Anda di halaman 1dari 24

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.

Abulyatama Aceh

2011

BAB I PENDAHULUAN

Di Indonesia komplikasi kehamilan trimester pertama dalam bentuk kehamilan ektopik tidak jarang ditemui. Kehamilan ektopik sering disebutkan juga kehamilan di luar rahim atau kehamilan di luar kandungan. Sebenarnya kehamilan ektopik berbeda dari kehamilan di luar rahim atau di luar kandungan. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berimplantasi dan berkembang di luar tempat yang biasa. Biasanya peristiwa implantasi zigot terjadi di dalam rongga rahim tetapi bukan pada serviks dan kornu. Dengan demikian kehamilan yang berkembang di dalam serviks dan atau di dalam kornu (bagian interstisial uterus) walaupun masih bagian dari rahim adalah kehamilan ektopik. Istilah kehamilan di luar kandungan malah jauh menyimpang karena saluran telur, indung telur dan rahim semuanya termasuk alat kandungan, padahal kehamilan ektopik yang terbanyak adalah kehamilan yang terjadi di dalam saluran telur dan bahkan juga pada indung telur. Satu-satunya kehamilan yang bisa disebut di luar kandungan adalah kehamilan abdominal. Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KET harus mendapat terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif.

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

BAB II PEMBAHASAN
II.1.Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim/kandungan, yaitu bila zigot terimplantasi di lokasi-lokasi selain cavum uteri, seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Pada keadaan normal sel telur dan sperma mengalami fertilisasi di daerah tuba/saluran telur yaitu daerah ampula, embrio yg merupakan hasil fertilisasi tersebut akan bergerak ke arah rongga rahim dan menempel di dinding dalam rongga rahim. Namun oleh karena sesuatu hal, misalnya karena infeksi pada saluran tuba, maka embrio tersebut tidak dapat mencapai rongga rahim tetapi 'tertahan' di saluran tuba. Hal ini yang disebut dengan kehamilan ektopik. Pada tahap awal perkembangannya, embrio dapat tumbuh dan berkembang di dalam saluran tuba tetapi jika dibiarkan maka perkembangan embrio tersebut dapat menyebabkan ruptura/pecahnya saluran tuba atau saluran telur tersebut karena berkembang melebihi kapasitas ruang tempat implantasi. Jika ini terjadi maka akan terjadi perdarahan hebat akibat ruptura saluran tersebut, perdarahan tersebut akan mengumpul di dalam rongga perut seorang wanita dan jika dibiarkan maka wanita tersebut akan meninggal karena perdarahan tidak diatasi, hal ini disebut dengan kehamilan ektopik terganggu (KET). Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu,lokasi kehamilan ektopik terganggu paling banyak terjadi di tuba (90-95%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%). Pada daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%), servikal (0,5%) .

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

II.2.Epidemiologi
Kehamilan ektopik yang pecah sangat dini (hanya beberapa hari terlambat haid) umumnya tidak menyebabkan perdarahan yang serius dan rasa nyeri pun sangat minimal sehingga penderita tidak waspada. Jadi insiden penyakit ini sesungguhnya lebih tinggi daripada yang dilaporkan. Kejadian yang terbanyak dilaporkan di Jamaica yaitu 1 dalam 28 kehamilan. Di beberapa tempat di Indonesia dilaporkan insiden yang serupa. Dalam kepustakaan, insidennya berbeda-beda dari 1 dalam 28 sampai 1 dalam 329 kehamilan. Di Amerika dilaporkan 1 dalam 80 sampai 200 persalinan. Oleh karena penyakit infeksi alat kandungan dalam yang disebutkan menjadi penyebab utama kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di negara sedang berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi tinggi. Kehamilan ektopik dilaporkan juga lebih tinggi pada mereka yang mengalami kemandulan, infeksi gonorea, infeksi pasca keguguran, menderita tuberkulosis, dan infeksi-infeksi lain dari saluran telur, pada akseptor alat kontrasepsi dalam rahim dan pil yang mengandung hanya progestagen. Dewasa ini kejadiannya meningkat karena meningkatnya hal-hal yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik seperti penyakit menular seksual, popularitas macam-macam kontrasepsi, tubektomi yang gagal, rekanalisasi dan induksi ovulasi. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 th dengan umur rata-rata 30 th. Frekuensi berulang berkisar 1-14,6 % Hal-hal yang meningkatkan kemungkinan kehamilan ektopik adalah :

Peningkatan prevalensi penyakit menular seksual yang menginfeksi dan merusak tuba Deteksi kehamilan ektopik dini Pemakaian antibiotika Meningkatnya penggunaan kontrasepsi yang menjadi predisposisi terjadinya kehamilan ektopik

Penggunaan teknik sterilisasi tuba Penggunaan teknik bantuan reproduksi (fertilisasi in vitro) Operasi tuba

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

II.3.Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus hasil konsepsi mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba. Faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik sebagai berikut: 1. Faktor uterus: a. Tumor rahim yang menekan tuba. b. Uterus hipoplastik. 2. Faktor tuba: a. Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfingitis. b. tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk c. gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba. d. operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna. e. endometriosis tuba. f. stiktur tuba. g. divertikel tuba dan kelainan congenital lainnya. h. perlekatan peritubal dan lekukan tuba. i. tumor lain menekan tuba. j. lumen kembar dan sempit. 3. Faktor ovum. a. migrasi eksterna dari ovum b. perleketan membrane granulose. c. rapid cell devinision. d. migrasi internal ovum. 4. Kegagalan kontrasepsi Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang karena kontrasepsi sendiri mengurangi insiden kehamilan. Akan tetapi di kalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan pada teknik

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

sterilisasi tuba, kegagalan alat kontrasepsi dalam rahim, dan kegagalan pil yang mengandung hanya progesteron saja. Kegagalan sterilisasi terjadi apabila terbentuk fistula yang meloloskan spermatozoa sehingga dapat terjadi konsepsi terhadap ovum di dalam ampulla tetapi konsepsi tidak dapat masuk kembali ke dalam saluran telur untuk selanjutnya kembali ke dalam rahim seperti biasa. Etiologi kehamilan ektopik dapat juga ditelusuri menurut sistematika kelainan faktor tuba, faktor zigot, dan faktor endokrin sebagai berikut : 1. Faktor tuba Sebab yang paling utama kehamilan ektopik pada saluran telur adalah infeksi. Proses radang dalam rongga panggul kecil melibatkan saluran telur sehingga mukosanya melekat dan lumen menyempit. Perlengketan tersebut dapat menyebabkan telur yang sudah dibuahi terperangkap di dalam tuba ataupun perjalanannya kembali ke dalam rahim terganggu. Keadaan yang begini umumnya adalah akibat infeksi gonorea. Pada masa lalu di waktu belum ada antibiotika infeksi gonorea menyebabkan penutupan yang sempurna dari lumen tuba. Sekarang dengan pengobatan antibiotika yang sesuai kejadian itu telah menurun menjadi kira-kira 15% saja. Chlamydia merupakan pathogen yang penting dan seringkali menyebabkan kerusakan tuba, meningkatkan resiko terjadinya kehamilan tuba. Sebagian besar infeksi oleh Chlamydia bersifat lambat dan cenderung asimptomatik, sehingga sering tidak dikenali. Chlamydia telah berhasil dikultur dari 7-30% pasien dengan kehamilan tuba. Keterkaitan yang kuat antara infeksi Chlamydia dan kehamilan tuba ditunjukkan melalui tes serologi terhadap patogen tersebut. Angka kejadian implantasi di tuba meningkat 3 kali lipat pada wanita dengan titer anti-Chlamydia trachomatis melebihi 1:64 dibandingkan titer negatif Faktor dari tuba dibagi menjadi: a. Faktor dalam lumen tuba:

tuba menyempit atau membentuk kantong buntu. - keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
5

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

lumen menyempit. b. Faktor pada dinding tuba:

tuba. assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu. c. Faktor diluar dinding tuba:

perjalanan telur.

2. Faktor zigot Berbagai kelainan perkembangan zigot seperti keadaan zona pelusida yang tidak normal dikaitkan dengan kejadian kehamilan ektopik pada tuba. Pada analisis kromosom dari sejumlah kehamilan ektopik pada tuba didapati sepertiganya ada kelainan kariotip. 3. Faktor endokrin Gerakan peristaltik tuba dan bulu getarnya terpengaruh apabila rasio

estrogen/progesteron berubah seperti halnya pada insufisiensi korpus luteum atau ovulasi terlambat. Kejadian kehamilan ektopik dilaporkan tinggi setelah induksi ovulasi dengan gonadotropin yang berasal dari hipofisis atau korion. Telur yang telah dibuahi juga bisa terperangkap di dalam saluran telur jika gerakan peristaltiknya terpengaruh sehingga terganggu perannya di dalam transportasi seperti disebabkan pengaruh prostaglandin, katekolamin dan yang sejenisnya. 4. Faktor lain Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature. Faktor resiko dari kehamilan ektopik 1. Riwayat kehamilan ektopik 2. Sedang menggunakan AKDR
6

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

3. Riwayat pembedahan tuba 4. Riwayat PID 5. Riwayat infertilitas

II.4.Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada 3 kemungkinan akibatnya
1. Kemungkinan hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya

kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul setelah meninggalnya ovum, dianggap sebagai haid yang datangnya terlambat
2. Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung

distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
3.

Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian

Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat
7

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

(8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen.

Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi AriasStella.

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

Perubahan pada rahim Perubahan yang terjadi pada rahim sama dengan yang terjadi pada kehamilan biasa. Miometrium dan endometrium sama-sama dipengaruhi oleh hormon kehamilan, dan hormon yang dihasilkan oleh kehamilan ektopik serupa seperti yang dihasilkan oleh kehamilan biasa. Pada mulanya rahim melembut kemudan membesar karena hipertrofi dan hiperplasi dari sel-sel otot polosnya. Pembesaran rahim baru nyata dapat diperiksa apabila kehamilan ektopik telah berusia lebih dari 6 minggu seperti halnya dengan kehamilan yang normal. Pada usia kehamilan di atas 6 minggu rahim sedikit lebih besar dari pada biasa. Jika implantasi terjadi di bagian interstisial bagian ini akan membesar sehingga teraba sebuah benjolan di samping fundus. Benjolan ini perlahan-lahan membesar dan menimbulkan nyeri. Keadaan begini sulit dibedakan dengan proses degenerasi merah yang dialami mioma jika terjadi kehamilan pada rahim yang mengandung mioma .

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

Perubahan pada tempat implantasi Karena pertumbuhannya yang bersifat invasif sel-sel trofoblas menembusi jaringan yang terdapat di sekitarnya. Sudah barang tentu pembuluh darah dari dinding tuba sendiri adalah yang terlebih dahulu terkena serangan invasi trofoblas sehingga terjadi perdarahan. Konseptus yang bertumbuh menyebabkan lumen tuba membesar hal mana menyebabkan dindingnya menipis dan pada suatu ketika terjadilah robekan oleh invasi trofoblas. Robekan diding tuba sudah tentu menambah perdarahan. Reaksi desidua yang lemah pada tempat implantasi tidak cukup mampu memelihara konseptus sehingga pada akhirnya mati dan pembuluh darahnya pun mengalami erosi. Sekalipun embrionya telah mati untuk sementara waktu sel-sel trofoblas masih bisa hidup dan terus berinvasi.

II.5.Gambaran Klinik
Berdasarkan atas gambaran klinik kehamilan ektopik dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok yang bergejala jelas dan kelompok yang bergejala samar. Pada kelompok yang bergejala jelas mula-mula yang terlihat adalah gejala klasik kehamilan muda seperti rasa mual dan pembesaran disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului dengan keterlambatan haid. Kemudian secara berurutan datang perasaan tidak enak pada perut di bagian bawah, keluar bercak darah melalui kemaluan, merasa amat lemah, dan berakhir dengan rasa amat nyeri seperti tersayat pisau dan berulang-ulang ketika tuba robek atau pada waktu tuba sedang terancam robek, kemudian terjadi sinkop dan boleh jadi disertai rasa nyeri pada bahu bila darah dalam rongga peritoneum cukup banyak yang mengalir ke dalam ruangan antara hati dengan diafragma dan merangsang nervus phrenicus lalu terjadilah nyeri yang memancar pada bahu. Namun demikian semua gejala tersebut dapat bervariasi tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil, perbedaan lokasi implantasi pada tuba, kecepatan distensi dan proses robekan yang terjadi pada tuba.Secara umum gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah

10

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

1.Terdapat tanda-tanda kehamilan muda


seperti mual, muntah,

uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan

usia kehamilan 2.Nyeri abdomen Nyeri yang dapat dirasakan pada satu sisi atau kedua sisi perut bagian atas, bawah, atau seluruh bagian perut. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak sehebat nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh 3.Terlambat menstruasi atau Amenorhea Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Kadang-kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi diafragma oleh hemoperitoneum. 4.Perdarahan pervagina Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan dari abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua. Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Kadang-kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi diafragma oleh hemoperitoneum. 5.Tanda-tanda syok

11

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

Penderita pucat, kesadaran menurun atau lemah, Nadi lemah, tekanan darah menurun akibat kehilangan banyak darah 6. Gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop, payudara terasa penuh, fatigue 7. Iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi. 8.Pada pemeriksaan vaginal timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan 9.Pada USG tampak kantong kehamilan dan denyut jantung janin di dalam tuba

II.6.Diagnosa
1. Anamnesis Riwayat terlambat haid Gejala dan tanda kehamilan muda, Ada atau tidak perdarahan per vaginam

12

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

Ada nyeri perut kanan / kiri bawah, berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum 2.Pemeriksaan fisik a.Didapatkan rahim yang membesar b.Keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk, kadang-kadang ada tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin, dan adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen. c.Pemeriksaan ginekologis yaitu pemeriksaan dalam : servik teraba lunak dan nyeri tekan, kavum Douglas yang menonjol dan nyeri bila diraba menunjukkan adanya hematokel retrouterina 3.Pemeriksaan Penunjang a.Laboratorium: HCG kadang positif kadang negative kadang meningkat, Hb kadang kadang menurun b.USG : Tidak ada kantong kehamian dalam kavum uteri, ada kantong kehamilan tdaam tuba 4.Kuldosintesis adalah Suatu cara untuk mengetahui apakah dalam kavum dauglasi ada darah atau tidak Teknik kuldosintesis 1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi 2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik 3. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak karena kematian hasil

konsepsi dan degenerasi trofoblas dapat menurunkan HCG. Leukosit kadang-

13

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan persiapan 5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan : a. Darah segar berwarna merah dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk; b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina 5. Diagnosa pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi

II.7.Diagnosa Banding
1. Appendisitis akut Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan. Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak terletak dalam di pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.

2. Salpingitis Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.

3. Torsi tangkai tumor ovarium Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya

14

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

4. Abortus inkomplit Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus membesar dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari pemeriksaan vagina 5.Corpus lutheum hemoragis 6. Pelvic inflammatory disease (PID) atau radang panggul 7.Endometriosisi

Gejala Amenore Nyeri perut

KET + + di kanan/kiri

Abortus inkomplit +

Tumor/kista ovarium -

appendicitis Terletak pada titik mc burney

Perdarahan pervaginam Tes kehamilan Massa

+ +

rasa nyeri yang + di kanan/ kiri sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut Lebih merah sesudah amenore, + +

Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu

15

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

II.8.Penanganan
Pasien yang telah didiagnosis dengan kehamilan ektopik harus segera di evaluasi ulang secara klinis. Terdapat dua pendekatan dalam tatalaksana kehamilan ektopik, yaitu: 1. Apabila pasien berada dalam keadaan stabil Tatalaksana medis Beberapa tahun yang lalu, tatalaksana kehamilan ektopik terbatas hanya pada tindakan bedah. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, termasuk pengalaman penggunaan methotrexate, terjadi revolusi dalam tatalaksana kehamilan ektopik. Pemilihan terapi medis dibandingkan pembedahan didasarkan atas adanya pertimbangan untuk mengurangi morbiditas akibat tindakan bedah dan anestesi umum, minimalisasi kerusakan tuba, dan minimalisasi dana serta kebutuhan rawat inap di rumah sakit. Diagnosis kehamilan ektopik secara dini memungkinkan adanya terapi medis sebagai pilihan dalam tatalaksana kehamilan ektopik. Salah satu keuntungannya adalah menghindari pembedahan dan komplikasinya, preservasi patensi dan fungsi tuba, serta biaya yang lebih rendah. Adapun agen kimia yang telah diteliti untuk terapi medis kehamilan ektopik adalah glukosa hiperosmolar, urea, agen sitotoksik (methotrexate dan actinomycin), prostaglandin, dan mifeproston. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, agen yang paling banyak dipelajari adalah methotrexate, suatu antagonis asam folat (agen kemoterapeutik antimetabolit) yang dimetabolisme di hati dan diekskresikan oleh ginjal. Methotrexate bekerja dengan menghambat sintesis basa purin dan pirimidin dengan berikatan pada enzim dihidofolat reduktase, sehingga dapat mengintervensi sintesis DNA dan multiplikasi sel. Sel-sel dengan tingkat pembelahan tinggi paling sensitif terhadap methotrexate. Berdasarkan sifatnya, obat ini bekerja pada jaringan trofoblastik, dan juga berefek pada mukosa bukal, traktus gastrointestinal, kandung kemih, sumsum tulang dan kulit. Methotrexate telah lama dikenal efektif dalam pengobatan leukemia, limfoma,

16

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

dan karsinoma kepala, leher, payudara, ovarium, dan kandung kemih. Methotrexate juga digunakan sebagai agen imunosupresif untuk mencegah reaksi graft vs host, untuk pengobatan psoriasis dan rheumatoid arthritis. Efek samping terkait penggunaan methotrexate dapat dibagi menjadi dua, yaitu akibat efek samping obat dan akibat terapi. @Efek samping obat antara lain adalah mual, muntah, stomatitis, diare, distress gaster dan pusing, peningkatan sementara enzim hati. Pada dosis lebih tinggi dapat menyebabkan supresi sumsum tulang, dermatitis, pleuritis, pneumonitis, dan alopesia, namun jarang terjadi pada dosis untuk terapi kehamilan ektopik. @Terapi dengan methotrexate juga menimbulkan keluhan seperti nyeri abdominal yang bertambah, peningkatan kadar -hCG pada hari 1-3 terapi, serta flek atau perdarahan vagina. Methotrexate yang digunakan adalah1 mg/kg IV .Walaupun methotrexate memiliki potensi menimbulkan efek samping toksik yang diagnosis kehamilan ektopik telah ditegakkan dan massa ektopik memiliki dimensi terbesar kurang dari 3.5 cm, terapi methotrexate dapat dijadikan pertimbangan. Selain itu, kadar -hCG perlu dipertimbangkan pada pasien sebelum terapi ini. Suatu studi menunjukkan bahwa kadar -hCG lebih dari 1500 mIU per mL dikaitkan dengan resiko kegagalan terapi yang lebih tinggi. Studi yang sama juga menunjukkan bahwa pasien dengan kadar -hCG lebih dari 5000 mIU per mL umumnya tidak responsif terhadap terapi methotrexate. Indikasi dan kriteria pasien untuk terapi methotrexate antara lain adalah:

Hemodinamik yang stabil, tanpa tanda atau gejala perdarahan aktif atau hemoperitoneum.

Konfirmasi adanya kehamilan ektopik


17

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh


2011

Kadar -hCG tidak melebihi 15000 IU/L Adanya resiko tinggi terkait anestesi umum Komplians baik dan mampu kembali untuk follow-up Ukuran kantung gestasi 3.5 cm pada dimensi terbesarnya menggunakan pengukuran ultrasonik

Tidak ditemukan gerakan jantung fetus Tidak ada kontraindikasi penggunaan methotrexate, yaitu
o o o o o o o o o

Hipersensitivitas terhadap methotrexate Laktasi Imunodefisiensi Alkoholisme Penyakit hati alkoholik atau kelainan hati lainnya Diskrasia darah: leucopenia, trombositopenia, anemia Penyakit paru aktif Ulkus peptikum Disfungsi ginjal atau hati atau darah

kontraindikasi terapi medis dengan methotrexate adalah:


Kadar -hCG melebihi 15000 IU/L Aktivitas jantung fetal Cairan bebas pada cul-de-sac yang ditemukan melalui pemeriksaan ultrasonik, karena hal ini dapat mengindikasikan adanya ruptur tuba

Penggunaan methotrexate dalam kehamilan ektopik tergolong baru, oleh karena itu belum ada protokol yang standar. Terdapat beberapa cara pemberian, antara lain pemberian dosis tunggal, dosis variabel, dosis rendah, serta injeksi langsung. Sebelum pemberian terapi medis, pasien harus diinformasikan terlebih dahulu mengenai resiko, keuntungan, efek samping dan kemungkinan kegagalan terapi, yang dapat berakibat pada ruptur tuba yang membutuhkan tindakan pembedahan. Oleh karena itu, pasien harus diperkenalkan kepada tanda dan gejala ruptur tuba
18

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

seperti nyeri abdomen yang bertambah, perdarahan vagina, pusing, takikardi, palpitasi atau sinkop. Sebagian besar pasien umumnya mengalami satu episode nyeri abdomen yang bertambah pada hari ke 2-3 setelah injeksi methotrexate. Nyeri ini diduga diakibatkan terjadinya pemisahan kehamilan dari tempat perlekatan. Nyeri ini dapat dibedakan dengan ruptur tuba karena nyerinya lebih ringan dengan durasi yang terbatas (24-48 jam), dan tidak terkait gejala akut abdomen atau instabilitas hemodinamik lainnya. Selama dilakukan terapi, hendaknya pasien menghindari konsumsi alkohol, vitamin yang mengandung asam folat, NSAID, dan hubungan seksual. Sebelum terapi dimulai, diperlukan pengambilan sampel darah untuk menentukan fungsi ginjal, hati dan sumsum tulang, serta untuk melihat kadar awal -hCG. Pada hari ke 4 dan 7 setelah injeksi awal, ulang penilaian kadar -hCG. Umumnya terjadi peningkatan kadar -hCG pada hari ke-3. Penurunan kadar hCG sebesar minimal 15% pada hari ke 4-7 setelah injeksi mengindikasikan respons keberhasilan. -hCG pasien harus tetap dimonitor setiap minggunya hingga tidak terdeteksi. Kegagalan terapi ditandai dengan meningkat, menetap atau gagal tidak terjadi penurunan kadar -hCG sebesar 15% pada hari ke 4-7 setelah injeksi. Bila terjadi, dapat dipikirkan perlunya terapi pembedahan. Pengulangan dosis tunggal methotrexate juga dapat dijadikan pilihan setelah dilakukan evaluasi ulang pasien. 2. Apabila kondisi pasien memburuk

Tatalaksana bedah Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan

tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan

19

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

1.konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan (salpingostomi dan salpingotomi) 2.radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi. Salpingostomi Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter urang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara bermakna. Salpingotomi Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
20

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

Salpingektomi Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping. Sebelum dilakukan pembedahan, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan menyeluruh. Manajemen yang optimal untuk pasien dengan kehamilan ektopik tergantung beberapa faktor yang meliputi:

Usia, riwayat dan keinginan menyangkut fertilitas Riwayat kehamilan ektopik atau infeksi pelvis sebelumnya Kondisi tuba ipsilateral (ruptur atau tidak) Kondisi tuba kontralateral (adhesi, oklusi tuba) Lokasi kehamilan (interstisium, ampula, ismus) Besar kehamilan Ada tidaknya komplikasi sebagai penyulit

21

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

Komplikasi yang paling sering timbul akibat pembedahan adalah rekurensi kehamilan ektopik (insidens bervariasi dari 5 hingga 20 persen) dan pembuangan jaringan trofobals tidak komplit. Disarankan pada pasien dengan resiko sangat tinggi, dosis tunggal methotrexate diberikan sebagai profilaksis terjadinya kehamilan ektopik persisten. Setelah dilakukan pembedahan untuk mengambil gestasi ektopik, kadar -hCG harus rutin dipantau setiap minggu hingga kadarnya tidak terdeteksi lagi untuk memastikan pengobatannya telah selesai. Hal ini terutama dibutuhkan pasca pembedahan konservatif (salpingotomi), yang memiliki insidens 5-15% persistensi jaringan trofoblas. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk menghilangnya -hCG adalah sekitar 2-3 minggu, namun terkadang dibutuhkan waktu hingga 6 minggu. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan. Tahap-Tahap Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Secara Umum 1. Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif bila gawat darurat 2. Transfusi darah WBC sejumlah yang diperkirakan hilang

3. Upaya stabilisasi harus dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan infus RL 4. Kalau terapi menggunakan pembedaha maka berikan obat-obat pasca operasi @ Antibiotik spectrum luas seperi,seftriakson,gentamisin,metronidazol dll @ Analgetik seperti,tramadol,ketofen supp,ketorolac dll @ fitamin untuk mengatasi anemia seperti SF
22

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

@ Anti pendarahan seperti metyl ergometrin,asam traneksamat

II.19.Komplikasi
Komplikasi dari KET adalah @Anemia @Kematian @Infeksi @Sterilitas @Mengalami KET pada tuba sisi yang lain

II.10.Prognosis
Prognosis bergantung kepada jumlah darah yang keluar, kecepatan menetapkan diagnosis, tindakan yang tepat dan lokasi kehamilan ektopik

23

Kehamilan Ektopik (KET ) MULIANI (06171087 Univ.Abulyatama Aceh

2011

BAB III PENUTUP


III.1 Kesimpulan
@.Kehamilan ektopik adalah kehamilan diluar kavum uteri @.Tuba adalah lokasi kehamilan ektopik yang paling banyak @.Kehamilan ektopik merupakan kasus emergensi maka pada umumnya dilakukan operatif @.Trias dari kehamilan ektopik adalah amenorea,pendarahan dan nyeri perut bawah kanan/ kiri

24

Anda mungkin juga menyukai