki resiko terhadap kardiovaskuler dan ginjal yang sign ifikan. Sehingga, penggunaan keterolak sebagai analgesik pada pasien luka bakar harus dipertimbangkan untung dan ruginya serta mampaat klinisnya secara potensia l. Manajemen Nyeri menurut Kransner D,1998 dan beberapa peneliti se suai dengan penemuan mereka, merekomendasikan beberapa strategi untuk penatalaks anaan nyeri : a. Jelaskan prosedur sebelum tindakan perawatan luka. b. Biarkan pasien untuk ikut serta dalam mengangkat balutan luka jika memun gkinkan. c. Perlunya istirahat beberapa detik atau menit selama mengganti balutan. d. Buat protokol untuk mengatasi nyeri seperti anastesi topikal atau lokal selama debridement dan obat untuk nyeri selama mengganti balutan. e. Pemberian pengobatan untuk istirahat tidur dan menurunkan kecemasan. f. Penanganan nyeri secara khusus dan atau spesialis manajemen nyeri. g. Bantu dalam ekspresi perasaan. h. Berikan pujian yang positif i. Diskusikan macam perawatan dan berikan pilihan. j. Tanyakan pada pasien jika aa pertanyaan yang khusus mengenai penanganan luka. k. Berikan contoh yang nyata untuk meyakinkan pasien dalam perawatan luka. l. Berikan harapan; untuk usaha perbaikan dan perkembangan dalam penanganan luka. Contoh misalnya; foto-foto perbaikan luka m. Jelaskan pada pasien apa yang terjadi pada luka n. Diskusikan perkembangan atau kemajuan dari luka. o. Lakukan perawatan luka dengan lembut dan tenang p. Kenali kondisi psikologis pasien q. Pelindung untuk pasien dan keluarga r. Yakinkan bahwa pemberi pelayanan buakan penyebab pasien menjadi marah. s. Hindari pekerjaan yang tergesa-gesa atau mendadak yang berdampak pada pa sien dan keluarga.

BAB III PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai m etode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Dalam hal ini, jenis balutan yang digunakan adalah kasa. Metode yang dikenal dengan modern dressing ini beberapa contoh di antaranya yakni dengan penggunaan bahan seperti hydrogel. B. SARAN Sebaiknya bagi perawat perlu memperhatikan tindakan dalam melakukan penggatian d ressing luka. Perawat harus benar-benar memperhatian jenis balutan yang sesuai d engan jenis-jenis luka. Maka bagi kita perawat dianjurkan untuk melakukan tindak an tersebut sesuai dengan prosedur yang telah ada.

Anda mungkin juga menyukai