Anda di halaman 1dari 10

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH BIODIESEL JARAK PAGAR DAN NYAMPLUNG UNTUK PEMBUATAN

BRIKET ARANG
Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin
Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Email: wiludjengsiwi@yahoo.com
Abstrak Tujuan kegiatan ini adalah alih teknologi tentang pembuatan briket arang dari bahan baku limbah padat biodiesel jarak pagar dan nyamplung, dan membantu masyarakat desa dalam menggunakan briket arang tersebut sebagai bahan bakar alternatif. Manfaat yang didapatkan adalah petani dapat membuat briket arang dari ampas biji jarak pagar dan nyamplung secara benar sehingga mendapatkan hasil briket arang yang berkualitas sesuai dengan standar SNI, Inggris, maupun Jepang. Selain itu juga menjaga lingkungan dengan memanfaatkan limbah biodiesel dari jarak pagar dan nyamplung, serta memabntu pemerintah dalam penyediaan energi alternatif yang terbarukan. Metode yang ditawarkan adalah alih teknologi dan praktek tentang cara paembuatan briket mulai dari penyiapan bahan, pengarangan (karbonisasi), penggilingan, pengayakan, pembuatan bahan perekat, pencampuran, pencetakan/pengempaan, sampai dengan pengeringan; serta mendidik masyarakat untuk praktek penyalaan briket arang menggunakan tungku/kompor briket. Hasil yang didapatkan adalah briket ampas biji jarak pagar dengan kualitas fisik dan kimia sebagai berikut: kerapatan 0,66 g/cm3 - 0,96 g/cm3, kadar air 4,00% - 18,56%, zat mudah menguap 2,93% - 5,63%, karbon terikat 64,65% - 89,18%, dan nilai kalort 4325,41 kal/g 6344,50 kal/g. Sedangkan hasil uji mutu untuk briket dari ampas biji nyamplung adalah sebagai berikut: kerapatan 0,67 g/cm3 0,88 g/cm3, kadar air 2,26% - 7,88%, kadar abu 7,10% - 9,26%, zat mudah menguap 2,95% - 7,05%, karbon terikat77,59% 86,02%, dan nilai kalor 6014 kal/g 6925 cal/g. Hasil evaluasi terhadap khalayak sasaran setelah kegiatan selesai menunjukkan bahwa ketrampilan mereka meningkat. Pengetahuan 13 peserta kegiatan alih teknologi rata-rata meningkat. Kemampuan masyarakat menerima alih teknologi pembuatan briket dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan dan usia, semakin tinggi tingkat pendidikan penambahan pengetahuannya semakin besar, sebaliknya semakin tua umur kemampuannya menyerap informasi semakin menurun. Kata kunci: jarak pagar, nyamplung, limbah, briket, arang

A. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran yang sangat penting di semua sektor kehidupan antara lain untuk industri, transportasi, rumah tangga, komersial, dan lain-lain. Konsumsi energi untuk sektor rumah tangga pada tahun 2009 tanpa memperhitungkan energi biomassa adalah sebesar 81.499.000 SBM (Setara Barel Minyak), merupakan jumlah kebutuhan terbanyak setelah sektor industri dan transportasi (Dirjen EBTK ESDM, 2011). Pada sektor rumah tangga ini energi terutama digunakan untuk penerangan, memasak, pendingin, pemanas,

150

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Masyarakat dalam Pemanfaatan Limbah

dan untuk keperluan rumah tangga lainnya. Konsumsi energi untuk keperluan rumah tangga ini terutama didominasi oleh kayu bakar, minyak tanah, dan listrik. Energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) salah satunya adalah energi biomassa semakin ramai diteliti dan dibahas sejak terjadinya krisis energi dan melonjaknya harga BBM pada bulan September 2005. Ketersediaan BBM yang semakin lama semakin menipis sementara kebutuhan semakin meningkat mendorong para ahli energi untuk mencari bahan bakar lain sebagai pengganti. Briket adalah salah satu jenis energi biomassa yang termasuk energi alternatif. Minyak tanah adalah salah satu jenis BBM yang ketersediaannya semakin lama semakin berkurang. Salah satu kegunaan minyak tanah adalah sebagai bahan bakar kompor untuk memasak di rumah tangga. Briket dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah. Briket merupakan bahan bakar berbentuk padat yang berasal dari biomassa yang diarangkan ataupun tidak diarangkan, kemudian dikempa. Biodiesel adalah salah satu jenis bahan bakar cair yang dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, menggantikan fungsi solar. Biodiesel dapat dibuat dari bermacam bahan baku misalnya dari biji jarak pagar dan dari biji nyamplung. Dalam pembuatan biodiesel dihasilkan limbah padat berupa ampas, limbah ini masih mengandung minyak sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan mengubahnya menjadi briket. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) mulai dikembangkan di Kabupaten cilacap sejak tahun 2005. Budidaya dilakukan di lahan kering dengan sistem tumpang sari dengan tanaman lain seperti jagung dan ketela pohon. Hasil tanaman jarak pagar ini dimanfaatkan untuk pembuatan minyak jarak pagar atau biodiesel. Salah satu tempat untuk pembuatan biodiesel di Kabupaten Cilacap adalah di Koperasi Jarak Lestari di Desa Karangmangu, Kecamatan Kroya. Selain biji jarak pagar, tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel adalah tanaman nyamplung (Calophyllum inophillum L.). Tanaman nyamplung banyak dijumpai di sepanjang pantai selatan Propinsi Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Kebumen. Untuk mengantisipasi perkembangan energi alternatif sekaligus peningkatan usaha konservasi lahan, Propinsi Jawa Tengah mengintensifkan pengembangan tanaman nyamplung ini.

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

151

DIAN MAS, Volume 1, Nomor 2, September 2012

Pembuatan 1 liter minyak nyamplung diperlukan lebih kurang 15 kg nyamplung kering, sedangkan untuk menghasilkan 1 liter minyak jarak pagar dibutuhkan sekitar 4 kg biji jarak pagar. Minyak jarak pagar dan minyak nyamplung ini diperoleh dengan cara pengepresan biji, proses pengepresan ini menghasilkan limbah padat berupa ampas biji jarak pagar dan ampas biji nyamplung. Selama ini limbah ini belum dimanfaatkan, padahal ampas tersebut masih mengandung minyak yang cukup tinggi. B. SUMBER INSPIRASI Beberapa upaya sebenarnya telah dilakukan untuk memanfaatkan limbah padat dari pengolahan minyak berupa ampas biji jarak pagar dan ampas biji nyamplung, diantaranya untuk pembuatan pakan ternak. Namun usaha ini mengalami kegagalan kendala karena limbah tersebut mengandung zat ricin/hemaglutinin, dan perbol ester yang bersifat racun yang akan mengganggu pencernakan ternak yang mengkonsumsinya. Upaya pemanfaatan limbah tersebut untuk pembuatan briket arang akan sangat menguntungkan ditinjau dari penyediaan energi alternatif maupun secara ekonomi. Briket adalah arang yang diubah bentuk, ukuran dan kerapatannya dengan cara mengepres serbuk arang yang dicampur dengan bahan perekat dari tepung tapioka atau perekat yang lain. Briket arang memiliki sifat seperti BBM yaitu menghasilkan sejumlah energi panas, menghasilkan nyala api dan bara dalam kurun waktu tertentu, dan membebaskan gas buang sisa pembakaran berupa asap dan abu (Kurniawan dan Marsono, 2008). Menurut Widarta dan Suryanta (1995) pembriketan adalah proses pengolahan yang terdiri atas perlakuan pengarangan, pengecilan ukuran (size reduction), pencampuran bahan baku, pencetakan, dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket dengan bentuk, ukuran, sifat fisik dan kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan sebagai bahan bakar, mempermudah penanganan, transportasi, dan mengurangi kehilangan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan. Tahapan yang paling penting dalam proses pembuatan briket adalah proses karbonisasi atau pengarangan, yaitu proses pemanasan bahan baku dalam ruangan tanpa kontak dengan udara selama proses pembakaran sehingga terbentuk arang. Proses karbonisasi ini dilakukan pada suhu 450oC, kandungan zat yang mudah menguap akan hilang sehingga akan terbentuk struktur pori awal (El-Juhary et al., 2008). Sedangkan

152

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Masyarakat dalam Pemanfaatan Limbah

menurut Abdullah et al. (1991) proses pembuatan arang adalah proses pirolisa primer lambat yang terjadi pada pada laju pemanasan lambat pada suhu 150-300 oC. Reaksi utama yang terjadi adalah dehidrasi (kehilangan kandungan air), hasil reaksi keseluruhan adalah karbon padatan (C = arang), air (H2O), karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). Semakin lambat proses, umumnya menghasilkan mutu arang semakin baik. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan briket salah satunya adalah bahan baku, bahan utama yang harus terdapat dalam bahan baku adalah selulosa. Hambali et al. (2007) menyebutkan bahwa semakin tinggi kandungan selulosa bahan baku akan semakin baik pula kualitas briket yang dihasilkan. Sifat fisik dan kimia briket arang dari ampas biji nyamplung (Calophyllum inophyllum) telah diteliti Trisasiwi et al. (2009). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ampas biji nyamplung yang sudah diambil minyaknya masih mempunyai mutu kimia dan mutu fisik yang bagus yaitu massa jenis 0,6662 g/cm3 0,8760 g/cm3; kadar air 2,26%7,88%; zat mudah menguap (volatile matter) 2,95%-7,05%; kadar abu 7,10%- 9,26%; karbon terikat (fixed carbon) 77,59%-86,02 %; dan nilai kalor 6014 kal/g-6925 kal/g.

C. METODE Program Pengabdian pada Masyarakat berupa Penerapan Ipteks ini telah dilakukan di Koperasi Jarak Lestari, Desa Karangmangu, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap. Analisis mutu briket arang dilakukan di Laboratorium Mekanisasi Pertanian Universitas jenderal Soedirman Purwokerto. Waktu pelaksanaan kegiatan adalah selama satu bulan, mulai temu gagasan dengan UKM Mitra sampai pembuatan laporan (Trisasiwi dan Ropiudin, 2010). Pelaksanaan alih teknologi praktek pembuatan briket arang dilakukan meliputi kegiatan berikut:
1)

Alih Teknologi tentang teori pembuatan briket arang dari ampas jarak pagar dan nyamplung kepada khalayak sasaran.

2)

Praktek tentang cara pembuatan briket, mulai dari penyiapan bahan baku, karbonisasi/pengarangan, penggilingan, pengayakan, pembuatan perekat,

pencampuran, pencetakan/pengepresan, sampai pengeringan briket.

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

153

DIAN MAS, Volume 1, Nomor 2, September 2012

D. KARYA UTAMA Tahapan pembuatan briket dari ampas jarak pagar dan nyamplung terdiri atas: 1) Ampas biji jarak pagar dan ampas nyamplung yang berasal dari Koperasi Jarak Lestari Desa Karangmangu, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap dijemur secara terpisah dalam pengering kabinet sampai kering dengan kadar air berkisar 12-14%. 2) Ampas biji jarak pagar maupun ampas nyamplung dibuat arang melalui proses karbonasi (pengarangan). 3) Ampas biji jarak pagar maupun ampas nyamplung yang telah menjadi arang kemudian dibuat serbuk dengan cara ditumbuk/digiling. 4) Serbuk arang selanjutnya diayak dengan ayakan ukuran lolos mesh 35. Serbuk arang siap digunakan untuk pembuatan briket arang. 5) Pembuatan bahan perekat briket dari campuran tepung tapioka dan air dengan perbandingan 1:10. Campuran dipanaskan sambil diaduk sampai campuran mengental dan berwarna bening. 6) Pembuatan briket dengan cara mencampur perekat dengan serbuk arang secara marata dengan jumlah bahan perekat sebesar 6%. 7) Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan briket berbentuk silinder dengan diameter 4 cm, tinggi 6 cm, dengan lubang udara 6 buah, lalu ditekan sampai batas maksimal tekanan pada alat pencetak tersebut. 8) Pengeringan briket arang dengan cara dijemur di bawah matahari atau diangin-

anginkan sampai kering. 9) Analisis mutu fisik dan kimia terhadap briket arang yang telah dibuat terdiri atas uji kerapatan, kadar air, kadar abu, zat mudah menguap, karbon terikat, dan nilai kalornya dilakukan di laboratorium. Mutu briket yang dihasilkan dibandingkan dengan standar mutu menurut SNI 01-6235-2000 (BSN, 2000), standar Jepang, Inggris, dan Amerika sebagai berikut:

154

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Masyarakat dalam Pemanfaatan Limbah

Tabel 1. Mutu briket arang standar Inggris, Jepang, Amerika, dan Indonesia Sifat arang briket Jepang Inggris Amerika Kadar air (moisture content) % 6 - 8 3,6 6,2 Kadar zat menguap (volatile 15 - 30 16,4 19 - 28 matter content) % Kadar abu (ash content) % 2-6 5,9 8,3 Kadar karbon terikat (fixed 60 - 80 75,3 60 carbon content) % Kerapatan (density) g/cm3 1,0 1,2 0,46 1 60 - 65 12,7 62 Keteguhan tekan g/cm2 Nilai kalor (caloriffic value) 6.000 7.000 7.289 6.230 cal/g Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994 SNI 8 15 8 77 5.000

10) Praktek penyalaan briket arang dari ampas biji jarak pagar dan nyamplung yang dibuat menggunakan tungku briket produksi PT Tropica Nucifera Industry Yogyakarta. Evaluasi dilakukan dengan cara melihat kinerja khalayak sasaran setelah mengikuti kegiatan ini, antara lain dilakukan dengan pre test dan pos test dengan memberikan materi pertanyaan yang sama. Tujuannya adalah untuk melihat peningkatan pengetahuan khalayak sasaran tentang pembuatan briket arang dari ampas biji jarak pagar dan nyamplung. Nilai post test yang lebih bagus dari nilai pre test menunjukkan bahwa kegiatan alih teknologi berhasil. Peningkatan keterampilan khalayak sasaran juga dapat dilihat dari prosentase khalayak sasaran yang mempraktekkan pembuatan briket arang dari ampas jarak pagar dan nyamplung setelah kegiatan selesai. Kepedulian Dinas terkait tehadap petani dalam membantu pemerintah yaitu penyediaan dan pemanfaatan briket arang sebagi bahan bakar alternatif dengan cara membimbing para petani juga merupakan indikator keberhasilan kegiatan. Dampak lain keberhasilan program adalah meunculnya UKM lain

mempraktekkan pembuatan briket arang dari limbahnya, yaitu RMU dan UKM penggergajian kayu.

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

155

DIAN MAS, Volume 1, Nomor 2, September 2012

E. ULASAN KARYA Kegiatan alih teknologi telah dilakukan di Koperasi Jarak Lestari, alamat Desa Karang Mangu, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, diikuti oleh 13 orang peserta, terdiri atas petani jarak pagar 11 orang, UKM 1 orang, dan 1 orang PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dari Dinas Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap. Rekapitulasi hasil Pre test dan Post test pengetahuan tentang briket arang (Tabel 2) menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan peserta pelatihan tentang briket meningkat satu tingkat. Terdapat dua orang peserta yang latar belakang pendidikannya SLTP dan SLA pengetahuannya meningkat dua tingkat (tidak tahu menjadi tahu), dan satu orang peserta usianya 60 tahun pengetahuannya tetap (tahu sempit tetap tahu sempit). Setelah pelatihan seluruh peserta tahu tentang briket arang, meskipun ada peserta yang pengetahuannya tentang briket sempit (Tabel 3). Tabel 2. Hasil Pre test dan Post test pengetahuan tentang briket Umur (tahun) 1. Sarmin SD 65 2. Saring Hartoyo SLTA 51 3. Jaja Miharja SD 50 4. Muslimin SD 60 5. Darmo Suwito SD 65 6. Karsam SLTP 56 7. Abudtori SD 47 8. Hogi Rusyanto SLTA 42 9. Suyud H.S, SLTA 73 10. Sudaryanto S-1 40 11. A. Mashuri SD 60 12 Fajar SLTP 28 13. Samino SLTA 50 Tabel 3. Peningkatan pengetahuan peserta No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Peningkatan pengetahuan Tidak tahu tetap tidak tahu Tidak tahu menjadi tahu sempit Tidak tahu menjadi tahu Tidak tahu menjadi tahu luas Tahu sempit tetap tahu sempit Tahu sempit menjadi tahu No. Nama peserta Pendidikan Nilai mutu Pre test Tidak tahu Tahu sempit Tidak tahu Tahu sempit Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tahu Tahu sempit Tahu Tahu Jumlah (orang) 0 5 2 0 2 1 Nilai mutu Post test Tahu sempit Tahu Tahu sempit Tahu sempit Tahu sempit Tahu Tahu sempit Tahu Tahu sempit Tahu luas Tahu sempit Tahu luas Tahu luas Beda skor 0 1 2 3 0 1 Jumlah sekor 0 6 4 0 0 1

156

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Masyarakat dalam Pemanfaatan Limbah

7. 8. 9. 10.

Tahu sempit menjadi tahu luas Tahu tetap tahu Tahu menjadi tahu luas Tahu luas tetap tahu luas Total

0 0 3 0 13

2 0 1 0

0 0 3 0 13

Kriteria penilaian adalah sebagai berikut. Peningkatan sangat baik jika total skor 27 - 39, peningkatan baik jika total skor 14 - 26, peningkatan cukup baik jika total skor 7 - 13, peningkatan kurang baik jika total skor 0 - 6, dan tidak ada peningkatan jika total skor 0. Tabel 3 dapat dilihat bahwa total skor dari 13 peserta adalah 13, jadi dapat disimpulkan bahwa peningkatan cukup baik. Jika kita perhatikan Tabel 2 dan Tabel 3 sebenarnya ada peserta yang pengetahuannya naik 2 skor sebanyak 2 orang, tetapi ada peserta yang pengetahuannya tidak meningkat sebanyak 2 orang, sehingga rata-rata peningkatan pengetahuan peserta adalah 1 tingkat. Dari analisis data dapat dilihat bahwa umur dan pendidikan peserta pelatihan mempengaruhi kemampuan peserta dalam menerima alih teknologi yang diberikan. Dari Tabel 2 dan Tabel 3 dapat dilihat bahwa peserta yang pengetahuannya tidak meningkat meskipun sudah diberi introduksi pengetahuan dan teknologi adalah peserta yang usianya 60 tahun dan tingkat pendidikannya SD. Hasil uji laboratorium terhadap kualitas briket arang dari ampas biji jarak pagar adalah kerapatan 0,6639 g/cm3 0,9570 g/cm3, kadar air 4,003 % 18,557%, kadar abu 3,737% - 11,367%, zat mudah menguap 2,933% 5,633%, karbon terikat 64,647% 89,180%, dan nilai kalor 4.325,41 kal/g 6.344,50 kal/g. Kualitas briket arang dari ampas biji jarak pagar ini ditinjau dari sifat fisik dan kimianya mendekati syarat mutu briket arang standar Jepang, Inggris, Amerika dan SNI. Hasil uji laboratorium terhadap kualitas briket arang dari ampas biji nyamplung adalah kerapatan (0,6662 g/cm3 0,8760 g/cm3, kadar air 2,26% 7,88%, kadar abu 7,10% 9,26%, zat mudah manguap 2,95% 7, 05%, karbon terikat 77,59% 86,02%, dan nilai kalor 6.014 kal/g 6.925 kal/g. Kualitas briket arang dari ampas biji nyamplung ini ditinjau dari sifat fisik dan kimianya mendekati syarat mutu briket arang standar Jepang, Inggris, dan SNI (BSN, 2000). Hasil monitoring dan evaluasi di lapang menunjukkan bahwa peserta pelatihan ratarata belum mengaplikasikan pengetahuan yang didapat selama alih teknologi, hal ini

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

157

DIAN MAS, Volume 1, Nomor 2, September 2012

mungkin disebabkan monitoring yang dilakukan terlalu cepat sehingga belum banyak yang mengaplikasikan teknologi yang diintroduksikan. Dari 13 orang peserta baru satu orang yang mempraktekkan teori yang diberikan yaitu Pak Samino yang biasanya membuat briket tanpa pengarangan, sekarang dilakukan pengarangan terlebih dulu. F. KESIMPULAN Dari hasil kegiatan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1) Kemampuan masyarakat peserta alih teknologi dalam menerima introduksi pengetahuan dan teknologi pembuatan briket arang rata-rata meningkat, dan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu umur dan tingkat pendidikan. 2) Semakin tinggi tingkat pendidikan peserta peningkatan kemampuannya semakin tinggi, sebaliknya semakin tua usia kemampuannya menyerap informasi semakin menurun. 3) Hasil uji laboratorium kualitas fisik dan kimia briket ampas biji jarak pagar adalah sebagai berikut: kerapatan 0,66 g/cm3 - 0,96 g/cm3, kadar air 4,00% - 18,56%, zat mudah menguap 2,93% - 5,63%, karbon terikat 64,65% - 89,18%, dan nilai kalort 4325,41 kcal/g 6344,50 kcal/g. 4) Hasil uji mutu untuk briket dari ampas biji nyamplung adalah sebagai berikut: kerapatan 0,67 g/cm3 0,88 g/cm3, kadar air 2,26% - 7,88%, kadar abu 7,10% - 9,26%, zat mudah menguap 2,95% - 7,05%, karbon terikat77,59% 86,02%, dan nilai kalor 6014 kcal/g 6925 kcal/g.

G. DAMPAK DAN MANFAAT 1. Hasil evaluasi terhadap khalayak sasaran setelah kegiatan selesai menunjukkan bahwa ketrampilan mereka meningkat. 2. Kemampuan 13 masyarakat peserta kegiatan menerima alih teknologi pembuatan briket dipengaruhi oleh dua faktor yaitu tingkat pendidikan dan usia, semakin tinggi tingkat pendidikan penambahan pengetahuannya semakin besar, sebaliknya semakin tua umur kemampuannya menyerap informasi semakin menurun.

158

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Masyarakat dalam Pemanfaatan Limbah

H. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K., A. K. Irwanto, N. Siregar, E. Agustina, A. H. Tambunan, M. Yamin, E. Hartulistiyoso, dan Y. A. Purwanto. 1991. Energi dan Listrik Pertanian. IPB, Bogor. (2) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Pembuatan Briket Arang. Bogor. (3) BSN. 2000. SNI 01-6235-2000 Briket Arang Kayu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. (4) Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (Dirjen EBTK ESDM). 2011. Sambutan Direktur Jenderal EBTK ESDM pada Diskusi interaktif pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN). Jakarta 16 Maret 2011. (5) El-Juhany, M. Arif, and M. Megahed. 2008. Properties of charcoal produced from some endemic and exotic acacia species grown in Riyadh, Saudi Arabia. http://terrepetra.bioenergylist.org/astmd1762.pdf diakses 16 Juli 2008. (6) Hambali, A.H.2006. Implementasi Kebijakan Pengembangan Jarak Pagar sebagai Sumber BBN. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar Jatropha Curcas L. Bogor, 29 November 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Perkebunan. (7) Kurniawan, O. dan Marsono. 2008. Superkarbon: Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Penebar Swadaya, Depok. (8) Trisasiwi, W., E. Sumarni and Yuliati. 2009. Performance of Charcoal Briquette From Nyamplung (calophyllum inophyllum) Seed Dregs. Paper. International Symposium Agricultural Engineering Towards Sustainable Agriculture in Asia. November 17-19, 2009. Bogor, West Java, Indonesia. (9) Trisasiwi, W. dan Ropiudin. 2010. Pemanfaatan Limbah Biodiesel dari Jarak Pagar dan Nyamplung untuk Pembuatan Briket Arang di Koperasi Jarak Lestari. Laporan Program Pengabdian kepada Masyarakat. Sumber dana anggaran DIPA (Rutin) Unsoed. Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto (tidak dipublikasikan). (10) Widarto, L. dan Suryanta. 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu. Kanisius, Yogyakarta. I. PENGHARGAAN Tim mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang berperan dalam membantu kelancaran kegiatan tersebut, antara lain Pimpinan Perguruan Tinggi Universita Jendral Soedirman, Koperasi Jarak Lestari di Desa Karangmangu, Kecamatan Kroya, PPL dari Dinas Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap serta beberapa pihak yang terkait dengan kegiatan ini. (1)

Wiludjeng Trisasiwi, Ropiudin

159

Anda mungkin juga menyukai