Anda di halaman 1dari 25

TUGAS TUTORIAL

ATELEKTAKSIS

Oleh: Raden Adityo THP 05.48859.00260.09 Nurhasanah 0708015023

Pembimbing: dr. Hj. Sukartini, Sp.A

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNMUL RSUD A. W. SJAHRANIE SAMARINDA 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat meliputi subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda daripada anak yang lebih tua dan remaja. Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis (atau kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus. Secara patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan lain di samping tidak adanya udara daripada lobus dan posisi yang disebabkannya daripada dinding-dinding alveolar dan bronkhiolar. Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita penyakit paru yang mengalami atelektasis. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien dengan penyakit paru yang mengalami atelektasis secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual. Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada

tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). 1.2 Tujuan Tujuan pembuatan laporan kasus tutorial ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. 2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan

yang terdapat pada kasus.

BAB II LAPORAN KASUS Identitas pasien :


Ruang perawatan Nama Jenis kelamin Umur Alamat Anak ke : An. R

: Melati : Laki-laki : 1 tahun 5 bulan : Jl. Otista Rt 18 No. 11 : 1 dari 1 bersaudara

Identitas Orang Tua


Nama Ayah Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan Terakhir Ayah perkawinan ke Riwayat kesehatan ayah Nama Ibu Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan Terakhir Ibu perkawinan ke Riwayat kesehatan ibu

: Tn. R : 27 tahun : Jl. Otista Rt 18 No. 11 : Swasta : SMA :1 : Sehat : Ny. ES : 26 tahun : Jl. Otista Rt 18 No. 11 : IRT : SMA :1 : Sehat

Anamnesis Anamnesis didapatkan dari alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada tanggal 9 Oktober 2012 pukul 08.00 WITA. Keluhan Utama Batuk Riwayat Penyakit Sekarang Batuk dialami sejak 2 bulan yang lalu, disertai dahak berwarna kuning. Batuk bertambah parah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk bertambah parah saat malam hari. Pasien juga ada muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi 1 kali, sebanyak gelas aqua, berisi air dan makanan (ampas). Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan. Pasien memiliki riwayat demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami sesak nafas. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat Kehamilan

Pemeliharaan Prenatal Periksa di Penyakit kehamilan Obat-obatan yang sering diminum

: Bidan : Praktek bidan : Tidak ada penyakit selama kehamilan : vitamin dan penambah darah

Riwayat Kelahiran :

Lahir di

: Klinik bersalin

di tolong oleh Berapa bulan dalam kandungan Jenis partus Periksa di Keluarga berencana Memakai sistem Sikap dan kepercayaan : Tidak

: Bidan : 9 bulan : Spontan : Posyandu ::-

Pemeliharaan postnatal

Pertumbuhan dan perkembangan anak :


Berat badan lahir Panjang badan lahir Miring Tengkurap Tersenyum Duduk Gigi keluar Merangkak Berdiri Berjalan Berbicara dua suku kata Masuk TK Masuk SD ::-

: 2900 gram : 48 cm : 4 bulan : 5 bulan : ibu lupa : ibu lupa : ibu lupa : 8 bulan : 11 bulan : 1 tahun : 1 tahun

Riwayat Makan Minum anak :


ASI Dihentikan Alasan Susu sapi/buatan Jenis susu buatan

: Ya : belum dihentikan :: Ya : Susu bubuk

Takaran Frekuensi Buah Bubur susu Tim saring

::: 6 bulan : 5 bulan : ibu lupa

Makanan padat dan lauknya : ibu lupa

Riwayat Imunisasi : Posyandu Imunisasi BCG Polio Campak DPT Hepatitis B Usia Saat Imunisasi I 1 bulan 1 bulan 9 bulan 2 bulan 2 bulan II //////// 2 bulan ///////// 3 bulan 3 bulan III /////// 3 bulan //////// 4 bulan 4 bulan IV /////// 4 bulan /////// /////// ///////

Keadaan Sosial Ekonomi :


Pasien tinggal dan dirawat oleh kedua orang tua.

Konsumsi untuk keluarga pasien berasal dari penghasilan dari orang tua (ayah) dengan pendapatan sekitar 2 juta rupiah perbulan. Dalam satu hari keluarga pasien biasa makan tiga kali sehari dengan nasi, lauk, pauk, dan buah Pasien dan keluarga tinggal di rumah kontrakan Dalam satu rumah dihuni oleh tiga orang, yaitu: pasien, ayah pasien dan ibu pasien. Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah. Sumber air: PDAM Listrik: PLN Pasien memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.

Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada tanggal : 7 Oktober 2012 (pukul 09.00 WITA) Antropometri

Berat badan Panjang Badan

: 8,5 kg : 72 cm

Tanda Vital

Nadi Frekuensi napas Suhu aksiler Kesan sakit Kesadaran Status Gizi

: 123 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat) : 40 x/menit : 36.8 C : Sakit sedang : Compos mentis : Gizi baik

Keadaan Umum

Rumus Behrman BB ideal = (umur dalam tahun x 2) + 8 = (1 x 2) + 8 = 10 kg Status gizi Kepala


= BB sekarang/BB ideal x 100% = = 85 % (gizi baik)

Rambut Mata Hidung Telinga Mulut normal

: hitam : cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis : Sumbat (-), bau (-), selaput putih (-) : Bersih, bau (-), sakit (-) : Lidah dalambatas normal, faring tidak hiperemi, tonsil dalam batas (-), ikterik (-), pupil 3

mm / 3 mm, refleks cahaya +/+, pembesaran KGB (-)


Leher

Pembesaran kelenjar Kaku kuduk

: (+) : (-)

Kulit Kering dengan turgor kulit baik Dada Inspeksi interkostal (+) Palpasi Perkusi Auskultasi : Krepitasi (-) : Sonor : Suara napas vesikuler, ronkhi (+/-), wheezing (-/-),suara napas : Diam simetris, gerak simetris, retraksi suprasternal (-),retraksi

( menurun , N)

Jantung
Inspeksi Palpasi

: Ictus Cordis tidak terlihat : Ictus Cordis tidak teraba : Batas Kiri = ICS V MCL Sinistra Batas Kanan = ICS IV PSL Dextra

Perkusi

Auskultasi : S1/S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-) Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Datar, venektasi (-) : Soefl, organomegali (-), turgor baik, nyeri tekan epigastrium (+) : Timpani : Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas Akral hangat, sianosis (-), edema (-) Pemeriksaan refleks: Refleks fisiologi : Refleks patella Refleks Achilles Refleks tendo biceps Refleks triceps Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap 06 Oktober 2012 : Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematrokit Foto Thorak Mantoux tes Diagnosa Lain Diagnosa Komplikasi Terapi : 10,3 : 18.800 : 347.000 : 31.5 : Atelektasis Pulmo Dekstra : (-) : Bronchopneumoni : Suspek TB Paru : Atelektasis Pulmo Dekstra : IVFD RL 8 tpm Cefotaxime 2x300 mg Ambroxol 3x cth Ctm 0,8 mg Ephedrin 4 mg DMP 3 mg Lembar Follow-Up Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi GDS : 113 : +/+ normal : +/+ normal : +/+ normal : +/+ normal

Diagnosis Kerja

08/10/2012 S : Batuk (+), pilek (+), demam (-), sesak (-) O : CM, N : 136x/i, RR : 38x/i, T : 36,5 C, anemis (-/-) Rh(+/-), Wh (-/-), suara napas ( , N) 09/09/2012 S : Batuk (+), pilek (+), demam (-), sesak (-) O : CM, N : 120x/i, RR : 32x/i, T : 36,5 C, anemis (-/-) Rh(+/-), Wh (-/-), suara napas ( ,N) 10/10/2012 S : Batuk (+), pilek (+), demam (-), sesak (-) O : CM, N : 120x/i, RR : 32x/i, T : 36,5 C, anemis (-/-) Rh(+/-), Wh (-/-), suara napas ( ,N) 11/10/2012 S : Batuk (+) , pilek (+), demam (-), sesak (-) O : CM, N : 120x/i, RR : 32x/i, T : 36,5 C, anemis (-/-) Rh(+/-), Wh (-/-), suara napas ( ,N)

IVFD RL 8 tpm Cefotaxime 2x300 mg Ambroxol 3x cth Ctm 0,8 mg Ephedrin 4 mg DMP 3 mg

IVFD RL 8 tpm Cefotaxime 2x300 mg Ambroxol 3x cth Ctm 0,8 mg Ephedrin 4 mg DMP 3 mg

IVFD RL 8 tpm Cefotaxime 2x300 mg Ambroxol 3x cth Ctm 0,8 mg Ephedrin 4 mg DMP 3 mg

Aff infus Stop cefotaxime Cefixime 2 x 10 mg Ambroxol 3x cth Ctm 0,8 mg Ephedrin 4 mg DMP 3 mg

12/10/2012 S : Batuk (-), pilek (-), demam (-), sesak (-) O : CM, N : 120x/i, RR : 32x/i, T : 36,5 C, anemis (-/-) Rh(+/-), Wh (-/-), suara napas ( ,N)

Cefixime 2 x 10 mg Ambroxol 3x cth Ctm 0,8 mg Ephedrin 4 mg DMP 3 mg

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup kolaps jaringan paru atau unit fungsional paru. Atelektasis merupakan masalah umum klien pascaoperasi. Ateletaksis adalah ekspansi yang tidak sempurna paru saat lahir (ateletaksis neokatorum) atau kolaps sebelum alveoli berkembang sempurna, yang biasanya terdapat pada dewasa yaitu ateletaksis didapat (acovired aeletacsis). Atelektasis (Atelectasis) adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkembang atau sama sekali tidak terisi udara. B. Anatomi dn Fisiologi Atelektasis Saluran pernapasan udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkhiolus. Saluran dari bronkus sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara, laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan sebagai suatu pohon dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Bronkus terdiri dari bronkus kiri dan kanan yang tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea, cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis, percabangan ini berjalan menuju terus menjadi bronkus yang ukurannya sangat kecil sampai

akhirnya menjadi bronkus terminalis yaitu saluran udara yang mengandung alveoli, setelah bronkus terminalis terdapat asinus yaitu tempat pertukaran gas. Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, yang terletak dalam rongga dada atau thorak. Kedua paru-paru saling berpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apek dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, saraf dan pembuluh darah limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar daripada paruparu kiri. Paru-paru kanan dibagi tiga lobus oleh fisura interlobaris, paru-paru kiri dibagi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Suatu lapisan yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan elastis dikenal sebagai pleura yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru-paru (pleura vesiralis). Peredaran darah paru-paru berasal dari arteri bronkilais dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronchial berasal dari aortatorakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besarmengalirkan darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronchial tidak berperan pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2 sampai 3% curah jantung. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuaran keparu-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutupi alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonaliske ventrikel kiri, yang selanjutnya membagikan kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

C. Macam-macam Atelektasis

1. Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan a. Atelektasis Neonatorum Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter. Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant, lembek dan elastis. Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya. b. Atelektasis Acquired atau Didapat Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan bercak. Istilah ini banya menyangkut mekanisme dasar yang menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut. 2. Berdasarkan luasnya atelektasis a. Massive atelectase, mengenai satu paru b. Satu lobus, percabangan main bronchus Gambaran khas yaitu inverted S sign tumor ganas bronkus dengan atelectase lobus superior paru. 1) Satu segmen segmental atelectase 2) Platelike atelectase, berbentuk garis Misal : Fleischner line oleh tumor paru Bisa juga terjadi pada basal paru post operatif 3. Berdasarkan lokasi atelektasis

a.

Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi.

b.

Atelektasis

lobaris

tengah

kanan (right

middle

lobe).

Sering

disebabkan peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
c.

Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.

d.

Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis.

e.

Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.

f.

Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior.

D. Etiologi

Etiologi terbanyak dari atelektasis adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
1.

Etiologi intrinsik atelektasis adalah sebagai berikut : a. Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar. b. c. Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus. Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum. d. Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis. e. Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis Etiologi ekstrinsik atelektasis:
a. b. c. d. e. f. g.

2.

Pneumothoraks Tumor Pembesaran kelenjar getah bening. Pembiusan (anestesia)/pembedahan Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi Pernafasan dangkal Penyakit paru-paru

E. Patofisiologi

Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak sirkulasi darah perifer akan diserap oleh udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit, hal ini tanpa desebabkan adanya infeksi. Paru-paru akan menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah paru-paru akan kekurangan udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan timbulnya transudat berupa gas dan cairan serta udem paru. Pengeluaran transudat dari alveoli dan sel merupakan pencegahan komplit kolaps dari atelektasis paru. Daerah sekitar paru-paru yang mengalami udem kompensata sebagian akan kehilangan volume. Bagaimanapun juga pada kasus kolaps yang luas diafragma mengalami paninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum. Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi dan kortek serebral. Stimulus berasal dari kemoreseptor di mana terdapat daerah atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2 kurang atau berasal dari paru-paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru kekurangan oksigen tidak terpenuhi dan penambahan kerja pernapasan. Kiranya aliran darah pada daerah yang mengalami atelektasis berkurang. Tekanan CO2 biasanya normal atau seharusnya turun sedikit dari sisa hiperventilasi parenkim paru-paru yang normal. F. Manifestasi Klinis Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek. Gejalanya bisa berupa:
1. 2. 3.

gangguan pernafasan nyeri dada batuk

Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadangkadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah). Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis. Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan pain-lain jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak diafragma mungkin meninggi. H. Pencegahan dan Pengobatan Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis: a. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin. b. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan. c. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus menerus ke paru-paru sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.

Pengobatan atelektasis didasarkan pada etiologi penyakit. Namun demikian pencegahan adalah faktor terpenting. Kerangka kerja terapi yang mendasar adalah mobilisasi dini dan perubahan posisi sering pada klien tirah baring atau klien pascaoprasi. Napas dalam dengan teratur penting karena pada klien ini umunya terjadi penurunan kesadaran akibat pengaruh anestesi, penurunan mobilitas, dan nyeri (Hanneman, 1995). Bronchodilator dan mukolitik, jika diindikasikan, dan fisioterapi dada akan sangat membantu, ventilasi yang adekuat dapat ditingkatkan denan perubahan posisi, batuk efektif, napas dalam, atau spirometri insentif. I. Prognosis Pada umumnya atelektasis dapat hilang jika penyebab obstruksi telah dihilangkan kecuali jika ada infeksi sekunder. Cepat lambatnya pnyembuhan tergantung pula pada luasnya daerah atelektasis dan atelektasis. Atelektasis pada umumnya mudah terjadi infeksi, karena gerakan mukosilier pada bronkus yang bersangkutan terganggu, sehingga efek batuk tidak bekerja. Jika infeksi ini berlangsung lebih lanjut, dapat pula mengakibatkan bronkiektasis atau abses paru.

BAB IV

PEMBAHASAN

Teori Anamnesis Gejala Bronchopnemoni : Batuk Demam Tinggi Kebiruan disekitar mulut Sesak nafas Skoring TB : a. Riwayat Kontak TB b. Riwayat Demam > 2 minggu c. Batuk > 3 minggu Skoring TB :

Fakta

Batuk dialami sejak 2 bulan yang lalu, Pasien muntah 1 hari, frekuensi 1 kali, Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan. Pasien memiliki riwayat demam 3 hari Pasien juga mengalami sesak nafas.

a. Riwayat Kontak TB (-) b. Riwayat demam > 2 minggu (-) c. Batuk >3 minggu (+) 1

Pemeriksaan Fisik + Diagnosis Skoring TB : a. Status Gizi b. Pembesaran KGB/jumlah >1 Skoring TB : a. Status Gizi 85% b. Pembesaran KGB/Jumlah >1 (+)1

c. Pembengkakan Tulang/sendi panggul c. Pembengkakan Tulang/sendi panggul Pemeriksaan Fisik Bronchopnemoni : a. Suhu > 39 C (-) Pemeriksaan Fisik Bronchopnemoni :

b. Dispneu, Takipneu c. Gerakan Dinding Thorak menurun d. Perkusi Normal/redup e. Auskultasi Rhonki f. Auskultasi suara nafas melemah

a. Suhu 36,8 C b. Dispneu (+), Takipneu (+) RR : 40x/i c. Gerakan Dinding Thorak kanan menurun d. Perkusi Normal e. Auskultasi terdapat Rhonki f. Auskultasi Suara Paru kanan menurun. Diagnosis Kerja : Bronchopneumoni Diagnosa Lain : Suspek TB Paru Diagnosa Komplikasi Pulmo Dekstra : Atelektasis

Pemeriksaan Penunjang dan Terapi Skoring TB : a. Uji Tuberkulin b. Foto Rongent Thorak Pemeriksaaan Bronchopnemoni a. Leukositosis b.Terdapat Infiltrat, dan Skoring TB : a. Uji Tuberkulin (-) b. Foto Rongent (Atelektasis Pulmo Dekstra) 1 Total Skoring TB = 3 Pemeriksaan Bronchopnemoni a. Leukositosis 18.800 b. Terdapat gambaran atelektasis pada atau pulmo Dekstra komplikasi atelektasis, efusi pleura, c. Kadar PaCO2 tidak diperiksa pnemumomediastinum, abses. c.Kadar PaCO2 menunjukkan Penatalaksanaan Terapi TB tidak diberikan Skor TB 3

hipoksemia. Penatalaksanaan : Terapi TB jika Skor >=6 Pada pasien dengan Bronchopnemoni diberikan Cephalosporin generasi 3 IVFD RL 8 tpm Cefotaxime 2x300 mg Ambroxol 3x cth Ctm 0,8 mg Ephedrin 4 mg DMP 3 mg

Prognosis Pada umumnya atelektasis dapat hilang Dubia ad bonam jika penyebab obstruksi telah dihilangkan kecuali jika ada infeksi sekunder. pnyembuhan luasnya Cepat tergantung daerah lambatnya pula pada dan

atelektasis

atelektasis. Dubia ad bonam

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien mengalami Bronchopnemonia dengan suspek TB dan komplikasi Atelektasis Pulmo Dekstra. Pasien sudah mendapatkan terapi sesuai literatur dan memiliki prognosa dubia ad bonam untuk kesembuhan penyakitnya. 5.2 Saran Kasus Bronchopnemonia dengan komplikasi Atelektasis merupakan kasus yang sering terjadi pada masyarakat sehingga diharapkan dokter muda mampu menegakkan diagnosa dan memberikan terapi sesuai dengan literatur.

DAFTAR PUSTAKA

1. A. Price Sylvia,Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, vol 2, edisi 4, Jakarta, 1995, hal 645-707.2. 2. 3. Rasad Sjahriar, Radiologi Diagnostik , FK UI, cetakan 6, Jkarta 2000, hal 108. Sharma. S,Atelektasis , 2003, http//www.eMedicine.com. Lung, 2004, http//www.eMedicine.com. 5. Ilmu Penyakit Dalam,Penyakit Sistem Pernapasan, 1998, FKUI, Jakarta. 6. Edwin F. Donnelly, M.D., Ph.D., Patterns of Lobar Collapse, 2004, http//www.RadiologyNotebook.com
7. Ganiswarna, SG. 2006. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian

4. Franken et all, Atelektasis: A Shrunke, Air Less State Affecting All or Part of

Farmakologi FKUI.

Anda mungkin juga menyukai