Anda di halaman 1dari 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran PT. Inalum 2.1.1 Sejarah Inalum

Tanggal 7 Juli 1975, di Tokyo, setelah melalui perundingan perundingan yang panjang, pemerintah Indonesia dan para penanam modal Jepang menandatangani Perjanjian Induk untuk membangun PLTA dan pabrik peleburan Aluminium Asahan. Dan pada bulan November 1975, dua belas perusahaan penanaman modal Jepang membentuk sebuah konsorsium di Tokyo dengan nama Nippon Asahan Aluminium Co., Ltd. (NAA Co., Ltd) yang 50% sahamnya dimiliki oleh lembaga keuangan pemerintah Jepang. Tanggal 6 Januari 1976 didirikanlah PT Indonesia Asahan Aluminium (PT INALUM) di Jakarta untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian kedua instalasi tersebut. Untuk menyelenggarakan pembinaan, perluasan dan

pengawasan atas pelaksanaan pembangunan proyek ini, pemerintah RI mengeluarkan KEPPRES No.05/1976 tentang Pembinaan Badan Pembina Proyek Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan. Tanggal 20 Januari 1982, presiden Soeharto yang datang bersama pejabat tinggi pemerintahan, meresmikan operasi tahap pertama peleburan Aluminium PT INALUM di Kuala Tanjung dan menyebut proyek ini sebagai Impian yang menjadi kenyataan. Pada tanggal 14 Oktober 1982 dilakukan ekspor perdana produksi PT INALUM ke Jepang dan Indonesia menjadi salah satu pengekspor Aluminium batangan di dunia. 2.1.2 Ruang lingkup PT. Inalum PT. Inalum terdiri dari PLTA sungai Asahan di Paritohan, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan Aluminium di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara beserta seluruh prasarana yang di perlukan untuk kedua proyek, seperti: pelabuhan, jalan-jalan, perumahan karyawan, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, dengan investasi yang keseluruhannya berjumlah 411 Milyar yen (US $ 920.476.000).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Asahan dengan panjang 150 km memiliki potensi debit pada musim kemarau 60 m3/det dan pada musim hujan lebih dari 100 m3/det. PLTA di Siguragura dan Tangga masing-masing digerakkan dengan potensi air terjun ini, dengan kapasitas total : Kapasitas terpasang Output tetap Output puncak : 603 MW : 426 MW : 513 MW

Tenaga listrik yang dihasilkan disalurkan ke pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung. 2.1.4 Belt Conveyor di PT. Inalum Di PT. Inalim Belt Conveyor (BC) merupakan sistem transportasi material dengan menggunakan ban berjalan. Material yang dibawa belt conveyor adalah serbuk alumina, coke dan hard pitch. Material tersebut dibawa oleh diatas ban berjalan dari satu BC ke BC lainnya. Belt Conveyor di PT. Inalum terdiri dari 4 bagian : 1. Belt conveyor alumina line (BC 101-BC 102-BC 103-BC 104) Berfungsi mengangkut Fresh Alumina dari pelabuhan ke Alumina Silo (S101 A, S-101 B, S-101 C). 2. Belt conveyor hard pitch line (BC 111-BC 112-BC 113-BC 114) Berfungsi mengangkut hard pitch dari pelabuhan sampai ke gudang penyimpanan (hard pitch storage) dengan menggunakan ban berjalan. 3. Belt conveyor reacted alumina (BC 1-1, BC 1-2, BC 3, BC 4, BC 5 dan BC 6) Berfungsi mengangkut reacted alumina dari silo reacted alumina (1-B-1, 2-B-1, 3-B-1) menuju ke silo harian (day-bin) dengan sistem ban berjalan .

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Produksi Aluminium Batangan Pabrik peleburan aluminium merupakan bagian utama dari PT INALUM dibangun di atas areal seluas 200 HA berlokasi di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara. Pabrik peleburan aluminium PT. INALUM terdiri dari : a. Pabrik Anoda Karbon Gedung karbon memproduksi balok-balok anoda karbon yang akan digunakan pada tungku-tungku reduksi dan terdiri dari 3 bagian yaitu, bagian karbon mentah (Green plant), bagian pemanggang anoda (Baking plant), dan bagian penangkaian (Rodding plant). Di bagian karbon mentah, bahan baku kokas dan pitch keras diaduk dan dibentuk menjadi balok-balok anoda mentah, kemudian dibawa ke bagian pemanggang anoda dengan 106 tungku panggang tipe Riedhammer tertutup berada. Balok-balok anoda panggang, kemudian

dipindahkan ke bagian penangkaian untuk diberi tangkai yang berfungsi sebagai elektroda pada tungku reduksi. Puntung balok anoda dari tungku reduksi kemudian diolah dan digunakan kembali untuk memproduksi balok-balok karbon mentah. b. Pabrik Reduksi Unit terdiri dari tiga gedung yang masing-masing dipasang 170 tungku type anoda prapanggang (Prebaked Anode Furnace) 170.000 amp, dengan lisensi dari Sumitomo Aluminium Smelting Co., Ltd. Total kapasitas produksi adalah 225.000 ton aluminium per tahun dari 510 tungku terpasang. Pada tungku reduksi bahan baku alumina (Al2O3) dilebur melalui balok-balok anoda karbon dengan proses elektrolisa menjadi cairan aluminium. c. Pabrik Pencetakan Aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan dan setelah dimurnikan lebih lanjut dalam tungku-tungku penampung, dibentuk menjadi aluminium batangan (ingot) yang beratnya masing-masing 50 pon (22,7 kg) dan merupakan produksi akhir PT INALUM yang dipasarkan di dalam dan ke luar negeri. Disini terdapat 10 buah tungku penampung yang masing-masing berkapasitas 30 ton dan 7 unit mesin pencetak ingot.

Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Fasilitas lainnya Di area peleburan dibangun juga bengkel-bengkel untuk perbaikan, perawatan dan peralatan permesinan, kelistrikan dan kendaraan angkut dan fasilitas penyimpanan bahan baku, antara lain : 1. Silo alumina (3 unit @ 20.000 ton) 2. Silo kokas (20 unit @ 1.400 ton) 3. CTP yard (5.400 ton) Tangki minyak IDO (2 unit @ 2.400 kl)

2.2 Belt Conveyor Belt conveyor dapat digunakan untuk memindahkan muatan satuan (unit load) maupun muatan curah (bulk load) sepanjang garis lurus atau sudut inkliinasi terbatas. Belt conveyor secara intensif digunakan di setiap cabang industri. Pada industri pengecoran digunakan untuk membawa dan mendistribusikan pasir cetak, membawa bahan bakar di pembangkit daya, memindahkan bijih batubara pada unit pertambangan batubara, di antara langkah processing pada industri makanan dan sebagainya (Zainuri, 2006). Dipilihnya belt conveyor sistem sebagai sarana transportasi material adalah karena tuntutan untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan juga kebutuhan optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja. Keuntungan penggunaan belt conveyor adalah : 1. Menurunkan biaya produksi saat memindahkan material 2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap 3. Membutuhkan sedikit ruang 4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material 5. Menurunkan polusi udara Belt conveyor mempunyai kapasitas yang besar (500 sampai 5000 m3/ jam atau lebih), kemampuan untuk memindahkan bahan dalam jarak (500 sampai 1000 meter atau lebih). Pemeliharaan dan operasi yang mudah telah menjadikan belt conveyor secara luas digunakan sebagai mesin pemindah bahan. Berdasarkan perencanaan, belt conveyor dapat dibedakan sebagai :

Universitas Sumatera Utara

1. Stationary conveyor 2. Portable (mobile) conveyor Berdasarkan lintasan gerak belt conveyor diklassifikasikan sebagai : 1. Horizontal 2. Inklinasi dan 3. Kombinasi horizontal-inklinasi

Gambar 2.1 Lintasan belt

Pada umumnya belt conveyor terdiri dari : kerangka (frame), dua buah pulley yaitu pulley penggerak (driving pulley) pada head end dan pulley pembalik ( take-up pulley) pada tail end, sabuk lingkar (endless belt), Idler roller atas dan Idler roller bawah, unit penggerak, cawan pengisi (feed hopper) yang dipasang di atas conveyor, saluran buang (discharge spout), dan pembersih belt (belt cleaner) yang biasanya dipasang dekat head pulley.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan : 1. Frame 2. Drive pulley 3. Take up pulley 4. Endless belt 5. Upper pulley 6. Lower pulley 7. Drive unit 8. Feed hopper 9. Discharge 10. Cleaner Gambar 2.2 Konstruksi belt conveyor

2.2.1 Komponen utama Belt Conveyor Adapun komponen-komponen utama dari belt conveyor dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Komponen belt conveyor

Universitas Sumatera Utara

1. Belt Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga dapat bergerak dengan teratur.

2. Head pulley Head pulley pada belt conveyor dapat juga dikatakan sebagai pulley penggerak dari sistem BC. Pada head pulley dipasang sistem penggerak untuk menggerakkan belt conveyor. Head pulley juga dapat dikatakan sebagai titik dimana material akan dicurahkan untuk dikirim ke BC selanjutnya.

Gambar 2.4 Head Pulley

3. Tail pulley Merupakan pulley yang terletak pada daerah belakang dari sistem conveyor. Dimana pulley ini merupakan tempat jatuhnya material untuk dibawa ke bagian depan dari conveyor. Konstruksinya sama dengan head pulley, namun tidak dilengkapi penggerak.

Universitas Sumatera Utara

4. Carrying roller Merupakan roller pembawa karena terletak dibawah belt yang membawa muatan. Berfungsi sebagai penumpu belt dan sebagai landasan luncur yang dipasang dengan jarak tertentu agar belt tidak meluncur ke bawah.

Gambar 2.5 carrying roller

5. Return roller Merupakan roller balik atau roller penunjang belt pada daerah yang tidak bermuatan yang dipasang pada bagian bawah fram.

Gambar 2.6 Return roller

6. Drive (penggerak) Berfungsi untuk menggerakkan pulley pada BC. Sistem penggerak ini biasanya terdiri dari motor listik , transmisi, dan rem.

7. Take-up pulley Perangkat yang mengencangkan belt yang kendur dan memberikan tegangan pada belt pada start awal.

Universitas Sumatera Utara

8. Snub pulley Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tegangan belt pada drive pulley.

9. Chute/ hopper Merupakan corong yang terletak diujung depan dan belakang conveyor belt untuk memuat dan mencurahkan material. 10. Skirt rubber Berfungsi sebagai penyekat agar material tidak tertumpah keluar dari ban berjalan pada saat muat.

Gambar 2.7 Skirt Rubber

11. Chip cleaner Berfungsi sebagai pembersih material yang terbawa oleh belt conveyor setelah dicurahkan.

Gambar 2.8 chip cleaner

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Sistem Kerja Belt Conveyor Bahan dihisap oleh unloader dari kapal dan bahan akan jatuh ke belt conveyor, kemudian belt conveyor akan mengirim bahan ke stasiun penampungan. Belt diletakkan di atas pulley yang digerakkan oleh motor penggerak. Pulley bergerak akibat adanya putaran yang ditransmisikan oleh motor penggerak.

Gambar 2.9 Sistem kerja belt conveyor Belt conveyor mentransport material yang ada di atas belt, dimana umpan atau inlet pada sisi tail dengan menggunakan chute dan setelah sampai di head material ditumpahkan akibat belt berbalik arah.

2.2.3 Belt Belt merupakan pembawa material dari satu titik ke titik lain dan meneruskan gaya putar. Belt ini diletakkan di atas roller sehingga dapat bergerak dengan teratur. Belt dapat dibuat dari : 1. Textile terdiri dari : camel hair, cotton (woven atau sewed), duck cotton, dan rubberized textile belt 2. strip baja, dan atau 3. kawat baja (woven-mesh steel wire).

Universitas Sumatera Utara

Kekuatan belt conveyor bukan dilihat berdasarkan ketebalannya melainkan pada jumlah lapisan penguat (ply) dan tegangan tarik per ply (tensile strenght). Ditinjau dari struktur lapisan penguatnya, belt conveyor dibagi dalam dua jenis yaitu : 1. Fabric belt Belt dengan penguat jenis fabric adalah belt dengan lapisan penguat (ply) yang terbuat dari serat tekstil (serat buatan). Lapisan penguat tersebut biasanya disebut Carcass. Carcass terbagi dalam beberapa jenis, antara lain : a. b. c. d. e. f. Nylon atau polymide (NN) Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen Cotton Vinylon fabric (VN) Polyvinil (KN) Aramide fiber

Fabric merupakan rajutan yang terdiri dari serat memanjang (WRAP) dan serat pengisi dengan arah melintang (WEFT). Jenis rajutan yang sering dipakai pada fabric belt adalah plain weave.

Gambar 2.10 Arah WEFT dan WRAP

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.11 Struktur fabric belt

2. Steel cord Steel cord adalah belt yang lapisan penguatnya terbuat dari serat baja yang galvanizing. Tujuan galvanizing adalah untuk mencegah terjadinya karat pada kawat akibat adanya rembesan air atau udara. Steel cord belt biasanya digunakan pada conveyor yang membawa beban berat. Pada belt jenis steel cord ini tidak terdapat lapisan penguat (ply). Yang ada hanya batangan kawat sling yang dirajut sedemikian rupa sehingga membentuk suatu anyaman kawat baja. Berikut dapat dilihat konstruksi dari steel cord belt pada gambar berikut di bawah ini

Gambar 2.12 Struktur steel cord belt

Universitas Sumatera Utara

Belt conveyor terdiri dari beberapa bagian penting antara lain: 1. Cover rubber Cover rubber adalah lapisan karet sintetis yang mempunyai elastisitan tinggi dan tahan gesek. Cover rubber berfungsi untuk melindungi lapisan penguat dari curahan, gesekan dan benturan material pada saat loading (pemuatan) agar ply tidak sobek atau rusak. Alasan penggunaan karet adalah untuk melindungi ply karena karet memiliki elastisitas tinggi dan tahan gesek, namun karet tidak memiliki tegangan tarik yang baik. Sedangkan lapisan ply tidak tahan terhadap gesekan dan benturan namun memiliki tegangan tarik yang baik. Penentuan pemakaian jenis Grade Cover Rubber adalah berdasarkan kondisi operasi dan jenis material yang dibawa. Selain itu ada jenis cover rubber sintetis, antara lain : 1. SBR : Styrene Butadiene Rubber, untuk membawa material panas mulai dari temperatur 100 oC 2. ABR : Acrylonitrile Butadiene Rubber, untuk membawa material yang mengandung minyak dan bahan kimia (oil resistant) 3. NEOPRENE : dipakai pada tambang bawah tanah (flame/Fire Resistant conveyor Belting) Cover rubber terdiri atas dua bagian, yaitu : a. Top cover Top cover adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan material. Top cover biasanya disebut Carry cover (lapisan pembawa). Top cover selalu menghadap keatas dan lebih tebal daripada bottom cover. Pada operasi normal, top cover akan lebih cepat rusak daripada bottom cover karena top cover langsung mengalami benturan dan gesekan pada saat material dimuat. Tebal dari top cover adalah 1 mm s/d 8 mm untuk Fabric belt dan 5 mm s/d 18 mm untuk Steel cord belt. b. Bottom Cover Bottom cover adalah karet lapisan bawah yang berhadapan langsung dengan pully dan roller pembalik (Return Roller). Bottom cover sering

Universitas Sumatera Utara

juga disebut dengan pully cover. Pada umumnya bottom cover lebih tipis dari pada top cover, karena bottom cover tidak bersentuhan langsung dengan material. Tebal Bottom cover adalah 1 mm s/d 4 mm untuk fabric belt dan 2 mm s/d 8 mm untuk steel cord belt. 2. Tie rubber Tie Rubber adalah lapisan karet diantara ply. Tie rubber juga sering disebut Tie gum atau Skim rubber. Tie rubber berfungsi untuk melekatkan ply satu dengan yang lainnya pada fabric belt, dan melekatkan sling baja dengan cover rubber pada steel cord belt. Tebal tie rubber adalah : Untuk fabric belt 0.5 mm s/d 1 mm dan Untuk steel cord belt 2 mm. Tie rubber tidak tahan benturan dan gesekan. Spesifikasi tie rubber yang umum digunakan untuk belt conveyor adalah sebagai berikut: Tensile strange : 250 Kg/m2 Elongation : 500% Abrasion : 110 m3 3. Reinforcement lapisan penguat (ply) Reinforcement adalah lapisan penguat untuk belt conveyor itu sendiri. Kekuatan atau tegangan pada belt tergantung lapisan penguat yang dipakai. Pada umumnya lapisan penguat terbuat dari serat (carccas) dan sling baja (steel cord). Lapisan penguat untuk fabric belt terdiri dari beberapa macam jenis, yaitu : 1. Nylon atau polyamide (NN) 2. Polyester, serat sintetis terilene, trevira dan diolen 3. Cotton 4. Vinylon fabric (VN) 5. Polyvinil (KN) 6. Aramide fiber

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan untuk steel cord belt lapisan penguatnya hanya terdiri dari satu jenis saja, yaitu kawat sling baja. Disamping jenis lapisan penguat yang telah disebut di atas, terdapat juga konstruksi khusus yang dirancang untuk melindungi lapisan penguat dari sobek yang memanjang. Lapisan ini disebut dengan Rip Guard. Ada beberapa konstruksi dari Rip Guard, yaitu : 1. Belt fabric dengan carcass di dalam top cover yang disusun melintang 2. Nylon cord yang disusun melintang pada top cover 3. Nylon cord yang disusun melintang pada top dan bottom cover
Top cover

Molded Edge

Canvas / ply Bottom Cover

Gambar 2.13 Lapisan belt

2.2.4 Kekuatan Belt 2.2.4.1 Kekuatan Tarik Belt (Tensile strength) Tensile strength adalah kekuatan tegangan tarik suatu belt conveyor yang dinyatakan dalam Kg/cm/ply. Kekuatan tarik suatu belt tergantung dari jumlah ply yang di gunakan. Contoh pembacaan tegangan tarik pada sebuah belt : 1. NN-50 x 4 P (fabric) NN-50 = kekuatan per ply jenis Nylon tersebut adalah 50Kg/cm/ply. Total kekuatan tarik pada belt tersebut adalah 50Kg/cm/ply x 4 ply = 200Kg/cm

Universitas Sumatera Utara

2. EP-500 / 4 (fabric) Adalah kekuatan tarik total per ply jenis polyester / polyamide. Sehinga kekuatan tarik per ply adalah : 500Kg/cm : 4 ply = 125 Kg/cm/ply 3. 4-EP 125 Angka 4 menunjukan jumlah ply, sedangkan angka 125 menyatakan tegangan tarik dalam Kg/cm/ply. Jadi total dari tegangan tarik adalah 4 x 125 = 500 Kg/cm. 4. Selain itu untuk steel cord contoh pembacaan tegangan tarik adalah ST-2500. Yang artinya Tensile strength = 2500 Kg/cm. pada steel cord tidak terdapat ply, yang dipakai adalah unit sling baja. Besarnya tarikan belt pada tiap titik dapat dihitung dengan rumus (Zainuri, 2006): Titik 1 (S1) = belt meninggalkan pulley pengerak Titik 2 (S2) = S1 + W1,2 (belt mendekati tail pulley) Titik 3 (S3) = 1.07 S2 (belt meninggalkan tail pulley) Titik 4 (S4) = S3 + W3,4 + Wpl (belt mendekati pulley pengerak) Dari hukum Euler, belt tidak akan slip pada pulley jika : St Ssl e St adalah tegangan keras Ssl adalah tegangan kendor e adalah bilangan logaritma dasar, e 2.718 adalah sudut sentuh belt pada pulley = 210 o, radian ( 1rad 57.3 o) 2.2.4.2 Pembacaan dan penulisan spesifikasi fabric belt Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt conveyor harus diusahakan sejelas mungkin. Karena pembacaan yang tidak jelas akan mengakibatkan kesalahan dalam pemakaian jenis belt conveyor dan akan memberikan data yang tidak akurat, baik untuk penggantian belt baru

Universitas Sumatera Utara

maupun penyambungan. Pembacaan dan penulisan spesifikasi belt conveyor yang benar adalah : 1. Pembacaan spesifikasi fabric belt Spesifikasi Fabric Belt 200 m RMA-2 NN-150 900 x 4P x 6 x 2 mm Pembacaan 200 m : panjang belt RMA-2 : Grade cover rubber NN-150 : Tensile Strength 150 Kg/cm/ply 900 : Lebar belt 4P : jumlah ply = 4 6 mm : tebal top cover = 6 2 mm : tebal bottom cover = 2 2. Pembacaan spesifikasi steel cord Spesifikasi steel cord 1000 m DIN-M ST-3150 1600 x DIA. 7 x 101 x 12 x 6 mm Pembacaan 1000 m : Penjang belt = 1000 m DIN-M : Grade cover Rubber ST-3150 : Tensile strength = 3150 Kg/cm 1600 : Lebar belt = 1600 mm DIA. 7 : Diameter kawat sling = 7 mm/Pcs 101 Pcs : Terdapat 101 buah sling berjejer selebar belt disusun dengan jarak titk sumbu (pitch) yang sama 12 mm : tebal top cover = 12 mm 6 mm : tebal bottom cover = 6 mm

2.2.4.3 Penentuan jumlah ply Pemikiran awam untuk menghadapi masalah belt yang sering putus adalah dengan menambah jumlah ply, tanpa mempertimbangkan stress yang akan terjadi pada saat belt berjalan melewati pully (pada titik momen) yang akan berakibat fatal. Disamping factor stress, belt akan berjalan mengambang tidak duduk dengan baik diatas roller. Karena dengan

Universitas Sumatera Utara

penambahan jumlah ply, maka akan menambah kekakuan belt secara keseluruhan. Jumlah minimum ply ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: 1. Kapasitas 2. Lebar belt conveyor 3. Jenis carccas 4. Diameter pully Jumlah ply yang banyak mengharuskan pemakaian diameter pully yang besar untuk menjaga fleksibilitas belt conveyor. Hubungan antara jenis carccas dan jumlah ply dengan diameter pulley yang di sarankan dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 2.14 Hubungan diameter pulley dengan jumlah ply

2.2.4.4 Nilai mulur (Elongation) Belt conveyor akan mengalami mulur sewaktu beroperasi sebagai akibat dari sifat serat dan stress yang dialaminya. Mulur adalah pertambahan panjang belt dari panjang semula. Dalam pemilihan jenis reinforcement, yang harus di perhatikan adalah jumlah kemuluran yang akan terjadi pada waktu belt beroperasi beberapa saat. Nilai mulur dapat di pakai sebagai pedoman dalam menentukan posisi take-up (counter weight), agar posisi counter weight tidak menyentuh tanah dalam waktu singkat. Pemilihan nilai mulur yang tidak tepat dapat menyebabkan penyambungan berulang-ulang karena counter weight menyentuh tanah, sehingga

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan jadwal produksi menjadi terganggu. Besar nilai mulur pada belt dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Perbandingan nilai mulur belt conveyor Belt type Take-Up (%) Steel cord (ST) Nylon fabric (NN) Vynylon fabric (VN) Polyester fabric (EP) 0.1 0.2 1.5 2.5 0.7 1.1 1.0 1.5 0.03 0.06 0.30 0.60 0.20 0.30 0.20 0.50 c-c Elongation Distance Elastic Permanent 0.08 0.13 1.30 1.80 0.50 0.80 0.50 1.00

Pada tabel diatas diperlihatkan perbandingan nilai mulur dari berbagai jenis reinforcement yang umumnya dipakai dalam belt conveyor. Nilai mulur dinyatakan dalam % dari jarak center to center conveyor (pully depan ke pully belakang). Nilai mulur elastic adalah nilai mulur yang akan terjadi pada saat belt start atau beroperasi. Disamping itu juga belt mengalami mulur permanent. Perhitungan mulur dari sebuah belt conveyor dapat dihitung sebagai berikut: Nilai mulur belt = L(c-to-c) x M(max)/ 100 .(lit. 7) Dimana : L = panjang belt M = nilai mulur permanen

2.3

Manajemen Pemeliharaan

2.3.1 Manajemen Kata manajemen berasal dari bahasa prancis kuno mnagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur (Wikipedia, 2009). Menurut Robbins, et all, (2007) mendefenisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektief dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanbataan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorginisir, dan sesuai dengan jadwal.

Universitas Sumatera Utara

2.3.1.1 Defenisi manajemen Manajemen berasal dari kata kerja To Manage berarti control. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan mengendalikan, menangani atau mengelola. Selanjutnya kata benda manajemen atau management dapat mempunyai berbagai arti. (Herujito, Y.M, 2001). Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjan melalui orang lain. Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi. Manajemen menurut Pamela, S. Lewis, et all, (2004) dalam bukunya management: challenges For tomorrows Leaders, yaitu: management is the process of administering and coordinating resources effectively and efficiently in an effort to achieve the goals of organitation Manajemen merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam mengatur sumber daya-sumber daya yang dimilikinya agar dapat dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut.

2.3.1.2 Fungsi manajemen Teori manajemen menyatakan bahwa manajemen memiliki beberapa fungsi. Fungsi dalam hal ini adalah sejumlah kegiatan yang meliputi berbagai jenis pekerjaan yang dapat digolongkan dalam satu kelompok sehingga membentuk suatu kesatuan administratif (Herujito, Y.M, 2001). Untuk mencapai tujuannya organisasi memerlukan dukungan manajemen dengan fungsinya sesuai kebutuhan. Kegiatan fungsi-fungsi manajemen diperjelas secara ringkas, yaitu (Amsyah, Zulkifli, 2005): 1. Perencanaan (planning) adalah fungsi manajemen yang berkaitan dengan penyusunan tujuan dan menjabarkannya dalam bentuk perencanaanuntuk mencapai tujuan tersebut,

Universitas Sumatera Utara

2. Pengorganisasian (organizing) adalah yang berkaitan dengan pengelompokan personel dan tugasnya untuk menjalankan pekerjaan sesuai tugas dan misinya, 3. Pengaturan personel (staffing) adalah yang berkaitan dengan bimbingan dan pengaturan kerja personel. Unit masing-masing manajemen sampai pada kegiatan, seperti seleksi, penempatan, pelatihan, pengembangan dan kompensasi, sebagai bagian dari bantuan unit pada unit personalia organisasi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM), 4. Pengarahan (directing) adalah yang berkaitan dengan kegiatan melakukan pengarahan-pengarahan, tugas-tugas, dan konstruksi, 5. Pengawasan (controlling) kegiatan yang berkaitan dengan pemeriksaan untuk menentukan apakah pelaksanaannya sudah dikerjakan sesuai dengan perencanaan, sudah sampai sejauh mana kemjuan yang dicapai, dan perencanaanyang belum mencapai kemajuan, serta melakukan koreksi bagi pelaksanaan yang belum terselasaikan.

2.3.2 Pemeliharaan (maintenance) 2.3.2.1 Defenisi pemeliharaan

Pemeliharaan Mesin merupakan hal yang sering dipermasalahkan antara Bagian Pemeliharaan dan Bagian Produksi. Karena Bagian Pemeliharaan dianggap yang memboroskan biaya, sedang Bagian Produksi merasa yang merusakkan tetapi juga yang membuat uang (Soemarno, Ardhi, 2008). Pada umumnya sebuah produk yang dihasilkan oleh manusia, tidak ada yang tidak mungkin rusak, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan yang dikenal dengan pemeliharaan (Corder A, 1992). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kegiatan pemeliharaan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi. Kata pemeliharaan diambil dari bahasa yunani terein artinya merawat, menjaga, dan memelihara. Pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau

memperbaikinya sampai, suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder A, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Untuk Pengertian Pemeliharaan lebih jelas adalah tindakan merawat mesin atau peralatan pabrik dengan memperbaharui umur masa pakai dan

kegagalan/kerusakan mesin. (Setiawan, F.D, 2008). Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya operations Management pemeliharaan adalah: all activities involved in keeping a systems equipment in working order Segala aktivitas yang didalamnya adalah untuk menjaga sebuah sistem peralatan agar pekerjaan dapat sesuai dengan pesanan. Menurut Sehwarat, M.S dan Narang, J.S, (2001) dalam bukunya

Production Management, pemeliharaan (maintenance) adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan secara berurutan untuk menjaga atau memperbaiki fasilitas yang ada sehingga sesuai dengan standar (sesuai dengan standar fungsional dan kualitas). Menurut Assauri, Sofyan. (2004) pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Sedangkan menurut Tampubolon, Manahan. P, (2004), Pemeliharaan merupakan semua aktivitas termasuk menjaga peralatan dan mesin selalu dapat melaksanakan pesanan pekerjaan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemeliharaan dilakukan untuk merawat ataupun memperbaiki peralatan

perusahaan agar dapat melaksanakan produksi dengan efektif dan efisien sesuai dengan pesanan yang telah direncanakan atau ditentukan oleh perusahaan dengan hasil produksi yang berkualitas.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2.2

Tujuan pemeliharaan

Dengan adanya kegiatan pemeliharaan ini maka fasilitas atau peralatan perusahaan dapat dipergunakan untuk kegiatan produksi sesuai dengan rencana, dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas/peralatan perusahaan tersebut dipergunakan selama proses produksi. Oleh karena itu, Suatu kalimat yang perlu diketahui oleh orang pemeliharaan dan bagian lainnya bagi suatu pabrik adalah pemeliharaan (maintenance) murah sedangkan perbaikan (repair) mahal. (Setiawan, F.D, 2008). Menurut Daryus, Asyari, (2008) dalam bukunya manajemen

pemeliharaan mesin Tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan sebagai berikut: 1. Untuk memperpanjang kegunaan asset, 2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin, 3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, 4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

Menurut Assauri, Sofyan, (2004) tujuan pemeliharaan yaitu: 1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi, 2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu, 3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar batas dan menjaga modal yang di investasikan tersebut, 4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien, 5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja,

Universitas Sumatera Utara

6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan (return on investment) yang sebaik mungkin dan total biaya yang terendah. Sedangkan menurut Higgins, L.R and Mobley, R.Keith, (2002) dalam bukunya Maintenance Engineering Handbook menjelaskan adapun tujuan dari dilakukannya pemeliharaan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Menjamin tersedianya peralatan atau mesin dalam kondisi yang mampu memberikan keuntungan, 2. Menjamin kesiapan peralatan cadangan dalam situasi darurat, misalnya sistem pemadam kebakaran, pembangkit listrik, dan sebagainya, 3. Menjamin keselamatan manusia yang menggunakan peralatan, 4. Memperpanjang masa pakai peralatan atau paling tidak menjaga agar masa pakai peralatan tersebut tidak kurang dari masa pakai yang telah dijamin oleh pembuat peralatan tersebut. 2.3.2.3 Fungsi pemeliharaan Menurut pendapat Ahyari, Agus, (2002) fungsi pemeliharaan adalah agar dapat memperpanjang umur ekonomis dari mesin dan peralatan produksi yang ada serta mengusahakan agar mesin dan peralatan produksi tersebut selalu dalam keadaan optimal dan siap pakai untuk pelaksanaan proses produksi. Keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik terhadap mesin, adalah sebagai berikut (Ahyari, Agus, 2002): a. Mesin dan peralatan produksi yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat dipergunakan dalam jangka waktu panjang, b. Pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan berjalan dengan lancar, c. Dapat menghindarkan diri atau dapat menekan sekecil mungkin terdapatnya kemungkinan kerusakan-kerusakan berat dari mesin dan peralatan produksi selama proses produksi berjalan,

Universitas Sumatera Utara

d. Peralatan produksi yang digunakan dapat berjalan stabil dan baik, maka proses dan pengendalian kualitas proses harus dilaksanakan dengan baik pula, e. Dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan peralatan produksi yang digunakan, f. Apabila mesin dan peralatan produksi berjalan dengan baik, maka penyerapan bahan baku dapat berjalan normal, g. Dengan adanya kelancaran penggunaan mesin dan peralatan produksi dalam perusahaan, maka pembebanan mesin dan peralatan produksi yang ada semakin baik. 2.3.2.4 Kegiatan-kegiatan pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dalam suatu perusahaan menurut Tampubolon, Manahan. P, (2004) meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut: 1. Inspeksi (inspection) Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala dimana maksud kegiatan ini adalah untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai peralatan atau fasilitas produksi yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi. Sehingga jika terjadinya kerusakan, maka segera diadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi, dan berusaha untuk mencegah penyebab timbulnya kerusakan dengan melihat sebab-sebab kerusakan yang diperoleh dari hasil inspeksi. 2. Kegiatan teknik (Engineering) Kegiatan ini meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli, dan kegiatan-kegiatan pengembangan peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan tersebut. Dalam kegiatan inilah dilihat kemampuan untuk mengadakan perubahanperubahan dan perbaikan-perbaikan bagi perluasan dan kemajuan dari fasilitas atau peralatan perusahaan. Oleh karena itu kegiatan teknik ini sangat diperlukan terutama apabila dalam perbaikan mesin-mesin yang rusak tidak di dapatkan atau diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

3. Kegiatan produksi (Production) Kegiatan ini merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu memperbaiki dan meresparasi mesin-mesin dan peralatan. Secara fisik, melaksanakan pekerjaan yang disarankan atau yang diusulkan dalam kegiatan inspeksi dan teknik, melaksanakan kegiatan service dan perminyakan

(lubrication). Kegiatan produksi ini dimaksudkan untuk itu diperlukan usahausaha perbaikan segera jika terdapat kerusakan pada peralatan. 4. Kegiatan administrasi (Clerical Work) Pekerjaan administrasi ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan biaya-biaya yang berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan, komponen (spareparts) yang di butuhkan, laporan kemajuan (progress report) tentang apa yang telah dikerjakan . waktu dilakukannya inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut, komponen (spareparts) yag tersedia di bagian pemiliharaan. Jadi, dalam pencatatan ini termasuk penyusunan planning dan scheduling, yaitu rencana kapan suatu mesin harus dicek atau diperiksa, diminyaki atau di service dan di resparasi. 5. Pemeliharaan Bangunan (housekeeping) Kegiatan ini merupakan kegiatan untuk menjaga agar bangunan gedung tetap terpelihara dan terjamin kebersihannya.

2.3.2.5

Jenis-jenis pemeliharaan

Menurut Daryus, Asyari, (2007) dalam bukunya Manajemen pemeliharaan mesin membagi pemeliharaan menjadi: 1. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance) Pemeliharaan pencegahan adalah pemeliharaan yang dibertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan untuk pencegahan. Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan.

Universitas Sumatera Utara

2. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) Pemeliharaan korektif adalah pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas atau peralatan sehingga mencapai standar yang dapat di terima. Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan agar peralatan menjadi lebih baik, 3. Pemeliharaan berjalan (Running Maintenance) Pemeliharaan ini dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan bekerja. Pemeliharan berjalan diterapkan pada peralatan-peralatan yang harus beroperasi terus dalam melayani proses produksi, 4. Pemeliharaan prediktif (Predictive Maintenance) Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan. Biasanya pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat monitor yang canggih, 5. Pemeliharaan setelah terjadi kerusakan (Breakdown Maintenance) Pekerjaan pemeliharaan ini dilakukan ketika terjadinya kerusakan pada peralatan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, alat-alat dan tenaga kerjanya, 6. Pemeliharaan Darurat (Emergency Maintenance) Pemeliharan ini adalah pekerjaan pemeliharaan yang harus segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tidak terduga. 7. Pemeliharaan berhenti (shutdown maintenance) Pemeliharaan berhenti adalah pemeliharaan yang hanya dilakukan selama mesin tersebut berhenti beroperasi, 8. Pemeliharaan rutin (routine maintenance) Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan secara rutin atau terus-menerus, 9. Design out maintenance adalah merancang ulang peralatan untuk

menghilangkan sumber penyebab kegagalan dan menghasilkan model kegagalan yang tidak lagi atau lebih sedikit membutuhkan maintenance.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2.6

Klasifikasi pemeliharaan

Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan Pekerjaan pemeliharaan dikategorikan dalam dua cara, yaitu (Corder A, 1992): 1. Pemeliharaan terencana (planned maintenance) Pemeliharaan terencana adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terorginir untuk mengantisipasi kerusakan peralatan di waktu yang akan datang, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. (Corder A, 1992). Menurut Corder A, (1992) Pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua aktivitas utama yaitu: a. Pemeliharaan pencegahan (Preventive Maintenance) Pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) adalah inspeksi periodik untuk mendeteksi kondisi yang mungkin menyebabkan produksi berhenti atau berkurangnya fungsi mesin dikombinasikan dengan pemeliharaan untuk menghilangkan, mengendalikan, kondisi tersebut dan mengembalikan mesin ke kondisi semula atau dengan kata lain deteksi dan penanganan diri kondisi abnormal mesin sebelum kondisi tersebut menyebabkan cacat atau kerugian. (Setiawan, F.D, 2008). Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, (2001) dalam bukunya Operations Management, preventive maintenance adalah: A plan that involves routine inspections, servicing, and keeping facilities in good repair to prevent failure Sebuah perencanaan yang memerlukan inspeksi rutin, pemeliharaan dan menjaga agar fasilitas dalam keadaan baik sehingga tidak terjadi kerusakan di masa yang akan datang. Pekerjaan dasar pada perawatan preventive adalah: inspeksi, pelumasan, perencanaan dan penjadwalan, pencatatan dan analisis,

latihan bagi tenaga pemeliharaan, serta penyimpanan suku cadang. sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi terhindar dari kerusakan dapat terpenuhi pengunaannya. (Daryus A, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Menurut

Dhillon B.S,

(2006)

dalam

bukunya

maintainability,

maintenance, and reliability for engineers ada 7 elemen dari pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) yaitu: 1) Inspeksi: memeriksa secara berkala (periodic) bagian-bagian tertentu untuk dapat dipakai dengan membandingkan fisiknya, mesin, listrik, dan karakteristik lain untuk standar yang pasti, 2) Kalibrasi: mendeteksi dan menyesuaikan setiap perbedaan dalam akurasi untuk material atau parameter perbandingan untuk standar yang pasti, 3) Pengujian: pengujian secara berkala (periodic) untuk dapat menentukan pemakaian dan mendeteksi kerusakan mesin dan listrik, 4) Penyesuaian: membuat penyesuaian secara periodik untuk unsur variabel tertentu untuk mencapai kinerja yang optimal, 5) Servicing: pelumasan secara periodik, pengisian, pembersihan, dan

seterusnya, bahan atau barang untuk mencegah terjadinya dari kegagalan yang baru, 6) Instalasi: mengganti secara berkala batas pemakaian barang atau siklus waktu pemakaian atau memakai untuk mempertahankan tingkat toleransi yang ditentukan, 7) Alignment: membuat perubahan salah satu barang yang ditentukan elemen variabel untuk mencapai kinerja yang optimal. b. Pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) Pemeliharaan secara korektif (corrective maintenance) adalah

pemeliharaan yang dilakukan secara berulang atau pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti untuk memenuhi suatu kondisi yang bisa diterima. (Corder, A, 1992). Pemeliharaan ini meliputi reparasi minor, terutama untuk rencana jangka pendek, yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana. Menurut Heizer, Jay dan Render, Barry, 2001 pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) adalah: Remedial maintenance that occurs when equipment fails and must be repaired on an emergency or priority basis

Universitas Sumatera Utara

Pemeliharaan ulang yang terjadi akibat peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki karena keadaan darurat atau karena merupakan sebuah prioritas utama. Menurut Prawirosentono, Suyadi, (2001) pemeliharaan korektif

(Corrective Maintenance) adalah perawatan yang dilaksanakan karena adanya hasil produk (setengah jadi maupun barang jadi) tidak sesuai dengan rencana, baik mutu, biaya, maupun ketepatan waktunya. . Oleh karena itu, Dalam pelaksanaan pemeliharaan antara terencana yang harus diperhatikan adalah jadwal operasi pabrik, perencanaan pemeliharaan, sasaran perencanaan pemeliharaan, faktor-faktor yang diperhatikan dalam perencanaan pekerjaan pemeliharaan, sistem organisasi untuk perencanaan yang efektif, dan estimasi pekerjaan. (Daryus, Asyari, 2007).

2.

Pemeliharaan tak terencana (unplanned maintenance) Pemeliharaan tak terencana adalah yaitu pemeliharaan darurat, yang

didefenisikan sebagai pemeliharaan dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat yang serius, misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada peralatan, atau untuk keselamatan kerja. (Corder A, 1992). Pada umumnya sistem pemeliharaan merupakan metode tak terencana, dimana peralatan yang digunakan dibiarkan atau tanpa disengaja rusak hingga akhirnya, peralatan tersebut akan digunakan kembali maka diperlukannya perbaikan atau pemeliharaan. Secara skematik dapat dilihat sesuai diagram alir proses suatu perusahaan untuk sistem pemeliharaan dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.15 Diagram alir pemeliharaan (Sumber: Corder, Anthony, 1992, Teknik Manajemen Pemeliharaan, Erlangga)

2.3.3 Kegiatan Inspeksi pada pemeliharaan belt conveyor Selama interval umur equipment bagian-bagian pada belt conveyor yang telah ditentukan, maka inspeksi-inspeksi pada bagian-bagian tersebut dilakukan secara berkala, yaitu : 1. Inspeksi harian (daily Inspection) Salah satu pekerjaan yang dilakukan dalam inspeksi harian ini adalah : a. Pengecekan pada sistem transmisi yaitu pelumasannya b. Pengecekan pada bagian roller yaitu putaran roller dan suara yang abnormal c. Pengecekan pada conveyor belt yaitu cek kelurusan conveyor belt pada saat operasi 2. Inspeksi bulanan (monthly inspection) Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi bulanan ini adalah: a. Pengecekan driver unit yaitu pemeriksaan getaran, arus dan tegangan b. Pengecekan pully yaitu periksa suara dan temperatur pada pully

Universitas Sumatera Utara

c. Pengecekan conveyor belt yaitu cek fisik conveyor belt (kondisi sambungan) d. Pengecekan skrit rubber yaitu cek keausan e. Pengecekan pembersih (cleaner) yaitu periksa jarak antara cleaner dengan head pully f. Pengecekan umum yaitu periksa semua baut pengikat 3. Inspeksi tahunan (yearly inspection) Salah satu pekerjaan yang dilakukan pada inspeksi tahunan ini adalah: a. Pengecekan conveyor belt yaitu cek kekerasan conveyor belt b. Penggantian skrit rubber 2.3.4 Hubungan kegiatan pemeliharaan dengan biaya Tujuan utama manajemen produksi adalah mengelola penggunaan sumber daya berupa faktor-faktor produksi yang tersedia baik berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin dan fasilitas produksi agar proses produksi berjalan dengan efektif dan efisien. pada saat ini perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan pemeliharaan harus mengeluarkan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit. Menurut Mulyadi, (1999) dalam bukunya akuntansi biaya, biaya dari barang yang diproduksi terdiri dari: a. Direct Material Used (biaya bahan baku langsung yang digunakan), b. Direct manufacturing Labor (biaya tenaga kerja langsung), c. Manufacturing Overhead (biaya overhead pabrik). Permasalahan yang sering dihadapi seorang manajer produksi adalah bagaimana menentukan untuk melakukan kebijakan pemeliharaan baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya kerusakan, dari kebijakan itulah nantinya akan mempengaruhi terhadap pembiayaan. Oleh karena itu, seorang manajer produksi harus mengetahui hubungan kebijakan pemeliharaan dengan biaya yang ditimbulkan sehingga tidak pemeliharaan. Dibawah salah dalam mengambil kebijakan tentang hubungan biaya pemeliharaan

ini diperlihatkan

pencegahan (preventive maintenance) dan breakdown dengan total biaya.

Universitas Sumatera Utara

(a)

(b) Gambar 2.16 Hubungan Preventive Maintenance dan Breakdown Maintenance dengan biaya. (a) Traditional View of Maintenance, (b) Full Cost View of Maintenance (Sumber: Heizer, Jay and Render, Barry, (2001), Operation Management, Prentice Hall, sixt Edition) Gambar diatas menunjukkan hubungan tradisional antara pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) dengan pemeliharaan breakdown (breakdown maintenance) yang menjelaskan bahwa manejer operasi harus bisa mempertimbangkan keseimbangan antara kedua biaya. Di satu pihak, dengan menempatkan sumber daya pada kegiatan pemeliharaan pencegahan akan mengurangi jumlah kemacetan. Sama halnya dengan mengurangi pemeliharaan breakdown biaya akan lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pemeliharaan pencegahan. Di waktu yang sama kurva total biaya akan menaik.

Universitas Sumatera Utara

2.3.5

Analisa kebijakan Pemeliharaan Dengan demikian metode yang digunakan untuk memelihara mesin

dalam perusahaan adalah metode probabilitas untuk menganalisa biaya. Menurut Handoko, T.Hani, (1999) Langkah-langkah perhitungan biaya pemeliharaan adalah: 1. Menghitung rata-rata umur mesin sebelum rusak atau rata-rata mesin hidup dengan cara: Rata-rata mesin hidup = (bulan sampai terjadinya kerusakan setelah perbaikan 2. Menghitung biaya yang X probabilitas terjadinya kerusakan) jika melaksanakan kebijakan dikeluarkan

pemeliharaan breakdown:

TC = Keterangan:

C R .N MTBF

TC = biaya bulanan total kebijakan Breakdown (Rp) Cr = biaya perbaikan mesin (Rp) N = jumlah mesin MTBF = jumlah bulan yang diperkirakan antara kerusakan. 3. Menghitung biaya yang dikeluarkan jika melaksanakan kebijakan

pemeliharaan preventive: Untuk menentukan biaya pemeliharaan preventive meliputi pemeliharaan setiap satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan seterusnya, harus dihitung perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam suatu periode. Rumusnya adalah: Bn = N Keterangan: Bn = perkiraan jumlah kerusakan mesin dalam n bulan, N = jumlah Mesin,
Pn = Probabilitas mesin rusak dalam periode n

+ B(n-1)P1 + B(n-2)P2 + B(n-3)P3 + B1P(n-1)

Universitas Sumatera Utara

2.4

Metode Manajemen Pemeliharaan Manajemen Pemeliharaan adalah pendekatan yang teratur dan sistematis

untuk perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan evaluasi kegiatan pemeliharaan dan biaya. Sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik digabungkan dengan pengetahuan dan staf pemeliharaan mampu dapat mencegah masalah-masalah kesehatan dan keselamatan dan kerusakan lingkungan; menghasilkan aset hidup dengan lebih sedikit gangguan dan mengakibatkan biaya operasi yang lebih rendah dan kualitas hidup yang lebih tinggi. Menurut Margono, (2006) metode manajemen pemeliharaan di lihat dari beberapa hal sebagai berikut: 1. Permohonan pemeliharaan, Sebagai persyaratan untuk perencanaan fungsi pemeliharaan, karena perlu utuk mengetahui secara tepat tentang apa yang harus di kerjakan, apa yang sedang di kerjakan dan berapa lama setiap bertugas/pekerjaan tersebut di kerjakan. Permintaan dari pengawas bagian produksi untuk pelayanan yang dilakukan oleh petugas-petugas pemeliharaan harus mendapat prioritas prhatian meskipun dalam pengalaman menunjukkan bahwa hampir seluruh pekerjaan pemeliharaan dapat di rencanakan sebelumnya, dalam jangka pendek dan kenyataan bahwa prioritas utama jauh lebih kecil dari yang di perkirakan. 2. Permintaan pemeliharaan atau perbaikan, Permintaan pemeliharaan atau perbaikan atas pekerjaan yang salah satu atau kerusakan atau cacat yang memang perlu di perbaiki. Setelah pekerjaan di selesaikan, kita harus mencari keterangan atau alasan tentan sebab-sebab terjadinya kerusakan, terutama penting apabila terjadinya pemeliharaan darurat serta uraian singkat tapi jelas mengenai tindakan yang telah dilaksanakan. 3. Kartu permintaan pemeliharaan atau perbaikan. Dalam kartu permintaan pemeliharaan/perbaikan dimuat seluruh

informasi/keterangan yang dibutuhkan seperti misalnya jenis pekerja yang diperlukan, dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pekerja berorganisasi kepada tugas yang diberikan dan kartu permintaan pemeliharaan tersebut juga berorganisasi kepada tugas tersebut. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

merupakan suatu perbedaan yang pokok antara penggunaan kartu permintaan pemeliharaan/perbaikan dengan penggunaan kartu waktu dimana masalahnya hanya pada berorganisasi kepada para petugas pemeliharaan. Menurut Mobley, R.Keith, (2002) ada beberapa metode manajemen pemeliharaan antara lain Yaitu: 1. Run-to-failure management, Run-to-failure management adalah manajemen teknik pengaktifan kembali yang menunggu mesin atau peralatan rusak sebelum diambil tindakan pemeliharaan, yang mana sebenarnya adalah nomaintenance. Metode ini merupakan manajemen pemeliharaan yang paling mahal. Metode reaktif ini memaksa departemen manajemen pemeliharaan untuk mempertahankan

persediaan suku cadang yang banyak yang mencakup seluruh komponen utama peralatan penting pabrik. 2. Preventive Maintenance ada banyak defenisi pemeliharaan preventive, tetapi semua program manajemen pemeliharaan preventive adalah dijalankan berdasarkan waktu. Dengan kata lain tugas-tugas pemeliharaan berlalu berdasarkan pada jam operasi. Dalam manajemen pemeliharaan preventive, perbaikan mesin dijadwalkan berdasarkan pada statistik waktu rata-rata kerusakan (MTTF). Dapat dilihat siklus MTTF dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.17 kurva bak mandi

3. Predictive Maintenance Seperti pemeliharaan preventif, pemeliharaan prediktif memiliki banyak defenisi. Untuk sebagian pekerja, pemeliharaan prediktif adalah pemantauan getaran mesin dalam upaya untuk mendeteksi masalah baru dan untuk mencegah kerusakan fatal. Pemeliharaan prediktif adalah menggerakkan kondisi program

pemeliharaan preventif. Untuk jadwal kegiatan pemeliharaan, pemeliharaan prediktif menggunakan pengawasan langsung terhadap kondisi mekanik, efisiensi system, dan indicator lainnya untuk menentukan rata-rata waktu actual sampai rusak atau hilangnya efisiensi untuk setiap mesin dan system di pabrik. Penambahan program pemeliharaan prediktif yang komprehensif dapat dan akan menyediakan data factual pada kondisi mekanik actual dari setiap mesin dan efisiensi operasional setiap sistem proses. 4. Metode peningkatan pemeliharaan lainnya Selama 10 tahun terakhir, berbagai metode manajemen, seperti pemeliharaan produktif total (TPM) dan kehandalan yang berpusat pada pemeliharaan (RCM), telah dilembangkan dan disebut-sebut sebagai obat mujarab untuk pemeliharaan yang tidak efektif. Banyak pabrik domestik menggunakan

Universitas Sumatera Utara

salah satu dari metode cepat, memperbaiki dalam upaya untuk mengimbangi kekurangan pemeliharaan yang dirasakan. a. Total Productive Maintenance Pemeliharaan ini disebut-sebut sebagai pendekatan jepang untuk manajemen perawatan yang efektif, konsep ini di kembangkan oleh Deming di akhir 1950-an. TPM bukan program manajemen pemeliharaan. Sebagian besar kegiatan terkait dengan pendekatan manajemen jepang diarahkan pada fungsi produksi dan menganggap pemeliharaan akan memberikan tugas-tugas dasar yang diperlukan untuk mempertahankan aset produksi kritis. Semua manfaat di ukur dari TPM yang di kemas dalam hal kapasitas, kualitas produk, dan total biaya produksi. b. Reliability-Centered Maintenance

Dalil dasar RCM adalah bahwa semua mesin harus gagal dan memiliki umur yang terbatas, tetapi asumsi ini tidak berlaku, jika mesin dan sistem pabrik dirancang baik, dipasang, dioperasikan, dan dipelihara.

2.5

Metode Penyambungan belt Belt conveyor adalah salah satu komponen dari belt conveyor sistem yang

berfungsi untuk membawa material dan meneruskan gaya putar. Di pilihnya belt conveyor system sebagai sarana transportasi material adalah karena tuntutan untuk meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan juga kebutuhan optimasi dalam rangka mempertinggi efisiensi kerja. Keuntungan dari penggunaan belt conveyor adalah: 1. Menurunkan biaya produksi pada saat memindahkan material 2. Memberikan pemindahan yang terus menerus dalam jumlah yang tetap sesuai dengan keinginan 3. Membutuhkan sedikit ruang 4. Menurunkan tingkat kecelakaan saat pekerja memindahkan material 5. Menurunkan polusi udara Oleh karena belt adalah merupakan salah satu komponen utama, maka sangat diperlukan perawatan khusus pada bagian tersebut. Salah satunya adalah

Universitas Sumatera Utara

bagaimana cara melakukan penyambungan belt jika terjadi kerusakan pada saat operasi/ produksi sedang berlangsung. 2.5.1 Jenis Penyambungan Belt Penyambungan belt conveyor adalah proses menyatukan dua sisi belt, sehingga belt dapat digunakan sebagai alat tranportasi produk. Pada penyambungan belt conveyor terdapat dua jenis (Metode) penyambungan, yaitu : a. Penyambungan mekanis (Mechanical Joint) Penyambungan mekanis adalah penyambungan yang terdiri dari bahan baja berbentuk engsel untuk menghubungkan kedua bagian belt. Penyambungan ini digunakan hanya dalam keadaan darurat saja. Pada saat belt tiba-tiba putus saat beroperasi dan perusahan dalam keadaan kejar produksi(Shipping). Karena penyambungan mekanis ini sifatnya hanya sementara. Keuntungan dari mechanical joint : 1. Cepat dalam penyambungan 2. Investasi awal sedikit, karena hanya perlu tool portable 3. Pergeseran take up sedikit karena panjang belt berkurang sedikit Kerugian dari mechanical joint : 1. Kekuatannya berkurang 2. Pada ujung potongan terbuka. Sehingga carccas lembab dan dapat merusak carccas 3. Permukaan sambungan biasanya tidak rata sehingga belt cleaner tidak berfungsi efektif 4. Material halus dapat lolos ke bawah melalui celah sambungan 5. Untuk material yang panas, splice dapat merambatkan panas ke carccas, sehingga carccas rapuh setempat Cara penyambungan mechanical joint adalah ; belt ditempatkan berhadapan dengan potongan lurus yang tegak lurus terhadap garis tenah belt, selanjutnya dilakukan pelubangan belt untuk memasang bolt

Universitas Sumatera Utara

splice dan terakhir dilakukan pemasangan aligator / mechanical splice dengan menggunakan bolt. b. Penyambungan tak berujung (Endles splicing) Penyambungan tak berujung adalah penyambungan yang dilakukan dengan menyatukan/melekatkan lapisan penguat dengan proses

vulkanisasi. Hasil dari penyambungan ini tidak menonjol melebihi permukaan belt conveyor. Apabila proses penyambungan dilakukan dengan sempurna maka hasil penyambungan tidak akan terlihat. Keuntungan yang didapat dari dari penyambungan tak berujung ini, antara lain : 1. Menghemat belt 2. Tidak terdapat material yang tertumpah, sehingga kapasitas produksi tidak berkurang. Penyambungan yang sering digunakan adalah penyambungan tak berujung, hal ini dikarenakan penyambungan ini memiliki keunggulan sebagai berikut: 3. Tidak merusak pully dan roller 4. Tidak merusak system screape Penyambungan tak berujung ini mempunyai dua jenis penyambungan, yaitu: 5. Penyambungan panas (Hot splicing) Penyambungan panas adalah proses penyambungan belt conveyor dengan proses vulkanisasi pada prosesnya menggunakan alat pemanas yang disebut heating solution. 6. Penyambungan dingin (cold Splicing) Penyambungan dengan sistim dingin adalah proses penyambungan belt conveyor yang proses vulkanisasinya dengan cara kimiawi. Yaitu dengan menggunakan lem yang menyatu dengan karet. Penyambungan sistem dingin dan sistem panas adalah penyambungan yang mengalami proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses konversi bentuk karet dari bentuk plastis menjadi elastis karena reaksi kimia.

Universitas Sumatera Utara

Vulkanisasi akan terjadi apabila ada : 1. Kimia, yaitu Sulfur dan Accelelator 2. Temperatur 3. Tekanan Pada Vulkanisasi panas 1. Kimia : Terdapat didalam karet dan lem 2. Temperature : 140 s/d 170 oC 3. Tekanan: 5 kg/cm2 s/d 12 kg/cm2 Sedangkan pada Vulkanisasi dingin adalah: 1. Kimia, sulfur, accelelator terpisah. Sulfir terdapat di dalam lem dan bonding layer 2. Temperature : Temperatur ruang 3. Tekanan : Tenaga manusia Penyambungan sistem dingin adalah penyambungan paling ekonomis, efisien dan praktis serta memiliki kekuatan/ketahanan yang sama dengan sistem panas. Apabila penyambungan dilakukan dengan sempurna, maka belt tersebut tidak akan pernah putus pada sambungan. Sambungan akan terputus dan terlepas apabila : 1. Apabila ada lapisan penguat yang terpotong pada saat penyambungan karena pemakaian pisau yang tidak tepat atau tersodok alat pemisah ply. 2. Sambungan lem tertutup pada saat lem masih basah atau pada saat sebagian lem sudah kering. 3. Kurang rapatnya cover strip, sehingga ada material yang masuk kedalam sambungan. 4. Waktu vulkanisasi terlalu lama. 5. Kurang control pada saat melakukan roll, ada udara yang terjebak 6. Penempatan cover strip yang menonjol. Pada belt conveyor dengan 1 ply, biasanya penyambungan dilakukan dengan Finger Joint dan cara Tip-Top. Sedangkan untuk penyambungan steel cord belt hanya dapat digunakan dengan system panas (Hot Splicing). Terdapat beberapa metode yang dipakai dalam

Universitas Sumatera Utara

penyambungan steel cord belt yaitu : Metode 1 step, metode 2 step, metode 3 step,metode 4 step danmetode 5 step.

Gambar 2.18 Metode step steel cord belt

2.5.2 Beban yang dialami Sambungan Belt 2.5.2.1 Kekuatan Tarik Sambungan Menurut Niemann, 1986 dalam bukunya Elemen Mesin menerangkan bahwa besarnya gaya tarik yang dialami oleh sambungan perekat tergantung kepada panjangnya belt yang direkatkan. Dalam hal ini besarnya gaya tarik yang dialami oleh sambungan dapat dihitung dengan rumus : F = b Ls izin Dimana : F = gaya tarik belt b = panjang belt yang direkatkan Ls = panjang langkah penyambungan

izin = tegangan tarik izin Besarnya panjang langkah penyambungan dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Panjang langkah carccas Konstruksi carcass EP 250/5 EP 200/2 EP 500/4 EP 300/3 EP 400/3 EP 250/2 PNN 300/3 NH 300/3 EP 630/4 NN 630/4 EP 630/3 EP 1250/4 2.5.2.2 Kecepatan Belt Panjang langkah (mm) 100

150

200 250 350

Kecepatan sebuah ban berjalan (belt) tergantung besarnya diameter pulley penggerak dan jumlah putaran yang ditransmisikan oleh motor penggerak (Niemann, 1986). Besarnya kecepatan belt dapat diketahui dengan menggunakan rumus :
V =

dn
60

Diaman :

V = kecepatan belt d = diameter pulley n = putaran yang ditransmisikan

2.5.2.3

Berat persatuan panjang material conveyor (Q)

Beratnya suatu conveyor persatuan panjang materialnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Zainuri, 2006) : Q = 0.21 m2 x qc Dimana : Q = berat conveyor persatuan panjang qc = kapasitas curah

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai